Gas mulia adalah unsur-unsur yang berada di golongan VIIIA. Hal ini sebagaimana selain
berfase gas pada suhu ruang, unsur-unsur ini bersifat sangat stabil (sukar bereaksi). Pada
awalnya, unsur-unsur ini dikenal dengan istilah gas inert karena tidak ada satupun unsur
yang bereaksi dengan unsur lain membentuk senyawa. Barulah pada tahun 1962, Neil
Bartlett, seorang ahli kimia asal Kanada, berhasil mensintesis senyawa xenon XePtF 6.
Sejak saat itu, berbagai senyawa gas mulia berhasil disintesis. Unsur-unsur gas mulia
terdiri dari helium (He), neon (Ne), argon (Ar), kripton (Kr), xenon (Xe), dan radon (Rn).
Sifat atomik
Unsur-unsur gas mulia memiliki konfigurasi elektron valensi yang oktet, yaitu ns2 np6,
kecuali pada He dengan konfigurasi duplet 1s2. Jari-jari atom dari He ke Rn bertambah
sebagaimana bertambahnya jumlah kulit elektron. Konfigurasi elektron dengan kulit valensi
terisi penuh demikian menyebabkan gas mulia cenderung sangat stabil (sangat sukar
bereaksi).
Selain itu, unsur-unsur gas mulia memiliki energi ionisasi yang sangat besar dan afinitas
elektron yang sangat rendah. Energi ionisasi dari He ke Rn semakin berkurang,
sebagaimana bertambahnya jari-jari atom sehingga gaya tarik inti terhadap elektron
valensi semakin melemah dan energi yang diperlukan untuk melepaskan elektron semakin
berkurang.
Sifat fisis
Unsur-unsur gas mulia memiliki titik leleh dan titik didih yang sangat rendah. Titik didihnya
hanya beberapa derajat Celcius di atas titik lelehnya. Titik leleh dan titik didih dari He ke Rn
bertambah sebagaimana kekuatan gaya London (gaya dispersi) bertambah seiring dengan
bertambahnya massa atom dan jari-jari atom.
Densitas (kerapatan) gas mulia juga cenderung bertambah dari He ke Rn. Densitas gas
dipengaruhi oleh massa atom, jari-jari atom, dan gaya London. Densitas gas akan
bertambah dengan bertambahnya massa atom dan kekuatan gaya London, namun akan
berkurang dengan bertambahnya jari-jari atom. Namun demikian, pengaruh massa atom
dan gaya London lebih signifikan dibanding pengaruh jari-jari atom dalam hal ini, sehingga
densitas bertambah dari He ke Rn.
Sifat kimia
Oleh karena konfigurasi elektron yang stabil, unsur-unsur gas mulia cenderung tidak reaktif
(sangat sulit bereaksi). Hal ini didukung oleh fakta bahwa di alam gas mulia selalu
ditemukan dalam bentuk monoatomik (atom tunggal). Namun demikian, para ahli telah
berhasil mensintesis senyawa gas mulia Ar, Kr, Xe, dan Rn. Kereaktifan unsur meningkat
dari Ar ke Rn, di mana dalam reaksi dengan fluorin, Rn dapat bereaksi spontan, Xe
memerlukan pemanasan atau penyinaran dengan sinar UV agar reaksi berlangsung, dan Kr
hanya bereaksi jika diberi muatan listrik atau sinar X pada suhu yang sangat rendah.
Argon
1. Argon digunakan sebagai gas pengisi dalam beberapa jenis bola lampu karena
sifatnya yang tidak reaktif sehingga filamen wolfram tidak mudah putus.
2. Argon digunakan sebagai atmosfer inert pada pengelasan; sintesis kristal tunggal
silikon atau germanium dalam industri semikonduktor; dan eksperimen dalam glove
box di laboratorium.
Kripton
Kripton dapat menghasilkan cahaya putih dengan intensitas tinggi jika diberi muatan listrik
sehingga banyak digunakan pada lampu landasan pesawat dan lampu fotografi
berkecepatan tinggi.
