Anda di halaman 1dari 3

Kasus Adelin Lis

Adelin Lis selaku Direktur Umum di PT Keang Nam Development Indonesia, selanjutnya disebut dengan
PT KNDI didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Medan dengan dakwaan
melakukan tindakan atau turut serta bersama dengan Ir. Oscar Sipayung (Direktur Utama PT KNDI ),
Washington Pane (Direktur Produksi dan Perencanaan PT KNDI), Ir H. Sucipto L. Tobing dan Ir Budi
Ismoyo dalam tindakan korupsi. PT KNDI melakukan joint venture dengan PT Mujur Tiber yang bergerak
dalam bidang pemanfaatan hasil hutan seluas 58.590 (lima puluh delapan ribu lima ratus sembilan
puluh) hektar yang terletak di kawasan hutan Sungai Singkuang - Sungai Natal Kabupaten Mandailing
Natal (dahulu Kabupaten Tapanuli Selatan), Sumatera Utara berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan
Perkebunan RI Nomor: 805/Kpts-VI/1999 tertanggal 30 September 1999 untuk jangka waktu 55 tahun,
berlaku surut sejak tahun 1994.1

Perusahaan tersebut ternyata terbukti telah melakukan illegal logging karena menebang pohon di luar
area Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang telah disahkan dan ditentukan oleh pemerintah dan tidak
membayar Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) yang menjadi kewajiban
perusahaan setelah mendapatkan izin pengusahaan hutan (yang sekarang disebut dengan Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu/IUPHHK). Hasil tebangan tersebut merugikan keuangan negara sebesar
Rp 119.802.393.040 dan US$ 2.938.556,24.

Pemanfaatan izin tersebut nyatanya telah dimanfaatkan oleh terdakwa untuk memungut hasil hutan
kayu dengan memerintahkan salah satu karyawan PT KNDI yakni Musran Tumanggor untuk menebang
kayu di luar area RKT. Penjabaran lebih lanjut mengenai penebangan kayu tersebut adalah sebagai
berikut:2

1. Pada tahun 2000 tanpa hak dan tanpa izin melakukan penebangan serta memungut hasil hutan
kayu tebangan sebanyak 15.544 (lima belas ribu lima ratus empat puluh empat) batang dengan
volume seluruhnya 37.608,65 M3 di Jalan Danau KM. 10 pada titik koordinat 000 57‘ 22,4” LU
dan 990 03‘ 26,4“ BT di luar RKT PT. Keang Nam Development Indonesia tahun 2000 namun dari
pemungutan hasil hutan kayu tersebut sama sekali tidak membayar PSDH dan DR;
2. Pada tahun 2001 tanpa hak dan tanpa izin melakukan penebangan serta memungut hasil hutan
kayu tebangan sebanyak 14.697 (empat belas ribu enam ratus sembilan puluh tujuh) batang
dengan volume seluruhnya 29.090,15 M3 pada lokasi jalan Danau KM. 12 di luar RKT PT. Keang
Nam Development Indonesia tahun 2001 dengan tidak membayar PSDH dan DR sebagaimana
mestinya;
3. Pada tahun 2002 tanpa hak dan tanpa izin melakukan penebangan serta memungut hasil hutan
kayu tebangan sebanyak 23.310 (dua puluh tiga ribu tiga ratus sepuluh) batang dengan volume
seluruhnya 55.451,32 M3 di Jalan Koridor KM. 9 pada titik koordinat 000 55’ 06,9 ‘ LU dan 990
07’ 09,0 BT di luar RKT PT. Keang Nam Development Indonesia tahun 2002 dengan tidak
membayar PSDH dan DR sebagaimana mestinya;
4. Pada tahun 2003 tanpa hak dan tanpa izin melakukan penebangan serta memungut hasil hutan
kayu tebangan sebanyak 7,916 (tujuh ribu sembilan ratus enam belas) batang dengan volume
seluruhnya 20,659.73 M3 di Jalan Koridor KM. 9 pada titik koordinat 000 54’ 55,6 “ LU dan 990

2
06’ 55’,4” di luar RKT PT. Keang Nam Development Indonesia Tahun 2003 dengan tidak
membayar PSDH dan DR sebagaimana mestinya;
5. Pada tahun 2004 tanpa hak dan tanpa izin melakukan penebangan serta memungut hasil hutan
kayu tebangan sebanyak 10,710 (sepuluh ribu tujuh ratus sepuluh) batang dengan volume
seluruhnya 26,652.76 M3 di Jalan Danau KM. 4 pada titik koordinat: 000 55’ 30,8 “ LU dan 990
04’ 25’,3” di luar RKT PT. Keang Nam Development Indonesia Tahun 2004 dengan tidak
membayar PSDH dan DR sebagaimana mestinya;
6. Pada tahun 2005 tanpa hak dan tanpa izin melakukan penebangan serta memungut hasil hutan
kayu tebangan sebanyak 12.776 (dua belas ribu tujuh ratus tujuh puluh enam) batang dengan
volume seluruhnya 24.788,32 M3 di Jalan Danau KM. 9 Aek Lambe pada titik koordinat: 000 56’
50,4“ LU dan 990 05’ 21’,2”BT di luar RKT PT. Keang Nam Development Indonesia Tahun 2005
dengan tidak membayar PSDH dan DR sebagaimana mestinya.

