Rumus Krisdayanti/KD
Keterangan + -
Harta D K
Utang
Modal
Pendapatan
KD
Beban/Biaya D K
Keterangan
H: Harta (Kas, Piutang dagang, Persediaan, Tanah, Bangunan, Kendaraan, Mesin,
Peralatan, dsb yang di Neraca ada di kolom Aktiva )
U: Utang
M: Modal
P: Pendapatan (Penjualan)
B: Beban/Biaya
Bentuk Neraca
1. Bentuk skontro atau horizontal (account form)
BAB 1:
TAHAPAN PEMBUATAN
LAPORAN KEUANGAN
1) TAHAP 1
Menganalisa Transaksi Finansial
Contoh :
PT Milenia Jaya pada tanggal 01 Januari 2020 membeli Komputer dari Toko Eramedia untuk
Bagian Administrasi dan umum dengan harga Rp 10.000.000 tunai.
Analisis transaksi:
Transaksi senilai Rp 10.000.000 tersebut menambah perlengkapan kantor (komputer) : HARTA/H
(AKTIVA TETAP) + DEBET/D
Dan menurunkan kas : HARTA/H (AKTIVA LANCAR) - KREDIT/K
2) TAHAP 2
Membuat Jurnal Umum
Aktivitas ini dilaksanakan setelah proses analisis transaksi selesai dilakukan.
Setelah semua transaksi finansial dikelompok-kelompokan sesuai dengan pos-posnya.
Langkah selanjutnya adalah membuat Jurnal Pencatatan Transaksi sesuai dengan rekening/akun
dan debit kredit.
D K
1 Jan 2020 Perlengkapan Kantor – Komputer Rp 10.000.000
1 Jan 2020 Kas Rp 10.000.000
3) TAHAP 3
Memposting Jurnal ke dalam Buku Besar
Selanjutnya dilakukan posting atau pemindahan setiap catatan di jurnal umum tersebut ke buku
besar sesuai dengan pos/rekening/akun-nya.
Dari contoh transaksi di atas, kita bisa membuat buku besar sebagai berikut:
4) TAHAP 4
Menyusun Neraca Saldo dari Buku Besar
Penyusunan Neraca Saldo ini dilakukan sebelum membuat jurnal penyesuaian sehingga disebut
juga neraca saldo yang belum disesuaikan.
Neraca saldo adalah suatu daftar rekening-rekening buku besar dengan saldo
debit atau kredit.
Langkah selanjutnya setelah membuat buku besar yaitu menyusun neraca saldo.
Daftar rekening pada buku besar dikelompokkan ke dalam kelompok pasiva atau
kelompok aktiva.
Neraca saldo digunakan untuk mengecek/memeriksa keseimbangan debet dan
kredit dari seluruh rekening buku besar.
Berikut contoh neraca saldo:
5) TAHAP 5
Mengumpulkan data yang diperlukan untuk membuat jurnal
penyesuaian.
Karena beberapa transaksi yang terjadi yang dicatat masih tidak sesuai dengan keadaan pada
akhir periode. Dan juga terdapat beberapa transaksi yang belum tercatat. Sehingga
data-data yang ada dikumpulkan dan digunakan untuk membuat jurnal
penyesuaian.
Jadi fungsi dari jurnal penyesuaian adalah untuk membuat penyesuaian untuk transaksi tertentu.
Misalnya, transaksi asuransi dibayar di muka, sewa dibayar dimuka, penyusutan aktiva tetap.
6) TAHAP 6
Membuat Neraca Lajur (Daftar Kertas Kerja Akuntansi)
Untuk memudahkan penyusunan laporan keuangan maka kita perlu menyusun
neraca lajur atau kertas kerja yang dimulai dari:
1. data di neraca saldo (#Tahap 4), dan
2. disesuaikan dengan data yang diperoleh dari jurnal penyesuaian (#Tahap 5).
Selanjutnya, saldo yang sudah disesuaikan akan terlihat pada kolom neraca
saldo yang telah disesuaikan (NSSP/Neraca Saldo Setelah Penyesuaian) dan
merupakan saldo-saldo yang akan dilaporkan dalam neraca dan laporan rugi
laba.
7) TAHAP 7
Membuat Laporan Laba Rugi dan Neraca
Laporan yang sudah disusun di neraca lajur tinggal di tulis dengan rapi sesuai
ketentuan atau standar laporan keuangan. Hal ini karena dalam neraca lajur
sudah dipisahkan jumlah-jumlah yang dilaporkan dalam Neraca atau Laporan
Rugi Laba.
Jadi setelah kita melakukan tahap 1 s/d tahap 6 diatas, maka kita sudah bisa membuat laporan
keuangan Neraca dan Laporan Laba Rugi yang dapat disusun langsung dari Neraca Lajur
(#Tahap 6), karena dalam neraca lajur tersebut sudah dipisahkan jumlah-jumlah yang akan
dilaporkan dalam Neraca dan Laporan Laba Rugi.
Kolom Neraca dan Laba Rugi di dalam Neraca Lajur/Kertas Kerja (#Tahap 6) tersebut diubah
bentuknya sehingga dapat dihasilkan Neraca dan Laporan Laba Rugi yang mudah dibaca dan
dianalisa.
Perhatikan Laporan Laba Rugi dan Neraca yang dibuat dari Neraca Lajur berikut ini:
Saldo kas akhir periode, menurut rekening koran bank Rp. 10.000.000. Sedangkan saldo kas menurut
catatan PT. Gemah Rp. 7.950.000.
