Anda di halaman 1dari 21

Deflationary Gap dan Inflationary Gap

Dalam perekonomian dua sector terdapat sisi penawaran dan sisi


permintaan. Besarnya penawaran ditunjukkan oleh besarnya kemampuan
berproduksi dari perekonomian tersebut dengan menggunakan seluruh kapasitas
produksi yang ada (pendapatan nasional/ YFE).

Isi permintaan ditunjukkan oleh besarnya pengeluaran dari masyarakat


dalam perekonomian tersebut (pendapatan keseimbangan/ Ye). Apabila besarnya
sisi penawaran sama dengan sisi permintaan maka perekonomian dapat dikatakan
dalam keadaan stabil atau tidak terjadi kesenjangan (gap).

Apabila sisi permintaan (Ye) lebih besar dari sisi penawaran (YFE), maka
harga barang akan cenderung naik. Dalam keadaan perekonomian seperti ini maka
terjadi kesenjangan inflasi (inflationary gap). Apabila sisi permintaan lebih kecil
dari sisi penawaran, maka menyebabkan tingkat harga cenderung turun berarti
kondisi perekonomian terjadi kesenjangan deflasi (deflationary gap).

Inflationary gap adalah besarnya perbedaan antara jumlah investasi yang


terjadi lebih besar dibanding saving full employment (I > S) atau terjadi bila
permintaan total lebih besar disbanding penawaran total.
Deflationary gap adalah besarnya perbedaan antara jumlah investasi yang
terjadi lebih kecil dibanding saving full employment (I < S) atau terjadi bila
permintaan total lebih kecil disbanding penawaran total.

Untuk mengetahui besarnya kesenjangan pada perekonomian 2 sektor


dapat digunakan rumus sebagai berikut:

dY = selisih YFE dengan Ye

Contoh soal

1. Diketahui
Y1 = 300 C1 = 250

Y2 = 240 C2 = 280

Investasi (I) = 40

Hitunglah:

I Gap/ D Gap bila kapasitas produksi nasional (KPN) 240

Jawab:

Mencari MPC (b)

∆ C 30 3
= =
∆ Y 40 4
Mencari konsumsi otonom

C = a + by

250 = a + 0,75(300)

250 = a + 225

a = 250-225

a = 25
a. Mencari BEP

Y =C

Y = a + bY

Y = 25 + 0,75Y

Y - 0,75 = 25

0,25Y = 25

Y = 100

b. Mencari pendapatan nasional (Y)

Y = C+I

Y = 25 + 0,75 Y+40

Y-0,75Y =25 + 40

O,25Y = 65

Y= 260

Jika KPN 240

S =Y-C

S = Y – (a + By)

S = 240 – (25 + 0,75 (240) )

S = 240 – (25 + 180)

S = 240 – 205

S = 35

Karena pada saat KPN 240 besar saving (S) adalah 35, yang
artinya S <I, maka pada KPN 240 terjadi inflationary gap
2. Diketahui:

Fungsi konsumsi pertahun : C = 0,75 Y + 20 m.rp

Besarnya investasi pertahun : I = 40 m.rp

Ditanyakan :

a. Hitung besarnya inflantionary gap dan deflationary gap, jika


diketahui perekonomian mempunyai kapasitas produksi 200
m.rp/tahun
b. Hitung besarnya inflantionary / deflationary gap bila diketahui
besarnya kapasitas peroduksi nasional 280 m.rp

Jawab:

a. Perekonomian dengan kapasitas produksi 200 m.rp /th dengan fungsi


konsumsi C= 0,75 Y + 20 m.rp
Besarnya full employment saving:
S =Y–C
= 200 – ( 0,75 * 200 + 20 ) = 200 – 170 = 30 m.rp/thn
Besarnya inflantionary gap
I · G = investasi – full employment saving
= 40 m.rp – 30 m.rp = 10 m.rp
b. Perekonomian dengan kapasitas produksi 280 m.rp/thn, akan
mempunyai full employment saving sebesar:
S =Y–C
= 280 – (0,75 * 280 + 20 )
= 280 – 230
= 50 m.rp
Besarnya deflationary gap
D.G . = full employment saving – investasi
= 50 m.rp – 40 m.rp
= 10 m.rp

maka fungsi C = 24 + 0,75Y

A. Fluktuasi Ekonomi
Fluktuasi ekonomi adalah kenaikan dan penurunan aktivitas ekonomi
secara relatif dibandingkan dengan tren pertumbuhan jangka panjang dari
ekonomi. Fluktuasi ini atau business cycle (siklus bisnis), bervariasi dalam
intensitas dan jangka waktunya. Kenaikan dan penurunan biasanya meliputi
negara bahkan dunia serta mempengaruhi seluruh dimensi dari kegiatan ekonomi,
tidak hanya tingkat pengangguran dan produksi.

