NIM : 21010000153
Prodi : S1 Hukum
Kelas : C
Matkul : Penghamtar Ilmu Hukum (PIH)
BAB 1
Hukum tidak lepas dari kehidupan manusia. Maka untuk membicarakan hukum kita
tidak dapat lepas membicarakannya dari kehidupan manusia. Kepentingan adalah suatu
tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Setiap manusia adalah
mendukung atau penyandang kepentingan. Sejak dilahirkan manusia butuh makan, pakaian,
tempat berteduh dan sebagainya. Menginjak dewasa bertambah jumlah dan jenis
kepentingannya. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya yang
mngancam kepentingannya, sehingga seringkali menyebabkan kepentingannya atau
keinginannya tidak tercapai. Untuk itu ia memerlukan bantuan manusia lain. Dengan kerja
sama dengan manusia lain akan lebih mudahlah keinginannya tercapai atau kepentingannya
terlindungi. Lebih- lebih mengingat bahwa manusia itu termasuk makhluk yang lemah dalam
menghadapi ancaman bahaya terhadap dirinya atau kepentingannya akan lebih kuat
kedudukannya menghadapi bahaya apabila ia bekerjasama dengan manusia lain dalam
kelompok atau kehidupan bersama. Ia akan lebih kuat menghadapi ancaman-ancaman
terhadap kepentingannya, yang dengan demikian akan lebih terjamin perlindungannya
apabila ia hidup dalam masyarakat, yaitu salah satu kehidupan bersama yang anggota-
anggotanya mengadakan pola tingkah laku yang maknanya dimengerti oleh sesama anggota.
Masyarakat merupakan suatu kehidupan bersama yang terorganisir untuk mencapai dan
merealisir tujuan bersama. Masyarakat merupakan kelompok atau sekumpulan manusia. Apa
yang mempertemukan atau mendekatkan kedua manusia itu satu sama lain adalah pemenuhan
kebutuhan atau kepentingan mereka. Kehidupan bersama dalam masyarakat tidaklah
didasarkan pada adanya beberapa manusia secara kebetulan bersama, tetapi didasarkan pada
adanya kebersamaan tujuan. Manusia sebagai individu itu pada dasarnya bebas dalam
perbuatannya, tetapi dalam perbuatannya itu ia dibatasi oleh masyarakat. Masyarakat tidak
akan membiarkan manusia individual berbuat semau-maunya, sehingga merugikan
masyarakat. Masyarkat itu merupakan tatanan sosial psikologis. Ia harus mengingat dan
memperhitungkan adanya masyarakat. Manusia akan berusaha dan akan merasa berbahagia
apabila ia dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat. Bila tidak berhasil menyesuaikan diri
ia akan merasa kecewa dan sedih karena ia merasa sebagai seseorang yang tidak dikehendaki.
Dapatlah dikatakan bahwa tidak ada seorang manusia yang hidup seorang diri terpencil jauh
dan lepas dari kehidupan bersama. Manusia tidak mungkin berdiri diluar atau tanpa
masyarakat, sebaliknya masyarakat tidak mungkin ada tanpa manusia. Sudah menjadi sifat
pembawaannya bahwa manusia hanya dapat hidup dalam masyarakat. Manusia dan
masyarakat merupakan pengertian komplementer. Jadi untuk menghadapi bahaya yang
mengancam dirinya dan agar kepentingan-kepentingannya lebih terlindungi maka manusia
hidup berkelompok dalam masyarakat. Di dalam masyarakat manusia selalu berhubungan
satu sama lain. Kehidupan bersama itu menyebabkan adanya interaksi, kontak atau hubungan
satu sama lain. Kontak dapat berarti hubungan yang menyenangkan atau menimbulkan
pertentangan atau konflik. Mengingat akan banyaknya kepentingan tidak mustahil terjadi
konflik atau bentrokan antara sesame manusia, karena kepentingannya saling bertentangan.
