Disusun Oleh :
Kelompok 12
Fikral Aditya Asril (3334200091)
Khairul Majiid (3334200014)
Bagus Prasetya (3334200041)
Daniel Ibornov Ghani (3334200107)
Muhammad Alifanza Ahsani (3334200100)
Methalia Novrindah (3334200060)
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penelitian 5
BAB II 6
TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 Multikulturalisme 6
2.2 Pluralisme 7
BAB III 13
PEMBAHASAN 13
3.1 Budaya Masyarakat Banten 13
3.1.1 Bahasa 13
3.1.2 Alat Musik (Angklung Buhun) 14
3.1.3 Tradisi Debus 16
3.1.4 Rudat 18
3.1.5 Tari Cokek 19
3.1.6 Pencak Silat 21
3.2 Etnik Masyarakat Banten 22
3.2.1 Asal usul 22
3.2.2 Bahasa 23
3.3 Agama Masyarakat Banten 23
3.3.1 Tokoh Pendidikan Islam di Banten 24
3.3.2 Peninggalan Sejarah Agama di Banten 24
BAB IV 26
PENUTUP 26
4.1 Kesimpulan 26
DAFTAR PUSTAKA 27
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Multikulturalisme dan Pluralisme pada Masyarakat Banten
dalam Bidang Budaya, Agama, dan Etnik ?
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Multikulturalisme
Multikulturalisme merupakan suatu bentuk pandangan ideologis yang
mengedepankan asas kebersamaan dan kemanusiaan. yang umumnya dipengaruhi
maupun dilatarbelakangi dari realitas sejarah dan kondisi berbagai perbedaan
yang ada dalam realitas. Beberapa pengertian tentang multikulturalisme menurut
para ahli sebagai berikut:
6
Faktor-faktor penyebab timbulnya multikultural adalah keadaan geografis,
pengaruh kebudayaan asing, perkawian campur dan juga iklim yang berbeda.
Permasalahan yang terjadi dalam multikultural yaitu keanekaragaman budaya dan
masyarakat dianggap pendorong utama penyebab permasalahan multikultural.
Contohnya seperti keanekaragaman suku bangsa, keanekaragaman agama, dan
keanekaragaman ras. (Bourdieu, 1990)
2.2 Pluralisme
Kata pluralisme yang kata asalnya plural, sering diterjemahkan sebagai
jamak atau majemuk dan dibelakang kata plural ditambah isme yang berarti
paham atau keprcayaan (Achmad, 2014). Pluralisme adalah bentuk kelembagaan
dimana penerimaan terhadap keragaman melingkupi masyarakat tertentu atau
dunia secara keseluruhan. Pluralisme melindungi kesetaraan dan munumbuhkan
rasa persaudaraan di antara manusia baik sebagai individu maupun kelompok.
Pluralisme menuntut upaya untuk memahami pihak lain dan kerjasama mencapai
kebaikan bersama. Pluralisme adalah bahwa semua manusia dapat menikmati hak
7
dan kewajibannya setara dengan manusia lainnya. Kelompok-kelompok minoritas
dapat berperanserta dalam suatu masyarakat sama seperti peranan kelompok
mayoritas. Pluralisme dilindungi oleh hukum negara dan hukum internasional
(Osman, 2006).
Dalam tataran formil selalu ada Negara yang menyatakan dirinya sebagai
Negara demokrasi, akan tetapi dalam praktenya tidak mengakui pluralisme
sebagai kenyataan dan keniscayaan yang harus disadari dan diterima sebagai
konsekuensi logis dalam menjalani kehidupan, yang pada gilirannya bahkan
berujung pada sikap diskriminatif terhadap salah satu kelompok yang berbeda
utamanya dalam kelompok agama-agama (susilo)
● Pluralisme Budaya
8
Maksudnya, orang-orang hidup bersama dengan saling toleransi terhadap
budaya orang lain yang berbeda-beda agar tercapai pluralitas.
