Anda di halaman 1dari 8

SIARAN PERS

E S T E T I K A N U S A N TA R A
10 Tahun Borobudur Writers And Cultural Festival (BWCF)

Art in Indonesia : Continuities and Change

Pada bulan November ini, Borobudur Writers And Cultural


Festival (BWCF) memasuki usianya yang ke sepuluh. BWCF
adalah sebuah festival literasi dan festival seni pertunjukan
yang dimulai dari tahun 2012. Perayaan 10 tahun BWCF
ini karena masih dalam masa pandemi akan sepenuh
nya berlangsung online. Acara secara daring akan di-
gelar dari tanggal 18-21 November.

Pada setiap penyelenggaraannya BWCF selalu men-


gusung tema-tema khusus untuk dibahas lintas disiplin-
er oleh para ahli mulai dari arkeolog, filolog, sejarawan,
sastrawan sampai pengamat seni pertunjukan. Pada
tahun 2012, penyelenggaraan pertama BWCF tema
yang diangkat: Memori dan Imajinasi Nusantara: Musy-
awarah Agung Penulis Cerita Silat. Tahun-tahun berikutn-
ya berturut-turut: Arus Balik: Memori Rempah dan Baha-
ri Nusantara antara Kolonial dan Post Kolonial (2013),
Ratu Adil: Kuasa dan Pemberontakan di Nusantara (2014),
Gunung, Bencana dan Mitologi di Nusantara (2015),
Setelah 200 Tahun Serat Centhini: Erotisme dan Religi-
usitas dalam Kitab-Kitab Nusantara (2016), Gandawyuha:
Pencarian Religiusitas Agama-Agama Nusantara (2017),
Traveling & Diary: Membaca Ulang Catatan Harian Pela-
wat Asing ke Nusantara (2018), Mengenang Zoetmulder:
Tuhan & Alam, Membaca Panteisme, Tantrayana dalam
Kakawin & Manuskrip Manuskrip Kuno Nusantara (2019),
Claire Holt bersama penari
dari Nias (sekitar tahun 1930- Bhumisodhana: Ekologi dan Bencana dalam Refleksi Ke-
1938). Foto koleksi Claire
Holt. Sumber foto: https://digi-
budayaan Nusantara (2020).
talcollections.nypl.org
Menyambut 10 tahun BWCF di tahun 2021 ini, panitia BWCF
menyajikan tema: Membaca Ulang Claire Holt: Estetika
Nusantara, Kontinuitas, dan Perubahannya. Di tahun ini
kami ingin membicarakan estetika Nusantara sejak gam-
bar-gambar gua cadas di zaman pra sejarah, sampai
seni rupa modern dan seni pertunjukan kontemporer In-
donesia. Buku Claire Holt : Art in Indonesia: Continuity and
Change yang terbit tahun 1967 menjadi dasar pijakan
kami merumuskan tema-tema diskusi.

SATU DASAWARSA BWCF


SIARAN PERS kami merumuskan tema-tema diskusi. Buku Claire Holt itu
bisa disebut salah satu buku yang berusaha memaha-
mi sejarah estetika di Nusantara. Buku ini secara menar-
ik berbicara tentang kontinuitas estetika Nusantara dari
akar-akarnya di zaman prasejarah. Buku itu pada ma-
sanya sanggup membuka minat peneliti mancanegara
memperhatikan seni modern Indonesia. Sebelum menulis
buku ini, Claire Holt telah menulis buku sebuah tentang tari
di Indonesia antara lain: Dance Quest in Celebes (1939)
dan manuskrip lain seputar tari.

Buku Art in Indonesia: Continuities and Change sendiri


pada tahun 2000 telah dialihbahasakan oleh Prof. Dr.
RM. Soedarsono dan diterbitkan oleh Masyarakat Seni
Pertunjukan Indonesia dengan judul: Melacak Jejak-Jejak
Perkembangan Seni di Indonesia. Dalam kata pengan-
tarnya, Prof. Dr. RM. Soedarsono mengatakan: “…istilah
art diperlebar oleh Claire Holt, bukan saja mengenai seni
lukis tetapi juga mencakup seni pertunjukan. Dengan de-
mikian Claire Holt telah mendahului dalam penggunaan
istilah art yang dalam bahasa Indonesia kita terjemah-
kan dengan Seni yang sangat sesuai dengan penggu-
naan kita sekarang, dan tidak begitu saja mengartikan
Art dalam artian konvensional barat yang selalu berarti:
seni rupa….”
Betapa pun buku ini demikian penting-untuk memahami
sejarah seni kita seperti dinyatakan Prof. Dr. RM. Soedar-
sono namun gagasan-gagasannya dan alur pikirannya
kini tak banyak didiskusikan. Malah mungkin cenderung
dilupakan. Padahal pandangan Claire Holt yang menarik
garis sejarah estetika dari zaman megalitik sampai mod-
ern masih sangat relevan untuk dipakai mengkaji sejarah
estetika kita.

