Anda di halaman 1dari 39

REFERAT

Penyakit Jantung Bawaan, Penyakit


Imunologi dan Alergi Obat

Oleh : Putri Cempaka (1102017178)


Pembimbing : dr. Tuty Herawati, Sp.A (K)

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi
PENDAHULUAN
Penyakit Jantung Bawaan (PJB)

Non Sianotik Sianotik

Pirau kiri ke kanan Tanpa pirau

2
DEFINISI PJB NON SIANOTIK

DEFEK SEPTUM DEFEK SEPTUM DUKTUS ARTERIOSUS


VENTRIKEL (DSV) ATRIUM (DSA) PERSISTEN (PDA)

Defek kongenital yang Defek kongenital yang


Duktus arteriosus yang
berupa lubang pada berupa lubang pada
tetap terbuka setelah bayi
septum yaitu sekat antara septum yaitu sekat antara
lahir.
ventrikel kiri dan kanan atrium kiri dan kanan.
KLASIFIKASI PJB NON SIANOTIK

DEFEK SEPTUM DEFEK SEPTUM DUKTUS ARTERIOSUS


VENTRIKEL (DSV) ATRIUM (DSA) PERSISTEN (PDA)

1. DSV Kecil 1. DSA Sekundum 1. PDA Kecil


2. DSV Sedang 2. DSA Primum 2. PDA Sedang
3. DSV Besar 3. DSA tipe Venosus 3. PDA Besar
4. DSA tipe Koronarius
DIAGNOSIS PJB NON SIANOTIK

DEFEK SEPTUM DEFEK SEPTUM ATRIUM DUKTUS ARTERIOSUS


VENTRIKEL (DSV) (DSA) PERSISTEN (PDA)

Suara bising pada sela iga III- Bunyi jantung II melebar • PDA Kecil
IV garis parasternal kiri (wide split)Suara bising ejeksi Asimptomatis, bising kontinu
• DSV Kecil sistolik di daerah pulmonal, di daerah subklavikula kiri
Asimptomatis, sedikit bising diastolik di daerah • PDA Sedang
kardiomegali trikuspid Gejala muncul usia 2-5 bln,
• DSV Sedang • DSA Sekundum sulit makan, BB masih
Sesak napas saat menyusu, Asimptomatis, jantung normal, mudah lelah tapi
sulit naik BB, gagal jantung normal/ sedikit membesar dapat bermain, PF Takipnea
usia 3 bulan, PF dispnea, • DSA Primum ringan, getaran bising di sela
retraksi subkosta, dada Kesulitan naik BB, iga I-II dan suara bising
menonjol atau normal kardiomegali. kontinu di sela iga II-III garis
• DSV Besar Parasternal kiri
Dispnea masa neonatus, gagal • PDA Berat
jantung minggu ke 6, sesak Sulit minum, BB kurang,
saat istirahat, sianosis, dispnea/takipnea, tidak ada
gangguan pertumbuhan getaran bising, suara bising
mid-diastolik di apeks
PEM.PENUNJANG PJB NON SIANOTIK

DEFEK SEPTUM DUKTUS


DEFEK SEPTUM
PEMERIKSAAN VENTRIKEL ARTERIOSUS
ATRIUM (DSA)
(DSV) PERSISTEN (PDA)
Penonjolan atrium
Penonjolan konus
Kardiomegali dan konus
pulmonalis,
dengan penonjolan pulmonalis.
Kardiomegali
Radiologis konus pulmonalis, Pembesaran jantung
terutama ventrikel
peningkatan dan pertambahan
kanan dan kiri pada
vaskularisasi paru vaskularisasi paru
PDA Berat

Sekundum: RBBB, PDA Kecil: N


Deviasi QRS ke PDA Sedang:
kanan hipertrofi ventrikel
Hipertrofi
EKG Primum: IRBBB, kiri
biventrikular
Deviasi QRS ke PDA Besar:
kiri, pemanjangan hipertrofi
interval PR biventrikular
PEM.PENUNJANG PJB NON SIANOTIK

DEFEK SEPTUM DUKTUS


DEFEK SEPTUM
PEMERIKSAAN VENTRIKEL ARTERIOSUS
ATRIUM (DSA)
(DSV) PERSISTEN (PDA)
Pelebaran A.
Sedang: pelebaran
Pulmonalis, atrium Dilatasi ventrikel
ventrikel kiri
kanan, ventrikel kiri dengan/tanpa
dan/atrium kiri
ECG kanan. ventrikel kanan.
Besar: kardiomegali
Ventrikel dan Pelebaran A.
dengan pelebaran
atrium kiri N/ Pulmonalis
A.pulmonalis
tampak mengecil
Jarang untuk Dilakukan hanya
Jarang digunakan diagnostik jika dicurigai
untuk diagnosis, Digunakan untuk terdapat AP
Kateterisasi jantung
digunakan untuk memastikan window atai
penutupan defek diagnosis sebelum Hipertensi
OP penutupan pulmonal
TATALAKSANA DEFEK SEPTUM VENTRIKEL

1. TATALAKSANA MEDIS
Pasien dengan defek yang kecil:
• Profilaksis —> Mencegah endokarditis terutama apabila pasien akan
dilakukan tindakan operatif di daerah ronga mulut
• Pembatasan aktivitas —> tidak diperlukan sama sekali
Gagal jantung pada pasien defek septum ventrikel
• Diuretik furosemid dengan/tanpa digoksin (dosis rumat 0,01
mg/kg/hari —> 2 dosis)
• Spironolakton —> mencegah hipokalemia
• Antibiotik dini diberikan jika terdapat infeksi Sal. Napas
TATALAKSANA DEFEK SEPTUM VENTRIKEL

2. PEMBEDAHAN
Indikasi:
—> usia 3-4 tahun defek yang belum menutup dengan pembesaran
jantung dan terdapat gejala
3. PENUTUPAN DEFEK DENGAN KATETER
—> hanya dapat dilakukan untuk defek yang jauh dari struktur penting
(misal: katup aorta)
—> hasil baik pada defek septum muskular
TATALAKSANA DEFEK SEPTUM ATRIUM

1. Defek Septum Atrium Sekundum


Sebagian besar pasien jarang memerlukan terapi
Gagal Jantung—>Diuretik
Tindakan transkateter dan bedah —> sebelum usia 4-5 tahun
2. Defek Septum Atrium Primum
Pembedahan korektif
TATALAKSANA Duktus Arteriosus Persisten

PDA Ringan:
1. Bayi Prematur
Indometasin IV/Oral 0,2 mg/kgB dengan selang waktu 12 jam, diberikan
3 kali.
Hanya efektif pada bayi prematur usia kurang dari 1 minggu

2. Bayi Cukup Bulan


Ibuprofen 10mg/kgBB diberikan usia 2 hari, diikuti 5 mg/KgBB setiap
24 jam selama 2 hari
11

Parasetamol 15 mg/KgBB diberikan 4x sehari


TATALAKSANA Defek Arteriosus Persisten

A. TERAPI BEDAH
Indikasi:
• Duktus arteriosus persisten pada bayi yang tidak memberi respons
terhadap pengobatan medikamentosa;
• Duktus arteriosus persisten dengan keluhan;
• Duktus arteriosus persisten dengan endokarditis infektif yang kebal
terhadap terapi medikamentosa.
B. PENUTUPAN DUKTUS ARTERIOSUS DENGAN KATETER
PROGNOSIS PJB NON SIANOTIK

DEFEK SEPTUM DEFEK SEPTUM DUKTUS ARTERIOSUS


VENTRIKEL (DSV) ATRIUM (DSA) PERSISTEN (PDA)

Kemungkinan menutup Penutupan spontan DSA Dengan penatalaksanaan


spontan defek kecil cukup sekundum 40% pada umur yang adekuat, termasuk
besar, terutama pada tahun sebelum 4 tahun. Pada terapi medis dan penutupan
pertama. Kemungkinan beberapa pasien defek duktus, pasien duktus
penutupan spontan sangat mengecil. DSA ukuran < 3 arteriosus sedang dan besar
berkurang setelah usia 2 mm dan terdiagnosis mempunyai prognosis yang
tahun, dan umumnya tidak sebelum umur 3 bulan baik
ada penutupan spontan di menutup 100% pada umur
atas 6 tahun. 1,5 tahun.DSA 3-8 mm 80%
menutup spontan sebelum
umur 1,5 tahun. DSA > 8
mm jarang dapat menutup
spontan. DSA besar yang
dibiarkan tanpa terapi
mengaalami gagal jantung
dan hipertensi pulmonal
pada umur 20-30 tahun.
PJB SIANOTIK Tetralogy of Fallot (ToF)

Merupakan kombinasi 4 komponen, yaitu defek septum ventrikel,


over-riding aorta, stenosis pulmonal, serta hipertrofi ventrikel kanan.

Manifestasi Klinis
—> mencerminkan derajat hipoksia. Pada waktu baru lahir biasanya
bayi belum sianotik; bayi tampak biru setelah tumbuh.
—> mula-mula dapat mirip dengan defek septum ventrikel dengan
pirau dari kiri ke kanan dengan stenosis pulmonal ringan, sehingga
anak masih kemerahan. Apabila derajat stenosis bertambah, akan
timbul sianosis.
—> sesak napas, biasanya setelah berjalan beberapa lama, anak akan
berjongkok untuk waktu sebelum ia berjalan kembali.
PJB SIANOTIK Tetralogy of Fallot (ToF)

Diagnosis
• Bentuk dada normal/ menonjol
• Getaran bising jarang teraba
• Bunyi jantung I normal, sedang bunyi jantung II biasanya tunggal
• Terdengar bising ejeksi sistolik di daerah pulmonal, yang makin
melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi (berlawanan
dengan stenosis pulmonal murni)
—> Bising ini adalah bising stenosis pulmonal, bukan bising defek
septum ventrikel
PJB SIANOTIK Tetralogy of Fallot (ToF)
Diagnosis
• Pemeriksaan Lab
—> kenaikan jumlah eritrosit dan hemotokrit yang sesuai dengan
derajat desaturasi dan stenosis.
• Radiologi
—> Jantung tidak membesar, mirip sepatu. Arkus aorta terletak di
sebelah kanan pada 25% kasus. Apeks jantung kecil dan terangkat, dan
konus pulmonalis cekung, vaskularisasi paru menurun.
• EKG
Neonatus —> Normal
Anak —> gelombang T positif di V, disertai deviasi sumbu ke kanan dan
hipertrofi ventrikel 1 kanan. Gelombang P di II tinggi (P pulmonal)
• ECG
defek septum ventrikel yang besar disertai dengan over-riding aorta.
Aorta tampak besar, sedangkan a. pulomonalis kecil; katup pulmonal
tidak selalu dapat jelas dilihat.
Tatalaksana Tetralogy of Fallot (ToF)

Tatalaksana Medis
1. serangan sianotik akut:
• Pasien diletakkan dalam knee-chest position
• O2 masker 5-8 L/menit
• Morfin sulfat 0,1-0,2 mg/kg/SC
• Sodium bikarbonat 1 mEq/kg/IV untuk koreksi asidosis
• Transfusi darah apabila kadar hemoglobin kurang dari 15 g/ dL;
• propranolol 0,1 mg/kg/IV secara perlahan.
—> Janganlah sekali- sekali memberikan digoksin saat pasien menderita serangan
sianotik, karena akan memperburuk keadaan.
2. Apabila tidak segera dilakukan operasi maka pasien dapat diberi propranolol rumat 1
mg/kgBB/hari, dibagi 4 dosis. Bila terjadi dengan anemia relatif, maka diperlukan
preparat besi.
3. Perhatikan higiene mulut dan gigi, untuk meniadakan sumber infeksi untuk
terjadinya endokarditis infektif atau abses otak.
4. Cegah dehidrasi, khususnya pada infeksi interkuren.
Tatalaksana Tetralogy of Fallot (ToF)

Tatalaksana Bedah
• Bedah Paliatif
—> menambah aliran darah ke paru
• Bedah Korektif
—> Menutup defek septum ventrikel dan eksisi infundibulum

Prognosis
Strategi pengobatan yang saat ini digunakan dalam pengobatan ToF
menghasilkan kelangsungan hidup jangka panjang yang sangat baik
(kelangsungan hidup 30 tahun berkisar antara 68,5% hingga 90,5%).
PENDAHULUAN

Penyakit Imunologi
1. Lupus Eritematosus Sistemik
2. Juvenile Idiopathic Arthritis
3. Infeksi HIV BIHA

19
DEFINISI PENYAKIT IMUNOLOGI

LUPUS JUVENILE
ERITEMATOSUS IDIOPATHIC INFEKSI HIV BIHA
SISTEMIK ARTHRITIS (JIA)
Penyakit autoimun
kompleks yang
Kondisi inflamasi kronik Bayi baru lahir dari ibu
menyerang berbagai
pada anak, terjadi pada yang terbukti terinfeksi
sistem dengan
usia < 16 tahun pada Human
pembentukan antibodi
setidaknya 1 sendi selama Immunodeficiency Virus
antinukleus (ANA),
kurang lebih 6 bulan (HIV)
terutama terhadap double-
tanpa penyebab lain.
stranded DNA (anti ds-
DNA).
ETIOLOGI PENYAKIT IMUNOLOGI

LUPUS JUVENILE
ERITEMATOSUS IDIOPATHIC INFEKSI HIV BIHA
SISTEMIK ARTHRITIS (JIA)
HIV
Belum banyak diketahui.
Terjadi secara vertikal
Diduga karena respon
(dari ibu yang
abnormal terhadap infeksi
Interaksi antara faktor mengandungnya) maupun
atau. Faktor lain yang ada
genetik, faktor didapat secara horizontal melalui
di lingkungan. Peran
dan faktor lingkungan. transfusi produk darah
imunogenetik diduga
atau penularan lain yang
memiliki penngaruh yang
jarang.
sanbgat kuat.
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT IMUNOLOGI

LUPUS JUVENILE
ERITEMATOSUS IDIOPATHIC INFEKSI HIV BIHA
SISTEMIK ARTHRITIS (JIA)

1,7 juta anak terinfeksi


HIV. Setiap tahun, sekitar
Jarang terjadi pada usia Terbanyak pada usia 1-3
160.000 lebih anak
sebelum 5 tahun tahun
terinfeksi dan sekitar
100.000 anak meninggal.
KLASIFIKASI PENYAKIT IMUNOLOGI

LUPUS JUVENILE
ERITEMATOSUS IDIOPATHIC INFEKSI HIV BIHA
SISTEMIK ARTHRITIS (JIA)
• Systemic onset JIA
• Polyarticular RF (-)
• LES Ringan dan (+)
• LES Sedang • Oligoarticular JIA • Kategori 1 (25-30%)
• LES • Enthesitis-related • Kategori 2(50-60%)
Berat/mengancam Arthritis (ERA) • Kategori 3(5-25%)
nyawa • Psoriatic Arthritis
• Undifferentiated
Arthritis
MANIFESTASI KLINIS PENYAKIT IMUNOLOGI

LUPUS ERITEMATOSUS JUVENILE IDIOPATHIC INFEKSI HIV BIHA


SISTEMIK ARTHRITIS ( JIA)

• Gejala konstitusional • Kaku sendi pagi hari • Oral Thrush,


• Butterfly rash selama 15 menit yang malnutrisi berat yang
• Poliartalgia bertambah setiap hari tidak membaik
• Fenomena Raynaund • Penurunan ROM dengan pengobatan,
• Perikarditis, pleuritis, • High spiking fever sesak napas
peritonitis, disertai ruam • Kematian ibu yang
glomerulonefritis, berkaitan dengan HIV
sindroma nefritik
DIAGNOSIS PENYAKIT IMUNOLOGI

LUPUS ERITEMATOSUS JUVENILE IDIOPATHIC INFEKSI HIV BIHA


SISTEMIK ARTHRITIS ( JIA)

• Terdapat 4 atau lebih Artritis pada usia <16 Riwayat HIV pada ibu, uji
dari kriteria tahun pada setidaknya 1 PCR RNA dan PCR DNA
diagnostik lupus sendi selama kurang lebih
6 bulan tanpa penyebab
lain
DIAGNOSIS PENYAKIT IMUNOLOGI
DIAGNOSIS PENYAKIT IMUNOLOGI
TATALAKSANA LES

1. Non Farmakologi —> Konseling, edukasi, pendekatan tim, istirahat yang cukup,
nutrisi adekuat, penggunaan tabirsurya, imunisasi
2. Farmakologi
NSAID —> Diberikan pada pasien dengan gejala muskuloskeletal
• Antikoagulan
• Hidroksiklorokuin
• Glukokortikoid
Prednison oral 1-2 mg/kgBB/hari
Inisial metilprednisolon IV dengan interval tiap bulan untuk terapi pemeliharaan pada
penyakit berat
• Imunosupresif
Azatioprin 1-2 mg/kgBB/hari (peroral)
Siklofosfamid 1-2 mg/kgBB/hari
Tatalaksana PENYAKIT IMUNOLOGI

JUVENILE IDIOPATHIC INFEKSI HIV BIHA


ARTHRITIS ( JIA)

• Terapi Inisiasi dengan Terapi Inisiasi ARV


DMARD atau diberikan sejak dini
DMARD Biologic (sejak asimptomatis)
• Kortikosteroid
• NSAID
PPIA Pencegahan penularan infeksi HIV
dari Ibu ke Anak

1. Pemberian terapi ARV bagi ODHA hamil


2. Prosedur persalinan yang aman
3. Pemberian profilaksis ARV untuk bayi lahir dari ibu HIV
4. Nutrisi untuk bayi lahir dari ibu terinfeksi HIV
5. Profilaksis kotrimoksazol untuk bayi lahir dari ibu terinfeksi HIV
PROGNOSIS PENYAKIT IMUNOLOGI

LUPUS ERITEMATOSUS JUVENILE IDIOPATHIC INFEKSI HIV BIHA


SISTEMIK ARTHRITIS ( JIA)

Prognosis berbagai Tatalaksana yang adekuat Pemberian terapi


bentuk penyakit lupus meningkatkan prognosis antiretroviral (ART)
telah membaik dengan secara dramatis sehingga kepada wanita hamil dan
angka survival 10 tahun hampir semua anak anak-anak telah
yaitu 90%. dengan JIA menjalani mengurangi jumlah
kehidupan produktif infeksi baru pada anak
dan kematian anak
sebesar 33 hingga 50%
setiap tahun.
PENDAHULUAN

Alergi Obat
Hipersensitifitas terhadap obat diartikan sebagai respon imun
terhadap obat pada orang yang sudah tersensitisasi sebelumnya

Reaksi alergi merupakan efek samping yang tidak diinginkan yang


berhubungan dengan mekanisme imunologis. Efek samping ini
terjadi akibat reaksi toksik dan interaksi obat yang timbul karena
sifat farmakologis obat. 32
ALERGI OBAT

ETIOLOGI FAKTOR RESIKO


Sering —> penisilin, sulfa, salisilat, 1. Faktor genetik dan predisposisi
asam mefenamat, fenotiazin, familial
klorpromazin, mesantoin, tridion, 2. keadaan imunokompromais
aspirin 3. Riwayat atopi
4. Ukuran makromolekular obat,
bivalensi, kemampuan menjadi
hapten
5. Rute pemberian
6. Pemakaian obat β-blocker dapat
menginhibisi kerja adrenalin
pada reaksi anafilaksis
7. Asma dapat memperberat reaksi
hipersensitifitas
MANIFESTASI KLINIS ALERGI OBAT
1. Urtikaria
2. Angioedema
3. Anafilaksis
Stevens Johnson Syndrome/Toxic Epidermal Necrolysis (SJS/TEN)
—> merupakan reaksi alergi obat yang berat yang ditandai oleh kelainan kulit,
mukosa orifisium (oral, konjungtiva dan anogenital), serta mata yang disebabkan
oleh reaksi hipersensitivitas dengan gambaran gejala umum yang berat.

• Gejala prodromal —>1-14 hari


• Kelainan kulit dapat berupa eritema, papula, vesikel, atau bula secara simetris
berupa lesi kecil sampai hampir seluruh tubuh sehingga lebih mudah terkena
infeksi sekunder.
• keadaan lanjut —> erosi, ulserasi, kulit mengelupas
• kasus berat —> pengelupasan kulit seluruh tubuh disertai paronikia dan
pelepasan kuku
• Lesi pada mukosa dapat terjadi bersamaan atau mendahului timbulnya lesi
kulit sehingga menjadi sulit makan dan minum —> dehidrasi.
• Pada kasus berat dapat terjadi erosi dan perforasi kornea.
DIAGNOSIS ALERGI OBAT

—> Didasarkan pada penilaian klinis, karena uji spesifik obat konfirmasi
sering sulit dilakukan. Kriteria reaksi hipersensitivitas obat adalah:

1. Gejala pada pasien konsisten dengan reaksi imunologi obat


2. Pasien mendapat obat yang diketahui dapat menimbulkan gejala tersebut
3. Waktu antara pemberian obat dan munculnya gejala konsisten dengan
reaksi terhadap obat
4. Penyebab lain gambaran klinis ini sudah disingkirkan
5. Data laboratorium menunjang mekanisme imunologik yang dapat
menimbulkan reaksi obat (tidak selalu dapat dilakukan)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uji tusuk kulit dan uji provokasi
TATALAKSANA ALERGI OBAT

1. Menghentikan pemberian obat yang dicurigai menimbulkan alergi


2. Mengatasi reaksi yang terjadi
3. Identifikasi dan mencegah reaksi silang obat
4. Menentukan jenis reaksi dan pengobatannya
5. Apabila memungkinkan tentukan obat alternatif yang dapat
diberikan
6. Apabila diperlukan pertimbangkan desensitisasi
TATALAKSANA ALERGI OBAT

TATALAKSANA URTIKARIA DAN ANGIOEDEMA


—> Setirizin, CTM, difenhidramin, NSAID

TATALAKSANA REAKSI ANAFILAKTIK


Stabilisasi, patensi jalan napas, pemberian oksigen, adrenalin,
terapi cairan, antihistamin dan kortikosteroid.
Pemantauan tanda vital, perhatikan tanda obstruksi saluran
napas, dan syok
TATALAKSANA ALERGI OBAT

TATALAKSANA SJS/TEN
Prinsip terapi —> Suportif
• Terapi cairan dan elektrolit
• Penuhi kebutuhan kalori dan protein parenteral
• Antibiotik sprektum luas kemudian berdasarkan kultur
• Kortikosteroid dan antihistamin sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA

1. Hidayat, Z.A. 2020. Vaskulitis pada Lupus Eritematosus Sistemik. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol. 9.
No. 1. Hlm 127-132
2. IDAI. 2010. BUku Ajar Imunologi Anak.. Ed 2.. Jakarta:IDAI
3. IDAI. 2020. Buku Ajar Kardiologi Anak. Edisi Kedua. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia
4. Jelle. P. G. V. D. V., E. Bosch., A.J.J.C. Bogers., V.A. Helbing. 2019. Current outcomes and treatment of
tetralogy of fallot. Tersedia dalam:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6719677/pdf/f1000research-8-18775.pdf. Disitasi pada 3
November 2021 pukul 07.20
5. KEMENKES RI. 2019. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No..HK.01.07/MENKES//90/2019 TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN
TATALAKSANA HIV
6. KEMENKES RI. 2014. Pedoman Penerapan Terapi HIV pada Anak. Jakarta.
7. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2011. Diagnosis dan pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik.
Jakarta: Perhimpunan Reumatologi Indonesia
8. Sastri,, N.L.P.P.. 2021. Diagnosis. Dan Tatalaksana Juvenile Idopathics Arthritis. CDK Journal Vol. 48.
No. 3 Hlm 128-132
9. Sudewi, N.P. 2009. Karakteristik Lupus Eritematosus Sistemik Pada Anak. Sari pediatri. Vol. 11. No.2.
Hlm. 108-112

39

Anda mungkin juga menyukai