Setelah diadakan perbandingan antar kedua saldo kas tersebut, dijumpai beberapa hal yang belum
tercatat, baik oleh PT. Gemah maupun oleh bank
• Cek kosong dikembalikan oleh bank atas nama Nugraha. Rp. 500.000
• Cek No. 430: Rp. 2.100.000 untuk pembayaran ke PT. Rp. 600.000
Indah, tercatat oleh perusahaan Rp. 2.700.000.
(Terdapat kesalahan/kelebihan pencatatan nominal
pembayaran ke PT. Indah Rp. 600.000). Sehingga pada
rekonsiliasi ini, saldo kas ditambahkan kembali sebesar
selisih kesalahan pencatan.
PT. GEMAH
REKONSILIASI BANK
31 Juli 1998
(Rp.)
Kas menurut catatan bank 10.000.000
Ditambah setoran dalam perjalanan 2.500.000
12.500.000
Ditambah:
Kesalahan pencatatan cek No. 430, terdapat selisih 600.000
Saldo kas menurut catatan perusahaan setelah disesuaikan 8.000.000
Setelah adanya jurnal rekonsiliasi diatas, saldo kas di bank akan menjadi Rp.8.000.000. Inilah kas di bank
yang ada pada tanggal 31 Juli 1998 dan jumlah inilah yang dilaporkan dalam neraca pada tanggal tersebut.
Pencatatan di Jurnalnya untuk: cek kosong, biaya administrasi bank, dan koreksi kesalahan
Tanggal Keterangan Debet (Rp.) Kredit (Rp.)
31 Juli 1998 Piutang dagang (Nugraha) 500.000
Kas di bank 500.000
Pencatatan jurnalnya:
Date Keterangan Debet Kredit
1 Maret 1997 Saham/Ekuitas 400 lembar 4.200.000
Biaya komisi dan materai 50.000
Kas 4.250.000
Pencatatan jurnalnya:
Date Keterangan Debet Kredit
31 Agt 1997 Kas 40.000
Pendapatan dividen 40.000
Pencatatan jurnalnya:
Date Keterangan Debet Kredit
25 Sept 1997 Kas 2.170.000
Biaya komisi dan makelar 30.000
Saham/Ekuitas 200 lembar 2.100.000
Pendapatan laba penjualan saham 70.000
Kas 30.000
Pencatatan jurnalnya:
Date Keterangan Debet Kredit
1 Feb 1995 Obligasi 100 lembar 1.900.000
Biaya komisi dan makelar 10.000
Biaya materai, dll 5.000
Kas 1.915.000
(mencatat uang kas keluar untuk pembelian 100
lembar obligasi PT. Belibis)
Perhitungan:
Harga beli = 100 lembar obligasi x Rp. 20.000/lembar x 95% = 1.900.000
Biaya komisi dan makelar = 10.000
Biaya materai, dll = 5.000
Harga perolehan 100 lembar obligasi = 1.915.000
CONTOH:
PT. Joger mempunyai sejumlah surat berharga pada tanggal 31 Des’ 95 sbb.:
Jenis Surat Berharga Harga Harga Laba/(Rugi)
Perolehan Pasar Belum Direalisasi
Walaupun rugi penurunan nilai surat berharga (investasi sementara) belum terealisasi, namun tetap
dicatat dalam Laporan L/R.
Rugi pada penurunan nilai surat berharga tsb akan mengurangi laba bersih di periode tersebut.
Sedangkan rekening cadangan penurunan nilai surat berharga (investasi sementara) dicatat di Neraca
sebagai rekening pengurang (K/kredit) pada nilai surat berharga sbb. :
AKTIVA PASIVA
Bila pada akhir tahun 1996, semua jenis surat berharga tsb masih dimiliki oleh PT. Joger, dan harga
pasar totalnya Rp. 105.000.000, maka hal tsb akan mempengaruhi saldo cadangan nilai surat berharga
(investasi sementara).
Pada akhir tahun 1996, harga pasar surat berharga mengalami kenaikan Rp. 5.000.000 bila dibandingkan
pada akhir tahun 1995. Oleh karena itu, PT . Joger harus menyesuaikan saldo cadangan penurunan nilai
surat berharga sbb. :
Date Keterangan Debet Kredit
Pencatatan di Neraca sebagai rekening penambah (D/Debet) pada nilai surat berharga sbb. :
AKTIVA PASIVA
Bila PT. Joger pada tanggal 1 April 1996 menjual seluruh saham PT. Seputih. Jurnal pencatatannya :
Jurnal untuk mencatat cadangan penurunan nilai surat berharga (investasi sementara)
Date Keterangan Debet Kredit
Pencatatan di Neraca 30 Apr’ 96 sebagai rekening pengurang (K/Kredit) pada nilai surat berharga sbb. :
AKTIVA PASIVA
Proporsi/prosentase kepemilikan saham pada suatu perusahaan,biasanya dibagi ke dalam 3 tingkatan, yaitu:
1. Kurang dari (< ) 20%.
2. 20% s/d 50%.
3. Lebih (>) 50%.
PEMBELIAN SAHAM
Metode ini digunakan bila investor memiliki kurang dari 20%proporsi kepemilikan saham investee.
Artinya, pihak investor tidak mempunyai pengaruh yang signifikan.
Contoh : PT. Nunuk pada tanggal 10 April 1994, membeli 2.000 lembar saham PT. Royan dengan harga
Rp. 15.000 per lembar. Pembelian ini ditujukan untuk investasi jangka panjang. Biaya lain yang timbul
adalah biaya komisi makelar sebesar Rp. 500.000. Kurs belinya 95%. Proporsi saham yang dibeli PT.
Nunuk hanya 5% dari total saham PT. Royan yang beredar.
Dividennya akan dibagikan pada tanggal 5 Januari 1995 sebesar Rp. 500 per lembar saham kepada para
pemegang saham yang telah terdaftar.
