Anda di halaman 1dari 41

PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi Industri dan
Organisasi yang diampu oleh Dr. Agus Taufiq, M.Pd dan
Dadang Sudrajat, M.Pd.

Oleh :

Kelompok 4
PPB A 2020

Azzahra                                   2000538
Neneng Ardita Pramesti C         2004579
Qirey Kania Dewi Dinata            2006813

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN BIMBINGAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2021
KATA PENGANTAR

Sumber daya manusia merupakan aspek penting dalam mencapai tujuan


organisasi. Memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dengan kemampuan
yang terampil serta kinerja yang baik akan sangat mendukung suatu organisasi
dalam menghadapi persaingan dengan organisasi lain. Kualitas sumber daya
manusia yang rendah merupakan cerminan tenaga kerja memiliki produktivitas
yang rendah. Padahal produktivitas kerja menjadi faktor penting dalam dunia
industri.
Karyawan dalam sebuah organisasi akan membentuk kepercayaan secara
umum terkait sejauh mana organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli
atas kesejahteraannya. Hal tersebut dikenal dengan Perceived Organizational
Support (POS). POS dinilai sebagai jaminan bahwa bantuan akan tersedia dari
organisasi pada saat dibutuhkan untuk menjalankan pekerjaan seseorang secara
efektif dan pada saat menghadapi situasi yang sangat mendesak.
Perceived Organizational Support berhubungan dengan dampak positif bagi
karyawan dan organisasi. Karyawan yang memiliki nilai POS yang tinggi akan
memiliki pandangan yang positif terhadap organisasinya. Karyawan yang
memandang organisasinya dengan baik karena adanya dukungan organisasi, maka
dapat mengurangi reaksi penolakan terhadap perubahan dan cukup mampu untuk
mengikuti perubahan. POS juga berhubungan dengan kepuasan kerja karyawan.
Kepuasan kerja karyawan akan selalu berkaitan dengan kinerja mereka. Maka
dapat dikatakan bahwa mengambil peran penting dalam meningkatkan kinerja
karyawan.

Bandung, 03 Agustus 2021

Penulis

i
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-
Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Perceived
Organizational Support" dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam
tercurah kepada Rasulullah SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Industri
dan Organisasi. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan mengenai
dukungan organisasi yang dirasakan dalam dunia kerja.
Penyusun menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang
mendukung proses pembuatan laporan ini hingga selesai, yaitu:
1. Prof. Agus Taufiq, M.Pd & Dadang Sudrajat, M.Pd selaku dosen mata kuliah
Psikologi Industri dan Organisasi yang telah membimbing kami untuk
Menyusun makalah mengenai “Perceived Organizational Support”.
2. Serta kepada anggota kelompok 4 yang telah membantu dan menyemangati
dalam menyusun karya tulis ini.
3. Orang tua penulis sebagai pendukung utama segala kegiatan penulis.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
UCAPAN TERIMA KASIH ii
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Identitas Buku 1
B. Struktur Isi Pokok Bahasan 1
C. Sinopsis Pokok Bahasan 1
BAB II ISI POKOK BAHASAN 3
A. Pengertian dan Sejarah Singkat3
B. Kerangka Teoritis Terkait 4
1. Teori Pertukaran Sosial 4
2. Proses Peningkatan Diri 5
C. Jaringan Nomologis 6
1. Anteseden dari POS 7
2. Konsekuensi dari POS 10
D. Relevansi Keragaman Demografis dan Budaya dengan POS 12
1. Keragaman Demografis 13
2. Budaya dan POS 14
E. Pengukuran POS 17
F. Masalah atau Pendekatan Pengukuran Saat Ini18
1. Kajian POS Sebagai Fenomena Dinamis 18
2. Kajian POS Dikombinasikan dengan Dukungan dari Daera Pemilihan
Lainnya 19
3. Kajian POS dalam Kaitannya dengan Lingkungan Sosial 20
G. Implikasi Praktis 24
H. Kritik Lapangan sampai Sekarang 24
I. Mendorong Lapangan Menuju Penelitian dan Praktik 25
1. Dinamis POS Seiring Waktu 26
2. Mekanisme yang Mendasari Hubungan antara POS dan Antesedennya
26
iv

3. Multilevel POS 27
BAB III ANALISIS 28
A. Perceived Organizational Support (SOP) 28
B. Organizational-Based Self Esteem (OBSE) 29
C. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 29
D. Pendorong Organizational Citizenship Behavior 30
E. Dimensi Organizational Citizenship Behavior 31
F. Pengaruh Perceived Organizational Support di Masa Pandemi 32
BAB IV PENUTUP 34
A. Kesimpulan 34
B. Rekomendasi bagi Bimbingan dan Konseling 35
DAFTAR PUSTAKA 36
LAMPIRAN 37
A. Biografi Tim 37
B. Kesan Pesan 38
C. Power Point 39
BAB I
PENDAHULUAN

A. Identitas Buku
Judul Buku : Essentials of Job Attitudes and Other Workplace
Edisi :-
Penulis : Valerie I. Sessa dan Nathan A. Bowling
Penerbit : Routledge
Tahun Terbit : 2021
Kota Terbit : New York
Jumlah Halaman : 365
B. Struktur Isi Pokok Bahasan
Pada makalah ini ada sembilan pokok bahasan yang membahas mengenai
dukungan organisasi yang dirasakan (Perceived Organizational Support).
Pertama, membahas pengertian dan sejarah singkat POS. Kedua, kerangka teoritis
terkait POS. Ketiga, jaringan nomologis yang akan membahas anteseden dari POS
dan konsekuensi dari POS. Keempat, relevansi keragaman demografis dan budaya
POS yang akan membahas keragaman demografis serta budaya dan POS. Kelima,
pengukuran POS. Keenam, masalah atau pendekatan pengukuran saat ini yang
akan membahas kajian POS sebagai fenomena dinamis, kajian POS
dikombinasikan dengan dukungan dari daerah pemilihan lainnya, dan kajian POS
dalam kaitannya dengan lingkungan sosial. Ketujuh, implikasi praktis POS.
Kedelapan, kritik lapangan sampai sekarang. Terakhir, mendorong lapangan
menuju penelitian dan praktik yang akan membahas dinamis POS seiring waktu,
mekanisme yang mendasari hubungan antara POS dan antesedennya, dan
multilevel POS.
C. Sinopsis Pokok Bahasan
Perceived organizational support atau dukungan organisasi yang
dirasakan adalah tingkatan di mana karyawan percaya bahwa organisasi mereka
menghargai kontribusi dan kepedulian mereka terhadap kesejahteraan mereka dan
memenuhi kebutuhan sosial-emosional. Dengan kata lain, ini mewakili persepsi
karyawan tentang orientasi umum (positif atau negatif) organisasi terhadap

1
2

mereka atau sejauh mana organisasi mendukung mereka atau tidak.


Perkembangan persepsi dukungan organisasi ini dipupuk oleh kecenderungan
alami karyawan untuk menganggap karakteristik antropomorfik organisasi.
Hal yang dibahas pada bab ini beragam. Setelah menyajikan kerangka
teoritis di mana POS tertanam, akan menggambarkan jaringan nomologisnya, baik
dari segi anteseden dan konsekuensinya. Kemudian akan menyajikan beberapa
studi empiris yang telah membahas perbedaan budaya dan dampaknya terhadap
temuan penelitian yang terkait dengan POS. Disini juga membahas pengukuran
konstruk POS di bagian selanjutnya, akan melanjutkan dengan membahas tren
saat ini dalam literatur POS. Kemudian, akan diberikan rekomendasi praktis
kepada para profesional SDM yang berasal dari literatur substansial tentang POS.
Akhir bab berisi tentang kritik lapangan, dan mengusulkan beberapa perspektif
untuk penelitian masa depan.
BAB II
ISI POKOK BAHASAN

A. Pengertian dan Sejarah Singkat


Paralel penelitian tentang komitmen organisasi, penelitian tentang
dukungan organisasi yang dirasakan telah menyarankan bahwa sama seperti
organisasi mungkin peduli dengan keterlibatan karyawan mereka terhadap
mereka, karyawan mungkin tertarik pada komitmen organisasi mereka kepada
mereka. Sesuai dengan pandangan ini, psikolog sosial Amerika Robert
Eisenberger dan rekan-rekannya (Eisenberger et al., 1986) telah mengusulkan
bahwa komitmen akan menjadi jalan dua arah, dalam kesimpulan karyawan
mengenai komitmen organisasi kepada mereka akan kembali mempengaruhi
komitmen karyawan terhadap organisasi. Kesimpulan mengenai komitmen
organisasi terhadap karyawan ini membentuk apa yang disebut "dukungan
organisasi yang dirasakan" (POS).
Dengan memperkenalkan konstruk POS, teori dukungan organisasi (OST)
memang merupakan teori pertama yang mempertimbangkan hubungan karyawan-
organisasi dari sudut pandang karyawan (Kurtessis et al., 2017). Secara khusus,
POS didefinisikan sebagai "karyawan" keyakinan tentang sejauh mana organisasi
menghargai kontribusi mereka dan peduli tentang kesejahteraan mereka”
(Eisenberger et al., 1986, P. 501). Dengan kata lain, ini mewakili persepsi
karyawan tentang orientasi umum (positif atau negatif) organisasi terhadap
mereka atau sejauh mana organisasi mendukung mereka atau tidak.
Perkembangan persepsi dukungan organisasi ini dipupuk oleh
kecenderungan alami karyawan untuk menganggap karakteristik antropomorfik
organisasi (Levinson, 1965). Menurut Levinson (1965, hal. 377), orang
memproyeksikan kualitas manusia pada organisasi dan kemudian
menghubungkannya dengan mereka seolah-olah organisasi tersebut memang
memiliki kualitas manusia. Mereka menggeneralisasi dari perasaan mereka
tentang orang-orang dalam organisasi yang penting bagi mereka, untuk organisasi
secara keseluruhan, serta mengekstrapolasi dari sikap yang mereka bawa ke
organisasi.

3
4

Dengan demikian, karyawan mempersonifikasikan organisasi mereka


dengan melihatnya memiliki kepribadian dengan niat baik atau jahat terhadap
mereka (Eisenberger & Stinglhamber, 2011). Proses personifikasi ini adalah
semacam prasyarat untuk pengembangan POS.
B. Kerangka Teoritis Terkait
OST menawarkan berbagai kerangka teoritis untuk memahami POS dan
efeknya (Eisenberger et al., 1986; Eisenberger & Stinglhamber, 2011). Secara
khusus, proses pertukaran sosial dan peningkatan diri ditemukan paling berhasil
dalam memperhitungkan hubungan POS dengan hasilnya (Kurtessis et al., 2017).

