Anda di halaman 1dari 3

Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Sistem Etika di Bali

Oleh I Made Gili Prasthadi (14)

1. Tri Kaya Parisudha

Salah satu Budaya yang ada di Bali adalah Tri Kaya Parisudha. Tri artinya tiga,
Kaya artinya karya atau perbuatan sedangkan Parisudha artinya penyucian. Jadi Tri
Kaya Parisudha berarti tiga perbuatan atau prilaku yang harus disucikan. Bagian-bagian
dari Tri Kaya Parisudha adalah:

a. Berpikir yang benar (Manacika)


b. Berkata yang benar (Wacika)
c. Berbuat yang benar (Kayika).

Jika maknai, maksud dari ketiganya tersebut adalah pada hakekatnya hanya dari
adanya pikiran yang benar akan menimbulkan perkataan yang benar sehingga
mewujudkan perbuatan yang benar pula. Ketiga hal ini menjadi etika yang berkembang
dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat Bali karena pada dasarnya, semua
kegiatan yang kita lakukan sehari-hari adalah berdasar pada ketiga hal tersebut,
sehingga jika dasarnya sudah benar, niscaya kegiatan yang kita lakukan akan
mengarah pada hal yang benar/baik pula.

2. Budaya Sangkep

Sangkep adalah salah satu budaya di Bali yang merupakan sumber sosiologis
Pancasila sebagai sistem etika. Sangkep adalah rapat atau musyawarah dalam Bahasa
Balinya yang bertujuan untuk mencapai sebuah kesepakatan untuk kepentingan
bersama dan keharmonisan semua umat manusia yang wajib dijaga dan dijalankan dari
setiap hasil keputusan/prerarem yang didapat. Sangkep berasal dari kata angkep yang
berarti berdekatan atau mendekat. Dalam sejarah sangkep ada istilah Paruman Desa
Adat di mana warga desa adat  memiliki hak suara yang sama sehingga keputusan
yang di ambil dapat memuaskan diri setiap orang untuk mencapai kepuasan dan
kebahagiaan dan kesentosaan bagi seluruh masyarakat. Budaya sangkep ini
menunjukkan budaya Bali sebagai salah satu sumber sosiologis Pancasila sebagai
sistem etika pada sila ke-4.

3. Ngayah

Ngayah secara harfiah berarti: melakukan pekerjaan tanpa mendapat upah. Ngayah


adalah kegiatan yang biasa dilakukan oleh masyarakat bali dalam berbagai
kesempatan. Ngayah bisa dilakukan di tempat ibadah (pura) sebagai bentuk
pengabdian kepada Tuhan, ngayah yang dilakukan juga beragam mulai dari
mempersiapkan acara persembahyangan, menjadi bagian dari pengurus pura atau jero
mangku, bahkan turut serta dalam pembangunan pura. Ngayah yang dilakukan atas
kesepakatan desa dalam rangka persiapan acara tertentu juga dapat dianggap sebagai
suatu kewajiban bagi para krama desa dan sebagai bentuk loyalitas terhadap
komunitasnya yang kemudian menjadi semacam peraturan yang mengikat bahwa jika
tidak dilakukan akan dianggap sebagai pelanggaran aturan yang akan berakibat sanksi,
pemberian sanksi ini pun dilakukan secara adil kepada setiap krama desa tidak
memandang kastanya maupun gelar yang disandang. Ngayah pula dilakukan dalam
membantu sesama krama desa yang mengalami kesulitan atau sedang melakukan
pekerjaan besar tertentu. Semangat bergotong-royong yang kental sangat ditunjukkan
dalam kegiatan ini. Budaya ngayah ini menunjukkan budaya Bali sebagai salah satu
sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem etika pada sila ke-3 dan ke-5.

4. Celebingkah beten biu, belahan pane belahan paso. Gumi linggah ajak liu ade
kene ade keto

Ungkapan di atas merupakan salah satu ungkapan di Bali yang menjadi petuah
dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Ungkapan tersebut memiliki arti bahwa
bumi yang luas ini kita tinggal dengan banyak orang, ada yang begini, ada yang begitu.
Jika dimaknai secara mendalam, artinya kita harus bisa bersikap hormat kepada semua
orang yang ada di sekitar kita, kita harus mampu menerima kebaikan maupun
keburukan orang-orang di sekitar kita ini. Ungkapan ini pula mengajak kita untuk hidup
saling bertoleransi antar sesama dan tidak memaksakan kehendak kita sendiri. Budaya
ini menunjukkan budaya Bali sebagai salah satu sumber sosiologis Pancasila sebagai
sistem etika pada sila ke-2.
5. Tri Kaya Karana

Dalam budaya Bali dikenal pula istilah Tri Kaya Karana. Tri Hita Karana berasal dari
kata Tri yang berarti tiga, Hita berarti sejahtera, dan Karana berarti penyebab. Jadi
artinya adalah tiga penyebab kesejahteraan, dan hal itu bersumber pada keharmonisan
hubungan:

a. Parahyangan, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan


b. Pawongan, yaitu hubungan manusia dengan sesama manusia
c. Palemahan, yaitu hubungan manusia dengan alam.

Masyarakat Bali dituntut untuk terus berusaha agar bisa menjaga keharmonisan
hubungannya dengan ketiga entitas tersebut untuk mencapai kesejahteraan. Ketiga hal
ini memberi pegangan pada masyarakat Bali dalam berperilaku bahwa dalam
perilakunya tersebut mereka harus memperhatikan keharmonisan ketiga hubungan
yang ada, sehingga secara tidak langsung ketiga hal tersebut menciptakan nilai etika
pada masyarakat, di mana mereka akan terdorong untuk mencari apa yang baik dan
apa yang buruk untuk dilakukan agar hubungan mereka terhadap ketiga entitas
tersebut tetap harmonis. Budaya ini menunjukkan budaya Bali sebagai salah satu
sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem etika pada sila ke-1 dan ke-3.

Anda mungkin juga menyukai