Anda di halaman 1dari 27

SEBARAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN TRACKING DAERAH

PENANGKAPAN IKAN CAKALANG PADA KM……...... DI PERAIRAN


FLORES TIMUR NUSA TENGGARA TIMUR

PROPOSAL PRAKTEK AKHIR

OLEH :
I WAYAN GD. ARDA WIRA RAHADITYA
NRP. 52161111318

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN


JURUSAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN
SEKOLAH TINGGI PERIKANAN
JAKARTA
2019
PROPOSAL PRAKTEK AKHIR

Judul : Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Tracking Daerah


Penangkapan Ikan Cakalang pada KM... di Perairan
Flores Timur Nusa Tenggara Timur
Nama : I Wayan Gd. Arda Wira Rahaditya
NRP : 52161111318
Program Studi : Teknologi Penangkapan Ikan
Jurusan : Teknologi Penangkapan Ikan

Menyetujui:

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Dr. Maman Hermawan, S.Pi, M.Si) (Dr. Ir. Chandra Nainggolan, M.Sc)

Mengetahui:

Ketua Jurusan Ketua Program Studi


Teknologi Penangkapan Ikan Teknologi Penangkapan Ikan

(Yusrizal, S.Pi, M.Si) (Erick Nugraha, S.St.Pi, M.Pi)

Tanggal Seminar : ...................


KATA PENGHANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat beliau dan segala karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
pembuatan Proposal Praktek Akhir ini. Proposal merupakan salah satu syarat
untuk melakukan praktek akhir pada Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan
di Sekolah Tinggi Perikanan. Judul yang penulis ambil pada pembuatan proposal
ini adalah: “Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Tracking Daerah
Penangkapan Ikan Cakalang pada KM....... di Perairan Flores Timur Nusa
Tenggara Timur” Adapun penulisan proposal praktek akhir ini terdiri atas empat
bab, yaitu: Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metode Praktek, dan Rencana
Kegiatan.
Semoga proposal ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan
pembaca pada umumnya.

Jakarta, September 2019

Penulis

i
UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak


Dr. Maman Hermawan, S.Pi, M.Si dan Dr. Ir. Chandra Nainggolan, M.Sc selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan pada penyusunan
Proposal Karya Ilmiah Praktek Akhir ini.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ir. Mochammad Heri Edy, MS selaku Ketua Sekolah Tinggi Perikanan
Jakarta.
2. Yusrizal, S.Pi, M.Si selaku Ketua Jurusan Teknologi Penangkapan Ikan.
3. Erick Nugraha, S.St.Pi, M.Si selaku Ketua Program Studi Teknologi
Penangkapan Ikan
4. Kedua orang tua, yang selalu memberikan dukungan dan doanya.
5. Rekan-rekan yang telah banyak memberikan dorongan moril dan materil
selama pengerjaan.
Harapan bagi penulis semoga Proposal Karya Ilmiah Praktik Akhir ini dapat
bermanfaat dan menambah wawasan kepada para pecinta Ilmu Kelautan dan
Perikanan. Akhir kata semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan
kelimpahan berkat dan anugerah kepada kita semua.

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGHANTAR .......................................................................................... i
UCAPAN TERIMAKASIH..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vi
PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan .................................................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah ................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3
2.1 Huhate (Pole and Line) .......................................................................... 3
2.1.1 Kontuksi Kapal Huhate (Pole and Line) ...................................... 3
2.1.2 Alat Tangkap Huhate (Pole and Line). ........................................ 3
2.1.3 Metode dan Teknik Penangkapan .............................................. 4
2.1.4 Umpan Hidup.............................................................................. 6
2.2 Ikan Cakalang ........................................................................................ 7
2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Cakalang ...................................... 7
2.2.2 Habitat Ikan Cakalang ................................................................ 8
2.3 Daerah Penangkapan ............................................................................ 9
2.4 Suhu Permukaan Laut (SPL) ................................................................. 9
2.5 Pengindraan Jauh dan Citra Satelit ...................................................... 10
2.4.1 Satelit Aqua/Terra MODIS ........................................................ 11
2.4.2 Satelit Suomi NPP VIIRS .......................................................... 12
METODE PRAKTEK .......................................................................................... 13
3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................... 13
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................... 13
3.2.1 Alat ........................................................................................... 13
3.2.2 Bahan ....................................................................................... 14
3.3 Metodologi ........................................................................................... 14
3.3.1 Metode Praktek Akhir ............................................................... 14
3.3.2 Metode Pengumpulan Data ...................................................... 14
3.3.3 Metode Analisis Data ................................................................ 15
RENCANA KEGIATAN ...................................................................................... 17

iii
4.1 Rencana Kegiatan Praktek................................................................... 17
4.2 Rencana Anggaran .............................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 19

