Anda di halaman 1dari 11

MANAJEMEN INVENTORI DALAM BISNIS RITEL

3. Pentingnya Manajemen Inventory


Inventory management atau manajemen persediaan merupakan hal penting yang harus
diperhatikan dalam dunia usaha, khususnya usaha ritel. Bahkan seberapa profesional sebuah
usaha ritel dapat dilihat dari sistem pengelolaan stock atau persediaan barang dagangannya.
Kurangnya pengaturan dalam inventory management juga dapat menjadi salah satu sebab
menurunnya keuntungan dan hilangnya para pelanggan. Itulah mengapa inventory
management harus diperhatikan secara serius dalam usaha ritel (toko kelontong, swalayan,
minimarket dan supermarket). Meski terlihat sederhana, namun mengendalikan inventory
management bukanlah hal yang mudah. Jika persediaan barang terlalu banyak, tentu dana
yang dikeluarkan juga besar, terjadinya peningkatan beberapa biaya (biaya operasional toko,
biaya penyimpanan, dan lain-lain) termasuk meningkatnya risiko kerusakan barang.
Menurut Richardus Eko Indrajit (2003: 11) dikutip dalam buku Manajemen
Persediaan, mengenai persediaan barang, ada sejenis prinsip pengelolaan yang harus dianut,
yakni penentuan jumlah dan jenis barang yang disimpan dalam persediaan haruslah
sedemikian rupa sehingga produksi dan operasi perusahaan tidak terganggu. Tetapi dilain
pihak biaya investasi yang timbul dari penyediaan barang tersebut harus dijaga seminimal
mungkin.
Christina Whidya Utami (2008:41) mengungkapkan bahwa ada beberapa keuntungan
melalui pengelolaan merchandising yang baik, antara lain sebagai berikut.
1. Meningkatkan penjualan di toko. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua per tiga
konsumen mengambil keputusan pembelian barang kebutuhan mereka saat konsumen
berada di dalam toko.
2. Mempromosikan barang baru. Merchandising yang baik memungkinkan barang atau
merek baru mendapatkan perhatian lebih dari konsumen
3. Meningkatkan penjualan saat ini. Merchandising di dalam toko dapat meningkatkan
penjualan saat ini dengan mempengaruhi pembelian pelengkap atau pembelian yang
dilakukan karena produk tertentu.
4. Meningkatkan citra produk. Upaya meningkatkan citra produk terjadi saat pembelian
terencana dari kategori tertentu suatu produk dapat dipengaruhi oleh merchandising
untuk pembeli di toko saat ini.
Usaha ritel merupakan salah satu usaha yang memiliki prospek cukup bagus. Jika
awalnya usaha titel dijalankan secara tradisional tanpa dukungan teknologi modern, saat ini
pengelolaan mulai berkembang seiring perkembangan teknologi dan berfokus pada
kenyamanan serta keinginan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Tidak heran jika
inventory management atau manajemen persediaan merupakan hal penting yang wajib
diperhatikan dalam usaha ritel.
Berikut ini beberapa alasan mengenai pentingnya pengendalian persediaan.
1. Menjamin lancarnya arus barang dan mempertahankan stabilitas perusahaan. Dengan
persediaan barang yang terkontrol baik, maka tidak akan mengganggu kelancaran
operasional perusahaan sehingga perusahaan tetap dapat memenuhi kebutuhan pasar.
2. Memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan dengan menjamin tetap tersedianya
barang-barang yang dibutuhkan mereka. Dalam hal ini, para pelanggan akan merasa
dihargai sehingga mereka pun loyal terhadap perusahaan.
3. Menekan pengadaan barang-barang yang kemungkinan tidak sesuai dengan
kebutuhan pasar. Sehingga tidak terjadi penumpukan barang berlebihan yang ternyata
kurang diminati pelanggan.
4. Meminimalkan risiko keterlambatan datangnya barang yang dibutuhkan perusahaan,
karena adanya persediaan barang di gudang yang dapat digunakan untuk operasional
terlebih dahulu.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam inventory management, antara lain sebagai
berikut.
1. Waktu kedatangan barang pesanan
Perhatikan waktu kedatangan barang yang dipesan kembali dalam periode
tertentu. Hal ini terkait dengan persediaan barang di gudang, sehingga perlu
disesuaikan agar barang tetap ada sampai pesanan selanjutnya tiba.
2. Jumlah barang yang dipesan
Kuantitas barang yang dipesan harus disesuaikan dengan kebutuhan. Jika terlalu
banyak, tentu terjadi pemborosan, namun jika terlalu sedikit akan mengakibatkan
kekosongan stok yang berdampak kurang baik pada pelayanan terhadap
konsumen.
3. Jumlah safety stock
Safety stock yaitu persediaan untuk berjaga-jaga seandainya terjadi sesuatu hal
yang menghambat proses pengiriman barang selanjutnya, sehingga persediaan
tetap ada untuk beberapa waktu ke depan.
4. Manajemen Inventory
Untuk melakukan manajemen inventori pada sebuah ritel yang memiliki banyak
barang dagangan bahkan sampai ribuan item barang dagangan, tentu harus memiliki sistem
kerja yang mengontrol semua barang yang dijual pada ritel tersebut. Untuk itu manajer atau
direktur merchandise harus menggunakan struktur.
a. Organisasi Merchandising
Di setiap perusahaan ritel dengan consumer goods besar, bisa dipastikan adanya tim
merchandising atau tim pembelian barang dagangan. Tugas dari tim pembelian ini bukan
semata-mata melakukan pembelian, melainkan memastikan masin - masing barang dagangan
terjual dan menghasilkan profit yang optimal. Berikut ini contoh organisasi merchandising.
Dalam contoh organisasi merchandising, kategori manajer bisa lebih dari satu orang.
Demikian juga di level buyer bisa lebih dari satu orang. Itu semua kembali lagi kepada
seberapa besar pengelolaan jumlah barang dagangan.
b. Merchandise Grouping
Proses merchandising grouping ini akan sangat membantu tim pembelian atau buyer
dalam proses kerja meliputi proses pencarian vendor, kecepatan penyiapan data. Evaluasi
kerja, dan lain-lain. Dalam penyusunan grouping ini ada beberapa hal yang harus
diperhatikan.
1. Varian produk, banyaknya variasi barang dagangan yang akan dijual, berapa line
produk, berapa banyak food dan non food, dan lain-lain.
2. Breadth, luas dari masing-masing line produk yang akan dijual retailer.
3. SKU (Stock Keeping Unit), seberapa banyak SKU/PLU/item/merek yang akan dijual.
Dalam proses penyusunan grouping ini, harus diperhatikan beberapa faktor yang
menjadi batasan dalam penentuan jumlah produk yang akan dijual. Faktor tersebut, antara
lain sebagai berikut.
1. Spece atau sarana display yang tersedia ditoko
2. Permintaan pasar harus benar - benar dipahami oleh tim merchandising.
3. Turn over produk, beberapa tingkatan perputaran produk, sejak produk tersebut dibeli
dari vendor atau supplier hingga terpajang di rak toko atau terjual kepada konsumen.
4. Modal kerja (investasi) yang dibutuhkan juga harus diperhatikan oleh tim
merchandising.
Dalam praktiknya karena keterbatasan rak pajang di toko, penambahan item baru
yang dijual harus diikuti evaluasi atas item yang berada dalam satu grup yang secara
performa tidak bagus dan harus dikeluarkan dari list item yang aktif sehingga tempatnya bisa
digantikan oleh item baru yang diharapkan lebih produktif. Merchandising sering
menghadapi persoalan yang cukup kompleks, bahkan bisa dikatakan sebagai merchandising
complict dalam pengelolaan barang dagangan

1. Merchandising harus terus-menerus mengamati pergerakan stok dan penjualan exiting


item dan new item.
2. Merchandising harus mampu mengelola produk yang turn over-nya tinggi bersamaan
dengan produk yang marginnya tinggi yang tentu saja turn over-nya rendah.
3. Harus mampu mengurangi terjadinya duplikasi produk karena jika barang sejenis
terlalu banyak, konsumen akan bingung dalam mengambil keputusan pembelian.
4. Harus mampu menjaga space productivity dari masing-masing grup barang dagangan
di setiap toko.
Menurut Cristina Widya (Tahun, hal), untuk mempermudah pengelompokan barang
dagangan, peritel biasanya akan menetapkan hierarki barang dagangan (merchandise
hierarki). Hierarki barang dagangan adalah urut-urutan kelompok. Barang dagangan yang
disusun untuk memudahkan peritel mengelola barang dagangan.
Hierarki barang dagangan juga digunakan sebagai upaya memudahkan
pengidentifikasian dan pendataan barang dagangan. Sistematika hierarki dimulai dari hierarki
yang paling tinggi adalah perusahaan, devisi, kategori, sub kategori, segmen, sub segmen,
dan item (SKU).
Hierarki barang dagangan dapat disusun ke dalam bentuk piramida, pada bagian
teratas adalah company sampai bagian paling bawah adalah item. Keberadaan item pada
bagian paling dasar menunjukkan bahwa variasi dan jumlah item barang dagangan
merupakan yang paling besar di antara hierarki barang dagangan yang lain.
Secara sederhana kategori dapat dipahami sebagai kelompok barang yang dalam
persepsi konsumen saling berhubungan dan atau pemakaiannya dapat saling mensubstitusi.
Secara umum kategori merupakan keragaman item yang dilihat pelanggan. Manajemen
kategori adalah proses mengatur bisnis ritel dengan tujuan memaksimalkan penjualan dan
keuntungan dari kategori.
Alasan penting dari menggunakan manajemen kategori barang dagangan adalah
sebagai berikut.
1. Manajer kategori secara langsung bertanggung jawab pada keberhasilan atau
kesalahan kategori. Sangat sulit untuk mengidentifikasi sumber masalah dan sekaligus
memecahkannya tanpa adanya manajemen kategori.
2. Melalui penggunaan manajemen kategori menjadi lebih mudah untuk mengatur
keuangan secara maksimal.
c. Proses Perencanaan Keragaman Produk
Christina Whidya Utami (2008: 89) mendefinisikan keberagaman (assortment)
sebagai sejumlah SKU dalam kategori breadth yang baik dan dept yang juga dapat digunakan
saling bergantian. Hal serupa juga dikemukakan menurut Hendri Ma'ruf (2006: 144), yaitu
assortment menunjuk pada keanekaragaman kategori produk yang terdiri dari wide dan deep.
Assortment peritel harus sesuai dengan harapan belanja pasar sasarannya, Inilah yang
sebenarnya menjadi kunci keberhasilan bisnis titel dalam memenangkan persaingan
perusahaan sejenisnya. Semua ritel menghadapi masalah mengenai strategi yang paling dasar
yaitu jenis format ritel untuk memperoleh keuntungan yang kompetitif dan dapat menopang
keseluruhan rencana kerja ritel tersebut. Komponen yang paling kritis dalam keputusan ini
adalah menentukan keberagaman barang dagangan yang akan ditawarkan pada pelanggan
Keputusan tentang barang dagangan terhambat oleh keterbatasan dana yang tersedia untuk
diinvestasikan dalam inventaris
Barang dagangan dan keterbatasan luas yang tersedia dalam toko Ritel mengatur arah
dari barang dagangan bagi perusahaan dengan langkah - langkah berikut.
1) Melakukan analisis pasar dan segmentasi;
2) Analisis pasar dilakukan dengan meneliti pusat, konsumen dan pesaing, perlu
diperhatikan siapa yang harus melakukannya, di mana, kapan dan bagaimana
melakukannya;
3) Menentukan target pasar;
4) Menetapkan tujuan, dan memutuskan, berdasarkan tren secara umum dalam pasar,
kelompok barang dagangan mana yang patut mendapat perhatian lebih;
5) Assortment plan, adalah aktivitas untuk melakukan perencanaan terhadap kategori
barang dagangan dan margin mix;
6) Merchandising category (kategori barang dagangan) adalah kelompok barang dalam
persepsi konsumen saling berhubungan dan atau pemakaiannya dapat saling
mensubstitusi;
7) Margin mix adalah komposisi margin yang terbaik ditentukan berdasarkan peranan
dari masing-masing kategori barang;
8) Sales & general merchandise plan (penjualan dan rencana barang dagangan umum);
9) Sourcing & buying plan (perencanaan pembelian dan sumber);
10) Logistic;
11) Penjualan dan general merchandise analysis (analisis barang dagangan umum).
Setelah mengimplementasikan semua langkah tersebut, dalam melakukan evaluasi barang
dagangan, titel dapat melakukan beberapa pilihan berikut ini.
1) Variasi
Variasi adalah sejumlah kategori barang-barang yang berbeda di dalam toko atau
departemen. Toko dengan banyak jenis dapat dikatakan mempunya keleluasaan yang bagus
Isailah keleluasaan (breadth) dan jenis (variety) sering digunakan saling menggantikan untuk
menunjukkan keleluasaan barang dagangan.
2) Keberagaman
Keberagaman (assortment) merupakan sejumlah SKU dalam kategori. Toko dengan
keberagaman yang luas dapat dikatakan mempunyai kedalaman (depth) yang juga dapat
digunakan untuk saling menggantikan.
3) Ketersediaan produk
Dapat didefinisikan sebagai persentase permintaan untuk beberapa SKU yang
memuaskan. Ketersediaan produk juga dapat berarti level pendukung atau level pelayanan.
Untuk menentukan arah keberagaman produk, titel memiliki strategi dan sikap dalam
menentukan jumlah, gaya, dan warna yang akan dibeli Manajemen perlu menumbuhkan atau
menyurutkan beberapa kategori barang dengan mempertimbangkan hal-hal di bawah ini.
a) SKU (Stock Keeping Unit) SKU dalam toko mempunyai pemahaman bahwa pada setiap
toko atau kelompok toko memiliki daftar item atau SKU yang berbeda sesuai dengan
pasar sasarannya.
b) Planogram adalah di setiap SKU toko ditetapkan alamat gondola atau rak dan shelving
serta besarnya facing display. Planogram ditentukan berdasarkan alur kebiasaan belanja
konsumen (consumen decision tree) sedangkan besarnya facing dipengaruhi oleh rencana
ataupun hasil penjualan
c) Product knowledge training store terkait dengan informasi produk baru yang dikirim ke
toko beserta plan programnya yang selalu diperbaharui Alasan-alasan untuk menjawab
mengapa diperlukan item baru yang harus dijual dalam toko, antara lain:
(1) Adanya permintaan pasar atau permintaan konsumen:
(2) Adanya penawaran supplier,
(3) differentiation:
(4) margin yang lebih baik bagi toko;
(5) untuk meningkatkan produktivitas dari space (ruang pajang).
Sebaliknya, tidak jarang sebuah item produk akan dikeluarkan dari ruang pajang (deletion
item). Hal ini biasanya dilakukan oleh ritel dengan kriteria sebagai berikut.
a) Terjadinya penurunan tren penjualan;
b) Terjadinya penurunan tren harga:
c) Terjadinya penurunan tren keuntungan:
d) Munculnya produk substitusi:
e) Hilangnya kegunaan produk,
f) Tidak ada dukungan supplier,
g) Tidak adanya kontinuitas supply.
4) Karakteristik barang
Citra toko atau ritel dapat dibangun berdasarkan karakteristik barang dagangan yang
dipajang atau ditawarkan untuk dibeli pelanggan. Peritel harus memutuskan karakteristik
barang dagangan yang dipilih untuk ditawarkan pada pelanggan.
Menurut Christina Whidya Utami (2008: 93), karakteristik barang dagangan dapat dijelaskan
sebagai berikut.
a) Convenience goods (barang kebutuhan sehari-hari)
Jenis yang relatif murah dan menggunakan sedikit upaya untuk berbelanja sehingga
konsumen tidak perlu bersusah payah berbelanja. Jenis produk yang termasuk dalam
kategori convenience goods antara lain seperti permen, minuman ringan, sisir, aspirin,
perangkat keras yang kecil, cuci kering, dan pencuci mobil.
b) Shopping goods (produk belanja), yaitu barang dagangan yang membutuhkan proses
evaluasi lebih dibandingkan saat membeli consumer goods seperti pakaian.
c) Impulse goods, yaitu pembelian barang dagangan yang biasanya tanpa rencana
misalnya hard goods, soft goods, basic, fashion, permen, koran, majalah yang di
tempatkan di depan kasir supermarket, dan lainnya.
d) Soft goods terdiri dari dry goods dan wet goods. Dry goods menunjuk pada barang-
barang hasil pabrikan sedangkan wet barang seperti bumbu bumbu buatan tangan,
sayuran, daging segar, ikan, dan lain-lain.
e) Hard goods merujuk pada barang-barang dengan volume yang cukup besar seperti
barang-barang elektronik, furniture, dan lain-lain.
f) Barang kebutuhan dasar dan mode. Contoh kelompok barang kebutuhan dasar, antara
lain pensil, T-shirt, jeans, yaitu bisa berupa barang tidak bersifat musiman atau
musiman dan bisa dijual sepanjang tahun. Barang mode merupakan kelompok barang
dagangan yang sering mengalami pembaharuan mengikuti tren dan permintaan
konsumen.
Sementara itu, penggolongan barang di supermarket yang biasa kita jumpai, antara lain
sebagai berikut.
a) Departemen Fresh Food (bahan makanan yang masih segar atau hidup), meliputi:
 vegetable (sayuran);
 fresh fruit (buah segar);
 fresh meat (daging segar);
 dairy product (produk susu dan produk yang berasal dari susu, misalnya yogurt,
butter);
 frozen (barang-barang yang dibekukan).
b) Departemen food (makanan), meliputi:
 milk & milk product (susu untuk bayi hingga dewasa);
 biscuits;
 drink;
 canned food (makanan diawetkan dalam kaleng);
 snack (makanan ringan termasuk home industri); seasoning (aneka macam bumbu
lokal maupun nasional dan internasional);
 local basic (sembilan kebutuhan bahan pokok/ SEMBAKO seperti beras, telur,
minyak, dan lain-lain);
 bakery (roti tawar, roti manis dan sejenis roti basah lainnya);
 baking needs (aneka jenis untuk pembuatan kue);
 Candies & chocolate:
 Noodles;
 Breakfast (untuk sarapan minum kopi, teh, cereal, dan sebagainya);
 Cooking oil (minyak goreng);
 Syrup:
 Dry food (makanan yang dikeringkan/diawetkan misalnya ikan asin, kacang
tanah, kedelai);
 Cigarette.

c) Nonfood, meliputi:
 Hair care (aneka perlengkapan untuk perawatan rambut);
 Body care (aneka perlengkapan untuk perawatan tubuh)
 Skin care (anaeka perlengkapan untuk perawatan kulit);
 Mouth care (aneka perlengkapan untuk perawatan gigi);
 Cleaning aid (aneka perlengkapan untuk pembersih dan pengharum lantai,
pakaian);
 Insect killer (pembunuh serangga);
 Air freshness;
 Tissue & piper product (aneka tissu dan kelengkapan wanita);
 Cosmetic;
 Obat-obatan (aneka obat yang tidak dimakan, misalnya balsem, obat mata, salep,
dan lain-lain).

d) Household (perlengkapan rumah tangga), meliputi:


 Eectric (peralatan yang menggunakan listrik misalnya magic jar, dan lain-lain);
 Dispenser,
 Party wear (perlengkapan pesta misalnya piring, kertas, sendok, dan lain-lain);
 seasonal goods (barang musiman misalnya payung, jas hujan);
 Luggage (tas dan koper);
 Hard ware (perlengkapan untuk bengkel misalnya palu, tang, dan lain-lain);
 Souvenir (barang pajangan/hiasan);
 Plastic ware (perlengkapan rumah tangga dari bahan plasik); ktchen ware
(perlengkapan dapur seperti panci, kompor gas, wajan, dan lain-lain);
 Melamine ware (perlengkapan yang terbuat dari melamin); cleaning equipment
(perlengkapan kebersihan seperti sapu, pel, keset, dan lain-lain);
 glass ware (perlengkapan dari kaca atau beling); cotton goods (kain katun
misalnya celana dalam, kaos dalam, dan lain-lain).

e) Toys (mainan), meliputi:


 Soft toys (mainan untuk perempuan yang lembut);
 Battered opereted toys for boys (aneka mainan laki-laki misalnya mobil-mobilan,
robot-robotan, dan lain-lain);
 Battered opereted toys for girl (mainan untuk perempuam misalnya boneka, alat
musik tiruan, termasuk alat masak-masakan, dan lain-lain);
 Games (permainan tradisional atau modern misalnya bola basket,
 Catur, playing card, dan lain-lain);
 Education toys for the other (aneka mainan untuk pendidikan misalnya catur,
menyususn huruf, mainan menyususn gambar, dan lain-lain).

f) Stationary (peralatan alat tulis dan kantor), meliputi:


 Pensil;
 Penghapus;
 Penggaris;
 Buku tulis, dan lain-lain (modul Negosiasi, Sutrisno, Kusmawan Ruspandi, 2004,
Yudhistira).

5) Menentukan persediaan barang dagangan


Ketersediaan produk menentukan presentasi permintaan pasar terhadap beberapa SKU
yang memuaskan. Semakin tinggi persediaan barang dagangan semakin besar jumlah stok
cadangan. Memilih jumlah cadangan yang tepat adalah kunci sukses dari proses perencanaan
keberagaman. Karena jika jumlah cadangan terlalu rendah maka ritel akan kehilangan
penjualan dari pelanggan. Jika stok barang terlalu tinggi ditakutkan sumber daya keuangan
akan terbuang percuma dan dalam investasi yang seharusnya dapat digunakan untuk membeli
barang lain yang lebih menguntungkan. Siklus persediaan sebagai dasar stok inventori yang
dihasilkan dari proses pengisian ulang dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan saat ritel
bisa memperkirakan permintaan pasar dan waktu pengisian kembali secara tepat. Sayangnya
sebagian besar ritel tidak bisa memperkirakan permintaan pasar dan waktu pengisian kembali
tanpa kesalahan. Beberapa isu dalam menentukan level kebutuhan stok barang, antara lain
sebagai berikut.
a) Karena SKU menunjukkan permintaan yang unik dan pola puncak yang aneh, sistem
manajemen inventaris harus memperhitungkan stok aman untuk tiap SKU.
b) Persediaan cadangan, dan karena itu seluruh modal inventaris tergantung pada persediaan
produk yang ingin disediakan para peritel.
c) Semakin tinggi fluktuasi permintaan, semakin besar persediaan cadangan yang harus
disediakan.
d) Jumlah persediaan tergantung pada waktu puncak dari vendor. Waktu puncak adalah
waktu antara pengenalan dan promosi barang sampai waktu barang itu sampai di toko dan
siap dijual.
e) Fluktuasi pada waktu puncak berimbas pada jumlah persediaan cadangan.
Untuk memonitor dan mengukur permintaan rata-rata barang-barang digunakan
laporan persediaan. Pada laporan manajemen persediaan disiapkan segala informasi
mengenai persediaan di gudang, kecepatan penjualan, jumlah pemesanan, pergantian
persediaan, ramalan penjualan, dan jumlah yang harus dipesan untuk setiap SKU. Ritel harus
memiliki jadwal yang jelas dengan vendor (pemasok) karena dalam jadwal ini ditentukan
dengan cara memberikan bobot pada biaya pengangkutan barang dibandingkan dengan biaya
pembelian dan penanganan barang. Semakin banyak barang yang dibeli oleh ritel maka akan
semakin tinggi pula biaya pengangkutannya, tetapi biaya pembelian dan penanganannya
semakin rendah. Laporan manajemen persediaan terdiri atas hal berikut ini.
a) Daftar stok dasar
Daftar stok dasar menjelaskan tiap SKU dan merangkum bagaimana posisinya dalam
gudang. Daftar ini terdiri dari nomor stok dan deskripsi barang, berapa banyak barang yang
tersedia dan yang dipesan, dan penjualan selama 12 dan 4 minggu terakhir.
b) Perputaran persediaan
Pergantian persediaan (inventory turn over) yang direncanakan dibuat berdasarkan
tujuan finansial keseluruhan dan digunakan untuk mengendalikan sistem manajemen.
Semakin tinggi turn over-nya maka semakin cepat persediaan akan segera habis sehingga
manajemen perlu mengontrol setiap saat ketersediaan jumlah barang.
c) Ketersediaan produk
Ketersediaan produk (product availability) menjadi hal yang sangat penting bagi
peritel. Untuk menentukan berapa banyak produk yang harus tersedia memerlukan keputusan
manajerial yang rumit.
d) Stok cadangan
Stok cadangan (back up stock) adalah stok yang digunakan untuk berjaga-jaga jika
terjadi kehabisan stok yang dikarenakan permintaan melebihi jumlah yang diperkirakan atau
ketika sebuah barang tertunda kedatangannya.
e) Peramalan
Salah satu teknik untuk meramalkan penjualan adalah dengan smoothing exponential
(penghalusan eksponensial), di mana periode waktu yang lalu diberi bobot untuk meramalkan
penjualan - penjualan periode mendatang.
Ramalan baru Ramalan lama + lama) a (permintaan aktual – ramalan)

f) Titik pemesanan (order point)


Merupakan jumlah minimum barang yang harus tersedia sehingga tidak boleh habis
sebelum pesanan berikutnya datang.
Pada saat jumlah barang mencapai safety stock barang yang dipesan diharapkan
sampai di gudang pembeli, sehingga barang yang datang tersebut mengamankan jumlah
safety stock. Dengan demikian diharapkan datangnya material yang dipesan itu tidak akan
melewati waktu sehingga akan melanggar safety stock.
Dalam penetapan reorder point (titik pemesanan kembali) harus memperhatikan
faktor-faktor berikut ini:
(1) Penggunaan barang selama tenggang waktu mendapatkan barang (procurement leadtime)

g) Jumlah yang dipesan


Merupakan selisih antara jumlah barang yang tersedia dengan titik pemesanan.

Anda mungkin juga menyukai