Bab II Prinsip Dasar Well Logging
Bab II Prinsip Dasar Well Logging
BAB II
PRINSIP DASAR WELL LOGGING
I. PENDAHULUAN
Well Logging adalah kegiatan merekam karakteristik batuan sebagai fungsi kedalaman.
Ada dua macam pencatatan yang dibedakan menurut waktu pengambilan data, yaitu :
a. Selama kegiatan pengeboran berjalan.
1. Mud Logging atau Log Mekanis, media pengantarnya adalah lumpur.(bab 3)
2. Log While Drilling (LWD), tidak akan dibahas dalam buku ini.
b. Pencatatan setelah kegiatan pengeboran dihentikan pada target tertentu, dilakukan
dengan media kabel, disebut “wireline log”.
Data-data yang didapat antara lain : resistivitas, porositas, lapisan permeabel, mud cake
pada dinding sumur, sifat radio aktif, sifat rambat suara, temperatur dan tekanan formasi,
tekanan jenis fluida dalam formasi, lithologi, parameter drilling dll..
Tujuan utama well logging adalah mencari kandungan migas yang bisa diproduksikan
secara ekonomis di dalam batuan.
Dari hasil well logging dapat dilakukan :
1. Evaluasi formasi 4. Analisa Kualitas semen
2. Korelasi antar sumur 5. Pemeriksaan dan pemantauan reservoir
3. Deteksi daerah dengan tekanan 6. Analisa Mekanika
berlebihan 7. Pemetaan Reservoir
1. Evaluasi formasi
Sifat petrofisik batuan seperti porositas, permeabilitas, dan resistivitas adalah data yang
dapat direkam oleh log, yang kemudian dikorelasikan dengan hasil analisis di
laboratorium. Well logging tidak hanya merekam sifat fisik tetapi juga sifat kimia dari
batuan sedimen dan fluida yang dikandungnya.
2. Korelasi sumur
Sumur yang akan dibor, perlu diperkirakan sifat fisik batuan dan fluida yang terkandung
di dalamnya berdasarkan korelasi sumur tersebut dengan data logging dari beberapa
sumur di sekitarnya. Sehingga dapat diketahui kondisi geologi dari reservoir tersebut
yang sangat dibutuhkan dalam perencanaan pengeboran.
4. Analisa Mekanika
Mekanika batuan dalam hal ini berkaitan dengan rekahan (fracture).
7. Pemetaan reservoir
Dari spontaneous potensial log dan log porositas dapat diketahui ketebalan formasi
produktif yang kemudian dapat dikorelasikan dengan log sumur lain. Hasil korelasi ini
dapat menghasilkan peta korelasi ketebalan lapisan produktif dari suatu reservoir.
Apakah bentuknya antiklin atau sinklin, daerah terjadinya sesar, patahan dll. Dengan log
resistivitas diperoleh true resistivity yang selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan
saturasi minyak formasi produktif yang dapat dikorelasikan dengan data saturasi minyak
di sumur lain. Hasilnya didapat peta kesamaan saturasi atau peta iso-saturation. Batasan
reservoir dapat ditentukan dari sumur-sumur delineasi.
Gambar 2-2. Porositas dipengaruhi variasi ukuran butiran (dari Western Atlas).
Dari ke dua jenis porositas tersebut dapat dibagi menjadi:
1. Porositas absolut
Porositas absolut adalah persentase dari ruang kosong terhadap volume bulk
batuan. Porositas absolut merupakan porositas total atau total ruang kosong yang
tersedia dalam batuan.
2. Porositas efektif
Porositas efektif adalah persentase dari volume pori yang berhubungan satu sama
lain terhadap volume bulk. Porositas efektif menunjukkan indikasi kemampuan
batuan untuk mengalirkan fluida melalui saluran pori-pori yang berhubungan.
Ini berarti bahwa nilai porositas efektif akan sama atau lebih kecil dari nilai
porositas absolut. Gambar 2-3 adalah contoh porositas efektif dan non efektif.
Gambar 2-3. Porositas efektif, non-efektif, dan total (dari Western Atlas).
Gambar 2-4. Permeabilitas dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran butiran (dari Western
Atlas).
Analisis Well Log 2-7
Prinsip Dasar Well Logging
Umumnya semakin besar porositas maka permeabilitas juga semakin besar,
meskipun anggapan ini tidak selalu benar.
• Permeabilitas Absolut : Kemampuan batuan meloloskan satu jenis fluida yang
100% jenuh oleh fluida tersebut.
• Permeabilitas Efektif : Kemampuan batuan meloloskan satu macam fluida bila
terdapat dua macam fluida yang immiscible. Permeabilitas efektif lebih kecil
daripada permeabilitas absolut.
