Anda di halaman 1dari 11

“REGULASI ATURAN UJIAN KOMPETENSI”

DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 2

1. NURJANI MAUDUL (1801013)


2. SHANIA VIRGIN NGADIMIN (1801010)
3. MOH RISKY Y ABDULLAH
4. RUHAYA ASNAWI
5. CHAFANA TONGKALI
6. DAHLIA AWITJE

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
MUHAMMADIYAH MANADO
T.A 2021/2022
A. TEORI UKOM
Uji Kompetensi Perawat Indonesia (UKPI) merupakan ujian yang di laksanakan
untuk menguji, menentukan,megukur, dan menilai pengetahuan, keterampilan, serta
sikap perawat, baik dalam menjalankan profesionalisme pelayanan kesehatan maupun
asuhan keperawatan yang berkelanjutan (continue) (Niwang, 2016).
Uji Kompetensi Nurse Indonesia ( UKNI) ini bertujuan untuk mengukur standart
perawat yang ditunjukkan dengan mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR) dan hal
serupa juga terjadi di Amerika. Agar bisa bekerja sebagai perawat, calon perawat harus
menempuh ujian yang disebut National Council Licensure Examination-Registered
Nurse(NCLEX-RN) (Khoiriyah, Siti and Indriyani, 2017).Perawat terdaftar Pemeriksaan
(NCLEX-RN) adalah persyaratan untuk bekerja dalam peran RN di setiap negara bagian
di AS. Pertama kali tingkat kelulusan NCLEX-RN dan perkembangan siswa yang
berhasil di Indonesia sebuah program yang mempertimbangkan indikator utama kualitas
program keperawatan dan di gunakan oleh dewan negara dan program akreditasi untuk
menilai kemampuan program untuk memenuhi standar. Dengan demikian, banyak
perhatian diberikan untuk mempersiapkan siswa keperawatan untuk menjadi sukses di
Uji Kompetensi dan untuk mempresiksi siswa dalam ujian kompetensi ini (Kim,
Nikstaitis, Park, Armstrong, & Mark, 2019). Dalam Uji Kompetensi Ners Indonesia ini
dapat menyebabkan kecemasan pada mahasiswa ners yang mengikuti ujian sehingga
dapat 2 mempengaruhi kesiapan, keyakinan dan kelulusan dari mahasiswa (Harjanto,
Pratiwi, Puspasuci, & Hapsari, 2018). Dalam menjamin lulusan tingkat tinggi kesehatan
yang kompeten dan tersandart secara nasional pemerintah mengupayakan dalam
pemenuhan sumber daya manusia di bidang kesehatan dalam jumlah yang berkualitas
untuk mendukung penyelenggaraan pelayanan kesehatan di indonesia serta landasan
yuridis, yaitu UU NO.36/2014 tentang Tenaga Kesehatan dan UU NO.38/2014 tentang
Keperawatan menjelaskan mahasiswa bidang kesehatan pada akhir masa pendidikan
vokasi dan profesi harus mengikuti uji kompetensi secara nasional. Adapun
permenristekdikti No.12/2016 tentang cara pelaksanaan uji kompetensi mahasiswa
bidang kesehatan dan Kepmenrisdikti No.124/2016 tentang panitia uji kompetensi
nasional program D3 kebidanan, D3 keperawatan dan profesi Ners. Dalam pengaturan
pada Permenristekdikti yang belum sepenuhnya exit exam menurut surat edaran
Permenristekdikti NO.12/2016 memiliki persyaratan dalam mendapatkan sertifikat
kompetensi atau sertifikat profesi yang diikuti oleh mahasiswa bidang kesehatan pada
akhir masa pendidikan (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan, 2017).
Tingkat kelulusan uji kompetensi di Indonesia dari 273 institusi yang mengikuti uji
kompetensi sebagai exit exam, tingkat kelulusan pada 2018 yaitu 40 % dan kurang dari
50% dari 72% peserta lebih rendah dibandingkan hasil uji kompetensi gelombang
pertama pada tahun 2016 yaitu 42%(Aris, 2018). Pada kelulusan uji kompetensi ners
regional Jawa Timur pada periode oktober 2018 kelulusannya sebanyak54%. Program
Uji kompetensi ini sangat diperlukan dan wajib diikuti oleh seluruh di bidang kajian 3
masing-masing khususnya pada bidang ilmu Keperawatan. Uji kompetensi menjadi salah
satu ketakutan bagi calon pesertanya. Masing-masing masih memiliki tingkat
pengetahuan yang berbeda, serta keyakinan dan persiapan yang tidak sama (Medika,
2016).
Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kelulusan dalam mengikuti uji
kompetensi. Faktor-faktor yang memiliki pengaruh secara signifikan terhadap
kemampuan mahasiswa untuk lulus uji kompetensi ialah faktor akademik, faktor kognitif
dan faktor individu
(Sears, Othman, & Mahoney, 2015). Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
keberhasilan uji kompetensi dari segi persiapan mahasiswa dalam bealajar ialah motivasi,
kemampuan membaca, catatan, manajemen waktu dan kemampuan berpikir kritis.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, dapat disimpulkan bahwa tingkat kelulusan
mahasiswa dapat dipengaruhi oleh faktor internal (faktor yang berasal dari dalam diri
individu) dan faktor eksternal (faktor yang berasal dari luar diri individu). Faktor internal
terdiri atas intelegensi, kondisi fisik, persiapan yang berbedadari mahasiswa. (Hartina,
Tahir, Nurdin, & Djafar, 2018).Menurut Jamies Drever readines adalah preparedness to
responden or react. Kesiapan adalah keseluruhan kondisi yang membuatnya siap untuk
memberi respon atau jawaban didalam cara tertentu terhadap sesuatu situasi. Kesiapan itu
timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena
kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan (Cherian & Jacob, 2013).
Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa peserta ujian yang memiliki kesiapan
ujian 4 yang baik berbanding lurus dengan hasil kelulusan UKNI. Semakin baik
persiapan ujiannya, kelulusan UKNI semakin tinggi (Hartina et al., 2018).Dan dari 3
peserta yang diberikan koesioner tersebut seperti dalam persiapan motivasi yang
dilakukan selalu iri terhadap kedisiplinan dan kemauan yang tinggi pada orang lain
sehingga mencetuskan keinginan untuk melakukan persiapan yang baik sehingga
hasilnya baik.