● Pluralisme Agama
● Pluralisme Sosial
9
Pluralisme ilmu pengetahuan adalah keanekaragaman ilmu yang
menjadi faktor utama pertumbuhan ilmu pengetahuan. Banyaknya teori yang
bermunculan, tapi belum bisa dibuktikan kebenarannya ini merupakan bentuk
kebebasan berpikir ilmiah sehingga bisa disimpulkan bahwa ekonomi sosial
termasuk bagian dari pluralisme ilmu pengetahuan.
● Pluralisme Media
● Faktor Internal
Faktor internal dalam kasus ini yaitu mengenai masalah teologis.
Keyakinan seseorang yang mutlak dan absolut terhadap apa yang diyakini
dan diimaninya merupakan hal yang wajar. Sikap absolutism agama tak
ada yang mempertentangkannya hingga muncul teori relativisme agama.
Dalam pemikiran relativisme ini merupakan sebuah konsep daari sikap
dasar pluralism terhadap agama (Yusuf dkk, 2005).
● Faktor Eksternal
Dalam faktor eksternal ini terbagi menjadi 2, yaitu faktor sosio-politik dan
faktor keilmuan.
- Faktor Sosio-Politik
10
Faktor ini berhubungan dengan munculnya pemikiran mengenai
masalah liberalisme yang menyuarakan kebebasan, toleransi,
kesamaan, dan pluralisme. Liberalisme inilah yang menjadi cikal bakal
pluralisme. Pada awalnya liberalisme hanya menyangkut mengenai
masalah politik belaka, namun pada akhirnya menyangkut masalah
keagamaan juga. Politik liberal atau proses demokratisasi telah
menciptakan perubahan yang sistematis dan luar biasa dalam sikap dan
pandangan manusia terhadapa agama secara umum. Sehingga dari
sikap ini timbullah pluralisme agama. Situasi politik global yang kita
alami saat ini menjelaskan kepada kita secara gamblang tentang betapa
dominannya kepentingan politik ekonomi barat terhadap dunia secara
umum. Dari sinilah terlihat jelas hakikat tujuan yang sebenarnya sikap
ngotot barat untuk memonopoli tafsir tunggal mereka tentang
demokrasi. Maka pluralisme agama yang diciptakan hanya merupakan
salah satu instrumen politik global untuk menghalangi munculnya
kekuatan-kekuatan lain yang akan menghalanginya (sururin, 2005).
- Faktor Keilmuan
Pada hakikatnya, terdapat banyak faktor keilmuan yang berkaitan
dengan munculnya pluralisme. Namun yang berkaitan langsung
dengan pembahasan ini adalah maraknya studi-studi ilmiah modern
terhadap agama-agama dunia, atau yang sering dikenal dengan
perbandingan agama. Diantara temuan dan kesimpulan penting yang
telah dicapai adalah bahwa agama- agama di dunia hanyalah
merupakan ekspresi atau manifestasi yang beragam dari suatu hakikat
metafisik yang absolut dan tunggal, dengan kata lain semua agama
adalah sama (sururin, 2005).
11
dapat ditimbulkan diantaranya dapat memunculkan sikap persaiangan antar suku,
ras, maupun agama, pemicu terjadinya perpecahan jika tidak di tafsirkan secara
benar, dan munculnya sikap egois dan individual yang berkedok kebudayaan
dalam penerapannya di kalangan masyarakat.
12
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.1 Bahasa
Penduduk Asli yang hidup di Provinsi Banten berbicara menggunakan
dialek yang merupakan turunan dari bahasa Sunda Kuno. Dialek tersebut
dikelompokkan sebagai bahasa kasar dalam bahasa Sunda modern, yang
memiliki beberapa tingkatan dari tingkat halus sampai tingkat kasar
(informal), yang pertama tercipta pada masa Kesultanan Mataram
menguasai Priangan (bagian tenggara Provinsi Jawa Barat). Namun
demikian, di Wilayah Banten Selatan Seperti Lebak dan Pandeglang
menggunakan Bahasa Sunda Campuran, Sunda Kuno, Sunda Modern dan
Bahasa Indonesia, di Serang dan Cilegon, bahasa Jawa Banten digunakan
oleh etnik Jawa. Dan, di bagian utara Kota Tangerang, bahasa
13
Indonesia dengan dialek Betawi juga digunakan oleh pendatang beretnis
Betawi. Di samping bahasa Sunda, bahasa Jawa dan dialek Betawi, bahasa
Indonesia juga digunakan terutama oleh pendatang dari bagian lain
Indonesia.
