Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH TUTORIAL SKENARIO 5

(BUKU COKLAT)

MODUL 1.1

Dosen Pengampu :

dr. Rido Muid Rimabodo, M.K.M

Disusun Oleh :

Nama : Tifiorella Hawa Fodilo


NIM : 21109011021
Kelompok : 3

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG

2021
SKENARIO 5

PROSESI ADAT

Seorang dokter bertugas didaerah yang sangat terpencil. Didaerah tersebut banyak dijumpai anak
yang kurang gizi. Hasil pengamatan didapatkan bahwa banyak anak makan tanpa cuci tangan
dan tidak menggunakan alas kaki. Masyarakat masih beranggapan bahwa hal tersebut merupakan
kebiasaan yang turun temurun. Sehingga dokter harus bisa melakukan pendekatan sosiokultural
untuk mengubah perilaku masyarakat.

Bagaimana anda menyikapi keadaan diatas?

STEP 1 (Identifikasi Istilah Asing)

1. Sosiokultural : Kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan budaya yang terdapat di dalam
suatu masyarakat yang saling berinteraksi sehingga dapat mempengaruhi nilai-nilai sosial yang
menjadi ciri masyarakatnya.

2. Turun-temurun : Dari nenek moyang ke anak cucu.

3. Terpencil : Daerah yang sulit dijangkau karena keadaan geografi

4. Daerah : Ruang yang memiliki batas-batas tertentu yang ditentukan secara administrasi.

5. Pengamatan : Aktivitas terhadap suatu objek atau proses dengan mmaksud merasakna
kemudian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena berdasarkan gagasan yang sudah
diketahui sebelumnya.

6. Kurang gizi : Keadaan ketika tubuh tidak mendapatkan sebuah nutrisi karena pola makan yang
buruk

STEP 2 (Rumusan Masalah)

1. Apa penyebab anak di daerah tersebut bias kekurangan gizi ?


2. Apa contoh pendekatan sosiokultural ?
3. Apakah ada faktor lain yang menyebabkan kurang gizi selain tidak mencuci tangan dan
tidak menggunakan alas kaki ?
4. Bagaimana langkah tenaga medis di desa tersbut untuk memulai kehidupan yang bersih
dan sehat ?
5. Bagaimana pengaruh pendekatan sosiokultural yang dilakukan oleh dokter bagi
permasalahan kurang gizi di daerah tersebut ?

STEP 3 (Brainstroming Curah Pendapat)

1. Karena masyarakat disana masih beranggapan bahwa makann tanpa cuci tangan dan tidak
menggunakan alsa kaki merupakan hal yang wajar.
2. Pendekatan interpersonal, identifikasi budaya, identifikasi latar belakang social,
identifikasi cara bersosialisasi.
3. Asupan yang kurang, kondisi social ekonmi yang lemah, dan pengetahuan orang tua yang
kurang.
4. Dengan cara pendekatan sosiokultural dan sosialisasi tentang hidup bersih dan sehat.
5. Masyarakat lebih memahami tujuan dan maksud untuk menghindari kebiasaan tersebut.

STEP 4 (Peta Konsep)


STEP 5 (TujuanPembelajaran)

Mahasiswa mampu memahami mengetehahui menjelaskan:


1. Aspek-aspek sosial dan budaya dalam penanganan kesehatan.
2. Sasaran promosi kesehatan khususnya perilaku hidup dan sehat dan sosial budaya
masyarakat.
3. Menentukan model dan strategi untuk promosi kesehatan perilaku PHBS dan sosial
budaya di masyarakat.
4. Peran-peran kebijakan nasional atau dari pemerintah tentang promosi kesehatan
khusunya PHBS dan sosiokultural.
5. Konsep perubahan, kolaborasi, kemitraan dalam promosi kesehatan untuk mengubah
kebiasaan PHBS dan sosiokultural.
6. Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku.
7. Hambatan-hambatan apa saja yang mempengaruhi perubahan perilaku.
8. Faktor sosial budaya yang mempengaruhi terjadinya penyakit

Step 6 (Pembahasan)

1. Aspek-aspek sosial dan budaya dalam penanganan kesehatan.


Ada beberapa aspek sosial yang mempengaruhi status kesehatan antara lain adalah
1. Umur
Jika dilihat dari golongan umur maka ada perbedaan pola penyakit berdasarkan
golongan umur. Misalnya balita lebih rentan terkena penyakit infeksi, sedangkan
golongan usila lebih banyak menderita penyakit kronis seperti hipertensi, penyakit
jantung koroner, kanker, dan lainlain.
2. Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin akan menghasilkan penyakit yang berbeda pula.
Misalnya di kalangan wanita lebih banyak menderita kanker payudara, sedangkan
laki-laki banyak menderita kanker prostat. Karena perempuan dan laki-laki
memiliki hormon yang berbeda dan potensi memiliki suatu penyakit juga berbeda.
3. Pekerjaan
Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan pola penyakit. Misalnya sebaliknya
buruh yang bekerja di industri, semisal dipabrik bahan kimia, maka pekerka
terebut juga lebih rentan terganggu kesehatannya terlebih mengenai organ
pernapasan oleh karena itu disetiap industri memiliki SOP nya masingmasing.
4. Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi juga berpengaruh pada pola penyakit. Misalnya penderita
obesitas lebih banyak ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus
ekonomi tinggi, dan sebaliknya malnutrisi lebih banyak ditemukan di kalangan
masyarakat yang status ekonominya rendah. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa
ekonomi dalam suatu keluarga sangat berdampak pada kesehatan

Menurut G.M. Foster (1973), aspek budaya dapat mempengaruhi kesehatan :


1. Pengaruh tradisi
Tradisi adalah suatu wujud budaya yang abstrak dinyatakan dalam bentuk
kebiasaan, tata kelakuan dan istiadat. Ada beberapa tradisi di dalam masyarakat
yang dapat berpengaruh negatif juga positif.
a. Contoh negatif : tradisi cincin leher. Meskipun berbahaya karena
penggunaan cincin ini bisa membuat tulang leher menjadi lemah dan
bisa mengakibatkan kematian jika cincin dilepas, namun tradisi ini
masih dilakukan oleh sebagian perempuan Suku Kayan. Mereka
meyakini bahwa leher jenjang seperti jerapah menciptakan seksual atau
daya tarik seksual yang kuat bagi kaum pria. Selain itu, perempuan
dengan leher jenjang diibaratkan seperti naga yang kuat sekaligus indah.
b. Contoh positif: tradisi nyirih yang dapat menyehatkan dan menguatkan
gigi.
2. Sikap fatalistis
Sikap fatalistis yang juga mempengaruhi perilaku kesehatan. Contoh : beberapa
anggota masyarakat di kalangan 4 kelompok tertentu (fanatik) sakit atau mati
adalah takdir, sehingga masyarakat kurang berusaha untuk segera mencari
pertolongan pengobatan bagi anaknya yang sakit.
3. Pengaruh nilai
Nilai yang berlaku didalam masyarakat berpengaruh terhadap perilaku kesehatan.
Contoh masyarakat memandang lebih bergengsi beras putih daripada beras merah,
padahal mereka mengetahui bahwa vitamin B1 lebih tinggi pada beras merah
daripada beras putih.
4. Sikap ethnosentris
Sikap yang memandang kebudayaan sendiri yang paling baik jika dibandingkan
dengan kebudayaan pihak lain. Misal sikap seorang yang menggunakan vitsin
pada makanannya yang menganggap itu lebih benar daripada orang yang tidak
menggunakan vitsin padahal vitsin tidak bagi kesehatan.
5. Pengaruh perasaan bangga pada statusnya
Contoh : dalam upaya perbaikan gizi, di suatu daerah pedesaan tertentu menolak
untuk makan daun singkong, walaupun mereka tahu kandungan vitaminnya
tinggi. Setelah diselidiki ternyata masyarakat beraggapan daun singkong hanya
pantas untuk makanan kambing dan mereka menolaknya karena status mereka
tidak dapat disamakan dengan kambing.
6. Pengaruh norma
Contoh : upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi banyak
mengalami hambatan karena ada norma yang melarang hubungan antara dokter
yang memberikan pelayanan dengan bumil sebagai pengguna pelayanan.
7. Pengaruh konsekuensi dari inovasi terhadap perilaku kesehatan
Apabila seorang petugas kesehatan ingin melakukan perubahan perilaku
kesehatan masyarakat, maka yang harus dipikirkan adalah konsekuensi apa yang
akan terjadi jika melakukan perubahan, menganalisis faktorfaktor yang
terlibat/berpengaruh pada perubahan dan berusaha untuk memprediksi tentang apa
yang akan terjadi dengan perubahan tersebut.

2. Sasaran promosi kesehatan khususnya perilaku hidup dan sehat dan sosial budaya
masyarakat.
Menurut Maulana (2009), pelaksanaan promosi kesehatan dikenal memiliki 3 jenis
sasaran yaitu sasaran primer, sekunder dan tersier.
a) Sasaran primer Sasaran primer kesehatan adalah pasien, individu sehat dan
keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari masyarakat. Masyarakat
diharapkan mengubah perilaku hidup mereka yang tidak bersih dan tidak sehat
menjadi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Akan tetapi disadari bahwa
mengubah perilaku bukanlah sesuatu yang mudah. Perubahan perilaku pasien,
individu sehat dan keluarga (rumah tangga) akan sulit dicapai jika tidak didukung
oleh sistem nilai dan norma sosial serta norma hukum yang dapat diciptakan atau
dikembangkan oleh para pemuka masyarakat, baik pemuka informal maupun
pemuka formal. Keteladanan dari para pemuka masyarakat, baik pemuka informal
maupun formal dalam 10 mempraktikkan PHBS. Suasana lingkungan sosial yang
kondusif (social pressure) dari kelompokkelompok masyarakat dan pendapat
umum (public opinion). Sumber daya dan atau sarana yang diperlukan bagi
terciptanya PHBS, yang dapat diupayakan atau dibantu penyediaannya oleh
mereka yang bertanggung jawab dan berkepentingan (stakeholders), khususnya
perangkat pemerintahan dan dunia usaha (Maulana, 2009).
b) Sasaran Sekunder Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik
pemuka informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun
pemuka formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat pemerintahan dan lain-lain),
organisasi kemasyarakatan dan media massa. Mereka diharapkan dapat turut serta
dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah
tangga) dengan cara: berperan sebagai panutan dalam mempraktikkan PHBS.
Turut menyebarluaskan informasi tentang PHBS dan menciptakan suasana yang
kondusif bagi PHBS. 11 Berperan sebagai kelompok penekan (pressure group)
guna mempercepat terbentuknya PHBS (Maulana, 2009).
c) Sasaran Tersier Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa
peraturan perundangundangan di bidang kesehatan dan bidang lain yang berkaitan
serta mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber daya. Mereka
diharapkan turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat
dan keluarga (rumah tangga) dengan cara:  Memberlakukan kebijakan/peraturan
perundangundangan yang tidak merugikan kesehatan masyarakat dan bahkan
mendukung terciptanya PHBS dan kesehatan masyarakat.  Membantu
menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain) yang dapat mempercepat
terciptanya PHBS di kalangan pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga)
pada khususnya serta masyarakat luas pada umumnya (Maulana, 2009)
3. Menentukan model dan strategi untuk promosi kesehatan perilaku PHBS dan sosial
budaya di masyarakat.
Berdasarkan rumusan WHO (1994) strategi promosi kesehatan secara global ini terdiri
dari 3 hal, yaitu :
1. Advokasi (Advocacy)
Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain agar orang lain tersebut
membantu atau mendukung terhadap apa yang diinginkan. Dalam konteks promosi
kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada para pembuat keputusan atau penentu
kebijakan di berbagai sektor, dan di berbagai tingkat, sehingga para penjabat tersebut
mau mendukung program kesehatan yang kita inginkan. Dukungan dari para pejabat
pembuat keputusan tersebut dapat berupa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
dalam bentuk undang- undang, peraturan pemerintah, surat keputusan, surat instruksi,
dan sebagainya.
Kegiatan advokasi ini ada bermacam-macam bentuk, baik secara formal maupun
informal. Secara formal misalnya, penyajian atau presentasi dan seminar tentang issu
atau usulan program yang ingin dimintakan dukungan dari para pejabat yang terkait.
Kegiatan advokasi secara informal misalnya sowan kepada para pejabat yang relevan
dengan program yang diusulkan, untuk secara informal meminta dukungan, baik
dalam bentuk kebijakan, atau mungkin dalam bentuk dana atau fasilitaslain. Dari
uraian 4 dapat disimpulkan bahwa sasaran advokasi adalah para pejabat baik
eksekutif maupun legislatif, di berbagai tingkat dan sektor, yang terkait dengan
masalah kesehatan (sasaran tertier).
2. Dukungan Sosial (Social support)
Strategi dukungan sosial ini adalah suatu kegiatan untuk mencari dukungan sosial
melalui tokoh-tokoh masyarakat (toma), baik tokoh masyarakat formal maupun
informal. Tujuan utama kegiatan ini adalah agar para tokoh masyarakat, sebagai
jembatan antara sektor kesehatan sebagai pelaksana program kesehatan dengan
masyarakat (penerima program) kesehatan. Dengan kegiatan mencari dukungan sosial
melalui toma pada dasarnya adalah mensosialisasikan program-program kesehatan,
agar masyarakat mau menerima dan mau berpartisipasi terhadap program-program
tersebut Oleh sebab itu, strategi ini juga dapat dikatakan sebagai upaya bina suasana,
atau membina suasana yang kondusif terhadap kesehatan. Bentuk kegiatan dukungan
sosial ini antara lain: pelatihan pelatihan paratoma, seminar, lokakarya, bimbingan
kepada toma, dan sebagainya. Dengan demikian maka sasaran utama dukungan sosial
atau bina suasana adalah para tokoh masyarakat di berbagai tingkat (sasaran
sekunder).
3. Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment)
Pemberdayaan adalah strategi promosi kesehatan yang ditujukan pada masyarakat
langsung. Tujuan utama pemberdayaan adalah mewujudkan kemampuan masyarakat
dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (visi promosi
kesehatan). Bentuk kegiatan pemberdayaan ini dapat diwujudkan dengan berbagai
kegiatan, antaralain: penyuluhan kesehatan, pengorganisasian dan pengembangan
masyarakat dalam bentuk misalnya: koperasi, pelatihan-pelatihan untuk kemampuan
peningkatan pendapatan keluarga (income generating skill). Dengan meningkatnya
kemampuan ekonomi keluarga akan berdampak terhadap kemampuan dalam 5
pemeliharaan kesehatan mereka, misalnya: terbentuknya dana sehat,terbentuknya pos
obat desa, berdirinya polindes, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan semacam ini di
masyrakat sering disebut gerakan masyarakat untuk kesehatan. Dari uaraian tersebut
dapat disimpulkan bahwa sasaran pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat.
4. Peran-peran kebijakan nasional atau dari pemerintah tentang promosi kesehatan
khusunya PHBS dan sosiokultural.

5. Konsep perubahan, kolaborasi, kemitraan dalam promosi kesehatan untuk


mengubah kebiasaan PHBS dan sosiokultural.

 Konsep Perubahan dalam Promosi Kesehatan

Menurut Pender (2006, dalam Potter & Perry, 2013) Perubahan perilaku sehat
merupakan suatu usaha untuk berubah yang dapat ditunjukkan dengan penghentian
tingkah laku yang memperburuk kesehatannya atau meningkatkan tingkah laku sehat.
Sedangkan yang dimaksud perilaku hidup sehat adalah tindakan yang bertujuan untuk
mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya (Maulana, 2007).

 Konsep Kolaborasi

Pada lingkup keperawatan komunitas, kolaborasi berarti interaksi yang memiliki


tujuan yang melibatkan perawat, profesi lain, klien serta anggota komunitas lain
berdasarkan kesamaan nilai, usaha dan partisipasi (Kozier, 2015). Sehingga,
kolaborasi memiliki dua kunci utama yakni adanya kesamaan tujuan dan keterlibatan
beberapa pihak. Terdapat penjelasan mengenai praktik kolaborasi, menurut
Murdaugh, C.L., dan Parsons, M.A., Pender, N.J. (2015) bahwa praktik kolaborasi
dapat terjadi saat penyedia layanan kesehatan bekerjasama dengan orang-orang se-
profesi, antar profesi dan pasien beserta keluarganya. Dalam menjalankan praktik
kolaborasi dibutuhkan rasa saling percaya diantara individu yang terlibat.

 Konsep Kemitraan

Kemitraan adalah suatu hubungan atau sebuah kerja sama antara kedua belah pihak
atau lebih, didasarkan pada kesetaraan, keterbukaan, dan saling menguntungkan atau
memberikan manfaat (Depkes RI, 2012). Victoria Health Promotion Foundation
(2011) mengemukakan tujuan dari kemitraan, yang dibagi menjadi tujuan umum dan
khusus. Tujuan umum dari kemitraan adalah untuk meningkatkan percepatan,
efektivitas, serta efisiensi terkait upaya kesehatan dan upaya pembangunan pada
umumnya. Tujuan khususnya adalah berhubungan dengan aspek rasa di dalam sebuah
kesepakatan kerja sama, terkait rasa saling membutuhkan, percaya, memerlukan,
membantu, dll. Hasil yang diharapkan dengan bermitra berhubungan dengan tujuan
yang ditetapkan, yaitu terjadinya percepatan, efektivitas, dan efisiensi dalam berbagai
upaya termasuk kesehatan.

6. Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku.


Faktor yang dapat mempengaruhi perilaku menurut Sunaryo (2004) dalam Hariyanti
(2015) dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Faktor Genetik atau Faktor Endogen
Faktor genetik atau faktor keturunan merupakan konsep dasar atau modal untuk
kelanjutan perkembangan perilaku makhluk hidup itu. Faktor genetik berasal dari
dalam individu (endogen), antara lain:
a.Jenis Ras Semua ras di dunia memiliki perilaku yang spesifik, saling berbeda
dengan yang lainnya, ketiga kelompok terbesar yaitu ras kulit putih (Kaukasia),
ras kulit hitam (Negroid) dan ras kulit kuning (Mongoloid).
b. Jenis Kelamin Perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara
berpakaian dan melakukan pekerjaan sehari-hari, pria berperilaku berdasarkan
pertimbangan rasional. Sedangkan wanita berperilaku berdasarkan emosional.
c.Sifat Fisik Perilaku individu akan berbeda-beda karena sifat fisiknya.
d. Sifat Kepribadian Perilaku individu merupakan manifestasi dari
kepribadian yang dimilikinya sebagai pengaduan antara faktor genetik dan
lingkungan. Perilaku manusia tidak ada yang sama karena adanya perbedaan
kepribadian yang dimiliki individu.
e.Bakat Pembawaan Bakat menurut Notoatmodjo (2003) dikutip dari William B.
Micheel (1960) adalah kemampuan individu untuk melakukan sesuatu lebih
sedikit sekali bergantung pada latihan mengenai hal tersebut.
f. Intelegensi Intelegensi sangat berpengaruh terhadap perilaku individu, oleh
karena itu kita kenal ada individu yang intelegensi tinggi yaitu individu yang
dalam pengambilan keputusan dapat bertindak tepat, cepat dan mudah.
Sedangkan individu yang memiliki intelegensi rendah dalam pengambilan
keputusan akan bertindak lambat.
2. Faktor Eksogen atau Faktor Dari Luar Individu Faktor yang berasal dari luar
individu antara lain:
Faktor Lingkungan
Lingkungan disini menyangkut segala sesuatu yang ada disekitar individu.
Lingkungan sangat berpengaruh terhadap individu karena lingkungan merupakan
lahan untuk perkembangan perilaku.
Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku itu dibentuk melalui suatu proses dalam
interkasi manusia dengan lingkungan.
1) Usia
Menurut Sarwono (2000), usia adalah faktor terpenting juga dalam
menentukan sikap individu, sehingga dalam keadaan diatas responden akan
cenderung mempunyai perilaku yang positif dibandingkan umur yang
dibawahnya. Menurut Hurlock (2008) masa dewasa dibagi menjadi 3 periode
yaitu masa dewasa awal (18-40 tahun), masa dewasa madya (41-60 tahun) dan
masa dewasa akhir (>61 tahun). Menurut Santrock (2003) dalam Apritasari
(2018), orang dewasa muda termasuk masa transisi, baik secara fisik, transisi
secara intelektual, serta transisi peran sosial.Perkembangan sosial masa
dewasa awal adalah puncaak dari perkembangan sosial masa dewasa.
2) Pendidikan
Kegiatan pendidikan formal maupun informal berfokus pada proses belajar
dengan tujuan agar terjadi perubahan perilaku, yaitu dari tidak tahu menjadi
tahu, dari tidak mengerti menjadi 17 mengerti dan tidak dapat menjadi dapat.
Menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan mempengaruhi perilaku manusia,
beliau juga mengatakan bahwa apabila penerimaan perilaku baru didasari oleh
pengetahuan, kesadaran, sikap positif maka perilaku tersebut akan bersifat
langgeng. Dengan demikian semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang
maka semakin tepat dalam menentukan perilaku serta semakin cepat pula
untuk mencapai tujuan meningkatkan derajat kesehatan.
3) Pekerjaan
Bekerja adalah salah satu jalan yang dapat digunakan manusia dalam
menemukan makna hidupnya. Dalam berkarya manusia menemukan sesuatu
serta mendapatkan penghargaan dan pencapaian pemenuhan diri menurut
Azwar (2003). Sedangkan menurut Nursalam (2001) pekerjaan umumnya
merupakan kegiatan yang menyita waktu dan kadang cenderung menyebabkan
seseorang lupa akan kepentingan kesehatan diri.
4) Agama
Agama sebagai suatu keyakinan hidup yang masuk dalam konstruksi
kepribadian seseorang sangat berpengaruh dalam cara berpikir, bersikap,
bereaksi dan berperilaku individu.
5) Sosial Ekonomi
Lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang adalah lingkungan
sosial, lingkungan sosial dapat menyangkut sosial. Menurut Nasirotun (2013)
status sosial ekonomi adalah 18 posisi dan kedudukan seseorang di
masyarakat berhubungan dengan pendidikan, jumlah pendapatan dan
kekayaan serta fasilitas yang dimiliki. Menurut Sukirno (2006) pendapatan
merupakan hasil yang diperoleh penduduk atas kerjanya dalam satu periode
tertentu, baik harian, mingguan, bulanan atau tahunan. Pendapatan merupakan
dasar dari kemiskinan. Pendapatan setiap individu diperoleh dari hasil
kerjanya. Sehingga rendah tingginya pendapatan digunakan sebagai pedoman
kerja. Mereka yang memiliki pekerjaan dengan gaji yang rendah cenderung
tidak maksimal dalam berproduksi. Sedangkan masyarakat yang memiliki gaji
tinggi memiliki motivasi khusus untuk bekerja dan produktivitas kerja mereka
lebih baik dan maksimal.
6) Kebudayaan
Kebudayaan diartikan sebagai kesenian, adat-istiadat atau peradaban manusia,
dimana hasil kebudayaan manusia akan mempengaruhi perilaku manusia itu
sendiri.
7. Hambatan-hambatan apa saja yang mempengaruhi perubahan perilaku.

Perubahan tersebut dapat dilihat ketika seseorang tidak melakukan tingkah laku yang
dapat menurunkan status kesehatannya (Nursalam & Efendi, 2008).

Hambatan Proses Perubahan Perilaku, (Alhamda, 2015) yaitu:

1. Ancaman kepentingan pribadi.


2. Persepsi yang kurang tepat.
3. Reaksi psikologis.
4. Toleransi terhadap perubahan rendah.
5. Kebiasaan. Ketergantungan.
6. Perasaan tidak aman.
7. Norma.
Perubahan perilaku manusia diklasifikasikan menjadi 5 (lima) jenis, yaitu:

1. Perubahan alamiah merupakan suatu sikap atau perilaku yang terjadi karena
adanya perubahan alam atau lingkungan secara alamiah (Alhamda, 2015).
2. Perubahan terencana atau planned change adalah perubahan perilaku yang terjadi
karena memang direncanakan oleh orang yang bersangkutan.
3. Kesiapan berubah atau readiness to change adalah perubahan perilaku yang
terjadi karena terjadinya proses internal (readiness) pada diri yang bersangkutan,
dimana proses internal ini berbeda pada setiap individu (Alhamda, 2015).
4. Perubahan evolusioner adalah perubahan yang bertingkat, merupakan hasil
modifikasi perilaku sebelumnya, dan membutuhkan waktu yang tidak singkat.
5. Perubahan revolusioner adalah perubahan yang cepat, drastis, dan merupakan tipe
perubahan yang mengancam yang mungkin secara komplit keluar dari
keseimbangan sistem. Perubahan revolusioner biasanya terjadi pada situasi yang
tidak aman, tidak dapat ditoleransi atau mengancam nyawa seperti perubahan
perilaku yang terjadi pada masyarakat dimana terjadi wabah influenza serius, atau
pada situasi banjir
8. Faktor sosial budaya yang mempengaruhi terjadinya penyakit

Step 7 (Kesimpulan)

DALIL
DAFTAR PUSTAKA

1. Aisyarah, Erina Esa, dan Muhammad Ali Sodik. 2021. Aspek Sosial Budaya Dalam
Perilaku Kesehatan Masyarakat di Indonesia, 3-5.
2. WHO. 1994
3. NK, Ulaiya. 2019. Promosi Kesahatan, 9-11
4. Andzani, Shafa Dwi. Konsep Promosi Kesehatan, 9-11
5. H, Siti. 2018. Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Perilaku 2.1.1 ,14-18
6.

Anda mungkin juga menyukai