Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kura-kura adalah hewan yang menarik untuk dipelihara, karena pada umumnya
memiliki tabiat yang pemalu, lamban dan makan tumbuh-tumbuhan sehingga sering menjadi
perhatian anak-anak dan orang dewasa. Kura-kura merupakan hewan ideal yang mendidik
anak kita untuk belajar mencintai makhluk hidup. Kura-kura memiliki daerah edar yang
cukup besar. Berkaitan dengan hal tersebut, selain jumlahnya yang relatif jarang, frekuensi
pertemuan antar individupu terbilang jarang. Oleh karena itu kemungkinan untuk kawin
cukup langka. Untuk mempertahankan keberadaannya, kura-kura betina memiliki suatu
mekanisme untuk menyimpan sel sperma dalam saluran perkembangbiakannya. Sel-sel
sperma tersebut dapat bertahan selama hampir satu tahun dan fertil selama jangka waktu
tersebut (Iskandar, 2000).
Tidak banyak orang yang tahu berapa jumlah spesies kura-kura yang ada di Indonesia,
karena memang jumlahnya yang terbatas dan jarang ditemukan. Di Indonesia dilaporkan
terdapat kurang lebih 39 jenis kura-kura dari sekitar 260 jenis kura-kura yang ada di dunia.
Jumlah ini didapat berdasarkan laporan penelitian yang dilakukan pada tahun 1970 dan pada
tahun 1990 telah ditemukan empat jenis baru lagi. Jumlah ini hanya berdasarkan perkiraan
dari beberapa tempat yang telah diteliti, karena masih banyak tempat yang belum diteliti.
Informasi dari penduduk setempat serimh kali memberikan petunjuk mengenai keberadaan
suatu jenis yang sebelumnya belum tercatat dalam catatan ilmiah (Iskandar, 2000).
Indonesia merupakan salah satu di antara dua negara terkaya di dunia dalam hal
keanekaragaman hayati. Daratan Indonesia meliputi sepertiga dari daratan dunia dan berada
pada dua satuan biogeografi yang unik yaitu dataran Sunda dan dataran Sahul. Dengan posisi
geografi demikian, Indonesia tersusun dari sekitar 17.000 pulau yang mampu menampung 12
– 17 % keanekaragaman hayati dunia. Kondisi ini menyebabkan Indonesia memiliki jumlah
jenis yang sangat besar, tetapi ukuran populasinya sangat kecil. Ini berarti juga beberapa
jenisnya berada dalam posisi rawan. Selain jumlah populasinya yang memang sedikit, akhir-
akhir ini jumlah individunyapun mulai berkurang. Populasi kura-kura yang semakin
berkurang salah satu penyebabnya adalah maraknya perburuan baik untuk keperluan
konsumsi maupun koleksi. Kebutuhan konsumsi akan telur kura-kura yang terbilang lezat dan
sehat membuat telurnya banyak diincar dan diperjual belikan masyarakat. Hal ini
menyebabkan anakan kura-kura yang seharusnya maksimal menjadi berkurang.
Begitu juga dengan perburuan unuk kebutuhan koleksi dan lebih parah untuk
dijadikan sebagai bahan pemenuh selera modern seperti hiasan meja, hiasan dinding, tas,
sepatu dan lain sebagainya. Terlebih dalam tahun-tahun terakhir, permintaan akan sumber
daya hayati seperti kura-kura sangat meningkat, terutama dari daerah China, Eropa dan
Amerika Serikat, baik sebagai hewan kesayangan maupun sebagai bahan makanan eksotik.
Hal ini ternyata bukan menjadi bahan konsumsi keluarga saja, tetapi juga sebagai konsumsi
para peneliti asing untuk memperoleh karya ilmiah dengan cepat dan murah mengenai biota
Indonesia. Sedangkan bagi penduduk lokal, menjual biota alami lokal lebih merupakan
tambahan pemenuh kebutuhan hidup yang paling dasar, sedangkan para pedaganglah yang
meraup keuntungan paling besar (Iskandar, 2000).
Karena besarnya perbedaan minat pada biota alam, maka pemerintah mendapat
tekanan yang besar dari penguasa, kalangan ilmiah asing, perlindungan alam dunia untuk
tujuannya masing-masing. Tekanan terbesar datang dari International Union for Conservation
of Nature (IUCN) dan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild
Fauna and Flora (CITES) yang melindungi kekayaan alam dunia tetapi yang terpenting
seharusnya datang dari hati nurani kita sendiri. Menurut Iskandar (2000) berdasarkan suatu
lokakarya yang diadakan di Phnom Penh pada awal bulan Desember 1999, diseimpulkan
bahwa 60% kura-kura air tawar Asia kini terancam punah, dan 15 jenis yang ada di Indonesia
kini berada dalam kondisi kritis. Karena keberadaannya yang semakin sedikit ini pula
sekarang mulai banyak para ilmuwan yang menyadari pentingnya menjaga keberlangsungan
hidup kura-kura. Terlihat dari mulai banyaknya penelitian dan tempat-tempat penghabitatan
kura-kura di Indonesia ini, khususnya di Bengkulu yang sedikit banyak memiliki peran dalam
perlindungan kura-kura (Ernst dan Barbour, 1989).

Daftar Pustaka :

Iskandar DT. 2000. Kura-kura & Buaya Indonesia & Papua Nugini. Palmedia Citra.
Bandung.

Ernst CH, Barbour RW. 1989. Turtles of The World. Washington DC: Smithsonian
Institution Press.
METODE PERCOBAAN
A. Alat dan Bahan
1. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini sebagai berikut
a) Alat tulis
b) Meteran
c) Jangka sorong
d) Timbangan digital
e) Infrared thermometer
f) Mistar
2. Bahan
Adapun bahan yang dibutuhkan dalam percobaan ini sebagai berikut
a) Kura-kura Pipih Putih (S.crassicollis)

B. Langkah Kerja
1. Siapkan kura-kura Pipih Putih (S.crassicollis) yang telah di-tagging
2. Siapkan alat bahan yang akan digunakan
3. Lakukan pengamatan dan pengukuran terhadap kura-kura Pipih Putih
(S.crassicollis) yang terdiri dari
a) Kode tagging
b) Jenis kelamin yang dilihat dari bentuk ekor dan plastron
c) Berat badan (gr)
d) Panjang karapaks (cm)
e) Lebar karapaks (cm)
f) Panjang lengkung Anterior-Posterior (cm)
g) Panjang lengkung marginal (cm)
h) Tebal badan (cm)
i) Suhu tubuh (0C)

Anda mungkin juga menyukai