• Permeabilitas Relatif : Perbandingan antara permeabilitas efektif dan absolut.
Semakin besar saturasi air maka permeabilitas relatif air akan membesar
sebaliknya permeabilitas relatif minyak akan mengecil hingga nol yaitu pada saat
Sw = Swc (Critical water saturation).
Laju alir air dan minyak merupakan fungsi dari viskositas dan permeabilitas relatif,
seperti pada persamaan berikut :
Qo Kro. µW
=
Qw Krw. µo
Permeabilitas fracture dapat dianggap sebagai fungsi dari lebar fracture.
K = 50.000.000 x lebar2 dimana k = Permeabilitas (Darcy) dan lebar dalam inch.
Hubungan permeabilitas dengan porositas :
9 Biasanya penambahan porositas diikuti dengan penambahan permeabilitas
9 Batuan yang tua dan kompak porositas dan permeabilitasnya kecil
9 Dolomitisasi menambah nilai porositas dan permeabilitas
9 Permeabilitas dipengaruhi juga oleh besar, bentuk dan hubungan antar butir.
3. Saturasi Air : Persentase volume pori batuan yang terisi air formasi (%). Biasanya
ruang pori tersebut diisi oleh air ataupun minyak dan gas, namun bisa juga kombinasi
ketiganya. Umumnya reservoir memiliki saturasi air 20% atau lebih yang berarti 20
% pori-pori diisi oleh air dan 80 % diisi oleh fluida lain. Secara umum reservoir yang
dianggap komersil/ekonomis harus memiliki saturasi air lebih kecil dari 60%.
Air Formasi yang berada dalam pori
Saturasi Air (Sw) =
Total jumlah pori dalam batuan
Gambar 2-5. Chart yang menggambarkan hubungan antara irreducible water saturation,
porositas, dan permeabilitas.
Menentukan permeabilitas dengan Gb. 2-5.
1. Tentukan harga porositas pada skala bagian bawah
2. Tarik garis vertikal (porositas) hingga berpotongan dengan garis horizontal
(saturasi air)
3. Baca pada garis diagonal kiri (permeabilitas)
Menentukan saturasi air dengan Gb. 2-5.
1. Tentukan harga porositas pada skala bagian bawah
2. Tarik garis vertikal (porositas) hingga berpotongan dengan garis diagonal
(permeabilitas)
3. Baca pada skala vertikal bagian kiri (saturasi air).
V=I.r V
r×A
Resistivitas ( R ) = I A (r)
L
dimana : L
Data analisis kimia dari air formasi juga dapat dikonversikan menjadi resistivitas air,
meskipun hal ini bukanlah cara yang baik dibandingkan dengan penentuan melalui
pengukuran resistivitas secara langsung. Resistivitas adalah pengukuran dasar dari
saturasi fluida reservoir, resistivitas merupakan fungsi dari porositas, jenis fluida, dan
jenis batuan. Hubungan antara resistivitas air (Rw) dengan resistivitas batuan basah (Ro),
ditunjukkan dengan persamaan :
F = Ro / Rw
dimana :
F = Faktor formasi
Tabel 2-1. Perbedaan koefisien dan eksponen yang digunakan untuk menghitung
Faktor formasi (F). (mod. after Asquith, 1980)
F = 2.45 / φ1.08 untuk pasir berumur Pliosen (after Carothers dan Porter, 1970)
F = 1.97 / φ1.29 untuk pasir berumur Miosen (after Carothers dan Porter, 1970)
Namun percobaan juga menunjukkan hubungan antara faktor formasi dengan porositas :
dimana :
m = eksponen sementasi yang bervariasi terhadap ukuran butir, distribusi butir,
dan kompleksitas hubungan antar pori (tortuositas)
dimana n : eksponen saturasi, bergantung pada karakteristik formasi dan fluidanya. Dari
uji laboratorium, nilai n berkisar antara 1.8 hingga 2.5. Dalam contoh ini kita
memakai n = 2.
Zona Invasi (Invaded Zone) : Zona yang dirembesi oleh filtrat lumpur. Terdiri dari :
¾ Flushed Zone (Rxo) jaraknya hanya beberapa inch dari lubang bor, biasanya
zona ini bersih dari air formasi. Jika terdapat minyak, dapat ditentukan
derajat serbuan filtrat lumpur dari perbedaan antara saturasi air di zona ini
(Sxo) dengan univaded zone (Sw). Biasanya sekitar 70 - 95 % minyak
berpindah; sisanya (residual oil) dapat dihitung dengan Sro = [1.0 - Sxo].
¾ Transition atau Anulus Zone (Ri), zona ini muncul bila fluida formasi dan
filtrat lumpur bercampur. Terjadi antara flushed zone dan uninvaded zone.
Kedalaman rembesan filtrat lumpur disebut sebagai diameter rembesan (di dan
dj). Secara umum dapat dikatakan : Jumlah filtrat lumpur yang sama dapat
merembes ke dalam formasi dengan porositas rendah ataupun tinggi jika lumpur
pemboran mempunyai jumlah partikel yang sama. Partikel padatan dari lumpur
pemboran membesar dan membentuk sebuah lapisan mudcake yang
impermeable.
Zona Tak terinvasi (Uninvaded Zone) (Rt): Zona ini tidak tercemar oleh filtrat lumpur.
Hanya tersaturasi oleh air formasi, minyak, atau gas.
Saturasi air pada zona ini sangat penting, karena digunakan untuk menentukan
saturasi hidrokarbon pada reservoir, dengan menggunakan rumus ;
So = 1.0 - Sw
Dimana: So = Saturasi minyak dan Sw = Saturasi air dalam zona tak terinvasi
Perbandingan antara Sw dengan Sxo disebut indeks perpindahan hidrokarbon
(Index of Hydrocarbon Moveability).
Gambar 2-8. Profil rembesan tipikal untuk tiga versi distribusi fluida sekitar lubang bor
(Dari George Asquith dan Charles Gibson).
Analisis Well Log 2 - 16
Prinsip Dasar Well Logging
Dari gambar 2-8, Secara ideal ada tiga tipe invasi dari distribusi fluida dalam lubang bor,
bagaimana distribusi rembesan pada invaded dan uninvaded zone dan hubungannya
dengan relatif resistivitas.
Step Profile, Filtrat lumpur terdistribusi seperti silinder disekitar lobang bor. Bentuk
silinder tersebut secara mendadak curam bila kontak dengan uninvaded zone,
diameter silinder digambarkan sebagai dj. Dalam invaded zone pori-pori terisi oleh
filtrat lumpur, pada uninvaded zone terisi oleh air formasi atau hirdokarbon. Pada
contoh ini uninvaded zone diisi 100% air (tidak ada hidrokarbon) sehingga
resistivitasnya rendah. Resistivitas pada invaded zone = Rxo, dan pada uninvaded
zone = Ro (bila berkaitan dengan air formasi) atau Rt (bila berkaitan dengan
hidrokarbon)
Transition Profile, Ini merupakan model yang paling realistis. Distribusi masih berupa
silinder, tapi invasi filtrat lumpur berkurang secara berangsur (gradasi), agak
curam, menyambung dengan zona transisi disebelah luar dari zona invaded. Pada
Flushed Zone (Rxo) pori-pori terisi filtrat lumpur (Rmf) dan memberikan harga
resistivitas yang tinggi. Pada Transition Zone (Ri) pori-pori terisi filtrat lumpur
(Rmf), air formasi (Rw) dan, jika ada, sisa hidrokarbon. Pada Uninvaded Zone (Ro)
pori terisi air formasi (Rw), dan jika ada, hidrokarbon (Rt) (pada diagram ini
hidrokarbon tidak muncul sehingga harga resistivitas pada uninvaded zone rendah).
Gambar berikut ini memperlihatkan perbedaan penggunaan fresh dan salt drilling mud.
1.WBZ
Gambar 2-9. Potongan melintang dan profil resistivitas melalui permeable water bearing
formation (Dari George Asquith dan Charles Gibson)
Analisis Well Log 2 - 18
Prinsip Dasar Well Logging
Pemboran memasuki water bearing zone.(Gb. 2-9)Æ Sw >> 60%
Fresh water drilling muds : Rmf > Rw, karena kandungan garam yang beragam. Rumus
umum yang dipakai pada fresh water drilling muds adalah Rmf > 3Rw. Rxo
mempunyai kandungan filtrat lumpur yang tinggi sehingga memiliki resistivitas
yang tinggi juga, menjauhi lubang bor, resistivitas dari invaded zone (Ri) berkurang
dengan berkurangnya filtrat lumpur (Rmf) dan bertambahnya air formasi (Rw). Pada
uninvaded zone Rt = Ro bila formasi 100% tersaturasi oleh air formasi.
Secara umum dapat disimpulkan Rxo > Ri >> Rt pada water bearing zone
Salt water drilling muds : karena Rmf ≈ Rw, maka tidak ada perbedaan yang besar antara
flushed zone, invaded zone, dan uninvaded zone (Rxo = Ri = Rt) semuanya
mempunyai harga resistivitas yang rendah.
2. OBZ
Gambar 2-10. Potongan melintang dan profil resistivitas melalui lapisan permeable oil
bearing (Dari George Asquith dan Charles Gibson).
.