1. Teori Pertukaran Sosial


Berdasarkan norma timbal balik (Gouldner, 1960), teori pertukaran sosial
(Blau, 1964; Cropanzano & Mitchell, 2005) mengemukakan bahwa ketika
seorang aktor melakukan sesuatu untuk menguntungkan orang yang ditargetkan,
orang yang ditargetkan diharapkan untuk membalas perlakuan yang
menguntungkan. Menerapkan teori ini pada hubungan karyawan-organisasi
(Baran, Shanock, & Miller, 2012), OST menganggap karyawan dan majikan
sebagai mitra yang bertukar sumber daya yang berharga (Blau, 1964).
Organisasi memberikan penghargaan materi dan sosial- emosional kepada
karyawan sebagai imbalan atas upaya kerja dan dedikasi mereka kepada
organisasi (Baran et al., 2012; Eisenberger et al., 1986). Sejalan dengan
pandangan ini, POS memulai proses pertukaran sosial di mana karyawan mencari
keseimbangan antara orientasi organisasi terhadap mereka dan kesukaan orientasi
mereka terhadap organisasi.
Norma timbal balik mendorong karyawan yang merasa didukung oleh
organisasinya untuk membayar hutang mereka dan membalas kepedulian
organisasi. Akibatnya, karyawan yang didukung merasa berkewajiban untuk
membantu organisasi pendukung mereka mencapai tujuannya dan berharap bahwa
peningkatan kinerja atau upaya mereka atas nama organisasi akan dihargai.
Dengan berkontribusi pada pengembangan dan efisiensi umum organisasi sebagai
imbalan atas dukungan yang diterima, karyawan mempertahankan citra diri yang
positif dengan menghindari stigmatisasi terkait dengan pelanggaran norma timbal
5

balik dan mendorong perlakuan yang menguntungkan di masa depan (Rhoades,


Eisenberger, & Armeli , 2001).
Karyawan yang didukung merasa berkewajiban untuk membantu organisasi
pendukung mereka mencapai tujuannya dan berharap bahwa peningkatan kinerja
atau upaya mereka atas nama organisasi akan dihargai. Dengan berkontribusi pada
pengembangan dan efisiensi umum organisasi sebagai imbalan atas dukungan
yang diterima, karyawan mempertahankan citra diri yang positif dengan
menghindari stigmatisasi terkait dengan pelanggaran norma timbal balik dan
mendorong perlakuan yang menguntungkan di masa depan (Rhoades,
Eisenberger, & Armeli , 2001).
Penelitian memang menunjukkan bahwa rasa kewajiban karyawan terhadap
organisasi sebagian memediasi hubungan antara POS dan beberapa sikap dan
perilaku positif di tempat kerja seperti komitmen afektif dan perilaku
kewarganegaraan (misalnya, Coyle-Saphiro, Morrow, & Kessler, 2006;
Eisenberger et al., 2001)

2. Proses Peningkatan Diri


OST memang berpandangan bahwa POS membantu memenuhi kebutuhan
sosioemosional karyawan. Sama seperti dukungan yang dirasakan dari teman dan
kerabat memenuhi kebutuhan sosioemosional dalam hubungan interpersonal, POS
seharusnya memenuhi kebutuhan dasar manusia di tempat kerja (Armeli et al.,
1998; Eisenberger et al., 1986).
Mengikuti Armeli dkk. (1998), POS harus memenuhi kebutuhan karyawan
akan pengakuan atau penghargaan dengan meningkatkan kesimpulan mereka
bahwa organisasi menghargai dan bangga dengan prestasi kerja mereka. POS juga
disarankan untuk memenuhi kebutuhan mereka akan afiliasi atau kebutuhan untuk
dimiliki dengan menyampaikan bahwa organisasi menerima mereka sebagai
anggota organisasi dan berkomitmen kepada mereka. Selain itu, POS harus
memenuhi kebutuhan karyawan akan dukungan emosional dengan menyarankan
bahwa bantuan dan pengertian akan diberikan untuk menghadapi situasi stres di
tempat kerja atau di rumah.
6

Teori identitas sosial (Tajfel & Turner, 1985; Turner, 1985) menyatakan
bahwa individu mengkategorikan diri mereka sendiri dan orang lain ke dalam
kategori sosial yang berbeda untuk menentukan dan menempatkan diri mereka
dalam lingkungan tertentu. Karena individu termotivasi untuk mempertahankan
evaluasi diri yang positif, mereka cenderung mengidentifikasi dengan kelompok
yang dianggap positif (Tajfel & Turner, 1985; Turner, 1985) dan mendukung
kelompok ini melalui tindakan mereka (misalnya, Ashforth & Mael, 1989; Mael
& Ashforth , 1992).
OST berpendapat bahwa proses pertukaran sosial dan peningkatan diri
dipertaruhkan dan harus dimobilisasi untuk memahami POS dan dampaknya.
Meskipun disajikan di sini secara terpisah demi kejelasan, kedua jenis proses ini
tidak saling eksklusif. Caesens, Marique, dan Stinglhamber (2014) menemukan
bahwa beberapa efek POS harus dipahami baik dalam hal pertukaran dan timbal
balik dan dalam hal definisi diri dan kategorisasi diri. Dengan demikian, mereka
menyimpulkan bahwa kedua mekanisme tidak bersaing satu sama lain, melainkan
memainkan peran bersama.
C. Jaringan Nomologis
OST telah menghasilkan minat yang cukup besar sehingga ratusan studi
empiris telah dilakukan untuk mengidentifikasi anteseden dan konsekuensi dari
POS. Oleh karena itu, beberapa meta-analisis dan tinjauan literatur dilakukan
untuk mengumpulkan banyak temuan mengenai anteseden yang diusulkan dan
konsekuensi dari POS.

1. Anteseden dari POS


Rhoades dan Eisenberger (2002) menyimpulkan bahwa POS berkembang
berdasarkan pengalaman perlakuan yang adil dari organisasi, penerimaan
penghargaan yang menguntungkan (misalnya, gaji, promosi) dan kondisi
pekerjaan (misalnya, otonomi pekerjaan), dan dukungan yang dirasakan diterima
dari supervisor. Baru-baru ini, tinjauan komprehensif literatur POS oleh
Eisenberger dan Stinglhamber (2011) dan meta-analisis dari 558 studi oleh
Kurtessis et al. (2017) telah menyarankan bahwa anteseden POS dapat
diklasifikasikan ke dalam empat kategori utama: 1) kualitas hubungan karyawan-
7

organisasi, (2) praktik SDM, penghargaan dan kondisi kerja, (3) perlakuan oleh
organisasi, anggota, dan (4) karakteristik karyawan.
a. Kualitas Hubungan Karyawan-Organisasi
Kualitas hubungan karyawan-organisasi mengacu pada faktor kontekstual
yang menyampaikan (dis)respek organisasi terhadap karyawan (Kurtessis et al.,
2017). Di antara elemen-elemen yang termasuk dalam kategori ini, persepsi
tentang keadilan tidak diragukan lagi adalah yang paling penting.
Sementara semua dimensi keadilan organisasi (yaitu, prosedural, distributif
dan keadilan interaksional) ditemukan berhubungan positif dengan POS, keadilan
prosedural (yaitu, keadilan cara yang digunakan untuk menetapkan distribusi
sumber daya di antara karyawan; Colquitt, 2001) adalah prediktor terkuat dari
POS.
b. Praktik SDM, Penghargaan, dan Kondisi Kerja
OST menyarankan bahwa praktik SDM (yaitu, peluang pengembangan,
keamanan kerja, fleksibilitas dalam jadwal kerja), penghargaan (misalnya, gaji,
promosi), dan kondisi kerja yang menguntungkan (yaitu, memperkaya
karakteristik pekerjaan seperti otonomi pekerjaan atau variasi tugas)
meningkatkan POS dengan membuat konteks dan sifat pekerjaan lebih
menyenangkan (Kurtessis et al., 2017: Rhoades & Eisenberger, 2002). Sejalan
dengan pandangan ini, beberapa praktik SDM, penghargaan, dan kondisi
pekerjaan tertentu telah diperiksa dalam hubungannya dengan POS.
Secara khusus, pelatihan yang efektif ditemukan sebagai praktik SDM yang
merangsang POS karena menunjukkan investasi pada karyawan. Dalam nada yang
sama, ketika karyawan merasakan keamanan kerja dan dengan demikian merasa
bahwa organisasi mereka ingin mempertahankan mereka sebagai anggota
organisasi, mereka lebih mungkin untuk merasakan dukungan dan penilaian dari
organisasi mereka. Selanjutnya, otonomi pekerjaan (yaitu, persepsi karyawan
untuk mengendalikan cara mereka melakukan pekerjaan mereka) dianggap
sebagai indikasi bahwa organisasi memercayai karyawannya untuk melaksanakan
pekerjaan mereka dan, dengan demikian, mendorong POS karyawan. Sebaliknya,
stresor peran, yang digambarkan sebagai tuntutan pekerjaan yang membuat
individu merasa tidak mampu mengatasinya, memengaruhi POS secara negatif.
8

