Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber daya alam hewani dan ekosistemnya merupakan salah satu bagian yang
terpenting dari sumber daya alam yang mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur
pembentuk lingkungan hidup, yang kehadirannya tidak dapat diganti. Sehubungan dengan sifat
sumber daya alam dimaksud tidak bisa diganti dan mempunyai kedudukan serta peranan penting
bagi kehidupan manusia, maka upaya konservasi sumber daya alam hewani khususnya adalah
menjadi kewajiban mutlak dari setiap generasi. Indonesia yang telah di anugrahi oleh Tuhan
Yang Maha Esa kekayaan berupa Sumber Daya Alam (SDA) yang berlimpah baik di darat, di
perairan maupun di udara yang merupakan modal dasar pembangunan. Modal dasar Sumber
Daya Alam tersebut harus dilindungi, di pelihara, di lestarikan dan di manfaatkan secara optimal
bagi masyarakat Indonesia.
Indonesia memiliki Biodiversity yang tinggi, terutama dari Sumber Daya Alam
hewani yang mempunyai manfaat sebagai salah satu unsur pembentuk lingkungan hidup yang
kehadirannya tidak dapat diganti, diantaranya; beberapa jenis Mamalia, jenis Aves, (burung),
jenis Reptil, dan jenis Primata.
Taman margasatwa atau kebun binatang adalah tempat hewan dipelihara dalam
lingkungan buatan dan dipertunjukkan kepada publik. Selain tempat rekreasi, kebun binatan atau
taman marga satwa berfungsi sebagai pendidikan, riset, dan tempat konservasi untuk satwa
terancam punah. Binatang yang dipelihara sebagian besar adalah hewan yang hidup di darat,
sedangkan satwa yang hidup di air dipelihara di akuarium, (Wikipedia, 2010).
Mengingat Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum maka
untuk terwujudnya upaya penyelamatan dan perlindungan terhadap satwa yang dilindungi perlu
dilakukan penegakan hukum secara tegas dengan membentuk team terpadu yang terdiri dari
instansi terkait. Tujuan atas penegakkan hukum adalah untuk memberikan perlindungan
terhadap satwa-satwa yang dilindungi (satwa langka) dari rongrongan para pelaku kejahatan
yang tidak bertanggung jawab atas ancaman kepunahan satwa-satwa langka di Indonesia,
sehingga dapat terpelihara dan berkembang biak/lestari sebagai salah satu unsur pembentuk
lingkungan hidup yang kehadirannya tidak dapat diganti, serta dalam jangka panjang

mempunyai kecenderungan untuk mencapai keseimbangan populasi secara dinamis sesuai


dengan kondisi habitat beserta lingkungannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dapat merumuskan masalah
sebagai berikut:
Apa itu kebun binatang?
Bagaimana aspek dari kebun binatang?
Bagaimana pelayanan di kebun binatang?
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian kebun binatang
2. Untuk mengetahui aspek dari kebun binantang
3. Untuk mengetahui pelayanan di kebun binantang
1.
2.
3.
C.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kebun binatang (sering disingkat bonbin, dari kebon binatang) atau taman
margasatwa adalah tempat hewan dipelihara dalam lingkungan buatan, dan dipertunjukkan
kepada publik. Selain sebagai tempat rekreasi, kebun binatang berfungsi sebagai
tempat pendidikan, riset, dan tempat konservasi untuk satwa terancam punah. Binatang yang
dipelihara di kebun binatang sebagian besar adalah hewan yang hidup di darat, sedangkan satwa
air dipelihara di akuarium.
Kebun binatang yang memungkinkan pengunjung masuk dengan mobil atau bus
disebut taman safari. Binatang dilepas di kawasan luas dan terbuka, serta tidak dikurung di
kandang-kandang sempit, melainkan dibatasi dengan pagar atau parit. Kebun binatang sering
dilengkapi dengan kebun binatang anak untuk mempertontonkan hewan ternak atau spesies
satwa liar yang belum dewasa dan jinak untuk dipegang-pegang atau diberi makan, termasuk

oleh

anak-anak.

