Anda di halaman 1dari 19

PERUBAHAN KEBUDAYAAN DAN MODERNISASI DI BANTEN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Studi Kebantenan
Dosen Pengampu: Dr. H. Agung Muttaqien, PGDip., M.Pd.

Disusun oleh:
Kelompok 11
Chessa Yhosika (3334190008)
Bachtiar Zuhdi Alfarizi (3334200063)
Bismo Aditya Prakoso (3334200037)
Devi Yunanda (3334200071)
Mitha Sophia Perenisa (3334200008)
Relsa Usva Munggaran (3334200075)

JURUSAN TEKNIK METALURGI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya kepada kami sehingga dapat berdiskusi dan menyelesaikan penulisan
makalah ini yang berjudul “Perubahan Kebudayaan dan Modernisasi di Banten”.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan rasa hormat dan terima kasih sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini. Adapun
maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini ialah untuk memenuhi tugas yang
diberikan oleh Bapak Dr. H. Agung Muttaqien, PGDip., M.Pd. selaku dosen pengajar,
juga untuk memperluas pengetahuan para mahasiswa khususnya bagi penulis.
Penulis telah berusaha untuk dapat menyusun makalah ini dengan baik, namun
penulis pun menyadari bahwa kami memiliki akan adanya keterbatasan kami sebagai
manusia biasa. Oleh karena itu, jika didapati adanya kesalahan-kesalahan baik dari segi
teknik penulisan, maupun dari isi, maka kami memohon maaf dan kritik serta saran dari
dosen pengajar dan pembaca sangat diharapkan oleh kami untuk dapat
menyempurnakan makalah ini terlebih juga dalam pengetahuan kita bersama. Semoga
dari makalah sederhana ini dapat bermanfaat untuk para pembaca.

Cilegon, 02 Maret 2022

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
1.3 Tujuan Pembahasan ........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 3
2.1 Kebudayaan Banten ........................................................................................... 3
2.1.1 Dodod ......................................................................................................... 4
2.1.2 Panjang Mulud ............................................................................................ 4
2.1.3 Debus .......................................................................................................... 6
2.2 Perkembangan Globalisasi dan Modernisasi di Banten ..................................... 7
2.2.1 Perkembangan Modernisasi........................................................................ 8
2.2.2 Perkembangan Globalisasi ....................................................................... 10
2.3 Pengaruh Hedonisme dan Westernisasi Bagi Remaja Banten ......................... 11
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 14
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 14
3.2 Saran ................................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Banten merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih
berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya Banten
mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat yang
dipengaruhi dengan unsur-unsur agama islam, sehingga identitas sosial
budaya masyarakatnya dikenal sebagai masyarakat Banten yang religius.
Masyarakat dan kebudayaan Banten memiliki keunikan dan kekhasan
tersendiri yang membedakan daerah yang satu dengan daerah yang lainnya.
Keunikan tersebut menjadikan sebuah modal bagi eksistensi budaya Banten
untuk dapat diperkenalkan kepada masyarakat umum.
Keunikan budaya Banten dapat dilihat dari berbagai macam kesenian
tradisional, upacara adat, tradisi kepercayaan dalam ritual keagamaan dan
kegiatan lainnya. Kegiatan budaya ini masih dipertahankan dan dilestarikan
karena masyarakat Banten beranggapan bahwa di dalam suatu budaya itu
mengandung nilai-nilai budaya kewarganegaraan yang telah mengakar
dalam jiwa masyarakat Banten. Nilai-nilai budaya kewarganegaraan tersebut
tercermin dari pola tingkah laku dan kebiasaan masyarakat setempat.
Pendirian monument-monumen megalitik dengan beragam bentuk
seperti punden berundak, arca, menhir, dolmen, dan batu bergores turut
memperkaya budaya dan tradisi masyarakat Banten pada masa lalu. Tradisi
megalitik mulai ada sekitar 4500 tahun yang lalu ketika manusia mulai
hidup menetap dengan mata pencaharian bercocok tanam dan berternak.
Sampai kini tradisi megalitik tersebut oleh sebagian masyarakat adat masih
di taati dan di patuhi secara konsisten dan berkesinambungan.
Kebudayaan Banten kemudian semakin berkembang setelah
bersentuhan dengan kebudayan luar. Pengaruh budaya dari luar tersebut
datang dari india yang membawa agama Hindu dan Budha. Di samping
membawa pengaruh agama Hindu dan Budha, masuknya pengaruh India