Ekspansion atau ekspansi suatu keadaan dimana penyehatan perekonomian


telah terjadi dari kondisi sebelumnya yaitu resesi atau bahkan depresi. Dalam
ekonomi makro, resesi adalah kondisi ketika produk domestik bruto (GDP)
menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal
atau lebih dalam satu tahun. Resesi dapat mengakibatkan penurunan secara
simultan pada seluruh aktivitas ekonomi seperti lapangan kerja, investasi, dan
keuntungan perusahaan. Resesi sering diasosiasikan dengan turunnya harga-harga
(deflasi), atau, kebalikannya, meningkatnya harga-harga secara tajam (inflasi)
dalam proses yang dikenal sebagai stagflasi. Resesi ekonomi yang berlangsung
lama disebut depresi ekonomi. Penurunan drastis tingkat ekonomi (biasanya
akibat depresi parah, atau akibat hiperinflasi) disebut kebangkrutan ekonomi
(economy collapse). Kolumnis Sidney J. Harris membedakan istilah-istilah atas
dengan cara ini: “sebuah resesi adalah ketika tetanggamu kehilangan pekerjaan;
depresi adalah ketika kamu yang kehilangan pekerjaan.”

Tahap ini ditandai dengan meningkatnya kesempatan kerja, meningkatnya


pendapatan, dan pengeluaran konsumsi masyarakat. Sektor perusahaan mengalami
kenaikan produksi barang dan jasa, kenaikan penjualan, dan laba perusahaan.
Iklim investasi berubah dari pesimisme menjadi optimis. Karena permintaan
konsumen mengalami kenaikan produksi barang dan jasa juga mengalami
kenaikan. Sehingga terjadi kenaikan kapasitas produksi dan pengurangan
pengangguran tenaga kerja.

Bagian puncak dari siklus bisnis menunjukkan tingkat pemanfaatan


kapasitas perekonomian yang tinggi baik untuk faktor produksi tenaga kerja
maupun bahan mentah untuk kegiatan produksi barang-barang. Pada titik ini
terjadi beberapa persoalan antara lain: kenaikan output perekonomian akan terjadi
dengan peningkatan investasi. Kenaikan investasi ini akan menimbulkan kenaikan
harga dari faktor-faktor produksi. Selanjutnya kenaikan harga faktor produksi
menjadi penyebab kenaikan harga-harga umum. Pada titik ini kenaikan output
perekonomian diikuti oleh kenaikan tingkat inflasi.
Dalam perkembangan teori tentang fluktuasi ekonomi, dunia ekonomi
dihadapkan pada dua pandangan yang berbeda dalam menjelaskan terjadinya
fluktuasi output dan kesempatan kerja jangka pendek. Teori tentang fluktuasi
ekonomi yang paling umum saat ini adalah teori Real Business Cycle, teori
Business Cycle Keynesian dan teori Business Cycle Moneter

1. Teori Real Business Cycle


Teori Real Business Cycle memberi kontribusi penting dalam ilmu
ekonomi dengan memberi sudut pandang baru yang berbeda dalam
mengkaji fluktuasi jangka pendek dari output dan kesempatan kerja
(employment) yang dijelaskan dengan menggunakan substitusi tenaga
kerja antar waktu. Dalam teori ini, fluktuasi dianggap sebagai perubahan
dalam tingkat output alami atau keseimbangan dengan tetap
mempertahankan model klasik sebagai acuan. Teori ini mengasumsikan
bahwa harga dan upah adalah fleksibel, bahkan dalam jangka pendek.
Dengan asumsi complete price flexibility, teori ini menganut classical
dichotomy dimana variabel-variabel nominal seperti pergerakan uang dan
tingkat harga tidak mempengaruhi variabel-variabel di sektor riil seperti
output dan pengangguran (Mankiw, 2000). 