Tiga stresor peran utama telah diperiksa secara khusus sebagai anteseden
yang mengurangi POS: beban kerja yang berlebihan, ambiguitas peran, dan
konflik peran. stresor peran, yang digambarkan sebagai tuntutan pekerjaan yang
membuat individu merasa tidak mampu mengatasinya, memengaruhi POS secara
negatif. Tiga stresor peran utama telah diperiksa secara khusus sebagai anteseden
yang mengurangi POS: beban kerja yang berlebihan, ambiguitas peran, dan
konflik peran. stresor peran, yang digambarkan sebagai tuntutan pekerjaan yang
membuat individu merasa tidak mampu mengatasinya, memengaruhi POS secara
negatif. Tiga stresor peran utama telah diperiksa secara khusus sebagai anteseden
yang mengurangi POS: beban kerja yang berlebihan, ambiguitas peran, dan
konflik peran.
Prinsip utama OST adalah bahwa karyawan membuat atribusi mengenai asal-
usul perlakuan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan yang mereka
terima dari organisasi (Eisenberger & Stinglhamber, 2011).
Praktik SDM yang menguntungkan, penghargaan, dan kondisi pekerjaan
(misalnya, praktik promosi, sistem penghargaan, tunjangan tambahan, dan
peluang pelatihan) memiliki dampak yang lebih kuat (lebih dari enam kali lebih
besar) pada POS ketika karyawan percaya bahwa kondisi ini adalah hasil dari
keputusan sukarela organisasi mereka daripada didorong oleh keadaan eksternal,
seperti kebijakan pemerintah, peraturan keselamatan, atau kepatuhan hukum.
c. Perlakuan oleh Anggota Organisasi
OST berpendapat bahwa semua perlakuan baik yang diterima dari agen atau
unit organisasi dapat berkontribusi untuk menumbuhkan persepsi umum tentang
dukungan organisasi (Kurtessis et al., 2017). Khususnya, karena penyelia adalah
perwakilan atau agen organisasi, setiap perlakuan (tidak) baik dari mereka
dianggap sebagai indikasi perlakuan (tidak) baik dari seluruh organisasi. Sejalan
dengan perspektif ini, banyak penelitian telah menunjukkan bahwa pertukaran
pemimpin-anggota, dukungan supervisor yang dirasakan, dan kepemimpinan
transformasional berhubungan positif dengan POS, sedangkan pengawasan yang
kasar berhubungan negatif dengan POS. Lebih lanjut, Eisenberger et al. (2010)
menyarankan bahwa karyawan mungkin berbeda sejauh mana mereka
menganggap supervisor mereka sebagai perwakilan dari organisasi mereka.
9

Variasi dalam keselarasan yang dirasakan antara penyelia dan organisasi


disebut "perwujudan organisasi pengawas" (BUMN) dan didefinisikan sebagai
sejauh mana karyawan mengidentifikasi penyelia mereka dengan organisasi. Yang
penting, penelitian telah menunjukkan bahwa semakin besar. BUMN, semakin
banyak perlakuan yang diterima dari supervisor mempengaruhi perlakuan yang
dirasakan dari organisasi secara keseluruhan dan dengan demikian POS (Shoss et
al., 2013; Stinglhamber et al., 2015b). orang lain mungkin dianggap sebagai
individu dalam hak mereka sendiri yang memiliki karakteristik yang jauh berbeda
dari organisasi.
d. Karakteristik Karyawan
Sementara OST berfokus terutama pada tindakan organisasi yang berdampak
pada POS, kategori terakhir dari anteseden mengacu pada karakteristik karyawan
dan, khususnya, pada ciri kepribadiannya yang dapat memengaruhi POS-nya.
Hubungan yang signifikan tetapi lemah dilaporkan antara afek positif/negatif dan
kesadaran dan POS (Rhoades & Eisenberger, 2002). Karakteristik demografi
(yaitu, usia, pendidikan, jenis kelamin, dan masa kerja) ditemukan menunjukkan
hubungan yang sangat sedikit dengan POS (Rhoades & Eisenberger, 2002).
e. Kontrubusi Relatif Karyawan
Dalam meta-analisis mereka, Rhoades dan Eisenberger (2002) dan Kurtessis et
al. (2017) meneliti kontribusi relatif dari beberapa anteseden ini terhadap POS.
Pertama, Rhoades dan Eisenberger (2002) menyimpulkan bahwa di antara
fairness, supervisor support, dan job condition, fairness paling erat kaitannya
dengan POS, diikuti oleh supervisor support dan job conditions. Baru-baru ini,
Kurtessis et al. (2017) menguji kontribusi relatif dari fairness, employee affective,
dan supervisor support terhadap POS. Hasil model regresi berganda yang
memprediksi POS menunjukkan bahwa fairness adalah prediktor terkuat, diikuti
oleh afektif negatif karyawan, dukungan supervisor, dan afektif positif karyawan.
2.  Konsekuensi dari POS
Banyak penelitian empiris telah menunjukkan bahwa POS terkait dengan
beberapa hasil yang bermanfaat bagi organisasi dan individu. Eisenberger dan
Stinglhamber (2011) mengusulkan untuk mengklasifikasikan konsekuensi positif
ini ke dalam tiga kategori utama, yaitu (1) kesejahteraan subjektif karyawan, (2)
10

orientasi positif (yaitu, sikap positif) terhadap organisasi dan pekerjaan, dan (3)
perilaku hasil. 

a. Kesejahteraan Subyektif Karyawan


Cara organisasi memperlakukan dan mempertimbangkan karyawan
memiliki pengaruh besar pada kesejahteraan mereka di tempat kerja dengan
membuat tempat kerja lebih menyenangkan. Lebih tepatnya, karena POS
memenuhi kebutuhan sosio-emosional mereka, karyawan yang merasa didukung
lebih cenderung menunjukkan kesejahteraan yang lebih baik di tempat kerja dan
secara umum. Oleh karena itu, karyawan yang mengalami POS tinggi umumnya
lebih puas dengan pekerjaan mereka, memiliki tingkat yang lebih tinggi harga diri
berbasis organisasi, dan memiliki kesehatan umum yang lebih baik. Mereka juga
kurang stres, mengalami lebih sedikit kelelahan, melaporkan tingkat ketegangan
psikologis dan keluhan somatik yang lebih rendah, dan mengalami lebih sedikit
konflik pekerjaan-ke-keluarga. 
b. Orientasi Positif  terhadap Organisasi dan Pekerjaan
POS mengarahkan karyawan untuk mengembangkan orientasi yang lebih
positif terhadap organisasi mereka dan pekerjaan yang diberikannya kepada
mereka. , OST menunjukkan bahwa, berdasarkan teori pertukaran sosial dan
norma timbal balik, karyawan yang mengalami tingkat POS yang tinggi lebih
mungkin untuk mengembangkan keterikatan emosional yang lebih kuat dengan
organisasi mereka. Penelitian juga melaporkan bahwa karyawan yang merasakan
POS tingkat tinggi lebih kuat menggabungkan keanggotaan organisasi mereka ke
dalam identitas sosial mereka dan dengan demikian lebih mungkin untuk
menunjukkan identifikasi dengan organisasi ini yang menampilkan karakteristik
positif tersebut. Akhirnya, karena POS memberikan isyarat kepada karyawan
mengenai niat baik organisasi terhadap mereka, POS juga telah terbukti
meningkatkan kepercayaan mereka pada organisasi.
POS juga mengarahkan karyawan untuk mengalami orientasi yang lebih
baik terhadap pekerjaan yang mereka lakukan di organisasi yang mendukung ini.
Dengan demikian, POS telah ditemukan untuk meningkatkan keterlibatan kerja
11

karyawan (yaitu, penggabungan pekerjaan ke dalam identitas sosial mereka dan


keterlibatan kerja (yaitu, keadaan pikiran yang berhubungan dengan pekerjaan
yang positif dan memuaskan yang ditandai dengan semangat, dedikasi, dan
penyerapan dalam pekerjaan seseorang.
c. Hasil Perilaku
Menurut OST, karyawan yang merasa didukung oleh organisasinya lebih
cenderung berperilaku sesuai dengan harapan organisasi. Sekali lagi, berdasarkan
proses pertukaran sosial dan norma timbal balik, mereka memang lebih cenderung
membalas dukungan yang diterima dengan menunjukkan perilaku kerja yang
positif. Karyawan yang merasakan POS tinggi berkinerja lebih baik dalam
pekerjaan mereka dan bekerja lebih keras. Lebih tepatnya, POS ditemukan
berhubungan positif dengan kedua peran (yaitu, aktivitas kerja yang karyawan
diharapkan untuk melaksanakan sebagai bagian dari pekerjaan mereka) dan
kinerja peran ekstra (yaitu, aktivitas kerja yang melampaui apa yang ditentukan
oleh persyaratan pekerjaan formal). Selanjutnya, karyawan POS tinggi
menampilkan perilaku yang lebih proaktif dan mengusulkan saran yang lebih
kreatif untuk membantu organisasi mencapai tujuannya. Terakhir, POS membantu
mengurangi perilaku negatif karyawan di tempat kerja. Tingkat POS yang tinggi
mengurangi kecenderungan untuk menampilkan perilaku yang melanggar norma
organisasi, yaitu penyimpangan di tempat kerja atau perilaku kontra-produktif
yang ditujukan kepada organisasi atau anggotanya. Karyawan yang melaporkan
perasaan didukung oleh organisasi mereka juga kurang terlibat dalam perilaku
penarikan diri, seperti ketidakhadiran dan pergantian.
D. Relevansi Keragaman Demografis dan Budaya dengan POS
Dalam beberapa dekade terakhir, banyak organisasi di banyak negara
menghadapi peningkatan keragaman demografis tenaga kerja mereka. Di satu sisi,
perubahan sosial yang besar telah menyebabkan munculnya lebih banyak tenaga
kerja yang beragam gender dan usia. Di sisi lain, peningkatan globalisasi di dunia
telah memicu lebih banyak interaksi antara orang-orang dari budaya dan latar
belakang yang berbeda dari sebelumnya. Meskipun hal ini telah menciptakan
banyak tantangan bagi organisasi untuk mengelola keragaman ini, para peneliti
tidak luput dan juga ditantang untuk mempertimbangkan apakah temuan mereka
12

berlaku untuk semua atau tidak. Penelitian POS tidak terkecuali dan karena itu
berfokus pada fakta bahwa tenaga kerja itu heterogen.

1. Keragaman Demografis
Dalam meta-analisis mereka, Kurtessis et al. (2017) meneliti jenis kelamin
dan usia sebagai kemungkinan moderator dari hubungan hasil POS. Mereka
menyarankan bahwa wanita lebih cenderung untuk mengembalikan perlakuan
yang menguntungkan ke organisasi mereka dan memiliki kebutuhan sosial-
emosional yang lebih menonjol untuk afiliasi dan dukungan daripada rekan-rekan
pria mereka. Karena norma timbal balik dan pemenuhan kebutuhan sosial
emosional adalah dua mekanisme dasar yang menjelaskan efek POS, mereka
selanjutnya berhipotesis bahwa karyawan wanita harus menunjukkan hubungan
yang lebih positif antara POS dan hasil seperti kinerja atau perilaku
kewarganegaraan organisasi (atau OCB). Namun, hasil meta-analisis mereka tidak
mendukung prediksi mereka, menunjukkan bahwa efek yang ditemukan sama-
sama valid untuk pria dan wanita.
Demikian pula, mereka mempertimbangkan kemungkinan bahwa usia juga
dapat mempengaruhi hubungan hasil POS. Tepatnya, mereka mengharapkan
hubungan yang lebih lemah antara POS dan keduanya kepuasan kerja dan
komitmen organisasi di antara pekerja yang lebih tua, yang kesadaran akan waktu
yang terbatas meningkatkan apresiasi aspek positif kehidupan (Carstensen,
Isaacowitz, & Charles, 1999). Karena, secara default, mereka cenderung memiliki
persepsi yang lebih positif terhadap majikan mereka, pekerja yang lebih tua akan
kurang memperhatikan POS dalam membentuk sikap kerja mereka. Temuan
menunjukkan bahwa sementara hubungan antara POS dan kepuasan kerja
berkurang sedikit di antara pekerja yang lebih tua, hubungannya dengan
komitmen organisasi tidak berubah berdasarkan usia.

