NIM : 5551190141
Kelas / Mata Kuliah : 5 C / Metodologi Penelitian Bisnis
Dosen Pengampu : Dr. Akhmadi, S.E., M.M
Middle Theory :
Komitmen Organisasional Anggota organisasi yang berkomitmen
terhadap organisasinya mungkin saja mengembangkan pola pandang
yang lebih positif terhadap organisasi dan dengan senang hati tanpa
paksaan mengeluarkan energi ekstra demi kepentingan organisasi (Anik
dan Arifuddin, 2003). Hal tersebut menunjukkan bahwa komitmen
organisasional memiliki arti yang lebih dari sekedar loyalitas yang pasif,
tetapi melibatkan hubungan aktif dan keinginan karyawan untuk
memberikan kontribusi yang berarti pada organisasinya. Mowday et al.
(1982, dalam Chairy, 2002) mengemukakan ciri-ciri komitmen
organisasional, yaitu: (1) keyakinan yang kuat serta penerimaan
terhadap tujuan dan nilai organisasi; (2) kesiapan untuk bekerja keras;
serta (3) keinginan yang kuat untuk bertahan dalam organisasi.
Applied Theory :
Kinerja Karyawan Seorang karyawan akan memiliki tingkat kinerja
yang tinggi apabila terdapat kesesuaian antara pekerjaan dan
kemampuannya. Apabila hal tersebut dapat terpenuhi, maka akan timbul
perasaan tanggung jawab terhadap pekerjaanya dan kesediaan untuk ikut
berpartisipasi dalam mencapai tujuan organisasi melalui pelaksanaan
tugas-tugas secara maksimal. Oleh karena itu, organisasi perlu
memperhatikan pengelolaan sumber daya manusia (karyawan) untuk
menghasilkan kinerja yang tinggi guna meningkatkan kinerja organisasi
secara keseluruhan. Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kinerja
karyawan individual, yaitu: (1) kemampuan individu dalam
melaksanakan pekerjaan tersebut; (2) tingkat usaha yang dilakukan;
serta (3) dukungan organisasi (Mathis dan Jackson, 2006). Kinerja
karyawan dapat ditingkatkan apabila ketiga faktor tersebut ada dalam
diri karyawan, dan kinerja karyawan akan berkurang atau menurun
apabila salah satu faktor tersebut tidak ada.
Masalah Perilaku kepuasan kerja dan komitmen organisasional tidak akan tercipta
apabila PT. Sido Muncul tidak memberikan arahan kepada para
karyawan, baik karyawan yang telah lama bekerja maupun karyawan
yang baru masuk. Pembentukan perilaku tersebut dapat dilakukan
melalui proses pengenalan budaya organisasi kepada para karyawan agar
mereka dapat bekerja sesuai dengan nilai dan tujuan organisasi. Hal
tersebut ditujukan karena PT. Sido Muncul ingin mengembangkan
usahannya di bidang jamu dengan baik dan memberikan jaminan
kualitas pada setiap produknya
Hipotesis Hipotesis 1: Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan
kerja.
pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa terdapat
pengaruh yang searah antara budaya organisasi dan kepuasan kerja. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin kuat budaya organisasi pada PT. Sido
Muncul, maka semakin tinggi kepuasan kerja yang dirasakan oleh
karyawan
Kepuasan
kerja
Referensi Anik, Sri dan Ariffudin, 2003, “Analisis Pengaruh Komitmen Organisasi
dan Keterlibatan Kerja terhadap Hubungan antara Etika Kerja Islam
dengan Sikap Perubahan Organisasi”, JAAI , 7(2): 159-182. Aydin,
Bulent dan Adnan Ceylan, 2009, The Role of Organizational Culture on
Effectiveness, Ekonomika A Management, 3: 33-49. Chairy, Liche
Seniati, 2002, Seputar Komitmen Organisasi, Paper yang Disampaikan
dalam Acara Arisan Angkatan 1986 Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia Jakarta tanggal 8 September 2002. Chang, Su-Chao dan
Ming-Shing Lee, 2007, A Study on Relationship among leadership,
Organizational Culture, the Operation of Learning Organization, and
Employees’ Job Satisfaction, The Learning Organization, 14(2): 155-
185. Cooper, Donald R. dan C. William Emory, 1996, Metode Penelitian
Bisnis, Edisi 5 Jilid 1, Jakarta: Erlangga.
NO 2
Peneliti dan Tahun Dewi Sandy Trang, 2013
Judul GAYA KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI
PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN (Studi pada
Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Utara)
Landasan Teori Grand Theory :
( Grand, Middle, Kepemimpinan, Kepemimpinan adalah kemampuan untuk
Applied) mempengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran. (Robbins, 2006).
Kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi aktifitas kelompok
yang diatur untuk mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan adalah
suatu proses memberi arti pada kerjasama dan dihasilkan dengan
kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan (Jacob & Jacques,
2008). Kepemimpinan adalah penggunaan pengaruh dalam perangkat
atau situasi organisasi, yang menghasilkan sesuatu yang bermakna dan
berdampak langsung pada tujuan-tujuan yang menantang. (Ivancevich,
et. al, 2008). Kepemimpinan adalah kemampuan untuk memberikan
pengaruh yang konstruktif kepada orang lain untuk melakukan suatu
usaha kooperatif mencapai tujuan yng sudah direncanakan. (Kartono,
2005). Berdasarkan dari definisi-definisi yang telah dikemukakan diatas,
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Kepemimpinan adalah
kemampuan mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama dalam
mencapai tujuan yang ditetapkan.
Middle Theory :
Budaya Organisasi, Budaya organisasi sebagai perangkat sistem nilai-
nilai (values), keyakinan-keyakinan (believes) atau norma-norma yang
telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu
organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah
organisasi. (Sutrisno, 2010). Budaya organisasi merupakan cara hidup
dan gaya hidup dari suatu organisasi yang merupakan pencerminan dari
nilai-nilai atau kepercayaan yang selama ini dianut oleh anggota
organisasi. (Ermawan, 2011). Budaya organisasi adalah Pola asumsi
dasar diciptakan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu saat mereka
menyesuaikan diri dengan masalah-masalah eksternal dan integrasi
internal yang telah bekerja cukup baik serta dianggap berharga, dan
karena itu diajarkan pada anggota baru sebagai cara yang benar untuk
menyadari, berpikir dan merasakan hubungan dengan masalah tersebut.
(Fred Luthans, 2006). Dari berbagai definisi yag telah dikemukakan,
dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan nilai, anggapan,
asumsi, sikap dan norma perilaku yang telah melembaga kemudian
mewujud dalam penampilan, sikap dan tindakan, sehingga menjadi
identitas dari organisasi tertentu.
Applied Theory :
Kinerja Karyawan, Kinerja karyawan merupakan suatu ukuran yang
dapat digunakan untuk menetapkan perbandingan hasil pelaksanaan
tugas, tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi pada periode
tertentu dan relatif dapat digunakan untuk mengukur prestasi kerja atau
kinerja organisasi. (Gibson et al.,1996). Kinerja atau prestasi kerja
seorang karyawan pada dasarnya adalah hasil kerja seorang karyawan
selama periode waktu tertentu dibandingkan dengan berbagai
kemungkinan, misalnya standar, target atau kriteria lain yang ditentukan
terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. (Soeprihanto, 2000).
Kinerja atau prestasi kerja adalah hasil kerja kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. (Mangkunegara,
2000). Berdasarkan dari beberapa definisi diatas, kinerja karyawan dapat
disimpulkan sebagai otuput atau hasil kerja karyawan sesuai dengan
tugas dan tanggung jawabnya untuk mencapai tujuan organisasi
Masalah Fenomena yang terjadi di Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Utara
pada tahun 2012, dimana sejak terjadi pergantian pimpinan kinerja
karyawan mulai menurun. Hal tersebut terlihat dari beberapa stakeholder
yang mengeluh atas terlambatnya laporan hasil audit dari Perwakilan
BPKP Provinsi Sulawesi Utara. Dari sisi kepemimpinannya, pimpinan
Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Utara kurang memberikan
apresiasi, reward dalam bentuk finansial kepada karyawan yang
berprestasi dan memilik kinerja yang baik. Disamping itu, terjadi budaya
organisasi yang kurang seimbang. Dimana pada tahun 2012 warga
Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Utara lebih fokus pada budaya
transparansi atau peningkatan citra, sehingga budaya yang lain mulai
terabaikan.
