Anda di halaman 1dari 33

Prinsip Dasar Well Logging

BAB II
PRINSIP DASAR WELL LOGGING

I. PENDAHULUAN
Well Logging adalah kegiatan merekam karakteristik batuan sebagai fungsi kedalaman.
Ada dua macam pencatatan yang dibedakan menurut waktu pengambilan data, yaitu :
a. Selama kegiatan pengeboran berjalan.
1. Mud Logging atau Log Mekanis, media pengantarnya adalah lumpur.(bab 3)
2. Log While Drilling (LWD), tidak akan dibahas dalam buku ini.
b. Pencatatan setelah kegiatan pengeboran dihentikan pada target tertentu, dilakukan
dengan media kabel, disebut “wireline log”.
Data-data yang didapat antara lain : resistivitas, porositas, lapisan permeabel, mud cake
pada dinding sumur, sifat radio aktif, sifat rambat suara, temperatur dan tekanan formasi,
tekanan jenis fluida dalam formasi, lithologi, parameter drilling dll..

► Tujuan Utama Well Logging

Tujuan utama well logging adalah mencari kandungan migas yang bisa diproduksikan
secara ekonomis di dalam batuan.
Dari hasil well logging dapat dilakukan :
1. Evaluasi formasi 4. Analisa Kualitas semen
2. Korelasi antar sumur 5. Pemeriksaan dan pemantauan reservoir
3. Deteksi daerah dengan tekanan 6. Analisa Mekanika
berlebihan 7. Pemetaan Reservoir

1. Evaluasi formasi
Sifat petrofisik batuan seperti porositas, permeabilitas, dan resistivitas adalah data yang
dapat direkam oleh log, yang kemudian dikorelasikan dengan hasil analisis di
laboratorium. Well logging tidak hanya merekam sifat fisik tetapi juga sifat kimia dari
batuan sedimen dan fluida yang dikandungnya.

Analisis Well Log 2-1


Prinsip Dasar Well Logging
Misalnya, SiO2 (Silikat) unsur utama dari sandstone, CaCO3 (kalsium karbonat) terbaca
oleh log sebagai limestone. Shale adalah sedimen yang berbutir sangat halus yang
terbentuk akibat konsolidasi clay dan silt.
Shale yang mengandung radioaktif, mudah terbaca oleh log gamma ray. Untuk formasi
yang bersih, well log dapat membedakan air dan minyak di reservoir. Juga dapat
menentukan densitas hidrokarbon di sekitar sumur selama di bawah 0.7 g/cc

2. Korelasi sumur
Sumur yang akan dibor, perlu diperkirakan sifat fisik batuan dan fluida yang terkandung
di dalamnya berdasarkan korelasi sumur tersebut dengan data logging dari beberapa
sumur di sekitarnya. Sehingga dapat diketahui kondisi geologi dari reservoir tersebut
yang sangat dibutuhkan dalam perencanaan pengeboran.

3. Deteksi daerah dengan tekanan yang berlebihan


Log yang paling umum digunakan untuk mendeteksi zona tekanan abnormal adalah log
resistivitas, akustik, dan densitas. Log lain seperti log neutron, bisa digunakan tetapi
kurang sensitif. Deteksi zona tekanan abnormal ditunjukan adanya lapisan shale pada
log. Di bawah tekanan kompaksi yang normal, porositas shale akan berkurang terhadap
kedalaman, akibat peningkatan tekanan over burden secara bertahap.
Peningkatan porositas shale dalam zone bertekanan tinggi ditunjukkan oleh peningkatan
porositas nyata dari shale pada log.
Resistivitas shale biasanya meningkat jika kedalaman bertambah, tetapi pada zona
bertekanan tinggi justru resistivitas shale berkurang. Semakin besar penurunan resistivitas
shale semakin besar pula peningkatan tekanan abnormal.
Interval transit time (log akustik) menurun terhadap kedalaman pada kondisi tekanan
normal, tetapi pada tekanan abnormal, interval transit time meningkat terhadap
kedalaman. Semakin besar tekanan abnormal semakin besar pula interval transit time.
Densitas shale meningkat jika terkompaksi. Tekanan abnormal menghasilkan
peningkatan porositas shale yang mencolok dan penurunan densitas shale.

4. Analisa Mekanika
Mekanika batuan dalam hal ini berkaitan dengan rekahan (fracture).

Analisis Well Log 2-2


Prinsip Dasar Well Logging
Rekahan amat penting untuk meningkatkan produksi karena rekahan memiliki
permeabilitas yang sangat besar yang dapat mengalirkan minyak dan gas dalam jumlah
yang besar. Berdasarkan pengalaman di lapangan, rekahan dapat meningkatkan porositas
formasi 0.5 s.d. 1.5 %. Deteksi rekahan dengan well logs umumnya dilakukan oleh log
akustik. Log amplitudo akustik biasanya disertakan dengan acoustic velocity log
sehingga peningkatan porositas, perubahan litologi dan lapisan shale dapat diidentifikasi.
Menurunnya amplitudo akustik dengan sendirinya bukanlah indikasi positif adanya
rekahan. Amplitudo akustik menurun jika melewati lapisan shale, perubahan bentuk
litologi, atau ketika porositas meningkat. Indikasi positif adanya fracture adalah
menurunnya amplitudo akustik secara signifikan dimana travel time tidak berubah.

5. Analisa Kualitas semen


Log-log yang berkaitan dengan analisa kualitas semen adalah :
- Cement Bond Log (CBL)
- Variable Density Log (VDL)
- Cement Evaluation Log (CEL)
Cement Bond Log (CBL) digunakan untuk mengevaluasi ikatan antara semen dengan
casing. Peralatan sonik digunakan untuk pengukuran ini. Sonic merekam amplitudo
setengah cycle pertama dari sinyal sonik ke penerima yang berlokasi 3 ft dari transmitter.
Amplitudo ini adalah amplitudo maksimum yang tidak mendukung pipa dan minimum
dalam sumur dengan pipa yang tersemenkan. Amplitudo tersebut adalah fungsi dari
ukuran dan ketebalan casing, kekuatan dan ketebalan penyemenan, derajat kekuatan
ikatan semen.
Variable Density Log (VDL) digunakan untuk mengevaluasi kekuatan ikatan antara
semen dengan formasi dan semen dengan casing. Amplitudo gelombang sonik terekam
pada penerima sonic yang berjarak 5 feet dari transmitter.
Cement Evaluation Log (CEL) digunakan untuk mengevaluasi kekuatan ikatan semen
dengan casing. Perbedaannnya dengan Cement Bond Log adalah CEL dapat mendeteksi
hadirnya channel. CEL mengukur resonansi ketebalan casing dengan resolusi vertikal
yang sangat baik. Log ini dapat dikalibrasi secara langsung hingga compressive strength
semen sekitar 10.000 psi.

