Anda di halaman 1dari 15

Nama : Taufikur Rachman

NIM : 5551190141
Kelas / Mata Kuliah : 5 C / Metodologi Penelitian Bisnis
Dosen Pengampu : Dr. Akhmadi, S.E., M.M

Tugas Summary Artikel Publikasi


Topik : Budaya Organisasi

RINGKASAN TEORI TENTANG TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN


PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Menurut sugiyono tinjauan pustaka adalah peninjauan kembali mengenai pustaka-pustaka yang
terkait dengan penelitian yang akan dilakukan. Tinjauan pustaka merupakan hal yang penting
dalam sebuah penelitian, karena dengan adanya tinjauan pustaka maka peneliti akan semakin
banyak mengetahui tentang penelitian-penelitian yang telah dilakukan yang berkaitan serta
relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti, sehingga peneliti dapat memahami dan
mengetahui permasalahan dalam penelitian sebelumnya. Menurut Sugiyono mengemukakan
bahwa, kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan
dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Pengembangan
Hipotesis Hipotesis tidak dapat terjadi begitu saja. Hipotesis dikembangkan dengan
menggunakan teori ang relevan atau dengan logika dan hasil-hasil penelitian sebelum¬nya.
Hipotesis dikembangkan dengan menggunakan teori karena memverifikasi teori tersebut di
fenomena yang ada. Hipotesis perlu dikembangkan dengan penjelasan logis jika tidak ada teori
yang dapat digunakan atau tujuan dari riset adalah untuk mene¬rnukan teori yang baru.

TABEL RINGKASAN ARTIKEL PUBLIKASI


NO 1
Peneliti dan Tahun
Chaterina Melina Taurisa, Intan Ratnawati 2012
Judul ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KEPUASAN
KERJA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASIONAL DALAM
MENINGKATKAN KINERJA KARYAWAN (Studi pada PT. Sido
Muncul Kaligawe Semarang)
Landasan Teori Grand Theory :
( Grand, Middle, Budaya Organisasi Robbins dan Judge (2008) mengartikan budaya
Applide) organisasi sebagai sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para
anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi
lainnya. Menurut Robbins dan Judge (2008) budaya organisasi mewakili
sebuah persepsi yang sama dari para anggota organisasi. Oleh karena itu,
diharapkan bahwa individuindividu yang memiliki latar belakang
berbeda atau berada pada tingkatan yang tidak sama dalam organisasi
dapat memahami budaya organisasi dengan pengertian yang serupa.
Agar budaya organisasi dapat berfungsi secara optimal, maka budaya
organisasi harus diciptakan, dipertahankan, dan diperkuat serta
diperkenalkan kepada karyawan melalui proses sosialisasi (Nurtjahjani
dan Masreviastuti, 2007).
Kepuasan Kerja Secara definisi, kepuasan kerja merupakan sikap
positif karyawan terhadap pekerjaannya, yang timbul berdasarkan
penilaian terhadap situasi kerja (Robbins dan Judge, 2008; Umam,
2010). Situasi kerja yang menyenangkan dapat terbentuk apabila sifat
dan jenis pekerjaan yang harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan
nilai yang dimiliki oleh karyawan. Dengan demikian, karyawan yang
puas lebih menyukai situasi kerjanya daripada karyawan yang tidak
puas, yang tidak menyukai situasi kerjanya. Sedangkan menurut Luthans
(2006), terdapat lima dimensi yang mempengaruhi kepuasan kerja,
yaitu: pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan promosi,
pengawasan.supervisor, dan rekan kerja.

Middle Theory :
Komitmen Organisasional Anggota organisasi yang berkomitmen
terhadap organisasinya mungkin saja mengembangkan pola pandang
yang lebih positif terhadap organisasi dan dengan senang hati tanpa
paksaan mengeluarkan energi ekstra demi kepentingan organisasi (Anik
dan Arifuddin, 2003). Hal tersebut menunjukkan bahwa komitmen
organisasional memiliki arti yang lebih dari sekedar loyalitas yang pasif,
tetapi melibatkan hubungan aktif dan keinginan karyawan untuk
memberikan kontribusi yang berarti pada organisasinya. Mowday et al.
(1982, dalam Chairy, 2002) mengemukakan ciri-ciri komitmen
organisasional, yaitu: (1) keyakinan yang kuat serta penerimaan
terhadap tujuan dan nilai organisasi; (2) kesiapan untuk bekerja keras;
serta (3) keinginan yang kuat untuk bertahan dalam organisasi.

