NPM : 1906351562
Mekanisme Polimerisasi
Polimerisasi adalah reaksi penggabungan monomer membentuk rantai polimer yang
panjang dan berulang. Ada 2 jenis mekanisme reaksi polimerisasi, yaitu polimerisasi
pertumbuhan berantai (chain-growth polymerization) dan polimerisasi pertumbuhan bertahap
(step-growth polymerization).
1. Polimerisasi Pertumbuhan berantai (chain-growth polymerization).
Polimerisasi reaksi berantai, metode industri yang penting dalam pembuatan polimer,
melibatkan penambahan molekul tak jenuh ke rantai yang berkembang pesat. Senyawa tak
jenuh yang paling umum yang menjalani polimerisasi reaksi berantai adalah olefin, seperti
yang dicontohkan oleh reaksi berikut dari monomer vinil umum.
Polimer yang terbentuk dalam polimerisasi reaksi berantai adalah radikal bebas, dan
polimerisasi berlangsung melalui mekanisme rantai. Polimerisasi reaksi berantai diinduksi
oleh penambahan reagen pembentuk radikal bebas atau oleh inisiator ionik. Seperti semua
reaksi berantai, ini melibatkan tiga langkah mendasar: inisiasi, propagasi, dan terminasi.
Polimerisasi berantai adalah mekanisme radikal bebas terdiri dari tiga tahap:
i. Inisiasi menyangkut pembentukan spesies aktif atau radikal bebas
ii. Propagasi atau perpanjangan rantai
iii. Terminasi
Adapun penjelasan dari ketiga tahap tersebut adalah
i. Inisiasi
Inisiasi melibatkan akuisisi situs aktif oleh monomer. Hal ini dapat terjadi secara spontan
dengan penyerapan panas, cahaya (ultraviolet), atau penyinaran energi tinggi. Tetapi paling
sering, inisiasi polimerisasi radikal bebas disebabkan oleh penambahan sejumlah kecil
senyawa yang disebut inisiator.
Inisiator tipikal termasuk peroksida, senyawa azo, asam Lewis, dan reagen organologam.
Namun, sementara inisiator memicu inisiasi rantai dan memberikan pengaruh percepatan
pada laju polimerisasi, mereka bukan katalis karena mereka berubah secara kimia selama
polimerisasi. Inisiator biasanya merupakan senyawa organik lemah yang dapat didekomposisi
secara termal atau dengan iradiasi untuk menghasilkan radikal bebas, yang molekulnya
mengandung atom dengan elektron yang tidak berpasangan. Berbagai senyawa terurai ketika
dipanaskan untuk membentuk radikal bebas.
a. Disosiasi inisiator (I) yang menghasilkan radikal R∙
I Ki 1 2 R ∙
→
Ki1 adalah konstanta laju reaksi dekomposisi inisiator pada temperatur tertentu .
Nilai Ki1 biasanya berkisar antara 10-4 sampai 10-6 s-1
R∙ disebut sebagai radikal inisiator atau radikal primer
b. Kemudian radikal R∙ akan menumbuk molekul monomer M :
R ∙+ M Ki 2 RM ∙
→
RM∙ adalah gabungan radikal inisitor dengan monomer dikenal dengan monomer
ended radikal.
Contoh: monomer vinyl, pada tahap ini terjadi pembukaan ikatan π untuk membentuk radikal
bebas:
Dekomposisi inisiator menjadi radikal R∙ jauh lebih lambat dari pada reaksi inisiasi
Ketika R∙ menyerang monomer, sehingga langkah ini merupakan langkah yang mengontrol
laju reaksi (rate controling step). Apabila semua radikal primer (R∙) bereaksi dengan
monomer. Maka laju reaksi inisiasi rantai, Vi, sama dengan laju pembentukan radikal RM∙:
Asumsi bahwa reaktivitas radikal RM∙ tidak tergantung padapanjang rantai, jadi
semua tahap propagasi dapat mempunyai konstanta laju reaksi yang sama, yaitu k p. Laju
reaksi propagasi keseluruhan dapat dinyatakan:
Vp=kp[ M ][ RM ∙]
dimana
[M]: konsentrasi monomer
[RM∙]: konsentrasi radikal monomer
iii. Terminasi Rantai
Dalam terminasi, aktivitas pembentukan radikal rantai polimer dihancurkan oleh reaksi
dengan radikal bebas lain dalam sistem untuk menghasilkan molekul polimer. Terminasi
dapat terjadi melalui reaksi radikal polimer dengan radikal inisiator. Jenis proses terminasi ini
tidak produktif dan dapat dikendalikan dengan mempertahankan tingkat inisiasi yang rendah.
Reaksi terminasi yang lebih penting dalam produksi polimer adalah kombinasi (atau
kopling) dan disproporsionasi. Dalam penghentian dengan kombinasi, dua rantai polimer
yang tumbuh bereaksi dengan penghancuran aktivitas pertumbuhan bersama, sedangkan pada
disproporsionasi atom labil (biasanya hidrogen) ditransfer dari satu radikal polimer ke radikal
lainnya.
Reaksi kopling menghasilkan polimer tunggal, sedangkan disproporsionasi
menghasilkan dua polimer dari dua radikal rantai polimer yang bereaksi. Reaksi terminasi
yang dominan tergantung pada sifat monomer yang bereaksi dan suhu. Karena
disproporsionasi membutuhkan energi untuk memutuskan ikatan kimia, itu akan menjadi
lebih jelas pada suhu reaksi yang tinggi; kombinasi radikal polimer tumbuh mendominasi
pada suhu rendah.
Ada 2 mekanisme Terminasi rantai:
I. Terminasi dengan kombinasi coupling terjadi jika dua radikal bergabung membentuk
satu polimer.
RMn ∙+ RMm ∙ Ktc RM ( n+m ) ∙ R
→
II. Terminasi dengan disproporsionasi terjadi jika dua radikal bergabung membentuk dua
polimer.
RMn ∙+ RMm ∙ Ktd RMm+ RMn
→
Reaksi terminasi juga dapat terjadi melalui mekanisme gabungan antara kombinasi dan
disproporsionasi.
RMn ∙+ RMm ∙ Kt Polimer
→
1 1
Diperoleh: − =K 2. t
[A] [A]o
St
Plot ln 1− ( Se )
dengan t. Harga parameter laju besar menandakan laju swelling yang kecil.
1 1
− =K .t
(Se−St) ( Se )
Persamaan ditata ulang menghasilkan:
1 1 1
= + 2
St Se S e K . t
1 1
Plot dari
St
sebagai fungsi dari waktu()
t
, apabila grafik yang terbentuk berupa garis lurus
berarti kinetika absorpsi pengembangan adalah pseudo orde ke dua.
Kesimpulan:
1. Polimer merupakan molekul besar dari unit unit berulang sederhana. Nama ini dari
bahasa Yunani. Poly, yang berarti “banyak” dan mer yang berarti “bagian”.
Makromolekul merupakan istilah yang sinonim dengan polimer. Polimer dihasilkan
dari molekul molekul sederhana yang disebut monomer (“bagian tunggal”).
2. Polimer alam atau Biopolimer adalah polimer biodegradable alami yang
diakumulasikan oleh mikroorganisme (Martínez, 2011). Contoh dari biopolimer yang
pertama adalah Selulosa. Selulosa memiliki 3 tipe polimer yaitu Selulosa,
Hemiselulosa, dan Lignin. Kemudian yang kedua adalah Natrium Alginate, dan yang
ketiga Karbometil Selulosa (CMC), serta lain-lainnya.
3. Salah satu yang mencirikan suatu polimer adalah “mempunyai berat molekul yang
besar”. Adapun metode penentuan berat molekul antara lain: Analisis Gugus Ujung,
Sifat koligatif, Hamburan Cahaya, Ultrasentrifugasi, Viskositas, dan Gel Permeation
Chromatography.
4. Sifat mekanik polimer terdiri dari kuat tarik (tensile strength) dan perpanjangan putus
(elongation at break). Dari sifat mekanik tersebut kita dapat memodifikasi polimer
membentuk Nanokomposit yaitu gabungan dua atau lebih material kimia yang
memiliki sifat yang berbeda secara kimia dan fisika dengan material penyusunnya,
yang salah satu satu atau lebih material penyusunnya berukuran nanometer. Pada
umumnya, nanokomposit dimanfaatkan sebagai katalis dan fotokatalis
5. Terdapat 2 jenis mekanisme reaksi polimerisasi, yaitu polimerisasi pertumbuhan
berantai (chain-growth polymerization) dan polimerisasi pertumbuhan bertahap (step-
growth polymerization). Mekanisme polimerisasi pertumbuhan berantai (chain-
growth polymerization) memiliki 3 tahap yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi.
Sedangkan, mekanisme polimerisasi pertumbuhan bertahap (step-growth
polymerization) pada umumnya melibatkan reaksi kondensasi klasik seperti
esterifikasi, pertukaran ester, atau amidisasi.
Saran:
Bagi para pembaca disarankan untuk membaca buku maupun jurnal mengenai
Polimer untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam terkait materi tersebut. Karena
penjelasan mengenai Polimer yang dibahas dalam makalah ini masih bersifat umum. Artinya,
makalah ini belum membahas hal-hal yang lebih detail mengenai materi tersebut.