Anda di halaman 1dari 17

Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018

ISSN 1979-6358 (print)


ISSN 25970246X (online)

Kajian Pustaka

OPIOID
Ony Wibriyono Angkejaya
Program Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Pattimura
Corresponding author e-mail : lenovovonel1982@gmail.com

Abstrak

Opioid adalah salah satu jenis golongan obat anti nyeri yang dapat berikatan secara spesifik dengan reseptor opioid di
tubuh manusia. Aktivasi reseptor opioid dapat memberikan efek analgesik kuat terhadap nyeri yang sedang dirasakan
manusia. Golongan obat opioid diekstrak dari tumbuhan papaver somniferum/opium dan obat pertama kali yang
diisolir adalah Morfin. Tubuh manusia juga dapat memproduksi opioid endogen secara alami yang nanti juga
memberikan efek yang sama seperti morfin. Selain efek analgesik tentunya masih banyak efek fisiologis lain yang
didapatkan yaitu euforia, sedasi, hipoventilasi, hipotensi, pruritus serta mual muntah. Dalam praktek klinis obat opioid
ini cenderung untuk dihindari oleh karena efek samping yang berat terutama yaitu depresi nafas. Namun dalam
perkembangannya, obat golongan opioid banyak disintesis dalam berbagai macam jenis untuk memberikan efek
analgetik yang lebih kuat atau mengurangi efek samping yang merugikan. Artikel ini memberikan gambaran singkat
tentang aspek farmakologis beberapa golongan obat opioid dan beberapa paparan praktek klinis yang akan sangat
berguna baik dokter umum maupun tenaga medis yang lain. Dengan memberikan pemahaman yang baik tentang
farmakologi obat opioid diharapkan terapi nyeri akan dapat lebih efektif dan efisien.

Kata kunci: opioid, reseptor opioid, praktek klinis

Abstract

Opioid is an analgesic drug type that binds specifically on human body opioid receptors. Opioid receptor activation
gives strong analgesic effect to fight the human sense of pain. Opioids were extracted from papaver
somniferum/opium and the first drug that has been isolated was Morphine. Endogenous opioid can also naturally
produce from human body and it will give same effect as morphine. Beside its analgesic effect there are another opioid
physiological effect such as euphoria, sedation, hypoventilation, hypotension, prurity, nausea and vomiting. Opioids
are tending to avoided on medical daily practice mostly due to its hypoventilation side effect. The opioid drugs evolve
into many types who has stronger analgetic effect or less side effect. This article simplify describes opioid drugs
pharmacological aspect and its daily clinical practice, which is very useful for General Practicioner and other medical
personnel. The Opioid Pharmacology good understanding will provide more efficient and effective pain therapy.

Key words : opioid, opioid receptor, clinical practice

Pendahuluan Opioid sebagai salah satu golongan obat


Nyeri adalah salah satu gejala utama yang analgetik kuat yang ada di pasaran menjadi salah
dirasakan oleh manusia sebagai salah satu tanda satu obat yang penting dalam terapi nyeri.
terjadinya trauma pada jaringan atau yang Pengetahuan tentang opioid bagi tenaga medis,
(1,2)
diasumsikan demikian . Seorang tenaga medis terutama dokter, tentunya mutlak diperlukan.
tentunya akan sering bertemu dengan pasien yang Begitu banyak efek samping yang sangat
mengalami nyeri. Nyeri dapat memberikan efek berbahaya yang ditimbulkan ketike pemberian
fisiologis yang kompleks dalam tubuh pasien, oleh opioid, menjadikan golongan obat ini seakan-akan
karena itu terapi anti nyeri akan sangat diperlukan.

79 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)

“dihindari” dalam praktek tenaga medis sehari- sesuai dengan derajat absorbsi yang diberikan.
hari. Opium merupakan campuran bahan kimia yang
Tentunya pembekalan ilmu yang cukup mengandung gula, protein, lemak, air, lilin nabati
tentang obat opioid ditambah dengan praktek di alami, lateks, dan beberapa alkaloid. Adapun
lapangan dapat memberikan kepercayaan diri alkaloid yang terkandung antara lain morfin (10%-
tersendiri bagi tenaga medis, khususnya dokter, 15%), kodein (1%-3%), noskapin (4%-8%),
untuk dapat meresepkannya dalam praktek klinik papaverin (1%-3%), dan thebain (1%-2%).
sehari-hari. Artikel ini memberikan gambaran Beberapa dari alkaloid-alkaloid tersebut banyak
singkat tentang kharakteristik obat opioid serta digunakan untuk pengobatan diantaranya: untuk
penggunaannya di lapangan. nyeri (morfin dan kodein), untuk batuk (kodein
dan noskapin) dan untuk mengobati spasme
Sejarah Opioid visceral (papaverin). Morfin berhasil diisolasi oleh
Opioid adalah kelompok obat yang sering Seturner pada tahun 1803, kemudian dilanjutkan
dipergunakan pada penanganan pasien dengan dengan kodein tahun 1832 lalu papaverin tahun
nyeri yang berat. Berawal dari tumbuhan papaver 1848. (1,4,5,6).
somniferum atau opium yang diekstrak dan Istilah opioid digunakan untuk semua obat
digunakan secara luas pada peradaban kuno baik alami maupun sintetik yang dapat menduduki
Persia, Mesir dan Mesopotamia. Kata opium reseptor opioid di tubuh manusia. Istilah opiat
sendiri berasal dari bahasa yunani yang berarti jus. digunakan untuk semua obat ynag diekstrak dari
Telah dicatat bahwa penggunaan opium yang tumbuhan opium yang menempati dan bekerja
pertama kali adalah pada salah satu teks kuno pada reseptor opioid.
bangsa Sumeria pada tahun 4000 SM. (Gambar 1)
(1,2,3,4)
Klasifikasi senyawa opioid
Agonis reseptor µ
1. Alkaloid :
- Morfin

Gambar 1. Papaver Somniferum


Opium digunakan dengan dihirup atau
dengan cara ditusukkan pada kulit yang akan
Gambar. 2 Struktur kimia morfin
memberikan efek analgesia, selain itu juga akan
menyebabkan depresi pernafasan dan kematian