Konflik kepentingan itu terjadi apabila dalam melaksanakan atau mengejar kepentingannya
seseorang merugikan oranglain. Manusia berkepentingan bahwa ia merasa aman. Aman
berarti bahwa kepentingan-kepentingannya tidak diganggu. Gangguan kepentingan atau
konflik haruslah dicegah atau tidak dibiarkan berlangsung terus, karena akan mengganggu
keseimbangan tatanan masyarakat. Oleh karena itu keseimbangan tatanan masyarakat yang
terganggu haruslah dipulihkan ke keadaan semua. Terutama apabila terjadi konflik barulah
dirasakan kebutuhan akan perlindungan kepentingan.
Tata kaidah tersebut terdiri dari kaidah kepercayaan atau keagamaan, kaidah
kesusilaan, kaidah sopan santun dan kaidah hukum, yang dapat dikelompokkan seperti
berikut:
1.Tata kaidah dengan aspek kehidupan pribadi yang dibagi lebih lanjut menjadi;
b. kaidah kesusilaan
2. Tata kaidah dengan aspek kehidupan antar pribadi yang dibagi lebih lanjut menjadi;
b. kaidah hokum
Kaidah ini ditunjukkan terhadap kewajiban manusia kepada Tuhan dan kepada dirinya
sendiri. Sumber atau asal kaidah ini adalah ajaran ajaran kepercayaan atau agama yang oleh
pengikut-pengikutnya dianggap sebagai perintah Tuhan. Tuhanlah yang mengancam
pelanggaran-pelanggaran kaidah kepercayaan atau agama itu dengan sanksi. Ketentuan-
ketentuan di bawah ini yang oleh para pengikut atau pemeluknya dianggap sebagai perintah
Tuhan, merupakan kaidah keagamaan.
Kaidah kesusilaan
Sebagai pendukung kaidah kesusilaan adalah nurani individu dan bukan manusia
sebagai makhluk sosial atau sebagai anggota masyarakat yang terorganisir.Kaidah kesusilaan
ini ditunjukkan kepada umat manusia agar terbentuk kebaikan akhlak pribadi guna
penyempurnaan manusia dan melarang manusia melakukan perbuatan jahat. Asal atau
sumber kaidah kesusilaan adalah dari manusia sendiri, jadi bersifat otonom dan tidak
ditunjukkan kepada sikap lahir, tetapi ditujukan kepada sikap batin manusia juga. Batinnya
sendirilah yang mengancam perbuatan yang melanggar kaidah kesusilaan dengan sanksi.
Kaidah sopan santun didasarkan atas, kebiasaan kepatutan atau kepantasan yang
berlaku dalam masyarakat. Kaidah sopan santun ditunjukkan kepada sikap lahir pelakunya
yang konkrit demi penyempurnaan atau ketertiban masyarakat dan bertujuan menciptakan
perdamaian, tata tertib atau membuat “sedap” lalu lntas antar manusia yang bersifat lahiriyah.
Sopan santun menyentuh manusia tidak semata- mata sebagai individu, tetapi sebagai
makhluk social, jadi menyentuh kehidupan bersama. “Ta’tahu sopan santun, ta’tahu
adat”kata-kata ini dilemparkan dalam pergaulan sebagai celaan terhadap pelanggar kaedah
sopan santun. Mendahulukan anak-anak dan wanita dalam keadaan tertentumerupakan sikap
sopan: ini lazim disebut unggah-ungguhatau etiquette, yaitu kebiasaan dalam pergaulan. Beda
sopan santun dalam pergaulan (etiquette) dengan Fashion atau mode terletak pada sifat
perubahannya. Kekuasaan masyarakat secara tidak resmilah yang mengancam dengan sanksi
bila kaedah sopan santun itu dilanggar. Yang memaksakan kepada kita adalah kekuasaan di
luar diri kita (Heteronom).
Setiap pelanggaran ketiga norma atau kaidah tersebut di atas akan terkena sanksii,
sanksi tidak lain merupakan reaksi, akibat atau konsekuensi pelanggaran kaedah social.