Analisis Well Log 2-3


Prinsip Dasar Well Logging
6. Pemeriksaan dan pemantauan reservoir
Misalnya koreksi kedalaman dari data seismik dengan log sonik dan sebagainya

7. Pemetaan reservoir
Dari spontaneous potensial log dan log porositas dapat diketahui ketebalan formasi
produktif yang kemudian dapat dikorelasikan dengan log sumur lain. Hasil korelasi ini
dapat menghasilkan peta korelasi ketebalan lapisan produktif dari suatu reservoir.
Apakah bentuknya antiklin atau sinklin, daerah terjadinya sesar, patahan dll. Dengan log
resistivitas diperoleh true resistivity yang selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan
saturasi minyak formasi produktif yang dapat dikorelasikan dengan data saturasi minyak
di sumur lain. Hasilnya didapat peta kesamaan saturasi atau peta iso-saturation. Batasan
reservoir dapat ditentukan dari sumur-sumur delineasi.

► Sifat petrofisik batuan dari log


Sifat-sifat petrofisik yang dihasilkan oleh log dan dikorelasikan dengan analisis core di
laboratorium antara lain :
1. Porositas : Perbandingan rongga terhadap volume batuan (%). Porositas merupakan
representasi dari kemampuan suatu batuan reservoir untuk menyimpan fluida.
Secara matematis porositas didefinisikan sebagai perbandingan ruang kosong
terhadap volume keseluruhan dari suatu batuan:
Volume of pores
Porositas (%) , φ = x100%
Bulk volume
Porositas merupakan fungsi dari banyak faktor lithologi diantaranya heterogenitas
penyemenan, leaching, kandungan lempung, tipe dari lempung (swelling atau non-
swelling), dan sebagainya.
• Porositas Primer :
Ruang alami antar butir atau antar kristal yang terbentuk dalam batuan pada saat
konsolidasi, kompaksi, dan sementasi pada sedimen yang lepas. Porositas primer dapat
berkurang akibat tekanan overburden dari batuan yang berada di atasnya. Tekanan
overburden ini menekan batuan sehingga pori-pori batuan mengecil dan mengeluarkan
sebagian fluida. Proses sementasi butiran batuan juga dapat mengurangi porositas primer.
Umumnya batupasir menunjukkan tipe porositas ini. Pada batuan muda, berkurangnya

Analisis Well Log 2-4


Prinsip Dasar Well Logging
porositas secara eksponensial terhadap kedalaman. Hubungan metematisnya :
φ = φ o e − cD dimana : φ = Porositas pada kedalaman, D. c = Konstanta empiris

φ o = Porositas perkiraan (umumnya 40 %)


Ømax pada batuan sedimen adalah 40 % dan terendah 0 %. Jika butiran yang mempunyai
diameter sama disusun, akan diperoleh Ø dengan range 25.9 % hingga 47,6 % seperti
yang terlihat pada gambar 2-1 dan Ø dengan variasi ukuran butir (gambar 2-2). Dalam
batupasir, Ø primer bisa mencapai lebih dari 47%, namun pada umumnya berada pada
rentang 5% hingga 27%. Ø shale juga menurun terhadap kedalaman dengan laju
penurunan yang jauh lebih cepat daripada batu pasir. Di permukaan, lumpur mempunyai
Ø sekitar 40%. Jika tekanan normal, Ø shale pada kedalaman 10.000 kaki mencapai 5%.
• Porositas Sekunder :
Ruang dalam batuan yang terjadi setelah batuan terbentuk misalnya akibat proses
disolusi, rekahan. Porositas ini akibat pelapukan butiran-butiran batuan oleh asam
(contoh pada limestone) yang menyebabkan naiknya porositas, proses sementasi
sekunder batuan oleh presipitasi material-material yang larut di air dalam pori batuan,
atau air dari sirkulasi yang menyebabkan turunnya porositas. Leaching dimulai dari
bagian terlemah pada batuan seperti bedding planes, sepanjang joint, sepanjang rekahan,
kemudian menjalar perlahan keseluruh batuan yang membuat volume pori tambah besar.

Cubic Arrangement of Rhombohedral Arrangement


Spheres, 47.6% Porosity of Spheres, 25.9% Porosity
Gambar 2-1. Porositas yang berbeda-beda tergantung susunan butiran batuan (dari
Western Atlas).
Analisis Well Log 2-5
Prinsip Dasar Well Logging

Gambar 2-2. Porositas dipengaruhi variasi ukuran butiran (dari Western Atlas).
Dari ke dua jenis porositas tersebut dapat dibagi menjadi:
1. Porositas absolut
Porositas absolut adalah persentase dari ruang kosong terhadap volume bulk
batuan. Porositas absolut merupakan porositas total atau total ruang kosong yang
tersedia dalam batuan.
2. Porositas efektif
Porositas efektif adalah persentase dari volume pori yang berhubungan satu sama
lain terhadap volume bulk. Porositas efektif menunjukkan indikasi kemampuan
batuan untuk mengalirkan fluida melalui saluran pori-pori yang berhubungan.
Ini berarti bahwa nilai porositas efektif akan sama atau lebih kecil dari nilai
porositas absolut. Gambar 2-3 adalah contoh porositas efektif dan non efektif.

Gambar 2-3. Porositas efektif, non-efektif, dan total (dari Western Atlas).

Analisis Well Log 2-6


Prinsip Dasar Well Logging
Porositas dipengaruhi oleh:
9 Ukuran butir : Ukuran butir yang besar memiliki porositas yang lebih tinggi
dengan range 0.35 – 0.4 daripada ukuran butir yang kecil.
9 Bentuk butir : Bentuk butir yang seragam memiliki porositas lebih tinggi daripada
bentuk butir yang tidak seragam
9 Material semen : batuan yang matriksnya tersemen oleh silica atau kalsareus
memiliki porositas yang rendah.

