Anda di halaman 1dari 7

Nama : Rachelle Raine Agnetha Volare Ander

NIM : 010002100330
Kelas : H

Bagan Lembaga Tinggi Negara Dalam UUD 1945


Sebelum dan Sesudah Amandemen

Bagan Lembaga Tinggi Negara dalam UUD 1945 Sebelum Amandemen

UUD
1945

MPR

DPR Presiden BPK DPA MA

Bagan Lembaga Tinggi Negara dalam UUD 1945 Sesudah Amandemen

UUD
1945

Bank
KPU BPK Presiden DPR MPR DPD MA MK KY
Sentral

Perwakilan Kementeriaan Lingkungan


Pemerintahan badan-badan lain Peradilan
BPK Negara yang berfungsi
Provinsi Daerah Provinsi Umum
sebagai
kekuasaan
kehakiman Lingkungan
Dewan
Pertimbangan Peradilan
Gubernur Pemerintah Daerah DPRD Agama
Kabupaten/Kota

TNI/POLRI Lingkungan
Peradilan
Militer
DPRD
Bupati/Walikota

Lingkungan
Peradilan TUN
Perbedaan Lembaga Tinggi Negara dalam UUD 1945
(Amandemen I-IV)

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang merupakan Lembaga Tertinggi Negara pada
saat itu, melakukan amandemen Undang – Undang Dasar 1945 yang menyebabkan terjadinya perubahan
tatanan struktur tatanegara Indonesia. Sehingga, tidak ada lagi lembaga tertinggi seperti MPR, dan kini,
Indonesia sudah menganut sistem presidensial yang lebih efektif. Amandemen ini sudah dilakukan
sebanyak empat kali, yaitu:
1. Amandemen pertama tahun 1999 pada Sidang Tahunan (ST) MPR
2. Amandemen kedua tahun 2000 pada Sidang Tahunan (ST) MPR
3. Amandemen ketiga tahun 2001 pada Sidang Tahunan (ST) MPR bersamaan dengan
dilakukannya kesepakatan konsep penyempurnaan Badan Pekerja MPR yang nanti
akan diputuskan dalam Sidang Tahunan (ST) MPR 2002
4. Amandemen keempat pada Sidang Tahunan (ST) MPR 2002

Dalam amandemen pertama UUD 1945, MPR telah merubah 9 pasal UUD 1945, yaitu pasal 5
ayat 1, pasal 7, pasal 9, pasal 13 ayat 1 dan ayat 1, pasal 14, pasal 15, pasal 17 ayat 1 dan ayat 1, pasal
20 dan pasal 21. Perubahan ini telah membuat UUD 1945 menganut paradigma baru dalam hal
pengaturan kekuasaan negara, yaitu dari paradigma pembagian kekuasaan (division of
power/distribution of power) menjadi pemisahan kekuasaan (separation of power).

Selanjutnya, dalam amandemen kedua UUD 1945, MPR mengubah atau menambahkan 25 pasal
dan 5 bab. Terdapat beberapa hal terpenting dari perubahan kedua, yaitu penegasan prinsip otonomi
daerah, penegasan mengenai hak-hak DPR dan anggota DPR, dan juga penerimaan pasal – pasal tentang
hak asasi manusia.

Lalu, dalam amandemen ketiga UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 9 November 2001,
MPR telah mengubah atau menambah 23 pasal dan 3 bab. Materi yang terpenting dalam amandemen
ini adalah penerimaan pasal tentang pemilihan Presiden secara langsung pada putaran pertama (first
round), penerimaan pasal tentang pemberhentian Presiden (impeachment), pengaturan tentang
Pemilihan Umum, dan disetujuinya pasal – pasal tentang pembentukan lembaga – lembaga baru, yaitu
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY).

Terakhir, amandemen keempat UUD 1945 yang berlangsung pada tanggal 1 sampai 11 Agustus
2002 memiliki beberapa perubahan terpenting, yaitu MPR terdiri dari DPR dan DPD saja, pemilihan
Presiden putaran kedua (second round) yang dikembalikan kepada rakyat bila pada putaran pertama
(first round) tidak ada calon yang memenuhi persyaratan perolehan suara, penghapusan Dewan
Pertimbangan Agung (DPA) dan penghapusan penjelaasan UUD 1945.

Jika dijumlahkan, jumlah total pasal UUD 1945 hasil amandemen pertama sampai keempat
adalah 75 pasal. Selain perubahan dalam pasal – pasal, sebelum amandemen UUD 1945, lembaga tinggi
negara hanya terdiri atas:
1. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
2. Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia
3. Mahkamah Agung (MA)
4. Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Lalu, setelah dilakukannya amandemen UUD 1945, lembaga tinggi negara menjadi:
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
4. Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia
5. Mahkamah Agung (MA)
6. Mahkamah Konstitusi (MK)
7. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Terdapat beberapa perubahan signifikan yang terlihat di atas. Pertama, pembubaran Dewan
Pertimbangan Agung ini terjadi dikarenakan tidak efisiennya lembaga tinggi negara ini. DPA
merupakan lembaga tinggi negara yang tidak memiliki kewenangan hukum atau politik dan hanya dapat
memberikan saran kepada lembaga – lembaga tinggi negara lainnya.