2. Budaya dan POS


a. Di Tingkat Nasional
Penelitian POS juga berfokus pada dampak budaya nasional. Sementara
sebagian besar penelitian tentang POS telah dilakukan di Amerika Serikat, efek
13

yang ditemukan di AS direplikasi di seluruh dunia, menunjukkan bahwa prinsip-


prinsip dasar OST agak universal. Namun, ini tidak mengesampingkan
kemungkinan bahwa perbedaan budaya dapat melemahkan atau memperkuat
beberapa hubungan yang umumnya dilaporkan dan menyusun jaringan nomologis
POS.
Sejalan dengan perspektif ini, Chiaburu et al. (2015) diperiksa melalui
meta-analisis pada 78 sampel yang berasal dari 11 negara untuk menentukan
apakah budaya nasional (yaitu, dimensi budaya tingkat negara dari Hofstede)
dapat mengubah kekuatan hubungan POS-OCB. Mereka berpendapat bahwa
karyawan dari negara-negara kolektivis (yaitu, masyarakat yang dicirikan oleh
“kerangka kerja sosial yang ketat di mana orang membedakan antara ingroup dan
outgroup, mereka mengharapkan ingroup mereka untuk menjaga mereka, dan
sebagai gantinya mereka merasa berutang kesetiaan mutlak padanya.” (Hofstede,
1980, hlm. 45) lebih sensitif dan menghargai POS, dan mereka membalas dengan
antusiasme dan intensitas yang lebih besar dengan menampilkan lebih banyak
OCB. Mereka lebih lanjut mengusulkan bahwa karyawan dalam budaya jarak
kekuasaan tinggi (yaitu, masyarakat yang menerima "fakta bahwa kekuasaan
dalam institusi dan organisasi didistribusikan secara tidak merata"(Hofstede,
1980, hal. 45) tidak mengharapkan untuk menerima dukungan sehingga, ketika itu
terjadi, mereka sangat berterima kasih dan membalas melalui perilaku yang
melampaui peran pekerjaan mereka. Selain itu, mereka berasumsi bahwa,
mengingat perasaan ketidakberdayaan mereka terhadap kekuatan eksternal,
karyawan dalam budaya penghindaran ketidakpastian yang tinggi (yaitu,
masyarakat yang merasa "terancam oleh situasi yang tidak pasti dan ambigu dan
mencoba untuk menghindari situasi ini"; Hofstede, 1980, hal. .45) mungkin
melihat organisasi untuk dukungan yang lebih besar. Ketika menerima dukungan
ini, mereka cenderung berperilaku sedemikian rupa untuk membalas perlakuan
yang menguntungkan ini. Akhirnya, untuk memelihara hubungan dan solidaritas
pribadi yang hangat, negara-negara dengan feminitas budaya (yaitu, masyarakat
"di mana peran gender tumpang tindih: baik pria maupun wanita dianggap rendah
hati, lembut, dan peduli dengan kualitas hidup"; Hofstede, 2001, hal. 297)
seharusnya mendorong timbal balik ke tingkat yang lebih besar sehingga bahwa
14

karyawan yang tinggal di negara-negara ini harus lebih peka terhadap POS dan
lebih bersedia untuk membalasnya. Sejalan dengan asumsi tersebut, penulis
menemukan bahwa hubungan POS-OCB memang diperkuat di negara-negara
dengan tingkat kolektivisme, jarak kekuasaan, penghindaran ketidakpastian, dan
feminitas yang lebih tinggi.
b. Di Tingkat Individu
Meskipun dimensi budaya ini biasanya dibahas sebagai bagian dari budaya
nasional (misalnya, Hofstede, 1980), para peneliti juga menggunakannya sebagai
konstruksi diri tingkat individu yang penting untuk membedakan antara individu-
individu dalam budaya yang sama (misalnya, Triandis et al., 1988). ; Wagner,
1995). Beberapa sarjana dengan demikian telah memeriksa apakah sejauh mana
POS menghasilkan beberapa sikap dan perilaku kerja yang positif mungkin
bergantung pada nilai-nilai budaya yang didukung pada tingkat individu. Secara
khusus, Farh, Hackett, dan Liang (2007) menemukan bahwa hubungan antara
POS dan komitmen afektif dan kinerja lebih lemah di antara karyawan yang
memiliki jarak kekuasaan yang tinggi. Eisenberger dkk. (2009) menemukan
bahwa hubungan antara POS dan komitmen afektif dapat ditingkatkan dengan
orientasi kolektif karyawan. Dalam nada yang sama, Lam, Liu, dan Loi (2016)
menunjukkan bahwa efek tidak langsung POS pada OCB melalui identifikasi
organisasi lebih kuat di antara perawat kolektivis Cina.
Sebaliknya, Van Knippenberg, van Prooijen, dan Sleebos (2015)
mendukung mengajukan dan menemukan bahwa hubungan antara POS dan OCB
dilemahkan di antara karyawan kolektivis dari Belanda. Seperti yang dapat kita
lihat, literatur menawarkan hasil yang beragam tentang peran kolektivisme tingkat
individu dalam pertukaran antara karyawan dan organisasi. Perbedaan hasil ini
mungkin sebagian dapat dijelaskan oleh fakta bahwa ada operasionalisasi
individualisme-kolektivisme yang sangat bervariasi (misalnya, Jackson et al.,
2006). Namun, studi yang dijelaskan di atas tidak bergantung pada ukuran yang
sama, yang mempertanyakan komparabilitas temuan.
Secara keseluruhan, penelitian ini tentu layak untuk dilanjutkan. Penelitian
lebih lanjut tentang peran yang dimainkan oleh perbedaan budaya dan individu ini
tentu akan memperkaya pemahaman kita tentang hubungan karyawan-majikan.
15

Secara khusus, masih banyak yang harus dilakukan tentang bagaimana anteseden
POS mungkin berbeda dalam kekuatan prediksi mereka berdasarkan komposisi
demografis organisasi atau dalam budaya yang berbeda. Sejauh pengetahuan
kami, hanya satu studi sejauh ini yang meneliti dampak orientasi budaya pada
tingkat individu pada hubungan antara POS dan salah satu pendahulunya, yaitu
praktik SDM berkinerja tinggi (lihat Zhong, Wayne, dan Liden 2016) studi yang
dilakukan di Cina). Yang penting, penelitian tentang perbedaan budaya dan
individu ini memberikan panduan bagi manajer yang berurusan dengan tenaga
kerja yang beragam dan internasional untuk mengelolanya dengan sukses.
Sementara itu menunjukkan bahwa OST berguna untuk organisasi dalam berbagai
konteks dan untuk semua orang, itu juga menunjukkan nuansa yang harus
diperhitungkan agar sesuai dengan karakteristik masing-masing.

E. Pengukuran POS
Eisenberger dan rekan-rekannya (1986) awalnya mengembangkan skala 36
item (18 item dengan kata positif dan 18 item dengan kata-kata negatif) bernama
Survey of Perceived Organizational Support (SPOS) untuk menilai keyakinan
umum karyawan mengenai sejauh mana organisasi menghargai mereka, kontribusi
dan peduli tentang kesejahteraan mereka. 36 pernyataan ini mengacu pada
beragam kemungkinan penilaian yang menguntungkan dan tidak menguntungkan
oleh karyawan mengenai organisasi mereka. Hasil analisis faktor menunjukkan
bahwa skala itu unidimen-sional (Eisenberger et al., 1986). Untuk alasan praktis
(yaitu, keuntungan dalam ruang dan waktu), para sarjana kemudian menggunakan
versi SPOS yang lebih pendek (yaitu, menggunakan 17 atau 8 item dengan
pemuatan tertinggi dari SPOS penuh seperti yang dilaporkan oleh Eisenberger et
al., 1986, lihat Tabel 4.1 untuk versi 8- item). Studi sebelumnya memberikan
bukti untuk keandalan internal yang tinggi dan unidimensionalitas skala yang
lebih pendek ini (misalnya, Eisenberger, Fasolo, & Davis-LaMastro, 1990; Shore
& Tetrick, 1991). Yang penting, kedua aspek definisi konstruk unidimensional
POS (penilaian kontribusi karyawan dan kepedulian terhadap kesejahteraan
16

karyawan) diwakili dalam skala yang lebih pendek ini, sehingga menjaga validitas
isi konsep (Rhoades & Eisenberger, 2002).
Delapan Item Survei Dukungan Organisasi yang Dirasakan
1. Organisasi menghargai kontribusi saya terhadap kesejahteraannya.
2. Organisasi gagal menghargai usaha ekstra dari saya. (R)
3. Organisasi akan mengabaikan keluhan apapun dari saya. (R)
4. Organisasi sangat peduli dengan kesejahteraan saya.
5. Bahkan jika saya melakukan pekerjaan sebaik mungkin, organisasi tidak akan
menyadarinya. (R)
6. Organisasi peduli dengan kepuasan umum saya di tempat kerja.
7. Organisasi menunjukkan perhatian yang sangat kecil kepada saya. (R)
8. Organisasi bangga dengan pencapaian saya di tempat kerja.
F. Masalah atau Pendekatan Pengukuran Saat Ini
Tinjauan literatur terbaru tentang POS membawa kami untuk
mengidentifikasi tiga tren penelitian saat ini dalam studi konsep dan hubungannya
dengan variabel yang termasuk dalam jaringan nomologisnya: (1) studi POS
sebagai fenomena dinamis (2) kajian POS dengan dukungan konstituen lain, dan
(3) kajian POS dalam kaitannya dengan lingkungan sosial.