2. Permeabilitas (K): Kemampuan batuan untuk meloloskan fluida (Darcy).


Hukum Darcy yang mendefinisikan aliran fluida dalam media berpori diturunkan
secara empiris yaitu:
kA( P1 − P2 )
Qf =
µL
Dimana
Qf = Laju alir fluida, cm3/sec ; A = Luas penampang media berpori, cm2
µ = Viskositas fluida, cps; ∆P = P1 – P2 = Perbedaan tekanan, atm
L = Panjang dari media berpori, cm; K = Permeabilitas, Darcy
Gambar 2-4 berikut adalah beberapa variabel yang dapat mempengaruhi permeabilitas
vertikal dan horizontal.

Gambar 2-4. Permeabilitas dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran butiran (dari Western
Atlas).
Analisis Well Log 2-7
Prinsip Dasar Well Logging
Umumnya semakin besar porositas maka permeabilitas juga semakin besar,
meskipun anggapan ini tidak selalu benar.
• Permeabilitas Absolut : Kemampuan batuan meloloskan satu jenis fluida yang
100% jenuh oleh fluida tersebut.
• Permeabilitas Efektif : Kemampuan batuan meloloskan satu macam fluida bila
terdapat dua macam fluida yang immiscible. Permeabilitas efektif lebih kecil
daripada permeabilitas absolut.
• Permeabilitas Relatif : Perbandingan antara permeabilitas efektif dan absolut.
Semakin besar saturasi air maka permeabilitas relatif air akan membesar
sebaliknya permeabilitas relatif minyak akan mengecil hingga nol yaitu pada saat
Sw = Swc (Critical water saturation).
Laju alir air dan minyak merupakan fungsi dari viskositas dan permeabilitas relatif,
seperti pada persamaan berikut :
Qo Kro. µW
=
Qw Krw. µo
Permeabilitas fracture dapat dianggap sebagai fungsi dari lebar fracture.
K = 50.000.000 x lebar2 dimana k = Permeabilitas (Darcy) dan lebar dalam inch.
Hubungan permeabilitas dengan porositas :
9 Biasanya penambahan porositas diikuti dengan penambahan permeabilitas
9 Batuan yang tua dan kompak porositas dan permeabilitasnya kecil
9 Dolomitisasi menambah nilai porositas dan permeabilitas
9 Permeabilitas dipengaruhi juga oleh besar, bentuk dan hubungan antar butir.

3. Saturasi Air : Persentase volume pori batuan yang terisi air formasi (%). Biasanya
ruang pori tersebut diisi oleh air ataupun minyak dan gas, namun bisa juga kombinasi
ketiganya. Umumnya reservoir memiliki saturasi air 20% atau lebih yang berarti 20
% pori-pori diisi oleh air dan 80 % diisi oleh fluida lain. Secara umum reservoir yang
dianggap komersil/ekonomis harus memiliki saturasi air lebih kecil dari 60%.
Air Formasi yang berada dalam pori
Saturasi Air (Sw) =
Total jumlah pori dalam batuan

Analisis Well Log 2-8


Prinsip Dasar Well Logging
• Saturasi Air Irreducible (Sw irr) : Saturasi air dimana seluruh cairan tertahan dalam
batuan karena tekanan kapiler.
Dalam batuan granular terdapat hubungan antara irreducible water saturation,
porositas, dan permeabilitas (gambar 2-5).

Gambar 2-5. Chart yang menggambarkan hubungan antara irreducible water saturation,
porositas, dan permeabilitas.
Menentukan permeabilitas dengan Gb. 2-5.
1. Tentukan harga porositas pada skala bagian bawah
2. Tarik garis vertikal (porositas) hingga berpotongan dengan garis horizontal
(saturasi air)
3. Baca pada garis diagonal kiri (permeabilitas)
Menentukan saturasi air dengan Gb. 2-5.
1. Tentukan harga porositas pada skala bagian bawah
2. Tarik garis vertikal (porositas) hingga berpotongan dengan garis diagonal
(permeabilitas)
3. Baca pada skala vertikal bagian kiri (saturasi air).

Analisis Well Log 2-9


Prinsip Dasar Well Logging
1. Resistivitas : Daya tahan batuan terhadap arus (Ω-meter).
Air destilisasi mempunyai resistivitas di atas 106 ohm meter, berbeda dengan air yang
tersaturasi dengan garam mempunyai resistivitas kurang dari 0.1 ohm meter. Salinitas
pada well logging dinyatakan dalam satuan part per million (ppm). Air laut memiliki
salinitas 30.000 – 35.000 ppm. Larutan garam pada suhu kamar memiliki salinitas
sekitar 250.000 ppm atau sekitar 25 % berat.

V=I.r V
r×A
Resistivitas ( R ) = I A (r)
L
dimana : L

V = Tegangan Listrik (Volt) A = Luas (meter2)


I = Arus Listrik (Ampere) L = Panjang (meter)
R = Resistivitas (Ω-meter)
r = Resistansi (Ω)

Resistivitas dari Cairan


Air garam dengan resistivitas = Rw (ohm-m)

Arus Listrik Tahanan terukur = Rw.


Rw turun bila konsentrasi garam
dan temperatur naik

Resistivitas dari Batuan Basah


Butiran tak konduktif dicampur air garam dengan resistivitas = Rw (ohm-m)

Arus Listrik Tahanan terukur = Rw.


Ro sebanding dengan Rw
Ro = F . Rw
F adalah faktor resistivitas formasi
• Konduktivitas (lawan resistivitas) (mho/m): Daya hantar arus dalam batuan.

