Anda di halaman 1dari 8

Review Article

PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS DI MASA PANDEMI


COVID-19

Syuhada Setiawan
Mahasiswa Co-Ass Fakultas Kedokteran Gigi Unissula
Staff Pengajar IKGM Fakultas Kedokteran Gigi Unissula

ABSTRACT
During the COVID-19 pandemic, the quality of Puskesmas services became the main
benchmark in evaluating the performance of Puskesmas, especially those that were
accredited. The level of customer satisfaction is one of the parameters to determine
the service quality of the Puskesmas is in accordance with the standards. The study of
puskesmas during the COVID-19 pandemic was carried out by means of a literature
review. The results of this literature review are a description of the condition of
puskesmas services during the current COVID-19 pandemic.

ABSTRAK
Pada masa pandemi COVID-19, mutu pelayanan Puskesmas menjadi tolak ukur
utama dalam evaluasi kinerja Puskesmas khususnya yang telah terakreditasi. Tingkat
kepuasan pelanggan merupakan salah satu parameter untuk mengetahui mutu
pelayanan Puskesmas telah sesuai dengan standar. Penelaahan tentang puskesmas di
masa pandemi covid-19 dilakukan dengan kajian literatur. Hasil dari literatur review
ini adalah gambaran kondisi pelayanan puskesmas di masa pandemi covid-19
sekarang ini.
PENDAHULUAN

Perkembangan sektor kesehatan di Indonesia saat ini terlihat tumbuh secara


tidak maksimal. Pemerintah belum memberikan kualitas pelayanan kesehatan secara
merata. Padahal kunci utama masyarakat dalam melakukan kegiatan yaitu kondisi
tubuh yang sehat. Keadaan sehat membutuhkan banyak hal, diantaranya
menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
Tujuan pelayanan kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan masyarakat
yang memuaskan harapan (consumer satisfaction), melalui pelayanan yang prima oleh
pemberi pelayanan yang memuaskan harapan (provider satisfaction)dan institusi
pelayanan yang diselenggarakan (institutional satisfaction). Interaksi ketiga pilar
utama pelayanan kesehatan yang serasi, selaras dan seimbang merupakan paduan dari
kepuasan tiga pihak dan ini merupakan pelayanan kesehatan yang memuaskan.
Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan, pemerintah mendirikan suatu
lembaga yang menangani masalah kesehatan tingkat pertama yaitu Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas). Puskesmas merupakan unit pelaksana pelayanan kesehatan
di wilayah kecamatan yang melaksanakan tugas-tugas operasional pembangunan
kesehatan. Pembangunan Puskesmas di tingkat kecamatan dituntut untuk memberikan
pelayanan yang berkualitas sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat
menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Peran Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) pada pandemi Covid-19
sangat penting khususnya Puskesmas dalam melakukan prevensi, deteksi dan respon
di dalam pencegahan dan pengendalian Covid-19. Hal ini merupakan bagian yang
harus dilakukan agar dapat mengendalikan jumlah kasus. Puskesmas harus mampu
mengelola, memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya secara efektif dan efisien
dalam memutus mata rantai penularan, baik di level individu, keluarga dan
masyarakat.
Virus Corona adalah suatu kelompok virus yang dapat menyebabkan penyakit
pada hewan atau manusia. Coronavirus jenis baru yang ditemukan yang diberi nama
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-COV2) menyebabkan
penyakit Covid-19. World Health Organization (WHO) mengumumkan wabah
coronavirus (Covid-19) sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan
Dunia. Kemudian Covid-19 ditetapkan menjadi pendemi global oleh WHO.
Penetapan status pandemi ini disebabkan oleh penyebaran yang begitu cepat dan luas
hingga ke wilayah yang jauh dari pusat wabah.
Dalam rangka mewujudkan status kesehatan masyarakat yang optimal, maka
berbagai upaya harus dilaksanakan, salah satu di antaranya ialah menyelenggarakan
pelayanan kesehatan. Pandemi Covid-19 ini mengakibatkan perubahan pada
pelayanan kesehatan yang dilakukan di Puskesmas.terdapat perubahan pada tata cara
dan jam operasional pelayanan Puskesmas di Kota Dumai, Riau, dimana warga yang
akan berobat diarahkan menunggu diluar gedung dengan pemberlakuan physical
distancing serta jam pelayanan bertambah sampai malam hari pada Puskesmas yang
tidak melayani pasien rawat inap. Dewi (2020) juga menyebutkan bahwa hal tersebut
juga tejadi di Puskesmas Tawangrejo, Jawa Timur, yang mengalami perubahan pada
mekanisme pelayanan dan antrian terhadap pasien yang datang ke fasilitas kesehatan
(faskes) yaitu sejak pasien datang hingga mendapat penanganan tim medis
Puskesmas.
Berdasarkan bukti ilmiah, COVID-19 dapat menular dari manusia ke manusia
melalui kontak erat dan droplet, tidak melalui udara. Orang yang paling berisiko
tertular penyakit ini adalah orang yang kontak erat dengan pasien COVID-19. Petugas
kesehatan berada di garis depan dari respons pandemi COVID-19 memiliki risiko
yang lebih besar untuk terpajan infeksi . Rekomendasi standar untuk mencegah
penyebaran infeksi adalah melalui cuci tangan secara teratur, menerapkan etika batuk
dan bersin, menghindari kontak dekat dengan siapapun yang menunjukkan gejala
penyakit pernapasan seperti batuk dan bersin. Selain itu, penerapan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI) saat berada di fasilitas layanan kesehatan.
Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari pembangunan nasional
mempunyai tujuan Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal 5 menyebutkan
bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu dan terjangkau. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, perlu ada
kajian literatur untuk mengetahui bagaimana pelayanan puskesmas di masa pademi
ini.

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam artikel review ini yaitu deskriptif dan
menggunakan pencarian data base pubMed dan google scholar melalui internet.
PEMBAHASAN
Pada dasarnya pelayanan yang berkualitas secara umum dapat diartikan
sebagai pelayanan yang benar-benar memberikan kepuasan kepada masyarakat, dalam
arti masyarakat benar-benar dilayani secara santun dan profesional. Apabila
masyarakat merasakan pelayanan yang baik , maka lembaga tersebut telah mampu
memberikan pelayanan yang baik pula.
Prosedur pelayanan adalah tahapan yang harus dilalui dalam proses
penyelesaian pelayanan. Dalam Keputusan Menpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003,
tentang standar pelayanan penyelenggaraan pelayanan publik dicantumkan bahwa
prosedur pelayanan publik sederhana, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan
mudah dilaksanakan. Hal tersebut sesuai dengan apa yang mengenai manajemen
pelayanan umum, bahwa dalam kegiatan pelayanan umum, masalah prosedur dan
metode harus benar-benar menjadi perhatian pihak manajemen, karena hal ini
menentukan kualitas pelayanan.
Prosedur pelayanan merupakan salah satu indikator yang menunjukkan suatu
pelayanan yang berkualitas. Harapan masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas
dari pemberi layanan, salah satunya dalam hal prosedur dan persyaratan untuk
memperoleh produk pelayanan. Prosedur adalah tahapan kegiatan yang dilakukan
dalam proses pelayanan.
Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan untuk pasien sangat dibutuhkan
pelayanan yang baik agar merasa puas, namun tidak semua kepuasan dapat diterima
dengan sama karena pasien memiliki persepsi yang berbeda-beda. Persepsi dapat
diartikan sebagai proses diterimanya rangsangan melalui panca indera yang didahului
oleh perhatian, sehingga individu mampu mengatahui, mengartikan dan menghayati
tentang hal yang diamati, baik yang diluar maupun yang ada didalam diri individu
tersebut. Menurut peneliti, persepsi pasien terhadap implementasi pelayanan
kesehatan dalam masa pandemik ini dipengaruhi oleh apa yang pasien lihatdan
rasakan pada saat berkunjung ke pelayanan kesehatan lalu terekam dalam ingatan
setiap pasien, tidak terbentuk harapan yang lebih terhadap pelayanan kesehatan
karena sebagian besar pasien tidak mengetahui standar yang perlu dipenuhi oleh
pelayanan kesehatan pada masa pandemik.
Pengendalian teknis diperlukan untuk mengisolasi petugas dari bahaya
transmisi droplet, yang jika dipersiapkan dengan benar dapat melindungi petugas
tanpa merubah atau menambah proses kerja secara signifikan
Penularan COVID-19 dapat terjadi melalui kontak dekat dan droplet.
Seseorang dapat berisiko jika mereka berhubungan dekat, kontak langsung atau
merawat pasien yang terinfeksi. Menurut (PERDOKI, 2020), beberapa pengendalian
teknis yang dapat diterapkan untuk mencegah transmisi COVID-19 di pelayanan
kesehatan yaitu penyediaan posko screening beratap di luar gedung, tersedianya
penghalang fisik (barrier) antara petugas dan pengunjung utnuk menghalangu
semburan droplet. Penghalang fisik dapat dipasang di loket pendaftaran, apotek, loket
penerimaan specimen, kasir dan lain sebagainya. Kemudian, terdapat penanda khusus
dengan menggunakan lakban/cat/stiker untuk mengatur jarak antar pasien yang datang

berkunjung. Penanda khusus dapat dipasang di loket pendafataran, kursi ruang


tunggu, ruang pelayanan dan ruang apotek
Secara umum, persepsi pasien terhadap implementasi pelayanan kesehatan
dalam masa pandemik COVID-19 ditinjau dari pengendalian adminstratif yang relatif
baik. Pengendalian administratif merupakan kumpulan kebijakan, aturan, atau
prosedur untuk mengurangi atau menurunkan paparan transmisi droplet (PERDOKI,
2020).
Pengendalian administratif dan kebijakan-kebijakan yang diterapkan meliputi
infrastruktur yang berkesinambungan, pembekalan pengetahuan petugas kesehatan,
mencegah kepadatan pengunjung di ruang tunggu, mengorganisir pelayanan
kesehatan agar persediaan perbekalan digunakan dengan benar, dan pemantauan
kepatuhan disertai dengan mekanisme perbaikan yang diperlukan (R. Kemenkes,
2020). Langkah penting dalam pengendalian administratif, meliputi identifikasi dini
pasien dengan ISPA/ILI baik ringan maupun berat, diikuti dengan penerapan tindakan
pencegahan yang cepat dan tepat.serta pelaksanaan pengendalian sumber infeksi (R.
Kemenkes, 2020).
Penggunaan APD merupakan tingkat pengendalian terbawah karena sulit
didapat ketika penggunaannya masif, sering tidak tepat pemilihannya dan cara
penggunaannya, tidak nyaman sehingga membutuhkan supervisi kepatuhan dan
ketepatan penggunaan, serta dalam beberapa hal dapat mempengaruhi proses kerja
(PERDOKI, 2020).
Pengendalian teknis serta administratif terhadap bahaya transmisi droplet di fasilitas
pelayanan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan pemilihan
penggunaan alat pelindung diri. Apabila pengendalian teknis dan administratif tidak
adekuat menyebabkan APD yang digunakan harus lengkap untuk memberikan
proteksi yang maksimal (PERDOKI, 2020). Penggunaan APD yang tidak lengkap
tentunya akan sangat mengganggu proses kerja dan cara bekerja termasuk pada saat
ketersediaan APD yang semakin sulit didapatkan pada saat terjadi pandemik.
Masyarakat Indonesia dikenal dengan rasa kekeluargaannya yang tinggi, hal
ini muncul karena sifat gotong royong yang ada di masyarakat. Hal ini tidak
diimbangi dengan fasilitas dan peraturan yang ada. Jumlah penjenguk melebihi
kapasitas kamar
Inap. Berdasarkan laporan yang ditemukan di Ponorogo,ditemukan kasus positif
saatmengunjungi pasien nifas dan bayi baru lahir.Untuk itu, maklumat yang diambil
IDI yaitu dengan pembatasan pendamping pasien serta pengunjung rawat inap yaitu 1
(satu) orang. Sehingga dengan adanya pembatasan jumlah pengantar pasien, dapat
menerapkan protokol kesehatan yaitu menjaga jarak dan mencegah kerumunan.
Selayaknya setiap pasien ditanya bagaimana riwayat penyakit dan riwayat
perjalanannya.
Puskesmas Ranotana Weru dan Puskesmas Teling Atas menerapkan physical
distancing, yaitu memberikan jarak pada tempat duduk pasien dan mengarahkan
pasien untuk tetap menjaga jarak antar sesama pasien maupun petugas dengan pasien.
Puskesmas Ranotana Weru dan Puskesmas Teling Atas juga mengubah posisi tempat
duduk pasien pada saat pelayanan, yaitu jarak dengan petugas diperlebar serta
membuat sekat pembatas transparan antara petugas kesehatan dan pasien. Hal tersebut
juga sejalan dengan yang tertulis di website Puskesmas Gamping II (2020) bahwa
pasien yang berkunjung di Puskesmas tersebut tetap diarahkan untuk melakukan
physical distancing, yaitu dengan mengatur pemisahan jarak tempat duduk. Physical
distancing diterapkan mulai dari tahapan pendaftaran pasien, saat pemeriksaan oleh
dokter hingga pengambilan obat. Penerapan triase/skrining di Puskesmas memiliki
beberapa kendala, pada Puskesmas Ranotana Weru terdapat kendala seperti
masyarakat yang kadang lupa untuk mencuci tangan dan ada juga masyarakat yang
melarikan diri ketika tahu akan dilakukan swab test serta pada waktu yang lalu
petugas Puskesmas masih bingung mengenai jadwal kedatangan petugas laboratorium
untuk melakukan swab test,
namun saat ini pasien langsung diarahkan ke laboratorium untuk dilakukan swab test.
Kendala penerapan triase/skrining pada Puskesmas Teling Atas, yaitu masyarakat
yang kadang tidak jujur dalam proses skrining, saat ditanya mengenai gejala.
Ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) di Puskesmas Ranotana Weru dan
Puskesmas Teling Atas sangat baik, karena APD selalu tersedia memenuhi kebutuhan
dari setiap petugas kesehatan. Puskesmas Ranotana Weru juga menyediakan masker
bagi pengunjung/pasien yang datang, dan akan diberikan kepada pasien ISPA jika
pasien tersebut hanya memakai masker kain (non medis) juga kepada
pengunjung/pasien yang datang dan tidak menggunakan masker. Namun Puskesmas
Teling Atas saat ini tidak menyediakan masker untuk pasien/pengunjung yang datang
ke Puskesmas, karena pasien sudah paham untuk selalu memakai masker.
Jumlah pasien/pengunjung yang datang di Puskesmas Ranotana Weru dan
Puskesmas Teling Atas selama masa pandemi Covid-19 terjadi penurunan. Pada Pada
bulan Agustus 2019 (sebelum pandemi) jumlah pasien yang datang di Puskesmas
Ranotana Weru berjumlah 707 pasien, namun pada bulan Agustus 2020 (saat
pandemi) jumlah pasien berkurang menjadi 424 pasien dan di Puskesmas Teling Atas
pada bulan Agustus 2019 (sebelum pandemi) jumlah pasien yang datang berjumlah
926 pasien, namun pada bulan Agustus 2020 (saat pandemi) jumlah pasien berkurang
menjadi 512 pasien. Penurunan jumlah pasien ini secara umum berdampak baik bagi
Puskesmas, karena dengan adanya penurunan jumlah pasien/pengunjung yang datang
maka tidak terjadi penumpukan pasien di Puskesmas.

KESIMPULAN

Pelayanan kesehatan di puskesmas melakukan penerapan physical


distancing yaitu salah satunya dengan memberikan jarak tempat duduk pasien dan
instruksi cuci tangan sebelum masuk puskesmas dan selain itu juga puskesmas
menerapkan minimal pasien yang berada di puskesmas untuk menghindari
terjadinya kerumunan. Hal tersebut juga mungkin mempengaruhi penurunan pasien
di beberapa puskesmas.

DAFTAR PUSTAKA

Agung prasetya gunawan. (2012). (2020). Manajemen Pelayanan Umum di


Indonesia. Jakarta : Bina Aksara. i, 1, no 2, 1–7.
PERDOKI, Spesialis, P., & Okupasi, K. (2020). di fasilitas PELAYANAN KESEHATAN
DALAM MASA PANDEMI COVID-19 Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi
Indonesia. (April).
Achmad, A. (2009). Gambaran Persepsi Pasien terhadap Pelayanan Kesehatan di
Puskesmas Sukmajaya Kota Depok Tahun 2009. Universitas Indonesia.
Kemenkes, C., & Ke-, R. (2020). Pedoman pencegahan danpengendalian coronavirus
disease (covid-19) revisi ke-4 1
Kemenkes, R. (2020). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian COVID-19. Pedoman
Kesiapan Menghadapi COVID-19, 0–115.
Dewi, Y. 2020. Buat Mekanisme Khusus Antrean Pasien, Puskesmas Tawangrejo Ikut
Cegah Sebaran Covid-19. [online] https://jatimtimes.com/baca/213195
/20200421/095200/buat-mekanisme-khusus-antrean-pasien-puskesmas-
tawangrejo-ikut-cegah-sebaran-Covid-19 diakses pada 12 Mei 2020
WHO. 2020. Coronavirus disease (Covid-19) Pandemic. [online]
https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019 diakses pada
12 Mei 2020

Anda mungkin juga menyukai