Abstrak
Pembangunan konstruksi perkerasan jalan pada umumnya menggunakan bahan
standar yang berasal dari bahan alam seperti batu dan pasir. Namun demikian,
tidak semua daerah memiliki cadangan bahan yang mencukupi untuk digunakan
sebagai bahan perkerasan atau mutu bahan yang ada di bawah standar (sub-
standard). Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan rekayasa teknis dalam
pemanfaatan bahan sehingga bahan lokal yang substandar atau bahan buangan
industri (waste materials) dapat dioptimalisasikan penggunaannya untuk
perkerasan jalan, baik pada campuran beraspal maupun untuk lapis pondasi jalan.
Tujuan dari studi ini adalah untuk mengoptimalisasikan penggunanaan batu
karang kristalin yang merupakan agregat substandard yang terdapat di Propinsi
Papua Barat khususnya di Kabupaten Fak Fak dan Sorong. Dari studi ini
diketahui bahwa agregat dari quarry yang terdapat di Fak Fak dan Sorong sangat
baik digunakan untuk lapis pondasi Klas A tetapi tidak boleh digunakan sebagai
agregat untuk campuran beraspal karena memiliki kelekatan terhadap aspal yang
tidak begitu baik sehingga dapat dikelompokan sebagai agregat substandar untuk
campuran beraspal. Preblended agregat dengan larutan semen (1 semen : 5 air)
dapat meningkatkan daya lekatnya terhadap aspal, tetapi hal ini tidak efektif
dilakukan di lapangan. Daya lekat antara agregat substandar dengan aspal dapat
dinaikan dengan hanya penambahan 0,01% surfaktan ke dalam aspal pen 60.
Agregat dari quarry Batu Gantung-Fak Fak yang sedianya tidak diperbolehkan
untuk digunakan sebagai bahan campuran beraspal dapat direkomendasikan untuk
digunakan asalkan pada aspal pen 60 yang digunakan ditambahkan 0,01%
surfaktan. Untuk mendapatkan hasil yang baik, aspal yang sudah ditambahkan
surfaktan tidak direkomendasikan untuk ditambahkan aditif anti stripping lagi.
Kata Kunci : Agregat lokal, substandar, Papua Barat, surfaktan, campuran
beraspal
Abstract
Construction of road pavement generally uses standard natural materials
such as stone and sand. Unfortunately, not all areas have sufficient reserves
of materials to be used as pavement material or just have sub-standard
material. Toovercome this, it is needed a technical engineering in the
utilization of local materials so that sub-standard material sor industrial
waste materials can be effectively used in road pavement, either for asphaltic
mixtures or road base materials. The purpose of this study is to optimize the
use of cristaline coral sub-standard aggregate deposited in of West Papua
Province, especially in Fak Fak and Sorong districs. From this study known
that the aggregate from quarry of Fak Fak and Sorong is suited for use as the
Class A base layer but should not be used as aggregate for asphalt mixture
because its bonding to bitumen is not so good that it can be classified as sub-
standard aggregate for asphaltic mixtures. Althought preblended aggregate
with cement solution (1 cement: 5 water) can increase aggregate bonding to
the asphalt, but this is not effectively carried out in the field. The bonding
between sub-standard aggregate and asphalt can be increased by the
addition of only 0.01% surfactant into the asphalt pen 60. Aggregate of
quarry of BatuGantung –Fak Fak which initially was not allowed to be used
as asphalt mixture material can be recommended for use on asphaltic
mixtures as long as 0.01% of surfaktant was added into asphalt of pen 60
used. To obtain good results, additive anti-stripping is not recommended to
be added into asphalt-surfactant blend.