Ada

pula taman

bermain yang

bertemakan

hewan,

misalnya SeaWorld dan Disney's Animal Kingdom.


Kebun Binatang London adalah kebun binatang ilmiah yang tertua, dibuka 27
April 1828 untuk anggota Perhimpunan Zoologi London (Zoological Society of London) yang
didirikan Stamford Raffles pada 1826. Sewaktu didirikan, kebun binatang ini bernama Taman
dan Menagerie Perhimpunan Zoologi London (Gardens and Menagerie of the Zoological
Society of London), dan mulai dibuka untuk publik yang membayar tiket masuk sejak
tahun1847.
Kebun
Ragunan Jakarta yang

binatang
didirikan

tertua

di

Indonesia

adalah Taman

Margasatwa

tahun 1864 di Cikini sebagai Planten-en

Dierentuin

Batavia (Kebun Raya dan Botani Batavia). Pengelolanya bernama Perhimpunan Penyayang
Flora dan Fauna Batavia.

B. Aspek dari Kebun Binatang


Lima Kebebasan satwa itu adalah Kebebasan dari rasa haus, lapar dan
kekurangan gizi dengan menyediakan akses air minum segar dan makanan yang terus menerus
untuk menjaga kesehatan dan kekuatannya.
1. Perilaku stereotipe
Perilaku stereotipe adalah istilah yang sering muncul dalam mendiskusikan kesejahteraan
satwa terutama satwa yang dikurung dalam kandang. Terdapat banyak definisi tentang perilaku
stereotipe yaitu :
2. Kandang
Kandang harus didesain sesuai dengan kebutuhan biologis dan perilaku satwa. Dan dapat
membuat satwa merasa nyaman, aman dan mereka harus didorong untuk dapat melakukan
gerakan khusus sesuai dengan kecenderungan gerakan dan perilaku species tersebut.
Lingkungan fisik yang disediakan bagi satwa dalam kurungan berhubungan langsung
kesejahteraan satwa karena lingkungan fisik adalah lingkungan untuk berinteraksi bagi mereka
setiap harinya.

3. Ruang
Ruang adalah pertimbangan kritis dalam mengandangkan satwa. Ukuran kandang dari
hampir semua kebun binatang ditentukan oleh ketersediaan ruang serta dana, dan bukan pada
kebutuhan biologi dan perilaku satwa itu sendiri. Oleh karena itulah kebanyakan kebun binatang
menyediakan ruang yang cenderung sempit daripada yang seharusnya.
4. Pagar Pembatas
Pagar pembatas yang membatasi satwa harus dibangun secara kokoh, bebas dari
kerusakan, sesuai dengan speciesnya dan dapat menampung satwa. Bahan bahan seperti
anyaman jeruji seringkali lebih murah daripada lainnya dan jika digunakan secara kreatif dengan
pemahaman biologi dan perilaku satwa dapat membentuk kandang yang memberi kesempatan
bagi satwa untuk memanjat atau bertengger.
5. Substrat (Bahan bahan) Kandang
Suatu kritikan yang penting dalam pemeliharaan satwa yang sesuai adalah penyediaan
bahan bahan kandang yang sesuai. Satwa telah mengalami perubahan yang khusus secara
morfologi dan sifat perilaku yang memungkinkan mereka untuk hidup dengan nyaman didalam
atau diluar kondisi tertentu. Jika satwa tersebut menolak kesempatan untuk tinggal dengan
aktifitas kandang normal, mereka dapat mengalami berbagai macam konsekuensi yang buruk.
6. Sarana Pelengkap Lingkungan Kandang
Pengkayaan lingkungan adalah proses dinamik dimana struktur, pengkayaan dan praktek
perawatan diarahkan pada tujuan menambah kesempatan satwa berperilaku yang sesuai dengan
yang mereka inginkan serta mendorong satwa untuk dapat mengekspresikan perilaku dan
gerakan yang sesuai dengan jenis spesies itu.
7. Variasi Makanan
Strategi dalam penyediaan makanan yang bervariasi dan disesuaikan dengan kebutuhan
satwa adalah faktor yang penting dalam program pengkayaan makanan bagi kesejahteraannya.
Umumnya setiap spesies memiliki aktifitas pengenalan makanan dan mewakili suatu prosentase
penting dalam rutinitas harian mereka. Dalam kenyataannya proses pengenalan makanan sangat
penting bagi hampir semua satwa dengan evolusi perilaku dan sifat fisik khusus yang dimiliki
oleh kebanyakan spesies yang lebih menyukai pengenalan makanan daripada aktifitas lainnya.