Xenon
1. Xenon digunakan untuk lampu blitz fotografi dan beberapa jenis lampu mobil karena
dapat menghasilkan cahaya putih yang sangat terang dengan adanya muatan listrik.
2. Xenon dapat digunakan sebagai obat bius (anestetik). Namun, penggunaannya
sangat terbatas sehubungan dengan harganya yang sangat mahal.
Radon
1. Radon digunakan dalam radioterapi kanker (terapi radiasi) sebagaimana sifatnya
yang radioaktif.
2. Radon dapat menjadi indikator keberadaan mineral radioaktif seperti bijih uranium
dalam tanah, bebatuan, ataupun bahan bangunan.
HALOGEN
Unsur-unsur golongan VII A disebut halogen. Halogen berasal dari bahasa Yunani yang
berarti “pembentuk garam”. Dinamai demikian karena unsur-unsur tersebut dapat bereaksi
dengan logam memmbentuk garam. Misalnya Clorin bereaksi dengan natrium membentuk
natrium clorida yaitu garam dapur. Umsur –unsur halogen mempunyai 7 elektron valensi pada
subkulit ns2 np5. Konfigurasi elektron yang demikian membuat unsur-unsur halogen bersifat
sangat reaktif. Unsur-unsur halogen cenderung menerima aatu elektron membentuk ion
bermuatan negatif satu.
Fluor dan klor membantu reaksi pembakaran dengan cara seperti oksigen. Brom berupa
cairan merah tua pada suhu kamar mempunyai tekanan uap yang tinggi. Fluor dan klor biasanya
berupa gas. Reaksi-reaksi halogen antara lain seperti berikut.
Halogen dapat dibuat dengan cara elektrolisis atau dengan cara mengoksidasi senyawa
halida (X-). Pada umumnya unsur-unsur halogen (X2) dibuat di laboratorium dengan cara
mengoksidasi senyawa halida. Gas fluorin (F2) jarang dibuat di laboratorium karena tidak ada
oksidator yang mampu mengoksidasi senyawa fluorida (F). Mengapa demikian? Fluorin
mempunyai daya oksidasi tinggi dibanding halogen yang lain. Unsur halogen klorin, bromin, dan
iodin dapat dihasilkan dari oksidasi terhadap senyawa halida dengan oksidator MnO2 atau
KMnO4 dalam lingkungan asam.
1. Pembuatan Fluorin (F2)
Fluorin diperoleh melalui proses elektrolisis garam hidrogen fluorida, KHF2 dilarutkan
dalam HF cair, kemudian ditambahkan LiF 3% (agar suhu turun sampai ±100oC). Elektrolisis
dilakukan pada tempat terbuat dari baja, di mana sebagai katode baja dan sebagai anoda karbon
(grafit).
Reaksi
KHF2 → K+ + HF2-
HF2- → H+ + 2F
Katode: 2H+ + 2e → H2
Anoda : 2F- → F2 + 2e
Reaksi di atas perlu digunakan diafragma (pemisah berupa monel), untuk mencegah
terjadinya reaksi antara H2 dan F2 maka gas F2 yang terbentuk dapat ditampung dalam wadah
yang terbuat dari aliasi Cu dengan Ni
2. Pembuatan Klorin (Cl2)
Air laut dan garam batu merupakan sumber utama Cl, untuk mendapatkan Cl dapat
dilakukan elektrolisis leburan NaCl, dan elektrolisis larutan NaCl.
Proses Downs
Elektrolisis leburan NaCl (NaCl cair)
Katode (besi) : Na+ + e → Na
Anoda (karbon) : 2Cl- → Cl2 + 2e
Pada proses di atas sebelum NaCl dicairkan, NaCl dicampurkan dengan sedikit NaF (agar
titik lebur turun dari 800oC menjadi 600oC. Kontak (reaksi) antara logam Na dan gas Cl 2
terbentuk digunakan lapisan besi tipis.