Keywords : Local aggregate, sub-standard, West Papua, surfactant, asphaltic
mixture
sisi lain, pekerjaan perbaikan jalan
juga selalu dilakukan untuk menjaga
PENDAHULUAN
agar jalan tersebut dapat selalu
Pembangunan konstruksi berfungsi dan selalu dalam kondisi
perkerasan jalan pada umumnya baik. Pembangunan dan perbaikan
menggunakan bahan standar yang jalan tentu saja membutuhkan bahan,
berasal dari bahan alam seperti batu sehingga kebutuhan bahan jalan
dan pasir. Bahan tersebut digunakan setiap tahun juga meningkat. Namun
sebagai bahan untuk lapis pondasi demikian, tidak semua daerah
jalan yang tanpa atau dengan bahan memiliki cadangan bahan yang
pengikat atau untuk campuran mencukupi untuk digunakan sebagai
beraspal. Agar biaya konstruksi bahan perkerasan pada struktur
dapat ditekan, selain hal di atas, perkerasan jalan atau mutu bahan
penggunaan bahan setempat atau yang ada di bawah standar (sub-
lokal perlu diprioritaskan. Namun standard). Selain itu, peningkatan
demikian untuk itu perlu dilakukan kebutuhan bahan jalan tidak dapat
upaya-upaya agar bahan sub standard diimbangi dengan ketersediaan
ini dapat dioptimalkan sumber bahan, khususnya agregat.
penggunaannya. Untuk memenuhi kebutuhan agregat
Saat ini, menurut (BPS, 2011) di suatu daerah dengan cara
panjang jalan di Indonesia adalah mendatangkan agregat dari tempat
sekitar 348.241 km yang terdiri dari lainnya tentu saja akan meningkatkan
jalan berkapis penutup (paved road) biaya. Untuk mengatasi hal tersebut,
dan jalan tanpa penutup (unpaved perlu dilakukan rekayasa teknis
road). Seperti yang ditunjukkan pada dalam pemanfaatan bahan sehingga
Gambar 1, dari tahun ke tahun bahan lokal yang substandar atau
panjang jalan ini terus bertambah. Di bahan buangan industri (waste
materials) dapat dioptimalisasikan
penggunaannya untuk perkerasan Secara khusus Geological Society,
jalan, baik pada campuran beraspal UK mendifinisikan bahwa agregat
maupun untuk lapis pondasi jalan adalah partikel batuan yang dapat
(Fred, 1993). digunakan sebagai bahan perkerasan
500000
jalan dengan atau tanpa bahan
450000 Aspal Bukan Aspal Jumlah pengikat (Collins et al. 1985).
Panjang Jalan (km)
400000
350000
300000 Agregat digunakan pada seluruh
250000
200000
jenis dan lapis perkerasan kecuali
150000
100000
untuk tanah dasar. Agregat alam
50000 dapat digunakan sebagai bahan
0
7 0 3 6 9 2 5 8
perkerasan jalan baik secara langsung
198 199 199 199 199 200 200 200
Tahun atau melalui tahapan proses terlebih
dahulu. Agregat merupakan bahan
Gambar 1. Panjang Jalan di Indonesia utama pembentuk lapis perkerasan,
dari Tahun ke Tahun menurut Please et al. (1968) dalam
(diolah dari data BPS,
setiap meter persegi perkerasan jalan
2011)
terdapat 1,3 ton agregat dan karena
Tujuan dari studi ini adalah untuk agregat merupakan bagian terbesar
mengoptimalisasikan penggunanaan (95%) bahan pembentuk campuran
batu karang kristalin yang merupakan beraspal serta memberikan
agregat substandard yang terdapat di sumbangan terbesar pada daya
Propinsi Papua Barat khususnya di dukung perkerasan maka kualitas dan
Kabupaten Fak Fak dan Sorong. sifat-sifat fisik agregat sangat
STUDI PUSTAKA mempengaruhi kinerja perkerasan
(TAI, 1993).
Material Untuk Perkerasan
Berdasarkan sumbernya, agregat
Lapis perkerasan jalan dibuat dapat dikelompokan dalam tiga
untuk meningkatkan daya dukung kelompok, yaitu agregat alam
tanah dasar sehingga dapat memikul (natural aggregates), agregat buatan
beban lalu lintas yang melewatinya. (artificial aggregates) dan agregat
Pada umumnya bahan untuk struktur hasil pemrosesan (by-product
perkerasan terdiri dari agregat dan aggregates). Agregat alam adalah
bahan pengikat (binder). agregat yang secara alamiah terdapat
Agregat adalah komponen padat di alam. Agregat ini dapat digunakan
dan keras dengan ukuran yang sebagai bahan perkerasan jalan
bervariasi yang merupakan material dengan atau tampa pemrosesan.