Sanksi dalam arti luas dapat bersifat menyenangkan atau positif, yang berupa penghargaan
(ganjaran0 seperti respek (rasa hormat), simpati, pemberian penghargaan seperti Satya
Lencana, Bintang dan sebagainya dan bersifat tidak menyenangkan atau negative berupa
hukuman seperti sikap antipasti, celaan atau pidana. Yang dimaksud dengan sanksi lazimnya
adalah yang bersifat negative. Pada hakikatnya sanksi bertujuan untuk memulihkan
keseimbangan tatanan masyarakat, yang telah terganggu oleh pelanggaran- pelanggaran
kaidah, dalam keadaan semula. Sebagai perlindungan kepentingan manusia kaidah
kepercayaan atau keagamaan, kaidah kesusilaan dan kaidah sopan santun atau adat dirasakan
belum cukup memuaskan, sebab:
Bagi setiap kaidah social tersebut sanksinya tidak dirasakan secara langsung di dunia
ini dengan cukup memuaskan, sehingga masih dirasakan kurang cukup memberi jaminan
perlindungan kepentingan manusia. Jadi kepentingan manusia di dalam masyarakat dirasakan
belum cukup terlindungi oleh ketiga kaidah social seperti diatas. Kaidah social ini adalah
kaidah huku.
BAB 3
KAEDAH HUKUM
Kaidah hukum ini melindungi lebih lanjut kepentingan- kepentingan manusia yang
sudah mendapat perlindungan dari ketiga kaidah lainnya dan melindungi kepentingan
kepentingan manusia yang belum mendapat perlindungan dari ketiga kaidah tadi. Kaidah
hukum ditujukan terutama kepada pelakunya yang konkrit, yaitu di pelaku yang nyata-
nyata berbuat, bukan untuk penyempurnaan manusia, melainkan untuk ketertiban masyarakat
agar masyarakat tertib, agar jangan sampai jatuh korban kejahatan, agar tidak terjadi
kejahatan. Isi kaidah hukum itu ditujukan kepada sikap lahir manusia. Orang tidak akan
dihukum atau diberi sanksi hukum hanya karena apa yang dipikirkan atau di batinnya: tidak
seorangpun dapat dihukum karena apa yang difikirkan atau dibatinnya (cogitationis poenam
nemo patitut).Memang benar bahwa hukum pada hakikatnya tidak memperhatikan sikap
batin manusia dalam arti bahwa hukum tidak memberi pedoman tentang bagaimana
sayogyanya batin manusia itu. Kaidah hukum berasal dari luar diri manusia. Kaidah hukum
berasal dari kekuasaan luar diri manusia yang memaksakan kepada kita (heteronom). Dalam
hal ini pengadilanlah sebagai lembaga yang mewakili masyarakat menjatuhkan hukuman.
Kalau kaidah kepercayaan, kesusilaan dan sopan santun hanya membebani manusia dengan
kewajiban- kewajiban saja, maka kaidah hukum kecuali membebani manusia dengan
kewajiban memberi hak: kaidah hukum itu bersifat Normatif dan Atributif.
Kaidah hukum dapat dibedakan dari kaidah kepercayaan, kaidah kesusilaan dan sopan
santun, tetapi tidak dapat dipisahkan, sebab meskipun ada perbedaannya nya ada pula titik
temunya. Terdapat hubungan yang erat sekali antara keempat empatnya. Isi masing-masing
kaidah saling mempengaruhi satu sama lain, kadang-kadang saling memperkuat. Antara
kaidah kepercayaan atau keagamaan dan hukum banyak temunya. Pasal 29 UUD misalnya
menjamin kebebasan beragama bagi setiap penduduk. Pembunuhan, pencurian, perzinahan
tidak di benarkan oleh kedua kaidah itu.Batas yang tajam tidak dapat ditarik antara kaidah
kesusilaan dan kaidah hukum. Hukum positif kita memperhatikan pengertian-pengertian
tentang kesusilaan seperti iktikad baik (ps. 1338, 1363 BW),Bersikap seperti kepala somah
yang baik (ps. 1560 BW),Kelayakan dan kepatutan. Bagi hukum kadaluarsa ini tujuan nya
adalah untuk menjamin kepastian hukum. Hukum menuntut menuntut legalitas, yang berarti
bahwa yang dituntut adalah pelaksanaan atau ketaatan kaidah semata-mata, sedangkan
kesusilaan menuntut moralitas, yang berarti bahwa yang dituntut adalah perbuatan yang
didorong oleh rasa wajib.Ada kalanya kaidah sopan santun diberantas oleh kaidah hukum,
tetapi ada kalanya diakui.