Applied Theory :
Kinerja Karyawan Seorang karyawan akan memiliki tingkat kinerja
yang tinggi apabila terdapat kesesuaian antara pekerjaan dan
kemampuannya. Apabila hal tersebut dapat terpenuhi, maka akan timbul
perasaan tanggung jawab terhadap pekerjaanya dan kesediaan untuk ikut
berpartisipasi dalam mencapai tujuan organisasi melalui pelaksanaan
tugas-tugas secara maksimal. Oleh karena itu, organisasi perlu
memperhatikan pengelolaan sumber daya manusia (karyawan) untuk
menghasilkan kinerja yang tinggi guna meningkatkan kinerja organisasi
secara keseluruhan. Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kinerja
karyawan individual, yaitu: (1) kemampuan individu dalam
melaksanakan pekerjaan tersebut; (2) tingkat usaha yang dilakukan;
serta (3) dukungan organisasi (Mathis dan Jackson, 2006). Kinerja
karyawan dapat ditingkatkan apabila ketiga faktor tersebut ada dalam
diri karyawan, dan kinerja karyawan akan berkurang atau menurun
apabila salah satu faktor tersebut tidak ada.
Masalah Perilaku kepuasan kerja dan komitmen organisasional tidak akan tercipta
apabila PT. Sido Muncul tidak memberikan arahan kepada para
karyawan, baik karyawan yang telah lama bekerja maupun karyawan
yang baru masuk. Pembentukan perilaku tersebut dapat dilakukan
melalui proses pengenalan budaya organisasi kepada para karyawan agar
mereka dapat bekerja sesuai dengan nilai dan tujuan organisasi. Hal
tersebut ditujukan karena PT. Sido Muncul ingin mengembangkan
usahannya di bidang jamu dengan baik dan memberikan jaminan
kualitas pada setiap produknya
Hipotesis Hipotesis 1: Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan
kerja.
pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa terdapat
pengaruh yang searah antara budaya organisasi dan kepuasan kerja. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin kuat budaya organisasi pada PT. Sido
Muncul, maka semakin tinggi kepuasan kerja yang dirasakan oleh
karyawan

Hipotesis 2: Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap komitmen


organisasional.
pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa terdapat
pengaruh yang searah antara budaya organisasi dan komitmen
organisasional. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat budaya
organisasi pada PT. Sido Muncul, maka semakin tinggi komitmen
organisasional dalam diri karyawan.

Hipotesis 3: Kepuasan kerja berpebgaruh positif terhadap komitmen


organisasional.
pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa terdapat
pengaruh yang searah antara kepuasan kerja dan komitmen
organisasional. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kepuasan
kerja yang dirasakan oleh karyawan PT. Sido Muncul, maka semakin
tinggi komitmen organisasional dalam diri karyawan.

Hipotesis 4: Komitmen organisasional berpengaruh positif trehadap


kinerja karyawan.
pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa terdapat
pengaruh yang searah antara komitmen organisasional dan kinerja
karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi komitmen
organisasional dalam diri karyawan PT. Sido Muncul, maka semakin
tinggi tingkat kinerja karyawannya.

Hipotesis 5: Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja


karyawan.
pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa terdapat
pengaruh yang searah antara budaya organisasi dan kinerja karyawan.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat budaya organisasi pada PT.
Sido Muncul, maka semakin tinggi tingkat kinerja karyawannya

Hipotesis 6: Kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja


karyawan.
pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa terdapat
pengaruh yang searah antara kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kepuasan kerja yang dirasakan
oleh karyawan PT. Sido Muncul, maka semakin tinggi tingkat kinerja
karyawannya.
Kerangka
Pemikiran Budaya
Organisasi
Komitmen Kinerja
Organisasional Karyawan

Kepuasan
kerja

Referensi Anik, Sri dan Ariffudin, 2003, “Analisis Pengaruh Komitmen Organisasi
dan Keterlibatan Kerja terhadap Hubungan antara Etika Kerja Islam
dengan Sikap Perubahan Organisasi”, JAAI , 7(2): 159-182. Aydin,
Bulent dan Adnan Ceylan, 2009, The Role of Organizational Culture on
Effectiveness, Ekonomika A Management, 3: 33-49. Chairy, Liche
Seniati, 2002, Seputar Komitmen Organisasi, Paper yang Disampaikan
dalam Acara Arisan Angkatan 1986 Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia Jakarta tanggal 8 September 2002. Chang, Su-Chao dan
Ming-Shing Lee, 2007, A Study on Relationship among leadership,
Organizational Culture, the Operation of Learning Organization, and
Employees’ Job Satisfaction, The Learning Organization, 14(2): 155-
185. Cooper, Donald R. dan C. William Emory, 1996, Metode Penelitian
Bisnis, Edisi 5 Jilid 1, Jakarta: Erlangga.