utama dalam konstruksi perkerasan Agregat buatan adalah jenis agregat
jalan dan berfungsi sebagai penahan yang dibuat melalui proses kimia atau
beban serta mengisi rongga. Setiap thermal (Sherwood, 1995), contoh
material dapat menjadi bahan jalan dari agregat jenis ini adalah baru bata,
asalkan memenuhi persyaratan alwa dan lain sebagainya. Agregat
spesifikasi yang ada. Tidak ada hasil pemrosesan adalah agregat yang
batasan khusus material apa yang dihasilkan sebagai produk sampingan
dapat digunakan sebagai bahan jalan. (waste materials) dari suatu proses
industri. Contoh dari agregat jenis ini
adalah abu terbang (fly ash), slag dan Seperti telah diuraikan di atas
lain sebagainya. bahwa semua agregat dapat
digunakan sebagai bahan jalan sejauh
memenuhi spesifikasi. Semua
agregat, tanpa memperhatikan
sumber, metode pemerosesan dan
mineraloginya, harus cukup
memberikan kekuatan geser terhadap
beban yang diberikan. Karena agregat
memiliki kohesi yang rendah, maka
kekuatan gesernya hanya tergantung
pada sifat saling kunci antar agregat
(aggregate interlocking) itu sendiri.
Sifat saling kunci ini sangat penting
terutama bila agregat tersebut
digunakan sebagai bahan perkerasan
dengan tanpa bahan pengikat
(unbound layer). Oleh sebab itu,
agregat yang berbentuk kubikal lebih
disukai dari pada agregat yang bulat.
Selain harus kubikal, agregat yang
akan digunakan untuk lapis
perkerasan jalan harus memenuhi
persyaratan tertentu. SHRP (TAI,
1996) menyebutkan ada dua sifat
penting agregat yang harus diketahui.
Kedua sifat itu adalah sifat yang
merupakan kesepakatan (consensus
properties) dan sifat yang berasal dari
sumber agregat (source properties).
Consensus properties agregat adalah
sifat utama agregat yang harus
dipenuhi untuk mendapatkan
campuran beraspal berkinerja tinggi.
Yang termasuk dalam sifat-sifat ini
adalah angularity, kepipihan dan
kadar lempung dalam agregat. Source
properties agregat biasanya
digunakan untuk mengetahui kwalitas
sumber-sumber agregat. Yang
termasuk dalam source properties ini
adalah kekerasan, keawetan dan
kandungan material yang tidak
diinginkan dalam agregat.
Tidak semua agregat memenuhi substandar dapat berasal dari agregat
kedua sifat tersebut di atas, terutama alam antara lain adalah batu karang,
source properties-nya. Untuk itu, pasir laut, batu apung dan lain
dalam hal penggunaanya, agregat ini sebagainya. Sedangkan agregat
dapat dicampur dengan bahan substandar buatan dapat berupa
pengikat sehingga membentuk agregat yang sengaja dibuat,
lapisan agregat yang terikat kuat oleh contohnya alwa, batu bata, genting
bahan pengikat (bound layer). dan lain sebagainya, dan ada pula
yang berasal dari sisa produksi
(waste) contohnya slag, tailing.
Agregat Substandar
Dengan beberapa perbaikan atau
Pada umumnya agregat kasar desain struktural yang sesuai, banyak
yang digunakan untuk bahan jalan bahan lokal yang tidak memenuhi
berasal dari batuan beku dan biasanya spesifikasi tetapi menunjukkan
batuan sedimen tidak layak sebagai kinerja lapangan yang cukup
agregat pada konstruksi jalan, hal ini memadai, khususnya untuk jalan
disebabkan karena struktur batuan bervolume lalu lintas rendah.