80 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)

Morfin merupakan obat prototype opiod - Oksikodon


yang menjadi perbandingan pada semua jenis Oksikodon adalah opioid derivat dari
obat golongan agonis opioid. Efek dari morfin thebain yang ditemukan di Jerman tahun
berupa analgesia, euforia, sedasi, 1916 sebagai salah satu opioid semi sintetik.
berkurangnya konsentrasi, nausea, perasaan Terapi oksikodon untuk nyeri sedang hingga
berat pada ekstremitas, mulut yang kering dan berat sudah terbukti dan oleh European
priritus terutama pada daerah sekitar hidung. Association for Palliative Care, oksikodon
Jenis nyeri tumpul yang continu lebih efektif digunakan sebagai second line alternative
dihilangkan dengan morfin daripada jenis nyeri drug setelah morfin. Gejala withdrawal
yang tajam dan intermiten. Efek analgesia dari sering didapatkan pada pengguna oksikodon
morfin lebih efektif bila diberikan sebelum jangka panjang yang mengalami henti obat
stimulus nyeri diberikan. Sementara bila tidak seketika. Oleh karena itu disarankan untuk
14
ada rangsangan nyeri, morfin lebih menghentikan oksikodon bertahap.
memberikan efek disforia daripada euforia. - Heroin
(2,3,4,6)
Heroin atau juga dikenal sebagai
- Kodein diasetilmorfin adalah opioid sintetik sebagai
Merupakan obat antitusif kuat yang hasil asetilasi dari morfin. Penetrasi cepat ke
sering digunakan pada praktek medis sehari- otak adalah salah satu keistimewaan obat ini
hari. Sekitar 10% kodein dimetilasi di hepar oleh karena kelarutan lemak serta struktur
menjadi morfin. Hal ini membuat kodein kimianya yang unik. Heroin sudah tidak
efektif sebagai analgesik oral. Jika diberikan beredar lagi di Amerika Serikat oleh karena
im efek analgesia 120 mg kodein setara dengan potensi ketergantungan fisiknya yang cukup
10 mg morfin. Pemberian kodein secara iv tinggi.
tidak disarankan oleh karena kejadian
hipotensi yang dikaitkan dengan efek 2. Opioid sintetik :
(4,5,6)
pelepasan histaminnya cukup besar. a. Derivat fenil piperidin :
Fentanyl
Fentanyl adalah opioid sintetik yang secara
struktur mirip dengan meperidin. Potensial
analgesiknya 75-125 kali lebih besar daripada
Gambar.3 Struktur kimia kodein morfin. Mempunyai onset dan durasi yang lebih
cepat jika dibandingkan dengan morfin hal ini
dikarenakan kelarutan lemak fentanyl yang tinggi.

81 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)

Fentanyl dimetabolisme dengan cara metilasi Ekskresi terutama di urine dan faeses dengan <1%
menjadi norfentanyl, hydroksipropionil-fentanyl dari sufentanyl tidak berubah. Pada pemberian
dan hidroksinorpropionil-fentanyl. Diekskresi sufentanyl dengan dosis 0,1-0,4 µg/kgBB
melalui urin dan dapat dideteksi 72 jam setelah memberikan waktu yang lebih lama serta efek
pemberian iv. Namun <10% tetap tidak depresi pernafasan yang lebih rendah jika
termetabolisme dan diekskresikan melalui urin. dibandingkan dengan dosis fentanyl 1-4 µg/kgBB.
Setelah pemberian bolus iv, fentanyl tersebar Jika dibandingkan dengan opioid yang lain,
terutama pada organ yang kaya vaskularisasi sufentanyl mempunyai beberapa kelebihan
seperti otak, paru-paru dan jantung. Dosis fentanyl terutama penurunan kebutuhan oksigen
2-20 µg/kgBB seringkali diberikan sebagai ajuvan metabolisme di otak serta aliran darah otak
anestesi inhalasi pada saat operasi. Pemberian cenderung menurun atau hampir tidak mengalami
intratekal juga memberikan respon yang perubahan yang berarti. (5,6)
memuaskan terutama pada dosis 25 µg. Terdapat
juga sediaan oral transmukosa fentanyl 15-20 Alfentanyl
µg/kgBB untuk anak-anak 2-8 tahun yang Analog dari fentanyl yang mempunyai
diberikan 45 menit sebelum induksi anestesi. potensi 1/5 sampai 1/10 dari fentanyl. Keunikan
Fentanyl juga diberikan transdermal dengan dari alfentanyl adalah onset dan durasi yang lebih
sediaan 12,5-100 µg yang ditujukan terutama cepat jika dibandingkan dengan fentanyl.
pasien postoperatif serta pasien dengan nyeri Alfentanyl dimetabolisme melalui piperidin N-
kanker. Jika dibandingkan dengan morfin, dealkilasi menjadi noralfentanyl serta melalui
fentanyl kurang menyebabkan pelepasan histamin amida N-dealkilasi menjadi N-fenilpropionamid.
namun lebih sering mencetuskan bradikardi. Sebagian besar diekskresi melalui urin dengan
Pemberian fentanyl iv secara cepat dapat <1% yang tidak berubah. Alfentanyl sering
mencetuskan otot rigid, batuk bahkan kejang. dipakai pada manipulasi singkat seperti intubasi
Fentanyl juga dapat meningkatkan tekanan trakeal ataupun blok retrobulbar dengan dosis 10-
intrakranial hingga 6-9 mmHg oleh karena efek 30 µg/kgBB. Jika dibandingkan dengan opioid
vasodilatasi. (5,6) yang lain, kejadian Post Operative Nausea
Vomitting (PONV) lebih rendah pada pemakaian
Sufentanyl alfentanyl. (5,6)
Analog dari fentanyl dan mempunyai
kekuatan analgesi 5-10 kali lebih besar daripada Remifentanyl
fentanyl. Dimetabolisme terutama di hepar Remifentanyl adalah agonis selektif
melalui proses N-dealkilasi dan O-demetilasi. reseptor opioid u dengan potensi analgesi

