Anda di halaman 1dari 6

TUGAS MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA BIDANG KEBIDANAN

“KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA SITUASI KRISIS KESEHATAN”

DOSEN: ISYE FADMIYANOR, S,Si,T, M.Kes

OLEH :

RANTI MAY SUNDARI

NIM : P031915401027

TINGKAT 3A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU

PRODI D III KEBIDANAN

JURUSAN KEBIDANAN

PEKANBARU

2021
Kesehatan Reproduksi Remaja Pada Situasi Krisis Kesehatan

A. Remaja pada situasi pengungsian

Kesehatan reproduksi bukan hanya mencakup kesehatan reproduksi perempuan secara sempit
misalnya masalah seputar perempuan usia subur yang telah menikah, kehamilan dan persalinan,
tetapi mencakup seluruh tahapan hidup perempuan sejak konsepsi sampai usia lanjut. Beberapa
masalah yang perlu diperhatikan dalam kesehatan reproduksi, yaitu kesehatan reproduksi itu
sendiri, PMS dan pencegahan HIV/AIDS, remaja, Keluarga Berencana, Usia Lanjut.

Faktor non klinis yang menyertai seperti faktor demografi, ekonomi, budaya dan lingkungan,
faktor biologis dan faktor psikologis yang mempengaruhi kesehatan reproduksi dapat
memberikan dampak buruk terhadap kesehatan perempuan, oleh karena itu perlu memberikan
pemahaman akan keterlibatan perempuan, dengan harapan semua perempuan mendapatkan hak-
hak reproduksinya dan menjadikanya kehidupan reproduksinya menjadi lebih berkualitas.
Intervensi pemerintah terhadap penanganan masalah Kesehatan Reproduksi ini akan sangat
membantu dalam mewujutkan kesejahteraan perempuan.

Berikut adalah hal-hal yang disampaikan kepada BPPD dan dinas sosial untuk mendukung
pencegahan terjadinya kekeraan seksual melalui manajemen tenda pengungsian yang aman:

1. Perlindungan: penempatan petugas keamanan dengan jumlah berimbang antara petugas laki-
laki dan perempuan serta mengaktifkan sistem keamanan oleh masyarakat. Keamanan di
tempat pengungsian penting dilakukan untuk melindungi kelompok rentan dari risiko
kekerasan seksual. Penjagaan untuk perlindungan/ keamanan berlangsung 24 jam/7 hari.
2. Pendidikan: pada situasi bencana pendidikan bagi anak perempuan dan laki-laki harus tetap
berjalan dengan mempertimbangkan pengaturan keamanan seperti akses ke lokasi belajar,
lingkungan belajar, dan waktu belajar sehingga anak terlindung risiko kekerasan seksual.
3. Air dan Sanitasi: perempuan menggunakan toilet lebih lama daripada laki laki dan pekerjaan
domestik seperti mengambil air bersih dan mencuci pakaian banyak dikerjakan oleh
perempuan. Perlu dipertimbangkan pengaturan dalam:
1) Menempatkan toilet pada tempat yang tidak terlalu jauh dari lokasi pemukiman/tenda dan
menyediakan toilet yang aman:
• Toilet harus terpisah antara laki-laki dan perempuan
• Toilet perempuan dan laki-laki sebaiknya tidak berdekatan
• Akses menuju toilet mempunyai penerangan yang cukup
• Toilet mempunyai lampu atau penerangan yang cukup • Pintu toilet harus dapat di kunci
dari dalam.
• Jumlah toilet perempuan lebih banyak dari toilet laki-laki, sehingga tidak terjadi antrian
yang panjang
2) Menyediakan tempat mandi, cuci dan air bersih terpisah bagi perempuan dan laki-laki
3) Manajemen tenda atau penampungan sementara: pada saat pembentukan manajemen
tenda atau penampungan sementara harus mempertimbangkan kebutuhan kelompok
rentan, dengan cara:
• Menempatkan satu keluarga berada dalam tempat/tenda yang sama
• Menempatkan perempuan yang menjadi kepala keluarga dan anak yang terpisah dari
keluarga pada satu tempat yang sama berada dekat dengan pos keamanan. Apabila tidak
memungkinkan, mereka ditempatkan pada satu tenda yang sama dan dapat diberikan
sekat (berdekatan).

masalah dapat terjadi pada setiap tahapan siklus kehidupan perempuan, dibawah ini diuraikan
masalah yang mungkin terjadi mada setiap siklus kehidupan.