1. Kajian POS sebagai Fenomena Dinamis


Sebagian besar penelitian tentang POS yang dijelaskan di atas bersifat
cross-sectional dan sejauh ini menganggap POS sebagai variabel stabil yang
berbeda dari satu individu ke individu lainnya dan mengukur persepsi statis pada
satu titik waktu. Baru-baru ini, para sarjana mengangkat gagasan bahwa, di atas
dan di luar mempertimbangkan POS sebagai pengalaman yang bertahan lama
(seperti yang disarankan OST sejauh ini), juga relevan untuk menganggapnya
sebagai fenomena yang dinamis. Menurut pandangan ini, persepsi karyawan
tentang dukungan organisasi akan agak lunak sehingga POS juga dapat dianggap
sebagai pengalaman sementara atau hidup. Oleh karena itu, penelitian saat ini
telah mulai memeriksa variasi POS dan perubahan sesaat dari POS dari waktu ke
waktu. Variasi konstruksi organisasi dalam orang biasanya diukur dengan desain
harian atau mingguan yang memungkinkan menangkap dinamika jangka pendek
17

dari pengalaman pekerja (Schaufeli, 2012). Berdasarkan desain ini, studi terbaru
dari Caesens, Stinglhamber, dan Ohana (2016) menunjukkan bahwa POS
berfluktuasi dalam karyawan selama periode waktu yang singkat (yaitu, dari
minggu ke minggu). Tergantung pada apa yang terjadi selama beberapa hari
terakhir, pekerja menunjukkan tingkat POS yang lebih tinggi atau lebih rendah.
Selain itu, hasil mereka melaporkan bahwa keterlibatan kerja mingguan karyawan
adalah mediator dalam hubungan positif antara POS mingguan dan kesejahteraan
mingguan karyawan (yaitu, pengaruh positif dan negatif mingguan terhadap
organisasi dan ketegangan psikologis). Secara keseluruhan, penelitian ini
menunjukkan dinamika hubungan kerja antara seorang karyawan dan
organisasinya
Menariknya, jika Caesens et al. (2016) menemukan, untuk pertama
kalinya, bahwa persepsi dukungan organisasi karyawan berfluktuasi dari minggu
ke minggu selama periode tiga bulan, penulis ini tidak secara tepat memeriksa
lintasan fluktuasi POS tersebut, atau sejauh mana ini fluktuasi berbeda dari satu
subkelompok karyawan yang lain. Sebuah jalan yang menjanjikan untuk
penelitian masa depan mungkin untuk memeriksa bagaimana POS bervariasi
dalam karyawan selama beberapa hari, minggu, bulan, atau tahun di antara
subkelompok karyawan (yaitu, memeriksa lintasan umum POS dari waktu ke
waktu). Masalah ini harus diatasi melalui pengumpulan data longitudinal dan
dengan menerapkan pendekatan pemodelan campuran pertumbuhan (mis., Morin,
2016).

2. Kajian POS Dikombinasikan dengan Dukungan dari Konstituen Lain


Baru-baru ini, beberapa sarjana mulai mengemukakan gagasan bahwa
POS tidak boleh dianggap terpisah dari konstituen organisasi lain seperti
pengawas (dukungan penyelia yang dirasakan) atau rekan kerja (dukungan rekan
kerja yang dirasakan) (misalnya, Caesens, Stinglhamber, & Luypaert, 2014; Ng &
Sorensen, 2008). Lebih tepatnya, mereka menyarankan untuk memeriksa
kemungkinan peran pelengkap dari ketiga sumber dukungan ini karena mereka
telah dilihat hidup berdampingan dalam berbagai derajat (Caesens et al., 2020).
Mungkin saja POS tidak relevan atau kurang menonjol perannya ketika karyawan
18

mengalami tingkat dukungan yang tinggi dari atasan atau rekan kerja mereka atau,
sebaliknya, memiliki efek berlipat ganda. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
ini, para sarjana (misalnya, Caesens et al., 2020) mengadopsi pendekatan yang
berpusat pada orang dengan menggunakan analisis profil laten (misalnya, Morin,
2016). Pendekatan ini mengarahkan mereka untuk mengidentifikasi subpopulasi
alami karyawan yang berbeda dalam persepsi mereka tentang sumber dukungan di
tempat kerja, yaitu POS, dukungan penyelia yang dirasakan, dan dukungan rekan
kerja yang dirasakan.
Menariknya, hasil studi Caesens et al. (2020) menunjukkan bahwa lima
profil dukungan sosial di tempat kerja muncul dari dua sampel karyawan yang
berbeda: (1) cukup didukung (karyawan merasakan tingkat dukungan yang
moderat dari tiga sumber); (2) terisolasi (karyawan merasakan tingkat dukungan
sosial yang sangat rendah dari organisasi dan penyelia dan tingkat dukungan
sosial dari rekan kerja yang cukup rendah); (3) dukungan penyelia (karyawan
merasakan tingkat dukungan sosial yang tinggi dari penyelia, tingkat dukungan
yang rendah dari organisasi dan tingkat dukungan sosial yang sedang dari rekan-
rekan mereka); (4) dukungan yang lemah (karyawan merasakan tingkat dukungan
yang rendah dari tiga sumber); dan (5) sangat didukung (karyawan merasakan
tingkat dukungan yang tinggi dari ketiga sumber tersebut). Mereka lebih lanjut
menemukan bahwa hasil yang paling positif (yaitu, kepuasan kerja, kinerja, dan
komitmen afektif) dikaitkan dengan profil yang sangat didukung, sedangkan
tingkat kelelahan emosional tertinggi terkait dengan profil yang terisolasi. Secara
keseluruhan, penelitian ini juga menunjukkan bahwa untuk sebagian besar
individu (81,7%), tiga sumber dukungan bertindak bersama-sama, dan bahwa
karyawan cenderung merasakan iklim dukungan sosial secara keseluruhan yang
digeneralisasikan di seluruh sumber. Namun, penelitian tentang bagaimana POS,
PSS, dan PCS bergabung dalam profil dukungan sosial (Caesens et al., 2020) baru
saja dimulai. Penelitian lebih lanjut tentang masalah penting ini tentu diperlukan
dan akan memberikan informasi yang berharga untuk latihan.

3. Kajian POS dalam Kaitannya dengan Lingkungan Sosial


19

Berakar pada teori pertukaran sosial (Blau, 1964), POS pada dasarnya
dianggap sejauh sebagai konstruksi yang menangkap kualitas hubungan
pertukaran diadik antara seorang karyawan dan organisasi yang
dipersonifikasikannya (Levinson, 1965). Sesuai dengan pandangan ini dan seperti
yang telah kita lihat di bagian yang dikhususkan untuk pendahulunya, sebagian
besar studi POS telah meneliti "bagaimana orang secara pribadi merasa lebih atau
kurang didukung oleh organisasi mereka berdasarkan pengalaman kerja mereka
sendiri" (Stinglhamber et al. ., 2020). Literatur ini dengan demikian terutama
berfokus pada penjelasan psikologis tingkat individu untuk menjelaskan
perkembangan POS. Baru-baru ini, beberapa penelitian telah mulai
mempertimbangkan bahwa OST akan mendapat manfaat dari mengadopsi visi
yang lebih luas dari pengembangan dan pengaruh POS, yaitu visi yang melebihi
hubungan dua arah antara karyawan dan organisasinya. Justru penelitian ini
memperluas dan memperdalam pemahaman tentang POS dengan
mempertimbangkan bahwa konteks sosial berguna dalam memahami bagaimana
POS dibentuk dan berdampak pada sikap dan perilaku karyawan. Dua perspektif
berbeda muncul dalam aliran penelitian baru-baru ini.
Di satu sisi, beberapa sarjana meneliti penularan sosial atau efek riak yang
mungkin terjadi dalam pembentukan POS. Zagenczyk dkk. (2010) menyarankan
bahwa POS karyawan fokus dipengaruhi oleh informasi yang diperoleh karyawan
ini dari konteks sosial. Melalui interaksinya dengan rekan kerja dalam organisasi,
dia mengumpulkan banyak informasi. Ia kemudian menafsirkannya untuk
memahami, menganalisis, dan membentuk opini tentang lingkungan organisasi di
mana ia berada. Berbagi persepsi tentang dukungan organisasi di antara rekan
kerja dengan demikian akan memberikan petunjuk yang digunakan karyawan
fokus untuk membentuk pandangannya sendiri mengenai penilaian organisasi
terhadap dirinya sendiri. Mengandalkan analisis jaringan sosial, Zagenczyk et al.
(2010) memang menemukan bahwa karyawan yang berbagi hubungan saran
dalam organisasi (yaitu, "hubungan instrumental di mana karyawan berbagi
informasi terkait pekerjaan dan organisasi," hal.129) memiliki tingkat POS yang
sama. Mereka lebih lanjut menunjukkan bahwa itu juga terjadi pada karyawan
yang memiliki ikatan dengan orang lain yang serupa dalam organisasi, yaitu rekan
20

kerja yang menempati posisi yang setara secara struktural dalam jaringan
pertemanan dan saran organisasi (Zagenczyk et al., 2010).
Dalam nada yang sama, Stinglhamber et al. (2020) baru-baru ini menguji
efek penularan ini dengan memeriksa apakah POS karyawan fokus terkait dengan
POS rekan kerja langsungnya, yaitu, orang-orang yang terkait dengan kelompok
kerja yang sama dan dengan siapa karyawan fokus tidak punya pilihan selain
berinteraksi. Mereka menemukan bahwa POS rekan kerja langsungnya terkait
dengan POS karyawan fokus, dengan konsekuensi positif dalam hal meningkatkan
kepuasan kerja dan kemudian OCB. Namun, pengaruh POS rekan kerja pada POS
karyawan fokus dan hasil selanjutnya hanya signifikan ketika karyawan fokus
mengalami suara rendah di tempat kerja. Temuan ini menunjukkan bahwa
karyawan akan lebih mengandalkan penilaian orang lain untuk membangun POS
mereka sendiri ketika mereka merasa tidak pasti dan merasa seperti anggota
organisasi yang tidak dihargai. Secara keseluruhan, kedua studi ini menunjukkan
bahwa jika karyawan memperhatikan perlakuan yang mereka terima dari
organisasi untuk membentuk POS mereka, mereka juga mempertimbangkan
bagaimana perlakuan ini dirasakan oleh rekan kerja dengan siapa mereka berbagi
saran atau yang tinggal secara struktural setara. posisi jaringan (Zagenczyk et al.,
2010) dan rekan kerja yang secara default merupakan bagian dari lingkungan
kerja mereka (Stinglhamber et al., 2020).
Di sisi lain, beberapa penulis mempertimbangkan kemungkinan proses
perbandingan sosial yang mungkin berperan dalam pembentukan POS atau
dampaknya terhadap sikap dan perilaku kerja karyawan. Vardaman dkk. (2016)
baru-baru ini mengusulkan bahwa, di luar membuat kesimpulan tentang POS
mereka sendiri dalam nilai absolut, karyawan juga termotivasi untuk menentukan
apakah mereka lebih atau kurang didukung daripada yang lain. Mereka
menyarankan bahwa kelompok referensi yang paling menonjol untuk karyawan
fokus untuk menentukan POS relatif ini adalah rekan kerja langsung, yaitu rekan
kerja yang berkaitan dengan kelompok kerja yang sama dan dengan siapa mereka
sering berinteraksi di tempat kerja. Oleh karena itu, mereka secara objektif
membandingkan POS individu dari karyawan fokus dengan rata-rata kelompok
untuk menyusun ukuran POS relatif yang paling mencerminkan kenyataan.
21