8. Tempat bersembunyi dan Privasi


Menampilkan satwa tetapi tidak mampu memenuhi privasi mereka dapat menyebabkan
konsekuensi gangguan secara psikologi dan perilaku. Satwa yang dipaksa untuk tampil di dalam
kandang yang akan dikunjungi penonton mungkin akan menderita stress yang kronis yang dapat
dengan cepat akan mencapai tingkat yang tidak dapat ditangani lagi. Hal ini bahkan akan
menjadi lebih buruk ketika desain kandangnya memungkinkan pengunjung untuk melihat secara
dekat satwa dari daerah untuk menonton satwa yang tinggi atau ketika pengunjung yang
menonton dimungkinkan untuk mengamati satwa dari segala arah, apalagi yang berada disekitar
mereka.
9. Kondisi Lingkungan
Kesejahteraan satwa berdasarkan pada kemampuan satwa untuk beradaptasi dengan
kondisi lingkungan yang berubah-ubah tanpa mengalami penderitaan. Jadi semua satwa yang
dikurung seharusnya memiliki kondisi temperatur, kelembaban, cahaya dan ventilasi yang sesuai
dengan kebutuhan biologi dan perilaku mereka.
10. Air Minum
Semua kandang harus dilengkapi dengan suplai air minum yang segar setiap waktu.
Dalam situasi pengelompokan tempat tinggal satwa, tiap kandang seharusnya terdiri dari tempat
minum dalam jumlah yang cukup untuk menghindari satwa dominan memonopoli akses ke
tempat minum. Dalam cuaca dingin, air minum harus disajikan dalam bentuk yang tidak bisa
menjadi beku.
11. Perlindungan dan Keselamatan
Fasilitas kebun binatang harus dioperasikan dengan cara yang dapat menjamin keamanan
dan keselamatan satwa, staff dan orang yang tinggal berdekatan dengan sarana kebun binatang.
Semua kandang seharusnya didesain dengan ruangan yang cukup luas dan komplek dimana
satwa tidak mungkin untuk melarikan diri dari kandangnya.
12. Papan Peringatan
Papan peringatan seharusnya menyediakan informasi akurat tentang biologi satwa,
perilaku, gaya alaminya dan status konservasinya. Papan peringatan tersebut seharusnya
diletakkan di lokasi yang mudah dilihat oleh anak anak dan orang dewasa dan tulisannya besar.