1. Masalah reproduksi

Kesehatan, morbiditas (gangguan kesehatan) dan kematian perempuan yang berkaitan denga
kehamilan. Termasuk didalamnya juga maslah gizi dan anemia dikalangan perempuan, penyebab
serta komplikasi dari kehamilan, masalah kemandulan dan ketidaksuburan; Peranan atau kendali
sosial budaya terhadap masalah reproduksi. Maksudnya bagaimana pandangan masyarakat
terhadap kesuburan dan kemandulan, nilai anak dan keluarga, sikap masyarakat terhadap
perempuan hamil. Intervensi pemerintah dan negara terhadap masalah reproduksi. Misalnya
program KB, undang-undang yang berkaitan dengan masalah genetik, dan lain sebagainya.
Tersedianya pelayanan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana, serta terjangkaunya secara
ekonomi oleh kelompok perempuan dan anakanak.Kesehatan bayi dan anak-anak terutama bayi
dibawah umur lima tahun. Dampak pembangunan ekonomi, industrialisasi dan perubahan
lingkungan terhadap kesehatan reproduksi.
2. Masalah gender dan seksualitas

Pengaturan negara terhadap masalah seksualitas. Maksudnya adalah peraturan dan kebijakan
negara mengenai pornografi, pelacuran dan pendidikan seksualitas. Pengendalian sosio-budaya
terhadap masalah seksualitas, bagaimana norma-norma sosial yang berlaku tentang perilaku seks,
homoseks, poligami, dan perceraian. Seksualitas dikalangan remaja.Status dan peran perempuan.
Perlindungan terhadap perempuan pekerja.

3. Masalah kekerasan dan perkosaan terhadap perempuan

Kencenderungan penggunaan kekerasan secara sengaja kepada perempuan, perkosaan, serta


dampaknya terhadap korban Norma sosial mengenai kekerasan dalam rumah tangga, serta
mengenai berbagai tindak kekerasan terhadap perempuan. Sikap masyarakat mengenai kekerasan
perkosaan terhadap pelacur. Berbagai langkah untuk mengatasi masalah- masalah tersebut.

4. Masalah Penyakit yang Ditularkan Melalui Hubungan Seksual

Masalah penyakit menular seksual yang lama, seperti sifilis, dan gonorrhea. Masalah penyakit
menular seksual yang relatif baru seperti chlamydia, dan herpes. Masalah HIV/AIDS (Human
Immunodeficiency Virus/Acguired immunodeficiency Syndrome); Dampak sosial dan ekonomi
dari penyakit menular seksual. Kebijakan dan progarm pemerintah dalam mengatasi maslah
tersebut (termasuk penyediaan pelayanan kesehatan bagi pelacur/Penjaja Seks Komersial). Sikap
masyarakat terhadap penyakit menular seksual.

5. Masalah Pelacuran

Demografi pekerja seksual komersial atau pelacuran. Faktor-faktor yang mendorong pelacuran
dan sikap masyarakat terhadap pelacuran.Dampaknya terhadap kesehatan reproduksi, baik bagi
pelacur itu sendiri maupun bagi konsumennya dan keluarganya.

6. Masalah Sekitar Teknologi

Teknologi reproduksi dengan bantuan (inseminasi buatan dan bayi tabung). Pemilihan bayi
berdasarkan jenis kelamin (gender fetal screening).Penapisan genetik (genetic screening).
Keterjangkauan dan kesamaan kesempatan.Etika dan hukum yang berkaitan dengan masalah
teknologi reproduksi ini.
B. Prinsip pelayanan kesehatan peduli remaja

Pengertian PKPR Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) adalah pelayanan kesehatan yang
ditujukan dan dapat dijangkau oleh remaja, menyenangkan, menerima remaja dengan tangan
terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan, peka akan kebutuhan terkait dengan
kesehatannya, serta efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Singkatnya, PKPR
adalah pelayanan kesehatan kepada remaja yang mengakses semua golongan remaja, dapat
diterima, sesuai, komprehensif, efektif dan efesien (Kemenkes RI, 2011).

Karakteristik PKPR diadop dari WHO (2003), yang menyebutkan agar Adolescent Friendly
Health Services (AFHS) dapat terakses kepada semua golongan remaja, layak, dapat diterima,
komprehensif, efektif dan efisien, memerlukan :

1. Kebijakan yang peduli remaja


2. Prosedur pelayanan yang peduli remaja
3. Petugas khusus yang peduli remaja
4. Petugas pendukung yang peduli remaja
5. Fasilitas kesehatan yang peduli remaja
6. Partisipasi/keterlibatan remaja
7. Keterlibatan masyarakat Berbasis masyarakat, menjangkau keluar gedung, serta
mengupayakan pelayanan sebaya
8. Pelayanan harus sesuai dan komprehensif
9. Pelayanan yang efektif
10. Pelayanan yang efesien (Kemenkes RI, 2011).

Strategi pelaksanaan dan pengembangan PKPR di Puskesmas 

1. Penggalangan kemitraan, dengan membangun kerjasama atau jejaring kerja


2. Pemenuhan sarana dan prasarana dilaksanakan secara bertahap
3. Penyertaan remaja secara aktif
4. Penentuan biaya pelayanan serendah mungkin
5. Dilaksanakannya kegiatan minimal
6. Ketepatan penentuan prioritas sasaran
7. Ketepatan pengembangan jenis kegiatan
8. Pelembagaan monitoring dan evaluasi internal

Anda mungkin juga menyukai