Pencatatan jurnalnya (untuk mencatat pembelian 2.000 lembar saham PT. Royan) :
10 April 1994 Investasi dalam saham 28.500.000
Biaya komisi makelar 500.000
Piutang dividen 1.000.000
Kas 29.000.000
Pendapatan dividen 1.000.000
Total 30.000.000 30.000.000
Perhitungan :
Pembelian saham = 2.000 lembar saham x Rp. 15.000 x 95% = Rp. 28.500.000
Komisi makelar = Rp. 500.000
Harga perolehan 2.000 lembar saham Rp. 29.000.000
Dividen yang dibagikan = 2000 lembar saham x Rp. 500/lembar = Rp. 1.000.000.
PENERIMAAN DIVIDEN
Contoh: Masih terkait contoh soal sebelumnya ........ PT. Nunuk – PT. Royan
Pembelian ini ditujukan untuk investasi jangka panjang. Biaya lain yang timbul adalah biaya komisi
makelar sebesar Rp. 500.000. Kurs belinya 95%. Proporsi saham yang dibeli PT. Nunuk hanya 5% dari
total saham PT. Royan yang beredar.
Pada tanggal 5 Januari 1995, PT. Nunuk menerima dividen kas. Pencatatan Jurnalnya :
5 Jan 1995 Kas 1.000.000
Piutang dividen 1.000.000
Kerugian yang belum direalisasi pada investasi jangka panjang dalam saham juga akan mempengaruhi
rekening modal, yaitu sebagai pengurang.
Contoh: Masih terkait contoh soal sebelumnya ........ PT. Nunuk
Modal saham PT. Nunuk sebesar Rp. 300.000.000, dan jumlah laba ditahannya sebesar Rp. 200.000.000.
Maka pencatatan kerugian investasi jangka panjang dalam saham, yang belum direalisasi adalah sbb. :
Modal:
Saham biasa Rp. 300.000.000
Laba ditahan Rp. 200.000.000
Jumlah Rp. 500.000.000
Kerugian investasi jk. Pjng yang belum direalisasi (Rp. 200.000)
Jumlah Modal Rp.499.800.000
PENJUALAN
Pada metode harga perolehan, selisih antara harga perolehan dan hasil penjualannya akan diakui sebagai
laba atau rugi.
Contoh: Masih terkait contoh soal sebelumnya ........ PT. Nunuk – PT. Royan – PT. Syuhud
Tanggal 5 Feb 1996, PT. Nunuk menjual 1.000 lembar saham PT. Royan, dan memperoleh penghasilan
bersih sebesar Rp. 15.000.000. Selain itu, PT. Nunuk juga menjual 200 lembar saham PT. Syuhud, dengan
penghasilan bersih sebesar Rp. 2.100.000, dari penjualan
Pencatatan jurnalnya :
5 Feb 1996 Kas Rp. 17.100.000
Investasi dalam saham Rp. 16.540.000
Laba dari penjualan investasi Rp. 560.000
(pendapatan)
Perhitungan :
Saham PT. Royan
Penjualan Rp. 15.000.000
Perolehan = (1.000/2.000) x Rp. 29.000.000 = Rp. 14.500.000 -
Laba dari penjualan 1.000 lembar saham Rp. 500.000
Saham PT. Syuhud
Penjualan Rp. 2.100.000
Perolehan = (200/1.000) x Rp. 10.200.000 = Rp. 2.040.000 -
Laba dari penjualan 200 lembar saham Rp. 60.000
Pencatatan jurnalnya :
5 Feb 1995 Investasi dalam saham Rp. 100.000.000
Kas Rp. 100.000.000
Perhitungan :
Harga beli Rp. 12.500 x (40% x 20.000 lembar) = Rp. 12.500 x 8.000 lembar = Rp. 100.000.000
Biaya komisi dan lain-lain = Rp. 0
Harga perolehan 8.000 lembar saham Rp. 100.000.000
PENERIMAAN DIVIDEN
√ Dividen yang diterima dari investee dipandang sebagai pengurang investasi.
Contoh : masih terkait contoh soal sebelumnya .......... PT. Merah
Tanggal 5 Feb 1995, PT. Merah membeli 40% saham biasa PT. Kuning, dengan nilai nominal Rp. 12.500
per lembar. Jumlah saham biasa PT. Kuning yang beredar sebanyak 20.000 lembar. Dividen yang
dibayarkan pada tanggal 1 Juli sebesar Rp. 5.000.000, dan pada tanggal 31 Desember sebesar Rp.
10.000.000. Pada tanggal 31 Desember 1995, PT. Kuning melaporkan laba sebesar Rp. 100.000.000.
Pencatatan jurnalnya :
1 Juli 1995 Kas Rp. 5.000.000
Pendapatan Dividen Rp. 5.000.000
31 Des 1995 Kas Rp.10.000.000
Pendapatan Dividen Rp.10.000.000
PENGAKUAN LABA
Laba yang diperoleh oleh investee (perusahaan penerbit saham) akan diakui sebagai : pendapatan dari
investasi dalam saham oleh investor.
Begitu pula sebaliknya, jika investee menderita kerugian, maka investor akan mencatat rugi yang
diderita perusahaan sebagai : penurunan rekening investasinya, dan merupakan kerugian pada periode
yang bersangkutan
Contoh: Pada contoh sebelumnya....... PT. Merah membeli 40% saham biasa PT. Kuning. Tanggal 31
Desember 1995, PT. Kuning melaporkan laba sebesar Rp. 100.000.000.
Pada akhir periode, perusahaan harus menentukan saldo investasi dalam sahamnya, sehingga apabila dijual,
dapat diketahui nilai bukunya.
