Anda di halaman 1dari 2

Nama : Andi Nurfitryani

Asal Universitas : Universitas Negeri Makassar

Tugas Refleksi 3

Pada perkuliahan Kebhinekaan 5 membahas informasi terkait cerita rakyat, misteri, atau
mitos yang ada di daerah asal masing-masing dengan menceritakan cerita tersebut secara
bergantian sesuai dengan arahan dosen dan mentor melalui Zoom Meeting. Pada perkuliahan
Kebhinekaan 5 ini saya mengangkat cerita rakyat dari desa tana toa kajang karya Sabri Abian
berjudul “Loho (Penjaga Kehormatan)” dimana cerita tersebut menceritakan keserakahan I
Kontu untuk memiliki banyak uang, maka ia menyuruh I sompa menebang pohon di Borong
Batasayya lalu menjualnya. I sompa kedapatan oleh warga dan ia pun diadili untuk mengakui
siapa yang menyuruhnya melakukan hal tersebut. Karena I sompa tidak ingin mengaku maka
diputuskan untuk menjalankan ritual Tunu Panroli atau bakar linggis tujuannya untuk
membuktikan pelaku pencurian, semua orang yang dicurigai dan seluruh masyarakat adat di
kumpulkan dan setiap orang yang hadir diharuskan memegang linggis yang sudah dibakar
hingga merah membara sebagai wadah mengetes kejujuran seseorang. Orang yang jujur tidak
akan merasakan panasnya linggis itu. Sebaliknya, yang berbohong akan merasakan panas
sebagaimana memegang bara api pada umumnya. Cerita ini mengajarkan kita tentang kejujuran
dimana kejujuran merupakan bagian dari sebuah kehormatan. Adapun tanggapan saya terkait
dengan cerita rakyat dari daerah sendiri yaitu saya merasa bahwa ritual adat yang di adakan oleh
turun temurun di daerah saya itu dalam pandangan agama kita islam itu dianggap fasid (rusak,
tidak berlaku), karena bertentangan atau tidak sesuai dengan hukum Islam, sehingga sangat
diharapkan untuk dapat mengendalikan nilai-nilai dan budaya masyarakat menuju nilai-nilai dan
budaya yang Islami. Setelah itu kami mendengar berbagai cerita rakyat, misteri, atau mitos yang
telah dipaparkan oleh teman-teman dan mentor seperti dari Jawa, Papua, Lombok, Toraja, dan
Luwu, dan saya merasa tertarik dengan cerita dari daerah teman-teman lainnya, saya mendapat
pengetahuan baru mengenai keragaman di setiap daerah yang ada di Indonesia melalui teman-
teman.

Pada perkuliahan Kebhinekaan 6 membahas informasi terkait bahasa daerah asal masing-
masing, dengan menceritakan keindahan alam yang ada di daerah masing-masing melalui dua
bahasa yakni bahasa Indonesia dan juga bahasa daerah asal secara bergantian sesuai dengan
arahan dosen dan mentor melalui Zoom Meeting. Pada perkuliahan Kebhinekaan 6 ini saya
mengangkat keindahan alam yang berada di Pantai Lemo-Lemo, Bulukumba, Sulawesi Selatan
tidak lain adalah kampung halaman saya melalui bahasa Konjo sebagai bahasa daerahnya,
adapun bahasa dari daerah teman-teman dan mentor/dosen seperti bahasa Papua, Toraja, Bugis
Enrekang, Sasak, Bugis Luwu, Bugis Wajo, dan bahasa Jawa dimana bahasa Jawa sendiri dibagi
menjadi beberapa bagian seperti kromo ingil, kromo dan ngoko. Adapun beberapa hal unik yang
dapat saya pelajari dari Kebhinekaan 6 ini yakni seperti bahasa daerah dari rumah, kalau dalam
bahasa bugis umumnya di katakan “bola” sedangkan dalam bahasa daerah saya yakni konjo
dikatakan “balla”. Adapun bahasa daerah “terima kasih” dalam bahasa Toraja dikatakan “kurre
sumanga’” dalam bahasa Sasak dikatakan “tampi asih” dan dalam bahasa Jawa dikatakan
“matur nuwun”. Dan ada juga bahasa daerah yang sama penulisannya tetapi memiliki makna
yang berbeda seperti dalam bahasa Jawa “loro” yang bisa berarti angka dua (2) dan juga bisa
berarti sakit, dan dalam bahasa Konjo kata “loro” berarti sampah.

Anda mungkin juga menyukai