Hipotesis 1. Gaya kepemimpinan dan budaya organisasi diduga berpengaruh
secara simultan terhadap kinerja karyawan.
Hasil pengujian analisis regresi memperlihatkan bahwa Gaya
Kepemimpinan dan Budaya Organisasi secara simultan berpengaruh
positif signifikan terhadap kinerja karyawan. Budaya terlahir dari
pemimpinnya dan pemimpin mencerminkan budaya organisasinya.
Ibarat dua sisi mata uang dalam satu koin. Setiap pemimpin memiliki
perangai yang berbeda-beda yang nantinya akan menciptakan budaya
yang mencerminkan kepribadiannya. Senada dengan apa yang terjadi di
Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Utara. Dimana pemimpinnya
menjunjung tinggi nilai-nilai kedisiplinan sehingga mampu menjadikan
dirinya sebagai change agent untuk mempengaruhi karyawan dalam
meningkatkan kedisiplinan yakni penegakan hukuman disiplin karyawan
melalui budaya birokrasi.
Kinerja
Karyawan
Budaya
Organisasi
Middle Theory :
Motivasi Indikator-indikator untuk mengukur motivasi kerja menurut
Syahyuti (2010): 1. Semangat Kerja. Semangat kerja sebagai keadaan
psikologis yang baik apabila semangat kerja tersebut menimbulkan
kesenangan yang mendorong seseorang untuk bekerja lebih giat dan
lebih baik serta konsekuen dalam mencapai tujuan yang ditetapkan oleh
perusahaan atau instansi. 2. Inisiatif dan Kreatifitas. Inisiatif diartikan
sebagai kekuatan atau kemampuan seseorang karyawan atau pegawai
untuk memulai atau meneruskan suatu pekerjaan dengan penuh energy
tanpa ada dorongan dari orang lain atau atas kehendak sendiri,
sedangkan kreatifitas adalah kemampuan seseorang pegawai atau
karyawan untuk menemukan hubungan-hubungan baru dan membuat
kombinasi-kombinasi yang baru sehingga dapat menemukan suatu yang
baru. Dalam hal ini sesuatu yang baru bukan berarti sebelumnya tidak
ada, akan tetapi sesuatu yang baru ini dapat berupa sesuatu yang belum
dikenal sebelumnya. 3. Rasa Tanggung Jawab. Sikap individu pegawai
yang mempunyai motivasi kerja yang baik harus mempunyai rasa
tanggung jawab terhadap pekerjaan yang mereka lakukan sehingga
pekerjaan tersebut mampu diselesaikan secara tepat waktu.
Applied Theory :
Kinеrja Karyawan Robbins (2006: 260) menyatakan bahwa Indikator
untuk mengukur kinerja karyawan secara individu ada enam indikator,
yaitu: 1. Kualitas. Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap
kualitaspekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap
keterampilan dan kemampuan karyawan. 2. Kuantitas. Merupakan
jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit,
jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan. 3. Efektivitas. Merupakan
tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang, teknologi,
bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil dari setiap
unit dalam penggunaan sumber daya 4. komitmen kerja. Merupakan
suatu tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan
instansi dan tanggung jawab karyawan terhadap kantor.
Masalah Sebagai perusahaan swasta di bidang jasa, Perusahaan Auto2000
MalangSutoyo dituntut untuk selalu mengutamakan kualitas dan
kuantitas kinerja terbaik. Budaya Perusahaan merupakan Identitas setiap
insan Auto2000, dimanapun. Pelaksanaan budaya organisasi yang
menjadi pedoman yang terdapat dalam Auto2000 MalangSutoyo tentu
menjadi tantangan tersendiri yang tidak dapat dibiarkan begitu saja.
Diperlukan upaya yang nyata, kesadaran dan komitmen masing-masing
individu dalam perusahaan baik dari tingkat bawah sampai tingkat atas
untuk mewujudkan tujuan perusahaan.
Hipotesis H1: Diduga adanya pengaruh signifikan antara variabel Budaya
Organisasi (X) terhadap Motivasi Kerja (Z)
Hasil Budaya Organisasi terhadap Motivasi Kerja menunjukan bahwa
penerapan budaya organisasiyang baik akan secara positif dan signifikan
meningkatkan motivasi kerja karyawan, begitu pula sebaiknya budaya
organisasiyang kurang baik akan secara negatif dan signifikan
menurunkan motivasi kerja karyawan.
Kinerja
Karyawan
Motivasi
Kerja
Middle Theory :
Organizations have to measure their members’ job satisfaction to know
the suitability between the individuals and the reality of the
organization’s duties. The Airlangga Healthcare Center, Surabaya
carries out surveys to measure the employees’ job satisfaction annually,
and the employee’s job satisfaction target is 80%. The measurement of
employees’ job satisfaction employed the Job Descriptive Index (JDI).
JDI is one of the most popular questionnaires that is used to measure job
satisfaction and consists of 72 questions. The JDI measures the
commonly five factors of job satisfaction, i.e., satisfaction towards job,
salary, supervision, promotion, and co-worker (Tasios and Giannouli,
2017)
Applied Theory :
The frequency distribution of job satisfaction in 2011 was grouped by
several aspects, i.e., aspects of job, salary, recognition, supervision,
coworkers, chance to develop, and the job situation. It showed that 4 of
7 aspects of job satisfaction had not achieved, such as aspects of the
salary, recognition, supervision, chance to develop. There were 3 of 7
aspects of the achieved target in job satisfaction, i.e., aspects of the job,
co-workers, and job situation. Based on the data, the problems of this
study were that four aspects had not achieved the organization’s goals,
however, 3 of 7 job satisfaction aspects were achieved at the Airlangga
Healthcare Center in 2011.
Hipotesis 1. Organizational culture affects job satisfaction at the Airlangga
Healthcare Center, Surabaya.
This statement fits with the research conducted by Tumbelaka, Habsji,
and Nimran (2016) that the organizational culture affects significantly to
job satisfaction. This opinion supports the statement that a strong
organizational culture will produce high job satisfaction and vice versa.
In Addition, according to the research of Jufrizen et al., (2018),
organizational culture has a significantly positive value and direct effect
to job satisfaction. The research conducted by Wahyuniardi and Renaldo
(2018) also stated that organizational culture affects job satisfaction
significantly and directly
NO 5
Peneliti dan Tahun
Julia C. Naranjo-Valencia, Daniel Jime´nez-Jime´nez and Raquel Sanz-
Valle, 2015
Judul Organizational culture effect on innovative orientation
Landasan Teori Grand Theory :
(Grand, Middle, Organizational culture can be defined as the values, beliefs and hidden
Applied) assumptions that organizational members have in common (Cameron
and Quinn, 1999; Denison, 1990; Deshpande´ and Webster, 1989; Miron
et al., 2004). Various research works have been conclusive as to the key
role of culture in innovation (Ahmed, 1998; Higgins and McAllaster,
2002; Jamrog et al., 2006; Jassawalla and Sashittal, 2002; Lau and Ngo,
2004; Martins and Terblanche, 2003; Mumford, 2000). The main reason
is that it can stimulate innovative behaviour among the members of an
organization since it can lead them to accept innovation as a basic value
of the organization and can foster commitment to it (Hartmann, 2006).