Papan peringatan itu tidak boleh diletakkan di belakang tempat penonton atau di lokasi lainnya
dimana papan peringatan itu mungkin diabaikan.
13. Animal Show
Pertunjukan satwa seperti sirkus dan pertunjukkan satwa lainnya adalah hal yang umum
dijumpai di kebun binatang di hampir seluruh dunia. Kenyataannya beberapa kebun binatang
mengoperasikan sirkus mereka sendiri. Pertunjukan yang khas seperti ini melibatkan pemisahan
satwa dan menggunakan kandang kandang yang sempit serta cara pelatihan yang kasar. Satwa
seharusnya tidak digunakan dalam pertunjukkan semacam ini karena sama sekali tidak
memberikan tontonan yang sehat serta menghibur dan juga tidak mendidik bagi pengunjung.
C. Layanan Kebun Binatang di Indonesia
1. Kebun Binatang Medan
Kebun Binatang Medan adalah sebuah kebun binatang di Medan, Indonesia. Lokasinya
terletak di Kelurahan Simalingkar B, Medan Tuntungan, sekitar 10 kilometer dari pusat kota ke
arah Brastagi.Kebun binatang yang saat ini merupakan kebun binatang baru yang diresmikan
Walikota Medan, Abdillah, pada 14 April 2005. Sebelumnya Kebun Binatang Medan terletak di
Jl. Brigjen Katamso, Kelurahan Kampung Baru, Medan Maimun.Meskipun baru, kebun
binatang di Simalingkar banyak dikritik karena dianggap tidak menyediakan fasilitas yang layak
bagi menampung hewan-hewan yang dimilikinya. Suasana yang gersang serta pemberian
makanan yang kurang bagi para hewan juga menjadi masalah yang dihadapi kebun binatang
ini.Sekitar 1.000 orang mengunjungi kebun binatang seluas 30 hektar ini setiap akhir
minggunya. Pada hari-hari biasa, jumlah pengunjung diperkirakan berjumlah 150 orang setiap
harinya.
2. Kebun Binatang Ragunan
Kebun Binatang Ragunan adalah sebuah kebun binatang yang terletak di daerah Ragunan, Pasar
Minggu, Jakarta Selatan, Indonesia. Kebun binatang seluas 140 hektar ini didirikan pada tahun
1864. Di dalamnya, terdapat berbagai koleksi yang terdiri dari 295 spesies dan 4040
spesimen.Kebun Binatang Ragunan adalah kebun binatang pertama di Indonesia. Kebun
binatang ini didirikan pada tahun 1864 dengan nama Planten En Dierentuin yang berarti
"Tanaman dan Kebun Binatang." Terletak pada tanah seluas 10 hektare di kawasan Cikini,

Jakarta Pusat yang merupakan pemberian seorang pelukis ternama Indonesia, Raden Saleh. Saat
itu, Planten En Dierentuin dikelola oleh Perhimpunan Penyayang Flora dan Fauna Batavia yang
tergabung dalam Culturule Vereniging Planten en Dierentuin at Batavia.Tahun 1949, nama
Planten En Dierentuin diubah menjadi Kebun Binatang Cikini dan pada tahun 1969 dipindahkan
ke kawasan Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada tahun 1964. Pemerintah DKI Jakarta
menghibahkan lahan seluas 30 hektare yang menjadi rumah bagi kebun binatang ini. Gubernur
DKI Jakarta Ali Sadikin meresmikan Taman Margasatwa Ragunan pada 22 Juni 1966.
3. Taman Buaya Indonesia Jaya
Taman Buaya Indonesia Jaya (TBIJ) terletak di pinggir jalan Cikarang-Cibarusah, Serang
Baru, Bekasi. Atau tepatnya di Jl Suka Ragam, Serang Bekasi. Jika Anda berangkat dari Jakarta,
masuk saja tol Cikampek dan keluar pintu tol Lippo Cikarang, lalu berhenti di pertigaan lampu
merah. Dari lampu merah itu, belok ke kanan dan lurus saja ikuti jalur tersebut. Setelah angka
kilometer menunjukkan KM 11, turunkan laju kendaraan Anda dan pusatkan perhatian ke sisi
kanan jalan. Di sisi kanan itulah terletak TBIJ.Taman buaya adalah obyek wisata rekreasi yang
nyaman dan santai untuk keluarga. Disebut taman buaya karena tempat ini memang memiliki
beragam jenis reptil dan bahkan ada jenis putus/buntung yang dipercaya memiliki kekuatan
magis. Selain melihat penangkaran buaya, juga ada pertunjukan atraksi buaya-manusia yang
sangat menarik.
4. Taman Safari Indonesia
Taman Safari Indonesia adalah tempat wisata keluarga yang berwawasan
lingkungan dan berorientasi habitat satwa pada alam bebas.Taman ini terletak di tiga lokasi.
Taman Safari Indonesia I berlokasi di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat atau yang lebih dikenal dengan kawasan Puncak. Sedangkan Taman Safari Indonesia
II terletak di lereng Gunung Arjuna, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
Selain itu ada juga Taman Safari III di desa Serongga, Kecamatan Gianyar, Provinsi Bali.Taman
Safari Indonesia I dibangun pada tahun 1980 pada sebuah perkebunan teh yang sudah tidak
produktif. Taman ini menjadi penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Taman ini
terletak pada ketinggian 900-1800 m diatas permukaan laut, serta mempunyai suhu rata-rata 16 24 derajat Celsius.