sedimen tidak seragam, tidak
Batu karang
memiliki kekuatan, mudah
terpengaruh oleh cuaca dan Batu karang termasuk batuan
mengandung bahan organik yang sedimen atau endapan yang terdapat
cukup tinggi. Walaupun begitu, pada umumnya disekitar kepulauan
karena batuan sedimen memiliki dan pantai yang mempunyai
banyak variasi dan bentuk sehingga temperatur air laut tinggi sepanjang
beberapa diantaranya memiliki tahun. Batu karang dapat berbentuk
tekstur dan penampakan seperti massif (batu gunung) hingga batu
batuan beku dan mereka memiliki karang terumbu (coral reef). Batu
cukup kekuatan untuk digunakan karang umumnya berupa batu kapur
sebagai agregat bahan jalan. sehingga agregat yang berasal dari
batuan ini memiliki kandungan kimia
Agregat yang digunakan sebagai
berupa CaO yang paling besar
bahan jalan diharuskan memenuhi
sehingga masuk dalam kelompok
sifat-sifat tertentu yang disyaratkan
batuan kapur. Batu karang yang
dalam spesifikasi. Selanjutnya
berupa batu kapur yang massif secara
agregat memenuhi sifat diistilahkan
geolgi disebut sebagai batuan kapur
sebagai agregat standar. Sedangkan
kristalin. Sedangkan batu karang
yang tidak memenuhi disebut sebagai
terumbu akan bersifat ambyar bila
agregat substandar. Sifat-sifat yang
dipecahkan, oleh sebab itu batuan
umumnya tidak sesuai spesifikasi
seperti ini disebut sebagai batuan
yang berlaku, antara lain karena
kapur koral.
ketidaksesuaian gradasi, sifat
plastisitas dan kekuatan.
Agregat substandar dapat berasal Bahan Pengikat
dari agregat alam ataupun agregat
Jenis bahan pengikat yang
buatan. Beberapa contoh agregat
umumnya digunakan pada perkerasan
jalan antara lain (Austroads Inc,1998) pengikat cocok untuk digunakan
adalah : dengan material tertentu.
- Bahan-bahan organik non- Menurut AUSTROAD (1998),
bituminus, seperti semen dan kapur. faktor-faktor yang perlu diperhatikan
dalam pemilihan bahan pengikat
- Garam
sehubungan dengan material yang
- Bahan-bahan yang merupakan akan digunakan adalah persentase
turunan dari minyak bumi. lolos saringan no. 200 dan Indeks
- Polimer Plastisnya (IP). Gambar 2 dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk
Bila akan digunakan bahan menentukan jenis bahan pengikat
pengikat dari turunan minyak bumi, yang akan digunakan berkenaan
aspal emulsi adalah bahan bahan dengan sifat material yang ingin
pengikat yang paling banyak ditingkatkan sifat-sifatnya.
digunakan hampir pada seluruh jenis
agregat. Aspal Emulsi Kationik
sangat baik digunakan sebagai bahan Surfaktan (Surfactant)
pengikat pada material berbutir tetapi
Surfaktan adalah senyawa yang
tidak cocok digunakan untuk jenis
dapat menurunkan tegangan
bahan yang memiliki sifat kohesi
permukaan cairan, tegangan
(Ingles et al. 1972).
permukaan antara dua cairan, atau
antara cair dengan benda padat atau
Pemilihan Bahan Pengikat sebagai agen pembasahan, agen
pembusaan atau anti pembuasaan,
Seperti telah diuraikan di atas agen pengemulsi atau sebagai agen
bahwa ada beberapa macam bahan dispersan (Jean, 2002). Istilah lain
pengikat, oleh sebab itu bahan yang biasa digunakan sebagai
pengikat yang cocok untuk pengannti kata surfaktan adalah
digunakan harus ditentukan terlebih tensioactif (Perancis), tenside
dahulu karena tidak sama bahan (Jerman) ataupun tensioactivo
(Spanyol).
Gambar 2. Kriteria Pemilihan Bahan Pengikat (AUSTROAD, 1998)
Surfaktan umumnya berupa campuran air-minyak. Kelompok
senyawa organik yang bersifat hidrofobik (kelompok ekor) dari
amphiphilic (Jean, 2002). Ini berarti surfaktan yang tidak larut dalam air
bahwa surfaktan mengandung akan memperpanjang dirinya hingga
kelompok hidrofobik (ekor) dan keluar dari fase air ke arah udara atau
kelompok hidrofilik (kepala mereka), ke arah fase minyak. Sedangkan
seperti yang diilustrasikan pada kelompok kepala larut air sehingga
Gambar 3. Oleh karena itu, molekul tetap dalam fase air. Hal inilah yang
surfaktan mengandung bahan yang menyebabkan kenapa surfaktan dapat
tidak larut dalam air (water memodifikasi sifat permukaan air
insoluble) tetapi larut dalam minyak pada interface antara air dengan
(soluble). udara atau air dengan minyak.