14
Buhun ini menjadi salah satu pusaka yang memiliki makna sangat
penting di dalamnya.
Kesenian Angklung Buhun ini hanya dimainkan pada acara
tertentu saja. Biasanya Angklung Buhun hanya dimainkan sekali
dalam satu tahun, yaitu pada saat upacara ngaseuk. Upacara ngaseuk
ini merupakan salah satu bagian dari upacara adat saat penanaman
padi.
15
Dalam perkembangannya, kesenian Angklung Buhun ini
masih tetap dipertahankan oleh masyarakat Baduy di Provinsi
Banten. Selain bagian dari warisan budaya, kesenian ini juga
merupakan warisan tradisi yang memiliki makna penting bagi
masyarakat Baduy sehingga tidak bisa ditinggalkan begitu saja.
Kesenian Angklung Buhun ini sangat jarang bisa ditemukan di
masyarakat. Karena sifatnya yang sakral dan bagian dari ritual,
kesenian ini hanya ditampilkan pada acara tertentu saja.
16
jihad kaum muslimin Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman
akidah Islam tidak merata, yaitu terjadinya percampuran akidah dengan
tradisi pra-Islam. Hal ini yang terdapat pada kesenian debus.
Debus dalam bahasa Arab yang berarti senjata tajam yang terbuat
dari besi, mempunyai ujung yang runcing dan berbentuk sedikit bundar.
Ada lagi pendapat bahwa debus berasal dari kata tembus. Dalam pespektif
lain, ada lagi yang menyebutkan bahwa debus berasal dari kata gedebus,
yaitu nama salah satu benda tajam yang digunakan dalam pertunjukan
kekebalan tubuh. Benda tajam tersebut terbuat dari besi, dan digunakan
untuk melukai diri sendiri. Oleh karena itu kata debus dapat diartikan
sebagai tidak tembus. Debus adalah salah satu ilmu warisan leluhur yang
cukup dikenal hingga kepelosok Nusantara. Bahkan oleh sedulur yang
sudah diakui kepiawaiannya dalam keilmuan debus, atraksi memotong
lidah, memotong anggota badan yang lain juga sering kali dipertontonkan
baik dalam negeri hingga ke mancanegara.
17
yang terluka karena sabetan pedang atau terjangan peluru. Namun kini
seiring perkembangan zaman, ilmu langka ini dijadikan komoditi hiburan
dan seni budaya. Dengan alat inilah para pemain debus dilukai, dan
biasanya tidak dapat ditembus walaupun debus itu dipukul berkali kali
oleh orang lain. Atraksi kekebalan badan ini merupakan variasi lain yang
ada dipertunjukan debus. Antara lain, menusuk perut dengan benda tajam
atau tombak, mengiris tubuh dengan golok sampai terluka maupun tanpa
luka, makan bara api, memasukkan jarum yang panjang ke lidah, kulit,
pipi sampai tembus dan tidak terluka. Mengiris anggota tubuh sampai
terluka dan mengeluarkan darah tetapi dapat disembuhkan pada seketika
itu juga, menyiram tubuh dengan air keras sampai pakaian yang melekat
dibadan hancur, mengunyah beling/serpihan kaca, membakar tubuh dan
masih banyak lagi atraksi yang mereka lakukan.
3.1.4 Rudat
Rudat adalah kesenian tradisional khas Banten yang merupakan
perpaduan unsur tari, syair shalawat, dan olah kanuragan yang berpadu
dengan tabuhan terbang dan tepuk tangan. Rudat terdiri dari sejumlah
musik perkusi yang dimainkan oleh setidaknya delapan orang penerbang
(pemain musik ) yang mengiringi tujuh hingga dua belas penari.Menurut
beberapa tokoh Rudat, nama Rudat diambil dari nama alat yang dimainkan
dalam kesenian ini. Alat musik tersebut berbentuk bundar yang dimainkan
dengan cara dipukul. Seni Rudat mulai ada dan berkembang pada masa
pemerintahan Sinuhun Kesultanan Banten II, Pangeran Surosowan
Panembahan Pakalangan Gede Maulana Yusuf (1570-1580 M). Tidak
banyak yang mengetahui siapa yang menciptakan kesenian ini, karena
sekarang sesepuh yang mengetahui seluk-beluk Rudat sangat sedikit
bahkan sebagian sudah meninggal. Naskah yag berisi sejarah Rudat dan
nilai-nilai filosofis tentang rudat pun hanya dimiliki oleh satu sampai dua
orang yang salah satunya merupakan anak dari mendiang pemilik naskah
yang menjadi sesepuh disana. Meskipun tidak banyak yang mengetahui
18
pencipta kesenian ini, warga Sukalila meyakini bahwa Rudat sebetulnya
jurus silat yang dikembangkan menjadi tarian. Langkahlangkahnya
merupakan langkah-langkah silat yang dikembangkan menjadi tarian dan
diiringi musik dan shalawat.Seni tradisional Banten ini menjadi
rangkaiaan utama tatkala Kesultanan Banten mengadakan hajat besar atau
dalam acara penyambutan tamu kehormatan yang berasal dari
mancanegara. Pasang surut Seni Rudat sangat erat kaitannya dengan
sejarah Kesultanan Banten. Saat kedatangan Belanda, Seni Rudat malah
terkubur. Pada zaman Sinuhun Kasultanan Banten IV Pangeran
Panembahan Maulana Abdulmufakir Mahmudin Abdul Kadir (1596- 1651
M) seni tradisional khas Banten ini benar-benar dilarang Belanda karena
dicurigai sebagai ajang untuk mengumpulkan masa untuk berlatih bela diri
dan menghimpun kekuatan untuk menentang Belanda.
19
Salah satu alat musik yang mereka bawa yakni Rebab Dua Dawai.
Atas permintaan Tan Sio Kek, musisi itu kemudian memainkan alat musik
yang mereka bawa dari daratan Cina. Pada saat yang bersamaan, grup
musik milik Tan Sio Kek juga memainkan beberapa alat musik tradisional
dari daerah Tangerang, seperti seruling, gong serta kendang.
Jika awalnya, tari Cokek hanya dimainkan oleh tiga orang penari
wanita. Kini, pertunjukan Cokek seringkali dimainkan oleh 5 hingga 7
orang penari wanita dan beberapa orang lelaki sebagai pemain musik.
Setiap kali pertunjukan, penampilan penari Cokek disesuaikan dengan ciri
khas wanita Banten yakni mengenakan kebaya dan kain panjang sebagai
bawahan. Biasanya, warna kebaya yang dikenakan para penari Cokek
relatif berkilau ketika terkena sinar lampu, seperti hijau, merah, kuning,
serta ungu. Yang tak pernah ketinggalan dari penari Cokek yakni sehelai
selendang.
20
Lantunan musik Gambang Kromong dan gerakan penari yang
terlihat gemah gemulai menjadi ciri khas dari pertunjukan tari Cokek. Di
tengah pertunjukan, penari Cokek biasanya turun ke barisan penonton
untuk memilih siapa yang akan diajak untuk menari bersama. Setiap kali
tari Cokek dimainkan, tidak semua penari dapat menari bersama penari
Cokek.
21
penjajah. Disamping itu juga pencak silat menjadi bagian dari latihan
spiritual.
22
dihapuskan dan dianeksasi oleh pemerintah Hindia Belanda). Hanya saja
setelah dibentuknya Provinsi Banten, kemudian sebagian orang
menerjemahkan Bantenese sebagai kesatuan etnik dengan budaya dan
bahasa tersendiri, Budaya dan Bahasa Sunda Banten
3.2.2 Bahasa
23
Nhay Kawunganten, dua tahun kemudian lahirlah anak perempuan pertama yang
diberi nama Ratu Winahon dan pada tahun berikutnya lahir pula pangeran
Hasanuddin. Setelah Pangeran Hasanuddin menginjak dewasa, Syarif
Hidayatullah pergi ke Cirebon mengemban tugas sebagai Tumenggung di sana.