Analisis Well Log 2 - 10


Prinsip Dasar Well Logging
C = 1000/R
dimana C : Konduktivitas dan R : Resistivitas

Data analisis kimia dari air formasi juga dapat dikonversikan menjadi resistivitas air,
meskipun hal ini bukanlah cara yang baik dibandingkan dengan penentuan melalui
pengukuran resistivitas secara langsung. Resistivitas adalah pengukuran dasar dari
saturasi fluida reservoir, resistivitas merupakan fungsi dari porositas, jenis fluida, dan
jenis batuan. Hubungan antara resistivitas air (Rw) dengan resistivitas batuan basah (Ro),
ditunjukkan dengan persamaan :
F = Ro / Rw
dimana :
F = Faktor formasi

Tabel 2-1. Perbedaan koefisien dan eksponen yang digunakan untuk menghitung
Faktor formasi (F). (mod. after Asquith, 1980)

F = a / φm Hubungan umum dimana;


a = Faktor Tortuosity
m = eksponen
φ = Porositas
F = 1 / φ2 untuk karbonat

F = 0.81 / φ2 untuk batupasir terkonsolidasi

F = 0.62 / φ2.15 untuk batupasir tak terkonsolidasi (Humble)

F = 1.45 / φ1.54 untuk pasir umumnya (after Carothers, 1958)

F = 1.65 / φ1.33 untuk pasir serpihan (after Carothers, 1958)

F = 1.45 / φ1.70 untuk pasir gampingan (after Carothers, 1958)

F = 0.85 / φ2.14 untuk karbonat (after Carothers, 1958)

F = 2.45 / φ1.08 untuk pasir berumur Pliosen (after Carothers dan Porter, 1970)

F = 1.97 / φ1.29 untuk pasir berumur Miosen (after Carothers dan Porter, 1970)

F = 1 / φ(2.05-φ) untuk formasi berbutir bersih (after Sethi, 1979)

Namun percobaan juga menunjukkan hubungan antara faktor formasi dengan porositas :

Analisis Well Log 2 - 11


Prinsip Dasar Well Logging
F=1/φ m

dimana :
m = eksponen sementasi yang bervariasi terhadap ukuran butir, distribusi butir,
dan kompleksitas hubungan antar pori (tortuositas)

Archie menggabungkan persamaan faktor formasi dengan persamaan saturasi air


sehingga gabungan tersebut dikenal dengan rumus Archie :
FR . Rw
Sw = n
Rt

dimana n : eksponen saturasi, bergantung pada karakteristik formasi dan fluidanya. Dari
uji laboratorium, nilai n berkisar antara 1.8 hingga 2.5. Dalam contoh ini kita
memakai n = 2.

Gambar 2-6. Faktor formasi vs Porosity.

Cara menggunakan Chart :

Analisis Well Log 2 - 12


Prinsip Dasar Well Logging
1. Tentukan harga porositas
2. Tarik garis hingga berpotongan dengan garis m
3. Baca titik potong tersebut pada skala Faktor formasi
Harga m (eksponen sementasi) untuk batuan :
• Tidak tersementasi (uncemented) < 1.4
• Sangat sedikit tersemenkan (very slightly cemented) 1.4 – 1.6
• Sedikit tersemenkan (slightly cemented ) 1.6 – 1.8
• Cukup tersemenkan (moderately cemented) 1.8 – 2.0
• Tersementasi tinggi (highly cemented), karbonat > 2.0

II. LINGKUNGAN SUMUR

Situasi lubang bor kira-kira adalah sebagai berikut :


• Kedalaman yang bervariasi antara 1000 hingga 25000 ft.
• Diameter lubang 5” hingga 17”.
• Kemiringan lubang berkisar dari 200 hingga 700.
• Temperatur dasar lubang antara 1000F – 4000F.
• Kadar garam lumpur antara 1000 – 200000 ppm, terkadang mengandung minyak.
• Berat lumpur antara 9 – 17 lb/gal.
• Tekanan dasar lubang 500 hingga 20000 psi.
• Ketebalan mud cake pada formasi permeabel sekitar 0,1” hingga 1”.
• Daerah terkontaminasi antara beberapa inchi hingga beberapa ft. dimana kebanyakan
cairan telah digantikan oleh cairan pemboran.
Alat-alat logging umumnya berdiameter 3 5/8 inchi dengan panjang 20 – 50 ft. Biasanya
merupakan rangkaian dari beberapa alat. Kombinasi yang umum adalah :
• DIL-SLS-GR Dual Induction – Sonic – Gamma Ray
• LDL-CNL-NGL Litho Density – Neutron – Natural Gamma Ray
• DLL-MSFL-GR Dual Laterolog – Micro SFL – Gamma Ray
• EPT-ML Electromagnetic Propagation – Microlog
• SHDT-GR Stratigraphy High Res. Dipmeter Tool – Gamma Ray

Analisis Well Log 2 - 13


Prinsip Dasar Well Logging

Gambar 2-7. Skematik lingkungan sumur bor (dari Western Atlas).

dh Diameter lubang Rmc Resitivitas kerak lumpur


di Diameter Invasi (bagian dalam / Rmf Resitivitas filtrat lumpur
flushed zone) Rxo Resitivitas Flushed Zone
dj Diameter Invasi (bagian luar / Sxo Saturasi air pada Flushed Zone
invaded zone) Rs Resitivitas serpih
∆rj Jari-jari Invaded Zone Rt Resistivitas Uninvaded zone
hmc Ketebalan kerak lumpur Rw Resistivitas air formasi
Rm Resistivitas lumpur Sw Saturasi air pada Uninvaded Zone

Analisis Well Log 2 - 14


Prinsip Dasar Well Logging
Diameter Lubang (gambar 2-7) : Ukuran lubang bor diterjemahkan sebagai diameter
bagian luar dari mata bor, tapi diameter lubang dapat lebih besar atau lebih kecil
dari diameter mata bor. Karena ; (1) Wash Out dan/atau runtuhnya serpih dan
sementasi batuan porous yang buruk, atau (2) bertambahnya kerak lumpur pada
formasi yang porous dan permeabel. Ukuran lubang biasanya berkisar antara 77/8
inch hingga 12 inch. Ukuran lubang bor diukur oleh log caliper.

Lumpur Pemboran : Sekarang hampir setiap pemboran menggunakan lumpur khusus.


Lumpur tersebut membantu memindahkan cutting dari lubang bor, melicinkan
dan mendinginkan mata bor, serta menjaga kelebihan tekanan bor terhadap
tekanan formasi. Densitas lumpur dijaga agar tetap tinggi agar tekanan
hidrostatik pada kolom lumpur selalu lebih besar daripada tekanan formasi.
Perbedaan tekanan ini mendorong sebagian lumpur merembes kedalam formasi.
Pada saat terjadi rembesan partikel padat tertahan pada sisi lubang dan
membentuk kerak lumpur. Fluida yang masuk ke dalam formasi disebut filtrat
lumpur (mud filtrat).