Mereka menemukan bahwa POS relatif yang menguntungkan (yaitu,


perbandingan dalam kelompok yang menguntungkan) secara positif terkait
dengan komitmen dan retensi afektif. Sebaliknya, POS relatif yang tidak
menguntungkan (yaitu, perbandingan dalam kelompok yang tidak
menguntungkan) berhubungan negatif dengan hasil ini, terutama di kelompok
kerja yang kurang didukung.
Dalam nada yang sama, Tsachouridi dan Nikandrou (2019) baru-baru ini
memperkenalkan konstruksi POS (RPOS) relatif, yang didefinisikan sebagai
persepsi global karyawan fokus bahwa organisasi mendukungnya lebih dari rekan
kerjanya. Bertentangan dengan apa yang Vardaman et al. (2016) melakukannya,
mereka menganggap bahwa persepsi realitas lebih berpengaruh daripada realitas
dalam efeknya pada sikap dan perilaku, dan oleh karena itu secara langsung
meminta peserta dalam studi mereka untuk menilai POS mereka dibandingkan
dengan rekan kerja mereka. Temuan utama mereka menunjukkan bahwa
perbandingan subjektif antara POS mereka dan rekan kerja mereka berkontribusi
pada POS mereka sendiri. Semakin banyak perbandingan yang menguntungkan
(yaitu, RPOS tinggi), semakin banyak POS individu meningkat. Hubungan
RPOS-POS ini selanjutnya dimediasi oleh identifikasi organisasi dan memiliki
konsekuensi dalam hal niat untuk keluar dari organisasi dan kesediaan untuk
membantu dan mendukungnya. Secara keseluruhan, dengan menunjukkan
bagaimana perbandingan sosial beroperasi di ranah POS, studi ini membantu
menyoroti peran signifikan dari proses peningkatan diri dalam OST (Vardaman et
al., 2016). Sementara perbandingan yang tidak menguntungkan dari POS
seseorang dengan kelompok referensi dapat membahayakan peningkatan diri dan
memiliki konsekuensi negatif, perbandingan yang menguntungkan malah dapat
meningkatkan peningkatan diri dan mendorong persepsi, sikap, dan perilaku
positif di tempat kerja. Singkatnya, beberapa penelitian dijelaskan di bagian ini
menunjukkan bahwa POS tidak berkembang atau beroperasi dalam isolasi konteks
sosial. Jika mereka semua memperdebatkan efek dari lingkungan sosial, proses
yang dipertaruhkan, bagaimanapun, berbeda. Tantangan utama untuk studi yang
akan datang adalah untuk menentukan apa yang akan mengarahkan karyawan
untuk terlibat dalam proses penularan versus proses perbandingan.
22

G. Implikasi Praktis
Dukungan organisasi sangat penting bagi perasaan karyawannya. Sessa
dan Bowling (2021) menyarankan untuk membuat daftar beberapa prinsip dasar
yang harus diikuti dalam mengalokasikan sumber daya untuk mendorong POS.
Pertama, organisasi harus memastikan bahwa mereka mengomunikasikan sifat
sukarela dari setiap tindakan yang menguntungkan yang diambil atau, sebaliknya,
bahwa mereka mengomunikasikan sifat yang tidak diinginkan dari setiap tindakan
yang tidak menguntungkan. Kedua, organisasi harus mempertimbangkan bahwa
dampak pada POS karyawan tidak hanya berarti bahwa karyawan harus menjadi
sasaran langsung dari perlakuan organisasi yang menguntungkan. Ketiga, praktisi
harus memperhatikan penyebaran POS secara tidak langsung. Tindakan dan kata-
kata perwakilan organisasi, manajer, dan pemimpin mungkin memang memiliki
dampak yang lebih besar pada pandangan karyawan terhadap organisasi daripada
yang diharapkan. Singkatnya, dengan menggunakan ketiga prinsip ini sebagai
dasar untuk mengembangkan kebijakan dan praktik sumber daya manusia, praktisi
harus mencapai hasil yang baik dalam hal meningkatkan POS karyawan. 
H. Kritik Lapangan sampai Sekarang
POS dianggap sebagai elemen positif di tempat kerja. Semakin besar POS,
semakin positif hasil bagi organisasi dan karyawan. Namun, beberapa ahli mulai
menyarankan bahwa POS mungkin memiliki beberapa konsekuensi negatif atau,
setidaknya, konsekuensi positif yang lebih terbatas. Eisenberger dan
Stinglhamber  menyarankan bahwa "identifikasi organisasi karyawan dan
komitmen afektif yang dihasilkan dari POS juga dapat menyebabkan karyawan
terlibat dengan kegiatan yang tidak direncanakan dengan baik, berisiko, atau tidak
etis".
Terdapat beberapa bukti empiris yang menunjukkan bahwa POS memiliki
konsekuensi negatif bagi organisasi dan karyawan dalam keadaan tertentu.
Pertama, Armeli dkk. dalam penelitiannya menemukan karyawan yang memiliki
kebutuhan sosio emosional yang rendah mungkin berasumsi bahwa organisasi
mereka akan memaafkan mereka atas kinerja yang buruk. Kedua, Burnett et al.
(2015) menunjukkan bahwa hubungan antara POS dan karyawan yang mengambil
alih (yaitu, semacam perilaku proaktif yang ditandai dengan tindakan perubahan
23

atau perbaikan) ditandai dengan kurva berbentuk U terbalik lengkung. Terlalu


banyak dukungan dari organisasi dapat dianggap sebagai berlebihan, terlalu
mengontrol, atau berlebihan bagi karyawan, sehingga karyawan mungkin merasa
terancam dan tidak kompeten dan akhirnya mengurangi kewajibannya untuk
membantu organisasi mencapai tujuannya melalui perilaku proaktif. 
Harris dan Kacmar juga mengusulkan bahwa karyawan yang merasakan
dukungan tingkat tinggi mungkin di beberapa titik menganggap bahwa mereka
telah melakukan upaya yang cukup untuk membalas perlakuan baik yang diterima
dari organisasi.
I. Mendorong Lapangan Menuju Penelitian dan Praktek
Penelitian tentang hubungan kausal antara POS dan konstruksi terkait akan
sangat penting untuk membangun landasan yang kokoh bagi pengembangan teori
dan menarik kesimpulan yang diinformasikan dan berorientasi pada praktik bagi
manajer dalam organisasi. Sebab, organisasi cenderung mencoba dan
mempertahankan keunggulan kompetitif, tenaga kerja menjadi semakin
tergantung pada hubungan kerja nontradisional seperti pekerja sementara. Tentu
akan menarik untuk penelitian di masa depan dalam memeriksa secara rinci
apakah pengembangan POS berbeda untuk karyawan kontingen.

1. Dinamis POS Seiring Waktu


Sebuah jalan yang menjanjikan untuk penelitian masa depan untuk
memeriksa apakah POS berkembang selama beberapa hari, minggu, bulan, atau
tahun di antara sub kelompok karyawan. Misalnya, mungkin relevan untuk
menganalisis apakah karyawan yang biasanya merasakan dukungan organisasi
tingkat tinggi dapat bereaksi lebih negatif terhadap sedikit penurunan POS mereka
dari waktu ke waktu. Berdasarkan reputasi organisasi, karyawan masa depan dari
suatu organisasi mengembangkan persepsi sejauh mana organisasi itu akan
menghargai kontribusi mereka dan peduli dengan kesejahteraan mereka ketika
mereka bergabung.

2. Mekanisme yang Mendasari Hubungan antara POS dan Antesedennya


24

Eisenberger dan Stinglhamber menyatakan bahwa ekspresi penghargaan


positif harus berkontribusi lebih banyak pada POS ketika diberikan dengan
ketulusan dan keaslian. Penelitian di masa depan mungkin juga memeriksa
moderator lain dari hubungan antara perlakuan yang menguntungkan yang
ditawarkan oleh organisasi dan POS. Misalnya, jika organisasi menggunakan
ungkapan terima kasih dengan cara yang diskriminatif, kontingen, dan
proporsional, karyawan pasti akan berpikir bahwa dia benar-benar layak
mendapatkan perlakuan yang menguntungkan ini dengan implikasi yang lebih
besar dalam hal POS. Secara khusus, pujian dan persetujuan verbal harus diikuti
dengan tindakan nyata dan indikasi nyata dari penghargaan positif. Memajukan
OST pada prinsip-prinsip ini akan berkontribusi pada pemahaman yang lebih baik
tentang kondisi di mana perlakuan yang menguntungkan oleh organisasi akan
secara efektif diterjemahkan ke dalam rasa dukungan yang lebih besar di antara
karyawan. Bagi praktisi, hasil penelitian ini akan menjadi lebih penting karena
akan memungkinkan mereka untuk menilai dengan lebih baik kemungkinan
bahwa tindakan yang diambil akan berdampak pada POS karyawan mereka
dengan semua konsekuensi yang terkait dengannya sejauh ini.