# Batupasir
Porositas batupasir umumnya < 40%. Jika porositas pada gas bearing zone < 7%
atau pada oil bearing zone < 8%, biasanya pemeabilitas sangat rendah hingga tidak
ada yang dapat diproduksi. 9% adalah batas terrendah untuk produksi.
Jika permeabilitas rendah, saturasi air akan tinggi, dan jika harga Sw melebihi 60%,
pada kebanyakan kasus pasir tersebut tidak produktif.
# Karbonat
Porositas karbonat umumnya juga < 40%. Tapi karbonat dapat berproduksi jika
porositasnya > 4%. Hubungan saturasi air – porositas pada karbonat lebih variatif,
pada satu kasus karbonat dapat berproduksi pada Sw = 70%, pada kasus lain
berproduksi pada Sw = 30%, namun pada kebanyakan lapangan batasan saturasi air
pada karbonat = 50%.
Gambar 2-11. Chart untuk menentukan temperatur formasi (Tf) dari kedalaman.
CONTOH SOAL
Diketahui : Kedalaman total, TD = 10.000 feet. Temperatur permukaan = 80 oF
Bottom Hole Temperature, BHT = 200 oF
Ditanya : Tentukan temperatur formasi pada kedalaman 7000 feet !
Jawab : Tarik garis vertikal keatas dari BHT = 200 oF berpotongan dengan TD 10.000
ft, sehingga didapat gradien geothermal = 1.2 oF /100 ft. Ikuti garis gradien
geothermal tersebut hingga kedalaman formasi 7000 ft, lalu baca skala bagian
Gambar 2-12. Tipikal Kepala log. Informasi yang ada seperti harga Resistivitas (Rm, Rmf)
sangat berguna dalam interpretasi log dan perhitungannya (Dari George Asquith dan
Charles Gibson).
Informasi-informasi yang diperoleh dari kepala log berguna dalam menjawab pertanyaan-
pertanyaan mengapa instrumen logging tidak dapat mencapai kedalaman yang diinginkan
atau mengapa instrumen logging terjepit (stuck) pada kedalaman target.
Tidak ada logging yang dapat mengukur porositas, saturasi, permeabilitas atau jenis
fluida secara langsung. Log-log tidak mengidentifikasikan warna batuan ataupun tekstur
batuan. Akan tetapi, sejumlah rekaman logging merespon sifat-sifat yang dapat
dikorelasikan dengan karakteristik batuan dan fluida. Tabel 2-2 adalah daftar instrumen-
Tabel 2-2. Instrumen Log untuk korelasi karakteristik batuan dan fluida
Tabel 2-3. Daftar persamaan dasar yang dipakai dalam evaluasi log.
Porositas
t − t ma
φ=
t f − t ma Sonic Log
φ D2 + φ N2
φ=
2 Neutron - Density Log
Faktor Formasi
F = a / φm Umum
F = 1 / φ2 Karbonat
F = 0.81 / φ2 Batupasir terkonsolidasi
F = 0.62 / φ2.15 Pasir tak terkonsolidasi
SSP = -K x log(Rmf/Rw)
Rwe → Rw
R0
Rw =
F
Saturasi Air
BVW = φ x Sw
Permeabilitas
Untuk menentukan volume minyak atau gas in-place tanpa memperhatikan ekspansi,
penyusutan, tekanan, temperatur, ataupun recovery factor, biasanya tidak dihitung jumlah
hidrokarbon yang memiliki batasan harga porositas ataupun saturasi air yang mungkin
berproduksi. Jumlah hidrokarbon tidak akan berubah dan tidak berpengaruh terhadap
produksi.
Penentuan hidrokarbon secara volumetrik dari sebuah sumur memerlukan data ketebalan
(h), porositas (φ), Saturasi air (Sw), dan estimasi daerah pengurasan (drainage area). Juga
dianggap karakteristik reservoir konstan, maka volume hidrokarbon adalah :
V = A.c. Σ(hi.(1-Swi).φi)
= A.c.{ h1(1-Sw1)Ø1 + h2(1-Sw2)Ø2 + h3(1-Sw3)Ø3 + - - - - - }
dimana : A = Daerah pengurasan (acre)
c = konstanta (43560 jika V dihitung dalam ft3 dan 7758 jika dalam barrel)
h = ketebalan lapisan (ft)
i = 1,2,3 … dst layer reservoir yang mempunyai karakteristik berbeda.
Untuk menghitung porositas atau saturasi air rata-rata digunakan persamaan
φ avg =
∑ (φ h )
i i
dan Swavg =
∑ (Sw h )
i i
∑ (h ) i ∑ (h )
i
Contoh
Suatu reservoir mempunyai tiga zone atau zone dengan perbedaan Sw dan Ø