3. Pembuatan Bromin (Br2)
Air laut juga sumber utama Br. Setiap 1 m 3 air laut terdapat 3 kg bromin (Br 2). Bromin
didapatkan dengan cara mengoksidasi ion bromida yang terdapat dalam air laut.
Cl(g) + 2Br–(aq) → 2Cl-(aq) + Br2(g)
Br2 dalam air dapat mengalami hidrolisis.
Br2(g) + H2O(l) → 2H+(aq) + Br–(aq) + BrO–(aq)
Reaksi hidrolisis dapat dicegah dengan cara menambahkan H 2SO4 pada air laut hingga
pHnya 3,5. Setelah pH air laut 3,5, baru dialiri gas Cl2 dan udara. Gas Br2 yang diperoleh
dimurnikan dari Cl2 dengan cara destilasi.
Logam Alkali
Konfigurasi elektron valensi logam alkali adalah ns1. Oleh karena itu, atom logam alkali
cenderung mudah melepaskan sebuah elektron membentuk ion bermuatan +1 dengan
konfigurasi elektron stabil gas mulia. Hal tersebut juga dapat dilihat dari energi ionisasinya
yang relatif rendah. Selain itu, perbedaan energi ionisasi pertama dan kedua juga sangat
besar. Secara umum, keteraturan sifat dari Li ke Fr, yaitu:
Titik leleh, titik didih, dan kekerasan logam alkali tergolong relatif rendah. Dari Li ke Fr,
titik leleh, titik didih, dan daya hantar listrik dan panas semakin menurun, kecuali daya
hantar listrik dan panas pada logam Na dan K justru bertambah. Hal ini terkait dengan
ikatan logam pada logam alkali. Semakin banyak elektron yang terlibat pada pembentukan
ikatan logam, semakin kuat ikatan; semakin besar jari-jari atom, semakin lemah ikatan.
Pada atom Na dan K elektron cenderung lebih mudah bergerak bebas.
Sifat kimia
Logam alkali bersifat sangat reaktif, sebagaimana terlihat dari energi ionisasinya yang
relatif rendah. Kereaktifan logam alkali meningkat dari Li ke Fr, begitu juga dengan sifat
reduktor yang semakin kuat. Hampir senyawa logam alkali bersifat ionik dan mudah larut
dalam air.
Semua logam alkali bereaksi dengan air membentuk basa dan gas hidrogen. Li bereaksi
agak pelan; Na bereaksi hebat dengan percikan api; K, Rb, dan Cs meledak jika dimasukkan
dalam air. Oleh karena reaksi tersebut sangat eksoterm, gas hidrogen yang terbentuk akan
langsung terbakar.
Jika dipanaskan, logam alkali dapat bereaksi dengan gas hidrogen membentuk senyawa
ionik alkali hidrida.
Logam alkali dapat bereaksi dengan oksigen membentuk oksida, peroksida, ataupun
superoksida. Dalam jumlah oksigen terbatas umumnya terbentuk oksida.
Namun, jika oksigen berlebihan, Na dapat membentuk peroksida, sedangkan K, Rb, dan Cs
dapat membentuk superoksida.
Logam alkali bereaksi dengan halogen (F2, Cl2, Br2, I2) membentuk senyawa garam halida.
Warna nyala
Ketika dipanaskan dengan suhu tinggi, setiap unsur akan memancarkan radiasi
elektromagnetik yang khas. Hal ini terjadi akibat elektron pada atom unsur mengalami
eksitasi atau perpindahan ke tingkat energi yang lebih tinggi, dan ketika elektron tersebut
kembali ke tingkat energi semula diikuti pancaran foton. Keunikan spektrum radiasi
elektromagnetik tersebut dapat digunakan untuk mengenali suatu unsur.
Pada pembakaran unsur atau senyawa logam alkali pada nyala api, elektron pada atom
setiap unsur logam alkali akan tereksitasi dan menghasilkan warna nyala yang khas.
Lampiran 2
LEMBAR EVALUASI