Rekening investasi dalam saham dapat dilihat dalam buku besarnya.
Menggunakan contoh sebelumnya, maka Buku Besar Investasi dalam Saham PT. Kuning adalah sbb.
PENJUALAN
Pada tanggal 10 Maret 1996, PT. Merah memutuskan menjual 5.000 lembar saham PT. Kuning dengan
harga bersih Rp. 80.000.000.
Pencatatan jurnalnya :
10 Mrt 1996 Kas Rp. 80.000.000
Investasi dalam saham Rp. 78.125.000
Laba penjualan investasi (pendapatan) Rp. 1.875.000
Perhitungan:
Penjualan Rp. 80.000.000
Nilai buku 5.000 lembar saham PT. Kuning
(5.000 lembar/8.000 lembar) x Rp. 125.000.000 = Rp. 78.125.000 -
Laba dari penjualan investasi dalam saham Rp. 1.875.000
40% dari 20.000 lembar keseluruhan saham PT. Kuning yang beredar = 40% x 20.000 lembar saham
Berarti saham PT. Kuning yg dimiliki PT. Merah adalah 8.000 lembar saham.
METODE KONSOLIDASI
• Pada saat perusahaan investor memiliki proporsi saham lebih dari 50%, maka dapat dikatakan bahwa
perusahaan investor mempunyai kepentingan pengendalian terhadap perusahaan penerbit saham
(investee).
• Selanjutnya perusahaan investor disebut sebagai perusahaan induk, dan perusahaan investee sebagai
anak perusahaan.
• Pencatatan kepemilikan saham anak perusahaan oleh perusahaan induk dilakukan dengan metode
konsolidasi.
Pencatatan jurnal :
1 April 1997 Investasi pada obligasi 10.000.000
Biaya komisi makelar 50.000
Piutang bunga obligasi (jatuh tempo 1 Mei 1997) 125.000
Piutang bunga obligasi (jatuh tempo 1 Nov 1997) 750.000
Kas 10.050.000
Pendapatan bunga obligasi PT. Tanjung 875.000
Perhitungan:
Harga beli obligasi = Rp. 10.000 x 1.000 lembar = Rp. 10.000.000
Komisi makelar = Rp. 50.000
Harga perolehan obligasi Rp.10.050.000
PENERIMAAN BUNGA
Contoh: terkait contoh sebelumnya...... (CV. RAYA)
Bunga akan dibagikan setiap tanggal 1 Mei dan 1 November dengan tingkat bunga 15%.
Pencatatan jurnalnya :
1 Mei 1997 Kas 125.000
Piutang bunga obligasi (jatuh tempo 1 Mei 1997) 125.000
1 Nov 1997 Kas 750.000
Piutang bunga obligasi (jatuh tempo 1 Nov 1997) 750.000
Perhitungan:
Bunga berjalan (jatuh tempo 1 Mei 1997) = 1 bulan (1 April – 1 Mei)
Rp. 10.000.000 x 15% x (1/12) = Rp. 125.000
PELUNASAN OBLIGASI
Obligasi akan dilunasi pada saat jatuh temponya sebesar nilai nominal.
Contoh : Obligasi PT. Gunung Jati senilai Rp. 10.000.000 jatuh tempo 1 April 1998.
Pencatatan jurnalnya :
1 April 1998 Kas 10.000.000
Investasi pada obligasi 10.000.000
PENJUALAN OBLIGASI
Investasi jangka panjang dalam bentuk obligasi, banyak yang dijual sebelum jatuh temponya.
Contoh : PT. Majapahit menjual seluruh obligasi PT. Mataram yang dibelinya dengan harga perolehan
23.550.000 kepada PT. Singosari. Transaksi tsb terjadi pada tanggal 1 Maret 1999. Obligasi tsb dijual
dengan harga Rp. 22.000.000.
Obligasi tsb dibeli tanggal 1 Maret 1997, dengan tanggal jatuh temponya 1 Maret 2000, dengan diskonto
Rp. 450.000 untuk 3 tahun.
Pencatatan jurnalnya :
1 Maret 1999 Kas/Bank 22.000.000
Biaya kerugian dari penjualan obligasi 1.850.000
Investasi pada obligasi PT.Mataram 23.850.000
Hasil pengurangan antara barang yang tersedia untuk dijual 3.000 unit x Rp. 5.200 = Rp. 15.600.000
Dengan persediaan per 31 Des 900 unit x Rp. 5.200 = Rp. 4.680.000
Akan diperoleh persediaan yang telah terjual 2.100 unit x Rp. 5.200 = Rp. 10.920.000
PIUTANG
1. Macam-macam Piutang
a. Piutang Dagang
adalah transaksi penjualan barang-barang dagangan atau jasa secara kredit.
b. Piutang Wesel
Perusahaan memberikan kredit kepada pelanggannya, dengan membuat surat perjanjian
kredit yang disebut surat wesel.
Wesel adalah janji tertulis yang tidak bersyarat dari satu pihak ke pihak lain, untuk
membayar sejumlah uang tertentu di masa yang akan datang. Wesel pada umumnya dapat
dipindahtangankan/diperjualbelikan sebelum saat jatuh temponya.
Wesel ada yang berasal dari pinjaman secara umum, adapula yang berasal dari transaksi
piutang dagang. Piutang dagang tersebut dirubah menjadi piutang wesel dengan maksud
lebih memudahkan untuk mendapatkan dana kas.
c. Piutang Lainnya
Seperti piutang bunga, piutang pajak, piutang pegawai, yang biasanya bersifat jangka
panjang, dan dilaporkan dalam aktiva tak lancar. Namun, piutang yang jatuh temponya
dalam satu tahun dilaporkan sebagai aktiva lancar.
