Ekstremitas bawah
Pada pemeriksaan ekstremitas bawah dapat ditemukan sianosis, jari tabuh
atau edema. Ekstremitas yang dingin dan tanpa nadi mungkin mengindikasikan
embolisasi perifer. Melemahnya nadi perifer dapat mengindikasikan penyakit
arterial perifer atau curah jantung yang menurun.10
b. Neurologis
Tanda-tanda Transient Ischemic Attack (TIA) atau kejadian
serebrovaskular terkadang dapat ditemukan pada pasien AF. Peningkatan refleks
dapat ditemukan pada hipertiroidisme.10
1. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk mencari gangguan/penyakit
yang tersembunyi, terutama apabila laju ventrikel sulit dikontrol. Satu studi
menunjukkan bahwa elevasi ringan troponin I saat masuk rumah sakit terkait
dengan mortalitas dan kejadian kardiak yang lebih tinggi, dan mungkin berguna
untuk stratifikasi risiko.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat diperiksa antara lain:10
1) Darah lengkap (anemia, infeksi).
2) Elektrolit, ureum, kreatinin serum (gangguan elektrolit atau gagal ginjal).
3) Enzim jantung seperti CKMB dan atau troponin (infark miokard sebagai
pencetus AF).
4) Peptida natriuretik (BNP, N-terminal pro-BNP dan ANP) memiliki asosiasi
dengan AF. Level plasma dari peptida natriuretik tersebut meningkat pada
pasien dengan AF paroksismal maupun persisten, dan menurun kembali
dengan cepat setelah restorasi irama sinus.
5) D-dimer (bila pasien memiliki risiko emboli paru).
6) Fungsi tiroid (tirotoksikosis).
7) Kadar digoksin (evaluasi level subterapeutik dan/atau toksisitas).
8) Uji toksikologi atau level etanol.
b. Elektrokardiogram (EKG)
Temuan EKG biasanya dapat mengkonfirmasi diagnosis AF dan biasanya
mencakup laju ventrikel bersifat ireguler dan tidak terdapat gelombang P yang
jelas, digantikan oleh gelombang F yang ireguler dan acak, diikuti oleh kompleks
QRS yang ireguler pula.10
Manifestasi EKG lainnya yang dapat menyertai AF antara lain:
1) Laju jantung umumnya berkisar 110-140x/menit, tetapi jarang melebihi 160-
170x/menit.
2) Dapat ditemukan denyut dengan konduksi aberan (QRS Iebar) setelah siklus
interval R-R panjangpendek (fenomena Ashman).
3) Preeksitasi.
4) Hipertrofi ventrikel kiri.
5) Blok berkas cabang
6) Tanda infark akut/lama.
B. Tatalaksana
Panduan terbaru ACC / AHA / HRS 2019
Tujuan terapi medis untuk pasien dengan atrial fibrilasi (AF) adalah untuk
menjaga ritme sinus, menghindari risiko komplikasi (misalnya, stroke), dan
meminimalkan gejala. Warfarin merupakan landasan terapi antikoagulan untuk pasien
dengan risiko kejadian tromboemboli sedang hingga tinggi. Beberapa pasien mungkin
tidak dapat menggunakan antikoagulan karena kontraindikasi atau komorbiditas.12
Pada pasien yang tidak dapat menggunakan warfarin, penambahan clopidogrel ke
aspirin terbukti mengurangi risiko kejadian vaskular utama, terutama stroke, jika
dibandingkan dengan plasebo dan aspirin dalam uji coba ACTIVE (Atrial Fibrillation
Clopidogrel Trial with Irbesartan for Prevention of Vascular Events) ; namun,
peningkatan risiko perdarahan mayor lebih umum pada kelompok clopidogrel + aspirin
dibandingkan kelompok plasebo dan aspirin. Percobaan ACTIVE mempelajari 7554
pasien dengan AF dengan maksud untuk menentukan apakah menambahkan clopidogrel
ke terapi aspirin akan mengurangi risiko kejadian vaskular akut (yaitu, stroke, infark
miokard [MI], emboli sistemik sistem saraf non-pusat [SSP], atau kematian akibat
peristiwa vaskular).12
Dalam penelitian lain, di antara pasien AF yang diobati dengan aspirin bersamaan
dan antikoagulasi oral, juga terdapat peningkatan risiko perdarahan yang signifikan.
Rawat inap untuk kejadian perdarahan juga meningkat pada mereka yang menerima
kombinasi pengobatan ini.12
Clopidogrel menjadi kurang efektif dalam mengurangi tingkat kejadian
kardiovaskular pada individu yang membawa alel CYP2C19 yang hilang fungsi. Namun,
sebuah studi tahun 2010 menyimpulkan bahwa pasien dengan sindrom koroner akut atau
AF merespons dengan baik terhadap clopidogrel, terlepas dari status pembawa
kehilangan fungsi CYP2C19.12
Tujuan terapi obat antiaritmia adalah untuk mengurangi durasi dan frekuensi
episode atrial fibrilasi, sehingga meningkatkan kualitas hidup dan gejala pasien. Beberapa
obat antiaritmia biasanya digunakan untuk mencegah kekambuhan atrial fibrilasi seperti
quinidine, flecainide, propafenone, sotalol, dan dofetilide. Agen antiaritmia lainnya,
seperti amiodarone, digunakan secara off-label dengan efektivitas klinis yang tinggi.
Penggunaan obat antiaritmia memerlukan kehati-hatian karena bersifat proaritmia. Agen
ini dapat memperburuk aritmia yang sudah ada sebelumnya dan menyebabkan aritmia de
novo. Takiaritmia dan bradiaritmia yang ditimbulkan oleh agen ini bisa berasal dari
ventrikel atau atrium. Interaksi obat-obat dan efek samping ekstrakardiak sering terjadi.
Konsultasi dengan ahli elektrofisiologi jantung atau dokter ahli dianjurkan sebelum
memulai obat antiaritmia.12
Untuk pasien tanpa bukti penyakit jantung struktural, flecainide, propafenone dan
sotalol harus dipertimbangkan sebagai agen lini pertama, dan amiodarone dan dofetilide
sebagai agen alternatif. Amiodarone sebagai agen lini pertama untuk pasien dengan
hipertrofi ventrikel kiri substansial (LVH). Dofetilide dan sotalol adalah terapi lini
pertama untuk pasien dengan penyakit arteri koroner (CAD), dan amiodarone sebagai
agen lini kedua pada populasi ini. Untuk pasien dengan gagal jantung, amiodarone dan
dofetilide adalah obat lini pertama.12