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Tipe Kapal Huhate Jepang .............................................................................. 3
2. Tipe Kapal Huhate Amerika............................................................................. 3
3. Huhate (Pole and Line) ................................................................................... 4
4. Jenis Umpan Hidup ......................................................................................... 6
5. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) ............................................................. 8
6. Lapisan Termoklin Suhu Permukaan Laut ..................................................... 10

v
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Alat dan Bahan.............................................................................................. 13
2. Rencana Kegiatan Praktek Akhir ................................................................... 17
3. Rencana Anggaran Praktek Akhir ................................................................. 18

vi
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luas daratan NTT adalah 48.718,10 km2, tetapi luas perairan atau laut
sekitar 200.000 km2 di luar perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).
Beberapa laut yang terhampar adalah Laut Flores di utara, Laut Sawu di tengah,
Samudera Hindia di selatan, dan Laut Timor di tenggara. Dalam hamparan laut
luas di utara dan selatan, serta dengan jajaran pulau yang membentuk formasi
pulau-pulau yang melingkari Laut Sawu itulah potensi sumber ekonomi kelautan
NTT sebagai masa depan yang masih banyak terpendam (Kupang Tribun News,
2017).
Kabupaten Flores Timur (Flotim) memiliki batas dengan Laut Flores di
sebelah Utara; Laut Sawu di sebelah selatan, Kabupaten Sikka di sebelah Barat;
dan Kabupaten Lembata di sebelah Timur. Kabupaten Flores Timur terletak
antara 08°04’-08°40’ LS dan 122°38’-123°57’ BT. Luas wilayah daratan 1.812,85
km2 tersebar di 17 pulau (3 pulau yang dihuni dan 14 pulau yang tidak dihuni).
Secara administrasi, Flores Timur terdiri dari 19 Kecamatan, 21 Kelurahan, 232
Desa (Muhartono et al., 2013).
Kabupaten Flores Timur merupakan salah satu sentra pendaratan ikan
pada wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten tersebut memiliki enam
unit industri perikanan yang berada di Kecamatan Larantuka. Jenis ikan pelagis
yang didaratkan misalnya, tuna sirip kuning, baby tuna, cakalang dan tongkol
(Utami et. al., 2015). Flotim dalam tahun 2015, mencatat sebanyak 14.276 ton
hasil laut didaratkan, dan Kecamatan Larantuka sebagai penghasil terbesar (BPS
Kab. Flores Timur, 2015).
Wilayah perairan Flores Timur memiliki potensi sumberdaya ikan yang
sangat besar. Salah satunya adalah ikan cakalang, dimana pemanfaatan
sumberdaya tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional dan
internasional. Hal ini dibuktikan dengan dibangunnya PPI Amagarapati yang
merupakan bantuan Jepang pada tahun 2009. Artinya, sumberdaya ikan pada
wilayah ini berperan aktif dalam memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat luar
negeri, yang pada akhirnya akan bermakna ganda, yaitu peningkatan sektor
ekonomi dan tekanan eksploitasi yang semakin besar (Utami et. al., 2015).
1.2 Tujuan

1. Mengetahui cara pengoperasian Huhate (Pole and Line) di daerah Flores


Timur.
2. Mengetahui sebaran suhu permukaan laut dan tracking daerah
penangkapan pada ikan cakalang.
3. Mengetahui hubungan antara sebaran suhu permukaan laut dengan hasil
tangkapan ikan cakalang.

1.3 Batasan Masalah

1. Pengoperasian Huhate (Pole and Line) yang digunakan pada saat kegiatan
penelitian.
2. Sebaran suhu yang dimaksud terbatas pada suhu permukaan laut.
3. Perairan hanya terbatas di Laut Flores dan Laut Sawu
4. Hasil tangkapan yang dimaksud terbatas pada ikan cakalang.
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Huhate (Pole and Line)


2.1.1 Kontuksi Kapal Huhate (Pole and Line)
Kapal Huhate (Pole and Line). Tipe kapal Huhate terdiri dari dua, yaitu tipe
Amerika dan tipe Jepang. Huhate yang dioperasikan di Indonesia umumya tipe
Jepang. Tipe kapal ini dibedakan berdasarkan dimana operasi pemancingan
dilakukan. Tipe amerika pemancingan dilakukan di buritan, sedangkan tipe
Jepang di haluan. Pemancing berdiri atau duduk di pila-pila (playing deck) yang
dipasang sekeliling kapal di luar bulkwark. Kamar kemudi dan akomodasi
ditematkan di bagian buritan (aft). Palkah ditempatkan di tengah-tengah kapal.
Kapal Huhate dilengkapi dengan tangki umpan hidup dan water sprayer untuk
menarik atau memecah perhatian ikan. Kapal Huhate berukuran besar dilengkapi
dengan sistem refrigerasi untuk menyimpan hasil tangkapan. Sedangkan untuk
kapal berukuran kecil dengan sistem operasi harian (one day fishing), ikan hasil
tangkapan cukup diawetkan dengan menggunakan balok es (Supardi, 2007)

Gambar 1. Tipe Kapal Huhate Jepang Gambar 2. Tipe Kapal Huhate Amerika

2.1.2 Alat Tangkap Huhate (Pole and Line).


Pancing berjoran (Pole and Line) atau dikenal dengan huhate terdiri dari
pancing dan tali diikatkan pada joran (pole). Joran ada yang terbuat dari bambu
khusus dan fiberglass. Pancing menyatu dengan umpan tiruan yang bentuknya
mirip dengan ikan, teridiri dari batang bulat pipa stainless diisi dengan timah
diberi mata tiruan, mata pancing tidak berkait dilindungi oleh kulit ikan buntal
(puffer fisa skin) atau plastik berwarna dibentuk mirip sayap, dan bulu burung
atau serpihan serat plastik (Supardi, 2007).
Menurut Sudirman dan Mallawa (2012). Pole and line ini terdiri dari joran,
tali utama, tali sekunder dan mata pancing. Adapun deskripsi alat tangkap yang
digunakan adalah sebagai berikut:
1. Joran (tangkai pancing), bagian ini terbuat dari bambu yang cukup tua dan
mempunyai tingkat elastisitas yang baik. Panjang joran berkisar 2 - 2,5 m
dengan diameter pada bagian 3 - 4 cm. Panjang bagian ujung sekitar 1 -
1,5 cm.
2. Tali utama (main line), terbuat dari bahan sintetis polythelene dengan
panjang sekitar 1,5 - 2 m yang sesuai dengan panjang joran yang
digunakan.
3. Tali sekunder, terbuat dari bahan monofilament berupa tali berwarna putih
sebagai pengganti kawat baja (wire leader) dengan panjang berkisar 20
cm. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terputusnya tali utama dengan
mata pancing sebagai akibat gigitan ikan cakalang.
4. Mata pancing (hook) yang tidak berkait balik. Nomor mata pancing yang
digunakan adalah 2,5 – 2,8. Pada bagian atas mata pancing terdapat timah
berbentuk slinder dengan panjang sekitar 2 cm dan berdiameter 8 mm
dilapisi nikel sehingga berwarna mengkilap dan menarik perhatian ikan
cakalang. Selain itu, pada sisi luar silinder terdapat cincin sebagai tempat
mengikat tali sekunder. Dibagian mata pancing dilapisi dengan guntingan
tali rapia berwarna merah yang membungkus rumbai – rumbai. Bentuk
umum alat tangkap huhate dapat di lihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3. Huhate (Pole and Line)

2.1.3 Metode dan Teknik Penangkapan


Menurut Supardi Ardidja (2007), Perikanan huhate merupakan gabungan
dari berbagai metoda penangkapan ikan, selain menggunakan metoda tali dan
pancing, juga menggunakan metoda berburu (mencari gerombolan ikan),
memanfaatkan unggas (menentukan lokasi gerombolan ikan) metoda
mengelabui ikan (menyemprotkan air dan umpan tiruan, memberikan umpan
hidup sebagai daya tarik ikan untuk berkumpul). Problem utama yang dihadapi
perikanan huhate pada umumnya adalah bagaimana menyediakan umpan hidup,
menyiapkan para pemancing dan pelempar umpan hidup yang handal, Sebab
untuk menangkap ikan cakalang sebanyak satu ton diperlukan umpan hidup
sekitar 50 kg.
Penangkapan ikan jenis ini juga menggunakan metoda yaitu menutupi
pandangan ikan terhadap gerakan di atas permukaan air atau bayangan kapal
dengan membuat hujan buatan, dan memikat ikan dengan umpan hidup. Hujan
tiruan di buat dengan menyemprotkan air di sekeliling kapal dengan
menggunakan water sprayer secara terus menerus. Umpan hidup disebarkan
tidak seperti memberi makan ikan di tambak, yaitu dengan taktik melemparkan 3-
4 ekor umpan hidup ke arah gerombolan ikan ketika gerombolan ikan belum atau
mulai tidak ke muncul ke permukaan, kemudian penebaran dikurangi 2-3, 1-2
ekor secara berturut-turut, dan pancing huhate mulai bekerja juga penebaran
umpan hidup dihentikan, dan dimulai lagi jika ikan mulai menyelam menjauh dari
permukaan atau dari kapal. Perlakukan ini akan meningkatkan rasa lapar ikan
cakalang. Keahlian ini sangat tergantung dari pengalaman dan insting si
pelempar umpan (boy-boy).
Umpan hidup disimpan di palkah umpan, yang memiliki konstruksi
penggantian udara dengan metoda sirkulasi. Air bagian bawah dipompa ke
bagian permukaan air di dalam palkah umpan, dan dikeluarkan melalui pipa-pipa
berlubang dalam bentuk semprotan halus. Terjadinya sirkulasi air diakibatkan
oleh perpindahan massa air akibat lapisan air di dalam palkah umpan tersedot
oleh pompa. Pergantian udara atau memasukkan oksigen ke air dengan teknik
memperbesar luas permukaan air, semakin luas permukaan air semakin banyak
oksigen terlarut ke air. Perluasan permukaan air diperoleh dengan
menyemprotkan air dalam bentuk butiran-butiran halus, semakin halus butiran
semakin luas permukaan semakin banyak oksigen terlarut.
Metoda olah gerak kapal Huhate saat operasi pemancingan dilakukan
adalah mengarahkan kapal ke gerombolan ikan dengan gerakan yang sangat
halus, agar pusaran air propeller tidak menimbulkan stimulan yang tidak berarti
agar tidak menakuti-nakuti ikan. Sulawesi Utara terutama Aer Tembaga
menerapkan manajemen operasi harian (one day fishing) bagi kapal-kapal
berukuran kecil yang tidak dilengkapi dengan palkah pendingin (karena jarak
fishing ground ke pelabuhan pendaratan ikan sangatlah dekat) dan operasi
penangkapan hanya dapat dilakukan pada siang hari. Ikan hasil tangkapan dari
kapal perikanan skala besar disimpan di cold storage milik perusahaan,
sedangkan yang kapal milik perorangan atau perusahaan perikanan skala kecil,
ikan hasil tangkapan langsung dijual ke konsumen atau ke perusahaan perikanan
skala besar.

2.1.4 Umpan Hidup


Nainggolan (2007) mengatakan bahwa umpan pada pemancingan huhate
berfungsi untuk menjaga gerombolan ikan tidak menjauh dari kapal penangkap
dan selalu berada di sekitar permukaan air sehingga dapat terlihat dengan mata
dan tidak menyelam ke dalam perairan. Umpan yang digunakan pada
penangkapan huhate adalah ikan hidup, oleh karena itu kapal uhate selalu
membawa ikan hidup yang jenisnya disukai oleh ikan cakalang (sejenis teri atau
anchovy dengan ukuran 5 - 10 cm). Adapun syarat umpan hidup yang baik
menurut Monintja (1968) yaitu:

1. Disukai cakalang dan ikan sejenisnya


2. Bila dilemparkan tetap dipermukaan dan berenang mendekati kapal
3. Ukuran sesuai dengan kemauan cakalang dan sejenisnya
4. Tahan hidup selama mungkin dalam keadaan apapun

Gambar 4. Jenis Umpan Hidup


Salah satu kendala pada kegiatan penangkapan ikan dengan huhate
adalah pengadaan dan ketersediaan umpan hidup untuk dibawa ke fishing
ground. Kegiatan pengadaan umpan hidup pada umumnya karena jenis teri
kebanyakan merupakan ikan yang bersifat musiman. Kerap kali ikan umpan ini
muncul di suatu perairan selama satu minggu berturut-turut dan selanjutnya
menghilang dari perairan tersebut (berpindah tempat) dalam waktu yang cukup
lama. Sering terjadi kapal huhate tidak dapat beroperasi karena umpan hidup
tidak tersedia, kalaupun tersedia jumlahnya tidak mencukupi, dari berbagai
pengalaman, untuk menghasilkan ikan tangkapan sebanyak satu ton dibutuhkan
sekitar 50 - 100 kg umpan hidup.
Pengadaan umpan hidup untuk huhate dilakukan dengan cara
penangkapan dari alam, yakni dari laut. Umpan hidup biasanya ditangkap
dengan menggunakan jaring angkat (stick held dip net) yang biasa dikenal oleh
masyarakat dengan istilah “bagan”, baik bagan tancap (tetap) maupun bagan
perahu, yang dapat berpindah tempat. Dewasa ini yang paling banyak digunakan
untuk menangkap umpan hidup untuk huhate adalah bagan perahu karena
bagan perahu dapat bergerak sehingga daerah penangkapannya bisa berpindah-
pindah sesuai musim dan keberadaan umpan (Nainggolan, 2007).

2.2 Ikan Cakalang


2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Cakalang
Cakalang sering disebut skipjack tuna. Klasifikasi ikan cakalang menurut
Matsumoto et al. (1984) adalah sebagai berikut:
Kindom : Animalia,
Phylum : Vertebrata,
Sub-phylum : Craniata,
Super-kelas : Gnathostomata,
Kelas : Teleostomi,
Sub-kelas : Actinopterygii,
Ordo : Perciformes,
Sub-ordo : Scombridei,
Famili : Scombridae,
Sub-famili : Scombrinae,
Genus : Katsuwonus,
Spesies : Katsuwonus pelamis.
Gambar 5. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)

Ikan Cakalang termasuk ikan perenang cepat dan mempunyai sifat makan
yang rakus. Ikan jenis ini sering bergerombol yang hampir sama melakukan
ruaya di sekitar pulau maupun jarak jauh dan senang melawan arus. Ikan ini
senang bergerombol di kedalaman mencapai hingga kedalaman 200 meter. Ikan
ini mencari makan berdasarkan penglihatan dan rakus terhadap mangsanya
(Nontji, 1987). ikan cakalang biasanya disebut juga skipjack tuna dan memiliki
ciri-ciri Morfologi sebagai berikut:
1. Bentuk tubuh memanjang seperti bentuk cerutu dan agak membulat
simetris, gigi kecil-kecil runcing yang tersusun secara seri; Pada helai
insang pertama gill rackers sebanyak 53-63 helai;
2. Mempunyai dua sirip dorsal yang terpisah, sirip yang pertama mempunyai
14 -16 jari-jari keras sedangkan sirip kedua diikuti dengan 7-9 finlet dan 7
finlet di belakang sirip dubur, Pada bagian ekor terdapat 2 keel yang keras,
badan tidak bersisik pada bagian dada dan garis sisi;
3. Bagian punggung berwarna biru kehitaman, bagian perut abu-abu dengan
4-6 garis hitam yang membujur.

2.2.2 Habitat Ikan Cakalang


Suhu yang ideal untuk ikan cakalang adalah 26°C – 32°C dan salinitas
33%. Ikan cakalang menyebar luas diseluruh perairan sub tropis dan tropis,
Anatara lain lautan hindia, atlantik dan pasifik kecuali lautan mediterania.
Ikan cakalang sangat menyukai daerah dimana terjadinya pertemua antara
arus /air (convergence) yang pada umumnya terdapat pulau-pulau. Ikan cakalang
juga menyukai perairan yang dimana terjadinya pertemua antara masa air panas
dan dingin, penaikan tekanan air dan parameter hidrografi yang terdapat
pencampuran yang tidak tetap.
Pada siang hari biasanya ikan cakalang berada dikedalaman 260 meter
dan pada malam hari ikan cakalang biasanya akan muncul kepermukaan.

2.3 Daerah Penangkapan


Daerah penangkapan ikan merupakan suatu daerah perairan dimana ikan
yang menjadi sasaran penangkapan tertangkap dalam jumlah yang
maksimal dan alat tangkap dapat dioperasikan serta ekonomis.
Suatu wilayah perairan laut dapat dikatakan sebagai “daerah penangkapan
ikan” apabila terjadi interaksi antara sumberdaya ikan yang menjadi target
penangkapan dengan teknologi penangkapan ikan yang digunakan untuk
menangkap ikan. Hal ini dapat diterangkan bahwa walaupun pada suatu areal
perairan terdapat sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan tetapi alat
tangkap tidak dapat dioperasikan yang dikarenakan berbagai faktor, seperti
antara lain keadaan cuaca, maka kawasan tersebut tidak dapat dikatakan
sebagai daerah penangkapan ikan demikian pula jika terjadi sebaliknya (Mukhtar,
2010).
Ikan cakalang termasuk ikan pelagis besar. Ikan kelompok pelagis ini
biasanya hidup di perairan yang relatif dalam. Pada perairan yang dangkal,
misalnya di Laut Jawa, sangat jarang ditemukan ikan cakalang. Biasanya ikan
cakalang hidup di perairan sekitar Indonesia tengah dan timur. Ikan cakalang
juga dapat ditemukan di perairan Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan
selatan Jawa. Dari berbagai penelitian dan pengamatan lapangan ikan cakalang
biasanya hidup pada permukaan sampai kedalaman sekitar 200 m. Suhu
perairan tempat cakalang biasanya berada berkisar antara suhu permukaan
sampai 200C di perairan subtropis dan tropis. (Nainggolan, 2015).

2.4 Suhu Permukaan Laut (SPL)


Menurut Irawan ( 2016), salah satu faktor oseanografi yang paling mudah
untuk diketahui dan diukur adalah suhu (temperature), termasuk banyak
memperoleh perhatian dalam berbagai keadaan dan pengkajian kelautan dan
perikanan. Diketahuinya suhu air laut baik dipermukaan maupun lapisan
kedalaman dibawah permukaan laut dapat dihgambarkan strukturnya dan
bermanfaat mengetahui gejala fisik laut, hal ini juga berhubungan dengan
keberadaan fauna dan flora yang hidup di dalamnya.
Suhu permukaan laut (SPL) di kawasan tropis sepanjang tahun berkisar
25,5C sampai 31,5C, di beberapa wilayah yang berpotensi terjadi umbalan
(upwelling) dan menyebabkan turunnnya SPL sampai dengan rata-rata 25,0C.
Upwelling adalah naiknya masa air dari lapisan dalam ke lapisan lebih atas (bisa
sampai ke permukaan laut) bersuhu dingin, umumnya sebagai proses stabilisasi
kondisi lingkungan termasuk proses nutrifikasi (pengkayaan suatu perairan)
perairan.
Nontji (1993) mengemukakan bahwa Suhu perairan bervariasi baik secara
vertikal maupun horizontal. Secara horizontal suhu bervariasi sesuai dengan
garis lintang dan secara vertikal sesuai dengan kedalaman. Variasi suhu secara
vertikal di perairan Indonesia pada umumnya dapat dibedakan menjadi tiga
lapisan, yaitu lapisan homogen (mixed layer) di bagian atas, lapisan termoklin di
bagian tengah dan lapisan dingin di bagian bawah. Lapisan homogen berkisar
sampai kedalaman 50-70 meter, pada lapisan ini terjadi pangadukan air yang
mengakibatkan suhu lapisan menjadi homogen (sekitar 28°C), lapisan termoklin
merupakan lapisan dimana suhu menurun cepat terhadap kedalaman, terdapat
pada lapisan 100-200 meter (Gambar 6). Lapisan dingin biasanya kurang dari
5°C, terdapat pada kedalaman lebih dari 200 meter.

Gambar 6. Lapisan Termoklin Suhu Permukaan Laut

2.5 Pengindraan Jauh dan Citra Satelit


Dalam pengertian sederhananya, pengindraan jauh merupakan suatu
teknik berbasis instrumentasi untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah,
atau gejala, dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan
menggunakan alat peraba (sensor), tanpa kontak langsung dengan objek,
daerah, atau gejala yang akan dikaji. Biasanya teknik ini menghasilkan beberapa
bentuk citra satelit yang selanjutnya diproses dan di interpretasikan guna
menghasilkan data yang bermanfaat untuk aplikasi di bidang pertanian,
perikanan, kelautan,arkeologi dan bidang pertanian dan bidang-bidang lainya
(Purbowaseso, 1995).
Di bidang kelautan citra satelit dapat digunakan untuk pengamatan kondisi
oseanografi suatu perairan secara multi temporal dan multi spasial di suatu
wilayah perairan yang cukup luas dan waktu yang bersamaan. Kondisi
oseanografi yang dapat diamati menggunakan citra satelit antara lain suhu
permukaan laut, kandungan klorofil-a dan arus laut. Citra suhu permukaan laut
diperoleh dari sensor thermal, kandungan klorofil-a dari sensor optik sedangkan
arus dari sensor radar.
Citra suhu permukaan laut (SPL) dapat dihasilkan dari berbagai sensor
thermal yang dibawa oleh berbagai satelit penginderaan jauh seperti NOAA-
AVHRR, Landsat dan MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer).
Suhu permukaan laut yang dapat dipantau oleh satelit merupakan parameter
oseanografi yang mempunyai pengaruh dominan bagi keberadaan sumberdaya
hayati laut. Menurut Widodo (1999), pengamatan dan monitoring fenomena
oseanografi dan sumberdaya hayati laut mengharuskan penggunaan banyak
data dalam selang waktu observasi tertentu (harian, mingguan, bulanan atau
tahunan). Citra suhu permukaan laut dari suatu perairan yang luas dapat
digunakan untuk mengetahui pola distribusi SPL, arus di suatu perairan dan
interaksinya dengan perairan lain serta fenomena upwelling dan front di perairan
tersebut yang merupakan daerah potensi penangkapan ikan.

2.4.1 Satelit Aqua/Terra MODIS


Satelit yang cukup terkenal untuk penginderaan jauh adalah Aqua/Terra
MODIS. MODIS (atau Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer)
merupakan sebuah instrumen penting yang berada dalam satelit Terra (EOS AM)
dan Aqua (EOS PM). Satelit Aqua/Terra MODIS mengamati seluruh permukaan
bumi setiap 1 hingga 2 hari, memperoleh data dalam 36 kanal pita spektrum
(spectral band) atau grup dari panjang gelombang (Lillesand, 1979).
Salah satu parameter kelautan yang terkait adalah suhu permukaan laut,
yang diperoleh dengan pengukuran langsung/survey lapangan atau
menggunakan data satelit. Perubahan suhu permukaan laut memiliki implikasi
biologis yang sangat penting untuk kondisi kenyamanan/ketidaknyamanan
kebanyakan biota laut, termasuk spesies plankton, rumput laut, kerang-kerangan,
ikan-ikan serta mamalia laut. Maka dengan mengetahui informasi perubahan
suhu permukaan laut, maka kawasan potensial untuk penangkapan ikan dapat
diketahui. Informasi tersebut dapat digunakan oleh nelayan dalam kegiatan
penangkapan ikan, sehingga penangkapan ikan akan menjadi lebih efisien dan
efektif.

2.4.2 Satelit Suomi NPP VIIRS


Visible Infrared Imaging Radiometer Suite (VIIRS) adalah sensor yang
dirancang dan diproduksi oleh Perusahaan Raytheon di atas Kemitraan
Pengorbit Kutub Nasional Suomi (Suomi NPP) dan satelit cuaca NOAA-20.
VIIRS adalah salah satu dari lima instrumen utama di atas Suomi PLTN,
diluncurkan pada 28 Oktober 2011. VIIRS adalah radiometer pemindaian
whiskbroom yang mengumpulkan citra dan pengukuran radiometrik dari tanah,
atmosfer, cryosfer , dan lautan di peta terlihat dan inframerah dari spektrum
elektromagnetik.
VIIRS mampu menghasilkan dua aliran pemrosesan data yang
menghasilkan dua set produk tanah yang berbeda. Satu diproduksi oleh NOAA ,
dan menyediakan data operasional untuk digunakan oleh Layanan Cuaca
Nasional. Ini dikenal sebagai catatan data lingkungan (EDR). Aliran lainnya
adalah dari NASA , dan dimaksudkan untuk berkontribusi pada komunitas ilmiah
yang lebih besar. Ini dikenal sebagai Earth Data Data Records (ESDRs).
Kegunaan utama VIIRS termasuk memantau dan menyelidiki perubahan
dan sifat-sifat pada vegetasi permukaan, tutupan / penggunaan lahan, siklus
hidrologi, dan anggaran energi bumi baik untuk skala regional maupun global.
Kombinasi dari set data MODIS, AVHRR, dan VIIRS akan memungkinkan untuk
penilaian tentang bagaimana perubahan iklim telah mempengaruhi permukaan
bumi selama 20 tahun terakhir.
METODE PRAKTEK

3.1 Waktu dan Tempat


Kegiatan Praktik Akhir ini dilaksanakan selama 6 bulan terhitung dari 11
November 2019 – 15 Mei 2020, yang berlokasi di Pangkalan Pendaratan Ikan
(PPI) Amagarapati, Jl. Herman Fernandez, Kelurahan Amagarapati, Kecamatan
Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, dengan
mengikuti kegiatan operasi penangkapan ikan pada kapal Huhate (Pole and
Line).

3.2 Alat dan Bahan


Selama melaksanakan kegiatan praktik akhir terdapat berbagai peralatan
serta bahan yang digunakan dalam melakukan penelitian ini.

3.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan selama melaksanakan pengamatan ini dapat
dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat dan Bahan

No. Nama Alat Fungsi Keterangan


1. Kapal Huhate Sebagai sarana yang digunakan Milik
(Pole and Line) untuk mengoperasikan alat tangkap perusahaan

2. Huhate (Pole and Sebagai alat penangkap ikan yang Milik


Line) dioperasikan perusahaan
3. GPS Untuk mengetahui posisi saat Milik
operasi penangkap ikan perusahaan

4. Kompas Sebagai alat penunjuk arah Milik


perusahaan
5. Jam tangan Sebagai alat petunjuk waktu Milik pribadi
6. Termometer Untuk mengukur suhu permukaan Milik pribadi
digital laut (SPL)
7. Meteran Untuk mengukur panjang Milik pribadi
8. Kalkulator Sebagai alat hitung Milik pribadi
9. Kamera Sebagai alat dokumentasi Milik pribadi
10. Alat tulis Sebagai alat pencatatan data Milik pribadi
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam kegiatan Praktik akhir ini meliputi :
1. Air laut sebagai objek untuk pengukuran suhu permukaan laut (SPL) pada
setiap kegiatan operasi penangkapan yang dilakukan.
2. Sampel hasil tangkapan ikan cakalang.

3.3 Metodologi
3.3.1 Metode Praktek Akhir
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan praktik akhir ini adalah metode
survey yaitu dengan mengikuti semua kegiatan operasi penangkapan ikan
dengan kapal Huhate (Pole and Lline) di PPI Amagarapati, Kecamatan
Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

3.3.2 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data dilaksanakan dengan mengikuti semua
rangkaian kegiatan pada kapal pukat cincin yaitu kegiatan operasi penangkapan
ikan serta kegiatan magang di kapal penangkapan ikan yaitu kegiatan usaha
pengelolaan kapal penangkap ikan.
Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai
berikut :
1. Observasi, merupakan suatu cara pengumpulan data dengan mengamati
langsung di lapangan dan mencatat semua hasil secara sistematis
terhadap obyek yang diamati.
2. Wawancara, merupakan metode pengumpulan data dengan jalan tanya
jawab sepihak dalam bentuk tatap muka yang berlandaskan kepada tujuan
praktek akhir.
3. Dokumentasi, merupakan metode pengumpulan data dengan cara
mengambil semua gambar kegiatan atau data-data pendukung praktik
akhir.
4. Studi literatur, merupakan metode pengumpulan data pustaka serta
mencari referensi teori yang relefan dengan kasus atau masalah yang
ditemukan di praktek akhir.
3.3.3 Metode Analisis Data
1. Analisis Hasil Tangkapan Per Satuan Upaya Penangkapan (CPUE)
Perhitungan CPUE bertujuan untuk mengetahui tingkat laju tangkapan
Huhate (Pole and Line) yang didasarkan pada pembagian antara hasil tangkapan
(catch) dengan upaya penangkapan (effort). Menurut Gulland (1983), rumus
CPUE adalah sebagai berikut:

𝑐
𝑞=
𝑓

Dimana:
q = Hasil Tangkapan Per Satuan Upaya Penangkapan (CPUE)
c = Hasil Tangkapan Huhate (Pole and Line)
f = Upaya Penangkapan

2. Analisa Hubungan Suhu Permukaan Laut dengan Hasil Tangkapan


Regresi linier adalah metode statistika yang digunakan untuk membentuk
model hubungan antara variabel terikat (dependen; respon; Y) dengan satu atau
lebih variabel bebas (independen, prediktor, X). Apabila banyaknya variabel
bebas hanya ada satu, disebut sebagai regresi linier sederhana, sedangkan
apabila terdapat lebih dari satu variabel bebas, disebut sebagai regresi linier
berganda. Analisis regresi setidak-tidaknya memiliki tiga kegunaan, yaitu untuk
tujuan deskripsi dari fenomena data atau kasus yang sedang diteliti, untuk tujuan
kontrol, serta untuk tujuan prediksi. Regresi mampu mendeskripsikan fenomena
data melalui terbentuknya suatu model hubungan yang bersifatnya numerik.
Regresi juga dapat digunakan untuk melakukan pengendalian (kontrol) terhadap
suatu kasus atau hal-hal yang sedang diamati melalui penggunaan model regresi
yang diperoleh. Selain itu, model regresi juga dapat dimanfaatkan untuk
melakukan prediksi untuk variabel terikat. Namun yang perlu diingat, prediksi di
dalam konsep regresi hanya boleh dilakukan di dalam rentang data dari variabel-
variabel bebas yang digunakan untuk membentuk model regresi tersebut. Misal,
suatu model regresi diperoleh dengan mempergunakan data variabel bebas yang
memiliki rentang antara 5 s.d. 25, maka prediksi hanya boleh dilakukan bila suatu
nilai yang digunakan sebagai input untuk variabel X berada di dalam rentang
tersebut. Konsep ini disebut sebagai interpolasi (Kurniawan, 2008).
Regresi sederhana dilakukan secara bertahap yaitu dengan
menghubungkan variabel bebas (SPL) dengan variable tak bebas (hasil
tangkapan cakalang). Pada penggunaan Microsoft Office Excel untuk mengolah
data yaitu dengan data analysis kemudian memilih analisis data regression.
Analisis regresi sederhana ini dilakukan untuk mengetahui hubungan
variabel tak bebas Y (hasil tangkapan cakalang) dengan variabel bebas X (SPL).
Model regresi yang digunakan yaitu (Maimun et al, 2013) :

𝑌 = 𝑎 + 𝑏𝑋

Dimana:
x = Suhu Permukaan Laut
y = Hasil Tangkapan Huhate (Pole and Line)
a = Konstanta (intercept), nilai a memotong sumbu Y
Besar nilai Y, ketika X=0
b = Koefisien regresi

Untuk mendapatkan nilai-nilai dalam rumus regresi di atas, perlu ditentukan


nilai koefisien regresinya yaitu nilai-nilai a dan b. Rumusan untuk menentukan
nilai tersebut di atas adalah sebagai berikut :

n ∑ xi yi − (∑ xi )(∑ yi )
𝑏=
n (∑ xi 2 ) − (∑ xi )2 𝑎 = 𝑦̅ − 𝑏𝑥̅
dan
Untuk mengetahui hubungan signifikan antara variabel X (SPL) terhadap
variabel Y (hasil tangkapan cakalang) dilakukan dengan mencari nilai t hitung
yang kemudian dibandingkan dengan nilai t tabel, dengan ketentuan jika t hitung
> t tabel maka tolak Ho dimana Ho adalah keputusan tidak terdapat pengaruh
yang signifikan.
Rangkaian rumus untuk mencari nilai t hitung adalah sebagai berikut :

𝑆𝑒
∑ yi 2 − 𝑎 ∑ yi − b ∑ xi yi 𝑆𝑏 =
𝑆𝑒 = √ (∑ 𝑥𝑖 )2
n−2 √∑ 𝑥𝑖 2 − ( )
𝑛

𝑏
𝑡 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
𝑆𝑏

Ho : SPL tidak berpengaruh signifikan terhadap Hasil Tangkapan


H1 : SPL berpengaruh signifikan terhadap Hasil Tangkapan
RENCANA KEGIATAN

4.1 Rencana Kegiatan Praktek


Berikut adalah rencana kegiatan selama melakukan Praktek Karya Ilmiah Praktek Akhir pada KM................... yang berlokasi di
PPP Amagarapati, Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.

Tabel 2. Rencana Kegiatan Praktek Akhir

No Kegiatan Tahun Ajaran 2019/2020

September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei

Minggu ke 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Penyusunan Proposal

2 Seminar Proposal

3 Perbaikan dan
persiapan KIPA

4 Praktek KIPA

a. Berangkat ke Lokasi

b. Pengurusan Izin

c. Orientasi Lapangan

d. Pengumpulan Data

e. Kembali ke Kampus
4.2 Rencana Anggaran
Dalam melakukan praktek akhir ini kami membutuhkan biaya untuk memenuhi biaya makan, biaya tempat tinggal, biaya
penyusunan laporan, dan biaya dokumentasi. Adapun rincian anggaran dana yang kami butuhkan untuk tahapan pengambilan data dan
penyusunan laporan adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Rencana Anggaran Praktek Akhir

No Uraian Biaya

1. Pembelian Alat dan Bahan Praktek Rp. 500.000

2. Pencetakan Proposal Rp. 100.000

3. Transportasi PP Rp. 3.000.000

4. Biaya Makan 180 hari @ Rp. 21.000 Rp. 3.780.000

5. Tempat Tinggal 6 bulan @ Rp. 300.000 Rp. 1.800.000

6. Biaya Tak Terduga Rp. 500.000

Total Biaya Rp. 9.680.000


DAFTAR PUSTAKA

Muhartono, R., Luhur E.S., dan Zulham A. 2013. Peluang dan Tantangan
Pemanfaatan Energi Arus Laut dalam Mendukung Ketahanan Pangan
pada Masyarakat Pesisir. Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan
dan Perikanan. Jakarta. Hal 385-392
Putra. 2017. NTT dan Potensi laut yan melimpah. KG Media:
https://kupang.tribunnews.com/2017/06/17/ntt-dan-potensi-laut-yang-
melimpah-catatan-kritis-anggota-dpr-benny-harman. 3 Oktober 2019
Utami P.B., Kusumastanto T., dan Zulbainarni N. 2015. Pengelolaan Perikanan
Cakalang Berkelanjutan dengan Pendekatan Bioekonomi di Kabupaten
Flores Timur. Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 6, No. 1, Mei 2015
Hal: 1-11
Badan Pusat Statistik, Kabupaten Flores Timur 2015. Flores Timur Dalam Angka
2015. Flores Timur.
Ardidja S. 2007. Alat Penangkapan Ikan. Jakarta: Sekolah Tinggi Perikanan
Ardidja S. 2007. Kapal Penangkap Ikan. Jakarta: Sekolah Tinggi Perikanan
Ardidja S. 2007. Metode Penangkap Ikan. Jakarta: Sekolah Tinggi Perikanan
Sudirman, dan Mallawa, A. 2012. Teknik Penangkapan Ikan. penerbit Rineka
Cipta hal 41-42
Nainggolan C. 2007. Metode Penangkapan Ikan. Universitas terbuka
Mukhtar. 2010. Daerah Penangkapan (Fishing Ground). http://mukhtar-
api.blogspot.com. 4 Oktober 2019
Matsumoto, W.M., R.A. Skillman, dan A.E. Dizon. 1984. Synopsis of Biological
Data on Skipjack Tuna, Katsuwonus pelamis : NOOA Technical Report
NMFS Circular 451. U.S. Department of Commerce
Nontji, Anugerah. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta
Muripto, Irawan. 2016. Meteorologi dan Oseanografi Perikanan. Sekolah Tinggi
Perikanan. Jakarta.
Lillesand, T.M dan R.W. Kiefer, 1979. Remote Sensing and Image Interpretation.
New York: John Wiley&Sons Inc.

Anda mungkin juga menyukai