Adapun tugasnya dalam penyebaran Islam di Banten diserahkan kepada Pangeran
Hasanuddin, di dalam usaha penyebaran agama Islam ini Pangeran Hasanuddin
berkeliling dari daerah ke daerah seperti dari G. Pulosari, G. Karang bahkan
sampai ke Pulau Panaitan di Ujung Kulon. Sehingga berangsur-angsur penduduk
Banten Utara memeluk agama Islam.
● K.H. Asnawi
● Kerkhof
24
Sultan Maulana Hasanudin (anak pertama Sunan Gunung Jati)
mendirikan masjid ini pada tahun 1652, peninggalan kerajaan banten ini
terletak di Desa Banten Lama, 10 km utara Kota Semarang. Masjid ini
memiliki kelengkapan berupa mercusuar.
● Keraton Surusowan
25
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dalam sejarah tumbuh dan berkembangnya Banten tidak luput dari adanya
multikulturalisme dan pluralisme, kedua hal tersebut terikat satu sama lain dan
memiliki peran yang besar dalam hal ini. Dimana sudah dijelaskan bahwa,
Multikulturalisme ialah pemahaman atas suatu ideologi yang menerima perbedaan
dengan dasar kesadaran, baik secara individual atau kelompok. Sedangkan
pluralisme merupakan sebuah pemikiran yang menghargai adanya perbedaan di
tengah kehidupan masyarakat dan mengizinkan kelompok berbeda yang
diperngaruhi oleh berbagai faktor internal maupun eksternal. Multikulturalisme
dan pluralisme masyarakat banten berkembang dengan sendirinya secara natural
melalui proses yang panjang hingga menghasilkan kebudayaan yang pada
awalnya berlatar belakang suatu etnik atau agama tertentu kemudian diterima oleh
masyarakat Banten dan berkembang hingga saat ini, contohnya kebudayaan tari
cokek yang diperkenalkan oleh warga tionghoa, maupun tradisi debus yang
ekstreme namun di dalamnya tersirat makna keislaman yang kental. Adapun
multikulturalisme dan pluralisme masyarakat Banten dalam bidang etnik dapat
dilihat dalam beragamnya suku bangsa yang menempati Banten dan dapat
diterima oleh penduduk asli banten itu sendiri yaitu suku baduy. Terakhir,
multikulturaisme dan pluralisme masyarakat Banten dalam bidang agama dapat
dilihat dari rukunnya masyarakat Banten dalam menjalankan kewajibannya
masing-masing sehingga terdapat tokoh-tokoh penting dan bangunan-bangunan
tempat ibadah bersejarah di Banten.
26
DAFTAR PUSTAKA
[1] H. A. Said, “Islam dan Budaya di Banten,” Kalam : Jurnal Studi Agama dan
Pemikiran Islam, vol. 10, no. 1, pp. 123 - 132, 1 Juni 2016.
[4] Muslimah. “Sejarah Masuknya Islam dan Pendidikan Islam Masa Kerajaan
Banten Periode 1552-1935”. IAIN Palangka Raya. Volume 13. Nomor 1.
2017.
https://www.bantenprov.go.id/profil-provinsi/kebudayaan
https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Banten
27
http://id.dbpedia.org/page/Kelompok_etnik
http://kk.sttbandung.ac.id/id3/3042-2940/Banten_35237_kk-sttbandung.html
Berserak. Bandung:Nuansa.
https://penerbitbukudeepublish.com/materi/pengertian-pluralisme-dan-contoh/. 1
Maret 2022.
[17] Sutarno. 2007. Pendidikan multicultural, Ditjen Dikti, hlm 33. Jakarta.
[18] Basis Susilo. 2004. Terorisme perang global dan masa depan demokrasi:
[19] Mohamed Fathi Osman. 2006. Islam, Pluralisme & Toleransi Keagamaan
28