82 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)

menyerupai fentanyl (15-20 kali lebih poten alfentanyl, sufentanyl dan remifentanyl. Secara
daripada alfentanyl). Struktur kimia remifentanyl struktur, meperidin mempunyai bentuk
tergolong unik karena meskipun tergolong derivat menyerupai atropin sehingga beberapa efek
fenilpiperidin, remifentanyl mempunyai gugus atropine juga dimiliki oleh atropine ini seperti
ester. Sehingga metabolism remifentanyl juga takikardi, midriasis dan antispasmodic. Meperidin
terjadi oleh hidrolisis enzim esterase di plasma mempunyai potensi 1/10 morfin dengan durasi
maupun jaringan yang lain menjadi metabolit kerja 2-4 jam. Meperidin diabsorbsi baik pada GIT
yang inaktif. Onset yang cepat, waktu pulih yang tapi mempunyai efektifitas ½ jika dibandingkan
singkat dan efek yang relative non kumulatif dengan pemberian IM. Metabolisme meperidin
menjadikan remifentanyl opioid yang sering terutama di hepar dengan merubahnya melalui
dipakai intraop di negara-negara maju saat ini. proses dimetilasi 90% menjadi normeperidin dan
Hasil metabolisme remifentanyl adalah asam ekskresinya terutama melalui urin. Normeperidin
remifentanyl, yang juga agonis reseptor u dengan mempunyai waktu paruh eliminasi 15 jam dan
potensi 1/300-1/4600 dari asalnya. Hasil metabolit dapat dideteksi di urin 3 hari setelah pemakaian.
yang lain adalah N-dealkilasi remifentanyl yang Normeperidin mempunyai potensi ½ meperidin
juga diekskresikan terutama melalui urin. Dosis sebagai analgesik dan menstimulasi sistem saraf
0,25-1 µg/kgBB memberikan efek analgesia yang pusat. Kejang, mioklonus, delirium dan halusinasi
memuaskan. Namun pemberian remifentanyl yang dapat terjadi setelah pemberian meperidin
intratekal tidak disarankan oleh karena adanya adalah sebagai akibat efek stimulasi saraf pusat
glisin pada vehikulum obat ini. Glisin mempunyai oleh normeperidin. Sekitar 60% meperidin terikat
efek menginhibisi neurotransmitter pada medulla pada protein, sehingga pada pasien tua terjadi
(5,6)
spinalis. peningkatan jumlah obat bebas pada plasma dan
mencetuskan terjadinya peningkatan sensitifitas
Petidin pada opioid. Konsentrasi plasma 0,7µg dianggap
mampu secara efektif meghilangkan nyeri post
operatif. Selain sebagai analgesia yang poten,
meperidin juga mempunyai efek anti menggigil
postoperatif yang jika dibiarkan lama dapat
Gambar.4. Struktur kimia meperidin/petidin meningkatkan konsumsi oksigen pada tubuh. Efek
Meperidin atau petidin merupakan opioid anti menggigil postoperatif dari meperidin
sintetik yang bekerja agonis terhadap reseptor u didapatkan sebagai salah satu kerjanya pada
dan sebagai derivat dari fenilpiperidin. Adapun reseptor Selain itu klonidin, ondansetron, dan
beberapa analog golongan ini antara lain fentanil, butorfanol juga merupakan obat-obatan yang

83 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)

dipakai untuk mengatasi menggigil setelah Agonis parsial reseptor µ


operasi. Pemberian meperidin dengan obat-obatan Tramadol
antidepresan dapat mencetuskan sindrom Bekerja sentral, agonis terhadap reseptor u
serotonin yaitu suatu ketidakstabilan sistem saraf serta mempunyai afinitas yang lemah pada
otonom yang ditandai hipertensi, takikardi, reseptor danmelalui reseptor u tramadol
diaphoresis, hipertermi, perubahan perilaku, meningkatkan efek inhibisi descending spinal
agitasi dan perasaan bingung. melalui penurunan reuptake norepinefrin dan
serotonin. Efek tramadol hanya bisa diantagonis
b. Derivat difenilheptan : oleh nalokson sebesar 30%. Tramadol dibuat
Methadon sebagai rasemik yaitu campuran antara
Methadon merupakan agonis opioid sintetik enansiomer dimana enansiomer yang satu
yang digunakan untuk penanganan nyeri kronik berfungsi menghambat reuptake norepinefrin
berat terutama penanganan ketergantungan opioid sedangkan yang satu lagi bekerja menghambat
oleh karena efek ketergantungannya yang rendah, reuptake serotonin. Tramadol dimetabolisme di
penyerapan lewat oral yang bagus, onsetnya relatif hepar melalui enzim P-450 menjadi O-
cepat dan durasinya lama. Methadone 20mg iv dismetiltramadol. Dosis tramadol 3mg/kgBB oral,
dapat menghasilkan analgesia hingga >24jam. im, maupun iv efektif untuk penanganan nyeri
Dimetabolisme terutama di hepar menjadi sedang hingga berat. Selain itu tramadol juga
metabolit inaktif yang selanjutnya akan dapat digunakan sebagai agent anti menggigil
diekskresikan melalui urin dan empedu. (4,5,6) postoperatif. Salah satu efek sampingnya yang
sering terjadi adalah mual dan muntah. (4,5,6)
c. Derivat morfinian :
Levorfanol Agonis-antagonis campuran
Levorfanol adalah golongan morfinian 1. Alkaloid semisintetik :
sintetik yang digunakan sebagai salah satu terapi Nalbifin
nyeri berat. Obat ini pertama kali ditemukan di Nalbufin adalah agonis-antagonis opioid
Jerman tahun 1948. Levorfanol mempunyai yang secara kimia mirip dengan oksimorfon dan
afinitas yang sama pada reseptor opiat seperti nalokson. Nalbufin dimetabolisme terutama di
morfin tetapi mempunyai efek cross tolerance hepar. Efek samping yang paling sering adalah
17
yang lebih rendah jika dibandingkan morfin. sedasi pada pemberian nalbufin. Tidak seperti
pentazosin dan butorfanol, nalbufin tidak
menyebabkan pelepasan katekolamin sehingga
hemodinamik pasien relatif stabil. Oleh karena itu