Claire Holt adalah perempuan jurnalis keturunan Latvia


yang menjadi warga negara Amerika. Seperti pernah di-
tulis oleh Deena Burton (2009) dalam disertasinya yang
diterbitkan menjadi buku, Claire Holt lahir dengan nama
asli Claire Bagg pada 1901 di Riga, Latvia. Ia lahir dari
keluarga menengah atas Yahudi. Ia adalah anak kedua
dari lima bersaudara. Setelah menikah dengan guru ba-
hasa Inggrisnya, mereka berdua pindah ke New York.

SATU DASAWARSA BWCF


SIARAN PERS Di kota “Big Apple” itu, Claire mengikuti perkuliahan di
Brooklyn Law School, Cooper Union New York, dan kursus
mematung di studio Alexander Archipenko—pematung
kontemporer Amerika kelahiran Ukrania. Pada Mei 1929,
suami Claire Holt tewas karena kecelakaan. Claire lalu
bersama anaknya kembali ke Riga, Latvia.

Angelica Archipenko, seniman dan juga istri Alexander Ar-


chipenko, suatu kali menjenguk Claire Holt di Latvia. Ia
kemudian mengajak Claire berkeliling dunia. Kebetulan
Angelica mengenal pelukis Walter Spies yang bermukim
di Bali. Pada 1930 akhirnya, mereka menuju Indonesia
(saat itu masih Hindia Belanda) dan mendarat di Bali.
Claire segera menjadi bagian dari lingkaran pergaulan
Walter Spies. Dia bertemu WF Stutterheim yang menga-
jaknya meneliti candi-candi dan kebudayaan bendawi
kuno Nusantara. Stutterheim, Mangkunegara VII dan guru
tari klasik Jawa Pangeran Ario Tedjokusumo-putra Sul-
tan Hamengkubuwono VII—boleh disebut mentor-men-
tor Claire Holt untuk memahami budaya Jawa. Dia juga
menjadi murid tari Krido Bekso Wiromo-sekolah tari yang
didirikan oleh Pangeran Tedjokusumo in 1918.

Claire menulis laporan berkala untuk Office of Strategic Ser-


vices (belakangan menjadi Badan Intelijen Pusat Amerika
Serikat/CIA). Tak lama, Claire bergabung dengan George
McT. Kahin di Universitas Cornell di Ithaca dan ikut mendi-
rikan “Proyek Modern Indonesia”. Antara tahun 1930 sam-
pai 1939, Claire sering tinggal di Jawa. Ia kembali un-
tuk meneliti atas dukungan dana Rockefeller Foundation
Foto: Irian Jaya (West New Guinea). Antiquities:
Cave painting. Risatot, Arguni Island. Koleksi di tahun 1955-57. Terakhir ia mampir ke Indonesia pada
Claire Holt. Sumber: https://digitalcollections.
nypl.org/items/
tahun 1969. Tapi saat itu kondisinya sudah sakit-sakitan.
Walaupun demikian ia tetap memaksakan mengunjungi
sejumlah situs candi dan pura di Jawa dan Bali. Setelah
kembali ke Ithaca pada April, Claire mengalami kelelah-
an luar biasa. Kesehatannya merosot. Ia wafat pada 29
Mei 1970.
Lima puluh satu tahun setelah kematian Claire Holt dunia
seni dan studi—studi arkeologi Indonesia telah berkem-
bang. Pada waktu menulis bukunya, contoh-contoh
seni prasejarah Indonesia yang dikemukakan Holt ada-
lah gambar-gambar pada batu dan gua-gua di Papua,
Kepulauan Kei, Seram, Sulawesi dan Kalimantan. Dalam

SATU DASAWARSA BWCF


SIARAN PERS buku itu dia masih menyebut umur gambar-gambar itu
lebih muda dari gambar-gambar pada batu dan gua
prasejarah di Eropa antara lain di Font de Gaume, Dor-
dogne dan Altamira. Sekarang data-data baru arkeologis
menyingkap fakta bahwa gambar-gambar di gua-gua di
Maros-Pangkep (Sulawesi Selatan) dan Sangkulirang (Ka-
limantan) lebih tua dari gua-gua seperti di Goa Lascaux
Perancis atau goa manapun di dunia. Gambar-gambar
figuratif-naratif anoa, babi hutan, dan lain-lain di Goa
Leang Bulu Sipong 4 yang baru saja ditemukan ditaksir
memiliki umur 44 ribu tahun.

Dengan kata lain, gambar di Goa Leang Bulu Sipong 4


tersebut merupakan gambar tertua di dunia. Penemuan
ini sebetulnya bisa mengubah catatan sejarah seni dun-
ia. Topik-topik seperti inilah yang nanti akan menjadi ba-
hasan dalam acara BWCF tahun ini. Juga topik asimilasi
budaya atau osmosis budaya dalam dunia seni pertun-
jukan Nusantara—yang menurut Claire Holt merupakan
salah satu kekuatan seni pertunjukan Indonesia- yang
bisa menyerap berbagai pengaruh unsur-unsur menjadi
kekuatan sendiri.

Sang Hyang Kamahayanikan Award dan Srihadi

Pada setiap kali penyelenggaraan BWCF, BWCF juga


memiliki tradisi memberikan penghargaan kepada seo-
rang tokoh yang dianggap memiliki dedikasi yang tinggi
terhadap tema yang didiskusikan pada saat acara. Nama
penghargaan itu adalah Sang Hyang Kamahayanikan
Award. Nama award ini diambil dari sebuah kitab Buddhis
Terjemahan Kita Suci Sang Hyang
Kamahayanikan oleh Hudaya Kandahjaya
asli Jawa kuno bernama Sang Hyang Kamahayanikan
yang terkait erat dengan agama Buddha mazhab Tan-
trayana. Kitab ini berasal dari zaman Mpu Sindok abad
10 M tapi diperkirakan isinya sudah dari abad 8 M. Dalam
Tantrayana—terkandung ajaran yang mempertemukan
manifestasi jasmaniah dan rohaniah melalui yoga guna
tahap akhir berupa kesempurnaan batin dan pikiran un-
tuk mencapai sang ‘Jina’, Sang pemenang atau Sang
Penakluk. Kitab Sang Hyang Kamahayanikan mengand-
ung ajaran peribadatan dan ajaran untuk mencapai Sang
Jina tersebut. Termasuk di dalamnya penjelasan filosofis
untuk mengatasi dualisme “ada” dan “tiada”.

SATU DASAWARSA BWCF


SIARAN PERS Dalam kitab itu terdapat uraian yang sangat rinci
bagaimana seorang yogi menyiapkan diri di jalan spiri-
tual, mulai fase pembaiatan hingga pelaksanaan perib-
adatan yang bertingkat-tingkat. Di situ disebutkan bahwa
ajaran Tantrayana adalah laku meditasi terhadap Panca
Tathagata.

Kita ketahui bahwa di teras atas Borobudur terdapat ar-


ca-arca yang menampilkan lima pantheon Buddha kos-
mis antara lain: sebagai representasi empat arah mata
angin Aksobhya, Amoghasiddhi, Amitabha, Ratnasam-
bhava, dan di tengah Vairocana. Kitab Sang Hyang Ka-
mahayanikan penting untuk memahami candi Borobudur
terutama berkaitan dengan penjelasan mengenai sistem
lima Dhyani Buddha di teras atas Borobudur tersebut. Se-
bagai kitab beraliran Mahayana-Tantrayana, Sang Hyang
Kamahayanikan juga menempatkan mantra-mantra, di-
agram serta mudra dalam posisi sentral, sebagai bentuk
formula rahasia yang bersifat mistis. Kendati Sang Hyang
Kamahayanikan merupakan kitab keagamaan penting
untuk memaknai Borobudur, namun nama kitab ini seo-
lah dilupakan sejarah. Dengan alasan tersebut, Borobudur
Writers & Cultural Festival sejak tahun 2012 mengambil
nama Sang Hyang Kamahayanikan untuk nama sebuah
award.

