Anda di halaman 1dari 8

PENGELOLAAN BURUNG TEKUKUR BIASA (Streptopelia chinensis)

SECARA INSITU DI KAWASAN NON-KONSERVASI: STUDI KASUS KAMPUS


IPB DARMAGA

Anika Putri12 E34120024, Rizki Kurnia Tohir1 E34120028, Reza Imam Pradana1
E34120063, Ashri Istijabah Az-Zahra1 E34120003.

1
Mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan IPB
2
Bogor/anika.putri95@yahoo.co.id/085711153349

ABSTRAK
Pengelolaan satwaliar secara insitu merupakan kegiatan pengelolaan
satwaliar yang dilakukan di habitat aslinya. Pengelolaan ini dapat dilakukan di
kawasan konservasi maupun di luar kawasan konservasi. Kampus IPB Darmaga
memilki berbagai tipe habitat yang dapat mendukung berbagai jenis satwaliar
yang ada di kawasan tersebut. Kebun Sawit di Cikabayan memliki berbagai jenis
satwa yang dapat ditemui. Hal ini termasuk dengan jenis burung tekukur dari
famili Columbidae, namun belum terdapat penelitian terkait pengelolaan burung
tekukur di kawasan tersebut. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis
kondisi populasi dan kondisi habitat serta menyusun perencanaan pengelolaan
burung tekukur biasa di Kampus IPB Darmaga. Penelitian ini dilakukan pada
tanggal 12-18 Desember 2015 berlokasi di kebun sawit cikabayan dengan
menggunakan metode observasi. Hasil yang didapatkan yaitu 10 individu dengan
kondisi sehat, umumnya pada pagi hari burung bertengger di tajuk atas sukun
dan pada sore hari di tanah sedang mencari makan, terdapat pemanfaatan
berupa perawatan anakan sawit oleh pekerja dan penggunaan jalan sebagai
jalan off road.
Kata kunci: Kampus IPB Darmaga, insitu, pengelolaan, tekukur

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pengelolaan satwaliar secara insitu merupakan kegiatan pengelolaan
satwaliar yang dilakukan di habitat aslinya. Habitat asli yang dimaksud dapat
berupa kawasan yang dilindungi (konservasi) dan kawasan yang tidak dilindungi
(non konservasi). Pengelolaan insitu pada kawasan non konservasi merupakan
pengelolaan yang dilakukan pada kawasan seperti perumahan, perkebunan,
ladang, taman bermain dan sebagainya yang dulunya merupakan habitat insitu
satwa namun telah mengalami perubahan akibat pembangunan.
Pesatnya pembangunan karena aktivitas manusia menyebabkan
perubahan lanskap alami menjadi ekosistem buatan dengan corak dan kekhasan
sendiri. Jika dilihat dari keberadaan satwa di habitat tersebut, sudah tentu akan
ada satwa yang mampu beradaptasi dengan perubahan yang ada dan ada pula
yang berpindah mencari habitat baru yang masih alami, atau hilang dan punah
karena tidak mampu berpindah dan beradaptasi. Oleh karena itu pada kawasan
non konservasi (ekosistem buatan) perlu dilakukan sinergi pengelolaan satwaliar
sehingga menjamin keberadaannya.
Kampus Darmaga Institut Pertanian Bogor (IPB) merupakan kampus 267
Ha yang telah banyak perubahan ekosistem alami menjadi buatan karena
ditujukan untuk kegiatan belajar mengajar salahsatunya di daerah kebun
percobaan Cikabayan. Kebun percobaan ini telah berubah dari asalnya hutan
alami menjadi kebun karet pada masa penjajahan belanda dan sekarang telah
berubah menjadi kebun percobaan yang ditanami kelapa sawit, karet, kakao, dan
tumbuhan pertanian lainnya seperti jagung, sayuran, dan lain sebagainya. Masih
banyaknya satwa yang bertahan pada ekoisistem di kebun percobaan Cikabayan
ini salah satunya adalah burung Tekukur Biasa (Streptopelia chinensis).
Burung Tekukur Biasa (Streptopelia chinensis) merupakan burung yang
dapat bertahan pada lanskap buatan. Oleh karena itu diperlukan kajian
mengenai pola hidup termasuk populasi yang ada sehingga pengelolaan dapat
dilakukan pada burung tekukur ini. Pentingnya pengelolaan tekukur biasa ini agar
keberadaanya pada kawasan non-konservasi atau buatan ini terus ada.
Sehingga ekosistem akan terus seimbang dan berjalan sesuai dengan
sebagaimana mestinya (alami).

Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis kondisi populasi Tekukur Biasa (Streptopelia chinensis)
2. Menganalisis kondisi habitat Tekukur Biasa (Streptopelia chinensis)
3. Menyusun perencanaan pengelolaan Tekukur Biasa (Streptopelia chinensis)

METODE

Lokasi dan Waktu


Praktikum dilaksanakan di Kebun Sawit Cikabayan, Kampus IPB
Darmaga Bogor pada tanggal 12 – 18 Desember 2015. Pengamatan dilakukan
selama 3 kali pengulangan pada pagi dan sore hari.

Bahan dan Alat


Objek yang diamati adalah Tekukur Biasa (Streptopelia chinensis) dan
habitatnya di Kebun Sawit Cikabayan, Kampus IPB Darmaga. Peralatan yang
digunakan adalah alat tulis, kamera, jam, dan binokuler.

Jenis dan Cara Pengambilan Data


1. Populasi Satwaliar
Mencakup parameter jumlah, nisbah kelamin, struktur umur, dinamika
populasi dan kesehatannnya.
2. Habitat Satwaliar
Mencakup kondisi fisik dan biotik habitat Tekukur Biasa (Streptopelia
chinensis). Kondisi biotik utama adalah kondisi vegetasi serta fenologinya.
Kondisi fisik yang utama adalah kondisi air dan kelembaban, selain itu dikaji
juga data pemangaatan habitat oleh satwaliar.
3. Kondisi Sosial
Mencakup jenis aktivitas manusia, intensitas serta potensi gangguan di
kawasan Kebun Sawit Cikabayan, Kampus IPB Darmaga.

Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan burung Tekukur Biasa
(Streptopelia chinensis) di Kebun Sawit Cikabayan, Kampus IPB Darmaga Bogor
dianalisis dan dievaluasi secara deskriptif, yaitu menjelaskan mengenai kondisi
populasi, kondisi habitat dan melakukan perencanaan pengelolaan satwa.

BIOEKOLOGI TEKUKUR BIASA (Streptopelia chinensis)

Taksonomi dan Morfologi


Tekukur biasa memiliki nama ilmiah Streptopelia chinensis, yang
termasuk ke dalam famili Columbidae. Menurut MacKinnon et al. (1998), burung
tekukur memiliki ukuran tubuh sedang, berwarna cokelat kemerah jambuan, ekor
berukuran panjang dan bulu ekor terluar memiliki tepi putih tebal, bulu sayap
lebih gelap dari pada bulu tubuh, dan terdapat garis-garis hitam khas pada sisi-
sisi leher berbintik putih halus, iris mata berwarna jingga, paruh hitam, dan kaki
merah.

Distribusi dan Habitat


Habitat burung tekukur berupa hutan, agroforest, perkebunan,
permukiman, dan persawahan, dan biasa hidup di sekitar permukiman dan
mencari makan di atas permukaan tanah (Mackinnon 1998). Menurut
Soejoedono (2001), tekukur termasuk Columbidae tersebar hampir di seluruh
permukaan bumi, meliputi daerah India sampai Asia Tenggara, Afrika, Australia,
dan Karibia. Tekukur tersebar luas dan umum (secara global) di Asia Tenggara,
diintroduksi sampai Australia dan Los Angeles (Amerika Serikat). Penyebaran
secara lokal pada umumnya ditemukan di seluruh Sunda besar terutama di
daerah terbuka dan perkampungan. Secara global burung tekukur tersebar di
Filipina, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Tekukur hampir ditemukan di semua
habitat terbuka dan ranting pepohonan yang tinggi. Sering terlihat berkelompok,
bertengger di tajuk atas pepohonan sambil mencari makanan.