Furthermore, cultural aspects and management behaviour are closely
related and can be serious impediments to change (Boonstra and Vink,
1996). According to Tesluk et al. (1997) the basic elements of culture
have a twofold effect on innovation – from the perspectives of
socialization and of co-ordination. Through socialization, individuals
can know whether creative and innovative behaviours are part of the
path the business treads. At the same time, the business can, through
activities, policies and procedures, generate values, which support
creativity and innovation, and its innovative capacity will subsequently
improve.
Middle Theory :
Innovation orientation is a basic element of market entry strategy. Ali et
al. (1995), following Robinson (1990), consider that market pioneer
(innovation orientation) is one of four entry strategy variables, together
with product advantage, relative promotional effort, and relative price.
On the other hand, Manu (1992) considers the timing of market entry as
the main component of the “innovation orientation”. Kerin et al. (1992)
say that innovation orientation is comparable with the pioneer character
defined by Miles and Snow (1978) when defining prospector and
analyzer strategies. According to Lilien and Yoon (1990), the timing of
market entry does not have only a quantitative character (tactical
decision) but it also has a qualitative character that is closely connected
with strategic decision. “The qualitative decision is typically addressed
as an entry-strategic problem: should a firm try to be pioneer or a
follower?” (Lilien and Yoon, 1990).
Applied Theory:
Innovation and imitation strategies are both viable. Innovation is not the
only choice for a product introduction, because there can be only one
pioneer in any product market, imitation remains a viable and more
common strategy than innovation (Zhou, 2006). Bolton (1993) notes that
although numerous studies confirm that order of entry does entry does
give an economic advantage to pioneers, a consequence of greater brand
loyalty and lower production and advertising costs, this only happens if
followers do not substantially improve product performance or
marketing efficiency. While innovators have the potential to create
markets, shape consumer preferences, and even change consumers’
basic behaviour (Zhou, 2006), imitators have the opportunity to identify
a superior position and introduce improved products to serve customers
better (Shankar et al., 1999) in so far as imitation costs often are much
lower than innovation costs because an imitator does not, for example,
need to spend as many resources on research; the existing products
already provide imitators with information for their product
development (Schnaars, 1994)
Hipotesis H1. Adhocracy culture will have a positive effect on innovative
orientation
In relation to adhocracy, as it were expected dominant characteristics,
organization glue and criteria for success have a positive effect on
innovation compared with imitation orientation. However, the second
dimension of this culture, management of employees has a negative
relationship with innovation orientation
H2. Hierarchy culture will have a positive effect on imitative
orientation
With reference to hierarchy culture, three dimensions have the expected
negative effect on innovation compared with imitation: management of
employees, organization glue and criteria for success. However, contrary
to our expectations, the first dimension of this culture – dominant
characteristics – has a positive effect on innovation orientation
Referensi Adler, P. and Borys, B. (1996), “Two types of bureaucracy: enabling
and coercive”, Administrative Science Quarterly, Vol. 41, pp. 61-89.
Ahmed, P. (1998), “Culture and climate for innovation”, European
Journal of Innovation Management, Vol. 1 No. 1, pp. 30-43. Al-Khalifa,
K.N. and Aspinwall, E.M. (2000), “Using the competing values
framework to identify the ideal culture profile for TQM: a UK
perspective”, International Journal of Manufacturing Technology &
Management, Vol. 2 Nos 1-7, pp. 1024-40. Ali, A., Krapfel, R. and
Labahn, D. (1995), “Product innovativeness and entry strategy: impact
on cycle time and break-even time”, Journal of Product Innovation
Management, Vol. 12, pp. 54-69. Amabile, T.M. (1998), “How to kill
creativity”, Harvard Business Review, Vol. 76, pp. 77-89. Arad, S.,
Hanson, M. and Schneider, R. (1997), “A framework for the study of
relationships between organizational characteristics and organizational
innovation”, The Journal of Creative Behavior, Vol. 31 No. 1, pp. 42-58.
Atuahene-Gima, K. and Ko, A. (2001), “An empirical investigation of
the effect of market orientation and entrepreneurship orientation
alignment on product innovation”, Organization Science, Vol. 12 No. 1,
pp. 54-74.