Anda di halaman 1dari 25

Halaman Judul

MAKALAH

PERKEMBANGAN KONDISI POLITIK KONTEMPORER DI


BANTEN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Kebantenan


Dosen Pengampu : Dr. H. Agung Muttaqien, PGdip., M.Pd

Disusun oleh:
KELOMPOK 10

Anggelia Cendyana 3334200113


Danyel 3334200009
Miftahul Jannah Ardani 3334200064
Muhammad Ali Imran 3334200084
Muhammad Iqbal Romadhoni 3334200005
Theofilus Limanov L. T. 3334200042
Wulan Nurhidayati 3334200006

TEKNIK METALURGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
CILEGON-BANTEN
2022
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah atas segala nikmat dan karunia Allah SWT. Atas izin-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah “Perkembangan Kondisi Politik Kontemporer Di
Banten” dengan tepat waktu. Di samping itu, Kami mengucapkan terima kasih kepada
Bapak H. Agung Muttaqien selaku dosen pengampu Mata Kuliah Studi Kebantenan
yang telah memberikan tugas ini sehingga menambah wawasan Kami terkait
pengetahuan tentang perkembangan kondisi politik kontemporer di Banten khususnya
dinamika pemerintahan di Banten dan politik dinasti serta hegemoni di daerah Banten.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
membuat makalah ini sehingga dapat terselesaikanlah makalah ini dengan baik.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Studi Kebantenan. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
terkait pengetahuan tentang perkembangan kondisi politik kontemporer di Banten
khususnya dinamika pemerintahan di Banten dan politik dinasti serta hegemoni di
daerah Banten bagi para pembaca dan juga penulis.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran demi kebaikan penulisan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua kalangan. Aamiin.

Cilegon, 28 Februari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 3
2.1 Politik Kontemporer........................................................................................... 3
2.2 Dinamika Politik Kontemporer di Banten ......................................................... 3
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Dinamika Politik Kontemporer di Banten ............ 6
2.4 Dinamika Kondisi Pemerintahan di Banten ....................................................... 9
2.5 Kronologi Terbentuknya Politik Dinasti di Banten ......................................... 11
2.6 Dinamika Politik Dinasti di Banten ................................................................. 13
2.7 Dampak Akibat Adanya Politik Dinasti di Banten .......................................... 16
2.8 Politik Hegemoni di Banten ............................................................................. 17
2.9 Dampak Akibat Adanya Politik Hegemoni di Banten ..................................... 19
BAB III KESIMPULAN .............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 21

iii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2. 1 Peran Politik dan Sosial Di Banten ................................................................. 5

iv
BAB I PENDAHULUA N

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Politik merupakan hal yang tidak terlepas dari kekuasaan sehingga dalam
berpolitik dibutuhkan penguasa yang dipercaya oleh rakyat dan untuk rakyat. Setiap
politik terdiri dari dua unsur yang saling bergantung dan saling berkaitan, yaitu
pemerintah dan masyarakat beserta organisasi yang dibentuknya. Dinamika politik
dan pemerintahan selalu berkaitan. Ada berbagai macam bentuk politik di Indonesia
di antaranya seperti politik kontemporer, politik dinasti dan hegemoni politik.
Adapun politik kontemporer telah melahirkan berbagai bencana kemanusiaan yaitu
dunia politik terlalu mementingkan kekuasaan pribadi, kelompok ataupun
golongannya. Politik dinasti atau politik kekerabatan menunjukkan bahwa kerabat
dekat atau keluarga merupakan penyusun kekuasaan pemerintahan, bahkan kondisi
dinasti politik ini bukan lagi hal yang buruk melainkan seperti sudah menjadi tradisi
budaya politik Indonesia, misalnya di Banten. Bukti terbelakangnya ialah
dilantiknya gubernur dan wakil gubernur Banten 2017-2022 Wahidin Halim dan
Andika Hazrumi yang merupakan anak kandung Ratu Atut Chosiyah Gubernur
Banten periode 2004-2014 menggantikan Ibunya yang terkena kasus sengketa
pilkada Lebak, Banten pada 2014 silam. Hegemoni politik mengibaratkan kelompok
pemerintah yang memegang kekuasaan pemerintahan akan selalu berusaha untuk
membuat agar masyarakat (yang dikuasai) menerima nilai-nilai dan pola pikir
pemerintah tanpa perlawanan.
Peran jawara di Banten sebagai elemen sosial yang mempunyai pengaruh kuat
di Banten dan seringkali mengambil sikap yang mendukung kebijakan-kebijakan
pemerintah daerah maupun pusat. Para Jawara sudah lama menjadi elemen sosial
yang berpengaruh karena tidak sedikit di antara mereka yang menjadi pemimpin
masyarakat untuk bidang ekonomi, bidang politik atau bidang agama. Serang
merupakan lbukota Provinsi Banten dimana suhu politik cukup tinggi bila
dibandingkan dengan beberapa daerah lain. Pada kasus jawara, perilaku politik
difokuskan pada budaya politik dan kepemimpinan jawara. Mereka juga memasuki
arena pemerintahan dan menjadi bagian dari pemerintahan daerah, karena telah

1
menduduki jabatan-jabatan strategis. Oleh karena itu, atas segala permasalahan dan
perkembangan pemerintahan dan politik khususnya di Banten, kami mengkaji
makalah ini guna membahas dinamika pemerintahan dan politik dinasti serta
hegemoni di Banten.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada makalah ini ialah
sebagai berikut:
1. Apa makna politik kontemporer secara umum?
2. Bagaimana kondisi perkembangan politik kontemporer di Banten?
3. Apa saja yang mempengaruhi perkembangan kondisi politik kontemporer di
Banten?
4. Bagaimana dinamika kondisi pemerintahan di Banten?
5. Bagaimana kronologi terbentuknya politik dinasti di Banten?
6. Apa yang dimaksud politik dinasti dan hegemoni serta bagaimana kondisi
perkembangan politik dinasti dan hegemoni di Banten?
7. Apa dampak yang disebabkan dari adanya politik dinasti dan hegemoni di
Banten?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan penulisan
makalah ini ialah sebagai berikut :
1. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa/mahasiswi,
masyarakat Banten ataupun masyarakat luar Banten.
2. Untuk mengetahui lebih luas tentang makna politik kontemporer secara
umumnya dan mengetahui perkembangan kondisi politik kontemporer di Banten
3. Untuk mengetahui factor pengaruh yang berpengaruh terhadap perkembangan
kondisi politik kontemporer di Banten
4. Untuk mengetahui dinamika kondisi pemerintahan di Banten khususnya
dinamika pemerintahan di Banten, mengetahui kronologi serta kondisi
perkembangan politik dinasti serta hegemoni di daerah Banten

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Politik Kontemporer


Definisi kata politik menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
setidaknya memiliki tiga definisi. Definisi pertama adalah “(pengetahuan)
mengenai ketaatannegaraan atau kenegaraan (seperti tentang sistem pemerintahan,
dasar pemerintahan), definisi kedua adalah “segala urusan dan tindakan (kebijakan,
siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain”,
dan yang ketiga adalah cara bertindak dalam menghadapi atau menangani suatu
masalah ; kebijaksanaan”. Dalam kata lain politik atau politikos (Yunani) adalah
perkara yang berkaitan dengan mengelola, mengarahkan, dan menyelenggarakan
kebijaksanaan umum atau kebijaksanaan yang menyangkut partai-partai politik
yang berperan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Untuk kata kontemporer sendiri menurut KBBI memiliki arti pada waktu yang
sama; semasa; sewaktu; pada masa kini; dewasa ini. Dimana kontemporer yang
merupakan sesuatu yang menyesuaikan dengan kondisi waktu yang ada saat itu
atau yang sedang trend, mencerminkan bahwa adanya kebebasan dalam
menentukan sesuai apa yang berlaku saat itu. Politik harus bermula dari manusia,
kemudian oleh manusia, dan untuk memanusiakan manusia. Secara reflektif
menunjukkan bahwa politik merupakan sesuatu yang tak dapat dipisahkan dengan
dan dari kehidupan manusia, mulai dari eksisnya sampai dengan era kontemporer
ini (dari manusia yang paling primitif sampai dengan yang paling modern), kapan
dan dimana saja, dan fakta menunjukkan manusia bergumul dengan politik [1].
Politik kontemporer merupakan sistem atau situasi politik yang mengikuti
kondisi waktu yang ada pada saat itu, tentunya memunculkan berbagai macam
hambatan dalam pelaksanaannya, tak terkecuali di Indonesia. Namun, di sisi lain
memunculkan peluang agar politik di Indonesia dapat lebih baik [2].

2.2 Dinamika Politik Kontemporer di Banten [3]


Banten merupakan salah satu provinsi baru hasil pemekaran provinsi Jawa
Barat yang terbentuk pada 4 Oktober 2000. Dahulu, Banten merupakan suatu

3
kesatuan politik yang berbentuk kesultanan dan berjaya dari tahun 1526 M sampai
1828 M. Banten adalah salah satu provinsi yang merupakan bagian dari keragaman
suku dan adat istiadat yang sangat khas termasuk pola kepemimpinan
tradisionalnya. Walaupun kepemimpinan tradisional tidak terikat secara formal atau
resmi tetapi pola kepemimpinan tersebut tetap diakui terutama oleh masyarakat
setempat [3] .
Dilihat dari sudut penghormatan masyarakat Banten terhadap ulama dan
jawara, dapat dilihat dari sejarah kepemimpinan keduanya di masa lalu, yaitu pada
saat Geger Cilegon 1888 dan Pemberontakan Kelompok Komunis 1926 yang mana
terukir peran kepemimpinan ulama dan jawara dalam meredakan peristiwa tersebut.
Walaupun keberadaan ulama dan jawara saling mendukung pada beberapa aspek
tetapi masih terdapat potensi konflik yang tidak dapat dihilangkan dari keduanya.
Hal tersebut didasari oleh berbagai faktor yaitu ulama yang memiliki corak
kepemimpinan keagamaan sedangkan jawara cenderung memiliki corak
kepemimpinan adat, selain itu dari segi kepentingan jika dilihat ulama memiliki
kepentingan islamisasi sedangkan jawara memilih untuk mempertahankan adat
istiadat yang telah ada sejak dahulu. Oleh karena itu berikut merupakan peran
ulama dan jawara dalam dinamika politik kontemporer di Banten [3] :
A. Ulama dan Jawara dalam Dinamika Politik di Banten Ketika Era Orde Baru
Saat Orde Baru mulai diterapkan, pemerintahan bersifat sentralistis atau
beorientasi ke pusat di Jakarta. Oleh sebab itu, untuk memudahkan pengawasan,
pemerikasaan, dan pengendalian maka pemerintah pusat membutuhkan kaki-
tangannya di setiap daerah termasuk Banten (yang pada saat itu Banten masih
merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat). Sebagai elit kultural yang
berpengaruh di Banten, pemerintah berusaha mendekati kelompok ulama dan
jawara. Untuk ulama, Presiden Suharto berhasil mendapatkan dukungan melalui
K.H. Mahmud dan ulama lainnya dengan mendatangi langsung sehingga para
ulama tersebut menyatakan dirinya sebagai pendukung Golkar. Khusus untuk
jawara, pada 1971 pemerintah mendirikan Satuan Karya Jawara yang kemudian
berganti nama menjadi Persatuan Pendekar Pesilatan Seni Budaya Banten
Indonesia (PPPSBBI.) Satkar jawara tersebut dipimpin oleh H. TB. Chasan
Sochib yang dilantik oleh Jenderal Soerono. Hubungan yang dibangun antara

4
pemerintah pusat (Golkar) dengan jawara adalah hubungan yang bersifat
mutualisme atau saling menguntungkan dimana pemerintah orde baru
mendapatkan keuntungan elektoral, sedangkan jawara mendapatkan keuntungan
ekonomi yang kemudian sebagai cikal bakal keuntungan politik dalam
membangun oligarki politik di Banten pasca reformasi [3].
B. Ulama dan Jawara dalam Dinamika Politik di Banten Pasca Reformasi
Runtuhnya era orde baru membuka peluang untuk diterimanya demokrasi di
Indonesia. Hal tersebut ditandai dengan mulai dilakukannya mekanisme-
mekanisme proedural seperti pemilihan langsung, kebebasan berpendapat, dan
lain sebagainya. Tetapi secara substansial terdapat penyimpangan dalam
demokrasi dengan masih terlihatnya ciri-ciri zaman atau era orde baru. Khusus
dalam konteks politik Banten dimana dominan elit politik lokal masih dikuasai
oleh para jawara dan keluarganya. Hal ini disebabkan karena mereka masih
menguasai sumber-sumber ekonomi. Salah satu jawara yang masih eksis
walaupun rezim telah berganti adalah Chaasan Sochib yang menjadi cikal bakal
berdirinya dinasti politik terbesar di Banten dengan terpilih anaknya Ratu Atut
Chosiyah sebagai Wakil Gubernur Banten pertama. Semenjak Ratu Atut berhasil
menjabat sebagai wakilm gubernur maka terbukalah gerbang bagi anak
keturunan Chasan Sochib yang lainnya untuk mengkooptasi tempat-tempat
jabatan politik di Banten [3].
Dengan demikian, berikut merupakan peran politik maupun sosial ulama
dan jawara dari mulai pemerintahan Kesultanan Banten hingga era reformasi
saat ini ialah sebagai berikut :
Tabel 2. 1 Peran Politik dan Sosial Di Banten [3]

Periodesasi Peran Politik dan Sosial


No.
Pemerintahan Ulama Jawara
- Pejabat - Pengawal kerajaan
pemerintahan
1. Kesultanan Banten - Penasehat agama
- Pelaksana
syiar/dakwah
- Aktor utama - Pejabat
2. Kolonialisme Belanda gerakan perlawanan pemerintahan desa
- Pelaksana - Bandit sosial

5
syiar/dakwah - Pengawal gerakan
perlawanan
- Pejabat - Laskar pejuang
pemerintahan pembela
- Pejabat militer kemerdekaan
- Perekat atau unsur - Ahli pengobatan
pemersatu NKRI tradisional
3. Awal Kemerdekaan - Pimpinan pejuang - Guru silat/ngaji
pembela
kemerdekaan
- Pelaksana
siar/dakwah
- Guru supra natural
- Vote getter politik - Vote getter politik
pemerintah pemerintah
4. Orde Baru - Pelaksana - Ahli pengobatan
syiar/dakwah tradisional
- Guru silat/ngaji
- Vote getter partai - Vote getter partai
politik politik
- Pelaksana - Pejabat politik
5. Reformasi
syiar/dakwah - Guru silat
- Ahli pengobatan
tradisional/tabib

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Dinamika Politik Kontemporer di Banten


Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi Dinamika politik kontemporer
yang terjadi di Banten. Faktor tersebut muncul akibat adanya berbagai macam
hambatan dalam pelaksanaannya. Adapun hambatan tersebut sebagai berikut [2] :
a. Pendidikan Politik Masyarakat yang Rendah
Pendidikan politik dapat menjadi suatu faktor hambatan bagi pencapaian
politik di Banten. Hal ini disebabkan Pendidikan politik dapat berpengaruh
kepada partisipasi masyarakat dalam politik. Pendidikan politik juga erat
kaitannya dengan Pendidikan formal, karena dapat memengaruhi tingkat dan
daya serap masyarakat. Semakin tinggi Pendidikan yang ditempuh maka
partisipasi politik yang dilakukan akan relatif lebih tinggi [2].

6
b. Pengaruh Feodalisme
Feodalisme ini dapat mengakibatkan munculnya sikap acuh tak acuh dalam
memilih pemimpin. Hal tersebut juga memunculkan dinasti politik turun
temurun selama puluhan tahun. Hal ini tentu saja mencederai dinamika politik
yang baik yang berusaha dicapai oleh masyarakat dimana kepentingan politik
dinasti pada umumnya selalu berupaya menjaga dan melanggengkan
kekuasaannya demi sebagian kecil kelompok yang ada di belakang mereka [2].
c. Kemajuan Informasi yang Mengarah pada Misleading
Saat ini media sosial telah perlahan bertransformasi menjadi perantara
penyebar isu bohong yang merajalela. Isu bohong ini jika dibiarkan dan disalah
artikan oleh pihak yang memiliki kekuatan politis akan memicu provokasi dan
ketidakstabilan sosial di masyarakat. Masyarakat kini tidak lagi mampu
membedakan melalui akal sehatnya mengenai mana berita yang benar ataupun
yang bohong. Campur aduk informasi akan menghalangi terciptanya situasi
politik yang stabil [2].
d. Moralitas Elit Politik
Pada saat ini para elit politik yang duduk dalam pemerintahan jika ditinjau
dari segi mental masih belum menunjukkan performa yang baik. Hal ini
dibuktikan dari mudahnya pemerintah dalam melaksanakan berbagai
kesepahaman antar negara yang justru seringkali malah menjadi kerugian bagi
negara. Sebagian besar oknum elit politik pemerintahan masih banyak yang
berfokus pada mengejar kekayaan pribadi dan kekuasaan kelompok
dibandingkan dengan rakyat. Akibatnya, kepercayaan rakyat berkurang dan
partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum juga akan berkurang [2].
e. Faktor Kurtural dan Agama
Hukum adat yang ada terkadang tidak mengarah kepada politik
pemerintahan karena hukum adat dan kepemimpinannya yang berkuasa hanya
berlaku pada masyarakat yang berada dalam kampung adat itu sendiri. Sebagian
besar masyarakat kampung adat tidak peduli dengan pemerintahan. Agama juga
memiliki aturan hukumnya masing-masing yang mengatur kehidupan umatnya.
Agama dapat menjadi hambatan bagi politik pemerintah apabila disalah artikan,

7
dan digunakan sebagai alat provokasi yang pada akhirnya akan memicu
kekacauan pemerintahan karena konflik antar umat beragama [2].
Selain berbagai hambatan yang ada pada dinamika politik di Banten, muncul
juga peluang bagi tercapainya dinamika politik yang baik. Berbagai peluang tersebut
dapat dilihat sebagai berikut :
a. Perbaikan Pendidikan Politik
Bentuk Pendidikan politik yang dapat dilakukan melalui hal-hal berikut:
1. Bahan bacaan bentuk publikasi massa yang biasa membentuk pendapat
umum.
2. Siaran radio dan televisi serta film
3. Lembaga atau asosiasi masyarakat serta lembaga pendidikan formal maupun
informal.
Aspek terpenting dalam Pendidikan politik adalah mampu membawa kearah
yang tepat yaitu meningkatkan daya piker dan daya tanggap masyarakat
terhadap masalah politik.
b. Sosial Media tentang Politik
Menjamurnya berbagai konten positif di berbagai media termasuk internet
dan sosial media dapat menjadi peluang bagi pendidikan politik. Saat ini banyak
media swasta maupun pemerintah bekerjasama menyiarkan pendidikan politik
kepada masyarakat Banten. Bentuk penyampaiannya sudah dapat terlihat
melalui iklan layanan masyarakat, berbagai bentuk budaya populer, serta
program televisi dimana masyarakat dapat lebih mudah memahami politik
melalui berbagai tayangan.
c. Perkembangan Demokrasi
Saat ini, demokrasi di Indonesia melakukan pemilihan langsung oleh
rakyat. Mulai dari daerah lingkup nasional hingga daerah kecil, hal ini dianggap
menjadi suatu perkembangan demokrasi di Indonesia. Demokrasi yang baik
tersebut akan berdampak pada peningkatan budaya memilih yang dilakukan
masyarakat. Masyarakat akan menyuarakan aspirasinya melalui dukungan suara
yang mereka berikan.

8
2.4 Dinamika Kondisi Pemerintahan di Banten
Banten merupakan salah satu bumi intelektualitas yang banyak melahirkan
ulama ilmiah dan pejuang. Banten tidak hanya dikenal dengan intelektualitas
keulamaannya, tetapi juga dari segi pewacanaan masa lampau, daerah ini
menyimpan segudang sejarah yang banyak dikaji oleh peneliti dari dalam
maupun manca. Memotret perkembangan Banten yang kini tengah menjadi
salah satu daerah industri nusantara, tidak terlepas dari sejarah yang
menyelimuti sebelumnya. Sejak awal abad ke-16, pelabuhan Banten merupakan
salah satu pelabuhan besar Kerajaan Pajajaran setelah Sunda Kelapa yang ramai
dikunjungi para pedagang asing. Wilayah ini dikuasai oleh suatu kerajaan
bercorak Hindu dan merupakan daerah vassal dari Kerajaan Pajajaran, nama
kerajaan itu terkenal dengan nama Banten Girang. Penguasa terakhir Kerajaan
Banten Girang adalah Pucuk Umun [2].
Berkembangnya agama Islam secara bertahap di wilayah Banten pada
akhirnya menggantikan posisi politis Banten Girang sebagai kerajaan bercorak
Hindu. Era Kesultanan pun perlahan mulai menggoreskan tinta sejarah di Tatar
Banten. Penting untuk dikaji, adalah mengenai perkembangan Kesultanan
Banten sekitar abad ke-16 dan ke-17, yang menurut kabar dari orang Perancis
saat itu melihat Kesultanan Banten sebagai kota kosmopolitan bersanding
dengan Kota Paris, Perancis [2].
Sultan pertama Banten, Maulana Hasanuddin, memerintah tahun 1527-
1570. Pada masa pemerintahan Hasanuddin, kekuasaan Kesultanan Banten
diperluas ke Lampung hingga Sumatera Selatan. Pasca Maulana Hasanuddin,
Kesultanan Banten menunjukkan signifikansi kemajuan sebagai sebuah kerajaan
Islam di Nusantara. Sultan Maulana Yusuf, sebagai pengganti ayahnya,
memimpin pembangunan Kesultanan Banten di segala bidang. Strategi
pembangunan lebih dititikberatkan pada pengembangan infrastruktur kota,
pemukiman penduduk, keamanan wilayah, perdagangan dan pertanian [2].
Sultan Maulana Yusuf juga mencetuskan sebuah konsep pembangunan
infrastruktur kota yang dikenal dengan semboyannya gawe kuta baluwarti bata
kalawan kawis. Sultan Maulana Yusuf membangun pemukiman-pemukiman
masyarakat sesuai dengan pembagian penduduk berdasarkan pekerjaan, status

9
dalam pemerintahan, ras dan sosial ekonomi. Kampung Kasunyatan merupakan
salah satu pemukiman yang dibangun bagi kaum ulama. Sesuai dengan
namanya kampung ini merupakan pusat pembelajaran agama Islam masa Sultan
Maulana Yusuf, bahkan sampai sekarang [2].
Di masa lalu, Banten jelas terlihat factor feodalisme dan patrimonialisme,
sebab kekuasaan bertumpu pada raja dan sultan yang ahli perang. Kodam Siliwangi
juga berkepentingan atas kestabilan politik di Banten untuk membendung pengaruh
komunisme dan DI/TII, sehingga diperlukan orang lokal untuk kepanjangan tangan.
Atas dasar pertimbangan ini Tb. Hasan Sochib dipilih dan mendapatkan perlakuan
istimewa dari Kodam VI Siliwangi. Tb. Hasan Sochib adalah bagian dari Orde baru
akan tetapi mampu bertransformasi untuk mempertahankan kepentingannya di era
reformasi. Tb. Hasan Sochib di awal-awal pemekaran provinsi Banten memasang
nama-nama dari keluarga besarnya untuk menjadi pasangan calon kepala daerah,
yaitu Ratu Atut Chosiyah di tingkat provinsi Banten, Airin Rachmi Diani semula di
kabupaten Tangerang tapi melejit kariernya di Kota Tangerang Selatan, Tb. Haerul
Jaman di Kota Serang dan Ratu Tatu Chasanah yang semula mengincar Kabupaten
Lebak namun sukses berlabuh di Kabupaten Serang. Mereka pada akhirnya berhasil
menjabat sebagai kepala daerah. Ratu Atut Chosiyah mula-mula maju menjadi calon
Wakil Gubernur mendampingi Djoko Munandar yang sudah dikenal luas
masyarakat sebagai seorang birokrat. Dalam pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Banten, pasangan ini terpilih sebagai kepala daerah periode 2002-
2007 [2].
Pada Pemilikada 2006, Atut Chosiyah yang mencalonkan sebagai gubernur
Banten berpasangan dengan M. Masduqi terpilih sebagai kepala daerah periode
2007-2012. Usaha memperluas jangkauan politik feodalisme dan patrimonialisme
Tb. Hasan Shohib juga dilakukan dengan menempelkan menantunya, Airin Rachmi
Diani sebagai pasangan Calon Bupati Jazuli Juwaini --yang diusung Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) pada Pemilukada Kabupaten Tangerang 2008. Sekalipun kalah dari
pasangan Ismet Iskandar-Rono Karno, ada satu hal yang menarik di sini bahwa
partai Islam juga tidak mempersoalkan calon pemimpin perempuan yang
diagendakan keluarga Tb. Hasan Sochib [2].

10
Hal ini diutarakan oleh Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme
(FKPT) Provinsi Banten, Kyai Dumas Tadjuddin, bahwa di luar sistem kepartaian,
kelompok feodalpatrimonial di Banten telah berhasil membangun pabrik politik
keluarga mereka sendiri. Realitas politik di Banten yang seperti itu menyebabkan
timbulnya pragmatisme politik, termasuk yang mempengaruhi pandangan
paralelisme-simbiotik politik Islam bahwa politik merupakan bagian urusan
keduniaan dengan sanksi-sanksi keagamaan [2].

2.5 Kronologi Terbentuknya Politik Dinasti di Banten


Kronologi terbentuknya politik dinasti di Banten antara lain yang Pertama,
orang tua Atut yakni H. Chasan Sochib merupakan seorang pebisnis di Banten pada
tahun 1960 dan mendapatkan proyek besar sejak tahun 1970-an. Setelah
berkecimpung di dunia bisnis ia merasa sukses, Haji Chasan kemudian merambah
ke dunia politik seiring dengan membesarnya arus gerakan pembentukan provinsi
Banten, Chasan Sochib segera berbalik dan berperan aktif ke ranah politik dan
bergabung dengan partai Golkar, selain politik, beliau juga mampu mengumpulkan
para ulama dan jawara di Banten [4].
Kedua, perpindahan posisi ini menyelamatkan masa depan bisnis dan
politiknya di Banten. Dengan kekuatan finansial yang dimiliki, Chasan Sochib
membantu gerakan pemekaran dan mendapatkan pengakuan sebagai tokoh
pembaharuan Banten. Setelah Banten menjadi provinsi, Chasan Sochib mulai lebih
agresif menyusun kekuatan politiknya, Chasan Sochib hanya bertindak sebagai
client Capitalism yang sangat bergantung pada koneksi pejabat sipil dan militer,
tetapi tidak aktif dalam merancang siapa yang berkuasa atas politik Jawa Barat,
Chasan Sochib bertindak aktif dalam menentukan siapa yang pantas menjadi
penguasa di Banten [4].
Ketiga, ketika kepemimpinan wanita sudah dapat diterima oleh masyarakat
Indonesia sejak terpilihnya Megawati sebagai presiden wanita pertama di
Republik ini. Kepemimpinan wanita sudah menjadi trend tesendiri yang mampu
mewarnai nuansa kompetisi kepemimpinan yang sebelumnya di dominasi oleh
kaum pria. Sudah sangat banyak perempuan yang memimpin suatu daerah, sebagai
Gubernur, wakil Gubernur, Bupati, maupun Walikota, seperti: mantan wakil

11
Gubernur dan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Dra. Hj. Rustriningsih, M.Si
(wakil Gubernur Jawa Tengah), Hj. Rina Iriani Sri Ratnaningsih (mantan Bupati
Karang Anyar), Hj. Airin Rachmi Diani (Walikota aktif Tangerang selatan), Hj.
Ratu Tatu Chasanah, SE, M.Si (wakil Bupati Serang), Hj. Heryani (wakil Bupati
Pandeglang) dan masih banyak lagi. Bermula dari upaya memajukan Ratu Atut
sebagai calon wakil Gubernur dan sukses memenangkannya, Chasan Sochib
merancang anggota keluarga besarnya untuk aktif terlibat di bidang politik,
ekonomi, sosial dan budaya. Hasilnya sangat sukses, Chasan Sochib memang tidak
memegang jabatan publik tetapi sebagaimana pengakuan dirinya bahwa dia adalah
“Gubernur Jendral” menunjukkan bahwa ia adalah penguasa Banten sesungguhnya.
Sudah tidak lagi menjadi rahasia jika keluarga mantan Gubernur Banten Ratu Atut
Chosiyah menguasai sejumlah jabatan strategis dalam politik dan pemerintahan di
Banten. Mereka juga terlibat dalam berbagai jabatan informal dan yang terbaru
anak kandung Ratu Atut yakni Andhika Hazrumy yang mencalonkan diri sebagai
wakil Gubernur Banten mendampingi Wahidin Halim yang akan bertarung dalam
Pilkada serentak 15 Februari 2017 [4].
Keempat, ketika segala proses politik sudah di kuasai oleh keluarga Chasan
Sochib yang di jalankan oleh Ratu Atut maka kekayaan dalam hal ini merupakan
hal yang perlu di paparkan, pasalnya selain kekayaan yang diperoleh dari bisnis
dalam politik keluarga Chasan Sochib juga mendapatkan durian runtuh.
Kekayaan Ratu Atut mencapai Rp 41,9 miliar, itu hanya jumlah yang ia laporkan
pada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Laporan itu
berdasarkan yang ia berikan pada 2006 silam. Artinya selama 7 tahun pejabat yang
menguasai Provinsi Banten itu tidak melaporkan harta kekayaannya kepada pihak
berwenang [4].
Kelima, dari keempat kronologi tersebut yang sangat disayangkan bahwa apa
yang sudah terjadi di Banten atau di beberapa daerah yang sudah dikuasai oleh
dinasti Ratu Atut berdampak pada lumpuhnya kekuatan kritis dalam politik lokal di
daerah ini, dikarenakan lemahnya kekuatan masyarakat sipil. Perlu diketahui
bahwasanya di Banten sendiri politik lokal di provinsi tersebut memiliki kelemahan
dalam kekuatan politik lokal masyarakat sipil. Dari segi jumlah, sebenarnya sudah
cukup banyak surat kabar, tabloid, dan bahkan media online sebagai saluran aspirasi

12
bagi masyarakat.. Dinamika kekuatan masyarakat sipil yang lemah, terpecah dan
mudah tehasut akhirnya juga turut berpengaruh pada kinerja dan akuntabilitas
DPRD Banten. Karena relatif tidak ada suara kritis masyarakat maka sikap dan
perilaku para wakil rakyat di DPRD pun cenderung lunak dalam merespons
kebijakan- kebijakan pemerintah daerah provinsi Banten [4].

2.6 Dinamika Politik Dinasti di Banten


Sejak terbentuk menjadi Provinsi yang mandiri, terpisah dari Jawa Barat,
kehidupan politik di Banten ditandai dengan menguatnya gejala dinasti politik atau
politik kekerabatan, baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Dinasti
politik merupakan kekuasaan yang dipegang secara turun temurun dalam satu garis
keturunan atau kerabat dekat. Hal ini ditandai dengan tersebarnya jejaring
kekuasaan melalui fitrah politik pendahulunya dengan cara penunjukkan anak, istri,
paman, dan semacamnya untuk menduduki pos-pos strategis dalam partai
(lembaga) politik. Cara kekeluargaan biasanya dilakukan agar sanak famili tersebut
bisa dengan mudah meraih jabatan publik, baik sebagai Walikota, Gubernur, Bupati
maupun sebagai anggota perwakilan rakyat (DPRD). Praktik dinasti politik atau
politik kekerabatan di era Ratu Atut Chosiyah di Banten memperlihatkan adanya
gejala proliferasi (persebaran, pertumbuhan), bukan saja pada ranah kekuasaaan
eksekutif dan legislatif, seperti pada arena bisnis, sosial-budaya, pendidikan, dan
keormasan [4].
Kemunculan dinasti politik di akibatkan oleh adanya kemandulan demokrasi.
Sebab, hal ini yang kemudian secara struktural mengakibatkan keserakahan
terhadap jabatan dan justru menutup ruang demokrasi, dan memunculkan
kekuasaan etnis di daerah. Dari etnisitas inilah dinasti tumbuh, sementara etika
politik rendah karena kaderisasi partai politik dan pendidkan dalam berpolitik
tidak berjalan dengan baik. Politik dinasti muncul dalam dimensi yang halus,
berupa gejala dinasti politik yang mendorong sanak keluarga elite-elite lama untuk
terus memegang kekuasaan di pemerintahan yang diturunkan secara demokratis
oleh para pendahulu mereka [4].
Pada kasus ini, penyesuaian terhadap etik demokrasi modern dilakukan dengan
mempersiapkan putra-putri yang bersangkutan dalam sistem pendidikan &

13
rekrutmen politik yang sedemikian dini. Jadi ketika mereka muncul,
kemunculannya seolah-olah bukan diakibatkan oleh faktor darah dan keluarga,
melainkan oleh faktor-faktor kepolitikan yg lebih wajar dan rasional. Meskipun
terkadang gelar pendidikan mereka dapat dibeli dengan nama keluarga mereka.
Kemunculan Dinasti Politik di Banten, tidak terlepas dari sosok Chasan Sochib
sebagai salah satu tokoh pembentukan Provinsi Banten yang paling
berpengaruh. Chasan Sochib membangun pondasi awal dinasti politik di Banten.
Diperolehnya dari akses eksklusif terhadap proyek-proyek pemerintah, sarana
koersif (kekerasan) yang dilakukan oleh para jawara yang diikatnya melalui tradisi
patronase, dan kontrol terhadap partai politik, dalam hal ini partai Golkar yang
sejak era orde baru telah didominasi bersama anggota keluarganya. [4].
UU No. 8 Tahun 2011 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota serta
hubungannya dengan dinasti politik dimana keduanya sangat berkaitan satu sama
lain. Dinasti politik yang sudah terjadi di Banten berawal dari kepemimpinan Ratu
Atut Chosiyah, hingga ditahan karena kasus korupsi sengketa Pilkada Kabupaten
Lebak serta kasus pengadaan alat kesehatan pada 2013 lalu yang menjeratnya,
sebelumnya adik Atut sendiri Tubagus Chaeri Wardana sudah terlebih dahulu
dinyatakan sebagai tersangka dalam dugaan suap yang dilakukan terhadap mantan
ketua MK Akil Mochtar. Wawan sendiri tidak memiliki jabatan resmi dalam
pemerintahan tetapi disebut mempunyai kewenangan besar dalam menetapkan
proyeksi fisik di berbagai tempat di Banten. Di lain kasusnya tersebut ternyata
Ratu Atut beserta keluarga besarnya sudah menduduki jabatan pemerintahan di
Banten. Adanya fenomena seperti ini merupakan dampak dari diberlakukannya
otonomi untuk tiap daerah, dan pencalonan di lembaga legislatif sehingga
memungkinkan adanya politik kekeluargaan/politik Dinasti [4].
Di Provinsi Banten jejak-jejak adanya politik Dinasti lebih kentara. Seperti Ratu
Atut Chosiyah Gubernur Banten 2007-2012 misalnya, keluarga besarnya memiliki
setidaknya 9 orang yang memimpin di masing-masing kekuasaannya. Gandung
Ismanto sebagai pengamat politik dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa di
Banten berpendapat bahwa kekuasaan oligarki politik di Provinsi Banten justru
menutup ruang demokrasi. Ruang demokrasi menjadi tertutup justru di instrumen
demokrasi itu sendiri. Kalau kita telusuri sejak pilkada pertama tahun 2005 sampai

14
sekarang, sesungguhnya kekuasaan berpindah diantara mereka saja, dan benar-
benar menutup ruang demokrasi masyarakat sipil atau masyarakat biasa yang tidak
punya kerabat atau keluarga di politik [4].
Oleh karena itu, dinasti politik dapat diartikan sebagai kekuasaan pemerintah
yang diperoleh baik dari pemilihan melalui DPRD ataupun pemilihan langsung
dengan dukungan dari kepala daerah sebelumnya ataupun kepala daerah di wilayah
sekitarnya baik secara langsung ataupun tidak langsung yang mempunyai hubungan
kekeluargaan. Dukungan yang sangat kuat ini mampu mempengaruhi dan
meyakinkan masyarakat pemilih bahwa calon yang mereka usung adalah calon
yang terbaik, sehingga memenangkan pemilihan. Sedangkan disisi lain kepala
daerah terpilih masih mempunyai hubungan keluarga yang kuat. Hubungan
kekeluargaan tersebut seperti istri, anak dan lain sebagainya. Dengan demikian, di
dalam dinasti tersebut tidak ada politik karena peran publik sama sekali
tidak dipertimbangkan [4].
Dalam konteks provinsi Banten, arah, proses, dan akhirnya dinamika politik
yang dipimpin serta dikendalikan oleh dinasti keluarga almarhum Prof. Dr (HC). H.
Tubagus Chasan Sochib. Seperti diketahui, Chasan Sochib adalah ayah kandung
dari Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah yang terpilih dalam Pilkada Banten pada
2007 silam dan kemudian terpilih kembali dalam Pilkada Banten pada akhir 2011
berpasangan dengan Rano Karno. Sebelum menjadi Gubernur, puteri Haji Chasan
ini menjadi wakil Gubernur mendampingi Joko Munandar, gubernur pertama
Banten periode 2002-2007. Pasca reformasi, Chasan mendorong keluarga besarnya,
termasuk Atut, aktif berpolitik. Atut menjadi Wakil Gubernur Banten pertama,
Oktober 2000. Pada Oktober 2005, Atut menggantikan Gubernur Bantun Joko
Munandar yang semula ia damping, sebagai pelaksana tugas Gubernur Banten
menyusul kasus korupsi yang menjerat Joko. Atut resmi menjadi Gubernur Banten
pada 2007 silam setelah memenangi Pilkada. Setelah menjadi orang nomor satu di
Banten, Atut pun memiliki cukup ruang yang luas untuk memasukkan
keluarganya ke dalam ranah politik, persis seperti yang dilakukan sang ayah.
Dinasti politik di “Kerajaan Banten” tidak hanya sebatas perebutan kepala daerah
di satu wilayah saja tetapi telah menggurita hampir ke seluruh pelosok Banten.
Puncak kekuasaan dipegang oleh Ratu Atut sebagai Gubernur Banten. Kemudian

15
juga ada Heryani (ibu tiri Ratu Atut) Wakil Bupati Pandeglang, Ratu Tatu
Chasanah (adik kandung) Wakil Bupati Serang, Tubagus Chaerul Jaman (adik tiri)
Walikota Serang, adik ipar Atut Airin Rachmi Walikota Tangsel. Sebagian lagi
masuk ke ranah legislatif seperti anggota DPR, DPRD dan DPD [4].
Dinasti Politik Banten di sini ialah jabatan kepala daerah yang diperoleh
keluarga besar Ratu Atut bukan kekuasaan pemerintahan pada wilayah yang sama,
tetapi kekuasaannya pada wilayah yang berbeda. Sebagai contoh Gubernur
Ratu Atut memiliki ikatan saudara dengan Walikota Tangsel, Walikota Serang,
dan seterusnya. Tidak ada larangan bagi keluarga Atut untuk menjadi calon kepala
daerah di kota Serang walau yang bersangkutan mempunyai ikatan keluarga dengan
Gubernur Banten Ratu Atut. Tetapi aturan hanya membatasi kesempatan keluarga
besar Ratu Atut untuk maju dalam pemilihan Gubernur Banten [4].
Beberapa kasus dinasti politik yang terjadi di Banten ini bukanlah hal yang
baru dan tidak terjadi hanya di Banten saja, melainkan terjadi di berbagai daerah di
Indonesia. Hal tersebut selalu dikatakan oleh para kerabat kekuasaan, bahwa politik
yang dikuasai melalui ikatan persaudaraan mereka pada intinya dipilih secara
demokratis, dipilih sesuai dengan mekanisme hukum dan landasan konstitusional
yang berlaku, dan ditakutkan fenomena ikatan darah dalam berpolitik hanya
bermain-main dalam panggung arena demokrasi politik nantinya [4].

2.7 Dampak Akibat Adanya Politik Dinasti di Banten


Ada dua hal yang menjadi pemicu utama potensi korupsi yang dilakukan
dinasti politik. Pertama, persoalan utama dari dinasti politik adalah soal penguasaan
sumber daya dan dampaknya dapat melemahkan check and balance dalam
pemerintahan. Persoalan tersebut membuat dinasti dekat dengan korupsi, ditambah
dengan kewenangan mereka untuk menjadikan posisinya sebagai alat untuk
mengakses sumber daya ekonomi. Kedua, pola yang terbangun dalam dinasti politik
saat ini membutuhkan dana besar untuk merawat kekuasaan dan jaringan yang
menjadi simpul-simpul politik lainnya [4].
Dengan maraknya praktek dinasti politik di daerah Banten ini, dapat membuat
orang yang berkompeten memiliki kekuasaan, dan hal sebaliknya pun bisa terjadi.
Dimana orang yang berkompeten menjadi tidak terpakai di dunia politik karena

16
alasan bukan dari keluarga anggota politiknya. Selain itu, cita-cita kenegaraan
menjadi tidak terealisasikan karena pemimpin atau pejabat Negara tidak mempunyai
kapabilitas dalam menjalankan tugas. Alasannya adalah dinasti politik bukanlah
sistem yang tepat untuk diterapkan di Negara kita Indonesia, sebab, Negara
Indonesia bukanlah negara dengan sistem pemerintahan monarki yang memilih
pemimpin berdasarkan garis keturunan [4].
Hal ini juga berdampak pada masyarakat yang memiliki hak demokrasi dalam
memilih dan di pilih, kemudian hak nya tersebut dibatasi oleh sistem monarki
tersebut. Dinasti politik semestinya dilarang dengan tegas, karena jika semakin
maraknya praktik dinasti politik ini di berbagai Pilkada dan pemilu Legislatif, maka
proses rekrutmen dan kaderisasi di partai politik tidak berjalan atau terbatasi. Jika
para penguasa dinasti politik di sejumlah daerah bertambah besar pertumbuhannya,
maka akan semakin marak juga praktik-praktik yang bisa merugikan Negeri ini,
seperti pencurian sumber daya alam dan lingkungan, pencurian sumber-sumber
pendapatan daerah, serta penyalahgunaan APBD dan APBN [4].
Dengan demikian, suara kritis masyarakat awam terhadap pemerintah daerah
dan DPRD setempat tidak pernah memperoleh tempat yang memadai di dalam
penerbitan media-media politik. Selain itu, adanya politik dinasti ini dengan gaya
kepemimpinan tanpa kestabilan dalam menguasai pemerintahan dapat memicu
kemarahan rakyat sehingga dapat dimusuhi rakyat.

2.8 Politik Hegemoni di Banten


Hegemoni berasal dari bahasa Yunani eugemonia yang berarti memimpin. Roger
Simon menyatakan bahwa “Hegemoni bukanlah hubungan dominasi dengan
menggunakan kekuasaan, melainkan hubungan persetujuan dengan menggunakan
kepemimpinan politik dan ideologis”. Teori hegemoni Gramsci menganalisis
berbagai macam relasi antara kekuasaan dan penindasan di dalam masyarakat.
Penindasan tidak selalu berarti penindasan fisik tetapi bisa jadi berupa penindasan
pola pikir. Ketika melihat melalui perspektif hegemoni akan terlihat bahwa media
massa merupakan suatu alat kontrol yang digunakan oleh pihak yang berkuasa untuk
mengontrol dan menanamkan pola pikir kepada masyarakat. Dalam hal ini,
kelompok yang berkuasa akan selalu berusaha untuk membuat agar masyarakat

17
(yang dikuasai) menerima nilai-nilai dan pola pikir penguasa tanpa perlawanan.
Strategi kunci dalam keberhasilan hegemoni adalah nalar awam, di mana
masyarakat awam akan menerima begitu saja apa yang diberikan oleh penguasa ke
dalam pikiran mereka [5].
Di Banten Selatan dipenuhi dengan adanya kepemimpinan intelektual dan moral
serta adanya dominasi. Hasil penelitian ini menunjukan adanya dominasi yang
dilakukan secara paksa dengan menggunakan kekerasan sebagai alat untuk
mempertahankan kekuasaan. Dalam kehidupan masyarakat Banten Selatan terdapat
unsur hegemoni yang selama ini mereka rasakan. Unsur hegemoni ini
mengakibatkan adanya pembagian kelas. Pembagian kelas tersebut terdiri dari pihak
yang mendominasi yaitu tokoh Juragan Musa dan gerombolan Darul Islam,
sedangkan pihak didominasi yaitu Ranta dan masyarakat kecil lainnya [6].
Praktik-praktik hegemoni di Banten adalah yang dilakukan oleh Sakib misalnya
dengan melakukan kerja sama dengan media koran untuk melakukan pencitraan
pada keluarganya yang mencalonkan menjadi anggota legeslatif. Adanya bentuk-
bentuk hegemoni yang terjadi kepada warga Banten yaitu, kebudayaan, ideologi,
dan kaum intelektual. Kebudayaan yang sudah menjadi tradisi dan kebiasaan
memengaruhi warga Banten dalam kegiatan tertentu misalnya, dalam pernikahan
harus ada pesta meriah yang membuat warga biasa harus berutang. Adanya
perlakuan hegemoni yang dilakukan oleh negara, misalnya Sakib yang menyuap
Bupati demi mendapatkan izin pertambangan. Selain itu dia juga membungkam
koran Mata Pena agar tidak mengeluarkan berita negatif tentang dirinya dan
kerabatnya. Selain itu juga adanya tingkatan hegemoni yang terbentuk atas
hegemoni yang terjadi terhadap warga Banten, yaitu hegemoni total dan hegemoni
minimum [6].
Praktik Hegemoni yang dilakukan oleh Sakib ialah menyuap masyarakat yang
berada di area proyek penambangan pasir, bahkan menyuap menteri agar
mendapatkan izin penambangan. Proyek penambangan pasir laut di sebelah utara
dan barat itu padahal berdampak buruk bagi lingkungan dan ekosistem. Semua hal
yang dilakukan Sakib bertujuan untuk memertahankan kekuasaannya. Terdapat tiga
tingkatan hegemoni yaitu hegemoni total, hegemoni yang merosot dan hegemoni
yang minimum. Masyarakat menunjukkan tingkat kesatuan moral dan intelektual

18
yang kokoh. Hegemoni bersandar pada kesatuan ideologis antara elit ekonimois,
politis, dan intelektual yang berlangsung dengan keengganan campur tangan massa
dalam hidup bernegara. Kelompok hegemonis tidak ingin menyesuaikan
kepentingan dan aspirasi mereka dengan kelas lain dalam masyarakat biasa [6].

2.9 Dampak Akibat Adanya Politik Hegemoni di Banten


Praktik Hegemoni total dialami oleh warga Banten. PT Bintang Laut melakukan
kecurangan dalam izin penambangan pasir laut. Mereka bekerja sama dengan Sakib
dan Bupati Banten dalam melancarkan aksinya. Izin penambangan dari warga yang
telah disetujui ternyata merupakan manipulasi belaka. Warga yang menyetujui izin
penambangan itu merupakan warga yang telah dikondisikan terlebih dahulu. Warga
yang sebenarnya tidak menyetujui izin penambangan ini merasa dirugikan dan
perusahaan penambangan telah berbuat curang dalam kesepakatan dengan warga.
Warga menolak dengan cara memasang spanduk di beberapa sudut kampung. Aksi
warga tersebut membuktikan bahwa ada politik hegemoni yakni tidak adanya
kesepakatan antara pihak perusahaan penambang pasir dan warga [6].
Terdapat dua jenis hegemoni kekuasaan yaitu hegemoni kekuasaan yang
disadari dan tidak disadari. Hegemoni yang disadari memiliki empat bentuk yaitu
kekerasan, penindasan, paksaan dan perampasan, sedangkan hegemoni yang tidak
disadari berbentuk provokasi. Faktor penyebab terjadinya hegemoni tersebut yaitu
adanya budaya matrilineal, kekuasaan yang diberikan oleh adat kepada pemangku
adat sebagai pimpinan adat, tindakan yang dianggap tidak sesuai dengan adat dan
dapat merusak nama baik keluarga serta faktor usia dan pengalaman. Akibatnya
dampak yang dihasilkan dari adanya hegemoni kekuasaan adalah adanya
pembunuhan, pengusiran secara langsung dan tidak langsung, perbudakan dan
perampasan hak atas kekayaan, penididikan, gelar, serta hak asasi manusia [7].

19
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan, dapat diambil beberapa


kesimpulan di antaranya:
1. Politik kontemporer, perkembangannya mengikuti kondisi pada saat itu.
2. Faktor yang mempengaruhi dinamika politik kontemporer di Banten di antaranya
pendidikan politik masyarakat yang masih rendah, Feodalisme (sikap acuh tak acuh
terhadap politik), adanya kemajuan informasi yang mengarah pada Misleading, serta
moralitas elit politik (oknum politik yang berfokus mengejar kekayaan pribadi dan
keluarganya).
3. Kronologi singkatnya, Politik Dinasti di Banten dimulai dari H. Chasan Sochib
yang membantu gerakan pemekaran dan mendapatkan pengakuan sebagai tokoh
pembaharuan Banten dengan gaya kapitalisme, lalu Chasan Sochib merancang
anggota keluarga besarnya untuk aktif terlibat di bidang politik, ekonomi, sosial dan
budaya sehingga segala proses politik sudah di kuasai oleh keluarga Chasan Sochib
yang di jalankan oleh Ratu Atut.
4. Politik Dinasti disebabkan karena adanya dinamika kekuatan masyarakat sipil yang
lemah dan mudah tehasut, serta akibat adanya tradisi pemerintahan turun menurun
di keluarga pemegang ranah politik.
5. Dampak yang ditimbulkan dari politik dinasti dan hegemoni ialah dinasti semakin
dekat dengan aksi korupsi dan masyarakat sipil jarang dimintai suara demokrasi
karena kecurangan para pemerintah tersebut.

20
DAFTAR PUSTAKA

[1] A. Irham, “Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung, Prodi
Aqidah Filsafat.,” TAPIs, 2013.
[2] Y. Rusfiana and I. Nurdin, “Dinamika Politik Kontemporer,” vol. 1. pp. 1–15,
2017, [Online]. Available: www.cvalfabeta.com.
[3] “Teguh Ilham Artikel Ulama dan Jawara dalam Dinamika Politik Banten Jurnal
Politikologi 2019.pdf.” .
[4] A. Saputra, “Dinasti Politik Perspektif Teori Politik Ashabiyyah Ibnu Khaldun
(Studi Kasus Pemerintahan Provinsi Banten Periode 2007-2014),” p. 75, 2017.
[5] L. T. Hegemoni, “BAB II LANDASAN TEORI A. Hegemoni dan Konstruksi
Pola Pikir Hegemoni berasal dari bahasa Yunani,” pp. 24–39, 1937.
[6] F. I. Putri, “Dominasi Negara Terhadap Warga Banten Dalam Novel Kelomang
Karya Qizink La Aziva (Kajian Hegemoni Gramsci),” Bapala, pp. 1–10, 2018,
[Online]. Available: https://core.ac.uk/download/pdf/230650620.pdf.

[7] “建筑性别空间探究之女性色彩下的景观空间No Title,” p. 210093, 2017.

21

Anda mungkin juga menyukai