Jaksa penuntut umum mendakwa terdakwa dalam persidangan dengan dakwaan


subsidiair/kumulasi. Dakwaan pertama adalah tentang korupsi, sedangkan dakwaan kedua
tentang kehutanan. Analisis ini akan fokus pada dakwaan pertama primer dan dakwaan pertama
subsidiair. Dalam dakwaan pertama [primer] ini, JPU mengancam dengan Pasal 2 ayat (1) jo.
Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara dalam dakwaan pertama subsidiair, Adelin Lis diduga telah menyalahgunakan
wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya atau jabatannya [memerintahkan
penebangan di luar blok RKT] dan diancam dengan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Jo.
Pasal 18 UU No 31Tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam surat Tuntutan Pidananya, JPU meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan
menyatakan terdakwa terbukti melakukan perbuatan korupsi dan bersalah secara sengaja
melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan. Tuntutan pidananya adalah 10 tahun
penjara, denda Rp 1 milyar, subsider 6 bulan kurungan dan membayar uang pengganti kerugian
negara secara tanggung renteng dengan Ir Oscar Sipayung, Washington Pane, Ir Budi Ismoyo, Ir
Sucipto L. Tobing, sebesar Rp 119.802.393.040 dan US$ 2.938.556,24, dengan ketentuan jika
dalam satu bulan terdakwa tidak melunasi uang pengganti tersebut maka hartanya disita dan
apabila tidak cukup maka diganti dengan hukuman penjara selama lima tahun.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan memutuskan untuk membebaskan terdakwa dengan
beberapa pertimbangan sebagai berikut:3

1. Materi dakwaan yang digunakan oleh JPU seharusnya menganut asas lex specialis derogate legi
generali. Oleh karena itu UU Kehutanan harus ditetapkan sebagai lex specialis dalam perkara ini;
2. Terdakwa dan PT KNDI yang melakukan penebangan pohon di luar area RKT merupakan suatu
pelanggaran administrasi bukan tergolong tindak pidana karena tindakan tersebut tidak disertai
dengan adanya bukti. Konsekuensinya, wewenang penindakan terhadap terdakwa berada di
tangan Menteri Kehutanan bukan di pengadilan;

3
3. Dakwaan yang menyatakan terdakwa dan PT KNDI tidak membayar PSDH dan DR tidak dapat
dibuktikan, karena di persidangan terdakwa melampirkan bukti berupa fotocopy transfer PSDH
dan DR meskipun pembayarannya belum dilakukan secara penuh atau lunas.

Pertimbangan majelis hakim tingkat pertama tampaknya belum membahas mengenai kerugian yang
dialami oleh negara akibat tindakan illegal loging yang dilakukan oleh terdakwa dan PT KNDI.
Pertimbangan majelis hakim masih sebatas mengomentari hal-hal normatif dan berdasarkan bukti-bukti
yang masih mengambang.

Tidak puas dengan putusan tersebut, JPU kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Permohonan kasasi tersebut diterima oleh MA dan Adelin diputus 10 tahun penjara dan denda Rp 1
miliar.4 Berikut pertimbangan majelis hakim pada tingkat kasasi dalam putusan Adelis Lin: 5

1. Judex facti telah salah menerapkan hukum pembuktian terhadap keterangan saksi-saksi yang
ada dan mengabaikan persesuaian hubungan antara saksi satu dengan saksi lainnya;
2. Pelanggaran administrasi yang dijadikan alasan penghapus pidana oleh judex facti tidaklah tepat
karena perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajiban hukum yang seharusnya
dilaksanakan oleh pelaku. Oleh karena itu, tindakan pelaku tergolong ke dalam perbuatan
melawan hukum dan telah memenuhi seluruh unsur dakwaan kesatu primair dan dakwaan
kedua primair Jaksa Penuntut Umum, dan karenanya terdakwalah harus dinyatakan telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Korupsi secara
bersama-sama dan berlanjut, dan tindak pidana kehutanan secara bersama-sama dan berlanjut;
3. Perbuatan terdakwa telah merugikan negara dalam jumlah yang sangat besar yakni Rp
119.802.393.040,00 (seratus sembilan belas milyar delapan ratus dua juta tiga ratus sembilan
puluh tiga ribu empat puluh rupiah) dan US$ 2.938.556,24 (dua juta sembilan ratus tiga puluh
delapan ribu lima ratus lima puluh enam koma dua puluh empat US dollar), berdasarkan hasil
audit BPKP Provinsi Sumatera Utara nomor: R-2369/PW02/6/2006 tanggal 22 Juni 2006.

Anda mungkin juga menyukai