NO 2
Peneliti dan Tahun Dewi Sandy Trang, 2013
Judul GAYA KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI
PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN (Studi pada
Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Utara)
Landasan Teori Grand Theory :
( Grand, Middle, Kepemimpinan, Kepemimpinan adalah kemampuan untuk
Applied) mempengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran. (Robbins, 2006).
Kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi aktifitas kelompok
yang diatur untuk mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan adalah
suatu proses memberi arti pada kerjasama dan dihasilkan dengan
kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan (Jacob & Jacques,
2008). Kepemimpinan adalah penggunaan pengaruh dalam perangkat
atau situasi organisasi, yang menghasilkan sesuatu yang bermakna dan
berdampak langsung pada tujuan-tujuan yang menantang. (Ivancevich,
et. al, 2008). Kepemimpinan adalah kemampuan untuk memberikan
pengaruh yang konstruktif kepada orang lain untuk melakukan suatu
usaha kooperatif mencapai tujuan yng sudah direncanakan. (Kartono,
2005). Berdasarkan dari definisi-definisi yang telah dikemukakan diatas,
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Kepemimpinan adalah
kemampuan mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama dalam
mencapai tujuan yang ditetapkan.

Middle Theory :
Budaya Organisasi, Budaya organisasi sebagai perangkat sistem nilai-
nilai (values), keyakinan-keyakinan (believes) atau norma-norma yang
telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu
organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah
organisasi. (Sutrisno, 2010). Budaya organisasi merupakan cara hidup
dan gaya hidup dari suatu organisasi yang merupakan pencerminan dari
nilai-nilai atau kepercayaan yang selama ini dianut oleh anggota
organisasi. (Ermawan, 2011). Budaya organisasi adalah Pola asumsi
dasar diciptakan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu saat mereka
menyesuaikan diri dengan masalah-masalah eksternal dan integrasi
internal yang telah bekerja cukup baik serta dianggap berharga, dan
karena itu diajarkan pada anggota baru sebagai cara yang benar untuk
menyadari, berpikir dan merasakan hubungan dengan masalah tersebut.
(Fred Luthans, 2006). Dari berbagai definisi yag telah dikemukakan,
dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan nilai, anggapan,
asumsi, sikap dan norma perilaku yang telah melembaga kemudian
mewujud dalam penampilan, sikap dan tindakan, sehingga menjadi
identitas dari organisasi tertentu.

Applied Theory :
Kinerja Karyawan, Kinerja karyawan merupakan suatu ukuran yang
dapat digunakan untuk menetapkan perbandingan hasil pelaksanaan
tugas, tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi pada periode
tertentu dan relatif dapat digunakan untuk mengukur prestasi kerja atau
kinerja organisasi. (Gibson et al.,1996). Kinerja atau prestasi kerja
seorang karyawan pada dasarnya adalah hasil kerja seorang karyawan
selama periode waktu tertentu dibandingkan dengan berbagai
kemungkinan, misalnya standar, target atau kriteria lain yang ditentukan
terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. (Soeprihanto, 2000).
Kinerja atau prestasi kerja adalah hasil kerja kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. (Mangkunegara,
2000). Berdasarkan dari beberapa definisi diatas, kinerja karyawan dapat
disimpulkan sebagai otuput atau hasil kerja karyawan sesuai dengan
tugas dan tanggung jawabnya untuk mencapai tujuan organisasi
Masalah Fenomena yang terjadi di Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Utara
pada tahun 2012, dimana sejak terjadi pergantian pimpinan kinerja
karyawan mulai menurun. Hal tersebut terlihat dari beberapa stakeholder
yang mengeluh atas terlambatnya laporan hasil audit dari Perwakilan
BPKP Provinsi Sulawesi Utara. Dari sisi kepemimpinannya, pimpinan
Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Utara kurang memberikan
apresiasi, reward dalam bentuk finansial kepada karyawan yang
berprestasi dan memilik kinerja yang baik. Disamping itu, terjadi budaya
organisasi yang kurang seimbang. Dimana pada tahun 2012 warga
Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Utara lebih fokus pada budaya
transparansi atau peningkatan citra, sehingga budaya yang lain mulai
terabaikan.
Hipotesis 1. Gaya kepemimpinan dan budaya organisasi diduga berpengaruh
secara simultan terhadap kinerja karyawan.
Hasil pengujian analisis regresi memperlihatkan bahwa Gaya
Kepemimpinan dan Budaya Organisasi secara simultan berpengaruh
positif signifikan terhadap kinerja karyawan. Budaya terlahir dari
pemimpinnya dan pemimpin mencerminkan budaya organisasinya.
Ibarat dua sisi mata uang dalam satu koin. Setiap pemimpin memiliki
perangai yang berbeda-beda yang nantinya akan menciptakan budaya
yang mencerminkan kepribadiannya. Senada dengan apa yang terjadi di
Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Utara. Dimana pemimpinnya
menjunjung tinggi nilai-nilai kedisiplinan sehingga mampu menjadikan
dirinya sebagai change agent untuk mempengaruhi karyawan dalam
meningkatkan kedisiplinan yakni penegakan hukuman disiplin karyawan
melalui budaya birokrasi.

2. Gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja karyawan.


Hasil analisis regresi menunjukkan terdapat pengaruh gaya
kepemimpinan terhadap kinerja karyawan namun tidak signifikan.
Artinya, gaya kepemimpinan yang diterapkan di Perwakilan BPKP
Provinsi Sulawesi Utara belum sesuai dengan harapan para karyawan.
Hal ini terjadi karena sering terjadi mutasi dan pergantian pimpinan.
Setiap pergantian pucuk pimpinan maka otomatis selalu terjadi
perubahan kebijakan, sehingga efek dari gaya kepemimpinan belum
sempat dirasakan oleh para karyawan, sudah terjadi lagi mutasi
pimpinan. Penerapan gaya kepemimpinan transaksional di Perwakilan
BPKP Provinsi Sulawesi Utara belum membuahkan hasil yang
maksimal dikarenakan kurangnya pemberian imbalan dalam bentuk
finansial kepada karyawan yang berprestasi.

3. Budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan.


Hasil analisis regresi membuktikan bahwa budaya organisasi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Budaya
organisasi merupakan nilai-nilai yang dianut oleh orang-orang yang ada
di dalam organisasi. Di Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi utara,
budaya organisasi sangat dijunjung tinggi. Budaya organisasi sudah
tertanam, bahkan mendarah daging pada para karyawan, walaupun telah
munculnya sebuah budaya yang bisa dikatan budaya yang masih baru
yaitu budaya transparansi atau peningkatan citra. Walaupun mereka
fokus pada budaya transparansi, namun mereka tetap mempertahankan
keunggulan kompetitif mereka melalui eksistensi dengan budaya yang
lama. Budaya organisasi mampu menggerakkan nurani dan pikiran
untuk melakukan sesuatu menjadi lebih baik
Kerangka
Pemikiran Kepemimpinan

Kinerja
Karyawan

Budaya
Organisasi

Referensi Cahyono, Ari. 2012. Analisa Pengaruh Kepemimpinan, motivasi, dan


budaya organisasi terhadap kinerja Dosen dan Karyawan di Universitas
Pawyatan Daha Kediri. Jurnal Ilmu Manajemen Revitalisasi Vol.1
Nomor 1. Colquitt, Jason A, Jeffrey A, and Michael J. Wesson. 2009.
Organizational, International Edition. McGrawHill/Irwin, New York.
Ermawan, Erni. R. 2011. Organizational Culture : Budaya Organisasi
Dalam Perspektif Ekonomi dan Bisnis. Alvabeta, Bandung Fred
Luthans. 2006. Perilaku Organisasi, Edisis Kesepuluh. Penerbit : Andi
Offset. Gibson, Ivancevich, Bonnelly. 1996. Organisasi Perilaku
Struktur Proses. Jillid I. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Horrison R, and
Stokes H. 1992. Diagnosing Organizational Culture. San Fransisco :
Jossey-Bass-Preiffer. Indriani, Etty. 2009. Pengaruh Kepemimpinan dan
Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil di Sekretariat
Daerah Kabupaten Karanganyar dengan Komitmen Organisasi sebagai
Variabel Intervening. Jurnal SDM, STIE AUB Surakarta. Ivancevich
Robert Konopaske and Michael T. Matteson. 2008. Organizational
Behaviour and Management, Eight Edition. International Edition.
McGraw-Hill/Irwin, New York.
NO 3
Peneliti dan Tahun
Alinvia Ayu Sagita Heru Susilo Muhammad Cahyo W.S , 2018
Judul PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA
KARYAWAN DENGAN MOTIVASI KERJA SEBAGAI VARIABEL
MEDIATOR (Studi Pada PT Astra Internasional, Tbk-Toyota
(Auto2000) Cabang Sutoyo Malang)
Landasan Teori Grand Theory :
(Grand, Middle, Budaya Orgaisasi, Budaya perusahaan merupakan sesuatu hal yang
Applied) sangat kompleks. Untuk itu, di dalam pengukuran budaya perusahaan
atau organisasi diperlukan indikator yang merupakan karakteristik dasar
budaya organisasi sebagai wujud nyata keberadaanya. Berikut adalah
indikator budaya organisasi yang dikemukakan oleh Robbins dan
Coulter dalam Ardana (2009: 167): 1. Inovasi dan pengambilan resiko,
yaitu kadar seberapa jauh karyawan didorong untuk inovatif dan
mengambil resiko. 2. Perhatian ke hal yang rinci atau detail, yaitu kadar
seberapa jauh karyawan diharapkan mampu menunjukkan ketepatan,
analisis dan perhatian yang rinci/detail. 3. Orientasi hasil, yaitu kadar
seberapa jauh pimpinan berfokus pada hasil atau output dan bukannya
pada cara mencapai hasil itu 4. Orientasi orang, yaitu kadar seberapa
jauh keputusan manajemen turut mempengaruhi orang- orang yang ada
dalam organisasi. 5. Orientasi tim, yaitu kadar seberapa jauh pekerjaan
disusun berdasarkan tim dan bukannya perorangan. 6. Keagresifan, yaitu
kadar seberapa jauh karyawan agresif dan bersaing, bukannya daripada
bekerja sama. 7. Kemantapan/stabilitas, yaitu kadar seberapa jauh
keputusan dan tindakan organisasi menekankan usaha untuk
mempertahankan status quo.

Middle Theory :
Motivasi Indikator-indikator untuk mengukur motivasi kerja menurut
Syahyuti (2010): 1. Semangat Kerja. Semangat kerja sebagai keadaan
psikologis yang baik apabila semangat kerja tersebut menimbulkan
kesenangan yang mendorong seseorang untuk bekerja lebih giat dan
lebih baik serta konsekuen dalam mencapai tujuan yang ditetapkan oleh
perusahaan atau instansi. 2. Inisiatif dan Kreatifitas. Inisiatif diartikan
sebagai kekuatan atau kemampuan seseorang karyawan atau pegawai
untuk memulai atau meneruskan suatu pekerjaan dengan penuh energy
tanpa ada dorongan dari orang lain atau atas kehendak sendiri,
sedangkan kreatifitas adalah kemampuan seseorang pegawai atau
karyawan untuk menemukan hubungan-hubungan baru dan membuat
kombinasi-kombinasi yang baru sehingga dapat menemukan suatu yang
baru. Dalam hal ini sesuatu yang baru bukan berarti sebelumnya tidak
ada, akan tetapi sesuatu yang baru ini dapat berupa sesuatu yang belum
dikenal sebelumnya. 3. Rasa Tanggung Jawab. Sikap individu pegawai
yang mempunyai motivasi kerja yang baik harus mempunyai rasa
tanggung jawab terhadap pekerjaan yang mereka lakukan sehingga
pekerjaan tersebut mampu diselesaikan secara tepat waktu.

Applied Theory :
Kinеrja Karyawan Robbins (2006: 260) menyatakan bahwa Indikator
untuk mengukur kinerja karyawan secara individu ada enam indikator,
yaitu: 1. Kualitas. Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap
kualitaspekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap
keterampilan dan kemampuan karyawan. 2. Kuantitas. Merupakan
jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit,
jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan. 3. Efektivitas. Merupakan
tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang, teknologi,
bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil dari setiap
unit dalam penggunaan sumber daya 4. komitmen kerja. Merupakan
suatu tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan
instansi dan tanggung jawab karyawan terhadap kantor.
Masalah Sebagai perusahaan swasta di bidang jasa, Perusahaan Auto2000
MalangSutoyo dituntut untuk selalu mengutamakan kualitas dan
kuantitas kinerja terbaik. Budaya Perusahaan merupakan Identitas setiap
insan Auto2000, dimanapun. Pelaksanaan budaya organisasi yang
menjadi pedoman yang terdapat dalam Auto2000 MalangSutoyo tentu
menjadi tantangan tersendiri yang tidak dapat dibiarkan begitu saja.
Diperlukan upaya yang nyata, kesadaran dan komitmen masing-masing
individu dalam perusahaan baik dari tingkat bawah sampai tingkat atas
untuk mewujudkan tujuan perusahaan.
Hipotesis H1: Diduga adanya pengaruh signifikan antara variabel Budaya
Organisasi (X) terhadap Motivasi Kerja (Z)
Hasil Budaya Organisasi terhadap Motivasi Kerja menunjukan bahwa
penerapan budaya organisasiyang baik akan secara positif dan signifikan
meningkatkan motivasi kerja karyawan, begitu pula sebaiknya budaya
organisasiyang kurang baik akan secara negatif dan signifikan
menurunkan motivasi kerja karyawan.