Sollen Sein
Kaidah hukum merupakan ketentuan atau pedoman tentang apa yang seyogyanya atau
seharusnya dilakukan. Kaidah hukum berisi kenyataan normatif,Suatu kenyataan normatif
dan bukan menyatakan sesuatu yang terjadi secara nyata, melainkan apa yang seharusnya
atau seyogyanya terjadi.Kaidah hukum itu bersifat memerintah, pemerintah mengharuskan
atau preskiptif. Telah dikemukakan bahwa kaidah hukum itu bersifat pasif. Agar kaidah
hukum itu aktif atau hidup, diperlukan ‘’ rangsangan’’.Rangsangan untuk mengaktifkan
kaidah hukum adalah peristiwa konkrit (das Sein). Peristiwa hukum adalah peristiwa yang
relevan bagi hukum, peristiwa yang oleh hukum dihubungkan dengan akibat hukum atau
peristiwa yang oleh hukum dihubungkan dengan timbulnya atau lenyapnya hak dan
kewajiban. Suatu peristiwa hukum tidak mungkin terjadi tanpa adanya kaidah hukum.
Peristiwa hukum tidak dapat di konstatir tanpa menggunakan kaidah hukum. Peristiwa-
peristiwa hukum itu di ciptakan oleh kaidah hukum. Sebaliknya kaidah hukum itu dalam
proses terjadinya dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa konkrit. Sanksi terhadap
pelanggaran kaidah hukum dapat dipaksakan, dapat dilaksanakan di luar kemauan yang
bersangkutan, bersifat memaksa. Kalau dikatakan bahwa sanksi pada kaidah hukum itu
bersifat memaksa atau menekan ini tidak berarti bahwa sanksi terhadap pelanggaran kaidah
sosial lainnya sama sekali tidak bersifat memaksa atau menekan. Ketaatan pada
kaidah hukum bukan semata-mata didasarkan pada sanksi yang bersifat memaksa,
tetapi karena di dorong oleh alasan kesusilaan dan kepercayaan. Tidak setiap kaidah hukum
disertai dengan sanksi. Kaidah hukum tanpa saksi disebutlex imperfecta.Tidak semua
pelanggaran kaidah dapat dipaksakan sangsinya. Beberapa kewajiban tidak dapat dapat
dituntut pemenuhannya menurut hukum secara paksa. Sekalipun pada umumnya kaidah
hukum itu disertai sangsi namun tidak terhadap semua pelanggaran kaidah hukum dikenakan
sanksi.
“Eigenrichting”
Telah diketengahkan di muka bahwa pelaksanaan sanksi adalah monopoli penguasa.
Perorangan tidak diperkenankan melaksanakan sanksi untuk mencegah menegakkan hukum.
Pada hakikatnya tindakan menghakimi sendiri ini merupakan pelaksanaan sanksi oleh
perorangan. Jadi ada pelanggaran kaidah-kaidah hukum tertentu yang tidak dikenakan
sanksi: ini merupakan penyimpangan atau pengecualian. Pelanggaran-pelanggaran ini
merupakan perbuatan-perbuatan yang dilakukan dalam keadaan tertentu.
Pertama ialah perbuatan yang pada hakikatnya nya merupakan pelanggaran kaidah
hukum, tetapi tidak dikenakan sanksi karena dibenarkan atau mempunyai dasar pembenaran
(rechtvaardigingsgrond). Keadaan darurat (noodtoestand) merupakan konflik kepentingan
hukum atau konflik antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum di mana kepentingan
yang kecil harus dikorbankan terhadap kepentingan yang lebih besar. Keadaan darurat ini
dapat menjadi dasar darurat (noodwear) Merupakan alasan untuk dibebaskan dari hukuman
karena melakukan pembelaan diri, kehormatan atau barang secara terpaksa terhadap serangan
yang mendadak dan melanggar hukum (ps. 49 KUHP). Dalam pembelaan darurat harus ada
serangan yang langsung dan bersifat melawan hukum, kalau tidak maka tidak mungkin
adanya pembelaan terpaksa. Bagi hakim cukup membuktikan ada tidaknya penyerangan.
Kedua ialah perbuatan yang pada hakikatnya nya merupakan pelanggaran kaidah
hukum, tetapi tidak dikenakan sanksi karena si pelaku pelanggaran dibebaskan dari kesalahan
(schuldopheffingsgrond).Perbuatan ini terjadi karena apa yang dinamakan Force Mayeur,
overmacht atau keadaan memaksa, yaitu Keadaan atau kekuatan di luar kemampuan manusia
(ps 48 KUHP).Dalam ilmu hukum pidana ke dua alasan yang menyebabkan pelanggar kaidah
hukum tidak dikenakan sanksi yaitu alasan pembenar (rechtvaardigingsgrond) Dan alasan
pelepas unsur kesalahan (schulduitsluitingsgrond) disebut fait d’excuse (alasan pemaaf,
strafuitsluitingsgrond). Jadi ada dua penyimpangan dari kaidah, yaitu penyimpangan yang
merupakan pengecualian dan yang merupakan penyelewengan atau pelanggaran. Yang
dimaksudkan dengan penyimpangan yang merupakan pengecualian ialah bahwa
penyimpangan itu tidak dikenakan sanksi.
Ditinjau dari segi isinya kaidah hukum dapat dibagi menjadi tiga. Ada kaidah hukum
berisi perintah, Kaidah hukum yang berisi larangan, yang ketiga adalah kaidah hukum yang
berisi perkenan. Ditinjau dari sifatnya ada dua macam kaidah hukum, yaitu kaidah hukum
yang imperative dan fakultatif.Kaidah hukum itu imperatif apabila kaidah hukum itu bersifat
a priori harus ditaati, bersifat mengingat atau memaksa. Kaidah hukum fakultatifapabila
kaidah hukum itu tidak a priori mengikat.Kaidah hukum fakultatif ini bersifat melengkapi,
subsidiair atau dispositif. Kaidah hukum yang isinya perintah dan larangan bersifat
imperatif, sedangkan yang isinya perkenan bersifat fakultatif.
Asas Hukum
Pada hakikatnya nya apa yang dinamakan kaidah adalah nilai, karena berisi apa yang
“seyogyanya” harus dilakukan, sehingga harus dibedakan dari peraturan konkrit yang dapat
dilihat dalam bentuk kalimat-kalimat. Asas hukum umum adalah norma dasar yang
dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-
aturan yang lebih umum. Dapatlah disimpulkan bahwa asas hukum Atau prinsip hukum
bukanlah peraturan hukum konkrit, merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau
merupakan latar belakang dari peraturan yang konkrit yang terdapat dalam dan di belakang
setiap sistem hukum yang terjema dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim
yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum
dalam peraturan konkrit tersebut. Fungsi ilmu hukum adalah mencari asas hukum ini dalam
hukum positif .Jadi asas hukum bukanlah kaidah hukum yang konkrit, melainkan merupakan
latar belakang peraturan yang konkrit dan bersifat umum atau abstrak. Tujuan hukum itu
adalah kesempurnaan masyarakat, suatu cita-cita. Di dalam hubungan antara asas hukum dan
kaidah hukum yang konkrit itulah terdapat sifat hukum. Asas hukum mempunyai dua fungsi:
fungsi dalam hukum dan fungsi dalam ilmu hukum. Asas dalam hukum mendasarkan
eksistensinya pada rumusan oleh pembentuk undang-undang dan hakim. Asas dalam ilmu
hukum hanya bersifat mengatur dan exsplikatif (Menjelaskan). Tujuannya adalah memberi
ikhtisar, tidak normatif sifatnya dan tidak termasuk hukum positif. Asas hukum dibagi juga
menjadi asas hukum umum dan asas hukum khusus. Asas hukum umum ialah asas hukum
yang berhubungan dengan seluruh bidang hukum. Asas hukum khusus berfungsi dalam
bidang Yang lebih sempit seperti dalam bidang hukum perdata, hukum dan sebagainya
.Kaidah hukum adalah pedoman tentangapa yang seyogyanya dilakukan dan apa yang
seyogyanya tidak dilakukan, ini pemisahan antara yang baik dan yang buruk.
BAB 4