Mereka yang pernah dianugerahi Sang Hyang Kama-


hayanikan Award oleh BWCF antara lain: Alm. SH Mintardja,
penulis cerita silat yang sangat produktif (2012), Alm. AB
Trophy Sang Hyang Kamahayanikan
Award 2021 karya Dolorosa Sinaga
Lapian, sejarawan maritim yang telah memberikan kon-
tribusi besar untuk sejarah bahari Nusantara (2013), Prof.
Dr Peter Carey yang mendedikasikan 40 tahun waktunya
untuk melakukan riset riwayat Pangeran Diponegoro dan
sejarah perang Jawa (2014), Nigel Bullough atau Hadi
Sidomulyo yang berjasa menelusuri desa-desa dan loka-
si-lokasi yang tertulis di kitab Negara Kertagama (2015),
Alm. Karkono Partokusumo Kamajaya dan Halilintar Latief
(2016). Alm Karkono adalah pendiri Javanologi yang me-
melopori alih aksara Serat Centhini dari huruf Jawa ke da-
lam aksara Latin yang menjadikan Serat Centhini menjadi
lebih dikenal masyarakat luas. Sementara Halilintar Latief
berjasa atas pendampingan yang tak kenal lelah terha-
dap komunitas pandita Bugis kuno Bissu Sulawesi, yang
merupakan komunitas penjaga ruh La Galigo.

SATU DASAWARSA BWCF


SIARAN PERS Prof. Dr. Noerhadi Magetsari, atas kajiannya tentang Bo-
robudur yang berangkat dari studi terhadap teks suci
Sang Hyang Kamahayanikan (2017), Dr. Tan Ta Sen, yang
melakukan studi mengenai Laksamana Cheng Ho di Nu-
santara dan mendirikan Museum Cheng Ho di Malaka
(2018), Prof. Dr. Achadiati Ikram, atas studi-studinya terha-
dap manuskrip Nusantara dan pembimbing bagi banyak
para filolog Indonesia—sehingga disebut ibu para filolog
Indonesia (2019), Dr Riboet Darmosoetopo, epigraf yang
melakukan banyak pembacaan-pembacaan prasasti
dan meneliti soal sejarah sima (tanah bebas pajak) di
Jawa kuno (2020).

Untuk tahun ini, karena berkaitan dengan tema estetika,


penghargaan akan kami berikan kepada pelukis kawakan
Srihadi Soedarsono. Srihadi adalah pelukis yang tak ha-
bis-habisnya sejak masa muda melukis Borobudur. Boro-
budur dalam sapuan kanvas Srihadi terasa magis dan
sublime. Bahkan di usianya yang ke 90 tahun sekarang
ia tak berhenti untuk melukis Borobudur. Pidato penyerah-
an Sang Hyang Kamahayanikan award akan dibacakan
oleh kritikus seni rupa Bambang Bujono dan budayawan
Prof. Dr. Mudji Sutrisno SJ. Mereka berdua adalah kurator
award.

Dari Webinar, Lecture On line sampai Seni


Pertunjukan Daring

Rangkaian acara BWCF dari tanggal 18-21 November


sendiri terdiri dari pidato kebudayaan, launching buku,
temu penerbit, simposium webinar, ceramah-ceramah,
bedah relief Borobudur, meditasi pagi-sore, sampai seni
pertunjukan. Mereka-mereka yang terlibat untuk sesi-se-
si yang berkaitan dengan literasi adalah: Jean Pascal
Elbaz, Dr. Simon C. Kemper, Scott Merrillees, Dr. Bondan
Kanumoyoso, Aminudin TH Siregar, Helly Minarti, Ph.D, Dr.
Ninie Susanti, Prof. Dr. Agus Aris Munandar, Prof. Dr. Cecep
Eka Permana, Dr. Pindi Setiawan, Dr. Dwi Yani Y. Umar, Adhi
Agus Octaviana, S.Hum, Prof. Dr. Harry Widianto, DEA.,
Wayan Gde Yudane, Restu Imansari Kusumaningrum, Dr.
Marusya Nainggolan, Dr. Nungki Kusumastuti, Endo Suan-
da, Wuri Handoko, M.Hum, Dr. Sri Ratna Saktimulya, Diaz
Nawaksara, Prof. Dr. Djoko Saryono, Dr. Mikke Susanto,

SATU DASAWARSA BWCF


SIARAN PERS Antariksa, Annissa M. Gultom, Asikin Hasan, Hendro Wiyan-
to, Agnesia Linda Mayasari, Dr. Hudaya Kandahjaya, Dr.
Budi G. Subanar S.J, Heru Hikayat, Hokky Situngkir, Fadjar I.
Thufail, Ph.D, Drs. Handaka Vidjjananda, Apt, Prof. Dr. Tim-
bul Haryono, Drs. Haryanto, M.Ed, Stanley Khu, Yushua Adi
Putra, Irma I. Hariawang, S.Si, Dr. Endang Soegiartini, Prof.
Iwan Pranoto, M.Sc, Ph.D, Dr. Agus Widdiatmoko, Hari Sur-
oto, S.Sn, Dr. Lutfi Yondri, Buldanul Khuri dan Bambang
Bujono.