H2: Diduga adanya pengaruh signifikan antara variabel Budaya


Organisasi (X) terhadap Kinerja Karyawan (Y)
Hasil Motivasi kerja terhadap Kinerja Karyawan menunjukan bahwa
motivasi kerja yang baik akan secara signifikan meningkatkan kinerja
karyawan, begitu pula sebaliknya motivasi kerja yang kurang baik akan
secara signifikan menurunkan kinerja karyawan.

H3: Diduga adanya pengaruh signifikan antara variabel Motivasi Kerja


(Z) terhadap Kinerja Karyawan (Y)
Hasil Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan menunjukan
bahwa penerapan budaya organisasi yang b aik akan secara signifikan
meningkatkan kinerja karyawan, begitu pula sebaliknya penerapan
budaya organisasi yang kurang baik akan secara signifikan menurunkan
kinerja karyawan.
H4: Diduga variabel Motivasi Kerja (Z) sebagai intervening antara
Budaya Organisasi (X) terhadap Kinerja Karyawan (Y)
Hasil analisis deskriptif Budaya Organiasi terhadap Kinerja Karyawan
dan Motivasi Kerja sebagai variabel Mediator Penerapan budaya
organisasi yang dilakukan oleh Auto 2000 Sutoyo Malang berkontribusi
pada peningkatan motivasi kerja karyawan. Melalui penelitian ini dapat
ditunjukkan bahwa perilaku budaya organisasi yang meliputi inovasi dan
pengambilan resiko, perhatian ke hal yang detail, orientasi hasil,
orientasi orang, orientasi tim, keagresifan dan kemantapan/stabilitas
mampu mendukung perilaku dorongan mencapai tujuan, semangat kerja,
inisiasi dan kreatifitas, dan rasa tanggung jawab.
Kerangka
Pemikiran Budaya
Organisasi

Kinerja
Karyawan

Motivasi
Kerja

Referensi Nitisemito, S. Alex. 2002. Manajemen Personalia. Jakarta:Penerbit


Ghalia. Mangkunegara, A. P. 2006.Perencanaan dan Pengembangan
Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: PT Refika Aditama .
2010.Evaluasi Kinerja SDM. Jakarta: Eresco Ardana. A. C. 2009. Etika
Bisnis dan Profesi. Jakarta: Salemba Empat Sulistiyani, A. T. dan
Rosida. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Graha
Ilmu. Gibson. 2003. Organisasi : Perilaku, struktur dan proses. Jakarta:
Penerbit Erlangga. Gomes, Faustino Cardoso. 2003. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Edisi kedua. Yogyakarta: Andi Offset. Hamzah B. Uno.
2011. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Penerbit Bumi
Aksara.
NO 4
Peneliti dan Tahun
Prasiska Ramadyaning Utami, E. Maria Kristine Sitohang , 2019
Judul EFFECT OF ORGANIZATIONAL CULTURE INTENSITY ON JOB
SATISFACTION
Landasan Teori Grand Theory :
(Grand, Middle, Therefore, organizational culture is a general pattern of assumptions
Applied) used for solve problems, create adaptable employees environment and
embrace the organization member. Robbins and Hakim (2012) explain
that organizational culture is a shared system meaning held by the
members, and it will differentiate one organization from another
organization. Organizational culture often interpreted as values, symbols
owned by organization and understood and adhered to by all members to
create a different organization from other organizations (Hakim and
Hadipapo, 2015). Organizational culture in Airlangga Puskesmas is
based on basic values mission, namely, excellent service quality,
whereas common values are discipline, cooperation, and togetherness,
and between beliefs or beliefs. Five aspect which is also the basic value
of expected organizational culture implemented by every member of the
organization in the provide services to patients. This will
distinguish the Airlangga Health Center from the other health care
centres.

Middle Theory :
Organizations have to measure their members’ job satisfaction to know
the suitability between the individuals and the reality of the
organization’s duties. The Airlangga Healthcare Center, Surabaya
carries out surveys to measure the employees’ job satisfaction annually,
and the employee’s job satisfaction target is 80%. The measurement of
employees’ job satisfaction employed the Job Descriptive Index (JDI).
JDI is one of the most popular questionnaires that is used to measure job
satisfaction and consists of 72 questions. The JDI measures the
commonly five factors of job satisfaction, i.e., satisfaction towards job,
salary, supervision, promotion, and co-worker (Tasios and Giannouli,
2017)

Applied Theory :
The frequency distribution of job satisfaction in 2011 was grouped by
several aspects, i.e., aspects of job, salary, recognition, supervision,
coworkers, chance to develop, and the job situation. It showed that 4 of
7 aspects of job satisfaction had not achieved, such as aspects of the
salary, recognition, supervision, chance to develop. There were 3 of 7
aspects of the achieved target in job satisfaction, i.e., aspects of the job,
co-workers, and job situation. Based on the data, the problems of this
study were that four aspects had not achieved the organization’s goals,
however, 3 of 7 job satisfaction aspects were achieved at the Airlangga
Healthcare Center in 2011.
Hipotesis 1. Organizational culture affects job satisfaction at the Airlangga
Healthcare Center, Surabaya.
This statement fits with the research conducted by Tumbelaka, Habsji,
and Nimran (2016) that the organizational culture affects significantly to
job satisfaction. This opinion supports the statement that a strong
organizational culture will produce high job satisfaction and vice versa.
In Addition, according to the research of Jufrizen et al., (2018),
organizational culture has a significantly positive value and direct effect
to job satisfaction. The research conducted by Wahyuniardi and Renaldo
(2018) also stated that organizational culture affects job satisfaction
significantly and directly

2. How strong is the organizational culture at the Airlangga


Healthcare Center, Surabaya.
The result above shows that the Airlangga Healthcare Center had a
strong organizational culture with a strong enough and strong
organizational culture intensity as a whole. Therefore, the most
influential aspect of organizational culture that supported the
organizational culture intensity was cooperation.
The financial satisfaction is the factor that shows the fulfillment of
employees' desires to the financial need received to fulfill their daily
needs. The research conducted by Santoso (2015) showed that financial
compensation has a significant effect on employees’ job satisfaction.
The physical satisfaction factor is the factor related to the physical
condition, the work environment, and the employee’s physic. If this
factor is completed, job satisfaction can be achieved. The physical factor
includes: kind of jobs, the setting of work time and breaks time, work
equipment, the room temperature, lighting, air exchange, employee’s
health, and age.
Referensi Abadiyah, R. and Purwanto, D. (2016) ‘Pengaruh Budaya Organisasi ,
Kompensasi terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Pegawai Bank di
Surabaya’, Jurnal Bisnis, Manajemen, dan Perbankan, 2(1), pp. 49–66.
Andalen, A. and Darmastuti, I. (2015) ‘Pengaruh Kepuasan Gaji,
Pengembangan Karyawan, dan Dukungan Organisasional terhadap
Turnover Intention (Studi pada Karyawan PT. Asuransi Tokio Marine
Indonesia)’, Diponegoro Journal of Management, 4(4), pp. 1–13.
Darmadi (2016) ‘Pengaruh Budaya Organisasi dan Iklim Organisasi
terhadap Kepuasan Kerja dan Dampaknya terhadap Kinerja Pegawai di
Yayasan Tenaga Kerja Indonesia’, Jurnal Eksekutif, 13(2), pp. 264–285.
Hakim, A. and Hadipapo, A. (2015) ‘Peran Kepemimpinan dan Budaya
Organisasi terhadap Kinerja Sumber Daya Manusia di Wawotobi’,
Ekobis, 16(1), pp. 1–11. Haris, H. (2017) ‘Pengaruh Kepuasan Kerja dan
Komitmen Organisasi terhadap Kualitas Layanan di PT. Asuransi
Jasindo (Persero) Kantor Cabang Korporasi dan Ritel Bandung’, Jurnal
Ekonomi Manajemen Sumber Daya, 19(2), pp. 135–151. doi:
10.23917/dayasaing.v19i2.5513.