3. Multilevel POS
POS awalnya dikonseptualisasikan sebagai variabel tingkat individu yang
menangkap keyakinan karyawan mengenai dukungan organisasi yang diterima.
OST berpendapat bahwa keyakinan ini dapat sangat bervariasi dari satu individu
ke individu lain berdasarkan perlakuan pribadi yang diberikan oleh organisasi.
Namun, karena perkembangan awal ini, ada beberapa tanda yang menunjukkan
bahwa di luar persepsi individu, mungkin juga ada iklim yang kurang lebih
mendukung dalam organisasi.
Penelitian POS akan mendapat manfaat dari studi multilevel yang
menguraikan POS sebagai persepsi individu dan POS sebagai variabel iklim.
Karena kedua perspektif ini berbeda secara konseptual, mereka dapat
menyebabkan temuan yang saling bertentangan di seluruh tingkat analisis.
Dukungan untuk homologi hubungan lintas level akan berkontribusi pada
25

penghematan OST. Sebaliknya, perbedaan dalam hubungan lintas level akan


mengarah pada penyempurnaannya.
BAB III
ANALISIS

A. Perceived Organizational Support (POS)


Perceived Organizational Support (POS) didefinisikan sebagai dukungan
organisasi yang dipersepsikan dengan keyakinan global mengenai sejauh mana
organisasi menilai kontribusi, mendengar keluhan, memperhatikan kehidupan,
memperhatikan kesejahteraan, dan mempertimbangkan tujuan yang akan dicapai
serta dapa dipercaya untuk memperlakukan karyawan dengan adil. POS yang
diberikan organisasi pada karyawan menjadikan mereka merasa lebih
berkomitmen dengan pekerjaannya dan lebih mendapatkan kepuasan bekerja. POS
termasuk dalam bentuk dukungan sosial.
Perceived Organizational Support (POS) dinilai memiliki pengaruh
penting terhadap kinerja karyawan. POS dapat berupa penghargaan kontribusi
karyawan, perasaan bangga akan hasil kinerja atau prestasi karyawan,
mendengarkan keluhan, dan memenuhi kebutuhan karyawan. Terdapat tiga
dimensi dalam POS yaitu keadilan, dukungan dari atasan, dan imbalan serta
kondisi kerja. Adanya persepsi karyawan mengenai perusahaan akan menghargai
setiap kontribusi yang diberikan akan membuat ida mau menunjukkan sikap
positif dalam bekerja. POS menciptakan rasa tanggung jawab pada setiap
karyawan untuk peduli terhadap organisasi dan membantu organisasi mencapai
tujuannya (Dwitasari, dkk., 2015).
Pemberian pujian kepada karyawan oleh atasan merupakan suatu bentuk
dari dukungan organisasi. Adanya hal tersebut membuat karyawan memiliki
anggapan bahwa mereka mampu melakukan suatu pekerjaan dengan baik,
sehingga dia akan bekerja secara maksimal untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
Karyawan yang merasa bahwa atasan memperhatikan setiap permasalahan yang
dihadapi dan merasa mampu bekerja sama baik dengan atasan atau rekan
kerjanya, akan membuat karyawan mau berperan secara aktif dalam suatu
pekerjaan.
B. Organizational-Based Self Esteem (OBSE)

26
27

Organizational-base self esteem menunjukkan tingkat keyakinan anggota


organisasi bahwa mereka dapat memuaskan kebutuhan mereka dengan
berkontribusi dalam suatu organisasi. Karyawan yang menilai diri mereka sebagai
orang yang berarti akan menjadikan tujuan dan nilai organisasi sebagai bagian
dari kehidupan mereka. Hal itu dapat menjadi alasan karyawan mau menetap
dalam suatu organisasi (Fan, 2008). Karyawan dengan OBSE yang tinggi
merupakan karyawan yang mempunyai rasa kecukupan pribadi sebagai anggota
organisasi dan kepuasan dari peran organisasi mereka.
OBSE merupakan salah tahu hal yang termasuk dalam personal resources.
Personal resources termasuk ke dalam salah satu faktor yang mempengaruhi work
engagement. OBSE dapat dijadikan saran bagi perusahaan dalam meningkatkan
komitmen karyawan. OBSE dapat ditingkatkan dengan memperhatikan
pelaksanaan pelatihan yang bertujuan mengembangkan sikap dan perasaan dari
karyawan sebab telah menjadi bagian dari organisasi. Karyawan yang memiliki
keyakinan dalam diri mereka dan merasa bahwa mereka diperhatikan di tempat
kerja akan membuat karyawan tidak berputus asa dalam menyelesaikan masalah
pekerjaannya.
C. Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Organizational Citizenship Behavior (OCB) diartikan sebagai perilaku
yang dipandang penting untuk keberhasilan tugas. Perilaku mau menolong, tida
putus asa, dan berpartisipasi di setiap situasi yang dianggap penting menjalankan
prestasi dalam visi dan misi organisasi. Karyawan yang memiliki OCB, dapat
mengendalikan perilakunya, sehingga dapat memilih tindakan terbaik untuk
kepentingan organisasi (Panggalih & Zulaicha, 2012).
Perceived organizational support menjadi prediktor OCB yang
berhubungan positif dengan prestasi. Pada saat karyawan merasa didukung oleh
organisasinya maka mereka akan memberikan umpan balik seperti memberikan
lebih untuk organisasinya (Wayne dalam Puspitasari, 2014).
OCB memiliki pengaruh positif terhadap prestasi kerja karyawan. Prestasi
kerja merujuk pada harapan organisasi dan persyaratan, serta perilaku kerja sesuai
dengan persyaratan organisasi seperti kualitas kerja, efisiensi, dan kesadaran.
OCB dapat meningkatkan kinerja karyawan. Maka dari itu, OCB dapat memediasi
28

hubungan antara POS dan prestasi kerja. Karyawan dengan nilai POS yang tinggi
dapat mengembangkan OCB yang kemudian dapat berkontribusi terhadap prestasi
kerja. Dengan meningkatkan sumber daya yang didukung OCB dapat
meningkatkan prestasi kerja dan produktivitas karyawan.
D. Pendorong Organizational Citizenship Behavior
OCB dianggap penting karena perilaku ini sering dijadikan bahan
pembicaraan yang positif dan patut dicontoh. Ivancevich et al. (dalam
Brahmasari) menyitir beberapa hasil penelitian untuk mengkaji mengapa
karyawan terlibat dalam OCB dan apa yang dapat dilakukan untuk
mendorong karyawan melakukan OCB yaitu bahwa:
1. Tidak ada hubungan yang jelas antara OCB dengan kebanyakan karakteristik
kepribadian. OCB yang lebih tinggi sering ditemukan pada karyawan
yang berorientasi pada kolektivisme daripada pada karyawan yang lebih
berorientasi pada individualisme.
2. Adanya faktor situasional tertentu yang terkait dengan OCB, antara lain faktor
yang didefinisikan oleh karyawan maupun manager sebagai “bagian dari
pekerjaan” dan faktor yang disebut “di luar peran”. Karyawan sering
mendifinisikan pekerjaannya secara luas dan memasukkan aktivitas OCB
sebagai bagian dari tugasnya, sedangkan manager mereka menganggapnya
sebagai aktivitas “ekstra”. OCB cenderung mempengaruhi evaluasi
manajerial karyawan, namun kadang-kadang dinterpretasikan sebagai upaya
untuk melakukan sesuatu yang baik bagi perusahaan dan bagi kastemer.
3. Kepemimpinan manajer yang diterima oleh karyawannya mempengaruhi OCB.
Terutama kepercayaan antara seorang karyawan dan seorang manajer dan
suatu gaya kepemimpinan yang mendorong pengembangan keterampilan
kepemimpinan diantara karyawan.
Organisasi yang sukses membutuhkan karyawan yang akan melakukan
lebih dari tugas pekerjaan normal mereka atau karyawan yang akan memberikan
kinerja melebihi harapan organisasi. Dalam dunia kerja yang dinamis saat ini,
dimana tugas-tugas makin banyak dilakukan dalam tim dan fleksibilitas
menjadi sangat kritis, organisasi membutuhkan karyawan yang akan
melakukan OCB.
29

E. Dimensi Organizational Citizenship Behavior


Podsakoff, MacKenzie, Moorman, dan Fettter (dalam Nahrisah, 2019)
yang membangun kerangka kerja berdasarkan teori Organ (1988)
mengidentifikasi lima kategori utama OCB berikut:
1. Altruism (mementingkan orang lain): Perilaku karyawan dalam menolong
rekan kerjanya yang mengalami kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi
baik mengenai tugas dalam organisasi maupun masalah pribadi orang lain.
Dimensi ini mengarah kepada memberi pertolongan yang bukan
merupakan kewajiban yang ditanggungnya.
2. Conscientiousness (kehati-hatian): Perilaku yang ditunjukkan dengan
berusaha melebihi yang diharapkan perusahaan. Perilaku sukarela yang
bukan merupakan kewajiban atau tugas karyawan. Dimensi ini menjangkau
jauh diatas dan jauh ke depan dari panggilan tugas.
3. Sportsmanship (sikap positif): Kemauan karyawan untuk menoleransi keadaan
yang kurang dari ideal tanpa mengeluh.
4. Courtesy (kehormatan): Menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar
terhindar dari masalah-masalah interpersonal. Seseorang yang memiliki
dimensi ini adalah orang yang menghargai dan memperhatikan orang lain.
5. Civic Virtue (kebajikan anggota): Perilaku di pihak individu yang
mengindikasikan bahwa individu tersebut secara bertanggungjawab
berpartisipasi/terlibat dalam atau memikirkan kehidupan perusahaan.
F. Pengaruh Perceived Organizational Support di Masa Pandemi
Masa pandemi covid-19 di Indonesia memberikan dampak yang sangat
besar terhadap perekonomian. Situasi ini memberikan dampak pada pegawai yaitu
kekhawatiran karena terpapar virus saat di lingkungan kerja, ketegangan
permasalah perusahaan yang ditimbulkan, tuntutan lingkungan yang muncul, dan
perlunya adaptasi dengan perubahan yang terjadi. Hal tersebut menjadi gejala
stres selama pandemi ini.
Stres kerja merupakan perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam
menghadapi pekerjannya. Cullen (dalam Maulina & Wicaksono, 2021)
mengatakan bahwa stres kerja yaitu perasaan tidak nyaman yang dirasakan
individu dan dapat menimbulkan kesulitan dalam menghadapi pekerjaan atau
30