Salah satu kegunaan surfaktan
adalah untuk menurunkan tegangan
permukaan air pada interface antara
cair-gas. Penurunan tegangan
permukaan tergantung pada jumlah
molekul teradsorbsi per satuan luas
yang diistilahkan sebagai kelebihan
permukaan. Hubungan yang
menghubungkan tegangan permukaan
dan kelebihan permukaan dikenal
sebagai isoterm Gibbs.
Molekul surfaktan akan terdifusi Gambar 3. Ilustrasi Senyawa Surfaktan
(menyebar) dalam air dan terserap
Surfaktan dapat diklasifikasi
pada interface antara udara dan air
berdasarkan komposisi jumlah
atau antara minyak dan air dalam
atomnya atau berdasarkan komposisi HIPOTESIS
dari ekornya ataupun berdasarkan
Hipotesis yang digunakan dapat
komposisi dari kepalanya.
studi ini adalah bahwa batu kapur
Berdasarkan jumlah atomnya,
kristalin dari quarry Fak Fak dapat
surfaktan dapat dikelompokan
digunakan sebagai bahan untuk
sebagai surfaktann yang monoatomik
campuran beraspal.
(inorganik) dan poly atomik
(organik). Berdasarkan ekornya,
surfaktan dapat mimiliki satu atau METODOLOGI
dua buah ekor . Ekor dari surfaktan
dapat berupa sebuah rantai Studi ini dilakukan dengan
hidrokarbon seperti hidrokarbon melalui pengujian laboratorium.
aromatik (Arenes), alkana (alkil), Pengujian dilakukan untuk
alkena, sikloalkana, alkuna base, atau mengetahui sifat-sifat agregat yang
berupa sebuah rantai alkil eter diambil dari beberapa quarry di
ataupun sebuah rantai fluorocarbon Propinsi Papua Barat. Pengujian
ataupun sebuah rantai siloxane. campuran beraspal juga dilakukan
Berdasarkan muatan yang di untuk mengetahui sifat-sfat campuran
kepalanya, surfaktan dapat yang menggunakan agregat tersebut.
diklasifikasikan sebagai surfaktan Spesifikasi Bina Marga 2010 (Bina
non ionik atau ionik. Surfaktan yang Marga 2010) digunakan sebagai
non-ionik tidak memiliki muatan di acuan yang harus dipenuhi oleh
kepala. Kepala dari surfaktan yang campuran beraspal yang dihasilkan.
bermuatan ion negatif disebut HASIL PENGUJIAN
anionik dan jika muatan positif
disebut kationik. Jika surfaktan Sampel agregat yang diambil dari
memiliki kepala yang mengandung masing-masing deposit di Propinsi
dua ion sekaligus, maka surfaktan ini Papua Barat berupa bongkahan,
disebut amphoteric atau zwitterionic. agregat kasa ataupun halus
tergantung jenis agregat yang
Pada perkerasan jalan, banyak terdapat dan berpotensi akan
jenis surfaktan yang ada di pasaran digunakan sebagai bahan jalan di
dapat digunakan sebagai aditif untuk daerah tersebut. Sifat agregat dari
aspal. Penambahan surfakan ke dalam masing-masing daerah diberikan pada
aspal yang dapat berfungsi untuk Tabel 1 dan Tabel 2. Penampakan
menurunkan tegangan permukaan visual dari agregat yang diambil
aspal, menaikan efek pembasahan seperti yang diberikan pada Gambar 4
pada aspal ataupun untuk mengubah dan Gambar 5.