1
juga berdampak pada sistem sosial dan pemerintahan di Nusantara, ditandai
dengan berdirinya kerajaan kerajaan. Salah satu kerjaan Hindu yang pernah
ada di Banten ialah kerajan Banten Girang yang diperkirakan ada pada
sekitar abad ke-10 sampai dengan abad ke-16. Masuknya pengaruh Islam
kemudian berdampak pada mundurnya pengaruh Hindu – Budha di Banten.
Kerajaan Banten Girang berada di bawah penguasa Islam, yang kemudian
mendirikan kerajaan di sekitar Teluk Banten. Pusat kotanya dikenal dengan
nama Surosowan yang kini disebut Banten Lama. Kerajaan Islam Banten
ada dari abad ke-16 sampai dengan abad ke-19.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana pekembangan kebudayaan di Provinsi Banten?
2. Bagaimana perkembangan globalisasi dan modernisasi di Banten?
3. Bagaimana pengaruh hedonisme dan westernisasi bagi remaja
Banten?

1.3 Tujuan Pembahasan


Adapun tujuan dari makalah ini adalah seperti di bawah ini:
1. Mengetahui pekembangan kebudayaan di Provinsi Banten.
2. Mengetahui dan memahami perkembangan globalisasi dan
modernisasi di Banten.
3. Mengetahui dan menganalisa pengaruh hedonisme dan westernisasi
bagi remaja Banten.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kebudayaan Banten


Banten memiliki beberapa macam budaya, salah satunya yang paling
banyak menciptakan budaya itu sendiri yaitu di daerah Kabupaten Serang
atau Pandeglang. Kabupaten Serang yang terletak di ujung Pulau Jawa
bagian Barat adalah salah satu kabupaten dari 3 kabupaten dan 4 kota di
wilayah Provinsi Banten yaitu Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang,
Kabupaten Tangerang, Kota Cilegon, Kota Tangerang, Kota Tangerang
Selatan, dan Kota Serang. Pandeglang merupakan salah satu Kabupaten
yang berada di Provinsi Banten. Kabupaten inilah yang kaya akan kesenian
tradisional. Menurut Enoch Atmadibrata (Budayawan Jawa Barat)
mengungkapkan bahwa: “Pandeglang adalah daerah terkaya akan musik
perkusi di Indonesia”.
Kemudian Omik Ahmad Hidayat (tokoh tari dari Bandung)
mengungkapkan bahwa: “Sumber penggarapan tari Sunda berasal dari
“ngalage” yang ada di wilayah Kabupaten Pandeglang”. Selanjutnya
Yuliawan Kasma Hidayat, M. Hum. (Antropolog Budaya) mengungkapkan
bahwa: “Dodod telah menjadi makna dan simbol keberadaan masyarakat
Kampung Pamatang Saketi Pandeglang Banten”. Kemudian Gugum
Gumbira (Seniman Tari Jaipongan) “Mengaku banyak mendapatkan
inspirasi dari kesenian rakyat di Pandeglang dalam melahirkan Jaipongan
yang melegenda itu”.
Pada akhirnya kesenian tradisional di Indonesia mulai ditinggalkan
generasi muda negeri ini, dan masuknya berbagai kebudayaan luar melalui
berbagai media, tidak sedikit ikut memengaruhi kelunturan apresiasi
terhadap kesenian tradisional. Untuk itu pemerintah segera memberikan
solusi yaitu dengan cara pelestarian kebudayaan. Berikut ini merupakan
beberapa budaya di daerah Banten antara lain:

3
2.1.1 Dodod
Dodod berasal dari Kampung Pamatang Desa Mekarwangi Kecamatan
Saketi Kabupaten Pandeglang yang pertama kali dipimpin oleh Bapak
Muhamad Djanar. Ini adalah seorang tokoh ternama masyarakat Kampung
Pamatang. Dodod merupakan salah satu seni pertunjukan tradisional yang
menggambarkan kegiatan menirukan ketika menanam padi, mencangkul,
membersihkan rumput dan memotong padi. Tampilannya berupa tarian dan
igeligelan yang diiringi dengan beberapa buah angklung, bedug, dan
dogdog. Dan ada satu peralatan lagi yaitu bedug karuhun dengan dibungkus
oleh kain putih yang tidak boleh ditabuh ataupun dimainkan.
Kesenian Dodod memiliki keragaman baik dalam alat-alat, tarian dan
aspek lainnya yang sangat unik. Keunikan dari Dodod adalah perlatannya
tidak bisa dibuat sembarangan karena jika dibuat oleh sembarang orang
maka nada yang akan keluar berbeda dengan aslinya. Sangat heran, jika kita
melihat pementasan Dodod, yang memiliki banyak keanehan dan keunikan.
Ada satu bedug yang sangat berbeda dari bedug lainnya dengan dibungkus
oleh kain putih. Bedug inilah yang tidak pernah ditabuh, melainkan hanya
dibawa dan ditaruh saja di depan pada waktu pementasan serta dipegang
oleh hanya seseorang melainkan tidak sembarang orang.
Keunikan lainnya, dipercayai oleh masyarakat yang terlibat dalam
kesenian Dodod ini, alat-alat Dodod pun tidak boleh dihias karena itu
merupakan aturan dari leluhur yang tidak boleh dilanggar. Apapun keadaan
dan bentuknya harus tetap seperti itu. Kemudian lagu-lagu yang
dinyanyikan yaitu lagu lutung kasarung, lagu jalan, lagu japati ngadu dan
lagu rereogan. Pementasan Dodod, selain sebagai sarana hiburan masyarakat
setempat digunakan sebagai hajatan, perayaan hari besar nasional, dan
perlombaan festival.
2.1.2 Panjang Mulud
Panjang mulud yang merupakan sebuah kegiatan yang melibatkan
kebersamaan masyarakat dengan para tokoh agama, dilakukan setiap bulan
Rabiul Awal (menurut kalender Hijriah), dalam rangka memperingati

4
maulid Nabi Muhammad, masih terus dilakukan di beberapa tempat di
Banten termasuk Kota Serang. Panjang Mulud adalah ungkapan
kegembiraan masyarakat dalam menyambut dan menghormati bulan
Maulid. Budaya ini sudah dilakukan masyarakat muslim di Kota Serang
sejak lama. Bentuk kegiatannya mulai dari mengumpulkan makanan-
makanan untuk disedekahkan dan untuk dimakan bersama setelah doa dan
dzikir bersama sampai membuat wadah-wadah dalam bentuk beraneka
ragam. Seperti bentukan kapal, bentukan burog, bentukan macam-macam
yang di atasnya disusun barang-barang yang akan disedekahkan. Barang-
barang yang disedekahkan juga bervariasi. Yang paling umum adalah telur
ayam rebus yang dibungkus kertas krep. Ada yang dibentuk seperti bunga,
diwarnai dan lain-lain. Barang sedekah lain dapat berupa uang, sembako,
pakaian, sepeda sampai sepeda motor. Ada juga yang menyedekahkan sapi
dan kerbau. Wadah yang dihias dengan berbagai bentuk dan isi ini disebut
Panjang. Panjang akan diarak dan berakhir di masjid untuk didoakan.
Setelah itu Panjang akan dibagikan untuk warga masyarakat. Dilanjutkan
dengan makan bersama di masjid atau disebut ngaropok.
Isi kegiatan Panjang Mulud di antaranya, adalah berkumpul di masjid
mendengarkan ceramah, dan melakukan doa dan dzikir bersama. Ada
beberapa kampung yang melakukan arak-arakan panjang atau pawai sambil
memamerkan berbagai kreasi pajangnya. Lalu kembali ke masjid. Namun,
ada juga yang tidak melakukan arak-arakan atau pawai. Hanya berkumpul di
masjid/musholla, mendengarkan ceramah, bagi-bagi/berebut telur mulud
(telur hias) atau bagi-bagi isi panjang. Setelah dilakukan pawai, barang-
barang yang tadi diarak disedekahkan ke masyarakat yang tidak mampu dan
kegiatan ditutup dengan makan bersama dan berbagi isi panjang atau
ngaropok.
Sejalan dengan visi pemerintah Kota Serang yaitu “Terwujudnya Kota
Peradaban yang Berdaya dan Berbudaya” serta sesuai dengan sasaran
pembangunan kepariwisataan daerah di antaranya “Terwujudnya pariwisata
berbasis budaya yang kreatif dan inovatif sebagai sektor unggulan dan

5
prioritas pembanguan daerah”, Oleh karena itu, maka kegiatan seni budaya
seperti Panjang Mulud mesti dikemas lebih rapi dan profesional agar
mampu menambah kunjungan wisatawan lebih luas.
2.1.3 Debus
Salah satu seni yang berkembang di Banten sampai saat ini adalah
seni Debus. Kesenian Debus adalah seni pertunjukan yang merupakan
kombinasi dari seni tari, seni suara, dan seni olah batin yang bernuansa
magis. Secara historis, kesenian Debus Banten mulai dikenal pada abad ke-
17 pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Kesenian ini tumbuh
dan berkembang bersamaan dengan berkembangnya agama Islam di Banten.
Pada awalnya kesenian ini mempunyai fungsi sebagai penyebaran agama
Islam. Akan tetapi pada masa penjajahan Belanda dan pada masa
pemerintahan Sultan Agung Tirtayasa, seni ini digunakan untuk
membangkitkan semangat perjuangan rakyat Banten.
Debus dikenal sebagai suatu bentuk kesenian rakyat yang
menonjolkan kekuatan dan ketahanan fisik. Dalam penampilannya, Debus
memperlihatkan dan memperagakan kehebatan secara fisik yang
ditunjukkan dengan gerakan-gerakan bela diri pencak silat, dipadukan
dengan kehebatan ilmu kebatinan atau ilmu gaib (kekebalan). Di dalam
Debus ada konsep permainan dan konsep kekebalan. Dengan demikian
Debus memiliki dualisme makna yaitu sebagai bentuk permainan dan seni.
Sistem yang terdapat dalam Debus memperlihatkan kelekatan dengan
bentuk-bentuk permainan, apalagi dalam permainan.
Debus pada dasarnya terbagi atas 2 (dua) aliran, yaitu Debus Tarekat
dan Debus Ilmu. Debus Ilmu merupakan kemampuan/kekuatan yang
diperoleh di luar jalur tarekat. Debus ini dapat berupa tirakat dan mantra-
mantra dalam bahasa daerah (kejawen). Debus Tarekat merupakan
kemampuan/kekuatan batin yang diperoleh melalui amalan suatu ajaran
tarekat, biasanya pelaku Debus Tarekat dalam atraksinya selalu
menyertakan lafadz kalimat Toyyibah, seperti Lailahailallah atau cukup
Allah saja seperti amalannya para Sufi. Beberapa unsur yang ada dalam

6
Debus adalah permainan, peralatan, pemimpin (syekh) dan anggota,
pertunjukan Debus, dan musik pengiring. Unsur lainnya adalah busana,
tempat, dan waktu pertunjukan.

2.2 Perkembangan Globalisasi dan Modernisasi di Banten


Indonesia dikenal dengan beragam suku dari Sabang sampai Merauke
dengan begitu kemudian melahirkan corak budaya yang berbeda-beda dan
menjadi identitas tersendiri bagi kelompoknya. Berdasarkan fakta tersebut,
tentunya dengan fakta tentang keragaman yang ada di Indonesia dalam
berbagai aspek seperti pandangan, adat istiadat, nilai budaya, etika, sistem
kepercayaan, juga harus banyak perbedaan yang menjadi identitas setiap
kelompok masyarakat.
Mengenai tentang identitas, suku Baduy adalah salah satu dari
banyaknya suku yang ada Indonesia dengan diidentifikasi secara jelas di
provinsi Banten dengan membawa keunikan budaya atau tradisinya.
Menurut informasi dikatakan bahwa suku Baduy merupakan suku yang
tidak ingin dinodai oleh budaya asing demi mempertahankan tradisi yang
sudah menjadi kebiasaan mereka dalam menjalankan di masyarakat. Oleh
karena itu, dalam kehidupan mereka terikat oleh aturan-aturan duniawi yang
jauh dari tradisional dan modern. Berdasarkan kepercayaan suku Baduy
tersebut mereka mempunyai tugas menjaga tanah Baduy supaya tidak rusak,
gunung tidak boleh dilebur, hutan tidak boleh dirusak, aliran air tidak boleh
diganggu dan lembah tidak boleh dirusak. Pandangan tersebut relevan
dengan aktivitas hubungan mereka dengan alam.
Di balik keunikan yang terdapat dalam budaya suku Baduy, ada
beberapa hal yang dinilai sebagai kesan negatif, karena mereka menutup diri
dari segala sesuatu pengaruh dari luar yaitu segala unsur budaya, termasuk
penggunaan teknologi komunikasi seperti handphone, televisi, penerangan
listrik, dan sebagainya. Aturan adat juga melarang anak-anak masyarakat
baduy untuk sekolah, jadi kehidupan mereka benar-benar tradisional.
Walaupun ada sebagai masyarakat yang mulai bergeser cara pandang

7
mereka. Tapi keunikan suku Baduy ini menjadi bagian penting juga dalam
konteks kearifan lokal mempertahankan adat dan budaya setempat.
Keberadaan suku bangsa, termasuk suku Baduy saat ini, menghadapi
dilema dalam proses globalisasi. Seperti yang kita ketahui bersama,
globalisasi semakin mengikis budaya lokal masyarakat. Terkikisnya budaya
lokal atau yang sudah menjadi tradisi nasional juga dipercepat oleh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang semakin
memperparah hilangnya jati diri bangsa.
2.2.1 Perkembangan Modernisasi
Modernisasi mulai menjamur di Banten melalui aspek kehidupan di
antaranya sistem teknologi, sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, mata
pencaharian, seperti dijelaskan sebagai berikut:
1. Sistem Teknologi
Sistem teknologi dan peralatan hidup yang berkembang di
wilayah suku Baduy sudah tampak adanya perubahan. Masyarakat
suku Baduy yang pada dasarnya hidup dengan kesederhanaannya
mulai menggunakan teknologi dan peralatan hidup yang mulai
modern. Unsur-unsur budaya modernitas yang terlihat mulai
berkembang di kehidupan masyarakat Baduy. Walaupun, dalam
hukum adat mereka hal tersebut menjadi larangan untuk digunakan
oleh seluruh masyarakat Baduy. Akan tetapi, dalam
perkembangannya masyarakat Baduy bagian luar sudah banyak
terlihat menikmati budaya modernitas. Pada dasarnya masyarakat
Baduy takut untuk melakukan perubahan karena aturan adat,
walapun sudah banyak yang ingin hidup seperti wilayah lain
misalnya saja keinginan untuk menikmati fasilitas listrik, sampai
akhirnya masyarakat Baduy menggunakan lampu dengan tenaga
surya. Begitu juga terdapat pengunaan teknologi dan komunikasi
sepeti handphone bahkan sudah ada yang mempunyai kendaraan
yang diletakkan di luar Baduy.
2. Sistem Kepercayaan

8
Suku Baduy mempunyai sistem keyakinan yang kental dengan
animisme dan dinamisme. Kemudian bergeser dari kepercayaan
animisme dan dinamisme ini menuju sistem religi yang
berlandaskan ajaran agama, hal ini tampak dalam bentuk upacara
adat tradisional yang telah mengalami penyesuaian dengan sistem
religi yang berdasarkan agama. Misalnya mencari keberkahan
melalui ritual-ritual kini berangsur-angsur kembali seperti ajaran
pada agama yang sebenarnya.
3. Sistem Pengetahuan
Dari sisi sistem pengetahuan juga terlihat dari keinginan
masyarakat Baduy untuk bisa menikmati pendidikan seperti
wilayah lain terlihat dari keinginan masyarakat Baduy untuk dapat
bersekolah dan memperbaiki masa depan mereka dengan ditandai
oleh motivasi mengapa dirinya harus bersekolah karena demi
menggapai cita-citanya yang tinggi. Pendidikan nonformal juga
masuk kedalam masyarakat suku Baduy luar melalui peran
pemerintah yang mendelegasikan utusan untuk mengajarkan
pendidikan kepada masyarakat sekitar. Masyarakat Baduy juga
sudah banyak yang sadar tentang pendidikan.
4. Sistem Mata Pencaharian
Mata pencaharian suku Baduy mayoritas bertani/berladang. Cara
berladang masyarakat Baduy secara turun temurun diwariskan oleh
nenek moyang. Dijelaskan bahwa mereka menerapkan cara
pertanian ladang berpindah yakni dengan bercocok tanam dengan
cara bertani bawah pohon-pohon besar di sekitar hutan tanpa
merusak alam yang mereka manfaatkan. Bekas ladang akan
diliarkan kembali dan menjadi hutan belukar, dan seterusnya
menjadi hutan sekunder. Masyarakat juga mulai beralih dari
kegiatan mereka untuk bertahan hidup dengan mengandalkan
berladang/pertanian, kini mereka juga beralih untuk berdagang.