84 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)

nalbufin merupakan pilihan yang tepat untuk memiliki afinitas yang lemah sebagai antagonis
digunakan pada pasien dengan gangguan jantung, pada reseptor u dan afinitas yang sedang pada
seperti pada tindakan kateterisasi jantung. (4,5,6) reseptor  untuk menghasilkan analgesia dan efek
anti menggigil. Pada prakteknya butorfanol 2-3
2. Opioid sintetik : mg im menghasilkan efek analgesia dan depresi
a. Derivat benzomorfan : pernafasan setara dengan morfin 10 mg.
Pentazosin Butorfanol terutama dimetabolisme menjadi
Merupakan agonis dan antagonis reseptor metabolit inaktif hidroksibutorfanol yang
opioid yang lemah pada reseptor dan dengan diekskresi terutama di empedu dan sebagian kecil
potensi sekitar 1/5 dari obat nalorfin. Pentazosin pada urin. Efek samping yang paling sering adalah
diserap baik melalui rute oral maupun perenteral sedasi, mual dan diaphoresis. Efek pelepasan
yang kemudian dimetabolisme di hepar melui katekolamin yang dimiliki pentazosin juga
proses oksidasi menjadi glukoronid inaktif yang dimilikioleh butorfanol ini sehingga akan didapat
akan diekskresikan terutama melalui urin dan peningkatan laju nadi dan tekanan darah pada
kemudian empedu. Dengan dosis 10-30mg iv atau pasien. (4,5,6)
50mg oral, setara dengan kodein 60 mg, mampu
mengatasi nyeri sedang. Efek samping yang sering Antagonis reseptor µ
dari pentazosin adalah sedasi yang kemudian 1. Nalokson
diikuti dengan diaforesis dan pusing. Pentazosin
menyebabkan pelepasan katekolamin pada tubuh
kita sehingga Pentazosin sebesar 20-30 mg im
mempunyai efek analgesia, sedasi dan depresi
pernafasan yang setara dengan 10 mg morfin. Gambar 5. Struktur kimia nalokson

Tidak seperti morfin, pentazosin tidak memiliki Nalokson adalah antagonis nonselektif pada

efek miosis pada pupil mata.(5,6) ketiga reseptor opioid. Dengan dosis 1-4g/kgBB
iv dapat membalikkan efek overdosis akibat obat-

b. Derivat morfinian : obatan opioid. Durasi kerja nalokson sekitar 30-45

Butorfanol menit, sehingga pemberian continuous 5 g/kgBB


Butorfanol adalah agonis dan antagonis iv/jam perlu dilanjutkan untuk mendapatkan efek
opioid yang menyerupai pentazosin. Efek yang maksimal. Nalokson dimetabolisme
agonisnya 20 kali lebih besar dan efek terutama di hepar melalui proses konjugasi dengan
antagonisnya 10 hingga 30 kali lebih besar jika asam glukoronat menjadi nalokson-3-glukoronid.
dibandingkan dengan pentazosin. Butorfanol Pemberian nalokson iv yang cepat dapat

85 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)

menimbulkan kejadian mual dan muntah.oleh molekul proenkefalin mengandung empat


karena itu pemberian bolus harus pelan yaitu 2-3 rantai met-enkefalin, satu rantai leu-enkefalin
menit. Efek stimulasi kardiovaskuler juga sering dan beberapa peptida yang menyerupai
ditemukan pada pemberian nalokson ini sebagai enkefalin namun dengan molekul yang lebih
akibat dari meningkatnya aktifitas sistem saraf besar. Golongan enkefalin ini secara umum
simpatis dan rangsangan nyeri yang kembali bekerja seletif pada reseptor δ. Senyawa ini
terasa. Peningkatan aktifitas sistem saraf simpatis ditemukan di medulla kelenjar adrenal dan di
ini dimanifestasikan dengan takikardi, hipertensi, ujung saraf yang mengandung katekolamin.
edema paru serta disritmia jantung. (4,5,6) Golongan enkefalin bekerja di reseptor
opioid presinaps pada neuron nosiseptif yang
2. Naltrekson mengandung neurotransmitter seperti
substansi P. Secara alami golongan enkefalin
dihidrolisa oleh dengan cepat oleh enzim
peptidase di plasma darah kita.7,9
2. Prodinorfin yang juga biasa disebut sebagai
proenkefalin B mengandung senyawa
Gambar.6. Struktur kimia naltrekson
dinorfin A dan dinorfin B. Keluarga dinorfin
Naltrekson bekerja hampir sama dengan
terutama berikatan dengan reseptor κ dan
nalokson dan sering diberikan secara oral.
distribusi lokasinya hamper sama dengan
Efeknya dapat bertahan lama hingga lebih dari 24
enkefalin. Dinorfin yang meningkat ini juga
jam.
dapat mencetuskan hiperalgesia yang lama.
Hal ini dsisebabkan oleh karena dinorfin A
Opioid Endogen
juga dapat mengaktivasi N-Methyil-D-
Selain opioid yang berasal dari luar
Aspartate (NMDA) reseptor kompleks.7,9
(eksogen) yang telah diterangkan di atas
3. Proopiomelanocortin (POMC) merupakan
sebelumnya, di tubuh kita juga mengasilkan
salah satu prekursor yang banyak ditemukan
senyawa opioid yang secara alami terbentuk yang
di hipotalamus dan kelenjar pituitari, dimana
biasa disebut opioid endogen. Ada beberapa
dalam satu molekulnya terdapat peptida
struktur opioid endogen yang telah ditemukan
opioid dan non opioid. Struktur N-terminal
yaitu :
POMC menyerupai met-enkefalin namun
1. Golongan Enkefalin adalah salah satu jenis
POMC tidak berubah menjadi met-enkefalin.
opioid endogen yang merupakan derivat dari
31 asam amino pada rantai terakhir dari
prekursornya yaitu proenkefalin. Setiap
POMC akan berubah menjadi β-endorfin