Perilaku
Burung tekukur di habitat alaminya merupakan jenis satwaliar yang hidup
berdampingan dengan manusia, biasanya di sekitar daerah pedesaan dan
persawahan. Mencari makan di permukaan tanah serta sering berdiam diri
berpasangan di jalan-jalan terbuka dan sepi dari lalu lintas. Burung tekukur
bersarang sepanjang tahun pada sarang sederhana yang datar dan terbuat dari
ranting dan disusun pada semak-semak yang rendah. Dalam satu kali waktu
bertelur, burung tekukur betina dapat menghasilkan dua butir telur berwarna
putih. Bila merasa terganggu burung tekukur dan burung puter akan terbang
rendah di atas tanah dengan kepakan sayap yang pelan dan khas (Soejoedono
2001). Burung tekukur hampir ditemukan di semua habitat terbuka dan ranting
pepohonan yang tinggi dan sering terlihat berkelompok.
Menurut Suratmo (1979), perilaku seksual berkaitan erat dengan proses
pengembangbiakan hewan yang dimulai saat dewasa kelamin dengan
pertemuan dan pemilihan pasangan. Hal ini terjadi karena ada dorongan
biologis, sampai saat dilakukannya perkawinan. Burung tekukur jantan saat
musim kawin sering mengeluarkan kicauan yang keras seperti ‘terkuku-terkuku’
sambil mengganggukkan kepala dan menari-nari di hadapan burung tekukur
betina. Hal ini dilakukan burung tekukur jantan untuk menarik perhatian dari
tekukur betina.
Perilaku makan mencakup konsumsi makan atau bahan-bahan yang
bermanfaat baik padat maupun cair (Thohari, 1978). Perilaku minum sering
dilakukan setelah makan (Broom, 1981). Perilaku minum disebabkan rasa kering
pada tenggorokan yang menjadi rangsangan untuk melakukan perilaku minum
(Scott, 1969). Burung mengambil makanan dan dimasukkan ke mulut biasanya
dalam bentuk potongan partikel kecil yang dibasahi oleh lendir, kemudian
makanan langsung ditelan. Laju metabolisme pada burung paling cepat
dibandingkan hewan lainnya maka akan cepat terlihat jika burung kekurangan
nutrisi dalam pakannya (Welty, 1979). Hewan memulai aktivitas makannya pada
pagi hari karena lapar, dengan demikian pada pagi hari dipergunakan untuk
aktivitas sepanjang hari.
Perilaku menelisik bulu dilakukan burung tekukur saat waktu tertentu,
burung tekukur menelisik yaitu dengan menggunakan paruhnya apabila ada
kotoran yang menempel pada bulunya. Menelisik bulu merupakan perawatan
bulu yang terterpenting, dilakukan dengan paruh, digerakkan atau digigit-gigit
hingga keujung dan gerakan ini khas untuk masing-masing jenis (Immelmann,
1980).
Burung berjemur menunjukkan reaksi terhadap sinar matahari dengan
mengembangkan bulu-bulu kepala, leher, punggung dan bagian belakang
tubuhnya serta mengembangkan sayap dan mengangkat bagian ekornya,
terkadang diikuti dengan membuka mulut (Tanudimadja, 1978).
Istirahat meliputi berdiri dengan satu-dua kaki atau duduk, bulu relaks,
kepala tergolek di leher dan terkadang mengambil posisi sedang tidur. Pada
saat tidur burung menarik dan menekuk kepalanya sehingga terlihat seperti
bersandar pada bagian punggung dan paruh disembunyikan di balik scapular
(Tanudimadja, 1978).

KONDISI UMUM KEBUN PERCOBAAN SAWIT CIKABAYAN

Kebun percobaan cikabayan dikembangkan oleh IPB sebagai tempat


percobaan lahan pertanian, luas kawasan cikabayan kurang lebih 22 Ha yang
termasuk kawasan cikabayan bawah dan cikabayan atas. Cikabayan bawah
banyak ditanam jagung, singkong, kacang dan tanaman hidropinik, sedangkan
cikabayan atas lebih didominasi tanaman perkebunan salah satunya kelapa
sawit.
Kawasan perkebunan sawit di cikabayan tidak hanya terdiri dari sawit
saja tetapi memiliki jenis pohon lain seperti kelewih dan bambu.

HASIL

Populasi Tekukur

Hasil pengamatan yang dilakukan di Kebun Sawit ditemukan total 10


individu tekukur. Hasil tersebut terdapat pada tabel 1.
Tabel 1 Hasil pengamatan tekukur
Jumlah
N Vegetasi Perilaku Ket.
Tanggal individu
o
Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore
1 12-12- 4 9 Sukun Tumbuhan Terbang, Mencari Sehat
2015 (tajuk bawah menelisik makan
atas)
2 13-12- 3 7 Sawit Sukun menelisik Tengger Sehat
2015
3 15-12- 5 10 Sukun Sukun, menelisik Terbang, Sehat
2015 sawit berpindah

Habitat Tekukur

Kajian terkait habitat mencakup kondisi fisik dan kondisi biotik kawasan.
Kondisi fisik yang didapatkan antara lain terdapat sumber air namun terletak di
kawasan hutan karet dan tidak di lokasi tersebut. Kondisi vegetasinya didominasi
oleh sawit dan tumbuhan bawah,serta beberapa tegakan pohon sukun dan
rumpun bambu.

Kondisi Sosial

Kawasan ini dimanfaatkan sebagai kebun sawit, sehingga terdapat


intensitas pemanfaatan berupa pemeliharaan terhadap kebun sawit ini yang
dilakukan oleh ibu-ibu pekerja. Selain itu, jalan yang terdapat di kawasan ini
digunakan sebagai jalur kendaraan bermotor.

PEMBAHASAN

Populasi Tekukur

Mengetahui kondisi populasi satwa merupakan hal yang penting di dalam


pengelolaan satwaliar. Perlu diketahui jumlah individu satwa, perbandingan
umur, dan perbandingan jenis kelamin. Terdapat enam individu tekukur
(Streptopelia chinensis) di kebun sawit Cikabayan IPB. Tekukur ditemukan
bergerombol di tajuk pohon sukun (Artocarpus integer). Burung tekukur hampir
ditemukan di semua habitat terbuka dan ranting pepohonan yang tinggi. Sering
terlihat berkelompok, bertengger di tajuk atas pepohonan sambil mencari makan.
Jenis ini sering mencari makan di atas permukaan tanah (Mackinnon et al. 1998).
Burung tekukur yang ditemukan seluruhnya sedang bertengger di tajuk pohon.
Berdasarkan penelitian Putra et al. (2014) perilaku burung tekukur yang paling
dominan adalah bertengger di atas tajuk.
Jenis kelamin dan kelas umur masing-masing individu tekukur tidak
diketahui secara pasti. Hal ini karena tekukur termasuk burung monomorfik. Pada
spesies burung monomorfik, baik burung yang masih muda maupun yang sudah
dewasa jenis kelaminnya sangat sulit untuk ditentukan berdasarkan analisis
morfologi luarnya saja. Namun apabila dilihat dari ukuran tubuhnya, keenam
individu tekukur tersebut memiliki ukuran yang sama.

Habitat Tekukur

Habitat burung tekukur berupa hutan, agroforest, perkebunan,


permukiman, dan persawahan, dan biasa hidup di sekitar permukiman dan
mencari makan di atas permukaan tanah (Mackinnon 1998). Habitat burung
tekukur di Kampus IPB Dramaga yang diamati berupa kebun sawit, pada habitat
tersebut burung tekukur memanfaatkan untuk mencari makan, dan sebagai
cover. Menurut Alikodra dan Amzu (1984) mengatakan bahwa tanaman
pekarangan dipergunakan oleh burung sebagai tempat bersarang, berlindung
maupun mencari makan. Variasi habitat sangat berpengaruh terhadap tinggi atau
rendahnya keanekaragaman jenis pada perkebunan sawit.

Deshmukh (1986) menyatakan bahwa faktor yang membatasi populasi


adalah kemampuan atau ketidak mampuan untuk menemukan sumber daya
yang memadai. Bila didasarkan pada pemanfaatan habitat maka jenis burung
yang terjadi pada pemukiman disebabkan oleh dua faktor yaitu penggunaan
habitat sebagai tempat mencari makan dan tempat beristirahat. Seperti yang
dinyatakan Burhanuddin (1989) dalam Noveriawan (1993 ), bahwa habitat harus
memberikan rasa aman dan nyaman serta mampu menyediakan berbagai
kebutuhan hidup organisme secara berkesinambungan baik kualitas maupun
kuantitasnya.

Kondisi Sosial

Kebun sawit Cikabayan merupakan salah satu bagian dari kawasan


Kampus IPB Darmaga. Kawasan kebun sawit ini dikelola dalam bentuk
pemeliharaan terhadap tanaman sawit yang masih muda. Kegiatan pemeliharaan
ini akan berpengaruh langsung terhadap keberadaan tekukur yang memiliki
habitat di kawasan tersebut. Selain itu, gangguan lain yang terdapat di kawasan
ini berupa penggunaan jalan yang terdapat di kawasan tersebut sebagai jalan
kendaraan bermotor.
Gangguan dapat mengakibatkan perubahan perilaku satwa. Perubahan
ini antara lain tekukur yang suka turun ke bawah bila terdapat gangguan di
bawah maka satwa tersebut langsung terbang menuju lokasi lain. Namun burung
ini tergolong dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang ada. Burung
ini selain di wilayah kebun sawit juga dapat ditemukan di kebun karet dan lahan
pertanian lain.

Perencanaan Pengelolaan
Burung tekukur biasa dapat ditemukan di tanah maupun di tajuk atas
pohon sukun. Namun pemanfaatan habitatnya ini tergolong berbeda tiap
waktunya. Pada pagi hari umumnya tekukur biasa sedang bertengger di tajuk
atas pohon sukun dan terbang antar pohonnya. Pada sore hari umumnya burung
ini berada di tanah dengan perilaku makan.
Berbagai perilaku yang ditunjukkan burung ini maka dalam upaya
pengelolaan dapat dikembangkan antara lain penanaman berbagai pohon tinggi
dengan tajuk atas terbuka yang bermanfaat sebagai tempat bertengger dan
berjemur. Selain itu berdasarkan kondisi habitatnya dapat dilakukan adalah
perlindungan terhadap kebun sawit Cikabayan IPB dari konversi lahan. Tidak
hanya konversi lahan, namun juga perubahan-perubahan kecil yang dapat terjadi
di habitat tekukur. Berkurangnya vegetasi tempat bertengger dan mencari makan
juga harus dicegah. Selain itu dilakukan pula perlindungan burung tekukur dari
perburuan melalui larangan perburuan di Kampus IPB Darmaga. Selain itu, dapat
dilakukan perbaikan vegetasi yang dimanfaatkan oleh tekukur karena hal ini
dapat berpengaruh bagi populasi tekukur, karena pada lokasi yang dijadikan
habitat lahannya banyak dijadikan sawit.

SIMPULAN

Kondisi populasi tekukur yang didapatkan yaitu terdiri dari 10 individu


yang memiliki perilaku menilisik pada pagi hari dan mencari makan pada sore
hari. Kondisi populasi dalam keadaan sehat. Kondisi habitat tekukur yaitu
didominasi oleh sawit dengan pemanfaatan terbesar di tajuk atas pohon sukun.
Terdapat aktivitas pemeliharaan anakan sawit dan penggunaan jalan sebagai
jalur off road. Rencana pengelolaan yang dapat direkomendasikan adalah
penanaman berbagai pohon tinggi, perlindungan kebun sawit cikabayan dari
konversi lahan, perbaikan vegetasi, dan perlindungan burung tekukur dari
perburuan

SARAN
Waktu pengambilan data diharapkan dapat diperpanjang serta kondisi
cuaca yang kurang mendukung juga menjadi kendala dalam kegiatan
pengambilan data.
DAFTAR PUSTAKA

Alikodra dan Ervizal Amzu. 1984. Studi Tentang Pengaruh Tanaman Pekarangan
Terhadap Kelestarian Burung di Wilayah D.T. II Kabupaten Bogor .
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Broom, D. M. 1981. Biologi of Behavior. Cambrige University Press. London.

Deshmukh, I. 1986. Ecology and Tropical Biology. Blackwell Scientific, Oxford.


Diterjemahkan oleh Kartikawinata, k., dan Sarkat D. 1991. Ekologi dan
Biologi Tropika. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Immelmann. 1980. Observational Study of Behavior : Sampling Methods.


Behaviour.

MacKinnon, J. 1998. Field Guide to the Birds of Java and Bali. Yogyakarta
(ID).Gadjah Mada University Press.

MacKinnon, J., K. Philips & B.v. Balen. 1998. Panduan Lapangan Pengenalan
Jenis-jenis Burung di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Birdlife
International Indonesia Program, LIPI.

Noveriawan, H.1993. Keanekaragaman Jenis Burung di Kawasan Suaka


Margasatwa, Danau Sentarum, Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat.
[Skripsi]. Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Pontianak.

Putra GW, Harianto SP, Nurcahyani N. 2014. Perilaku harian burung tekukur
(Streptopelia chinensis) di lapangan tenis Universitas Lampung. Jurnal
Sylva Lestari 2(3): 93-100.
Scott, J.P. 1969. Animal Behavior. Cambrige University Press. London.

Soejoedono RR. 2001. Sukses Memelihara Tekukur. Jakarta: Penebar Swadaya.

Suratmo, F. G. 1979. Prinsip Dasar Tingkah Laku Satwa Liar. Bogor : Penerbit
Institut Pertanian Bogor.

Tanudimadja, K. dan S. Kusumamiharja. 1985. Perilaku Hewan Ternak. Diktat.


Jurusan Anatomi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Bogor.

Thohari. 1997. Upaya Penangkaran Satwa Liar. Media Konservasi, 1 (3) : 5-21

Welty. 1979. The Life Of Bird Saunders. College Publisinshing. Philadrlphia

Anda mungkin juga menyukai