muatan ion dari pada aspal. Dengan
penambahan surfakan pada aspal,
diharapkan aspal tersebut akan lebih PEMBAHASAN
mudah melekat pada agregat dan
ikatan antar keduanya akan lebih Anilisis Sifat Agregat
kuat. Dari Tabel 1, diketahui bahwa
agregat-agregat dari Papua, baik yang
berasal dari quarry Fak Fak atapun
quarry Sorong adalah sangat keras (natural properties) yang sangat baik
(Los Angeles Abration Value, LAAV: dengan nilai abrasi antara 20 – 37%
20% – 37%). Masalah yang dan berat jenis bulk berkisar antara 2,
umumnya terdapat pada agregat- 2,5 dan penyerapan kurang dari 1%.
agregat ini adalah kurangnya daya Namun demikian agregat dari
lekat agregat (< 95%) terhadap aspal. quarry-quarry ini memiliki kelekatan
Berdasarkan hasil uji ini, bahan- terhadap aspal lebih kecil dari 95%,
bahan dari quarry-quarry tersebut lebih kecil dari nilai minimum
tidak memenuhi sifat bahan yang kelekatan yang disyaratkan dalam
disyaratkan dan tidak boleh spesifikasi (> 95%). Masalah yang
digunakan karena dapat dikempokan umumnya terdapat pada agregat-
sebagai agregat substandar. Namun agregat ini adalah kurangnya daya
demikian, mengingat sifat-sifat yang lekat agregat (< 95%) terhadap aspal.
tidak terpenuhi tersebut bukan natural Berdasarkan hasil uji ini, bahan-
properties dari agregat, maka usaha- bahan dari quarry-quarry tersebut
usaha untuk memperbaiki sifat-sifat tidak memenuhi sifat bahan yang
tersebut dengan melakukan rekayasa disyaratkan dan tidak boleh
bahan di laboratorium dapat digunakan karena dapat
dilakukan. dikelompokan sebagai agregat
substandar. Dari sifat-sifat ini dapat
Dari analisis kimia (Tabel 2)
disimpulkan bahwa agregat dari tiga
yang dilakukan pada agregat Fak Fak
quarry yang terdapat di Fak Fak
dan beberapa agregat Sorong
sangat baik digunakan untuk lapis
dikatahui bahwa agregat dari quarry-
pondasi Klas A tetapi tidak boleh
quarry ini dominan dengan mineral
digunakan sebagai agregat untuk
kapur. Agregat-agregat ini bersifat
campuran beraspal. Namun demikian,
massif dan tidak ambyar pada saat
mengingat sifat-sifat yang tidak
dipecahkan. Berdasarkan hal
terpenuhi tersebut bukan natural
tersebut, agregat dari quarry-quarry
properties dari agregat, maka usaha-
ini dapat dikelompokkan sebagai
usaha untuk memperbaiki sifat-sifat
kapur kristalin.
tersebut dengan melakukan rekayasa
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa bahan di laboratorium dapat
agregat dari quarry Fak Fak dan dilakukan.
Sorong memiliki sifat natural
Tabel 1. Sifat Agregat dari Quarry Fak Fak dan Sorong – Papua Barat
Hasil Pengujian
No Jenis Pengujian Quarry Fak Fak Quarry Sorong Satuan
Mabuni Batu KM. KM
Buni Gantung Sakartemen 14+000 86+500
1 Berat jenis halus
Berat jenis (Bulk) 2.661 2.667 2.663 - -
Berat jenis kering perm.
2.677 2.677 2.680 - -
jenuh
Berat jenis semu 2.704 2.693 2.710 - -
(Apparent)
Penyerapan (Absorption) 0.597 0.361 0.658 - %
2 Berat jenis kasar
Berat jenis (Bulk) 2.581 2.524 2.543 2.639 2.468
Berat jenis kering perm.