Kedua, salah satu perubahan yang paling signifikan adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR). Sebelum amandemen, MPR merupakan Lembaga Tertinggi Negara yang menjalankan
kedaulatan rakyat Indonesia yang memiliki kekuasaan tidak terbatas (super power). MPR dianggap
sebagai representatif seluruh rakyat Indonesia karena terdiri atas seluruh anggota DPR, Utusan Daerah,
dan juga Utusan Golongan. Namun, setelah amandemen, MPR bukan lagi Lembaga Tertinggi Negara,
melainkan lembaga tinggi negara yang memiliki kedudukan sama dengan DPR, DPD, MA, MK, dan
BPK. Saat ini, MPR tidak lagi melaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat dan juga bukan lagi
Lembaga Tertinggi Negara yang memiliki kekuasaan tidak terbatas, termasuk memilih Presiden dan
Wakil Presiden.
Ketiga, untuk menyuarakan keperluan daerah – daerah/provinsi di Indonesia agar sesuai dengan
semangat reformasi dan demokrasi, didirikan lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia yang anggotanya adalah perwakilan dari setiap provinsi yang dipilih melalui Pemilihan
Umum, yaitu lembaga legislatif yang bernama Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang lahir pada tanggal
1 Oktober 2004. Lembaga tinggi negara ini berfungsi sebagai lembaga legislatif bikameral atau dua
kamar. 128 anggota DPD terpilih untuk pertama kalinya sebagai Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
dilantik dan diambil sumpahnya. Anggota DPD juga bagian dari anggota MPR.

Keempat, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah salah satu lembaga tinggi negara dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia yang adalah lembaga perwakilan rakyat. DPR terdiri atas anggota partai
politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum. Oleh karena itu Presiden tidak
berwewenang untuk membubarkan DPR yang anggotanya dipilih oleh rakyat setiap lima tahun sekali.
Meskipun demikian, Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. Dengan adanya amandemen UUD
1945, kekuasaan DPR diperkuat, hal ini dapat dilihat dari diberikannya DPR kekuasaan untuk
membentuk UU yang merupakan karakteristik dari lembaga legislatif. Perubahan ini membawa
memperkuat kedudukan DPR terutama dalam hubungannya dengan Presiden.

Kelima, Presiden, sebagai kepala pemerintahan dan juga kepala negara, adalah lembaga tinggi
negara yang memegang kekuatan eksekutif, yang berarti Presiden memiliki kekuasaan untuk
menjalankan pemerintahan. Sebelum dilakukannya amandemen UUD 1945, Presiden dan Wakil
Presiden diangkat dan diberhentikan oleh MPR dan juga bertanggung jawab kepada MPR. Namun,
setelah dilakukannya amandemen UUD 1945, Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh
rakyat. Karena Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat, konsekuensinya adalah mereka
memiliki legitimasi yang sangat kuat. Selain perubahan itu, Presiden sudah tidak lagi bertanggung jawab
kepada MPR, melainkan bertanggung jawab langsung kepada rakyat Indonesia. Presiden dan Wakil
Presiden dapat dipilih kembali dalam masa jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatannya.

Keenam, Mahkamah Agung (MA), pengadilan tertinggi di negara Indonesia, adalah lembaga
tinggi negara yang memegang kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna untuk menegakkan hukum dan keadilan. Di bawah
Mahkamah Agung (MA), peradilan di Indonesia dibagi menjadi empat, yaitu Lingkungan Peradilan
Umum, Lingkungan Peradilan Agama, Lingkungan Peradilan Militer, dan Lingkungan Peradilan Tata
Usaha Negara (TUN).

Ketujuh, Mahkamah Konstitusi (MK) adalah salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan
Mahkamah Agung (MA). Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki kewenangan, yaitu menguji UU
terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai
politik, memutus sengketa hasil pemilihan umum dan memberikan putusan atas pendapat DPR
mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden atau Wakil Presiden menurut UUD.

Kedelapan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK adalah lembaga yang bebas sama sekali dan dapat berdiri
sendiri. Sebelum amandemen UUD 1945, BPK memiliki wewenang yang cukup minim, seperti DPA.
Setelah dilakukannya amandemen UUD 1945, BPK berwewenang dalam mengawasi dan memeriksa
pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan
kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Anggota BPK dipilih oleh DPR
dengan memperhatikan pertimbangan DPD, lalu diresmikan oleh Presiden. BPK berkedudukan di
ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi. BPKP berperan sebagai instansi pengawas
internal departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.

