Kelemahan lain yang ada dalam pasal 76 huruf d UU Nomor 36 tahun 2009
adalah dijelaskan bahwa aborsi hanya dapat dilakukan dengan izin suami, kecuali
korban perkosaan. Hal ini seakan-akan merugikan wanita karena haknya untuk
menentukan sendiri kapan ia siap untuk mengandung tidak dihargai dan memberi
ketidakpastian kepadanya.
Di sisi lain, Aborsi juga salah satu bentuk pelanggaran terhadap UUD 1945
Pasal 28A, yang berbunyi setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya. Dalam hal ini janin yang dikandung
dianggap sebagai manusia/orang yang hidup dan jika dilakukan aborsi maka sama
saja melakukan pembunuhan manusia. Hal ini tidaklah salah namun tidak juga
sepenuhnya benar. Dalam pembahasan aborsi ini, kita membahas HAM yang
dimiliki oleh masing-masing individu, dan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
HAM setiap individu tersebut berhadapan dengan HAM individu lain, sehingga setiap
individu harus menghargai HAM masing-masing. Dalam konteks kehamilan dan
aborsi ini, harus dikaji lebih dalam lagi dan diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang jelas terkait prioritas dalam penentuan HAM ini, apakah janin yang
masih di dalam kandungan itu sudah memiliki HAM seutuhnya? Atau janin dan ibu
adalah satu kesatuan individu yang tidak terpisahkan dan menjadi hak ibu untuk
melalukan apa pun yang dirasa perlu pada tubuhnya?
Saya sendiri berpendapat bahwa HAM tersebut harus dijadikan satu antar
janin dan ibu yang mengandungnya. Jika kita memisahkan HAM antar janin dan ibu
tersebut ke dalam individu yang berbeda, praktik aborsi akan benar-benar sulit
bahkan mustahil dilakukan. Dampak buruk jangka panjang dari mengandung dan
melahirkan anak yang tidak diinginkan bagi ibu adalah pelanggaran terhadap HAM
yang sesungguhnya. Bukankah janin tersebut masih menyatu pada ibu sampai ia
dilahirkan? Setidaknya selama masih di dalam kandungan tubuh tersebut masih
merupakan bagian dari tubuh sang ibu. Namun, tidak dipungkiri konsep ini tidak bisa
ditelan mentah-mentah oleh masyarakat, dan saya yakin jika kita terapkan akan
menyebabkan penolakan di mana-mana. Oleh sebab itu, solusi terbaik saat ini
adalah Indonesia harus mengkaji ulang peraturan terkait aborsi dan meneliti ulang
batas waktu kehamilan maksimal untuk melakukannya agar dapat memberi
kepastian dan setidaknya memberi angin segar kepada para korban hamil yang
tidak diinginkan sehingga mereka mendapat waktu yang cukup untuk melakukan
tindakan sesuai dengan kemauannya.