Anda di halaman 1dari 8

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN EPISTAKSIS

A. Definisi

Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus
epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal
dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior
melalui cabang a.sfenopalatina.

Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang
hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti
mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan
pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat.

B. Etiologi dan Patofisiologi

Epistaksis (mimisan) pada anak-anak umumnya berasal dari little’s area/pleksus


kiesselbach (gambar 3) yang berada pada dinding depan dari septum hidung.
Dua faktor yang paling penting dari epistaksis pada anak-anak adalah :
- Trauma minor : mengorek hidung, menggaruk, bersin, batuk atau mengedan
- Mukosa hidung yang rapuh : terdapat infeksi saluran napas atas, pengeringan mukosa,
penggunaan steroid inhalasi melalui hidung
Penyebab epistaksis lainnya adalah adanya benda asing di dalam rongga hidung, polip
hidung, kelainan darah, kelainan pembuluh darah dan tumor pada daerah nasofaring.

C. Tinjauan Keperawatan

PENGKAJIAN :
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,
2. Riwayat Penyakit sekarang :
3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
- Pernah menedrita sakit gigi geraham

5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang
mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.

6. Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
- Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek
samping
b. Pola nutrisi dan metabolisme :
- biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
c. Pola istirahat dan tidur
- selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
d. Pola Persepsi dan konsep diri
- klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun
e. Pola sensorik
- daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik
purulen , serous, mukopurulen).

8. Pemeriksaan fisik
a. status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).

Data subyektif :

- Mengeluh badan lemas

Data Obyektif
- Perdarahan pada hidung/mengucur banyak

- Gelisah

- Penurunan tekanan darah

- Peningkatan denyut nadi

- Anemia

D. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

1. PK : Perdarahan

2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif

3. Cemas

4. Nyeri Akut

E. Perncanaan Keperawatan

1. PK : Perdarahan

Tujuan : meminimalkan perdarahan

Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis

INTERVENSI

- Monitor keadaan umum pasien

- Monitor tanda vital

- Monitor jumlah perdarahan psien

- Awasi jika terjadi anemia


- Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan :
pemberian transfusi, medikasi

(Diagnosa NANDA,NIC,NOC)

2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif

Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif

Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak menggunakan
otot pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1 Mandiri • Penurunan bunyi nafas dapat
menyebabkan atelektasis, ronchi dan
• Kaji bunyi atau kedalaman wheezing menunjukkan akumulasi
pernapasan dan gerakan dada. sekret

• Catat kemampuan mengeluarkan • Sputum berdarah kental atau cerah


mukosa/batuk efektif dapat diakibatkan oleh kerusakan
paru atau luka bronchial
· Berikan posisi fowler atau semi • Posisi membantu memaksimalkan
fowler tinggi ekspansi paru dan menurunkan upaya
pernafasan
• Bersihkan sekret dari mulut dan
trakea • Mencegah obstruksi/aspirasi

• Pertahankan masuknya cairan • Membantu pengenceran sekret


sedikitnya sebanyak 250 ml/hari
kecuali kontraindikasi
1 2 3
2 Kolaborasi
• Mukolitik untuk menurunkan batuk,
ekspektoran untuk membantu
• Berikan obat sesuai dengan memobilisasi sekret, bronkodilator
indikasi mukolitik, ekspektoran, menurunkan spasme bronkus dan
bronkodilator analgetik diberikan untuk menurunkan
ketidaknyamanan

3. Cemas
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :
- Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1 • Kaji tingkat kecemasan klien • Menentukan tindakan selanjutnya

• Berikan kenyamanan dan • Memudahkan penerimaan klien


ketentraman pada klien : terhadap informasi yang diberikan

- Temani klien • Meningkatkan pemahaman klien


tentang penyakit dan terapi untuk
- Perlihatkan rasa empati( datang penyakit tersebut sehingga klien lebih
dengan menyentuh klien ) kooperatif

• Berikan penjelasan pada klien • Dengan menghilangkan stimulus yang


tentang penyakit yang mencemaskan akan meningkatkan
dideritanya perlahan, tenang seta ketenangan klien.
gunakan kalimat yang jelas,
singkat mudah dimengerti • Mengetahui perkembangan klien secara
dini.
• Singkirkan stimulasi yang
berlebihan misalnya : • Obat dapat menurunkan tingkat
kecemasan klien
- Tempatkan klien diruangan
yang lebih tenang

- Batasi kontak dengan orang


lain /klien lain yang
kemungkinan mengalami
kecemasan

• Observasi tanda-tanda vital.

• Bila perlu , kolaborasi dengan tim


medis

4. Nyeri Akut

Tujuan : nyeri berkurang atau hilang


Kriteria hasil :
- Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
- Klien tidak menyeringai kesakitan

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1 • Kaji tingkat nyeri klien • Mengetahui tingkat nyeri klien dalam
menentukan tindakan selanjutnya
• Jelaskan sebab dan akibat nyeri
pada klien serta keluarganya • Dengan sebab dan akibat nyeri
diharapkan klien berpartisipasi dalam
• Ajarkan tehnik relaksasi dan perawatan untuk mengurangi nyeri
distraksi
• Klien mengetahui tehnik distraksi dan
• Observasi tanda tanda vital dan relaksasi sehinggga dapat
keluhan klien mempraktekkannya bila mengalami
nyeri
• Kolaborasi dngan tim medis
• Mengetahui keadaan umum dan
- Terapi konservatif : perkembangan kondisi klien.

a. obat Acetaminopen; • Menghilangkan /mengurangi keluhan


Aspirin, dekongestan nyeri klien
hidung

DAFTAR PUSTAKA

1. Arif,Mansjoer, et al, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media Aesculapius,
Jakarta..

2. Balai Penerbit. FK. UI. 1998. Buku Ajar Penyakit THT. Gaya Baru. Jakarta

3. Doengoes, Marilyn, et al, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta

4. Johnson. M. Maas. M. Moorhead. S. 2000. Nursing Outcome Classification(NOC). Mosby.


Philadelpia
5. MC. Closky J. dan Bulaceck G. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby.
Philadelpia.

Pengobatan

1. Epistaksis Anterior

• Epistaksis anterior Penderita sebaiknya duduk tegak agar tekanan vaskular berkurang dan
mudah membatukkan darah dari tenggorokan
• Epistaksis anterior yang ringan biasanya bisa dihentikan dengan cara menekan cuping
hidung selama 5-10 menit
• Jika tindakan diatas tidak mampu menghentikan perdarahan, maka dipasang tampon
anterior yang telah dibasahi dengan adrenalin dan lidocain atau pantocain untuk
menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri
• Setelah perdarahan berhenti, dilakukan penyumbatan sumber perdarahan dengan
menyemprotkan larutan perak nitrat 20-30% (atau asam trichloracetat 10%) atau dengan
elektrokauter
• Bila dengan cara tersebut perdarahan masih terus berlangsung, maka diperlukan
pemasangan tampon anterior yang telah diberi vaselin atau salep antibiotika agar tidak
melekat sehingga tidak terjadi perdarahan ulang pada saat tampon dilepaskan. Tampon
anterior dimasukkan melalui lubang hidung depan, dipasang secara berlapis mulai dari
dasar sampai puncak rongga hidung dan harus menekan sumber perdarahan. Tampon
dipasang selama 1-2 hari.
• Jika tidak ada penyakit yang mendasarinya, penderita tidak perlu dirawat dan diminta
lebih banyak duduk serta mengangkat kepalanya sedikit pada malam hari. Penderita
lanjut usia harus dirawat.

2. Epistaksis posterior

• Pada epistaksis posterior, sebagian besar darah masuk ke dalam mulut sehingga
pemasangan tampon anterior tidak dapat menghentikan perdarahan.
• Perdarahan posterior lebih sukar diatasi karena perdarahan biasanya hebat dan sulit
melihat bagian belakang dari rongga hidung.
• Dilakukan pemasangan tampon posterior (tampon Bellocq), yaitu tampon yang
mempunyai tiga helai benang, 1 helai di setiap ujungnya dan 1helai di tengah. Tampon
dipasang selama 2-3 hari disertai dengan pemberian antibiotik per-oral untuk mencegah
infeksi pada sinus ataupun telinga tengah.
• Pada epistaksis yang berat dan berulang, yang tak dapat diatasi dengan pemasangan
tampon, perlu dilakukan pengikatan arteri etmoidalis anterior dan posterior atau arteri
maksilaris interna.
• Epistaksis akibat patah tulang atau septum hidung biasanya berlangsung singkat dan
berhenti secara spontan, kadang-kadang timbul kembali beberapa jam atau beberapa hari
kemudian setelah pembengkakan berkurang.
• Jika hal ini terjadi mungkin perlu dilakukan pembedahan terhadap patah tulang atau
pengikatan arteri.
• Pada penderita telangiektasi hemoragik herediter (kelainan bentuk pembuluh darah),
epistaksis yang hebat bisa menyebabkan anemia berat yang tidak mudah dikoreksi
dengan pemberian zat besi tambahan. Untuk mengatasi anemia, dilakukan pencangkokan
kulit ke dalam septum hidung.

Anda mungkin juga menyukai