Teori ini menyatakan bahwa pergerakan di sektor riil disebabkan


oleh faktor alami di sektor ini sendiri. Seperti terjadinya technological shock
yang membuat produktivitas meningkat yang kemudian berakhir pada
perekonomian yang semakin meningkat. Dengan kata lain, semua fluktuasi
di sektor riil seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, tingkat
konsumsi dan investasi merupakan hasil reaksi dari individu-individu
terhadap perubahan dalam perekonomian. Selama resesi/kemunduran
teknologi dan output, insentif untuk bekerja menurun karena teknologi
produksi menurun. Asumsi lain yang juga penting dalam teori ini adalah
netralitas uang dalam perekonomian. Hal ini berlaku juga untuk jangka
pendek, dimana kebijakan moneter tidak akan mempengaruhi variabel-
variabel riil, seperti output dan kesempatan kerja.

2. Teori Business Cycle Keynesian


Para pengkritik teori Real Business Cycle umumnya berasal dari
penganut aliran Keynesian. Banyak dari mereka percaya bahwa fluktuasi
output dan kesempatan kerja dalam jangka pendek disebabkan oleh
terjadinya fluktuasi dalam permintaan agregat akibat lambatnya upah dan
harga menyesuaikan dengan kondisi ekonomi yang sedang berubah.
Dengan kata lain teori ini percaya bahwa upah dan harga bersifat
kaku/sulit berubah, sehingga peranan pemerintah dalam kebijakan fiskal
dan moneter sangat diperlukan untuk menstabilkan perekonomian. Karena
teori ini dibangun diatas model permintaan agregat dan penawaran agregat
tradisional, maka dalam teori ini dikatakan bahwa perubahan harga dari
biaya sekecil apapun akan memiliki dampak makroekonomi yang besar
karena adanya eksternalitas permintaan agregat. Teori ini telah
memasukkan guncangan pada sisi penawaran, ketidakstabilan moneter
dengan guncangan terhadap permintaan uang dalam modelnya .Teori
Keynesian menekankan pada pentingnya ketidakstabilan agregat sebagai
penyebab terjadinya fluktuasi makroekonomi.

3. Teori Business Cycle Moneter


Teori business cycle moneter menekankan pada pentingnya
guncangan permintaan, khususnya terhadap fluktuasi ekonomi, tetapi
hanya dalam jangka pendek. Dalam business cycle moneter dan keynesian,
uang mempengaruhi output sedangkan teori real business cycle
menyatakan bahwa output mempengaruhi uang.
Faktor Utama Mengenai Fluktuasi Ekonomi
a) Fluktuasi ekonomi bersifat tidak teratur dan tidak dapat diperkirakan.
Fluktuasi-fluktuasi yang terjadi dalam perekonomian seringkali
disebut sebagai siklus bisnis (business cycle). Sesuai dengan namanya,
fluktuasi ekonomi senantiasa terkait dengan perubahan kondisi dalam
dunia usaha. Pada saat situasi ekonomi sedang baik, yakni ketika GDP riil
meningkat secara cepat, dunia usaha juga dalam keadaan baik. Keadaan
dunia usaha yang baik ini biasanya diwarnai oleh tingginya konsumsi dan
meningkatnya keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan. Dilain pihak,
ketika ekonomi sedang lesu, yakni GDP riil menurun, dunia usaha
menghadapi berbagai masalah. Pada masa resesi, hampir seluruh
perusahaan mengalami penurunan penjualan dan keuntungan.
Namun sesungguhnya terminolog “siklus bisnis” tersebut bisa
menyesatkan, karena istilah “siklus” cenderung mendorong kita berfikir
bahwa fluktuasi ekonomi mengikuti pola yang teratur dan dapat
diperkirakan. Dalam kenyataanya, fluktuasi ekonomi bersifat tidak teratur
dan hampir tidak dapat diperkirakan dengan tingkat akurasi yang tinggi.