NO 5
Peneliti dan Tahun
Julia C. Naranjo-Valencia, Daniel Jime´nez-Jime´nez and Raquel Sanz-
Valle, 2015
Judul Organizational culture effect on innovative orientation
Landasan Teori Grand Theory :
(Grand, Middle, Organizational culture can be defined as the values, beliefs and hidden
Applied) assumptions that organizational members have in common (Cameron
and Quinn, 1999; Denison, 1990; Deshpande´ and Webster, 1989; Miron
et al., 2004). Various research works have been conclusive as to the key
role of culture in innovation (Ahmed, 1998; Higgins and McAllaster,
2002; Jamrog et al., 2006; Jassawalla and Sashittal, 2002; Lau and Ngo,
2004; Martins and Terblanche, 2003; Mumford, 2000). The main reason
is that it can stimulate innovative behaviour among the members of an
organization since it can lead them to accept innovation as a basic value
of the organization and can foster commitment to it (Hartmann, 2006).
Furthermore, cultural aspects and management behaviour are closely
related and can be serious impediments to change (Boonstra and Vink,
1996). According to Tesluk et al. (1997) the basic elements of culture
have a twofold effect on innovation – from the perspectives of
socialization and of co-ordination. Through socialization, individuals
can know whether creative and innovative behaviours are part of the
path the business treads. At the same time, the business can, through
activities, policies and procedures, generate values, which support
creativity and innovation, and its innovative capacity will subsequently
improve.

Middle Theory :
Innovation orientation is a basic element of market entry strategy. Ali et
al. (1995), following Robinson (1990), consider that market pioneer
(innovation orientation) is one of four entry strategy variables, together
with product advantage, relative promotional effort, and relative price.
On the other hand, Manu (1992) considers the timing of market entry as
the main component of the “innovation orientation”. Kerin et al. (1992)
say that innovation orientation is comparable with the pioneer character
defined by Miles and Snow (1978) when defining prospector and
analyzer strategies. According to Lilien and Yoon (1990), the timing of
market entry does not have only a quantitative character (tactical
decision) but it also has a qualitative character that is closely connected
with strategic decision. “The qualitative decision is typically addressed
as an entry-strategic problem: should a firm try to be pioneer or a
follower?” (Lilien and Yoon, 1990).

Applied Theory:
Innovation and imitation strategies are both viable. Innovation is not the
only choice for a product introduction, because there can be only one
pioneer in any product market, imitation remains a viable and more
common strategy than innovation (Zhou, 2006). Bolton (1993) notes that
although numerous studies confirm that order of entry does entry does
give an economic advantage to pioneers, a consequence of greater brand
loyalty and lower production and advertising costs, this only happens if
followers do not substantially improve product performance or
marketing efficiency. While innovators have the potential to create
markets, shape consumer preferences, and even change consumers’
basic behaviour (Zhou, 2006), imitators have the opportunity to identify
a superior position and introduce improved products to serve customers
better (Shankar et al., 1999) in so far as imitation costs often are much
lower than innovation costs because an imitator does not, for example,
need to spend as many resources on research; the existing products
already provide imitators with information for their product
development (Schnaars, 1994)
Hipotesis H1. Adhocracy culture will have a positive effect on innovative
orientation
In relation to adhocracy, as it were expected dominant characteristics,
organization glue and criteria for success have a positive effect on
innovation compared with imitation orientation. However, the second
dimension of this culture, management of employees has a negative
relationship with innovation orientation
H2. Hierarchy culture will have a positive effect on imitative
orientation
With reference to hierarchy culture, three dimensions have the expected
negative effect on innovation compared with imitation: management of
employees, organization glue and criteria for success. However, contrary
to our expectations, the first dimension of this culture – dominant
characteristics – has a positive effect on innovation orientation
Referensi Adler, P. and Borys, B. (1996), “Two types of bureaucracy: enabling
and coercive”, Administrative Science Quarterly, Vol. 41, pp. 61-89.
Ahmed, P. (1998), “Culture and climate for innovation”, European
Journal of Innovation Management, Vol. 1 No. 1, pp. 30-43. Al-Khalifa,
K.N. and Aspinwall, E.M. (2000), “Using the competing values
framework to identify the ideal culture profile for TQM: a UK
perspective”, International Journal of Manufacturing Technology &
Management, Vol. 2 Nos 1-7, pp. 1024-40. Ali, A., Krapfel, R. and
Labahn, D. (1995), “Product innovativeness and entry strategy: impact
on cycle time and break-even time”, Journal of Product Innovation
Management, Vol. 12, pp. 54-69. Amabile, T.M. (1998), “How to kill
creativity”, Harvard Business Review, Vol. 76, pp. 77-89. Arad, S.,
Hanson, M. and Schneider, R. (1997), “A framework for the study of
relationships between organizational characteristics and organizational
innovation”, The Journal of Creative Behavior, Vol. 31 No. 1, pp. 42-58.
Atuahene-Gima, K. and Ko, A. (2001), “An empirical investigation of
the effect of market orientation and entrepreneurship orientation
alignment on product innovation”, Organization Science, Vol. 12 No. 1,
pp. 54-74.

Anda mungkin juga menyukai