tuntutan tertentu. Karyawan yang mengalami tekanan psikologi secara emosional


terkait pandemi menjadi terpukul karena lingkungan kerja mereka mengharuskan
hidup berdampingan dengan covid-19 (Puci ddk., 2020). Kondisi pandemi covid-
19 dapat memberikan pengaruh pada proses kerja karyawan seperti yang
dikemukakan oleh Winarsunu (dalam Maulina & Wicaksono, 2021), kondisi kerja
yang berbahaya dan tidak menyenangkan serta kontrol kerja yang rendah
merupakan faktor pemicu stres kerja (Ratnaningsih & Susetyo, 2016).
Banyaknya pekerjaan yang perlu diselesaikan dengan waktu yang terbatas
untuk penyelesaian, dan kekurangan pegawai, serta masalah lingkungan di
perusahaan dapat menjadi pengaruh yang menimbulkan stres kerja pada masa
pandemi. Pegawai yang seharusnya dapat beraktivitas dengan leluasa menjadi
terbatas. Di samping itu, mereka juga harus tetap menjaga kesehatan mereka agar
tidak sakit atau terpapar covid-19. Menurut Laschinger (2006), dukungan
organisasi yang tersedia dan kebutuhan penting telah diakomodasi akan
menurunkan tingkat stres karyawan. Persepsi dukungan organisasi ini
mempresentasikan bagian penting dari hubungan timbal balik antara karyawan
dengan pemimpin atau perusahaan, sebab hal tersebut mengimplikasikan apa yang
telah dilakukan perusahaan bagi karyawannya.
Pada masa pandemi seperti ini, dukungan organisasi sangat penting.
Perceived organizational support memiliki pengaruh yang signifikan pada
kesiapan berubah karena adanya masa pandemi. Pada kondisi seperti ini perlunya
perusahaan memberikan fasilitas kepada pegawainya dalam bekerja agar mereka
merasa terlindungi dan nyaman saat bekerja seperti menurut Eisenberger,
dukungan organisasi juga dilihat sebagai jaminan pegawai bahwa bantuan akan
tersedia dari perusahaan jika diperlukan untuk melakukan pekerjaan dan dapat
mengurangi stres kerja pegawai. Memberikan fasilitas peralatan kesehatan,
toleransi pencapaian kerja yang didapatkan, dan dukungan lainnya untuk pegawai
dapat mengurangi stres kerja yang dimiliki pegawai. Sedangkan perusahaan yang
kurang memperhatikan pegawainya atau memberikan dukungan pada pegawainya
dapat berdampak pada stres pegawai seperti lingkungan kerja tidak suportif
dengan menggunakan pendekatan untung-rugi saja (Siu dkk., 2008).
31
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perceived organizational support atau dukungan organisasi yang
dirasakan adalah tingkatan di mana karyawan percaya bahwa organisasi mereka
menghargai kontribusi dan kepedulian mereka terhadap kesejahteraan mereka dan
memenuhi kebutuhan sosial-emosional. Perkembangan persepsi dukungan
organisasi ini dipupuk oleh kecenderungan alami karyawan untuk menganggap
karakteristik antropomorfik organisasi, orang memproyeksikan kualitas manusia
pada organisasi dan kemudian menghubungkannya dengan mereka seolah-olah
organisasi tersebut memang memiliki kualitas manusia.
Dalam beberapa dekade terakhir, banyak organisasi di banyak negara
menghadapi peningkatan keragaman demografis tenaga kerja mereka. Meskipun
hal ini telah menciptakan banyak tantangan bagi organisasi untuk mengelola
keragaman ini, para peneliti tidak luput dan juga ditantang untuk
mempertimbangkan apakah temuan mereka berlaku untuk semua atau tidak.
Penelitian POS tidak terkecuali dan karena itu berfokus pada fakta bahwa tenaga
kerja itu heterogen. Untuk menilai keyakinan umum karyawan mengenai sejauh
mana organisasi menghargai mereka, kontribusi dan peduli tentang kesejahteraan
mereka maka ada pengukuran POS yang Bernama Survey of Perceived
Organizational Support (SPOS). Ada tiga tren penelitian saat ini dalam studi
konsep dan hubungannya dengan variabel yang termasuk dalam jaringan
nomologisnya: (1) studi POS sebagai fenomena dinamis (2) kajian POS dengan
dukungan konstituen lain, dan (3) kajian POS dalam kaitannya dengan lingkungan
sosial.
Beberapa prinsip dasar yang harus diikuti dalam mengalokasikan sumber
daya untuk mendorong POS. Pertama, organisasi harus memastikan bahwa
mereka mengomunikasikan sifat sukarela dari setiap tindakan. Kedua, organisasi
harus mempertimbangkan bahwa dampak pada POS karyawan tidak hanya berarti
bahwa karyawan harus menjadi sasaran langsung dari perlakuan organisasi yang
menguntungkan. Ketiga, praktisi harus memperhatikan penyebaran POS secara

32
33

tidak langsung. Identifikasi organisasi karyawan dan komitmen afektif yang


dihasilkan dari POS dapat menyebabkan karyawan terlibat dengan kegiatan yang
tidak direncanakan dengan baik, berisiko, atau tidak etis. Penelitian tentang
hubungan kausal antara POS dan konstruksi terkait akan sangat penting untuk
membangun landasan yang kokoh bagi pengembangan teori dan menarik
kesimpulan yang diinformasikan dan berorientasi pada praktik bagi manajer
dalam organisasi.
B. Rekomendasi bagi Bimbingan dan Konseling
Bagi mahasiswa bimbingan dan konseling sebaiknya dapat memberikan
dukungan bagi rekan-rekannya. Saling memberikan dukungan akan memberikan
dampak yang positif. Selain itu, lingkaran pertemanan yang saling mendukung
merupakan salah satu ciri bahwa kita berada pada lingkungan yang baik.
Bagi konselor memahami materi ini dapat menambah pengetahuan
mengenai pentingnya memberikan dukungan kepada orang lain. Dalam proses
konseling, konselor perlu memberikan dukungan kepada konseli, seperti
memberikan pujian. Ketika konseli diberikan pujian yang dapat diartikan pula
sebagai reward atau reinforcement positif, konseli akan merasa percaya pada
dirinya bahwa dia berkompeten dan mampu mengikuti proses konseling serta
mencapai tujuan konseling.
DAFTAR PUSTAKA

Brahmasari, I. A. (2009). Organizational Citizenship Behavior (OCB) dan Isu


Gender. DiE: Jurnal Ilmu Ekonomi dan Manajemen, 5(2).
Dwitasari, A. I., Ilhamuddin & Widyasari, S. D. (2015). Pengaruh Perceived
Organizational Support dan Organizational-Based Self Esteem Terhadap
Work Engagement. Jurnal Mediapsi, 1(1), 40-50.
Fan, T. L. (2008). The Mediating Role of Organizational-Based Self-Esteem in
Training-Commitment Relationship. Hong Kong: Hong kong Baptist
University.
Laschinger, P. (2006). The effect of structural empowerment and perceived
organizational support on middle level nurse managers role satisfaction.
Journal of Nursing Management, 13– 22.
Maulina, A. R. & Wicaksono, D. A. (2021) Pengaruh Work Overload dan
Perceived Organizational Support dengan Job Stress Pegawai Bank di Masa
Pandemi. Buletin Riset Psikologi dan Kesehatan Mental, 1(1), 797-809.
Nahrisah, E., & Imelda, S. (2019). Dimensi organizational citizenship behavior
(OCB) dalam kinerja organisasi. Jurnal Ilmiah Kohesi, 3(3).
Panggalih, B., dan Zulaicha, R. 2013. Pengaruh KepuasanKerjaTerhadap
OrganizationCitizenship Behavior dengan Motivasi Kerja sebagai Variabel
Intervening pada Karyawan PT Telkom Tegal. Performance, 16(2), 1-15.
Puci, M. V., Nosari, G., Loi, F., Puci, G. V., Montomoli, C., & Ferraro, O. E.
(2020). Risk Perception and Worries among Health Care Workers in the
COVID-19 Pandemic: Findings from an Italian Survey. Healthcare, 8(4),
535.
Puspitasari, N. L. M. R. (2014). Pengaruh Perceived Organizational Support
terhadap Prestasi Kerja dengan OCB sebagai Variabel Pemediasi. Jurnal
Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan, 8(2), 147-155.
Ratnaningsih, I. Z. & Susetyo, R. I. (2016). Dan Stres Kerja Pada Karyawan
Bagian Produksi. 5(1), 55–59.
Sessa, V.I. & Bowling, N.A. (Penyunting). (2021). Essentials of Job Attitudes and
Other Workplace Psychological Constructs. New York: Routledge.
Siu, H., Spence Laschinger, H. K., & Finegan, J. (2008). Nursing professional
practice environments: Setting the stage for constructive conflict resolution
and work effectiveness. Journal of Nursing Administration, 38(5), 250–257.

34
LAMPIRAN-LAMPIRAN

A. Biografi Tim

Nama: Neneng Ardita Pramesti Cahyani


Tempat, Tanggal Lahir: Garut, 16 Maret 2002
Alamat: Jalan Pelindung Hewan No. 61, Kelurahan
Pelindung Hewan, Kecamatan Astana Anyar, Bandung, Jawa
Barat.
Email: nenengardita@upi.edu
Nomor Telepon: 085723915696

Nama : Qirey Kania Dewi Dinata


Tempat, Tanggal Lahir : Subang, 01 Februari 2002
Alamat : Perumahan Bumi Abdi Praja Blok A 3 No.13
RT 53 RW 16 Kel Sukamelang, Kec Subang, Kab
Subang, Jawa Barat
Email : Qireydinata@upi.edu
Nomor Telepon : 085864930213

Nama: Az Zahra
Tempat, Tanggal Lahir: Padang, 1 Januari 2003
Alamat: Komplek Arai Pinang Blok U No.5, Pagambiran
Ampalu Nan XX, Lubuk Begalung, Padang.
Email: azahra@upi.edu
Nomor Telepon: 083803317037

B. Kesan Pesan

35
36

Kesan selama menyusun makalah ini kedisiplinan, ketekunan, ketelitian,


dan komitmen yang kuat merupakan kunci untuk menyelesaikannya. Kedisiplinan
diperlukan agar makalah dapat selesai tepat pada waktunya. Ketekunan dan
ketelitian berperan penting ketika menyusun dan mengumpulkan materi-materi
yang dibahas dalam makalah. Komitmen diperlukan agar adanya keinginan yang
kuat untuk menyelesaikan makalah secara baik dan benar. Dalam menyelesaikan
makalah ini, penulis mendapatkan wawasan baru mengenai dukungan dari
organisasi, kerja sama antar rekan kerja, dan masih banyak lagi mengenai
dukungan organisasi yang dirasakan. Penulis bersyukur bisa menyelesaikan
makalah ini dengan baik, dan berharap hasil kerja ini dapat bermanfaat. Penulis
meminta maaf apabila masih terdapat kekurangan. Pesan untuk para pembaca,
sebagai makhluk sosial kita perlu saling mendukung antar satu sama lain.

Anda mungkin juga menyukai