Zona Invasi (Invaded Zone) : Zona yang dirembesi oleh filtrat lumpur. Terdiri dari :
¾ Flushed Zone (Rxo) jaraknya hanya beberapa inch dari lubang bor, biasanya
zona ini bersih dari air formasi. Jika terdapat minyak, dapat ditentukan
derajat serbuan filtrat lumpur dari perbedaan antara saturasi air di zona ini
(Sxo) dengan univaded zone (Sw). Biasanya sekitar 70 - 95 % minyak
berpindah; sisanya (residual oil) dapat dihitung dengan Sro = [1.0 - Sxo].
¾ Transition atau Anulus Zone (Ri), zona ini muncul bila fluida formasi dan
filtrat lumpur bercampur. Terjadi antara flushed zone dan uninvaded zone.
Kedalaman rembesan filtrat lumpur disebut sebagai diameter rembesan (di dan
dj). Secara umum dapat dikatakan : Jumlah filtrat lumpur yang sama dapat
merembes ke dalam formasi dengan porositas rendah ataupun tinggi jika lumpur
pemboran mempunyai jumlah partikel yang sama. Partikel padatan dari lumpur
pemboran membesar dan membentuk sebuah lapisan mudcake yang
impermeable.

Analisis Well Log 2 - 15


Prinsip Dasar Well Logging
Diameter rembesan dinyatakan dalam inch atau rasio dj/dh. Kedalaman invasi
bergantung dari permeabilitas mudcake dan tidak bergantung pada porositas
batuan.

Zona Tak terinvasi (Uninvaded Zone) (Rt): Zona ini tidak tercemar oleh filtrat lumpur.
Hanya tersaturasi oleh air formasi, minyak, atau gas.
Saturasi air pada zona ini sangat penting, karena digunakan untuk menentukan
saturasi hidrokarbon pada reservoir, dengan menggunakan rumus ;
So = 1.0 - Sw
Dimana: So = Saturasi minyak dan Sw = Saturasi air dalam zona tak terinvasi
Perbandingan antara Sw dengan Sxo disebut indeks perpindahan hidrokarbon
(Index of Hydrocarbon Moveability).

III. REMBESAN DAN PROFIL RESISTIVITAS

Gambar 2-8. Profil rembesan tipikal untuk tiga versi distribusi fluida sekitar lubang bor
(Dari George Asquith dan Charles Gibson).
Analisis Well Log 2 - 16
Prinsip Dasar Well Logging
Dari gambar 2-8, Secara ideal ada tiga tipe invasi dari distribusi fluida dalam lubang bor,
bagaimana distribusi rembesan pada invaded dan uninvaded zone dan hubungannya
dengan relatif resistivitas.

Step Profile, Filtrat lumpur terdistribusi seperti silinder disekitar lobang bor. Bentuk
silinder tersebut secara mendadak curam bila kontak dengan uninvaded zone,
diameter silinder digambarkan sebagai dj. Dalam invaded zone pori-pori terisi oleh
filtrat lumpur, pada uninvaded zone terisi oleh air formasi atau hirdokarbon. Pada
contoh ini uninvaded zone diisi 100% air (tidak ada hidrokarbon) sehingga
resistivitasnya rendah. Resistivitas pada invaded zone = Rxo, dan pada uninvaded
zone = Ro (bila berkaitan dengan air formasi) atau Rt (bila berkaitan dengan
hidrokarbon)

Transition Profile, Ini merupakan model yang paling realistis. Distribusi masih berupa
silinder, tapi invasi filtrat lumpur berkurang secara berangsur (gradasi), agak
curam, menyambung dengan zona transisi disebelah luar dari zona invaded. Pada
Flushed Zone (Rxo) pori-pori terisi filtrat lumpur (Rmf) dan memberikan harga
resistivitas yang tinggi. Pada Transition Zone (Ri) pori-pori terisi filtrat lumpur
(Rmf), air formasi (Rw) dan, jika ada, sisa hidrokarbon. Pada Uninvaded Zone (Ro)
pori terisi air formasi (Rw), dan jika ada, hidrokarbon (Rt) (pada diagram ini
hidrokarbon tidak muncul sehingga harga resistivitas pada uninvaded zone rendah).

Annulus Profile, menggambarkan distribusi sementara fluida jika operasi logging


dihentikan sementara waktu (tidak akan terekam pada log). Annulus profile
menggambarkan adanya fluida yang muncul antara invaded dan uninvaded zone
dan merupakan tanda keberadaan hidrokarbon. Profil ini hanya dapat dideteksi oleh
log induksi (ILD atau ILM) segera setelah sumur di bor dan memberikan harga
resistivitas tinggi. Pada saat filtrat lumpur masuk ke dalam zona tersebut, air
formasi terdorong keluar, kemudian air formasi yang keluar tersebut membentuk
cincin (annular ring) pada batas invaded zone, profil ini hanya dapat terjadi pada
hydrocarbon bearing zone.

Analisis Well Log 2 - 17


Prinsip Dasar Well Logging
Pada Flushed Zone (Rxo) pori terisi filtrat lumpur (Rmf) dan hidrokarbon sisa (RH),
sehingga harga resistivitas tinggi.
Pada Transition Zone (Ri) pori terisi campuran antara filtrat lumpur (Rmf), air
formasi (Rw) dan hidrokarbon sisa (RH).
Diluar itu adalah Annulus Zone dimana pori terisi air formasi (Rw), dan
hidrokarbon. Pada waktu profil annulus muncul, terjadi penurunan harga resistivitas
secara tiba-tiba pada batas luar invaded zone, dikarenakan konsentrasi air formasi
yang tinggi. Air formasi didorong keluar oleh rembesan filtrat lumpur ke annulus
zone. Hal ini menyebabkan absennya hidrokarbon secara sementara, dan pada
gilirannya mendorong kembali air formasi. Diluar annulus zone terdapat Uninvaded
Zone (Ro) dimana pori terisi air formasi (Rw), dan hidrokarbon. Harga Resistivitas
sebenarnya (Rt) akan lebih tinggi dari harga Ro, karena hidrokarbon memiliki harga
resistivitas yang lebih tinggi daripada air asin.

Gambar berikut ini memperlihatkan perbedaan penggunaan fresh dan salt drilling mud.