86 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)

yang merupakan opioid endogen yang sangat reseptor µ2 sementara endomorfin 2 titik
penting yang berikatan dengan reseptor µ. tangkap kerjanya melalui reseptor µ dan κ.
POMC juga berubah menjadi beberapa Keduanya baik endomorfin 1 maupun
hormon non opioid seperti endomorfin 2 bekerja menurunkan potensial
Adrenokortikotropik Hormon (ACTH), aksi pada medulla daerah rostral
melanosit-stimulating hormon (MSH) dan ventrolateral, daerah yang menjadi pusat
lipotropin.7,9 pengatur tekanan darah. Sementara di perifer
4. Proorphanin akan berubah menjadi orphanin endomorfin menurunkan noreprinefrin yang
(yang disebut juga sebagai nosiseptin), dilepaskan neuron simpatis vaskuler.
sebuah peptide yang mengandung 17 jenis
asam amino. Meskipun proorphanin
mempunyai struktur yang homolog dengan
ketiga jenis yang lainnya namun orphanin
tidak berikatan dengan reseptor µ, κ, atau δ.
Orphanin berikatan dengan reseptor coupling
protein-G. Dan menyebabkan respon seluler
yang menyerupai opioid yang lain, termasuk
hambatan pada adenilsiklase, terbukanya
Gambar 7. Peptida prekursor, POMC
gerbang Kalium serta blokade gerbang Proopiomelanocortin, ACTH, adrenocorticotropic
hormone; b-LPH b-lipotropinhormone (Brunton L,
Kalsium tipe-N. Orfanin ditemukan di tempat Parker K, Blumenthal D. Goodman and Gilman’s
yang tidak biasa seperti di hippocampus dan Manual of farmacology and Therapeutics. New
York:Lange Medical Books/Mc Graw Hill;2008)
korteks sensoris. Orphanin mempunyai efek
antianalgesik ketika memproduksi analgesia Ketiga reseptor opioid mempunyai afinitas
spinal. yang saling tumpang tindih terhadap kelompok
5. Golongan Endomorfin merupakan opioid peptida opioid endogen tersebut seperti terlihat di
agonis yang mempunyai afinitas tinggi dan dalam tabel berikut.
selektifitas yang tinggi pada reseptor µ.
Molekul prekursor dari endomorfin masih
belum dapat ditemukan. Terdapat 2 macam
endomorfin dibedakan menurut struktur
kiminya, endomorfin 1 dan endomorfin 2.
Pada studi in vivo diketahui bahwa
endomorfin 1 bekerja melalui stimulasi

87 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)

Tabel.1 Titik aksi dan selektivitas beberapa obat opioid Tabel.2 Reseptor Opioid, fungsinya, dan afinitas
pada beberapa klas reseptor (8) terhadap opioid endogen (Freye E, Levy JV. Opioids
Obat Opiat Resepto Resepto Resepto in medicine. Dusseldorf, Germany:Springer;2008)

rµ rδ rκ Reseptor Fungsi Afinitas Opioid Endogen


Morfin +++ + Analgesia
Methadon +++ Supraspinal dan
Ethorpin +++ +++ + spinal; sedasi;
Levorfanol +++ depresi respirasi;

Fentanyl +++ memperlambat Endorfin > enkefalin >


u (mu)
transit GIT (Gastro dynorfin
Sufentanyl +++ + +
Intestinal Tract);
Butorfanol P +++
memodulasi hormon
Buprenorfin P --
dan pelepasan
Nalokson --- - -- neurotransmitter
Met ++ +++
Analgesia
Enkefalin ++ +++ Supraspinal dan
Leu +++ +++ spinal; memodulasi Enkefalin > endorfin dan
 (delta)
Enkefalin + +++ hormone dan dynorfin
Β Endorfin + + +++ pelepasan
Dinorfin A neurotransmitter

Dinorfin B Analgesia
Supraspinal dan
 spinal; efek Dynorfin > > endorfin dan
(kappa) psicotomimetik ; enkefalin
memperlambat
transit GIT

Farmakokinetik
Absorbsi
Sebagian besar analgesik opioid mampu
diserap bagus melalui rute subkutan,
intramuscular dan oral. Oleh karena efek first pass
metabolism opioid pada aliran darah di hepar

88 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)

maka dosis oral opioid membutuhkan dosis yang melalui ginjal. Sebagai contoh morfin, sebagian
lebih besar untuk mencapai efek terapeutik, besar akan dikonjugasi menjadi morfin-6-
seperti pada morfin. Beberapa jenis opioid glukoronid, suatu kompenen yang mempunyai
dipercaya lebih efektif jika diberikan melalui rute efek neuroeksitatori. Efek neuroeksitatori ini
oral karena kecil yang melalui first pass bukan dimediasi oleh reseptor opioid melainkan
metabolism seperti kodein dan oksikodon. oleh system GABA/glisinergik. Kurang lebih 10%
Insuflasi melalui nasal juga bisa menjadi rute dari morfin akan diubah menjadi M6G, suatu
pilihan untuk menghindari first pass metabolism. metabolit aktif dengan efek analgesik 4 hingga 6
Rute yang lain yaitu melalui mukosa oral serta kali lebih poten jika dibandingkan dengan morfin.
transdermal yang diyakini dapat memberikan Namun metabolit yang lebih polar ini mempunyai
analgesik yang poten hingga dalam hitungan hari. keterbatasan untuk menembus sawar darah otak.
Akumulasi yang berlebihan dari obat ini seperti
Distribusi pada pasien dengan gagal ginjal ataupun
Penyerapan opioid pada organ sangat pemakaian dosis besar tentunya akan
bervariasi. Meskipun tiap jenis opioid mempunyai menyebabkan berbagai macam efek samping.
afinitas yang berbeda terhadap protein, opioid Kejang oleh karena efek neuroeksitasi dari M3G
dapat secara cepat meninggalkan kompartemen serta efek kerja yang memanjang dari opioid yang
darah, kemudian berkumpul menuju jaringan yang dihasilkan oleh M6G. (3,4,5,8)
mempunyai perfusi darah yang tinggi seperti otak, Golongan ester seperti heroin dan
paru-paru, hepar, ginjal dan limpa. Konsentrasi remifentanyl dihidrolisa secara cepat oleh enzim
opioid pada otot sebenarnya lebih kecil, namun esterase jaringan. Heroin (diasetilmorfin)
jaringan otot mempunyai volume yang besar dihidrolisa menjadi monoasetilmorfin dan pada
sehingga banyak juga yang terakumulasi disana. akhirnya menjadi morfin yang kemudian
Meskipun aliran darah pada jaringan lemak dikonjugasi oleh asam glukoronat. Metabolisme
rendah, namun akumulasi pada jaringan lemak ini oksidatif hepatik merupakan rute primer degradasi
adalah suatu hal yang penting oleh karena akan opioid golongan fenilpiperidin seperti meperidin,
terjadi redistribusi kembali oleh opioid yang larut fentanyl, alfentanyl dan sufentanyl. Hasil
baik dengan lemak, seperti fentanyl. metabolit dimetilasi dari meperidin yaitu
normeperidin dapat terakumulasi pada pasien
Metabolisme dengan penurunan fungsi ginjal ataupun pada
Sebagian besar opioid akan diubah menjadi pemakaian dosis yang tinggi. Normeperidin dapat
metabolit yang lebih polar sebagian besar menyebabkan kejang apabila terakumulasi dalam
glukoronid, yang kemudian akan diekskresikan jumlah yang cukup tinggi. Sebaliknya fentanyl

89 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)

tidak memiliki metabolit aktif. Isozim P450 Segala jenis opioid akan bekerja secara
CYP3A4 memetabolisme fentanyl melalui proses spesifik semacam system Lock and key pada
N-dealkilasi di hepar. CYP3A4 juga terdapat di reseptor opioid. Reseptor opioid ini terletak
mukosa usus halus dan memberikan kontribusi terutama di Periaquaduktus pada grey matter
pada proses first pass metabolism jika fentanyl batang otak, amigdala, corpus striatum,
diberikan secara oral. Kodein, oksikodon, dan hipotalamus, dan substansia gelatinosa pada
hidrokodon dimetabolisme di hepar oleh isozim medulla spinalis manusia.(7,8,9) .
P450 CYP2D6 yang akan menghasilkan metabolit
dengan efek yang lebih besar. Sebagai contoh,
kodein dimetilasi menjadi morfin,. (5,6)

Ekskresi
Metabolit yang polar, termasuk konjugasi
glukoronid dari analgesik opioid, sebagian besar Gambar 10. Skema Visual Mikroskop elektron reseptor

diekskresi melalui urin. Sejumlah kecil dari Kappa Opioid


Beberapa penelitian terdahulu telah mampu
bagian yang yang tidak diubah dapat ditemukan
membuktikan bahwa terdapat 3 jenis reseptor
juga di urin. Selain itu konjugasi glukoronid juga
ditemukan di empedu, namun sirkulasi opioid yaitu reseptor u  dan . Ketiga reseptor

enterohepatik hanya berperan kecil dalam proses ini merupakan bagian dari reseptor protein-

ekskresi. coupled guanin (G) yang menyusun kurang lebih


80% dari total reseptor-reseptor yang ada di tubuh

Reseptor opioid kita seperti reseptor muskarinik, reseptor


adrenergik gamma-aminobutirat serta reseptor
somatostatin.

Gambar 11. Densitas reseptor opioid pada sistem


Gambar 9. Letak reseptor opioid (Casy AF, Parfitt RT.
neuroaksial (Casy AF, Parfitt RT. Opioid Analgesic
Opioid Analgesic Chemistry and receptors. New
Chemistry and receptors. New York;Plenum
York;Plenum Press;1996).
Press;1996)

90 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)

Ketiga reseptor ini berpasangan dengan protein G dan (2) menyebabkan hiperpolarisasi yang
yang kemudian akan menghambat adenil siklase, kemudian menghambat neuron postsinaps dengan
menurunkan konduktansi dari voltage gated cara membuka Kalium channel. Aksi presinaps
calcium channel atau dengan cara membuka dengan cara menghambat pelepasan
gerbang Natrium. Salah satu dari proses ini akan neurotransmitter terutama glutamat, serta asam
menurunkan aktivitas neuron. Reseptor opioid amino eksitatori utama yang dilepaskan oleh
juga bekerja memodulasi kaskade fosfoinositide terminal nosiseptif yaitu asetilkolin, norepinefrin,
dan fosfolipase C.(7,9,11). Reseptor u secara umum serotonin serta substansi P.
terlibat dalam proses analgesia di tingkat spinal
maupun supraspinal. Rangsangan terhadap
reseptor u1 akan menyebabkan efek analgesia
sedangkan pada u2 akan menyebabkan
hipoventilasi, bradikardi serta ketergantungan.
Rangsangan pada reseptor  akan menyebabkan
inhibisi dari pelepasan neurotransmitter melalui
calcium channel. Hal ini akan mengakibatkan
depresi pernafasan (meskipun efeknya kurang dari
reseptor u). Efek yang lain yang didapat dari
aktivasi reseptor ini adalah disforia dan dieresis.
Reseptor ini dibagi lagi menjadi 1, 2, and 3.
Sementara reseptor  berespon atas enkefalin, Gambar 12. Mekanisme G coupled Protein dan adenil

dimana reseptor ini nantinya akan memodulasi siklase12

aktivitas reseptor u. Reseptor ini akan dibagi lagi


menjadi reseptor 1 & 2. Pada level molekuler, Farmakodinamik opioid
Sebagian besar analgesik opioid bekerja pada
reseptor opioid membentuk kelompok protein
reseptor u. Efek analgesia, euphoria, depresi
yang kemudian akan berpasangan dengan protein
system pernafasan dan ketergantungan fisik yang
G, hal ini akan menyebabkan perubahan pada
dipunyai morin sebagian besar didapat oleh karena
gerbang ion, memodulasi disposisi kalsium
efek dari reseptor u. terlihat pada tabel 4.
intraselullar dan fosforilasi protein. Opioid
memiliki dua aksi coupling protein G pada sel
Perubahan pada sistem kardiovaskuler.
saraf: (1) dengan cara menutup voltage gated
Pemberian opioid dapat mnyebabkan depresi pada
calcium channel pada presinaps terminal saraf
otot miokard jantung serta hipotensi pada sistem
sehingga mengurangi pelepasan neurotransmitter,

91 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)

kardiovaskuler. Selain itu tonus simpatis juga waktu jedah tiap waktu bernafas. Selain itu morfin
dihambat oleh opioid menyebabkan tonus vena juga menyebabkan penurunan gerakan sillier pada
perifer menurun,sehingga kejadian hipotensi jalan nafas yang dose-dependent.
ortostatik sering pada pasien dengan pemberian
opioid. Bradikardi juga dapat terjadi oleh karena Penurunan respon batuk.
overstimulasi nukleus vagus pada medulla Efek antitusif juga didapat pada opioid terutama
oblongata. Konduksi nodus sinoatrial juga pada kodein yang terubstitusi pada posisi atom
dihambat oleh morfin, hal ini menyebabkan karbon nomor 3 serta pada isomer dekstro opioid
menurunnya kejadian ventrikel fibrilasi pada yaitu dekstrometorfan namun tidak mempunyai
pasien yang telah diberikan morfin. Opioid, efek analgesi.
terutama morfin juga dapat memberikan efek Tabel.4. Jenis reseptor opioid dan efek yang
dihasilkannya. (Brunton L, Parker K, Blumenthal D.
pelepasan histamin sehingga terjadi vasodilatasi Goodman and Gilman’s Manual of farmacology and
pembuluh darah perifer yang kemudian terjadi Therapeutics. New York:Lange Medical Books/Mc
Graw Hill;2008)
penurunan tekanan darah. Namun sebaliknya
Rese Analg Respi gastroint Endo Efek
fentanyl dan sufentanyl tidak menyebabkan ptor esi rasi estinal krin lain
U Perifer ↓sekresi Rigid Pruritus,
pelepasan histamin. lambung, otot retensi
↓transit rangka urin,
GI- spasme
supraspin bilier
Perubahan pada sistem ventilasi pernafasan. al dan
perifer
Opioid sebagai salah satu agonis opioid (terutama u2 Supras Pelepa Perganti
pinal san an
yang berikatan pada reseptor u 2) dapat prolak asetilkol
tin in,
memberikan efek depresi pernafasan melalui kataleps
i
pusat pengaturan ventilasi pernafasan di batang u2 Spinal Depre ↓transit Sebagia
Supras si GI-spinal n besar
pinal pernaf dan efek
otak. Menyebabkan menurunnya kadar asetilkolin (bersin asan supraspin kardivas
ergi al kuler
pada neuron didaerah pusat pernafasan medulla dengan
spinal)
sehingga menurun juga respon terhadap CO2. Hal  Perifer ↓pelep sedasi
asan
ini ditandai dengan meningkatnya kadar PaCO2 ADH
1 Spinal
saat istirahat serta bergesernya kurva repon CO2 ke 2 ? Farmak
ologi
kanan. Oleh karena itu pemberian fisostigmin belum
diketahu
dapat mengembalikan efek depresi pernafasan i
3 Supras
pada pemberian opioid tanpa mengurangi efek pinal
 Perifer ?depre ↓transit Pelepa Retensi
analgesianya. Agonis opioid juga mempebgaruhi si GI-spinal san urin
respira Antidiare- Growt
pons dan pusat ventilasi medulla yang mengatur si spinal dan h
supraspin Horm
irama pernafasan kita, sehingga memperlama al on

92 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)

1 Spinal Perganti Efek pada Sistem gastrointestinal dan


an
dopami hepatobilier.
n
2 Supras Spasme pada otot polos bilier dapat terjadi pada
pinal
Tipe Supras Konstri pemberian opioid. Tekanan intrabillier dapat
resept inal ksi
or pupil, meningkat hingga 53% pada pemberian morfin
belu mual
m dan
diket muntah
dan 99% pada pemberian fentanyl. Kontraksi otot
ahui
polos duktus pankreatikus dapat menyebabkan
peningkatan kadar amilase dan lipase pada plasma
Sistem saraf pusat.
darah, dan terkadang dapat menjadi
Selain efek sentralnya pada sistem saraf pusat
membingungkan diagnosis pada pankreatitis akut.
pengatur pernafasan, opioid juga memberikan (5,6)
. Opioid juga menurunkan gerakan peristaltik
perubahan gambaran EEG. Terdapat perubahan
pada usus besar dan usus halus, serta
gambaran gelombang alfa yang cepat dan
meningkatkan tonus sfingter pylorus, katup
gelombang delta yang lambat. Terjadi tonus otot
ileocaecal serta sfingter anus. Hal ini
thorakal dan abdominal yang rigid pada
menyebabkan transit makanan yang cukup lama
pemberian opioid yang cepat terutama pada
sehingga penyerapan air meningkat dan
pemberian iv. Tertutupnya plika vokalis yang
menyebabkan konstipasi. Dahulu kala pertama
tiba-tiba juga menjadi salah satu hal yang ditakuti
opium digunakan oleh manusia sebagai obat diare
pada pemberian agonis opioid terutama sufentanil.
sebelum populer efek analgesianya. Pengosongan
Hal ini dihubungkan dengan interaksinya pada
lambung juga tertunda akibat penggunaan opioid
neuron dopaminergik dan GABA. Inhibisi
sehingga resiko aspirasi juga meningkat pada
pelepasan GABA pada daerah striatal serta
penggunaan opioid. Mual dan muntah juga dapat
peningkatan produksi dopamin merupakan respon
tercetuskan pada pemberian morfin olehkarena
seluler yang menyebabkan kejadian rigiditas. Efek
stimulasi opioid pada CTZ (Chemo Trigger Zone)
eksitatori opioid pada nukleus Edinger-westphal
yang terdapat pada lantai ventrikel IV otak. Hal ini
nervus okulomotorius merupakan penyebab
disebabkan oleh karena efek agonis parsial opioid
pinpoint pada pupil mata pasien yang menerima
pada reseptor dopaminergik di CTZ.
agonis opioid. Selain itu morfin juga memberikan
efek sedasi yang dose dependent.