2. Piutang Dagang
Mengestimasi Piutang Tak Tertagih
1) Pendekatan Rugi/Laba (Income Statement Approach)
Pendekatan yang paling banyak digunakan karena mudah dan menekankan
perbandingan (matching) antara rekening kerugian piutang dengan penjualan yang
terjadi pada periode yang terkait.
Piutang dagang yang ditimbulkan karena adanya transaksi penjualan secara kredit.
Jumlah kerugian piutang ditentukan sekian persen dari jumlah penjualan kotor maupun
penjualan bersih.
Dalam hal ini yang ditekankan adalah jumlah kerugian piutangnya, bukan cadangannya.
Jumlah cadangan kerugian piutang Rp. 7.000.000 saldo kredit sebelum ada penyesuaian.
Pada periode berjalan terjadi penjualan paralon secara kredit Rp. 300.000.000. Berdasarkan
pengalaman masa lalu, 1% dari jumlah piutang, tidak dapat ditagih.
Pencatatan jurnalnya:
Keterangan Debet (Rp) Kredit (Rp)
Piutang dagang 300.000.000
Persediaan paralon 300.000.000
Beban/biaya kerugian piutang 3.000.000
Cadangan kerugian piutang 3.000.000
Perhitungan:
Kerugian piutang 1% x Rp. 300.000.000 = Rp. 3.000.000
Setelah jurnal di atas diposting ke buku besar maka saldo rekening cadangan kerugian
piutang akan menjadi Rp. 10.000.000 saldo kredit.
Secara teoritis ada dua metode dalam mengakui/mencatat kerugian piutang (piutang tak
tertagih) yaitu metode cadangan (allowance method) dan metode penghapusan langsung (direct
write-off method).
a) Metode Cadangan
PT. Damaru memiliki saldo piutang dagang pada akhir periode Rp. 105.000.000. PT.
Damaru memperkirakan jumlah piutang yang tidak dapat ditagih Rp. 3.000.000.
Pencatatan jurnalnya:
Date Keterangan Debet (Rp.) Kredit (Rp.)
31 Des Beban Kerugian Piutang 3.000.000
Cadangan Kerugian Piutang 3.000.000
(mengurangi piutang dagang*)
Rekening kerugian piutang biasanya dilaporkan dalam laporan L/R sebagai biaya
administrasi, karena tanggung jawab untuk penagihan piutang ada pada bagian
administrasi.
Sedangkan untuk rekening cadangan kerugian piutang disajikan dalam neraca di bagian
aktiva lancar sebagai pengurang piutang dagang*.
Aktiva lancar:
Kas Rp. xx
Piutang dagang Rp. xx
Cadangan kerugian piutang (Rp. xx)
Nilai Piutang dagang Rp. xx
PT. Bimasakti membeli sebidang tanah yang akan digunakan sebagai lokasi pabrik, dengan harga tunai
Rp. 500.000.000. Pengeluaran lain terkait transaksi tsb adalah bea balik nama Rp. 2.000.000, komisi
perantara Rp. 10.000.000, dan pembayaran utang PBB (pajak) pemilik lama yang dibayarkan oleh PT.
Bimasakti Rp. 1.000.000. Diatas tanah itu masih ada bangunan tua yang perlu dihancurkan. Biaya
penghancuran bangunan Rp. 8.000.000, dan sisa bongkaran bangunan terjual Rp. 3.500.000.
Pencatatan jurnalnya:
Tanah 517.000.000
Kas 517.000.000
PT.Bintang membeli dalam satu paket (gabungan) asset dari PT. Bimasakti yaitu berupa pabrik dan
isinya (tanah, gedung, dan peralatan pabrik) senilai Rp. 4.500.000.
Maka perlu mencari terlebih dulu, informasi harga pasar tanah, gedung, dan peralatan pabrik tsb.
Aktiva Informasi Proporsi Alokasi Harga Perolehan
Harga Pasar (Rp. dalam juta)
(Rp. dalam juta)
Tanah 2.500 50% 50% x 4.500.000 2.250
Gedung 900 18% 18% x 4.500.000 810
Peralatan 1.600 32% 32% x 4.500.000 1.440
Total 5.000 100% 4.500
Pencatatan jurnalnya:
Tanah 2.250.000.000
Gedung 810.000.000
Peralatan 1.440.000.000
Kas 4.500.000
Contoh lain:
PT. Bimasakti membeli secara sebidang tanah yang akan digunakan sebagai lokasi pabrik, dengan
harga Rp. 500.000.000. Uang muka yang dibayarkan pada tanggal pembelian sebesar Rp. 50.000.000,
sisanya dibayar dengan kredit bank.
Pengeluaran tunai terkait transaksi tsb adalah biaya balik nama Rp. 2.000.000, komisi perantara Rp.
10.000.000, dan pembayaran utang PBB (pajak) pemilik lama yang dibayarkan oleh PT. Bimasakti Rp.
1.000.000. Diatas tanah itu masih ada bangunan tua yang perlu dihancurkan. Biaya penghancuran
bangunan Rp. 8.000.000, dan sisa bongkaran bangunan terjual Rp. 3.500.000.
Pencatatan jurnalnya:
Tanah 517.000.000
Utang bank 450.000.000
Kas 67.500.000
Misalkan, untuk menerima hadiah tsb, harus membayar pajak hadiah Rp. 2.000.000, jurnalnya sbb. :
Kendaraan 15.000.000
Modal hadiah 13.000.000
Kas 2.000.000
• Hak Cipta adalah suatu hak eksklusif untuk mempublikasikan dan menjual literatur, benda seni, atau
komposisi musik yang diberikan oleh pemerintah bagi penciptanya.