1.WBZ

Gambar 2-9. Potongan melintang dan profil resistivitas melalui permeable water bearing
formation (Dari George Asquith dan Charles Gibson)
Analisis Well Log 2 - 18
Prinsip Dasar Well Logging
Pemboran memasuki water bearing zone.(Gb. 2-9)Æ Sw >> 60%
Fresh water drilling muds : Rmf > Rw, karena kandungan garam yang beragam. Rumus
umum yang dipakai pada fresh water drilling muds adalah Rmf > 3Rw. Rxo
mempunyai kandungan filtrat lumpur yang tinggi sehingga memiliki resistivitas
yang tinggi juga, menjauhi lubang bor, resistivitas dari invaded zone (Ri) berkurang
dengan berkurangnya filtrat lumpur (Rmf) dan bertambahnya air formasi (Rw). Pada
uninvaded zone Rt = Ro bila formasi 100% tersaturasi oleh air formasi.
Secara umum dapat disimpulkan Rxo > Ri >> Rt pada water bearing zone

Salt water drilling muds : karena Rmf ≈ Rw, maka tidak ada perbedaan yang besar antara
flushed zone, invaded zone, dan uninvaded zone (Rxo = Ri = Rt) semuanya
mempunyai harga resistivitas yang rendah.

2. OBZ

Gambar 2-10. Potongan melintang dan profil resistivitas melalui lapisan permeable oil
bearing (Dari George Asquith dan Charles Gibson).
.

Analisis Well Log 2 - 19


Prinsip Dasar Well Logging
Pemboran memasuki hydrokarbon bearing zone.(Gb.2-10)Æ Sw << 60 %
Fresh water drilling muds : Karena Rmf dan RH >> Rw, resistivitas Flushed Zone (Rxo)
juga memiliki harga yang tinggi (karena ada mud filtrat dan sisa hidrokarbon).
Menjauhi lubang bor (invaded zone) dimana terdapat campuran antara filtrat
lumpur, air formasi dan hidrokarbon sisa, resitivitasnya masih tinggi. Pada
beberapa kasus bisa terjadi Ri ≈ Rxo.
Kehadiran hidrokarbon pada uninvaded zone menyebabkan formasi memiliki
resistivitas yang tinggi daripada uninvaded zone hanya diisi oleh air formasi (Rw),
sehingga (Rt > Ro). Resistivitas pada zona ini umumnya lebih kecil daripada flushed
zone (Rxo) dan invaded zone (Ri).
Jika annulus muncul dalam invaded zone harga resistivitasnya (Ri) akan sedikit
lebih kecil daripada Rt.
Secara umum dapat disimpulkan Rxo > Ri > Rt atau Rxo > Ri < Rt
Salt water drilling muds : Karena Rmf ≈ Rw dan kandungan hidrokarbon sedikit, maka
resistivitas flushed zone akan rendah. Menjauhi lubang bor, dimana makin banyak
hidrokarbon yang bercampur filtrat lumpur dalam inveded zone, maka resistivitas
(Ri) akan meningkat. Resistivitas pada uninvaded zone akan lebih tinggi daripada
saat formasi 100 % tersaturasi oleh air formasi (Rt > Ro) karena hidrokarbon lebih
resistant daripada air asin.
Resistivitas pada uninvaded zone lebih besar daripada invaded zone Rt > Ri > Rxo

IV. BEBERAPA INFORMASI DASAR YANG DIBUTUHKAN DALAM


INTERPRETASI LOG

Pada analisa log dibutuhkan informasi mengenai ;


• Litologi (berhubungan dengan porositas, faktor formasi)
Log porositas membutuhkan konstanta matriks sebelum porositas dihitung.
Batuan yang mengandung hidrokarbon (hydrocarbon bearing rock) umumnya
berupa batupasir atau karbonat. Formasi yang hanya berisi pasir atau karbonat
disebut dengan formasi bersih (clean formation), formasi ini relatif mudah
diinterpretasikan. Namun bila mengandung lempung atau serpih (shale) maka
formasi tersebut disebut dengan shaly formation dan reservoir jenis ini sulit untuk
Analisis Well Log 2 - 20
Prinsip Dasar Well Logging
diinterpretasikan. Karena ukuran lempung yang sangat halus dan dapat mengikat air
sehingga tidak dapat mengalir, adanya air ini akan mempengaruhi pembacaan log.

# Batupasir
Porositas batupasir umumnya < 40%. Jika porositas pada gas bearing zone < 7%
atau pada oil bearing zone < 8%, biasanya pemeabilitas sangat rendah hingga tidak
ada yang dapat diproduksi. 9% adalah batas terrendah untuk produksi.
Jika permeabilitas rendah, saturasi air akan tinggi, dan jika harga Sw melebihi 60%,
pada kebanyakan kasus pasir tersebut tidak produktif.

# Karbonat
Porositas karbonat umumnya juga < 40%. Tapi karbonat dapat berproduksi jika
porositasnya > 4%. Hubungan saturasi air – porositas pada karbonat lebih variatif,
pada satu kasus karbonat dapat berproduksi pada Sw = 70%, pada kasus lain
berproduksi pada Sw = 30%, namun pada kebanyakan lapangan batasan saturasi air
pada karbonat = 50%.

• Temperatur Formasi (berhubungan dengan resistivitas)


Temperatur formasi didapatkan dengan persamaan linier regresi;
Tf = gG.D + To
dimana : D = kedalaman. gG = kemiringan (gradien geothermal).
Tf = temperatur To = konstanta (temperatur permukaan)
Atau dengan Chart pada Gambar 2-11
Apabila diketahui: Temperatur permukaan, BHT, TD, Kedalaman formasi
Maka prosedur pengerjaan :
1. Cari titik BHT pada temperatur permukaan (bagian bawah chart)
2. Tarik garis vertikal hingga berpotongan dengan TD (garis horizontal),
perpotongan ini menunjukkan gradien temperatur (garis diagonal).
3. Ikuti garis gradien hingga kedalaman formasi.
4. Temperatur formasi dapat dibaca pada skala dibagian bawah titik perpotongan
gradien temperatur dengan kedalaman formasi.

Analisis Well Log 2 - 21


Prinsip Dasar Well Logging

Gambar 2-11. Chart untuk menentukan temperatur formasi (Tf) dari kedalaman.

Misalkan diketahui : Gradien temperatur, Kedalaman formasi, Temperatur permukaan


Maka prosedur pengerjaan :
1. Tentukan kedalaman
2. Tarik garis hingga berpotongan dengan garis diagonal (gradien)
3. Tarik garis ke skala temperatur dan baca harga temperatur

CONTOH SOAL
Diketahui : Kedalaman total, TD = 10.000 feet. Temperatur permukaan = 80 oF
Bottom Hole Temperature, BHT = 200 oF
Ditanya : Tentukan temperatur formasi pada kedalaman 7000 feet !
Jawab : Tarik garis vertikal keatas dari BHT = 200 oF berpotongan dengan TD 10.000
ft, sehingga didapat gradien geothermal = 1.2 oF /100 ft. Ikuti garis gradien
geothermal tersebut hingga kedalaman formasi 7000 ft, lalu baca skala bagian

Analisis Well Log 2 - 22


Prinsip Dasar Well Logging
bawah titik perpotongan gradien temperatur dengan kedalaman formasi. Di
peroleh temperatur formasi = 164 oF Atau dapat juga menggunakan persamaan:
Tf = gG.D + To = 1.2 oF /100 ft x (7000 ft) + 80 oF = 164 oF

• Kepala log (Log Header)


Merupakan Sumber data lainnya yang memuat berbagai informasi tentang sumur.

Gambar 2-12. Tipikal Kepala log. Informasi yang ada seperti harga Resistivitas (Rm, Rmf)
sangat berguna dalam interpretasi log dan perhitungannya (Dari George Asquith dan
Charles Gibson).

Analisis Well Log 2 - 23


Prinsip Dasar Well Logging
Data yang dapat diambil dari kepala log :
1. Well Name 13. Casing Driller / Depth
2. Field Name 14. Casing Logger
3. Rig Name and Location 15. Bit Size
• Latitude 16. Fluid Type / Fluid Level
• Longitude 17. Density / Viscosity
• Elevation 18. pH / Fluid Loss
4. Datum 19. Source of Sample
5. Log Measured from 20. Rm @ Measured Temperature
6. Drilling Measured from 21. Rmf @ Measured Temperature
7. Logging Date 22. Rmc @ Measured Temperature
8. Run Number 23. Rm at Borehole Temperature
9. Depth Driller 24. Source Rmf dan Rmc
10. Depth Logger 25. Time since Circulation
11. Bottom Logged Interval 26. Max Recordable Temperature
12. Top Logged Interval (BHT)

Informasi-informasi yang diperoleh dari kepala log berguna dalam menjawab pertanyaan-
pertanyaan mengapa instrumen logging tidak dapat mencapai kedalaman yang diinginkan
atau mengapa instrumen logging terjepit (stuck) pada kedalaman target.

Analisis Well Log 2 - 24


Prinsip Dasar Well Logging

Gambar 2-13. Contoh log.(Adi Harsono)

Analisis Well Log 2 - 25


Prinsip Dasar Well Logging
Skala logaritmik pada log umumnya dipakai untuk data resistivitas dan menempati 1 atau
2 track. Data log lain direkam secara linear. Track I biasanya digunakan untuk kurva
kontrol seperti SP, GR, calliper, tetapi dapat juga digunakan untuk informasi interprestasi
quick-look. Data-data penting untuk Log Headers seperti ukuran lubang pada tiap
kedalaman dan ke- dalaman total sumur direkam pada log pemboran. Bottom Hole
Temperature didapat dari pembacaan temperatur maksimum yang terbaca pada
termometer dari tiap logging yang di-run.

Ada tiga macam skala yang dipakai pada log :


Kolom Penerapan
1 2 3 Umum

Linier Linier Linier Log Porositas


Linier Logaritmik Linier Log Sonik – Induksi
Linier Logaritmik Logaritmik DLL-MSFL

SP ILD ∆t Log Gamma Ray


Caliper ILM Cable Tension
Bit Size SFLU

SP LLd DLL – MSFL


Caliper LLs
Bit Size MSFL

Caliper Litologi (PEF) ∆ρ (DRHO) Log Litodensitas-Netron


Bit Size φN (NPHI)
ρB (RHOB)

Tidak ada logging yang dapat mengukur porositas, saturasi, permeabilitas atau jenis
fluida secara langsung. Log-log tidak mengidentifikasikan warna batuan ataupun tekstur
batuan. Akan tetapi, sejumlah rekaman logging merespon sifat-sifat yang dapat
dikorelasikan dengan karakteristik batuan dan fluida. Tabel 2-2 adalah daftar instrumen-

Analisis Well Log 2 - 26


Prinsip Dasar Well Logging
instrumen logging yang dapat dipakai untuk mengkorelasi karakteristik batuan dan fluida
formasi.

Tabel 2-2. Instrumen Log untuk korelasi karakteristik batuan dan fluida

Instrumen Log yang paling Instrumen Log yang cukup baik


baik digunakan digunakan
Gamma Ray Spontaneous Potential
Komposisi Batuan Spectral Gamma Ray Neutron Hydrogen Index
Bulk Density Acoustic Transit Time
Photoelectric Capture Dielectric Propagation
Inelastic Gamma Ray Dielectric Attenuation
Caliper Pulsed Neutron Capture
Microresistivity

Tekstur Acoustic Transit Time Spontaneous Potential


Resistivity Neutron Hydrogen Index
Caliper Acoustic Attenuation
Bulk Density
Pulsed Neutron Capture
Inelastic Gamma Ray
Dielectric Propagation
Microresistivity
Struktur Internal Microresistivity Resistivity
Spontaneous Potential
Dielectric Propagation
Acoustic Attenuation
Fluida Resistivity Acoustic Transit Time
Neutron Hydrogen Index
Bulk Density
Spontaneous Potential
Pulsed Neutron Capture
Inelastic Gamma Ray
Acoustic Attenuation
Dielectric Propagation
Dielectric Attenuation
Temperature

Analisis Well Log 2 - 27


Prinsip Dasar Well Logging

Gambar 2-14. Contoh Log Resistivitas DLL-MSFL. (Adi Harsono)

Analisis Well Log 2 - 28


Prinsip Dasar Well Logging

Gambar 2-15. Contoh Log Densitas-Neutron. (Adi Harsono)