9
2.2.2 Perkembangan Globalisasi
Globalisasi sendiri memiliki pengertian yang menggambarkan adanya
hubungan kertegantungan antarbangsa di lingkungan masyarakat melalui
perdagangan, investasi, budaya, atau bentuk interaksi-interaksi lainnya
(Ernawam, 2017). Dalam perkembangan global, lingkungan sebagai tempat
mempraktikkan kebiasaanya sudah mulai berubah. Perkembangan global
atau sering disebut sebagai globalisasi merupakan suatu proses perubahan
mengikuti arus perubahan-perubahan global. Dengan perubahan lingkungan
ini tentu akan berpengaruh terhadap kebiasaan awalnya yang akan berubah
dijelaskan bahwa globalisasi merupakan hubungan saling memengaruhi
antar tempat yang jauh dengan tempat yang lain atau juga sebagai
intensifikasi hubungan sosial dunia yang menghubungkan tempat-tempat
jauh.
Perubahan ini misalnya dari sistem mata pencaharian hidup terlihat
masyarakat Baduy yang awalnya mereka menggantungkan hidupnya pada
sektor pertanian atau berladang. Kini, masyarakat yang mulai terbiasa
dengan kedatangan wisatawan mulai mencari peluang dengan membuka
berbagai macam usaha di antaranya membuat kerajinan tangan, berjualan
minuman mineral, membuka warung atau toko dan sebagainya. Dari sistem
teknologi dan peralatan hidup, masyarakat suku Baduy sudah mulai
menggunakan beberapa teknologi modern seperti panel surya, radio, motor,
handphone, dan sebagainya. Mereka yang awalnya dilarang untuk
menggunakan alas kaki, sekarang sudah banyak yang menggunakan sandal.
Begitu pun dari unsur sistem pengetahuan, mereka mulai ingin seperti
wilayah lain yang bisa menikmati pendidikan. Pada kenyataannya aturan
adat memaksa mereka untuk tidak bersekolah. Hidup mereka yang
terpenting adalah makan cukup dan bisa mengurus kebutuhannya saat
meninggal. Dengan perubahan lingkungan mereka sudah mulai ada yang
sekolah di luar wilayah Baduy. Akan tetapi, globalisasi dengan segala nilai-
nilai global yang dibawa merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat
dihindari. Hal yang perlu dilakukan adalah bagaimana sebuah negara atau

10
masyarakat bisa memfilter nilai-nilai budaya yang masuk karena arus
globalisasi.

2.3 Pengaruh Hedonisme dan Westernisasi Bagi Remaja Banten


Dengan adanya perkembangan globalisasi khususnya di Banten dapat
memengaruhi kebudayaan hingga gaya hidup dari masyarakat sekitar.
Biasanya kalangan remaja lebih rentan untuk terbawa arus globalisasi,
karena pada dasarnya usia remaja masih merupakan usia pertumbuhan.
Salah satu gaya hidup yang muncul seiring dengan berkembang pesatnya
globalisasi adalah hedonisme dan westernisasi. Hedonisme dan westernisasi
dapat memberikan berbagai dampak pada pola hidup serta kebudayaan
masyarakat Banten.
Secara bahasa, hedonisme berasal dari bahasa Yunani yaitu hedone
yang artinya kesenangan. Hedonisme merupakan suatu ideologi atau
pandangan hidup yang menyatakan bahwa dengan mencari kesenangan
pribadi sebanyak-banyaknya dan menghindari perasaaan-perasaan
menyakitkan, seseorang akan memperoleh kesenangan. Dalam hedonisme,
kenikmatan atau kesenangan merupakan tujuan hidup dan acuan untuk
berperilaku dalam sebuah anggota masyarakat. Seseorang yang berperilaku
hedonisme disebut hedonis, dan hanya peduli pada kesenangan pribadi atau
kelompoknya (Setianingsih, 2019).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hedonisme adalah
pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai
tujuan utama dalam hidup. Sedangkan hedonisme menurut Epikuros (341-
270 SM) berpendapat bahwa hedonisme memiliki beberapa pengertian yaitu
(a) kesenangan adalah tujuan hidup manusia; (b) menurut kodratnya setiap
manusia mencari kesenangan; (c) kesenangan yang dimaksud bukanlah
kesenangan inderawi, tetapi kebebasan dari rasa nyeri dalam tubuh kita dan
kebebasan dari keresahan dalam jiwa (Farida, 2016).
Masyarakat modern yang hedonis lekat dengan budaya konsumer.
Gaya glamor dan sensual merupakan salah satu aspek gaya hidup hedonis

11
masyarakat urban sebagai wujud pencarian identitas kelas sosial (Farida,
2016). Perilaku hedonisme dimudahkan dengan perkembangan teknologi
yang mana kesenangan untuk mendapat sesuatu yang diinginkan dapat
dilakukan di mana saja dan kapan saja, contohnya adalah adanya e-
commerce yang menjual berbagai jenis barang. Pengaruh hedonisme yang
mungkin akan timbul bagi remaja di Banten adalah munculnya perilaku
konsumtif dan timbulnya tekanan pribadi untuk terus mengikuti gaya hidup
yang mewah. Dengan demikian, dampak terburuk yang akan timbul adalah
dalam upaya memenuhi keinginannya, maka seseorang akan menempuh
berbagai jenis cara yang seringkali berujung pada kejahatan.
Perilaku hedonisme di kalangan remaja Banten ini juga diperkuat
dengan masuknya budaya-budaya dari luar yang tidak sesuai dengan norma-
norma di masyarakat. Masuknya budaya yang didominasi dari negara-
negara barat disebut westernisasi. Secara harfiah, westernisasi memiliki arti
“membaratkan”. Menurut Koentjaraningrat, westernisasi adalah usaha
meniru gaya hidup orang barat secara berlebihan dari berbagai bidang
seperti fashion, tingkah laku, budaya dan lainnya. Westernisasi timbul salah
satunya melalui perkembangan teknologi dan informasi (Suharni, 2015).
Dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi diketahui bahwa
negara-negara barat unggul dibanding dengan bangsa kita. Hal tersebut
dapat membawa dampak positif khususnya bagi remaja Banten, yaitu
meningkatkan keingintahuan dan semangat belajar. Namun, ilmu
pengetahuan dan teknologi ini juga dapat membawa dampak buruk, seperti
hadirnya teknologi maju yang justru berbahaya bagi lingkungan, dan
diciptakannya senjata-senjata militer yang membahayakan umat manusia.
Dampak negatif westernisasi yang masuk diantara masyarakat Banten
khususnya remaja, sebenarnya dapat menciptakan pemikiran-pemikiran
kritis apabila dapat disaring keberadaannya.
Hedonisme dan westernisasi memiliki keterkaitan, di mana hedonisme
bisa timbul akibat adanya westernisasi. Dengan maraknya barang impor dari
negara barat ke wilayah Banten, disertai dengan banyaknya budaya barat

12
yang muncul di media massa, akan berdampak pada ketertarikan masyarakat
khususnya remaja di Banten untuk meniru budaya barat dengan
mengonsumsi produk impor tersebut. Keinginan yang muncul akibat
westernisasi tersebut semakin lama akan memunculkan perilaku hedonisme.
Dengan demikian, pendidikan memiliki peran penting untuk remaja
khususnya di Banten agar dapat memilih budaya-budaya yang masuk ke
Banten sehingga tidak menimbulkan dampak negatif seperti hedonisme.

13
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Banten memiliki kebudayaan yang bermacam-macam. Dodod,
Panjang Mulud, dan Debus merupakan salah satu contoh kesenian yang ada
di Provinsi Banten. Dodod merupakan salah satu seni pertunjukan
tradisional yang menggambarkan kegiatan menirukan ketika menanam padi,
mencangkul, membersihkan rumput, dan memotong pati. Sedangkan
Panjang Mulud kegiatan ini melibatkan kebersamaan masyarakat dengan
para tokoh agama, dilakukan setiap bulan Rabiul Awal, dalam memperingati
maulid Nabi Muhammad dan masih terus dilakukan di beberapa tempat di
Banten termasuk Kota Serang hingga sekarang. Adapun Debus merupakan
salah satu seni yang berkembang di Banten sampai saat ini, kesenian ini
merupakan seni pertunjukan yang menampilkan kombinasi dari seni tari,
seni suara, dan seni olah batin yang bernuansa magis.
Suku Baduy merupakan suku yang berasal dari provinsi Banten
dengan membawa keunikan budaya atau tradisinya. Keberadaan suku
bangsa, termasuk suku Baduy saat ini, menghadapi dilema dalam proses
globalisasi. Seperti yang kita ketahui bersama, globalisasi semakin mengikis
budaya lokal masyarakat. Terkikisnya budaya lokal atau yang sudah
menjadi tradisi nasional juga dipercepat oleh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, yang semakin memperparah hilangnya jati diri
bangsa. Dengan adanya perkembangan globalisasi khususnya di Banten
dapat memengaruhi kebudayaan hingga gaya hidup dari masyarakat sekitar.
Salah satu gaya hidup yang muncul seiring dengan berkembang pesatnya
globalisasi adalah hedonisme dan westernisasi. Hedonisme dan westernisasi
dapat memberikan berbagai dampak pada pola hidup serta kebudayaan
masyarakat Banten.

14
3.2 Saran
Pada akhirnya kesenian tradisional di Indonesia mulai ditinggalkan
generasi muda negeri ini, dan masuknya berbagai kebudayaan luar melalui
berbagai media, tidak sedikit ikut memengaruhi kelunturan apresiasi
terhadap kesenian tradisional. Dan keinginan yang muncul akibat
westernisasi semakin lama akan memunculkan perilaku hedonisme. Untuk
itu pemerintah harus segera memberikan solusi yaitu dengan cara
pelestarian kebudayaan dan pendidikan agar dapat memilih budaya-budaya
yang masuk ke Banten sehingga tidak menimbulkan dampak negatif seperti
hedonisme.

15
DAFTAR PUSTAKA

[1] Bahrudin, B., & Zurohman, A. (2021). Dinamika kebudayaan Suku Baduy
dalam Menghadapi Perkembangan Global di Desa Kanekes Kecamatan
Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Journal Civics & Social
Studies, 5(1), 31–47.

[2] Ernawam, D. (2017). Pengaruh Globalisasi terhadap Eksistensi Kebudayaan


Daerah di Indonesia. Jurnal Kajian Lemhannas RI, 32(1), 1–54. Farida,
N. (2016). Representasi Hedonisme Di Media Massa. UG Journal, 7(09).

[3] Mata Kuliah Wawasan Budaya Nusantara, T., & Seni Rupa Dan Desain, F.
(2015). SUKU BADUY MAKALAH Disusun untuk memenuhi. (Mata
Kuliah Wawasan Budaya Nusantara & Seni Rupa Dan Desain, 2015).

[4] Sahabudin, Arfah, dkk. (2019). Budaya Panjang Mulud Sebagai Daya Tarik
Wisata Perkotaan Berbasis Masyarakat di Kota Serang. Bandung:
Journal of Indonesian History Vol. 8 No.2.

[5] Sahadi, (2019). Pelestarian Kebudayan Daerah Melalui Kesenian Tradisional


Dodod di Kampung Pamatang Desa Mekarwangi Kecamatan Saketi
Kabupaten Pandeglang. Ciamis: Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi
Negara, Vol. 6 No. 4.

[6] Setianingsih, E. S. (2019). Wabah Gaya Hidup Hedonisme Mengancam Moral


Anak. Malih Peddas (Majalah Ilmiah Pendidikan Dasar), 8(2), 130.
(Diakses dari: https://doi.org/10.26877/malihpeddas.v8i2.2844).

[7] Suharni, S. (2015). Westernisasi Sebagai Problema Pendidikan Era Modern.


Jurnal Al-Ijtimaiyyah, 1(1), 73–88. (Diakses dari:
https://doi.org/10.22373/al-ijtimaiyyah.v1i1.255).

[8] Thresnawaty, Euis. (2012). Kesenian Debus di Kabupaten Serang. Bandung.

16

Anda mungkin juga menyukai