(BUKU COKLAT)
MODUL 1.1
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
2021
SKENARIO 5
PROSESI ADAT
Seorang dokter bertugas didaerah yang sangat terpencil. Didaerah tersebut banyak dijumpai anak
yang kurang gizi. Hasil pengamatan didapatkan bahwa banyak anak makan tanpa cuci tangan
dan tidak menggunakan alas kaki. Masyarakat masih beranggapan bahwa hal tersebut merupakan
kebiasaan yang turun temurun. Sehingga dokter harus bisa melakukan pendekatan sosiokultural
untuk mengubah perilaku masyarakat.
1. Sosiokultural : Kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan budaya yang terdapat di dalam
suatu masyarakat yang saling berinteraksi sehingga dapat mempengaruhi nilai-nilai sosial yang
menjadi ciri masyarakatnya.
4. Daerah : Ruang yang memiliki batas-batas tertentu yang ditentukan secara administrasi.
5. Pengamatan : Aktivitas terhadap suatu objek atau proses dengan mmaksud merasakna
kemudian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena berdasarkan gagasan yang sudah
diketahui sebelumnya.
6. Kurang gizi : Keadaan ketika tubuh tidak mendapatkan sebuah nutrisi karena pola makan yang
buruk
1. Karena masyarakat disana masih beranggapan bahwa makann tanpa cuci tangan dan tidak
menggunakan alsa kaki merupakan hal yang wajar.
2. Pendekatan interpersonal, identifikasi budaya, identifikasi latar belakang social,
identifikasi cara bersosialisasi.
3. Asupan yang kurang, kondisi social ekonmi yang lemah, dan pengetahuan orang tua yang
kurang.
4. Dengan cara pendekatan sosiokultural dan sosialisasi tentang hidup bersih dan sehat.
5. Masyarakat lebih memahami tujuan dan maksud untuk menghindari kebiasaan tersebut.
Step 6 (Pembahasan)
2. Sasaran promosi kesehatan khususnya perilaku hidup dan sehat dan sosial budaya
masyarakat.
Menurut Maulana (2009), pelaksanaan promosi kesehatan dikenal memiliki 3 jenis
sasaran yaitu sasaran primer, sekunder dan tersier.
a) Sasaran primer Sasaran primer kesehatan adalah pasien, individu sehat dan
keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari masyarakat. Masyarakat
diharapkan mengubah perilaku hidup mereka yang tidak bersih dan tidak sehat
menjadi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Akan tetapi disadari bahwa
mengubah perilaku bukanlah sesuatu yang mudah. Perubahan perilaku pasien,
individu sehat dan keluarga (rumah tangga) akan sulit dicapai jika tidak didukung
oleh sistem nilai dan norma sosial serta norma hukum yang dapat diciptakan atau
dikembangkan oleh para pemuka masyarakat, baik pemuka informal maupun
pemuka formal. Keteladanan dari para pemuka masyarakat, baik pemuka informal
maupun formal dalam 10 mempraktikkan PHBS. Suasana lingkungan sosial yang
kondusif (social pressure) dari kelompokkelompok masyarakat dan pendapat
umum (public opinion). Sumber daya dan atau sarana yang diperlukan bagi
terciptanya PHBS, yang dapat diupayakan atau dibantu penyediaannya oleh
mereka yang bertanggung jawab dan berkepentingan (stakeholders), khususnya
perangkat pemerintahan dan dunia usaha (Maulana, 2009).
b) Sasaran Sekunder Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik
pemuka informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun
pemuka formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat pemerintahan dan lain-lain),
organisasi kemasyarakatan dan media massa. Mereka diharapkan dapat turut serta
dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah
tangga) dengan cara: berperan sebagai panutan dalam mempraktikkan PHBS.
Turut menyebarluaskan informasi tentang PHBS dan menciptakan suasana yang
kondusif bagi PHBS. 11 Berperan sebagai kelompok penekan (pressure group)
guna mempercepat terbentuknya PHBS (Maulana, 2009).
c) Sasaran Tersier Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa
peraturan perundangundangan di bidang kesehatan dan bidang lain yang berkaitan
serta mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber daya. Mereka
diharapkan turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat
dan keluarga (rumah tangga) dengan cara: Memberlakukan kebijakan/peraturan
perundangundangan yang tidak merugikan kesehatan masyarakat dan bahkan
mendukung terciptanya PHBS dan kesehatan masyarakat. Membantu
menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain) yang dapat mempercepat
terciptanya PHBS di kalangan pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga)
pada khususnya serta masyarakat luas pada umumnya (Maulana, 2009)
3. Menentukan model dan strategi untuk promosi kesehatan perilaku PHBS dan sosial
budaya di masyarakat.
Berdasarkan rumusan WHO (1994) strategi promosi kesehatan secara global ini terdiri
dari 3 hal, yaitu :
1. Advokasi (Advocacy)
Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain agar orang lain tersebut
membantu atau mendukung terhadap apa yang diinginkan. Dalam konteks promosi
kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada para pembuat keputusan atau penentu
kebijakan di berbagai sektor, dan di berbagai tingkat, sehingga para penjabat tersebut
mau mendukung program kesehatan yang kita inginkan. Dukungan dari para pejabat
pembuat keputusan tersebut dapat berupa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
dalam bentuk undang- undang, peraturan pemerintah, surat keputusan, surat instruksi,
dan sebagainya.
Kegiatan advokasi ini ada bermacam-macam bentuk, baik secara formal maupun
informal. Secara formal misalnya, penyajian atau presentasi dan seminar tentang issu
atau usulan program yang ingin dimintakan dukungan dari para pejabat yang terkait.
Kegiatan advokasi secara informal misalnya sowan kepada para pejabat yang relevan
dengan program yang diusulkan, untuk secara informal meminta dukungan, baik
dalam bentuk kebijakan, atau mungkin dalam bentuk dana atau fasilitaslain. Dari
uraian 4 dapat disimpulkan bahwa sasaran advokasi adalah para pejabat baik
eksekutif maupun legislatif, di berbagai tingkat dan sektor, yang terkait dengan
masalah kesehatan (sasaran tertier).
2. Dukungan Sosial (Social support)
Strategi dukungan sosial ini adalah suatu kegiatan untuk mencari dukungan sosial
melalui tokoh-tokoh masyarakat (toma), baik tokoh masyarakat formal maupun
informal. Tujuan utama kegiatan ini adalah agar para tokoh masyarakat, sebagai
jembatan antara sektor kesehatan sebagai pelaksana program kesehatan dengan
masyarakat (penerima program) kesehatan. Dengan kegiatan mencari dukungan sosial
melalui toma pada dasarnya adalah mensosialisasikan program-program kesehatan,
agar masyarakat mau menerima dan mau berpartisipasi terhadap program-program
tersebut Oleh sebab itu, strategi ini juga dapat dikatakan sebagai upaya bina suasana,
atau membina suasana yang kondusif terhadap kesehatan. Bentuk kegiatan dukungan
sosial ini antara lain: pelatihan pelatihan paratoma, seminar, lokakarya, bimbingan
kepada toma, dan sebagainya. Dengan demikian maka sasaran utama dukungan sosial
atau bina suasana adalah para tokoh masyarakat di berbagai tingkat (sasaran
sekunder).
3. Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment)
Pemberdayaan adalah strategi promosi kesehatan yang ditujukan pada masyarakat
langsung. Tujuan utama pemberdayaan adalah mewujudkan kemampuan masyarakat
dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (visi promosi
kesehatan). Bentuk kegiatan pemberdayaan ini dapat diwujudkan dengan berbagai
kegiatan, antaralain: penyuluhan kesehatan, pengorganisasian dan pengembangan
masyarakat dalam bentuk misalnya: koperasi, pelatihan-pelatihan untuk kemampuan
peningkatan pendapatan keluarga (income generating skill). Dengan meningkatnya
kemampuan ekonomi keluarga akan berdampak terhadap kemampuan dalam 5
pemeliharaan kesehatan mereka, misalnya: terbentuknya dana sehat,terbentuknya pos
obat desa, berdirinya polindes, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan semacam ini di
masyrakat sering disebut gerakan masyarakat untuk kesehatan. Dari uaraian tersebut
dapat disimpulkan bahwa sasaran pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat.
4. Peran-peran kebijakan nasional atau dari pemerintah tentang promosi kesehatan
khusunya PHBS dan sosiokultural.
Menurut Pender (2006, dalam Potter & Perry, 2013) Perubahan perilaku sehat
merupakan suatu usaha untuk berubah yang dapat ditunjukkan dengan penghentian
tingkah laku yang memperburuk kesehatannya atau meningkatkan tingkah laku sehat.
Sedangkan yang dimaksud perilaku hidup sehat adalah tindakan yang bertujuan untuk
mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya (Maulana, 2007).
Konsep Kolaborasi
Konsep Kemitraan
Kemitraan adalah suatu hubungan atau sebuah kerja sama antara kedua belah pihak
atau lebih, didasarkan pada kesetaraan, keterbukaan, dan saling menguntungkan atau
memberikan manfaat (Depkes RI, 2012). Victoria Health Promotion Foundation
(2011) mengemukakan tujuan dari kemitraan, yang dibagi menjadi tujuan umum dan
khusus. Tujuan umum dari kemitraan adalah untuk meningkatkan percepatan,
efektivitas, serta efisiensi terkait upaya kesehatan dan upaya pembangunan pada
umumnya. Tujuan khususnya adalah berhubungan dengan aspek rasa di dalam sebuah
kesepakatan kerja sama, terkait rasa saling membutuhkan, percaya, memerlukan,
membantu, dll. Hasil yang diharapkan dengan bermitra berhubungan dengan tujuan
yang ditetapkan, yaitu terjadinya percepatan, efektivitas, dan efisiensi dalam berbagai
upaya termasuk kesehatan.
Perubahan tersebut dapat dilihat ketika seseorang tidak melakukan tingkah laku yang
dapat menurunkan status kesehatannya (Nursalam & Efendi, 2008).
1. Perubahan alamiah merupakan suatu sikap atau perilaku yang terjadi karena
adanya perubahan alam atau lingkungan secara alamiah (Alhamda, 2015).
2. Perubahan terencana atau planned change adalah perubahan perilaku yang terjadi
karena memang direncanakan oleh orang yang bersangkutan.
3. Kesiapan berubah atau readiness to change adalah perubahan perilaku yang
terjadi karena terjadinya proses internal (readiness) pada diri yang bersangkutan,
dimana proses internal ini berbeda pada setiap individu (Alhamda, 2015).
4. Perubahan evolusioner adalah perubahan yang bertingkat, merupakan hasil
modifikasi perilaku sebelumnya, dan membutuhkan waktu yang tidak singkat.
5. Perubahan revolusioner adalah perubahan yang cepat, drastis, dan merupakan tipe
perubahan yang mengancam yang mungkin secara komplit keluar dari
keseimbangan sistem. Perubahan revolusioner biasanya terjadi pada situasi yang
tidak aman, tidak dapat ditoleransi atau mengancam nyawa seperti perubahan
perilaku yang terjadi pada masyarakat dimana terjadi wabah influenza serius, atau
pada situasi banjir
8. Faktor sosial budaya yang mempengaruhi terjadinya penyakit
Step 7 (Kesimpulan)
DALIL
DAFTAR PUSTAKA
1. Aisyarah, Erina Esa, dan Muhammad Ali Sodik. 2021. Aspek Sosial Budaya Dalam
Perilaku Kesehatan Masyarakat di Indonesia, 3-5.
2. WHO. 1994
3. NK, Ulaiya. 2019. Promosi Kesahatan, 9-11
4. Andzani, Shafa Dwi. Konsep Promosi Kesehatan, 9-11
5. H, Siti. 2018. Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Perilaku 2.1.1 ,14-18
6.