93 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)

kortisol pada plasma darah. Selain itu opioid juga


dapat meningkatkan kadar hormon prolaktin, dan
menurunkan LH, FSH, Testosteron dan estrogen
pada plasma.

Referensi

1. Morgan GE, Jr. Mikhail MS, Murray MJ.


Lange clinical anesthesiology. 4th ed. New
York:Lange Medical Books/Mc-Graw-
Hill;2006.p.192-97
2. Bacon MD. Opioid Analgesics. In: Longnecker
DE, Brown DL, Newman MF, editors.
Gambar. 13. Area postrema letak Chemo trigger zone Anesthesiology. New York: The Mc-Graw-
(Casy AF, Parfitt RT. Opioid Analgesic Chemistry Hill Company Inc; 2008 p. 349-71
and receptors. New York;Plenum Press;1996) 3. Aitkenhead AR, Rowbotham DJ. Smith G.
Textbook of anaesthesia. 4th ed.
London:churcill Livingstone; 2001.
Sistem urogenital. 4. Brunton L, Parker K, Blumenthal D. Opioid
Opioid dapat meningkatkan tonus dan aktivitas analgesics in Goodman and Gilman’s Manual
of farmacology and Therapeutics..New
peristaltik dari ureter. Selain itu tonus otot York:Lange Medical Books/Mc Graw
detrussor akan meningkat namun sfingter vesika Hill;2008.p 351-71
5. Stoelting RK, Hillier SC. Pharmacology and
juga meningkat, hal ini menyebabkan kesulitan
physiology in anesthetic practice. 4th ed.
pasien untuk miksi. Morfin juga mempunyai efek Philadelphia;Lippincott William and
Wilkins;2006.p.87-122
antidiuretik oleh karena pelepasan hormon arginin
6. Katzung BG. Basic and clinical pharmacology
vasopressin. 10th ed. New York:Lange Medical Books/Mc-
Graw-Hill;2007.
Perubahan Kulit.
7. Casy AF, Parfitt RT. Opioid Analgesic
Pembuluh darah pada kulit akan melebar setelah Chemistry and receptors. New York;Plenum
Press;1996.
pemberian morfin, sehingga terjadi kemerahan 8. Fukuda K, Opioids in Miller’s Anesthesia 6th
dan rasa hangat pada kulit wajah, leher, dan dada ed. Philadelphia;Churcill Livingstone;2005.
9. Freye E, Levy JV. Opioids in medicine.
bagian atas. Hal ini dikarenakan sebagai salah satu Dusseldorf, Germany:Springer;2008.
efek dari pelepasan histamin. 10. Sinatra RS, de leon-Cassasola OA, Ginsberg B.
Acute Pain Management. New
Perubahan Hormonal.
York:Cambridge press;2009.
Penggunaan opioid yang lama dapat 11. Stein C. Analgesia. Berlin,
Germany:Springer;2007
menyebabkan gangguan pada sistem hipotalamus-
12. Chahl LA. Opioids mechanism of action. Aust
pituitari-adrenal dan sistem hipotalamus-pituitari- Prescr 1996; 19:63-65
13. New South Wales, Guidelines for opioid
gonad. Akan terjadi penurunan konsentrasi detoxification,(http//www.health.nsw.gov.au

94 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed
Molucca Medica Volume 11, Nomor 1, April 2018
ISSN 1979-6358 (print)
ISSN 25970246X (online)

RapidDetoxificationFromOpioidsGuidelines[ Health, circular no. 2001/17, file no. 00/1287,


GL2005_027].pdf) July 21 2011 issued on 23 February 2001
14. Poyhia R, Seppala T, Olkkola KT, Kalso E. (http://www.health.nsw.gov.au/publichealth/d
The pharmacokinetics and metabolism of pb/publications/pdf/rapiddetoxification_cir20
oxycodone after intramuscular and oral 0117.pdf).
administration to healthy subjects. Br J Clin 19. Knotkova H, Fine P, Portenoy R. Opioid
Pharm 1992; 33:617-21. Rotation: The science and the limitations of the
15. Kaplan HL, Busto UE, Baylon GJ, Cheung equianalgesic dose table. Journal of Pain and
SW, Otton SV, Somer G, Sellers EM: Symptom Management, 2010;38:426-439
Inhibition of cytochrome P450 2D6 20. Onsolis (fentanyl buccal soluble flm)
metabolism of hydrocodone to hydromorphone Prescribing information. Available at:
does not importantly affect abuse liability. J http://www.Onsolis.com/assets/downloads/On
Pharmacol Exp Ther 1997; 281:103-108. solis_pi.pdf. July 4, 2011.
16. Armstrong SC, Cozza KL. Pharmacokinetic 21. Abstral (sublingual fentanyl tablets)
drug interactions of morphine, codeine, and Prescribing information. Available at: http://
their derivatives: Theory and clinical reality. www.Abstral.com/pdfs/Abstral-PI-
Psychosomatics 2003; 44:515-520. MedGuide.pdf. Accessed July 4, 2011.
17. McNulty J. Can Levorphanol be used like 22. Lazanda (fentanyl nasal spray) Prescribing
methadone for intractable refractory pain? J information. Available at:
Palliat Med 2007, 10:293-96. http://www.lazanda.com/Lazanda_PI.pdf.
18. Bell J, Kimber J, Lintzeris N. Guidelines for Accessed July 4, 2011.
rapid detoxification from opioids. NSW

95 http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/moluccamed

Anda mungkin juga menyukai