b) Sebagian Besar Kuantitas Makro ekonomi Berfluktuasi Bersama-


Sama.
GDP riil adalah variabel yang paling sering digunakan untuk
memantau perubahan-perubahan jangka pendek dalam perekonomian yang
paling komprehensif. GDP riil mengukur nilai dari semua barang jadi dan
jasa yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Variabel tersebut juga
mengukur pendapatan total (disesuaikan dengan inflasi) dari setiap orang
yang berada dalam perekonomian dimaksud.
Meskipun demikian, untuk memantau fluktuasi jangka pendek,
seseorang dapat menggunakan ukuran yang mana saja. Sebagian besar
variabel makroekonomi yang masing-masing mengukur berbagai jenis
pendapatan, pengeluaran atau produksi, berfluktuasi hampir secara
bersama-sama. Ketika GDP riil turun pada saat terjadi resesi, demikian
pula halnya dengan pendapatan perorangan, keuntungan perusahaan,
pengeluaran konsumen, pengeluaran investasi, produksi industri,
penjualan eceran, penjualan rumah, penualan kendaraan bermotor, dan
sebagainya. Karena resei merupakan suatu fenomena ekonomi secara
umum, maka resesi muncul pada banyak sumber-sumber data
makroekonomi.

c) Ketika Output Menurun, Pengangguran Meningkat


Perubahan-perubahan pada output perekonomian berupa barang
dan jasa sangat terkait dengan perubahan dalam pemanfaatan angkatan
kerja pada perekonomian yang dimaksud. Dengan kata lain, ketika GDP
riil menurun, dalam waktu bersamaan tingkat pengangguran naik. Fakta
ini sama sekali tidak mengejutkan karena ketika perusahaan memilih untuk
memperkecil volume produksi barang dan jasa, pihak perusahaan biasanya
akan merumahkan sbagaian pegawainya sehingga dengan sendirinya
memperbesar angka pengangguran.

Bagaimana jangka pendek dan jangka panjang berbeda?


Sebagian besar ahli makroekonomi bahwa perbedaan penting
antara jangka pendek dan jangka panjang adalah perilaku harga. Dalam
jangka panjang, harga adalah fleksibel dan bisa menanggapi perubahan
dalam penawaran atau permintaan. Dalam jangka pendek, banyak harga
adalah kaku pada tingkat uang bisa ditentukan sebelumya. Karena harga
berperilaku secara berbeda dalam jangka pendek dari pada dalam jangka
panjang, kebijakan ekonomi memiliki dampak yang berbeda pada horison
waktu yang berbeda.
Dalam jangka panjang, pengurangan 5 % dalam penawaran uang
mengurangi seluruh harga ( termasuk upah nominal) sampai 5 %
sedangkan seluruh variabel riil tetap sama. Jadi, dalam jangka panjang,
perubahan-perubahan dalam penawaran uang tidak menyebabkan fluktuasi
dalam output atau tenaga kerja. Namun dalam jangka pendek, banyak
harga tidak menanggapi perubahan dalam kebijakan moneter.
Pengurangan dalam penawaran uang tidak langsung menyebabkan seluruh
perusahaan memotong upah, semua toko mengubah lebel harga barangnya,
seluruh perusahaan mail-order mengeluarkan katalog baru, dan semua
restoran mencetak menu baru. Tetapi, ada sedikit perubahan langsung
dalam banyak harga; yaitu, harga-harga adalah kaku/sulit berubah (sticky).
Kekakuan harga jangka-pendek ini menunjukkan bahwa dampak jangka-
pendek dari perubahan dalam penawaran uang tidaklah sama sebagaimana
dampak jangka-panjang.
Model fluktuasi ekonomi harus memperhitungkan kekakuan harga
jangka pendek ini. Kita akan melihat bahwa kegagalan harga untuk
menyesuaikan dengan cepat dan utuh berarti bahwa, dalam jangka pendek,
output dan kesempatan kerja harus melakukan beberapa penyesuaian.
Dengan kata lain, selama horison waktu ketika harga adalah kaku,
dikotomi klasik tidak berlangsung lama; variabel-variabel nominal bisa
mempengaruhi variabel-variabel riil, dan perekonomian bisa menyimpang
dari keseimbangan yang diprediksi oleh model klasik.

C. Model Penawaran Agregat dan Permintaan Agregat


1. Permintaan Agregat
Permintaan agregat ( aggregate demand, AD) adalah hubungan
antara jumlah output yang diinginkan dan tingkat harga agregat.
Dengan kata lain, kurva permintaan agregat menyatakan jumlah barang
dan jasa yang ingin dibeli orang pada tingkat harga tertentu.
Persamaan kuantitas sebagai permintaan agregat
Teori kuantitas menyatakan bahwa :  
MV = PY
Keterangan :
M : Penawaran uang           P : Tingkat harga
V : Perputaran uang            Y : Jumlah output

Jika perputaran uang adalah konstan, maka persamaan ini


menyatakan bahwa penawaran uang menentukan nilai nominal
output, yang sebaliknya adalah produk dari tingkat harga dan
jumlah output. 
Mengapa kurva permintaan agregat miring ke bawah?
Kurva permintaan agregat AD menunjukan hubungan antara
tingkat harga P dan jumlah barang dan jasa yang diminta Y. Kurva itu
digambar untuk nilai penawaran uang M tertentu. Kurva permintaan
agregat miring ke bawah : semakin tinggi harga P, semakin rendah tingkat
keseimbangan riil M/F, dan karena itu semakin rendah jumlah barang dan
jasa yang diminta Y.
Kita juga bisa menjelaskan kemiringan dari kurva permintaan
agregat dengan memikirkan penawaran dan permintaan untuk
keseimbangan uang riil. Jika output lebih tinggi, orang-orang terlibat
dalam lebih banyak transaksi dan membutuhkan keseimbangan riil yang
lebih tinggi. Untuk penawaran uang tetap M, keseimbangan riil lebih
tinggi menunjukan tingkat harga yang lebih rendah. Sebaliknya, jika
tingkat harga lebih rendah, keseimbangan uang riil lebih tinggi; tingkat
keseimbangan riil membolehkan volume transaksi yang lebih besar, yang
berarti jumlah output yang diminta lebih besar.

Pergeseran dalam kurva permintaan agregat


Kurva permintaan agregat digambar digambar untuk nilai
penawaran uang. Dengan kata lain, kurva tersebut menyatakan kombinasi
yang mungkin dari P dan Y untuk nilai M tertentu. Jika Fed mengubah
penawaran uang, maka kombinasi yang mungkin dari P dan Y berubah,
yang berarti kurva permintaan agregat bergeser. Fluktuasi dalam
penawaran uang tidak hanya merupakan sumber fluktuasi dalam
permintaan agregat. Bahkan jika penawaran uang tetap konstan, kurva
permintaan bergeser jika beberapa peristiwa menyebabkan perubahan
dalam perputaran uang.
  Pergeseran ke dalam pada kurva permintaan agregat
Perubahan dalam penawaran uang menggeser agregat. Untuk
tingkat harga tertentu P, penurunan dalam penawaran uang M menunjukan
bahwa keseimbang uang riil M/P adalah lebih rendah dan dengan
demikian output Y lebih rendah. Karena itu, penurunan dalam penawaran
uang menggeser kurva permintaan agregat ke dalam dari AD1 ke AD2

  Pergeseran ke luar pada kurva permintaan agregat


Untuk tingkat harga tertentu P, kenaikan dalam penawaran uang M
menunjukan bahwa keseimbangan uang riil M/P adalah lebih tinggi dan
dengan output Y lebih tinggi. Karena itu, kenaikan dalam penawaran uang
menggeser kurva permintaan agregat ke dalam dari AD1 ke AD

Sumber Pergeseran Kurva Permintaan Agregat


  Pergeseran yang berasal dari konsumsi
Peristiwa yang membuat konsumen mengeluarkan uang lebih
banyak pada tingkat harga tertentu (pemotongan pajak, meledaknya pasar
saham) menggeser kurva permintaan agregat ke kanan. Peristiwa yang
menyebabkan konsumen mengurangi pengeluarannya pada tingkat harga
tertentu (kenaikan pajak, kelesuan pasar saham) menggeser kurva
permintaan agregat ke kiri
  Pergeseran yang berasal dari investasi
Peristiwa yang menyebabka perusahan melakukan lebih banyak
investasi pada tingkat harga tertentu (optimisme mengenai masa depan,
penurunan suku bunga akibat kenaikan jumlah uang yang beredar)
menggeser kurva permintaan agregat ke kanan. Peristiwa yang menyebkan
perusahaan mengurangi investasinya pada tingkat harga tertentu dan
menggeser kurva ke kiri. 

  Pergeseran yang berasal dari pembelanjaan pemerintah


Peningkatan pembelanjaan pemerintah untuk barang dan jasa
(pengeluaran lebih besar untuk pembanguna jalan raya atau untuk
pertahanan) menggeser kurva permintaan agregat ke kanan. Penurunan
jumlah pembelanjaan pemerintah untuk barang dan jasa menggeser kurva
ke kiri
  Pergeseran yang berasal dari ekspor neto
Peristiwa yang meningkatkan pengeluaran atas ekspor neto pada
tingkat harga tertentu (terjadinya ledakan di pasar luar negeri, depresiasi
nilai tukar) menggeser kurva permintaan agregat ke kanan. Peristiwa yang
mengurangi pengeluaran atas ekspor neto pada tingkat harga tertentu
menggeser kurva ke kiri.

2. Penawaran Agregat
Penawaran egregat ( aggregate supply, AS) adalah hubungan
antara jumlah barang dan jasa yang di tawarkan dan tingkat harga. Karena
perusahaan yang menawarkan barang dan jasa memiliki harga fleksibel
dalam jangka panjang tetapi harga yang kaku dalam jangka pendek,
hubungan penawaran agregat bergantung pada horison waktu.
Jangka panjang : Kurva penawran agregat vertikal
Jika kurva penawaran agregat adalah vertikal, maka perubahan
dalam permintaan agregat mempengaruhi harga tetap tetai tidak output.
Misalnya, jika penawaran uang turun, kurva permintaan agregat bergeser
ke bawah, seperti pada gambar 1-4. Perekonomian bergerak dari
perpotongan penawaran agregat dan permintaan agregat lama, titik A, ke
perpotongan beru, titik B. Pergeseran dalam permintaan agregat hanya
mempengaruhi harga. Kurva penawaran agregat vertikal memuaskan
dikotomi klasik, karena menunjukan bahwa tingkat output adalah
independen dari penawaran uang. Tingkat output jangka panjang ini Ȳ,
disebut kesempatan kerja-penuh (full-employment) atau tingkat output
alamiah ( natural). Pada tingkat output tersebut sumber daya
perekonomian dikaryakan sepenuhnya atau, yang lebih realistis, di mana
pengangguran berada pada titik wajarnya.
Jangka pendek : Kurva penawara agregat horisontal
Keseimbangan jangka-pendek dari perekonomian adalah
perpotongan kurva permintaan agregat dan kurva penawaran agregat
jangka-pendek horisontal ini. Jadi, penurunan dalam permintaan agregat
mengurangi output dalam jangka pendek karena harga-harga tidak
menyesuaikan secara instan. Setelah penurunan tiba-tiba dalam permintaan
agregat, perusahaan tertahan dengan harga yang terlalu tinggi. Dengan
permintaan rendah dan harga tinggi, perusahaan menjual lebih sedikit
produk, sehingga mengurangi produksi dan memecat pekerja.
Perekonomian mengalami resesi.
Kurva penawaran agregat jangka pendek miring ke atas :
  Teori kekakuan upah
Penurunan tingkat harga yang tidak terduga akan meningkatkan
upah riil, menyebabkan perusahaan mempekerjakan lebih sedikit pekerja
dan memproduksi jumlah barang dan jasa yang lebih sedikit. Penurunan
tingkat harga yang tidak terduga membuat perusahaan mengenakan harga
yang lebih tinggi dari yang dikehendaki, menekan penjualan dan
mendorong perusahaan untuk mengurangi produksi 
  Teori kesalahan persepsi
Penurunan tingkat harga menimbulkan anggapan pada produsen
bahwa harga relatif produk mereka telah menurun, sehingga mendorong
mereka untuk mengurangi produksi

 Dari jangka pendek ke jangka panjang


Selama periode waktu yang panjang, harga-harga adalah fleksibel,
kurva penawaran agregat adalah vertikal, dan perubahan dalam permintaan
agregat mempengaruhi tingkat harga tetapi tidak output. Selama periode
waktu yang pendek, harga-harga adalah kaku, kurva agregat adalah
horisontal, dan perubahan dalam permintaan agregat mempengaruhi output
barang dan jasa perekonomian. Keseimbangan jangka-panjang adalah titik
di mana permintaan agregat memotong kurva penawaran agregat jangka-
panjang. Harga-harga telah menyesuaikan untuk mencapai keseimbangan
jangka-panjangnya, kurva penawaran agregat jangka pendek harus
memotong pada titik ini.

Siklus Ekonomi

Siklus bisnis adalah fluktuasi ekonomi yang  melanda produksi


nasional, pendapatan,kesempatan kerja, yang biasanya  berlangsung
selama  2 sampai 10 tahun, yang di tandai dengan adanya kontraksi dan
ekspansi di seluruh sektor ekonomi. Atau Siklus ekonomi adalah periode
yang terulang secara teratur dalam pengembangan sebuah pasar
perekonomian. Keseluruhan trend dari pertumbuhan ekonomi disertai
dengan adanya fluktuasi secara periodik dalam aktivitas perekonomian,
yaitu : kemunduran dan perluasan yang terjadi secara silih berganti pada
produksi, investasi, peningkatan dan penurunan pada level pendapatan,
ketenagakerjaan, harga-harga, suku bunga dan rate pada sekuritas.
Siklus aktivitas ekonomi meliputi 4 fase berikut :
  Ekspansi 
Setelah mencapai titik terendah pada sebuah siklus ada sebuah fase
pemulihan, yang ditandai dengan adanya pertumbuhan lapangan kerja dan
produksi. Banyak ekonom yang mempercayai bahwa tahapan ini memiliki
tingkat inflasi yang rendah hingga perekonomian mulai beroperasi pada
kapasitas penuh atau, dengan kata lain hingga perekonomian mencapai
tahapan peak
  Peak 
Sebuah peak, atau puncak dari siklus bisnis, adalah titik tertinggi
pada suatu pemulihan perekonomian. Pada titik ini, pengangguran
mencapai titik terendah atau bahkan tidak ada sama sekali dan
perekonomian berjalan dengan muatan maksimal (atau hampir), dimana
seluruh modal dan sumber daya tenaga kerja pada negara tersebut terlibat
dalam produksi. Biasanya, meski tidak selalu, selama terjadinya tahapan
peak, tekanan inflasi meningkat.
  Resesi 
Resesi adalah suatu periode pengurangan output dan aktivitas
bisnis. Sebagai akibat dari pasar yang mengalami penurunan, yang
biasanya ditandai dengan meningkatnya pengangguran.Kebanyakan
ekonom mempercayai bahwa kemerosotan perekonomian atau resesi
hanyalah sebuah penurunan dalam aktivitas bisnis, yang berlangsung
setidaknya selama enam bulan.
  Bottom 
Bottom pada siklus perekonomian adalah titik terendah pada
produksi dan ketenagakerjaan.Dipercaya bahwa sampainya level/tahapan
bottom memprediksikan bahwa akhir dari resesi pada tahapan pada siklus
ini tidaklah lama. Long Cycle adalah siklus perekonomian dengan jangka
waktu lebih dari 10 tahun.
Fluktuasi ekonomi menunjukan masalah yang sedang terjadi bagi
para ekonom dan pembuat kebijakan. Menurut John Bates Clark, 1898
“ Dunia modern menghargai siklus bisnis sebagaimana orang Mesir kuno
meng-hormati meluapnya sungai Nil. Fenomena tersebut terjadi dalam
interval, yang begitu penting bagi setiap orang, dan sebab-sebab alaminya
tidak diketahui “.
Para ekonom menyebutnya fluktuasi jangka pendek dalam output
dan kesempatan kerja (employment) ini sebagai siklus bisnis. Meskipun
istilah ini menyatakan bahwa fluktuasi ekonomi adalah bisa diprediksi,
tidak demikian kenyataanya.
Ada empat tahapan dalam siklus perekonomian:
  Masa Depresi (depession), yaitu suatu periode penurunan permintaan
agregat yang cepat yang diikuti dengan rendahnya tingkat output dan
tingkat pengangguran yang tinggi yang secara bertahap mencapai dasar
yang paling rendah
  Tahap Pemulihan (recovery), yaitu peningkatan permintaan agregat
yang diikuti dengan peningkatan output dan penurunan tingkat
pengangguran
  Masa Kemakmuran (prosperity), yaitu permintaan agregat yang
mencapai dan kemudian melewati taraf output yang terus menerus (PDB
potensial) pada saat puncak siklus telah dicapai, dimana tingkat
penggunaan tenaga kerja penuh dicapai dan adanya kelebihan permintaan
mengakibatkan naiknya tingkat harga-harga umum (inflasi)
  Masa Resesi (recession), dimana permintaan agregat menurun, yang
mengakibatkan penurunan yang kecil dari output dan tenaga kerja, seperti
yang terjadi pada tahap awal, seiring dengan hal ini maka akan muncul
masa depresi
Respon Kebijakan Pemerintah terhadap Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah dapat menjadi alat kebijakan ekonomi yang


berguna bagi pemerintah. Kebijakan fiskal dapat didefinisikan sebagai
penggunaan pengeluaran pemerintah dan / atau perpajakan sebagai mekanisme
untuk mempengaruhi ekonomi. Ada dua jenis kebijakan fiskal: kebijakan fiskal
ekspansif, dan kebijakan fiskal kontraktif. 
Kebijakan fiskal ekspansif adalah peningkatan pengeluaran pemerintah
atau penurunan pajak, sedangkan kebijakan fiskal kontraksioner adalah penurunan
pengeluaran pemerintah atau kenaikan pajak. Kebijakan fiskal ekspansif dapat
digunakan oleh pemerintah untuk merangsang ekonomi selama resesi . Misalnya,
peningkatan pengeluaran pemerintah secara langsung
meningkatkan permintaan barang dan jasa, yang dapat membantu
meningkatkan output dan lapangan kerja . 
Di sisi lain, kebijakan fiskal kontraktif dapat digunakan oleh pemerintah
untuk mendinginkan perekonomian selama ledakan ekonomi. Penurunan
pengeluaran pemerintah dapat membantu menjaga inflasi tetap terkendali. Selama
penurunan ekonomi, dalam jangka pendek, pengeluaran pemerintah dapat diubah
baik melalui stabilisasi otomatis atau stabilisasi diskresioner. Stabilisasi otomatis
adalah ketika kebijakan yang ada secara otomatis mengubah pengeluaran
pemerintah atau pajak sebagai respons terhadap perubahan ekonomi, tanpa
tambahan undang-undang. Contoh utama penstabil otomatis adalah asuransi
pengangguran , yang menyediakan bantuan keuangan bagi pekerja yang
menganggur. Stabilisasi diskresioner adalah ketika pemerintah mengambil
tindakan untuk mengubah pengeluaran pemerintah atau pajak sebagai respons
langsung terhadap perubahan dalam perekonomian. Misalnya, pemerintah dapat
memutuskan untuk meningkatkan pengeluaran pemerintah sebagai akibat dari
resesi. Dengan stabilisasi diskresioner, pemerintah harus mengeluarkan undang-
undang baru untuk melakukan perubahan dalam pengeluaran pemerintah.
John Maynard Keynes adalah salah satu ekonom pertama yang
mengadvokasi pengeluaran defisit pemerintah sebagai bagian dari
respons kebijakan fiskal terhadap kontraksi ekonomi . Menurut ekonomi
Keynesian , peningkatan pengeluaran pemerintah meningkatkan permintaan
agregat dan meningkatkan konsumsi , yang mengarah pada peningkatan produksi
dan pemulihan yang lebih cepat dari resesi. Ekonom klasik , di sisi lain, percaya
bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah memperburuk kontraksi
ekonomi dengan mengalihkan sumber daya dari sektor swasta, yang mereka
anggap produktif, ke sektor publik, yang mereka anggap tidak produktif.
Dalam bidang ekonomi , potensi "pergeseran" sumber daya dari sektor
swasta ke sektor publik sebagai akibat dari peningkatan pengeluaran
defisit pemerintah disebut crowding out. 

Tujuan Kebijakan Fiskal

Tujuan utama dikeluarkannya kebijakan fiskal adalah untuk menentukan


arah, tujuan, sasaran, dan prioritas pembangunan nasional serta pertumbuhan
perekonomian bangsa. Adapun tujuan-tujuan dikeluarkannya kebijakan fiskal
secara rinci adalah sebagai berikut.
 Mencapai kestabilan perekonomian nasional.
 Memacu pertumbuhan ekonomi.
 Mendorong laju investasi.
 Membuka kesempatan kerja yang luas.
 Mewujudkan keadilan sosial.
 Sebagai wujud pemerataan dan pendistribusian pendapatan.
 Mengurangi pengangguran.
 Menjaga stabilitas harga barang dan jasa agar terhindar dari inflasi.
Penentu kebijakan fiskal terbagi menjadi dua komonen yaitu;

1. Pendapatan negara (pajak) sebagai komponen penyusun kebijakan fiskal.


Pendapatan negara sebagai komponen penyusun kebijakan fiskal karena
sebagai sumber pembangunan, bersifat memaksa dan tercantum dalam
konstitusi.
2. Pengeluaran negara atau APBN yang merupakan kumpulan berbagai
pengeluaran negara. instrumen APBN terdiri dari pembangunan
infrastruktur, pembangunan fasilitas umum, hingga biaya operasional
pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai