867-Article Text-5969-1-10-20190818
867-Article Text-5969-1-10-20190818
Kajian Pustaka
OPIOID
Ony Wibriyono Angkejaya
Program Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Pattimura
Corresponding author e-mail : lenovovonel1982@gmail.com
Abstrak
Opioid adalah salah satu jenis golongan obat anti nyeri yang dapat berikatan secara spesifik dengan reseptor opioid di
tubuh manusia. Aktivasi reseptor opioid dapat memberikan efek analgesik kuat terhadap nyeri yang sedang dirasakan
manusia. Golongan obat opioid diekstrak dari tumbuhan papaver somniferum/opium dan obat pertama kali yang
diisolir adalah Morfin. Tubuh manusia juga dapat memproduksi opioid endogen secara alami yang nanti juga
memberikan efek yang sama seperti morfin. Selain efek analgesik tentunya masih banyak efek fisiologis lain yang
didapatkan yaitu euforia, sedasi, hipoventilasi, hipotensi, pruritus serta mual muntah. Dalam praktek klinis obat opioid
ini cenderung untuk dihindari oleh karena efek samping yang berat terutama yaitu depresi nafas. Namun dalam
perkembangannya, obat golongan opioid banyak disintesis dalam berbagai macam jenis untuk memberikan efek
analgetik yang lebih kuat atau mengurangi efek samping yang merugikan. Artikel ini memberikan gambaran singkat
tentang aspek farmakologis beberapa golongan obat opioid dan beberapa paparan praktek klinis yang akan sangat
berguna baik dokter umum maupun tenaga medis yang lain. Dengan memberikan pemahaman yang baik tentang
farmakologi obat opioid diharapkan terapi nyeri akan dapat lebih efektif dan efisien.
Abstract
Opioid is an analgesic drug type that binds specifically on human body opioid receptors. Opioid receptor activation
gives strong analgesic effect to fight the human sense of pain. Opioids were extracted from papaver
somniferum/opium and the first drug that has been isolated was Morphine. Endogenous opioid can also naturally
produce from human body and it will give same effect as morphine. Beside its analgesic effect there are another opioid
physiological effect such as euphoria, sedation, hypoventilation, hypotension, prurity, nausea and vomiting. Opioids
are tending to avoided on medical daily practice mostly due to its hypoventilation side effect. The opioid drugs evolve
into many types who has stronger analgetic effect or less side effect. This article simplify describes opioid drugs
pharmacological aspect and its daily clinical practice, which is very useful for General Practicioner and other medical
personnel. The Opioid Pharmacology good understanding will provide more efficient and effective pain therapy.
79 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)
“dihindari” dalam praktek tenaga medis sehari- sesuai dengan derajat absorbsi yang diberikan.
hari. Opium merupakan campuran bahan kimia yang
Tentunya pembekalan ilmu yang cukup mengandung gula, protein, lemak, air, lilin nabati
tentang obat opioid ditambah dengan praktek di alami, lateks, dan beberapa alkaloid. Adapun
lapangan dapat memberikan kepercayaan diri alkaloid yang terkandung antara lain morfin (10%-
tersendiri bagi tenaga medis, khususnya dokter, 15%), kodein (1%-3%), noskapin (4%-8%),
untuk dapat meresepkannya dalam praktek klinik papaverin (1%-3%), dan thebain (1%-2%).
sehari-hari. Artikel ini memberikan gambaran Beberapa dari alkaloid-alkaloid tersebut banyak
singkat tentang kharakteristik obat opioid serta digunakan untuk pengobatan diantaranya: untuk
penggunaannya di lapangan. nyeri (morfin dan kodein), untuk batuk (kodein
dan noskapin) dan untuk mengobati spasme
Sejarah Opioid visceral (papaverin). Morfin berhasil diisolasi oleh
Opioid adalah kelompok obat yang sering Seturner pada tahun 1803, kemudian dilanjutkan
dipergunakan pada penanganan pasien dengan dengan kodein tahun 1832 lalu papaverin tahun
nyeri yang berat. Berawal dari tumbuhan papaver 1848. (1,4,5,6).
somniferum atau opium yang diekstrak dan Istilah opioid digunakan untuk semua obat
digunakan secara luas pada peradaban kuno baik alami maupun sintetik yang dapat menduduki
Persia, Mesir dan Mesopotamia. Kata opium reseptor opioid di tubuh manusia. Istilah opiat
sendiri berasal dari bahasa yunani yang berarti jus. digunakan untuk semua obat ynag diekstrak dari
Telah dicatat bahwa penggunaan opium yang tumbuhan opium yang menempati dan bekerja
pertama kali adalah pada salah satu teks kuno pada reseptor opioid.
bangsa Sumeria pada tahun 4000 SM. (Gambar 1)
(1,2,3,4)
Klasifikasi senyawa opioid
Agonis reseptor µ
1. Alkaloid :
- Morfin
80 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)
81 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)
Fentanyl dimetabolisme dengan cara metilasi Ekskresi terutama di urine dan faeses dengan <1%
menjadi norfentanyl, hydroksipropionil-fentanyl dari sufentanyl tidak berubah. Pada pemberian
dan hidroksinorpropionil-fentanyl. Diekskresi sufentanyl dengan dosis 0,1-0,4 µg/kgBB
melalui urin dan dapat dideteksi 72 jam setelah memberikan waktu yang lebih lama serta efek
pemberian iv. Namun <10% tetap tidak depresi pernafasan yang lebih rendah jika
termetabolisme dan diekskresikan melalui urin. dibandingkan dengan dosis fentanyl 1-4 µg/kgBB.
Setelah pemberian bolus iv, fentanyl tersebar Jika dibandingkan dengan opioid yang lain,
terutama pada organ yang kaya vaskularisasi sufentanyl mempunyai beberapa kelebihan
seperti otak, paru-paru dan jantung. Dosis fentanyl terutama penurunan kebutuhan oksigen
2-20 µg/kgBB seringkali diberikan sebagai ajuvan metabolisme di otak serta aliran darah otak
anestesi inhalasi pada saat operasi. Pemberian cenderung menurun atau hampir tidak mengalami
intratekal juga memberikan respon yang perubahan yang berarti. (5,6)
memuaskan terutama pada dosis 25 µg. Terdapat
juga sediaan oral transmukosa fentanyl 15-20 Alfentanyl
µg/kgBB untuk anak-anak 2-8 tahun yang Analog dari fentanyl yang mempunyai
diberikan 45 menit sebelum induksi anestesi. potensi 1/5 sampai 1/10 dari fentanyl. Keunikan
Fentanyl juga diberikan transdermal dengan dari alfentanyl adalah onset dan durasi yang lebih
sediaan 12,5-100 µg yang ditujukan terutama cepat jika dibandingkan dengan fentanyl.
pasien postoperatif serta pasien dengan nyeri Alfentanyl dimetabolisme melalui piperidin N-
kanker. Jika dibandingkan dengan morfin, dealkilasi menjadi noralfentanyl serta melalui
fentanyl kurang menyebabkan pelepasan histamin amida N-dealkilasi menjadi N-fenilpropionamid.
namun lebih sering mencetuskan bradikardi. Sebagian besar diekskresi melalui urin dengan
Pemberian fentanyl iv secara cepat dapat <1% yang tidak berubah. Alfentanyl sering
mencetuskan otot rigid, batuk bahkan kejang. dipakai pada manipulasi singkat seperti intubasi
Fentanyl juga dapat meningkatkan tekanan trakeal ataupun blok retrobulbar dengan dosis 10-
intrakranial hingga 6-9 mmHg oleh karena efek 30 µg/kgBB. Jika dibandingkan dengan opioid
vasodilatasi. (5,6) yang lain, kejadian Post Operative Nausea
Vomitting (PONV) lebih rendah pada pemakaian
Sufentanyl alfentanyl. (5,6)
Analog dari fentanyl dan mempunyai
kekuatan analgesi 5-10 kali lebih besar daripada Remifentanyl
fentanyl. Dimetabolisme terutama di hepar Remifentanyl adalah agonis selektif
melalui proses N-dealkilasi dan O-demetilasi. reseptor opioid u dengan potensi analgesi
82 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)
menyerupai fentanyl (15-20 kali lebih poten alfentanyl, sufentanyl dan remifentanyl. Secara
daripada alfentanyl). Struktur kimia remifentanyl struktur, meperidin mempunyai bentuk
tergolong unik karena meskipun tergolong derivat menyerupai atropin sehingga beberapa efek
fenilpiperidin, remifentanyl mempunyai gugus atropine juga dimiliki oleh atropine ini seperti
ester. Sehingga metabolism remifentanyl juga takikardi, midriasis dan antispasmodic. Meperidin
terjadi oleh hidrolisis enzim esterase di plasma mempunyai potensi 1/10 morfin dengan durasi
maupun jaringan yang lain menjadi metabolit kerja 2-4 jam. Meperidin diabsorbsi baik pada GIT
yang inaktif. Onset yang cepat, waktu pulih yang tapi mempunyai efektifitas ½ jika dibandingkan
singkat dan efek yang relative non kumulatif dengan pemberian IM. Metabolisme meperidin
menjadikan remifentanyl opioid yang sering terutama di hepar dengan merubahnya melalui
dipakai intraop di negara-negara maju saat ini. proses dimetilasi 90% menjadi normeperidin dan
Hasil metabolisme remifentanyl adalah asam ekskresinya terutama melalui urin. Normeperidin
remifentanyl, yang juga agonis reseptor u dengan mempunyai waktu paruh eliminasi 15 jam dan
potensi 1/300-1/4600 dari asalnya. Hasil metabolit dapat dideteksi di urin 3 hari setelah pemakaian.
yang lain adalah N-dealkilasi remifentanyl yang Normeperidin mempunyai potensi ½ meperidin
juga diekskresikan terutama melalui urin. Dosis sebagai analgesik dan menstimulasi sistem saraf
0,25-1 µg/kgBB memberikan efek analgesia yang pusat. Kejang, mioklonus, delirium dan halusinasi
memuaskan. Namun pemberian remifentanyl yang dapat terjadi setelah pemberian meperidin
intratekal tidak disarankan oleh karena adanya adalah sebagai akibat efek stimulasi saraf pusat
glisin pada vehikulum obat ini. Glisin mempunyai oleh normeperidin. Sekitar 60% meperidin terikat
efek menginhibisi neurotransmitter pada medulla pada protein, sehingga pada pasien tua terjadi
(5,6)
spinalis. peningkatan jumlah obat bebas pada plasma dan
mencetuskan terjadinya peningkatan sensitifitas
Petidin pada opioid. Konsentrasi plasma 0,7µg dianggap
mampu secara efektif meghilangkan nyeri post
operatif. Selain sebagai analgesia yang poten,
meperidin juga mempunyai efek anti menggigil
postoperatif yang jika dibiarkan lama dapat
Gambar.4. Struktur kimia meperidin/petidin meningkatkan konsumsi oksigen pada tubuh. Efek
Meperidin atau petidin merupakan opioid anti menggigil postoperatif dari meperidin
sintetik yang bekerja agonis terhadap reseptor u didapatkan sebagai salah satu kerjanya pada
dan sebagai derivat dari fenilpiperidin. Adapun reseptor Selain itu klonidin, ondansetron, dan
beberapa analog golongan ini antara lain fentanil, butorfanol juga merupakan obat-obatan yang
83 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)
84 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)
nalbufin merupakan pilihan yang tepat untuk memiliki afinitas yang lemah sebagai antagonis
digunakan pada pasien dengan gangguan jantung, pada reseptor u dan afinitas yang sedang pada
seperti pada tindakan kateterisasi jantung. (4,5,6) reseptor untuk menghasilkan analgesia dan efek
anti menggigil. Pada prakteknya butorfanol 2-3
2. Opioid sintetik : mg im menghasilkan efek analgesia dan depresi
a. Derivat benzomorfan : pernafasan setara dengan morfin 10 mg.
Pentazosin Butorfanol terutama dimetabolisme menjadi
Merupakan agonis dan antagonis reseptor metabolit inaktif hidroksibutorfanol yang
opioid yang lemah pada reseptor dan dengan diekskresi terutama di empedu dan sebagian kecil
potensi sekitar 1/5 dari obat nalorfin. Pentazosin pada urin. Efek samping yang paling sering adalah
diserap baik melalui rute oral maupun perenteral sedasi, mual dan diaphoresis. Efek pelepasan
yang kemudian dimetabolisme di hepar melui katekolamin yang dimiliki pentazosin juga
proses oksidasi menjadi glukoronid inaktif yang dimilikioleh butorfanol ini sehingga akan didapat
akan diekskresikan terutama melalui urin dan peningkatan laju nadi dan tekanan darah pada
kemudian empedu. Dengan dosis 10-30mg iv atau pasien. (4,5,6)
50mg oral, setara dengan kodein 60 mg, mampu
mengatasi nyeri sedang. Efek samping yang sering Antagonis reseptor µ
dari pentazosin adalah sedasi yang kemudian 1. Nalokson
diikuti dengan diaforesis dan pusing. Pentazosin
menyebabkan pelepasan katekolamin pada tubuh
kita sehingga Pentazosin sebesar 20-30 mg im
mempunyai efek analgesia, sedasi dan depresi
pernafasan yang setara dengan 10 mg morfin. Gambar 5. Struktur kimia nalokson
Tidak seperti morfin, pentazosin tidak memiliki Nalokson adalah antagonis nonselektif pada
efek miosis pada pupil mata.(5,6) ketiga reseptor opioid. Dengan dosis 1-4g/kgBB
iv dapat membalikkan efek overdosis akibat obat-
85 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)
86 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)
yang merupakan opioid endogen yang sangat reseptor µ2 sementara endomorfin 2 titik
penting yang berikatan dengan reseptor µ. tangkap kerjanya melalui reseptor µ dan κ.
POMC juga berubah menjadi beberapa Keduanya baik endomorfin 1 maupun
hormon non opioid seperti endomorfin 2 bekerja menurunkan potensial
Adrenokortikotropik Hormon (ACTH), aksi pada medulla daerah rostral
melanosit-stimulating hormon (MSH) dan ventrolateral, daerah yang menjadi pusat
lipotropin.7,9 pengatur tekanan darah. Sementara di perifer
4. Proorphanin akan berubah menjadi orphanin endomorfin menurunkan noreprinefrin yang
(yang disebut juga sebagai nosiseptin), dilepaskan neuron simpatis vaskuler.
sebuah peptide yang mengandung 17 jenis
asam amino. Meskipun proorphanin
mempunyai struktur yang homolog dengan
ketiga jenis yang lainnya namun orphanin
tidak berikatan dengan reseptor µ, κ, atau δ.
Orphanin berikatan dengan reseptor coupling
protein-G. Dan menyebabkan respon seluler
yang menyerupai opioid yang lain, termasuk
hambatan pada adenilsiklase, terbukanya
Gambar 7. Peptida prekursor, POMC
gerbang Kalium serta blokade gerbang Proopiomelanocortin, ACTH, adrenocorticotropic
hormone; b-LPH b-lipotropinhormone (Brunton L,
Kalsium tipe-N. Orfanin ditemukan di tempat Parker K, Blumenthal D. Goodman and Gilman’s
yang tidak biasa seperti di hippocampus dan Manual of farmacology and Therapeutics. New
York:Lange Medical Books/Mc Graw Hill;2008)
korteks sensoris. Orphanin mempunyai efek
antianalgesik ketika memproduksi analgesia Ketiga reseptor opioid mempunyai afinitas
spinal. yang saling tumpang tindih terhadap kelompok
5. Golongan Endomorfin merupakan opioid peptida opioid endogen tersebut seperti terlihat di
agonis yang mempunyai afinitas tinggi dan dalam tabel berikut.
selektifitas yang tinggi pada reseptor µ.
Molekul prekursor dari endomorfin masih
belum dapat ditemukan. Terdapat 2 macam
endomorfin dibedakan menurut struktur
kiminya, endomorfin 1 dan endomorfin 2.
Pada studi in vivo diketahui bahwa
endomorfin 1 bekerja melalui stimulasi
87 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)
Tabel.1 Titik aksi dan selektivitas beberapa obat opioid Tabel.2 Reseptor Opioid, fungsinya, dan afinitas
pada beberapa klas reseptor (8) terhadap opioid endogen (Freye E, Levy JV. Opioids
Obat Opiat Resepto Resepto Resepto in medicine. Dusseldorf, Germany:Springer;2008)
Dinorfin B Analgesia
Supraspinal dan
spinal; efek Dynorfin > > endorfin dan
(kappa) psicotomimetik ; enkefalin
memperlambat
transit GIT
Farmakokinetik
Absorbsi
Sebagian besar analgesik opioid mampu
diserap bagus melalui rute subkutan,
intramuscular dan oral. Oleh karena efek first pass
metabolism opioid pada aliran darah di hepar
88 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)
maka dosis oral opioid membutuhkan dosis yang melalui ginjal. Sebagai contoh morfin, sebagian
lebih besar untuk mencapai efek terapeutik, besar akan dikonjugasi menjadi morfin-6-
seperti pada morfin. Beberapa jenis opioid glukoronid, suatu kompenen yang mempunyai
dipercaya lebih efektif jika diberikan melalui rute efek neuroeksitatori. Efek neuroeksitatori ini
oral karena kecil yang melalui first pass bukan dimediasi oleh reseptor opioid melainkan
metabolism seperti kodein dan oksikodon. oleh system GABA/glisinergik. Kurang lebih 10%
Insuflasi melalui nasal juga bisa menjadi rute dari morfin akan diubah menjadi M6G, suatu
pilihan untuk menghindari first pass metabolism. metabolit aktif dengan efek analgesik 4 hingga 6
Rute yang lain yaitu melalui mukosa oral serta kali lebih poten jika dibandingkan dengan morfin.
transdermal yang diyakini dapat memberikan Namun metabolit yang lebih polar ini mempunyai
analgesik yang poten hingga dalam hitungan hari. keterbatasan untuk menembus sawar darah otak.
Akumulasi yang berlebihan dari obat ini seperti
Distribusi pada pasien dengan gagal ginjal ataupun
Penyerapan opioid pada organ sangat pemakaian dosis besar tentunya akan
bervariasi. Meskipun tiap jenis opioid mempunyai menyebabkan berbagai macam efek samping.
afinitas yang berbeda terhadap protein, opioid Kejang oleh karena efek neuroeksitasi dari M3G
dapat secara cepat meninggalkan kompartemen serta efek kerja yang memanjang dari opioid yang
darah, kemudian berkumpul menuju jaringan yang dihasilkan oleh M6G. (3,4,5,8)
mempunyai perfusi darah yang tinggi seperti otak, Golongan ester seperti heroin dan
paru-paru, hepar, ginjal dan limpa. Konsentrasi remifentanyl dihidrolisa secara cepat oleh enzim
opioid pada otot sebenarnya lebih kecil, namun esterase jaringan. Heroin (diasetilmorfin)
jaringan otot mempunyai volume yang besar dihidrolisa menjadi monoasetilmorfin dan pada
sehingga banyak juga yang terakumulasi disana. akhirnya menjadi morfin yang kemudian
Meskipun aliran darah pada jaringan lemak dikonjugasi oleh asam glukoronat. Metabolisme
rendah, namun akumulasi pada jaringan lemak ini oksidatif hepatik merupakan rute primer degradasi
adalah suatu hal yang penting oleh karena akan opioid golongan fenilpiperidin seperti meperidin,
terjadi redistribusi kembali oleh opioid yang larut fentanyl, alfentanyl dan sufentanyl. Hasil
baik dengan lemak, seperti fentanyl. metabolit dimetilasi dari meperidin yaitu
normeperidin dapat terakumulasi pada pasien
Metabolisme dengan penurunan fungsi ginjal ataupun pada
Sebagian besar opioid akan diubah menjadi pemakaian dosis yang tinggi. Normeperidin dapat
metabolit yang lebih polar sebagian besar menyebabkan kejang apabila terakumulasi dalam
glukoronid, yang kemudian akan diekskresikan jumlah yang cukup tinggi. Sebaliknya fentanyl
89 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)
tidak memiliki metabolit aktif. Isozim P450 Segala jenis opioid akan bekerja secara
CYP3A4 memetabolisme fentanyl melalui proses spesifik semacam system Lock and key pada
N-dealkilasi di hepar. CYP3A4 juga terdapat di reseptor opioid. Reseptor opioid ini terletak
mukosa usus halus dan memberikan kontribusi terutama di Periaquaduktus pada grey matter
pada proses first pass metabolism jika fentanyl batang otak, amigdala, corpus striatum,
diberikan secara oral. Kodein, oksikodon, dan hipotalamus, dan substansia gelatinosa pada
hidrokodon dimetabolisme di hepar oleh isozim medulla spinalis manusia.(7,8,9) .
P450 CYP2D6 yang akan menghasilkan metabolit
dengan efek yang lebih besar. Sebagai contoh,
kodein dimetilasi menjadi morfin,. (5,6)
Ekskresi
Metabolit yang polar, termasuk konjugasi
glukoronid dari analgesik opioid, sebagian besar Gambar 10. Skema Visual Mikroskop elektron reseptor
enterohepatik hanya berperan kecil dalam proses ini merupakan bagian dari reseptor protein-
90 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)
Ketiga reseptor ini berpasangan dengan protein G dan (2) menyebabkan hiperpolarisasi yang
yang kemudian akan menghambat adenil siklase, kemudian menghambat neuron postsinaps dengan
menurunkan konduktansi dari voltage gated cara membuka Kalium channel. Aksi presinaps
calcium channel atau dengan cara membuka dengan cara menghambat pelepasan
gerbang Natrium. Salah satu dari proses ini akan neurotransmitter terutama glutamat, serta asam
menurunkan aktivitas neuron. Reseptor opioid amino eksitatori utama yang dilepaskan oleh
juga bekerja memodulasi kaskade fosfoinositide terminal nosiseptif yaitu asetilkolin, norepinefrin,
dan fosfolipase C.(7,9,11). Reseptor u secara umum serotonin serta substansi P.
terlibat dalam proses analgesia di tingkat spinal
maupun supraspinal. Rangsangan terhadap
reseptor u1 akan menyebabkan efek analgesia
sedangkan pada u2 akan menyebabkan
hipoventilasi, bradikardi serta ketergantungan.
Rangsangan pada reseptor akan menyebabkan
inhibisi dari pelepasan neurotransmitter melalui
calcium channel. Hal ini akan mengakibatkan
depresi pernafasan (meskipun efeknya kurang dari
reseptor u). Efek yang lain yang didapat dari
aktivasi reseptor ini adalah disforia dan dieresis.
Reseptor ini dibagi lagi menjadi 1, 2, and 3.
Sementara reseptor berespon atas enkefalin, Gambar 12. Mekanisme G coupled Protein dan adenil
91 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)
kardiovaskuler. Selain itu tonus simpatis juga waktu jedah tiap waktu bernafas. Selain itu morfin
dihambat oleh opioid menyebabkan tonus vena juga menyebabkan penurunan gerakan sillier pada
perifer menurun,sehingga kejadian hipotensi jalan nafas yang dose-dependent.
ortostatik sering pada pasien dengan pemberian
opioid. Bradikardi juga dapat terjadi oleh karena Penurunan respon batuk.
overstimulasi nukleus vagus pada medulla Efek antitusif juga didapat pada opioid terutama
oblongata. Konduksi nodus sinoatrial juga pada kodein yang terubstitusi pada posisi atom
dihambat oleh morfin, hal ini menyebabkan karbon nomor 3 serta pada isomer dekstro opioid
menurunnya kejadian ventrikel fibrilasi pada yaitu dekstrometorfan namun tidak mempunyai
pasien yang telah diberikan morfin. Opioid, efek analgesi.
terutama morfin juga dapat memberikan efek Tabel.4. Jenis reseptor opioid dan efek yang
dihasilkannya. (Brunton L, Parker K, Blumenthal D.
pelepasan histamin sehingga terjadi vasodilatasi Goodman and Gilman’s Manual of farmacology and
pembuluh darah perifer yang kemudian terjadi Therapeutics. New York:Lange Medical Books/Mc
Graw Hill;2008)
penurunan tekanan darah. Namun sebaliknya
Rese Analg Respi gastroint Endo Efek
fentanyl dan sufentanyl tidak menyebabkan ptor esi rasi estinal krin lain
U Perifer ↓sekresi Rigid Pruritus,
pelepasan histamin. lambung, otot retensi
↓transit rangka urin,
GI- spasme
supraspin bilier
Perubahan pada sistem ventilasi pernafasan. al dan
perifer
Opioid sebagai salah satu agonis opioid (terutama u2 Supras Pelepa Perganti
pinal san an
yang berikatan pada reseptor u 2) dapat prolak asetilkol
tin in,
memberikan efek depresi pernafasan melalui kataleps
i
pusat pengaturan ventilasi pernafasan di batang u2 Spinal Depre ↓transit Sebagia
Supras si GI-spinal n besar
pinal pernaf dan efek
otak. Menyebabkan menurunnya kadar asetilkolin (bersin asan supraspin kardivas
ergi al kuler
pada neuron didaerah pusat pernafasan medulla dengan
spinal)
sehingga menurun juga respon terhadap CO2. Hal Perifer ↓pelep sedasi
asan
ini ditandai dengan meningkatnya kadar PaCO2 ADH
1 Spinal
saat istirahat serta bergesernya kurva repon CO2 ke 2 ? Farmak
ologi
kanan. Oleh karena itu pemberian fisostigmin belum
diketahu
dapat mengembalikan efek depresi pernafasan i
3 Supras
pada pemberian opioid tanpa mengurangi efek pinal
Perifer ?depre ↓transit Pelepa Retensi
analgesianya. Agonis opioid juga mempebgaruhi si GI-spinal san urin
respira Antidiare- Growt
pons dan pusat ventilasi medulla yang mengatur si spinal dan h
supraspin Horm
irama pernafasan kita, sehingga memperlama al on
92 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)
93 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)
Referensi
94 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)
95 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed