Anda di halaman 1dari 5

2.

Peritoneum
a. Rongga Retroperitoneal
Rongga yang potensial ini adalah rongga yang berada di belakang dinding
peritoneum yang melapisi abdomen. Di dalamnya terdapat aorta abdominalis, vena cava
inferior, sebagian besar dari duodenum, pancreas, ginjal dan ureter, serta sebagian
posterior dari colon ascendens dan colon descendens, dan bagian rongga pelvis yang
retroperitoneal. Cedera pada organ dalam retroperitoneal sulit dikenali karena daerah ini
jauh dari jangkauan pemeriksaan fisik yang biasa, dan juga cedera di sini pada awalnya
tidak akan memperlihatkan tanda maupun gejala peritonitis. Rongga ini tidak termasuk
dalam bagian yang diperiksa sampelnya Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL).5
b. Organ Retroperitoneum
1) Ginjal
Berperan penting dalam mengatur keseimbangan air dan elektrolit dalam tubuh
dan mempertahankan keseimbangan asam basa darah. Kedua ginjal berfungsi
mengekskresi sebagian besar zat sampah metabolisme dalam bentuk urin. Ginjal
berwarna coklat-kemerahan, terletak tinggi pada dinding posterior abdomen,
sebagian besar ditutupi oleh tulang iga. Ginjal kanan terletak lebih rendah dibanding
ginjal kiri, dikarenakan adanya lobus kanan hati yang besar. Ginjal dikelilingi oleh
capsula fibrosa yang melekat erat dengan cortex ginjal. Di luar capsula fibrosa
terdapat jaringan lemak yang disebut lemak perirenal. Fascia renalis mengelilingi
lemak perirenal dan meliputi ginjal dan kelenjar suprarenalis. Fascia renalis
merupakan kondensasi jaringan areolar, yang di lateral melanjutkan diri sebagai
fascia tranversus. Di belakang fascia renalis terdapat banyak lemak yang disebut
lemak pararenal.6
Batas anterior ginjal kanan pada kelenjar suprarenalis, hati, bagian kedua
duodenum, flexura coli dextra. Batas posterior pada diaphragma, recessus
costodiaphragmatica pleura, costa XII, m. Psoas, m. Quadratus lumborum, dan m.
Tranversus abdominis. Pada ginjal kiri, batas anterior pada kelenjar suprarenalis,
limpa, lambung, pankreas, flexura coli kiri, dan lekukan-lekukan jejunum. Batas
posterior pada diaphragma, recessus costodiaphragmatica pleura, costa XI, XII, m.
Psoas, m. Quadratus lumborum, dan m. Tranversus abdominis.6
2) Ureter
Mengalirkan urin dari ginjal ke vesica urinaria, dengan didorong sepanjang
ureter oleh kontraksi peristaltik selubung otot, dibantu tekanan filtrasi glomerulus.
Panjang ureter ± 25 cm dan memiliki tiga penyempitan :6
a) Di mana piala ginjal berhubungan dengan ureter;
b) Waktu ureter menjadi kaku ketika melewati pinggir pelvis;
c) Waktu ureter menembus dinding vesica urinaria.
Ureter keluar dari hilus ginjal dan berjalan vertikal ke bawah di belakang
peritonium parietal pada m. Psoas, memisahkannya dari ujung processus tranversus
vertebra lumbalis. Ureter masuk ke pelvis dengan menyilang bifurcatio a. Iliaca
comunis di depan articulatio sacroiliaca, kemudian berjalan ke bawah pada dinding
lateral pelvis menuju regio ischiospinalis dan memutar menuju angulus lateral
vesica urinaria. Pada ureter kanan, batas anterior pada duodenum, bagian terminal
ileum, av. Colica dextra, av. Iliocolica, av. Testicularis atau ovarica dextra, dan
pangkal mesenterium usus halus. Batas posterior pada m. Psoas dextra. Batas
anterior ginjal kiri pada colon sigmoideum, mesocolon sigmoideum, av. Colica
sinistra, dan av. Testicularis atau ovarica sinistra. Batas posterior pada m. Psoas
sinistra.6
3) Pankreas
Merupakan kelenjer eksokrin dan endokrin, organ lunak berlobus yang terletak
pada dinding posterior abdomen di belakang peritonium. Bagian eksokrin kelenjer
menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang dapat menghidrolisis protein,
lemak, dan karbohirat. Bagian endokrin kelenjer, yaitu pulau langerhans,
menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang berperan penting dalam
metabolisme karbohidrat. Pankreas menyilang bidang transpilorica. Dibagi
menjadi empat bagian, yaitu :6
a) Caput pankreas berbentuki seperti cakram, terletak pada bagian cekung
duodenum. Sebagian caput meluas ke kiri di belakang av. Mesenterica superior
dan dinamakan processus uncinatus;
b) Collum pancreas merupakan bagian yang mengecil dan menghubungkan caput
dengan corpus pankreas. Terletak di depan pangkal vena porta dan pangkal arteri
mesenterica superior dari aorta;
c) Corpus berjalan ke atas dan kiri menyilang garis tengah;
d) Cauda berjalan menuju ke ligamentum lienorenalis dan berhubungan dengan
hilus limpa.
Batas anterior pankreas dari kanan ke kiri : colon tranversum, perlekatan
mesocolon tranversum, bursa omentalis, dan lambung. Sedangkan batas posterior
pankreas dari kanan ke kiri : ductus choledochus, vena porta, vena lienalis, vena
cava inferior, aorta, pangkal arteri mesenterica superior, m. Psoas kiri, kelenjer
suprarenalis kiri, ginjal kiri, dan hilus limpa.6
A. Definisi Trauma tumpul abdomen
Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang
mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati,
pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh-pembuluh
darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. Trauma tumpul abdomen merupakan
trauma pada perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum. Benturan benda tumpul
pada abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ berongga berupa perforasi, atau pada
organ padat berupa perdarahan.7

B. Mekanisme Trauma Tumpul Abdomen


Trauma yang didapat dari kecelakaan menjadi penyebab terbanyak dari trauma
abdomen. Kecelakaan mobil dengan mobil dan antara mobil dengan pejalan kaki
menduduki 50-75% dari keseluruhan kasus trauma tumpul abdomen.7
Cedera struktur intraabdomen dapat diklasifikasikan ke dalam 2 mekanisme utama,
yaitu tenaga kompresi (hantaman) dan tenaga deselerasi. Tenaga kompresi
(compression or concussive forces) dapat berupa hantaman langsung atau kompresi
eksternal terhadap objek yang terfiksasi. Hal yang sering terjadi hantaman menyebabkan
sobek dan hematom subkapsular pada organ padat visera. Hantaman juga dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen pada organ berongga dan menyebabkan
ruptur. Tenaga deselerasi menyebabkan regangan dan sobekan linier organ-organ yang
terfiksasi. Cidera deselerasi klasik termasuk hepatic tear sepanjang ligamentum teres
dan cidera intima pada arteri renalis.8
Trauma tumpul akibat hantaman secara umum dibagi ke dalam 3 mekanisme, yang
pertama adalah ketika tenaga deselerasi hantaman menyebabkan pergerakan yang
berbeda arah dari struktur tubuh yang permanen. Akibatnya, kekuatan hantaman
menyebabkan organ viseral yang padat serta vaskularisasi abdomen menjadi ruptur,
terutama yang berada di daerah hantaman. Yang kedua adalah ketika isi dari intra
abdomen terhimpit antara dinding depan abdomen dan kolumna vertebralis atau
posterior kavum thorak. Hal ini dapat merusak organ- organ padat visera seperti hepar,
limpa dan ginjal. Ketiga adalah kekuatan kompresi eksternal yang mengakibatkan
peningkatan tekanan intra abdomen secara mendadak dan mencapai puncaknya ketika
terjadi ruptur organ.8
Trauma tumpul sendiri dibagi lagi menjadi tiga,yaitu:9
1. Trauma kompresi (Crush Injury)
Trauma kompresi terjadi bila bagian depan dari badan berhenti bergerak, sedangkan
bagian belakang dan bagian dalam tetap bergerak ke depan. Organ-organ terjepit
dari belakang oleh bagian belakang thorakoabdominal dan kolumna vetebralis dan di depan
oleh struktur yang terjepit. Trauma abdomen menggambarkan variasi khusus mekanisme
trauma dan menekankan prinsip yang menyatakan bahwa keadaan jaringan pada saat
pemindahan energi mempengaruhi kerusakan jaringan. Pada tabrakan, maka penderita akan
secara reflex menarik napas dan menahannya dengan menutup glotis. Kompresi abdominal
mengkibatkan peningkatan tekanan intrabdominal dan dapat menyebabkan ruptur
diafragma dan translokasi organ-organ abdomen ke dalam rongga thorax. Transient
hepatic kongestion dengan darah sebagai akibat tindakan valsava mendadak diikuti
kompresi abdomen ini dapat menyebabkan pecahnya hati. Keadaan serupa dapat terjadi
pada usus halus bila ada usus halus yang closed loop terjepit antra tulang belakang dan
sabuk pengaman yang salah memakainya. Contoh trauma kompresi yaitu suatu pukulan
langsung, misalnya terbentur setir atau bagian mobil lainnya.
2. Trauma Tarikan (Shearing Injury)
Trauma tarikan (shearing injury) terhadap organ visera terjadi bila suatu alat
pengaman (misalnya seat-belt) tidak digunakan dengan benar. Agar berfungsi dengan
baik, sabuk pengaman harus dipakai di bawah spina iliaka anterior superior, dan di atas
femur, tidak boleh mengendur saat tabrakan dan harus mengikat penumpang dengan
baik. Bila dipakai terlalu tinggi (di atas SIAS) maka hepar, lien, pankreas, usus halus,
diodenum, dan ginjal akan terjepit di antara sabuk pengaman dan tulang belakang, dan
timbul burst injury atau laserasi. Hiperfleksi vertebra lumbalis akibat sabuk yang terlalu
tinggi mengakibatkan fraktur kompresi anterior dan vertebra lumbal.

Anda mungkin juga menyukai