Lalu, yang terahkir adalah Komisi Yudisial (KY). Awalnya, ketentuan mengenai Komisi
Yudisial (KY) di dalam UUD 1945 sebelum amandemen UUD 1945 belum dikenal. Namun, setelah
amandemen ketiga UUD 1945, yang ditetapkan pada tanggal 9 November 2001, Komisi Yudisial (KY)
telah secara rinci diatur dan menjadi rumusan pasal tersendiri di dalam Bab Kekuasaan Kehakiman.
Secara umum, kehadiran Komisi Yudisial (KY) di dalam amandemen UUD 1945 ketiga, dimaksudkan
untuk memperkuat kekuasaan kehakiman dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Selanjutnya, dalam
rangka mengoperasionalkan keberadaan Komisi Yudisial (KY), maka dibentuk UU No. 22 Tahun 2004
tentang Komisi Yudisial pada 13 Agustus 2004. Komisi Yudisial (KY) memiliki dua kewenangan
konstitutif, yaitu untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam
rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

Dapat disimpulkan bahwa selama terjadinya amandemen – amandemen tersebut, konsep Trias
Politika tetap dipertahankan hingga saat ini. Sesudah dilakukannya amandemen UUD 1945, seluruh
Lembaga Tinggi Negara memiliki kederajatan yang sama, sudah tidak ada lagi Lembaga Negara
Tertinggi, yaitu MPR, dan pemilihan Presiden dilakukan secara langsung oleh rakyat, tidak lagi dipilih
oleh MPR.

Dalam Lembaga Legislatif, terdapat peningkatan kekuatan dengan berfungsinya DPD. Tidak
itu saja, Lembaga Legislatif tetap memperoleh masukan dan laporan dari BPK mengenai ada tidaknya
penyimpangan keuangan negara yang dilakukan oleh semua Lembaga Tinggi Negara.
Lembaga Yudikatif juga mengalami perkuatan dengan terbentuknya MK, sehingga dapat
mengawasi hasil pekerjaan dari Lembaga Legislatif dalam memproduksi Undang-Undang maupun
Lembaga Eksekutif dalam memproduksi Perpu, serta melakukan judicial review.

Demikian juga dengan kinerja dari Lembaga Yudikatif yang diawasi oleh Komisi Yudisial.
Walaupun merupakan bagian dari Lembaga Yudikatif, tetapi keberadaannya berasal dari tiga elemen,
yaitu dari elemen Lembaga Legislatif, dari Lembaga Eksekutif, dan dari Lembaga Yudikatif.

Maka dengan itu, setelah dilakukannya amandemen UUD 1945, konsep Trias Politika tetap
digunakan oleh Negara Republik Indonesia, walaupun terdapat perbedaan dengan konsep yang
digunakan sebelum amandemen UUD 1945, tetapi tentunya semakin berkembang.
DAFTAR PUSTAKA

a) Jurnal
a) Agustiwi, Asri, “Keberadaan Lembaga Negara Pasca Amandemen Undang – Undang Dasar
1945 di Indonesia” RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA, Vol. 8 No. 1 Maret
2014.
b) Ma’ruf, H. Mu’min, “Lembaga – Lembaga Negara Pasca Amandemen UUD 1945”
c) Syah, Taufiqurrohman, “Amandemen UUD Negara RI Tahun 1945 Menghasilkan Sistem
Checks and Balances Lembaga Negara” Biro Rekrutmen, Advokasi dan Peningkatan
Kapasitas Hakim
b) Internet
a) “Lembaga Negara dalam Perspektif Amandemen UUD 1945”
https://repository.unikom.ac.id/51183/1/Materi%205%20-%20lembaga-negara-sebelum-
dan-sesudah-amandemen.pdf, diakses pada 23 September 2021
b) “Trias Politika Sebelum dan Sesudah Dilakukannya Amandemen terhadap UUD 1945”
https://www.kompasiana.com/mesaindranaiborhu1411/60fc527915251078a7407c12/trias-
politika-sebelum-dan-sesudah-dilakukannya-amandemen-terhadap-uud-1945, diakses
pada 23 September 2021
c) “Bagan Struktur Negara Sebelum dan Sesudah Amandemen”
https://struktur.shareinspire.me/2019/06/bagan-struktur-lembaga-negara-sebelum.html,
diakses pada 23 September 2021
d) “Lembaga Tinggi Negara” http://p2k.unkris.ac.id/id3/3065-2962/Lembaga-Tinggi-
Negara_24246_p2k-unkris.html, diakses pada 24 September 2021
e) “Struktur Kelembagaan Negara Sebelum dan Sesudah Amandemen”
https://www.slideshare.net/WidiyaOcek/struktur-kelembagaan-negara-sebelum-dan-
sesudah-amandemen-73258371, diakses pada 24 September 2021
f) “Kedudukan Komisi Yudisial Sebagai Lembag Pengawas Peradilan”
https://pshk.uii.ac.id/2010/03/kedudukan-komisi-yudisial-sebagai-lembaga-pengawas-
peradilan/, diakses pada 24 September 2021
g) “Sejarah Pembentukan Komisi Yudisial”
https://www.komisiyudisial.go.id/frontend/static_content/history, diakses pada 24
September 2021

Anda mungkin juga menyukai