Analisis Well Log 2 - 29


Prinsip Dasar Well Logging
V. PERHITUNGAN GRADIEN TEMPERATUR DAN TEMPERATUR
FORMASI
Gradien Temperatur
Anggap
BHT = 2500F; Total kedalaman = 15000 ft; Temperatur permukaan = 700F
ingat gG = (BHT – To)/TD = (250-70)/15000 = 0.0120F/ft.
Temperatur Formasi
Anggap
gG = gradien temperatur = 0.0120F/ft,= 1.2oF/100ft.
D = kedalaman formasi = 8000 ft
To = temperatur permukaan = 700 F
ingat Tf = gG.D + To = (0.012 x 8000) + 70 = 1660 pada 8000 ft
Setelah temperatur formasi dihitung, resistivitas dari perbedaan fluida (Rm, Rmf, atau Rw)
dapat dikoreksi ke temperatur formasi.
RTF = Rtemp x (Temp + 6.77)/(Tf +6.77)
dimana :
RTF = Resistivitas dari temperatur formasi
Rtemp = Resistivitas dari suatu temperatur selain temperatur formasi
Temp = Temperatur pada resistivitas yang diukur
Tf = Temperatur formasi
Misalnya T formasi = 1660F dan Rw = 0.4 @ 700, maka Rw @ 1660 adalah :
Rw166 = 0.4 x (70 + 6.77)/(166 + 6.77) = 0.18
Rm, Rmf, Rmc, dan temperatur pada pengukuran dibaca pada kepala log (gambar 2-13).
Rw didapat dari analisa contoh air DST, air sumur produksi, atau pada katalog resistivitas
air. Juga dapat ditentukan dari log SP, atau dapat dihitung dalam zona air (Sw=100%)
dengan metoda resistivitas air semu.

Tabel 2-3. Daftar persamaan dasar yang dipakai dalam evaluasi log.

Porositas

t − t ma
φ=
t f − t ma Sonic Log

Analisis Well Log 2 - 30


Prinsip Dasar Well Logging
ρma − ρb
φ=
ρma − ρ f Density log

φ D2 + φ N2
φ=
2 Neutron - Density Log

Faktor Formasi

F = a / φm Umum
F = 1 / φ2 Karbonat
F = 0.81 / φ2 Batupasir terkonsolidasi
F = 0.62 / φ2.15 Pasir tak terkonsolidasi

Resistivitas Air Formasi

SSP = -K x log(Rmf/Rw)

Rwe → Rw
R0
Rw =
F

Saturasi Air

Swn=F x (Rw/Rt) pada Uninvaded Zone


Sxon= F x (Rmf/Rxo) pada Flushed Zone
⎛ Rxo Rt ⎞ metoda perbandingan saturasi air
S w = ⎜⎜ ⎟⎟
⎝ R mf Rw ⎠
n : eksponen saturasi, antara 1.8 – 2.5, umumnya menggunakan harga 2

Volume Air Bulk

BVW = φ x Sw

Permeabilitas

Ke=[250x(φ3/Sw irr)]2 minyak, Ke = dalam millidarcies


Ke=[79x(φ3/Sw irr)]2 gas, Sw irr = Saturasi air irreducible

Analisis Well Log 2 - 31


Prinsip Dasar Well Logging
VI. PERHITUNGAN SATURASI AIR
Untuk menghitung saturasi air, akan dibahas pada BAB V.

VII. PENENTUAN HYDROCARBON-IN-PLACE

Untuk menentukan volume minyak atau gas in-place tanpa memperhatikan ekspansi,
penyusutan, tekanan, temperatur, ataupun recovery factor, biasanya tidak dihitung jumlah
hidrokarbon yang memiliki batasan harga porositas ataupun saturasi air yang mungkin
berproduksi. Jumlah hidrokarbon tidak akan berubah dan tidak berpengaruh terhadap
produksi.
Penentuan hidrokarbon secara volumetrik dari sebuah sumur memerlukan data ketebalan
(h), porositas (φ), Saturasi air (Sw), dan estimasi daerah pengurasan (drainage area). Juga
dianggap karakteristik reservoir konstan, maka volume hidrokarbon adalah :
V = A.c. Σ(hi.(1-Swi).φi)
= A.c.{ h1(1-Sw1)Ø1 + h2(1-Sw2)Ø2 + h3(1-Sw3)Ø3 + - - - - - }
dimana : A = Daerah pengurasan (acre)
c = konstanta (43560 jika V dihitung dalam ft3 dan 7758 jika dalam barrel)
h = ketebalan lapisan (ft)
i = 1,2,3 … dst layer reservoir yang mempunyai karakteristik berbeda.
Untuk menghitung porositas atau saturasi air rata-rata digunakan persamaan

φ avg =
∑ (φ h )
i i
dan Swavg =
∑ (Sw h )
i i

∑ (h ) i ∑ (h )
i

Contoh
Suatu reservoir mempunyai tiga zone atau zone dengan perbedaan Sw dan Ø

Zone Sw% Ø h(ft) A (area) = 40 acre


1 25 22 4 B = 7758 ( Dlm barrel)
2 33 27 6 Hitung volume reservoir volumetric dan
3 20 29 10 harga rata-rata Sw & Ø.
V = 40 x 7758 {4 x (1-0.25) x 0.22 + 6 x (1-0.33) x 0.27 + 10 x ( 1-0.20) x 0.29}
= 1,261,450 bbls.
Øavg = (22x4 +27x6 + 29x10) : (4 + 6 + 10) = 27 %
Swavg = (25x4 +33x6 + 20x10) : (4 + 6 + 10) = 25 %

Analisis Well Log 2 - 32


Prinsip Dasar Well Logging
Di Lapangan
Pada kenyataan sebenarnya sebuah reservoir jarang yang memiliki ketebalan,
karakteristik dan saturasi air yang konstan. Untuk menentukan volume reservoir pertama-
tama diperlukan ketebalan lapisan yang menyandung minyak kemudian dibuat kontur
ketebalan dan peta isovolume, kemudian dihitung volumenya dengan persamaan
trapezoidal
VB = h . Σ(Ai)
VB = h. ( ½A0 + A1 + A2 + A3 +……+ An-1 + ½An)
dimana : VB = Volume Bulk (Reservoir)
A = Daerah pengurasan per kontur
h = Interval kontur (ketebalan lapisan dalam ft)
Contoh : Bila interval kontur 0.1 ft, daerah pengurasan masing-masing adalah : 1776,
1021, 434, 302, 158, 83, 45, dan 10 acre. Maka
V = 01( ½ x 1776 + 1021 + 434 + 302 + 158 + 83 + 45 + 10 x ½) x 7758 bbls/a-ft.
= 2,278,000 bbls.

Analisis Well Log 2 - 33

Anda mungkin juga menyukai