Anda di halaman 1dari 3

Aborsi dari Sudut Pandang HAM

Belakangan ini aborsi menjadi perbincangan yang hangat di berbagai negara,


khususnya setelah legalitas aborsi dipermasalahkan di berbagai negara bagian
Amerika Serikat. Salah satu negara bagian yang baru saja nyaris melarang total
tindakan aborsi tersebut adalah Alabama. Namun, tak sedikit pula negara bagian
yang melegalkan aktivitas tersebut, salah satunya adalah negara bagian New
Jersey. New Jersey tidak membatasi usia kehamilan untuk melakukan kegiatan
aborsi selama hal tersebut dilakukan dengan mengikuti aturan yang berlaku di
negara bagian tersebut. Seperti yang telah diprediksi, keputusan Amerika Serikat
untuk membahas kembali legalitas aborsi ini sedikit banyak memengaruhi negara-
negara di dunia untuk mengkaji ulang peraturan perundang-undangan mereka.
Baru-baru ini salah satu negara Asia, Korea Selatan memutuskan untuk melegalkan
tindakan aborsi setelah melarangnya selama 66 tahun. Fenomena ini memberi
isyarat pada Indonesia untuk mengkaji kembali peraturan perundang-undangannya
agar bisa relevan dengan situasi dunia saat ini.

Legalitas aborsi sendiri mengalami banyak pertentangan dan dukungan dari


berbagai sudut pandang. Salah satunya adalah terkait Hak Asasi Manusia. Sebelum
membahasnya lebih lanjut, kita harus tahu apa itu Hak Asasi Manusia. Hak Asasi
Manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada manusia berdasarkan
kodratnya, maksudnya hak-hak yang dimiliki manusia sebagai manusia. HAM adalah
hak-hak dasar yang dimiliki manusia sebagai manusia yang berasal dari Tuhan, dan
tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun. Hak ini dilindungi secara internasional
dengan deklarasi PBB Declaration of Human Rights. HAM dimaksudkan untuk
memberi kebebasan pada setiap manusia untuk menjalani hidupnya sesuai dengan
kehendaknya namun tetap memperhatikan dan menghormati HAM orang lain.

Pengguguran kandungan atau aborsi adalah berakhirnya kehamilan dengan


dikeluarkannya janin atau embrio sebelum memiliki kemampuan untuk bertahan
hidup di luar rahim, sehingga mengakibatkan kematiannya. Aborsi dilakukan baik
karena alasan medis maupun alasan lain yang berpengaruh pada ibu yang
mengandung janin tersebut. untuk alasan medis aborsi umumnya dilakukan karena
kehamilan dianggap dapat membahayakan baik bagi ibu hamil maupun janinnya.
Untuk alasan tersebut tidak banyak pertentangan yang terjadi di masyarakat. di
Indonesia sendiri, praktik tersebut diatur dalam pasal 75 dan pasal 76 UU Nomor 36
Tahun 2009.

Yang belakangan menjadi perdebatan dalam masyarakat adalah alasan lain


yang mendasari tindakan aborsi. Misalnya alasan aborsi karena menjadi korban
perkosaan. Wanita yang mengalami kehamilan karena tindak perkosaan sebenarnya
diperbolehkan untuk melakukan aborsi sebagaimana diatur dalam pasal 75 dan
pasal 76 UU Nomor 36 tahun 2009, namun yang menjadi permasalahan dari sisi
HAM adalah batasan yang diberikan dalam peraturan tersebut tidaklah wajar. Dalam
pasal 76 huruf a UU Nomor 36 tahun 2009 dijelaskan bahwa aborsi hanya dapat
dilakukan sebelum kehamilan berumur enam minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir. Di saat negara-negara lain yang membatasi aborsi memberi waktu paling
sedikit 13-28 minggu untuk melakukan aborsi, peraturan yang diterapkan Indonesia
memberi fakta pahit bahwa Indonesia masih terbelakang dalam masalah memberi
kebebasan pada masyarakatnya. Seorang wanita yang menjadi korban perkosaan
tentunya mengalami tekanan psikologis yang besar dan dengan ditambah dengan
beban kehamilan tentu akan mengakibatkan dampak psikologis yang lebih besar
lagi. Dan jika kehamilan tersebut baru terdeteksi atau baru terungkap setelah
melebihi waktu maksimal yang diatur dalam undang-undang maka tindakan aborsi
yang mereka lakukan adalah tindakan melawan hukum yang berakibat sanksi
kurungan. Pilihan satu-satunya adalah mengandung dan melahirkan anak yang tidak
diinginkan tersebut, lalu mereka juga harus merawat dan membesarkan anak
tersebut. Belum lagi pandangan dari masyarakat Indonesia yang cenderung
menyalahkan korban. Berbagai tekanan yang ada seakan menghapuskan
kebebasan yang seharusnya menjadi milik wanita tersebut dan hak atas tubuhnya
sendiri. Permasalahan ini dapat meluas menjadi kasus kekerasan pada anak bahkan
hingga kasus penelantaran anak.

Kelemahan lain yang ada dalam pasal 76 huruf d UU Nomor 36 tahun 2009
adalah dijelaskan bahwa aborsi hanya dapat dilakukan dengan izin suami, kecuali
korban perkosaan. Hal ini seakan-akan merugikan wanita karena haknya untuk
menentukan sendiri kapan ia siap untuk mengandung tidak dihargai dan memberi
ketidakpastian kepadanya.
Di sisi lain, Aborsi juga salah satu bentuk pelanggaran terhadap UUD 1945
Pasal 28A, yang berbunyi setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya. Dalam hal ini janin yang dikandung
dianggap sebagai manusia/orang yang hidup dan jika dilakukan aborsi maka sama
saja melakukan pembunuhan manusia. Hal ini tidaklah salah namun tidak juga
sepenuhnya benar. Dalam pembahasan aborsi ini, kita membahas HAM yang
dimiliki oleh masing-masing individu, dan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
HAM setiap individu tersebut berhadapan dengan HAM individu lain, sehingga setiap
individu harus menghargai HAM masing-masing. Dalam konteks kehamilan dan
aborsi ini, harus dikaji lebih dalam lagi dan diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang jelas terkait prioritas dalam penentuan HAM ini, apakah janin yang
masih di dalam kandungan itu sudah memiliki HAM seutuhnya? Atau janin dan ibu
adalah satu kesatuan individu yang tidak terpisahkan dan menjadi hak ibu untuk
melalukan apa pun yang dirasa perlu pada tubuhnya?

Saya sendiri berpendapat bahwa HAM tersebut harus dijadikan satu antar
janin dan ibu yang mengandungnya. Jika kita memisahkan HAM antar janin dan ibu
tersebut ke dalam individu yang berbeda, praktik aborsi akan benar-benar sulit
bahkan mustahil dilakukan. Dampak buruk jangka panjang dari mengandung dan
melahirkan anak yang tidak diinginkan bagi ibu adalah pelanggaran terhadap HAM
yang sesungguhnya. Bukankah janin tersebut masih menyatu pada ibu sampai ia
dilahirkan? Setidaknya selama masih di dalam kandungan tubuh tersebut masih
merupakan bagian dari tubuh sang ibu. Namun, tidak dipungkiri konsep ini tidak bisa
ditelan mentah-mentah oleh masyarakat, dan saya yakin jika kita terapkan akan
menyebabkan penolakan di mana-mana. Oleh sebab itu, solusi terbaik saat ini
adalah Indonesia harus mengkaji ulang peraturan terkait aborsi dan meneliti ulang
batas waktu kehamilan maksimal untuk melakukannya agar dapat memberi
kepastian dan setidaknya memberi angin segar kepada para korban hamil yang
tidak diinginkan sehingga mereka mendapat waktu yang cukup untuk melakukan
tindakan sesuai dengan kemauannya.

Anda mungkin juga menyukai