Anda di halaman 1dari 11

Konferensi Regional Teknik Jalan ke-13

APLIKASI PENGGUNAAN DOMATO - AGREGAT LOKAL


SUBSTANDAR TALAUD SEBAGAI LAPIS PONDASI JALAN RUAS
BEO-ESANG

H. R. Anwar Yamin1, Herry Vaza2 dan Robert Sihotang2

Puslitbang Jalan dan Jembatan, Jl. A.H. Nasution 264-Bandung 1,2


BPJN XI, Jl. Manado – Bitung km 14, Suwaan-Manado 3
ayplg@yahoo.com1
Email : , herry.vaza@pusjatan.pu.go.id2 dan robertesihotang@gmail.com3

Abstrak
Kabupaten Talaud - Sulawesi Utara yang terbentuk pada tahun 2000 adalah salah
satu dari 199 daerah tertinggal di Indonesia. Salah satu penyebab ketertinggalan ini
adalah kurangnya infrastruktur di daerah tersebut. Penggunaan agregat dari Palu
merupakan salah satu penyebab mahalnya harga satuan pekerjaan jalan di kabupaten
ini. Berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi-2 agregat yang terdapat
di kabupaten Talaud (agregat lokal) umumnya dikatagorikan sebagai agregat
substandar. Untuk menekan biaya pembangunan di kabupaten ini, penggunaan
agregat substandar yang secara lokal dikenal dengan nama agregat Domato perlu
dioptimalkan. Stabilisasi semen dengan mengacu pada spesifikasi tanah-semen dapat
dilakukan untuk memperbaiki sifat agregat Domato tersebut. Studi ini bertujuan untuk
mengetahui apakah penggunaan agregat Domato dari pulau Karakelong kabupaten
Talaud yang distabilisasi dengan semen dapat diaplikasikan pada skala proyek
sebagai lapis pondasi perkerasan jalan ruas Beo-Esang-Talaud. Dari hasil percobaan
laboratorium dan lapangan diketahui bahwa agregat Domato yang berasal dari quari
Batumbalango - pulau Karakelong kabupaten Talaud yang distabilisasi dengan 5,2%
semen memiliki nilai UCS yang memenuhi persyaratan spesifikasi tanah-semen.
Dengan teknik penghalusan yang tepat, penggunaan material ini di lapangan sebagai
lapis pondasi jalan dapat diterapkan dengan mudah dengan hasil yang memuaskan,
lebih kuat dan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan apabila menggunakan
lapis pondasi dari agregat Klas A yang bahannya didatangkan dari luar pulau.
Kata Kunci : Agregat lokal, Domato Talaud, stabilisasi semen, lapis pondasi jalan
Abstract
Kabupaten Talaud - North Sulawesi, formed in 2000 is one of 199 disadvantaged
areas in Indonesia. One cause of this lag is the lack of infrastructure in this area.The
use of Palu’s aggregate is one cause of the high construstion price in this kabupaten.
Based on the Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 – Revisi 2, local aggregate in
Talaud are generally categorized as substandard aggregates. To reduce construction
cost in this kabupaten, use of substandard local aggregate (locally named as
aggregate Domato) need to be optimized. Cement stabilization refers to the soil-
cement specification can be done to improve the properties of the aggregate Domato.
This study aims to determine whether the use of Domato aggregate from Karakelong
island kabupaten Talaud stabilized with cement can be applied into project scale of
segment Beo-Esang-Talaud as a road base layer. From the laboratory and field
experiments results, it is known that the Domato aggregate from quari Batumbalango -
Karakelong island kabupaten Talaud, stabilized with 5.5% cement have UCS values
that meet the requirements of the soil-cement specifications. With appropriate
granulated techniques, the use of this material in the field as a road base layer can be
applied easily with satisfactory results, better and cheaper compared to road base
layer used aggregat class A imported from others island.
Keywords : Aggregate local, Domato, Talaud, cement stabilization, road base layer

Yamin H. R. A, Vaza H dan Sihotang R 1


Konferensi Regional Teknik Jalan ke-13

I. LATAR BELAKANG
Kabupaten Talaud adalah kabupaten baru hasil pemekaran kabupaten Kepulauan
Sangihe dan Talaud di Provinsi Sulawesi Utara yang terbentuk pada tahun 2000.
Wilayah ini adalah kawasan paling utara di Indonesia timur, berbatasan dengan
daerah Davao del Sur, philipina. Kabupaten ini terdiri dari 20 pulau dengan pulau
utama yaitu pulau Karakelang, Salibabu, dan pulau Kabaruan. Kondisi Kabupaten
Kepulauan Talaud termasuk dalam 199 daerah tertinggal di Indonesia dan masih
terisolir karena berbagai keterbatasan infrastruktur dasar, ekonomi, sosial budaya,
perhubungan, telekomunikasi dan informasi serta pertahanan keamanan.
Salah satu keterbatasan infrastruktur di kabupaten Talaud adalah kurang dan jeleknya
jaringan jalan yang ada. Hambatan utama yang dihadapi dalam pembangunan jalan
di daerah ini adalah mahalnya harga satuan dari pekerjaan tersebut. Hal ini
disebabkan karena agregat yang digunakan untuk pembangunan, khususnya jalan
harus didatangkan dari Palu – Sulawesi Tengah. Hal ini dilakukan karena agregat
yang banyak terdapat di kabupaten Talaud tidak memenuhi sifat sebagai bahan
konstruksi jalan sebagaimana disyaratkan dalam Spesifikasi Umum Bina Marga 2010
Revisi-2. Dengan keinginan untuk meningkatkan efiensi anggaran, penggunaan
agregat lokal kabupaten itu sendiri perlu dioptimalkan.
Studi pemanfaatan agregat lokal dari kabupaten Talaud – Sulawesi Utara telah
dilakukan oleh Yamin et al. (2012). Salah satu kesimpulan yang didapatkannya adalah
bahwa agregat dari quari yang terdapat di kabupaten ini umumnya tidak dapat
digunakan sebagai LPA, LPB, material untuk bahu jalan (agregat Klas S) ataupun
sebagai bahan untuk jalan tanpa penutup (jalan kerikil), tetapi masih dapat digunakan
sebagai lapis pondasi melalui proses stabilisasi semen.
Berdasarkan kesimpulan ini, optimalisasi penggunaan agregat lokal yang banyak
terdapat di kabupaten Talaud dengan cara stabilisasi perlu diimplementasikan pada
tingkat proyek sehingga biaya pembangunan jalan dapat ditekan. Selain itu,
percepatan pembangunan juga dapat dilakukan karena kondisi laut yang selama ini
menjadi hambatan dalam pengadaan material dapat dieliminasi atau paling tidak
dapat direduksi.

1.1. Tujuan
Studi ini bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan Domato, yaitu agregat lokal
dari pulau Karakelong kabupaten Talaud yang distabilisasi dengan semen dapat
diaplikasikan pada skala proyek sebagai lapis pondasi bawah ataupun sebagai lapis
pondasi atas perkerasan jalan.

1.2. Lingkup Bahasan


Studi ini hanya sebatas pada penggunaan agregat Domato dari Talaud yang
distabilisasi dengan semen dan digunakan sebagai lapis pondasi pada skala proyek.
Evaluasi kinerja jangka panjang dari penggunaanya tidak dibahas dalam studi ini.

II. KAJIAN PUSTAKA


2.1. Agregat Substandar
Semua agregat yang akan digunakan untuk lapis perkerasan jalan, tanpa
memperhatikan sumber, metode pemerosesan dan mineraloginya, harus memenuhi
persyaratan tertentu. Pada umumnya agregat kasar yang digunakan untuk bahan
jalan berasal dari batuan beku, batuan sedimen biasanya tidak sebagai agregat pada
konstruksi jalan karena memiliki beberapa sifat yang tidak diinginkan.
Ada dua sifat penting agregat yang harus diketahui SHRP (TAI, 1996), yaitu sifat yang
merupakan kesepakatan (consensus properties) dan sifat yang berasal dari sumber

Yamin H. R. A, Vaza H dan Sihotang R 2


Konferensi Regional Teknik Jalan ke-13

agregat (source properties). Consensus properties agregat adalah sifat utama agregat
yang harus dipenuhi untuk mendapatkan campuran beraspal berkinerja tinggi. Yang
termasuk dalam sifat-sifat ini adalah angularity, kepipihan dan kadar lempung dalam
agregat. Source properties agregat biasanya digunakan untuk mengetahui kwalitas
sumber-sumber agregat. Yang termasuk dalam source properties ini adalah
kekerasan, keawetan dan kandungan material yang tidak diinginkan dalam agregat.
Agregat yang memenuhi source dan consensus properties sebagaimana yang
disyaratkan dalam suatu spesifikasi digunakan diistilahkan sebagai agregat standar.
Tidak semua agregat memenuhi kedua sifat tersebut di atas, terutama source
properties-nya. Agregat seperti ini diistilahkan sebagai agregat substandar atau
agregat marjinal (Yamin et al., 2012).
Agregat substandar dapat berasal dari alam ataupun buatan. Beberapa contoh
agregat substandar yang berasal dari alam antara lain adalah batu gamping, batu
karang, batu apung, agregat dari kelompok silika agregat (seperti batu pasir,
konglomerat, breksi, shale), pasir kuarsa, pasir laut dan lain sebagainya. Sedangkan
agregat substandar buatan dapat berupa agregat yang sengaja dibuat, contohnya
alwa, batu bata, genting dan lain sebagainya, dan ada pula yang berasal dari sisa
produksi (waste) contohnya slag, tailing.
Agregat substandar dapat memiliki satu atau lebih kekurangan dari sifat yang
diinginkan. Sifat yang umumnya tidak terpenuhi tersebut antara lain adalah gradasi,
bidang pecah, kepipihan, kekerasan (abrasi), keawetan (soundness) dan kadar
lempung yang tinggi. Oleh sebab itu, secara umum, agregat substandar atau agregat
marjinal adalah agregat yang biasanya tidak digunakan untuk keperluan tertentu
karena tidak memiliki atau memenuhi sifat-sifat yang disyaratkan dalam spesifikasi.
Namun demikian, menurut DoT (1998), agregat seperti ini masih memiliki
kemungkinan untuk bisa digunakan dengan sukses dengan cara mencampurnya
dengan bahan pengikat sehingga membentuk lapisan agregat yang terikat kuat oleh
bahan pengikat (bound layer) ataupun dengan memodifikasi desain perkerasan
standar dan prosedur konstruksi. Dengan beberapa perbaikan atau desain struktural
yang sesuai, agregat bahan lokal yang tidak memenuhi spesifikasi tetapi kemungkinan
besar dapat memberikan kinerja lapangan yang cukup memadai, khususnya untuk
jalan bervolume lalu lintas rendah (Collin et al., 1994).

2.2. Agregat untuk Lapis Pondasi


Agregat untuk lapis pondasi tanpa bahan pengikat memiliki sifat yang berbeda dengan
agregat untuk campuran beraspal, bahkan bahan untuk lapis pondasi atas (LPA) pun
berbeda dengan bahan untuk Lapis Pondasi Bawah (LPB). Selain alasan efisiensi
bahan, perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan fungsi antara satu
lapisan dengan lapisan lainnya.
Sebagai bahan untuk LPA, agregat yang digunakan harus bersifat Non Plastis (NP).
Hal ini bertujuan untuk menjamin agar lapis resap pengikat (prime coat) yang
diberikan dapat menyatukan LPA dengan lapisan beraspal diatasnya. Selain itu, untuk
menjamin bahwa LPA dapat memikul dan mendistribusikan beban yang diterimanya,
maka agregat yang digunakan harus kuat dan memiliki interlocking yang baik. Untuk
memenuhi fungsi sebagai LPA, agregat yang digunakan harus memenuhi beberapa
persyaratan antara lain yaitu : kekerasan, indeks plastis, batas cair dan memiliki daya
dukung yang memadai. Dalam Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi-2 (BM,
2010), besarnya nilai parameter tersebut seperti yang diberikan pada Tabel 1.
Sebagai lapisan yang tidak terlindung, material untuk bahu jalan tanpa bahan pengikat
harus kedap dan tidak mudah terintergrasi baik akibat roda kendaraan ataupun aliran
air yang melaluinya. Untuk itu, syarat material untuk bahu jalan (agregat Klas S) juga

Yamin H. R. A, Vaza H dan Sihotang R 3


Konferensi Regional Teknik Jalan ke-13

dibedakan dengan material untuk LPA dan LPB, yaitu sebagaimana ditunjukkan juga
pada Tabel 1.

Tabel 1. Ketentuan Agregat untuk Lapis Pondasi dan Bahu Jalan (BM, 2010)

Parameter Sifat Kelas A Kelas B Kelas S


Abrasi dari Agregat Kasar 0 - 40 % 0 - 40 % 0 - 40 %
Indek Plastisitas (SNI 1966:2008) 0-6 0 - 10 4 – 15
Hasil kali Indek Plastisitas dengan % Lolos Ayakan No.200 maks. 25 - -
Batas Cair 0 - 25 0 - 35 0 – 35
Bagian yang Lunak 0-5% 0-5% 0-5%
California Bearing Ratio (CBR) min.90 % min.60 % min.50 %

2.3. Stabilisasi Semen


Kekuatan atau ketahanan deformasi lapisan pada struktur perkerasan jalan yang tidak
memadai adalah permasalahan yang seringkali ditemui. Peningkatan kekuatan,
ketahanan deformasi dan durabilitas lapisan perkerasan jalan dapat dilakukan dengan
cara stabilisasi. Banyak bahan yang dapat digunakan sebagai bahan penstabil
(stabilizer). Semen dan kapur adalah dua jenis stabilizer yang sudah sejak lama
digunakan.
Stabilisasi dengan semen dapat dilakukan hampir pada semua jenis tanah.
Sedangkan stabilisasi dengan kapur hanya akan berhasil untuk jenis tanah tertentu.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa stabilisasi semen adalah soil independent,
sedangkan stabilisasi kapur adalah soil dependent. Namun demikian, kelebihan dari
stabilisasi kapur adalah bahwa kapur dapat berfungsi baik sebagai stabilizer ataupun
sebagai modifier, sedangkan semen hanya sebagai stabilizer saja dengan tanpa
merubah sifat fisik bahan yang distabilisasi terutama pada sifat plastisitasnya (Purbi et
al., 2011).
Menurut Austroad (1998), stabilisasi semen sangat cocok untuk bahan berbutir halus
yang memiliki persentase butir lolos saringan 0,075 mm kurang dari 25% tetapi masih
cocok juga untuk bahan yang lebih kasar (lolos saringan 0,075 mm > 25%) asalnya
memiliki nilai plastisitas lebih kecil dari 10%. Sedangkan menurut Purbi et al. (2011),
stabilisasi semen masih memberikan hasil yang baik untuk bahan persentase butir
lolos saringan 0,075 mm lebih besar dari 50% asalnya memiliki IP lebih kecil dari 18%.
Dalam Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi-2 (BM, 2010), bahan yang
distabilisasi dengan semen dapat dikatagorikan sebagai soil cement (SC) atau
Cement Treated Base/Sub-base (CTB atau CTSB). Kedua katagori ini dibedakan
berdasarkan bahan yang digunakan dan kekuatan akhir yang dapat dicapai setelah
bahan tersebut distabilisasi dengan semen. Untuk SC, bahan yang digunakan harus
berukuran lebih kecil dari 75 mm dan kurang dari 50% lolos saringan nomor 200
(0,075 mm). SC yang dihasilkan harus memiliki kekuatan melalui uji kuat tekan bebas
(Unconfined Compresive Strength, UCS) antara 20 kg/cm 2 - 35 kg/cm2 (BM, 2010).
Sedangkan untuk CTB dan CTSB, bahan yang digunakan masing-masing harus
memenuhi sifat agregat Klas A dan Klas B sebagaimana yang disyaratkan dalam
Tabel 1. Setelah distabilisasi dengan semen, CTB dan CTSB yang dihasilkan masing-
masing harus memiliki kekuatan antara 35 kg/cm2 - 45 kg/cm2 dan 45 kg/cm2 - 55
kg/cm2 (BM, 2010). Dengan tanpa melihat jenis dan sifat bahan yang digunakan, Purbi
et al. (2011) mengatakan bahwa kekuatan bahan yang distabilisasi dengan semen
minimum 17,5 kg/cm2 dapat digunakan sebagai lapisan pondasi jalan untuk lalu lintas
rendah sampai sedang dan 28 kg/cm2 - 35 kg/cm2 untuk lalu lintas berat.

Yamin H. R. A, Vaza H dan Sihotang R 4


Konferensi Regional Teknik Jalan ke-13

2.4. Stabilisasi Semen pada Agregat Substandar Talaud


Siegfried et. al., (2014) telah melakukan studi laboratorium penggunaan agregat
substandar dari kabupaten Talaud sebagai bahan jalan. Studinya ini menggunakan
agregat yang berasal dari beberapa quari, antara lain yaitu Melong, Beo dan Rainis.
Bahan dari quari tersebut memiliki nilai abrasi lebih besar dari 40%, bersifat plastis
dan dengan bentuk fisik sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 1.

a. Melong b. Beo c. Rainis

Gambar 1. Visualisai Umum Agregat dari Beberapa Quari di Talaud


Berdasarkan sifat tersebut di atas, Siegfried et. al., (2014) menyimpulkan bahwa
bahan dari quari Melong, Beo dan Rainis tidak dapat digunakan sebagai LPA, LPB,
maupun sebagai bahan untuk bahu jalan (Klas S). Namun demikian, bahan tersebut
masih dapat digunakan sebagai bahan perkerasan jalan bila distabilisasi dengan
menggunakan semen. Berdasarkan sifat yang dimilikinya, bahan dari quari tersebut
dapat distabilisasi dengan semen yang mengacu pada Seksi 5.4 Spesifikasi Umum
Bina Marga 2010 Revisi-2 (BM, 2010). Penambahan 3% – 7 % semen pada material
dari quari tersebut dapat menghasilkan nilai UCS yang memenuhi persyaratan UCS
untuk SC sebagaimana disyaratkan dalam spesifikasi tersebut.

III. APLIKASI DAN DISKUSI


3.1. Domato Agregat Lokal Substandar dari Talaud
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Siegfried et. al., (2014) tersebut di atas,
penggunaan agregat lokal substandar dari kabupaten Talaud dicobakan pada skala
proyek sebagai lapis pondasi proyek Rekonstruksi/Peningkatan Struktur Jalan Beo –
Esang, Talaud.
Agregat yang digunakan untuk lapis pondasi ruas jalan ini berasal dari quari
Batumbalango. Secara visual, agregat dari quari ini mirip dengan agregat yang
berasal dari quari Melong, Beo dan Rainis yang digunakan oleh Siegfried et. al.,
(2014). Masyarakat setempat mengenal agregat dengan sifat fisik seperti ini dengan
sebutan Domato. Sifat Domato yang digunakan sebelum distabiliasi dengan semen
sebagaimana diberikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Sifat Domato dari Quari Batumbalango Kabupaten Talaud

Parameter Standar Pengujian Hasil


Abrasi (%) SNI 2417 : 2008 50
Indeks Plastis SNI 03-1966 : 1989 NP
3
Kepadatan (grm/cm ) SNI03-1742 : 1989 1,776
Kapar Air Optimum SNI 03-1742 : 1989 11,5
CBR (%) SNI 03-1744 : 1989 >100

Berdasarkan sifat fisiknya, batuan dari quari Batumbalango ini dapat digolongkan
sebagai batuan karang pasir (sand reef). Apabila dipecahkan, batuan ini akan

Yamin H. R. A, Vaza H dan Sihotang R 5


Konferensi Regional Teknik Jalan ke-13

membentuk agregat yang dominan dengan butiran berukuran pasir. Sedangkan dari
sudut pandang mineraloginya, agregat dari quari Batumbalango ini masuk dalam
kelompok karbonat agregat, bermuatan ion positif dan bersifat hydrophobik.
Berdasarkan hasil pengujian sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2 dapat
disimpulkan bahwa agregat dari quari Batumbalango dapat dikatagorikan sebagai
agregat substandar karena tidak memenuhi sifat agregat untuk lapis pondasi maupun
bahu jalan sebagaimana disyaratkan oleh Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi-
2 (BM, 2010). Pada kadar air optimumnya (11,5%) dapat menghasilkan daya dukung
dengan nilai CBR di atas 100% (lebih besar dari yang disyaratkan untuk LPA), namun
berdasarkan nilai kekerasannya (abrasi) agregat dari quari ini tidak dapat digunakan
sebagai LPA. Selain itu, juga tidak dapat digunakan sebagai LPB ataupun bahan
untuk bahu jalan karena nilai abrasi dan bersifat NP.
Walaupun digolongkan sebagai agrenat substandar, berdasarkan sifat fisik, kimia dan
batas Atterbergnya, agregat Domato dari quari Batumbalango ini masih dapat
digunakan sebagai bahan jalan dengan penambahan semen (cement stabilization).
Dari hasil percobaan laborarorium (Tabel 3) diketahui bahwa penambahan semen
sebanyak 4,4% - 6,8% pada agregat Domato dapat dihasilkan Domato-semen dengan
nilai UCS antara 20 kg/cm2 – 35 kg/cm2. Nilai ini sesuai dengan persyaratan SC
sebagaimana disyaratkan dalam Seksi 5.4 dari Spesifikasi Umum Bina Marga 2010
Revisi-2 (BM, 2010). Namun demikian, walaupun penambahan semen lebih lanjut
masih dapat menaikan nilai UCS-nya, namun agregat dari quari ini tidak dapat
digunakan sebagai material untuk CTB maupun CTSB (Seksi 5.5 dari spesifikasi yang
sama) karena tidak memenuhi persyaratan agregat Klas A dan Klas B (lihat Tabel 1).
Berdasarkan hal tersebut di atas dan dengan mengacu pada persyaratan SC, bila
target nilai UCS direncanakan sebesar 24 kg/cm2, maka jumlah semen yang
dibutuhkan oleh agregat Domato adalah sebesar 5,2% (Tabel 3). Untuk kondisi ini,
kadar air optimum yang dibutuhkan adalah dalam rentang 11% - 12%. Besarnya nilai
UCS ini ekivalen dengan nilai CBR sebesar 143%. Nilai CBR ini lebih besar dari nilai
CBR LPA yang disyaratkan oleh Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi-2 (BM,
2010) sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1. Dengan demikian, lapisan Domato-
semen diasumsikan dapat digunakan sebagai lapis pondasi perkerasan jalan.
Tabel 3. Sifat Domato-Semen

Parameter Standar Pengujian Hasil


Kuat Tekan Beban (kg/cm2)
- Kadar Semen 4,4% SNI 03-6887 : 2002 20
- Kadar Semen 5,2% 24
- Kadar Semen 6,8% 35

3.2. Aplikasi Domato Sebagai Lapis Pondasi


Dengan mengacu pada hasil laboratorium tersebut di atas, campuran Domato-semen
dicoba diaplikasikan pada skala proyek di lapangan yaitu sebagai lapis pondasi ruas
jalan Beo – Esang, kabupaten Talaud. Pada proyek ini tebal total Domato-semen yang
digunakan sebagai lapis pondasi adalah 30 cm ( 2 x 15 cm) sepanjang 8,84 km dan di
atasnya ditutup dengan lapisan beraspal AC-BC (6 cm) dan AC-WC (4 cm). Struktur
dan dimensi perkerasan yang digunakan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.
Untuk memenuhi persyaratan ukuran, agregat Domato yang digunakan harus
dipecahkan terlebih dahulu sebelum proses stabilisasi dilaksanakan. Pada Domato-
semen lapis pertama (15 cm), agregat dari quari Bantumbalango dipadatkan terlebih
dahulu pada badan jalan yang akan distabilisasi dengan menggunakan vibrating roller
dengan frekuensi getaran yang tinggi sebelum pemberian semen dilakukan.
Pemadatan ini dimaksudkan untuk memecahkan agregat Domato yang merupakan

Yamin H. R. A, Vaza H dan Sihotang R 6


Konferensi Regional Teknik Jalan ke-13

sand reef agregat menjadi bahan berbutir dengan ukuran maksimum 7,5 mm dan
50%-nya lolos saringan 200 sehingga memenuhi sifat bahan untuk SC. Dengan cara
ini, pekerjaan dapat dilakukan dengan cepat dengan volume mencapai 150 m3/hari.
Setelah itu, lapisan digemburkan kembali dan dicampur dengan semen sebanyak
5,2%. Setelah campuran merata dan diperiksa kadar airnya, penambahan air mungkin
dibutuhkan untuk mencapai kadar air optimumnya. Selanjutnya campuran diaduk
kembali, dibentuk dan dipadatkan.

Gambar 2. Struktur dan Dimensi Perkerasan Ruas Beo – Esang, Talaud


Lapisan Domato-semen lapis ke 2 (15 cm) dilakukan setelah Domato-semen lapis
pertama telah berumur paling tidak 7 hari. Untuk mencegah rusaknya lapis pertama,
penghalusan agregat tidak dilakukan di lapangan sebagaimana yang dilakukan
sebelumnya pada lapis pertama tetapi dilakukan di quari dengan menggunakan
crushher. Setelah didapatkan agregat dengan ukuran butiran yang sesuai,
selanjutnya agregat ini dibawa ke lapangan dan dihampar. Selanjutnya, komposisi
semen, kadar air, metode pencampuran, pengadukan, dan pemadatan Domato-
semen lapis ke 2 ini dilakukan dengan cara yang sama sebagaimana dilakukan pada
Domato-semen lapis pertama. Dengan cara ini, kerusakan lapis pertama dapat
dihindari, namun kecepatan pekerjaan menurun dengan volume hanya mencapai 120
m3/hari. Urutan pekerjaan Domato-semen lapis pertama dan kedua yang dilakukan di
lapangan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.

a. Pencampuran Semen Lapis-1 b. Pembentukan Lapis-1 c. Pemadatan Lapis-1

d. Penghamparan Semen Lapis-2 e. Pencampuran Semen Lapis-2 f. Domato-Semen Lapis-2

g. Pengujian Daya Dukung h. Tets Pit Ketebalan Lapisan i. Pengahmaparan AC-BC

Yamin H. R. A, Vaza H dan Sihotang R 7


Konferensi Regional Teknik Jalan ke-13

Gambar 3. Tahapan Pelaksanaan


Untuk mengetahui kekuatan dan keseragaman Domato-semen yang dihasilkan di
lapangan, pengujian DCP dilakukan pada setiap lapisan yang telah berumur 7 hari.
Hasil pengujian sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4. Dari pengujian ini
diketahui bahwa nilai CBR rata-rata Domato-semen yang dihasilkan di lapangan
adalah sebesar 130% dengan standar deviasi sebesar 11%. Dengan nilai rata-rata ini
dan pada tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa Domato-semen yang
dihasilkan di lapangan memiliki keseragaman daya dukung yang sangat baik.
Bila rasio antara nilai CBR rata-rata yang diperoleh dari pengujian lapangan dengan
nilai CBR laboratorium dinyatakan sebagai Faktor Efisiensi (FE) alat pencampur dan
pengaduk pada pekerjaan treated cement di lapangan, maka alat yang digunakan
pada proyek ini (rotovator pertanian) memiliki nilai FE sebesar 91%.
180

170

160

150
CBR (%)

140

130

120

110

100
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
STA (m)

Gambar 4. Nilai CBR Domato-Semen di Lapangan Hasil Uji DCP

3.3. Aspek Finansial Penggunaan Agregat Domato


Penggunaan agregat lokal substandar yang terdapat di suatu daerah, seperti agregat
Domato, belum tentu memberikan keuntungan dari segi finansial dibandingkan
dengan bila menggunakan agregat standar yang didatangkan dari daerah lain. Untuk
itu perlu dilakukan kajian finansial sebelum diambilnya keputusan penggunaan
agregat lokal substandar tersebut. Dalam studi ini kajian finansial hanya dilakukan
dengan melihat biaya awal (Initial Cost, IC) dan biaya siklus hidup (Life Cyrcle Cost,
LCC) dari penggunaan agregat Domato sebagai agregat lokal substandar kabupaten
Talaud.
Dari analisa harga satuan diketahui bahwa harga Domato-semen di Talaud adalah Rp
700 ribu/m3. Sedangkan di tempat yang sama, harga agregat Klas A adalah sebesar
Rp 1 juta/m3. Untuk struktur perkerasan yang menggunakan Domato-semen sebagai
lapis pondasi sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 2, harga konstruksi
lapisan perkerasan sampai dengan lapis beraspalnya adalah sebesar Rp. 419 ribu/m2.
Sedangkan bila lapis pondasinya dibuat dengan menggunakan agregat Klas A,
dengan tebal yang sama harga konstruksi meningkat menjadi Rp 509 ribu/m 2. Dengan
demikian, untuk tebal yang sama, IC konstruksi yang menggunakan Domato-semen
adalah 18% lebih murah dibandingkan dengan bila menggunakan agregat Klas A.

Yamin H. R. A, Vaza H dan Sihotang R 8


Konferensi Regional Teknik Jalan ke-13

Sedangkan untuk kekuatan yang sama (Structural Number yang sama), IC konstruksi
yang menggunakan Domato-semen adalah 25% lebih murah.
Struktur perkerasan yang menggunakan lapis pondasi Domato-semen sebagaimana
yang ditunjukkan pada Gambar 2, dapat melayani lalu lintas sebanyak 1.222.440
kendaraan sebelum jalan tersebut mencapai kondisi jelek dengan indeks pelayanan
akhir (IPt) sebesar 2. Sedangkan untuk kondisi yang sama, struktur perkerasan yang
menggunakan agregat Klas A sebagai lapis pondasinya hanya dapat melayani lalu
lintas sebanyak 852.286 kendaraan. Berdasarkan hal ini, dapat dikatakan bahwa
untuk tebal yang sama penggunaan Domato-semen sebagai lapis pondasi memiliki
LCC lebih kecil 43% dibandingan dengan penggunaan agregat Klas A. Sedangkan
untuk kekuatan yang sama, LCC-nya adalah 75% terhadap harga lapis pondasi
agregat Klas A.
Pada Tabel 4 ditunjukkan resume dari analisa finansial sebagaimana telah diuraikan di
atas. Dari tabel ini dilihat secara jelas bahwa penggunaan Domato yang distabiliasi
dengan semen sebagai lapis pondasi memberikan keuntungan finansial baik dari
sudut pandang IC maupun LCC dibandingkan dengan penggunaan agregat Klas A.
Untuk tebal yang sama, IC dan LCC struktur perkerasan Domato-semen masing-
masing adalah 82% dan 57% terhadap harga dari penggunaan agregat Klas A
sebagai lapisan pondasinya. Sedangkan untuk kekuatan struktural yang sama, nilai IC
dan LCC-nya adalah 75% terhadap harga dari penggunaan agregat Klas A.
Tabel 4. Harga Konstruksi Penggunaan Domato-Semen Vs Agregat Klas A

Harga Konstruksi Dengan Domato-Semen


Sebagai Lapis Pondasi Terhadap Agregat Klas A
Parameter
Indikator Struktural Jenis Lapis Pondasi
Tebal sama SN sama
Initial Cost 82% 75%
Life Cyrcle Cost 57% 75%

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

- Agregat Domato quari Batumbalango kabupaten Talaud dapat dikatagorikan


sebagai agregat substandar sehingga tidak dapat digunakan baik sebagai
agregat untuk lapis pondasi Klas A, Klas B maupun untuk bahu jalan (Klas S)
walaupun dapat menghasilkan kekuatan dengan nilai CBR > 90%.
- Penambahan 4,4% - 6,8% semen pada agregat Domato dapat menghasilkan
nilai UCS sesuai yang disyaratkan untuk soil cement (20 kg/cm2 – 35 kg/cm2).
Untuk target nilai UCS sebesar 24 kg/cm 2, agregat Domato membutuhkan
semen sebesar 5,2%.
- Agregat Domato merupakan sand reef agregat, untuk memenuhi persyaratan
bahan soil cement agregat ini dapat dipecahkan dengan menggunakan
vibrating roller ataupun dengan crusher. Dengan alat ini volume pekerjaan
yang dapat dicapai masing-masing adalah 150 m3/hari dan 120 m3/hari.
- Dengan tingkat kepercayaan 95%, Domato-semen yang dihasilkan di lapangan
memiliki keseragaman daya dukung yang sangat baik dengan nilai CBR rata-
rata sebesar 130%.

Yamin H. R. A, Vaza H dan Sihotang R 9


Konferensi Regional Teknik Jalan ke-13

- Agar Domato-semen yang dihasilkan di lapangan memiliki kekuatan yang


sama dengan kekuatannya di laboratorium, penggunaan rotovator pertanian
untuk pencampuran dan pengadukan menuntut kadar semen 1,1 kali dari
kadar semen yang didapat dari hasil pengujian laboratorium.
- Untuk tebal yang sama, struktur perkerasan yang menggunakan Domato-
semen sebagai lapis pondasinya memiliki IC dan LCC masing-masing 18%
dan 43% lebih murah dibandingan bila menggunakan agregat Klas A.
Sedangkan untuk kekuatan struktural yang sama, penghematan baik untuk IC
maupun LLC-nya adalah sebesar 25%.

4.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang didapat studi ini, disarankan agar daerah-daerah yang
memiliki quari agregat Domato dapat menggunakan agregat tersebut sebagai lapis
pondasi dengan cara stabilisasi semen. Namun kadar semen harus ditentukan dan
dilakukan kajian finansial terlebih dahulu sebelum keputusan penggunaan agregat
Domato tersebut dilakukan.

Yamin H. R. A, Vaza H dan Sihotang R 10


Konferensi Regional Teknik Jalan ke-13

DAFTAR PUSTAKA

AI, (1996), Superpave Mix Design, SHRP - Superpave Manual Series No.2, The
Asphalt Institute, USA.
Austroads, (1998), Guide to Stabilization in Roadworks, Austroads Publication No. AP-
60/98. Sydney.
BM, (2010), Spesifikasi Umum 2010 Revisi-2, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta.
Collins, R. J. and S. K. Cielieski, (1994), Recycling and Use of Waste Materials and
By-Products in Highway Construction. National Cooperative Highway Research
Program Synthesis of Highway Practice 199, Transportation Research Board,
Washington.
DoT, (1998), Marginal Aggregates in Flexible Pavements: Field Evaluation, U.S.
Department of Transportation, Federal Aviation Administration, DOT/FAA/AR-97/5,
Office of Aviation Research, Washington, D.C.
Purbi Sen, Mukesh and Mahabir Dixit, (2011), Evaluation of Strength Characterisrics of
Clayey Soil by Adding Soil Stabilizing Additives, International Journal of Earth
Sciences and Engineering. Vol. 04, No 06.
Siegfried, Yamin H. R. Anwar, Silvester Fransisko (2014), Optimalisasi Pemanfaatan
Agregat Lokal Kabupaten Talaud sebagai bahan Perkerasan Jalan, Kolokium Jalan
dan Jembatan 2014, Puslitbang Jalan dan Jembatan, Bandung.
Yamin H. R. Anwar dan Siegfried, (2012), Penanganan dan Pemanfaatan Agregat
Lokal Substandar untuk Perkerasan Jalan, Puslitbang Jalan dan Jembatan,
Informatika-Bandung.

Yamin H. R. A, Vaza H dan Sihotang R 11

Anda mungkin juga menyukai