Anda di halaman 1dari 2

Peran Keluarga Bagi Perkembanganku

Keluarga pada dasarnya merupakan lingkungan pertama dan utama bagi setiap orang dalam proses
pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh karena itu, segala pengalaman dan kondisi yang terjadi
dalam keluarga mempunyai daya pengaruh yang paling kuat bagi pembentukan diri seseorang.

Pembentukan diri itu terjadi dalam relasi antaranggota keluarga, antaranak dengan orang tua,
antarorang tua, antaranggota keluarga yang lain dan antarkeluarga dengan lingkungan sekitar.

Mengingat pentingnya kedudukan keluarga dalam proses pembentukan diri, maka idealnya keluarga
menjadi surga, tempat seseorang merasa aman, nyaman, terlindungi dan mendapat pengaruh yang baik.
Keluarga idealnya menjadi tempat bagi setiap anggotanya untuk belajar, mengasihi, melayani, dan
mengembangkan diri dan mengembangkan iman.

Tetapi sayangnya, banyak remaja sekarang mengenal keluarga jauh dari idealisme seperti itu. Keluarga
sering dirasakan bagai neraka yang membuat mereka tidak betah dan ingin tinggal di luar.

Saat ini kehidupan keluarga-keluarga mengalami perubahan pola hidup yang sangat tajam. Di perkotaan,
kondisi keluarga atau rumah sudah mulai bergeser bagaikan losmen atau tempat penginapan.

Akibat kesibukan masing-masing anggota keluarga, mereka jarang berkumpul sama-sama, jarang
berkomunikasi satu sama lain walaupun mereka tinggal dalam satu rumah dan istirahat dalam rumah
yang sama. Orang tua sibuk bekerja, berangkat pagi hari pulang malam hari; demikian juga anak-anak
sibuk dengan kegiatan sekolah atau kuliah.

Kondisi keluarga di pedesaan juga mengalami perubahan. Demi mencari nafkah sebagian orang tua pergi
ke kota atau tempat kerja yang jauh, bahkan ke luar negeri. Ketika ada waktu luang, mereka lebih asyik
menonton televisi, atau berkumpul dengan orang lain, dari pada saling berbincang satu sama lain.

Yang makin tumbuh dalam keluarga-keluarga sekarang adalah sikap kurang peduli satu sama lain. Anak
tidak tahu permasalahan yang dialami orang tuanya, dan sebaliknya orang tua tidak tahu permasalahan
anaknya.

Banyak orang tua berprinsip: kami harus kerja keras, demi memenuhi kebutuhan anak, mereka harus
memahami kami. Sebaliknya anak juga berpinsip: saya tak peduli, yang penting kebutuhan dan
keinginan saya terpenuhi.

Kurangnya komunikasi dalam keluarga adalah awal kehancuran keluarga itu sendiri. Maka tak heran
banyak remaja lebih betah di luar rumah dengan temannya dari pada tinggal di rumah. Bahkan ketika
ada masalah, lebih senang mencari penyelesaian orang lain dari pada orang tua atau saudara sendiri.

Masing-masing anggota keluarga bertanggung jawab demi membangun keutuhan keluarganya sesuai
dengan fungsi dan peran masing-masing.

Keluarga merupakan sekolah pertama. Pengetahuan dan keterampilan dasar pertama-tama diperoleh
dari keluarga, khususnya kedua orang tua, dan pula anggota keluarga yang tinggal serumah.
Masing-masing anggota keluarga mempunyai peran yang tak tergantikan dalam pembentukan dan
perkembangan diri. Ketika berhadapan dengan adik, kamu belajar melindungi, belajar melayani dan
belajar membantu. Ketika berhadapan dengan kakak, kamu belajar bersikap hormat, belajar meminta
bantuan tatkala tidak mampu. Demikian juga dari orang tua, kamu belajar menyayangi, belajar caranya
berkorban demi kebahagiaan orang lain, belajar memberi dan sebagainya.

Para bapa bangsa Israel mempunyai pandangan yang sama tentang pentingnya keluarga, baik dalam
kaitan dengan kehidupan sehari-hari mereka, maupun dalam kaitannya dengan kehidupan beriman.
Sikap hormat dan tanggung jawab terhadap keluarga, antara lain dapat diwujudkan dalam sikap hormat
terhadap orang tua. “Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan
Tuhan kepadamu” (lih. Kel 20: 12 dan Ams 4: 1-13, 6: 20-22).

Gagasan tersebut masih dipertahankan dalam Perjanjian Baru. Yesus sendiri memperlihatkan sikap
hormat dan penghargaan yang luhur kepada kedua orang tua-Nya.

Dengan berupaya memperdalam pengetahuan agama di Bait Allah, Ia memperlihatkan keinginan-Nya


untuk menjadi anak yang berguna bagi sesama (bandingkan Lukas 2: 41-52).

Bahkan, sebelum wafat, Yesus menitipkan Ibu-Nya kepada para murid-Nya (bandingkan Yohanes 19: 26-
27).

Sikap terhadap orang tua juga dipertegas dalam ajaran Santo Paulus. Ia mengajak setiap orang untuk
mendengarkan nasihat dan didikan mereka (bdk. Ef 6: 3).

Dokumen Konsili Vatikan II Pernyataan tentang Pendidikan Kristen (Artikel 3): “Karena orang tua telah
menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, terikat kewajiban amat berat untuk mendidik anak mereka.
Maka orang tualah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang pertama dan utama. Begitu
pentinglah tugas mendidik itu, sehingga bila diabaikan, sangat sukar pula dapat dilengkapi. Sebab
merupakan kewajiban orang tua: menciptakan lingkungan keluarga, yang diliputi semangat bakti kepada
Allah dan kasih sayang terhadap sesama sedemikian rupa, sehingga menunjang keutuhan pendidikan
pribadi dan sosial anak-anak mereka. Maka keluarga itulah lingkungan pendidikan pertama keutamaan-
keutamaan sosial, yang dibutuhkan oleh setiap masyarakat. Adapun terutama dalam keluaraga kristen,
yang diperkaya dengan rahmat serta kewajiban Sakramen Perkawinan, anak-anak sudah sejak dini harus
diajar mengenal Allah serta berbakti kepada-Nya dan mengasihi sesama, seturut iman yang telah
mereka terima dalam Baptis. Disitulah anak-anak menemukan pengalaman pertama masyarakat
manusia yang sehat serta Gereja. Melalui keluargalah akhirnya mereka lambat-laun diajak berintegrasi
dalam masyarakat manusia dan umat Allah. Maka hendaklah para orang tua menyadari, betapa
pentinglah keluarga yang sungguh kristen untuk kehidupan dan kemajuan umat Allah sendiri.

Anda mungkin juga menyukai