Yang akan tampil dalam program seni pertunjukan ada-


lah: Komponis Tanto Mendut, komponis Epi Martison, ko-
reografer Darlane Litaay, penyair Afrizal Malna, penyair
Warih Wisatsana, penyair Heru Joni Putra, teaterawan An-
wari, koreografer Rianto. Tanto Mendut misalnya akan
menampilkan pentas: The Voice of Borobudur’s Disruption
yang melibatkan sekitar 75 warga desa sekitar Borobudur.
Idenya adalah suara-suara chaos dan disrupsi dari Bo-
robudur. Mengambil setting situs-situs arkeologis seputar
Solo, akan halnya penari dan koreografer Rianto akan
menyajikan pertunjukan berjudul: Antiga. Di New York, Dar-
lane Litaay akan menampilkan karya berjudul: Strata. Se-
mentara komponis Epi Martison mengolah bunyi-bunyian
genta-genta yang ada di Vihara Mendut menampilkan
komposisi berjudul: Genta-Genta Mendut (Gaung Gen-
ta), Anwari menyuguhkan karya: Meditasi Ghulur berdasar
penelitiannya atas tradisi topeng Ghulur di Madura yang
hampir punah. Afrizal Malna menyuguhkan semacam
Foto karya Sutanto Mendut “ The Voice of Boro-
budur’s Disruption”
lecture performance berjudul: Kelinci, Claire Holt, Cultuur-
estelsel. Warih menyuguhkan puisi: Ambang Petang Kota
Kita dan Heru Joni Putra menyajikan video puisi: Bagaikan
Peribahasa di Zaman Serba Kontemporer.

Sementara untuk workshop meditasi akan mengam-


bil tema : Meditasi dan Feministas. Sebab pada sesi ini
meditasi akan dibimbing secara bergantian oleh empat
pengajar meditasi perempuan yang berasal dari tradisi
berbeda-beda. Mereka adalah Laura Romano, seorang
Italia yang menekuni meditasi paguyuban kerohanian
Sumarah, Brenda ie-McRae dari Yayasan Dhammasukha
Indonesia, Inés Somellera, instruktur yoga dan meditasi
asal Meksiko, dan Dr. Turita Indah Setyani—pengajar dari
Sastra Jawa Universitas Indonesia yang oleh Debra Yatim.

SATU DASAWARSA BWCF


SIARAN PERS Buku Program dan Tautan

Di samping Direktorat Perfilman, Musik dan Media, Dit-


jen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan Kebudayaan
Riset Dan Teknologi serta Kementrian Agama yang men-
dukung acara ini, Kami mendapat bantuan moral dan
sumbangan lain dari banyak kalyana mitra (sahabat spir-
itual) kami. Di antaranya adalah Studio Mendut pimpinan
budayawan Sutanto. Kami berterima kasih atas persa-
habatan dengan Studio mendut dan kawan-kawan Lima
Gunung selama 10 tahun ini. Juga kepada Apel Watoe
Contemporary Art Gallery Borobudur, Museum dan Tanah
Liat dan perupa Ugo Untoro, Eksotika Karmawibhangga
Indonesia, Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata
Jawa Tengah, Cemara 6 Galeri-Museum, EFEO (The École
française d’Extrême-Orient), PT. Pos Indonesia, Djarum Bakti
Budaya Foundation, Yayasan Honda Astra Motor, penerbit
Lamrinesia, penerbit KPG (Kepustakaan Populer Grame-
dia), penerbit Gang Kabel, Komunitas Budhis Badra Santi,
Kelompok Pengajar Penulis Jawa Barat (KPPJB), Dolorosa
Sinaga dan Somalaing Art Studio. Juga para mitra media
seperti Historia.id, Buddhazine dan MNC Portal Indonesia.

Bersamaan dengan siaran pers ini—secara terpisah akan


kami edarkan buku program online BWCF 2021. Dalam
buku program online ini tersedia lengkap tautan-tautan
untuk mengikuti berbagai program diskusi dan seni per-
tunjukan. Kawan-kawan pers dan lain-lain tinggal klik saja
untuk memantau acara. Demikian, kami berharap acara
kami yang sederhana ini bisa diliput oleh rekan-rekan dan
sedulur-sedulur pers sekalian. Terima kasih. Salam sehat.

Panitia Ulang Tahun BWCF ke 10

Nara Hubung:
Yessy Apriati (081287422924) - Mudji Sutrisno SJ (08129242065)
Seno Joko Suyono (081519124920)

SATU DASAWARSA BWCF

Anda mungkin juga menyukai