Taman ini telah ditetapkan sebagai Obyek Wisata Nasional oleh Soesilo
Soedarman, Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi pada masa itu. Lebih jauh, taman ini
juga telah diresmikan menjadi Pusat Penangkaran Satwa Langka di Indonesia oleh Hasyrul
Harahap, Menteri Kehutanan pada masa itu, pada tanggal 16 Maret 1990.Taman Safari memiliki
koleksi satwa dari hampir seluruh penjuru dunia dan juga satwa lokal, seperti Komodo, Bison,
Beruang Hitam Madu, Harimau Putih, Gajah, Anoa dan lain sebagainya.Status penguasaan tanah
di bawah wewenang Yayasan Taman Safari yang juga merupakan pemilik dan pengelola obyek
wisata.
Fasilitas yang terdapat di Taman Safari Indonesia yaitu bus safari, danau buatan, sepeda
air, kano, kolam renang dengan seluncur ombak, kereta api mini yang melintasi perkampungan
ala Afrika, taman burung, baby zoo, kincir raksasa, gajah tunggang, kuda tunggang, komedi
putar, pentas sirkus, area gocart, children's play ground, bom bom car, rumah setan, kesenian
tradisional dan sulap di panggung terbuka Balai Ruyung Safari.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebun binatang (sering disingkat bonbin, dari kebon binatang) atau taman
margasatwa adalah tempat hewan dipelihara dalam lingkungan buatan, dan dipertunjukkan
kepada publik. Selain sebagai tempat rekreasi, kebun binatang berfungsi sebagai
tempat pendidikan, riset, dan tempat konservasi untuk satwa terancam punah. Binatang yang
dipelihara di kebun binatang sebagian besar adalah hewan yang hidup di darat, sedangkan satwa
air dipelihara di akuarium.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan di atas maka penulis menyarankan agar kebun binatang
selalu dilestarikan dan menjadi garda terakhir dalam upaya pelestarian alam yang dapat
dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
pariwisata dan rekreasi alam termasuk oleh anak cucu kita, kelak.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011a. Taman Nasional Bunaken http://www.dephut.go.id/informasi/tn%20indoenglish/tn_bunaken.htm. Diakses tanggal 5 Juni 2011.
Anonim.
2011b.
Terumbu
Karang. http://www.scribd.com/doc/22751815/terumbukarang. Diakses tanggal 5 April
2011.
Anonim, 2011b. pengertian-definisi.blogspot.com/2010/11/konservasi-in-situ.html. Diakses
Tanggal 5 Juni 2011.
Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut. 2006. Pedoman Pelaksanaan Transplantasi
Karang. Jakarta.
Hubbard, J.A.E.B. 1990. Sediment Rejection by Recent Scleractintian Corals: A key to PaleoEnvironmental Reconstruction. Geol. Rundsch, 61: 598-626.
Irwanto. 2007. Konservasi Biodiversitas. Http://www.irwantoshut.com. Diakses tanggal 30
Maret 2011.
Kinsman, D.J.J. 2004. Reef Coral Tolerance of High Temperature and Salinities. Nature, 202:
1280-1282.
Nybakken, J. W. 1998. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. PT. Gramedia Pustaka Utama
Jakarta. (edisi terjemahan).
Supriharyono. 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Djambatan, Jakarta. 118 pp.
Veron JEN. 1995. Coral in Space and Time. Townsville: Australian Institute of Marine Science.

Anda mungkin juga menyukai