2.618 2.584 2.595 2.689 2.538
jenuh
Berat jenis semu
2.680 2.687 2.681 2.778 2.652
(Apparent)
Penyerapan (Absorption) 1.440 2.412 2.023 1.890 2.812 %
3 Abrasi 20.40 22.97 25.88 22.99 23.22 %
4 Kelekatan < 95 < 95 < 95 < 95 < 95 %
5 Batas Atterberg - -
Batas Cair (LL) NP NP NP - - %
Batas Plastis (PL) NP NP NP - - %
Inderks Plastis (IP) NP NP NP - - %
Tabel 2. Komposisi Kimia Agregat dari Quarry Fak Fak dan Sorong – Papua Barat
Nama Quarry Satuan
Parameter Fak Fak Sorong
Kimia
Batu Mabuni Sakartemen KM. 14 KM.86
Gantung Buni
SiO2 0.98 4.72 10.41 3.85 0.59 %
Al2O3 0.34 0.40 0.814 2.31 0.18 %
Fe2O3 0.18 0.43 0.54 7.56 0.10 %
CaO 53.19 51.03 47.63 45.27 53.57 %
MgO 0.74 0.83 1.31 1.19 0.89 %
Na2O 0.01 0.00 0.03 0.02 0.01 %
K2O 0.06 0.07 0.08 0.23 0.01 %
TiO2 0.06 0.06 0.10 0.19 0.05 %
MnO 0.01 0.01 0.01 0.02 0.00 %
P2O5 0.02 0.01 0.03 0.01 0.01 %
SPO3 0.02 0.02 0.03 0.16 0.01 %
H2O 0.26 0.36 0.58 0.34 0.14 %
HD 42.95 41.52 38.53 40.03 43.85 %
Gambar 4. Contoh Agregat dari Beberapa Quarry Fak Fak di Papua Barat
Tabel 3. Pengaruh Partikel Halus Aktif pada Kelekatan Agregat Quarry Batu
Gantung
Kondisi Partikel Halus Aktif (%
Penambahan terhadap Berat Agregat)
Kapur
0% 1% 2%
Kondisi A < 95% < 95% < 95%
Kondisi B - < 95% < 95%
Kondisi C - < 95% < 95%
Semen
Kondisi A < 95% < 95 < 95
Kondisi B - < 95 < 95
Kondisi C - > 95 > 95
Mill
Kondisi A < 95% < 95% < 95%
Kondisi B - < 95% < 95%
Kondisi C - < 95% < 95%
Catatan :
Kondisi A : Agregat kering + Partikel halus aktif
Kondisi B : Agregat SSD + Partikel halus aktif
Kondisi C : Agregat kering + Larutan partikel halus aktif
Tabel 4. Pengaruh Surfaktan pada Kelekatan Aspal Pen 60
Persentase Kelekatan
Dari Tabel 3 ini dapat diketahui cara lain yaitu dengan menurunkan
bahwa penggunaan kapur, semen tegangan permukaan aspal agar aspal
ataupun mill powder yang tersebut memiliki keenceran yang
dicampurkan secara kering ataupun memadai sehingga pada saat bertemu
pada agregat dari quarry Batu dengan permukaan agregat partikel
Gantung Fak Fak dengan kondisi aspal dapat pecah dan menutupi
kering jenuh permukaan (SSD) tidak permukaan agregat dengan luasan
akan meningkatkan daya lekat antara yang lebih besar. Penurunaan
agregat tersebut dengan aspal. Bila tegangan permukaan aspal dapat
bahan tambah ini (kapur, semen dilakukan dengan penambahan bahan
ataupun mill powder) dilarutan pengencer berupa surfaktan
terlebih dahulu dalam air dengan (sulfactant). Pada Tabel 4 dapat
perbandingan 1 : 5, lalu baru dilihat juga bahwa penambahan
dicampur dan diaduk secara merata surfaktan dapat menaikan kelekatan
dengan agregat (agregat pada kondisi antara agregat dari quarry Batu
kering), hanya larutan yang dibuat Gantung Fak Fak dengan aspal dari
dengan menggunakan 1% ataupun lebih kecil dari 95% menjadi lebih
2% semen saja yang dapat besar dari 95%. Peningkatan ini
meningkatkan daya lekat antara tidak saja terjadi pada agregat dari
agregat dengan aspal. Sehingga quarry Batu Gantung Fak Fak tetapi
dengan demikian agregat dari quarry juga terjadi pada agregat dari quarry
Batu Gantung Fak Fak dapat Sorong lainnya seperti yang
digunakan untuk campuran beraspal ditunjukkan pada Tabel 4.
asalnya dilakukan perawatan terlebih
Walaupun surfaktan dapat
(pretreatment) dengan mencampuran
meningkatkan kelekatan antara
agregat tersebut dengan air semen
agregat dengan aspal, Surfaktan juga
(1 semen : 5 air).
ternyata meubah sifat reologi aspal,
Pretreatment untuk seperti yang ditunjukkan pada Tabel
meningkatkan kelekatan agregat 5 dan Gambar 6, sampai Gambar 9.
terhadap aspal dengan cara di atas
Pada Gambar 6 dapat dilihat
mungkin saja dapat menimbulkan
bahwa penambahan surfaktan dalam
kesulitan dalam penerapannya di
aspal Pen 60 akan menurunkan
lapangan. Oleh sebab itu, untuk
tingkat kekerasan aspal, semakin
mencapai tujuan yang sama dicoba
banyak surfaktan yang ditambahkan kandungan fraksi minyak ringan
semakin lembek aspalnya yang dalam aspal tersebut sehingga akan
ditunjukkan dengan semakin menaikan tingkat kehilangan berat
besarnya nilai penetrasi aspal aspal (Loss on Heating, LoH) pada
tersebut. Bila aspal Pen 60 memiliki saat pemanasan. Pada Gambar 8
syarat batas rentang antara 60 – 70 dapat dilihat bahwa menaikan
(Bina Marga, 2010), maka penambahan surfaktan dari 0,01% ke
penambahan surfaktan sampai 0,2% akan menaikan persentase LoH
dengan 0,2% ke dalam aspal minyak aspal dari 0,013% ke 0,043%. Bila
Pen 60 tidak merubah klasifikasi dari batas LoH dalam spesifikasi adalah
aspal tersebut. Dengan semakin 0,8% (Bina Marga, 2010), maka
encernya aspal, semakin mudah aspal penambahan surfaktan sampai
tersebut pecah pada saat bertemu dengan 0,2% ke dalam aspal minyak
dengan permukaan agregat dan Pen 60 masih dapat diterima.
semakin luas pula permukaan agregat
Walaupun dari segi penetrasi dan
yang dapat diselimutinya. Dengan
kehilangan berat penambahan 0,2%
demikian akan semakin kuat dapat
atau mungkin dengan kadar yang
kelekatan antara keduanya.
lebih tinggi lagi masih dapat diterima,
Penambahan surfaktan dalam tetapi dari segi titik lembek aspal
aspal minyak dimaksudkan untuk yang dihasilkannya hal ini belum
mengencerkan aspal sehingga tentu dapat diterima, karena semakin
tegangan permukaan aspal tersebut tinggi penambahan surfaktan dalam
diharapkan juga akan menurun aspal, akan semakin turun titik
dengan menurunnya tingkat lembek aspal tersebut. Pada Gambar
kekentalan aspalnya. Pada Gambar 7 9 dapat dilihat bahwa penambahan
ditunjukkan pengaruh penambahan dari 0,01% sampai 0,04% akan
surfaktan pada viskositas aspal. Pada menurunkan titik lembek aspal
gambar ini dapat dilihat bahwa menjadi 48,2o C sampai 47,2o C.
kekentalan aspal akan semakin Bila batasan titik lembek aspal Pen 60
menurun sejalan dengan persetase yang disyaratkan dalam spesifikasi
penambahan surfaktan dalam aspal adalah 48,o C maka penambahan
tersebut. surfaktan sampai dengan 0,015%
masih dapat diterima.
Penambahan surfaktan dalam
aspal tentu saja akan menaikan
Tabel 5. Pengaruh Surfaktan pada Sifat Aspal Pen 60
Kadar Sulfaktan Kehilangan
No. Dalam Aspal Penetrasi Titik Lembek Berat Viskositas
(%) (dmm ) (oC) (%) (Poises)
67.6
67.2
67.2
66.8
66.8 66.5
66.4
Penetrasi (0,1 mm)
66.4 66.2
66.0
65.6
65.2 65
64.8
64.4
64.0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.2
Kadar Sulfactant (%)
0.050
0.046 0.04
0.042
Loss on Heating (%)
0.038
0.034
0.030
0.026
0.022 0.02
0.018 0.01 0.02
0.01 0.01
0.014
0.010
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.2
Kadar Sulfactant (%)
Nilai
Spesifikasi
No
Bahan Pengikat Bina
Sifat Campuran
Marga
Penetrasi Penetrasi Penetrasi Penetrasi 2010
60 60 60 60