Harga perolehan sebuah hak cipta mencakup semua biaya yang terjadi dalam rangka menciptakan
sebuah hasil karya ditambah biaya administrasi untuk memperolehnya.
Jika hak cipta diperoleh melalui pembelian, maka harga perolehannya adalah jumlah kas yang
diserahkan dalam transaksi.
• Goodwill dalam dunia usaha adalah suatu aktiva tak berwujud yang terbentuk karena faktor-faktor
istimewa seperti kualitas produk, lokasi perusahaan, reputasi, dan kemampuan manajerial.
Dengan adanya Goodwill, memungkinkan sebuah perusahaan untuk/dapat memperoleh laba
investasi yang lebih besar dibandingkan perusahaan lain dalam industri sejenis.
Goodwill diperkenankan dicatat hanya jika suatu perusahaan membeli kekayaaan bersih
perusahaan lain dengan membayar diatas harga pasar dari seluruh aktiva bersih (Aktiva dikurangi
seluruh Hutang).
Harga perolehan Goodwill diukur dengan selisih antara harga yang dibayarkan dengan kekayaan
/aktiva bersih dari perusahaan yang dibeli.
Ada 2 konsep di dalam menentukan harga perolehan aktiva sumber alam khususnya minyak bumi, yaitu:
1. Full costing
√ Harga perolehan sumber alam adalah seluruh biaya yang terjadi dalam upaya memperoleh atau
mengembangkan aktiva tersebut.
√ Biaya ekplorasi yang terbukti tidak menghasilkan sumber yang produktif, tetap dianggap dan
dibebankan sebagai bagian dari sumber alam yang produktif.
2. Successfull effort costing
√ Hanya biaya ekslporasi yang secara langsung terjadi dan berhasil mendapatkan sumber alam yang
produktif saja yang diperhitungkan sebagai harga perolehan aktiva sumber alam tersebut.
√ Biaya yang terjadi, tetapi tidak menghasilkan sumber alam yang produktif, dibebankan sebagai
biaya pada periode terjadinya biaya (biaya periodik).
BAB 7: AKTIVA (NERACA)
AKTIVA TETAP:
ALOKASI HARGA PEROLEHAN DAN PENGHENTIAN
• Aktiva tetap adalah aktiva yang memberikan manfaat ekonomi bagi perusahaan yang digunakan untuk
memperoleh pendapatan selama lebih dari satu periode akuntansi.
Manfaat ekonomi dari kativa tsb memiliki umur yang terbatas, kecuali aktiva dalam bentuk tanah.
Dikarenakan aktiva tetap digunakan untuk proses memperoleh pendapatan, maka harga
perolehannya harus dialokasikan secara sistematik selama masa kegunaan aktiva tsb. Proses
alokasi tsb sering disebut depresiasi.
3 istilah berbeda dalam kaitannya dengan alokasi harga perolehan aktiva tetap :
1. Depresiasi : alokasi harga perolehan untuk aktiva tetap berwujud.
2. Deplesi : alokasi harga perolehan untuk aktiva sumber alam.
3. Amortisasi: alokasi harga perolehan untuk aktiva tetap tidak berwujud.
Tahun buku berakhir 31 Des , misalkan aktiva tetap dibeli tanggal 4 September. Maka besarnya biaya
depresiasi aktiva tetap tsb di tahun pertama adalah Rp. 9.000.000 x 4/12 bulan = Rp. 3.000.000.
Andaikan pembelian aktiva tetap dilakukan setelah tanggal 15 September, maka besarnya biaya
depresiasi aktiva tetap tsb di tahun pertama adalah Rp. 9.000.000 x 3/12 bulan = Rp. 2.250.000.
Rp. 13.000.000 – Rp. 500 = Rp. 12.999.500 = Rp. 5,1998 = Rp. 5 per unit.
2.500.000 unit 2.500.000 unit
Apabila pada periode tertentu, perusahaan memproduksi 200.000 unit untuk dijual sesuai pesanan, maka
biaya depresiasi di periode tsb adalah :
Rp. 5 x 200.000 unit = Rp. 1.000.000
Contoh.
Pada awal tahun 1998, PT. ABC memperoleh hak paten atas produknya dari pemerintah dengan harga
perolehan Rp. 1.000.000. Menurut manajemen PT. ABC, umur ekonomis dari paten tsb tidak akan lebih
dari 5 tahun. Maka besarnya amortisasi paten tsb setiap tahunnya adalah:
Rp. 1.000.000 : 5 tahun = Rp. 200.000/tahun
Contoh: Sebuah perusahaan pertambangan mengeluarkan biaya sebesar Rp. 500.000.000 untuk
menemukan dan memperoleh hak penggalian atas suatu sumber minyak yang diperkirakan akan
menghasilkan 1.000.000 ton minyak mentah.
Besarnya tarif deplesi dari sumber minyak tsb adalah Rp. 500.000.000 : 1.000.000 ton minyak = Rp.
500/ton minyak.
Jika selama tahun itu hasil yang didapat adalah 120.000 ton minyak, maka besarnya biaya deplesi tahun
tsb Rp. 500 x 120.000 ton = Rp. 60.000.000. Caranya sama dengan depresiasi metode output produktif.
Contoh: Tanggal 2 Oktober 1998, PT. Jaya menjual mesin bubutnya. Harga perolehan mesin tsb Rp.
40.000.000. Aktiva tsb didepresiasikan dengan metode garis lurus dalam umur ekonomis 10 tahun, tanpa
nilai residu. Dan jumlah akumulasi yang telah tercatat s/d 31 Desember 1997 adalah Rp. 28.000.000.
Jurnal pencatatan untuk biaya depresiasi dalam sembilan bulan pada tahun berjalan adalah.
Biaya depresiasi mesin bubut Rp. 3.000.000
Akumulasi depresiasi mesin bubut Rp. 3.000.000
Perhitungan:
Biaya depresiasi mesin = Rp. 40.000.000 : 10 tahun = Rp. 4.000.000/tahun
Depresiasi mesin selama 9 bulan (1 Januari s/d 2 Oktober 1998 = Jan ke Spt) = (9/12) x Rp. 4.000.000 =
Rp. 3.000.000.
Nilai akumulasi depresiasi mesin bubut tersebut menjadi Rp. 28.000.000 + Rp. 3.000.000 = Rp. 31.000.000
Nilai buku mesin bubut = Rp. 40.000.000 – Rp. 31.000.000 = Rp. 9.000.000.
Pencatatan jurnalnya jika mesin bubut tsb dijual dengan harga Rp 9.000.000 (sama dengan nilai
bukunya):
Kas Rp. 9.000.000
Akumulasi depresiasi mesin bubut Rp. 31.000.000
Mesin bubut Rp.40.000.000
Pencatatan jurnalnya jika mesin bubut tsb dijual dengan harga Rp 6.500.000 (rugi, karena < nilai
bukunya Rp. 9.000.000):
Kas Rp. 6.500.000
Akumulasi depresiasi mesin bubut Rp. 31.000.000
Biaya kerugian penjualan mesin bubut (penghentian aktiva) Rp. 2.500.000
Mesin bubut Rp.40.000.000
Jika mesin bubut tsb dijual dengan harga Rp 12.000.000 (laba, karena > nilai bukunya Rp. 9.000.000):
Kas Rp. 12.000.000
Akumulasi depresiasi mesin bubut Rp. 31.000.000
Pendapatan laba dari penjualan mesin bubut (penghentian aktiva) Rp. 3.000.000
Mesin bubut Rp.40.000.000
Contoh : Sebuah mesin press yang harga perolehannya Rp. 12.000.000 telah habis proses depresiasinya
(tanpa nilai residu) pada tanggal 31 Des 1998. Kemudian pada tanggal 20 Januari 1999, aktiva tsb
diberhentikan pemakaiannya.
Pencatatan jurnalnya :
20 Jan 1999 Akumulasi depresiasi mesin press Rp. 12.000.000
Mesin bubut Rp.12.000.000
Contoh : Sebuah mesin fotokopi yang harga perolehannya Rp. 5.000.000 didepresiasi dengan metode garis
lurus 10% per tahun (tanpa nilai residu). Pada tanggal 31 Desember 1997, jumlah akumulasi depresiasi
yang tercatat adalah Rp. 4.000.000. Pada tanggal 1 April 1998, aktiva tsb rusak dan dihentikan
pemakaiannya.
Biaya depresiasi yg belum tercatat, harus dicatat pada tgl penghentiannya.
Pencatatan jurnalnya biaya depresiasi selama 3 bulan berjalan:
1 April 1998 Biaya depresiasi mesin fotokopi Rp. 125.000
Akumulasi depresiasi mesin fotokopi Rp.125.000
Perhitungan:
Biaya depresiasi 10% per tahun x Rp. 5.000.000 = Rp. 500.000/tahun.
3 bulan = Jan s/d Maret 1998
(3/12) x Rp. 500.000 = Rp. 125.000
Perhitungan:
Akumulasi depresiasi mesin fotokopi Rp. 4.000.000 + Rp. 125.000 = Rp. 4.125.000.
Contoh: Dikarenakan terkena proyek pembuatan jalan raya, PT. Wijaya terpaksa menjual sebagian
pabriknya. Pada lokasi pabrik tsb terdapat aktiva sbb. :
Tanah Rp. 350.000.000
Mesin Rp. 175.000.000
Akumulasi depresisasi mesin (Rp. 95.000.000)
Gedung Rp. 80.000.000
Akumulasi depresiasi gedung (Rp. 35.000.000)
Adapun ganti rugi yang diterima PT. Wijaya adalah Rp. 450.000.000.
Pencatatan jurnalnya:
Keterangan Debet Kredit
Kas Rp. 450.000.000
Akumulasi depresiasi mesin Rp. 95.000.000
Akumulasi depresiasi gedung Rp. 35.000.000
Beban/biaya kerugian penghentian aktiva Rp. 25.000.000
Tanah Rp. 350.000.000
Mesin Rp. 175.000.000
Gedung Rp. 80.000.000
TOTAL Rp. 605.000.000 Rp. 605.000.000
UTANG DAGANG
Contoh : Tanggal 12 Juni 2000, PT. Royal membeli bijih plastik dari UD. Mitra Plastik senilai Rp.
200.000.000 dengan sistem pembayaran tempo/kredit. Bijih plastik tersebut akan digunakan untuk bahan
baku pembuatan produknya berupa peralatan-peralatan rumah tangga berbahan plastik.
Pencatatan jurnalnya :
12 juni 2000 Persediaan bijih plastik 200.000.000
Utang dagang 200.000.000
Contoh : Tanggal 11 Juni 2000 Toko sembako Makmur Jaya membeli beras Rojo Lele dari petani Cianjur
sebesar RPp 150.000.000 secara cash/tunai untuk menambah barang persediaan barang dagangannya di
gudang yang mulai menipis.
Pencatatan jurnalnya :
11 juni 2000 Persediaan barang dagangan (beras) 150.000.000
Kas 150.000.000
UTANG GAJI
Contoh : Penghasilan kotor per bulannya terdiri dari gaji pokok Rp. 650.000, dan membayar uang pensiun
Rp. 25.000. Maka perhitungan pendapatan bersih Andi sbb. :
Gaji sebulan Rp. 650.000
Pengurang:
Biaya jabatan 5% x Rp. 650.000 = 32.500
Iuran pensiun 25.000
(Rp. 57.500)
Penghasilan bersih sebulan Rp. 592.500
UTANG KONTINJEN
Adalah kewajiban potensial yang mungkin timbul, tergantung pada kejadian di masa yang akan datang.
Contoh, perusahaan yang sedang terlibat dalam perkara di pengadilan (sengketa hukum), dan piutang
wesel yang didiskontokan.
Contoh : diketahui PT. Wijaya akan mengalami kekalahan dalam kasus tuntutan seorang pelanggannya.
Penasehat hukumnya memberitahukan bahwa kemungkinan mereka untuk kalah adalah 80%. Biaya
perkara ditaksir sebesar Rp. 20.000.000.
Jurnal pencatatannya :
Biaya pengadilan Rp. 20.000.000
Utang kepada pengadilan Rp. 20.000.000
Pencatatan jurnalnya :
1 Jan 1995 Kas 800.000.000
Utang Obligasi 800.000.000
1 Juli Biaya bunga obligasi 72.000.000
Kas 72.000.000
Perhitungan:
Bunga obligasi selama ½ tahun x Rp. 800.000.000 x 18% = Rp. 72.000.000
Perhitungan:
Bunga obligasi = (5/12 bulan) x Rp. 800.000.000 x 18% = Rp. 60.000.000.
Kenapa di rekening kreditnya adalah hutang bunga obligasi, bukannya kas ?
Karena baru akan dilunasi pada tanggal jatuh temponya yaitu 1 Januari 1996. Jadi bunga tsb masih diakui
sebagai hutang.
Penerimaan bunga
Pencatatan jurnal umumnya :
1 Jan 1996 Utang bunga obligasi 60.000.000
Biaya bunga obligasi 12.000.000
kas 72.000.000
Perhitungan:
Bunga obligasi = (1/12 bulan) x Rp. 800.000.000 x 18% = Rp. 12.000.000.
Pencatatan jurnalnya :
1 Juni 1995 Utang obligasi 100.000.000
Premi utang obligasi 10.000.000
Laba dari penarikan obligasi (pendapatan) 7.000.000
Kas 103.000.000
Jika contoh diatas, ternyata jumlah premi yg belum diamortisasi Rp. 2.000.000, maka pencatatan jurnalnya:
1 Juni 1995 Utang obligasi 100.000.000
Premi utang obligasi 2.000.000
Biaya kerugi an dari penarikan obligasi 1.000.000
Kas 103.000.000
Pencatatan jurnalnya :
5 Jan 1995 Kas 1.000.000.000
Utang bank jangka panjang 1.000.000.000
5 Feb 1995 Biaya bunga hutang bank jangka panjang 10.000.000
Kas 10.000.000
Perhitungan:
Bunga bulan Febuari = (1/12) x 12% x Rp. 1.000.000.000 = 10.000.000
Pencatatan jurnalnya :
12 Okt 1996 Kas Rp. 15.000.000
Modal saham biasa Rp. 15.000.000
MODAL
• Bila saham biasa dijual dengan harga yang lebih tinggi dari nilai parinya, maka selisihnya disebut agio
atau biasa dikeal agio saham.
• Dan bila saham biasa dijual dengan harga yang lebih rendah dari nilai parinya, maka selisihnya disebut
disagio saham.
Contoh : Tgl 12 Okt 1996, PT. Abdul menjual secara tunai 1.000 lembar saham biasa dengan harga Rp.
16.000 per lembar.
Pencatatan jurnalnya :
12 Okt 1996 Kas Rp. 16.000.000
Modal (saham biasa) Rp. 15.000.000
Agio modal saham biasa (pendapatan) Rp. 1.000.000
Contoh : Tgl 12 Okt 1996, PT. Abdul menjual secara tunai 1.000 lembar saham biasa dengan harga Rp.
14.000 per lembar.
Pencatatan jurnalnya :
12 Okt 1996 Kas Rp. 14.000.000
Disagio saham biasa Rp. 1.000.000
(beban/biaya kerugian penjualan saham biasa)
Modal saham biasa Rp. 15.000.000
Penyajian MODAL SENDIRI/MODAL PEMILIK dalam neraca
MODAL :
Modal saham biasa xx
Agio modal saham biasa xx
Total modal saham biasa disetor xxx
Modal saham preferen xx
Agio modal saham preferen xx
Total modal saham preferen disetor xxx
Total modal kontribusi xxxx
Laba ditahan xxxx
Total Modal Sendiri/Modal Pemilik xxxxx
Referensi:
Drs. Abdul Halim, M.B.A., Akt. Dosen Fakultas Universitas Gajah Mada. Pengantar Akutansi 1.
Diterbitkan oleh Widya Sarana Informatika, 1997.
Drs. Abdul Halim, M.B.A., Akt. Dosen Fakultas Universitas Gajah Mada. Pengantar Akutansi 2.
Diterbitkan oleh Widya Sarana Informatika, 1998.
Al. Haryono Jusup. Universitas Gajah Mada. Dasar-Dasar Akuntansi Jilid 1 (Edisi 5). Penerbit
STIE YKPN, 1999.
Al. Haryono Jusup. Universitas Gajah Mada. Dasar-Dasar Akuntansi Jilid 1 (Edisi 6). Penerbit
STIE YKPN, 2001.
Al. Haryono Jusup. Universitas Gajah Mada. Dasar-Dasar Akuntansi Jilid 2 (Edisi 6). Penerbit
STIE YKPN, 2001.