B. GAMBARAN PELAKSANAAN UKOM


1) Materi Uji : Kompetensi jabatan fungsional kesehatan mengacu pada butir butir
kegiatan jenjang jabatan yang sedang dipangku dan jenjang yang akan dipangku
sesuai dengan peraturan perundangan.
2) Metode Uji : Kompetensi dapat berupa portofolio, uji tulis, uji lisan dan uji praktik.
Uji portofolio merupakan satu metode wajib dalam pelaksanaan uji kompetensi.
Namun untuk metode uji tulis, uji lisan atau uji praktik merupakan metode uji pilihan.
3) Waktu Pelaksana Ujian
4) Uji kompetensi bagi jabatan fungsional kesehatan dilaksanakan sesuai jadwal yang
ditetapkan oleh instansi penyelenggara
5) Pelaksanaan uji kompetensi dilakukan secara periodik sesuai kebutuhan
6) Tempat Uji kompetensi jabatan fungsional kesehatan dapat disesuaikan dengan
instansi tempat pejabat fungsional kesehatan tersebut bekerja atau instansi
pembinanya. Tempat pelaksanaan uji kompetensi sebagaimana dimaksud dapat
berupa:
 Unit Utama;
 Dinas Kesehatan Provinsi;
 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota;
 Unit Pelaksana Teknis Pusat;
 Unit Pelaksana Teknis Daerah;
 Klinik/Poliklinik yang ada pada Kementerian/Lembaga;
 Rumah Sakit;
 Puskesmas;
 Institusi dan/atau Fasilitas Kesehatan Lainnya yang memiliki pejabat fungsional
kesehatan; dan
 Tempat lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pelaksana uji.

7) Mekanisme Penyelenggara Mekanisme Uji Kompetensi : Jabatan fungsional kesehatan


adalah sebagai berikut:
 Melakukan mapping terhadap pejabat fungsional kesehatan meliputi variabel nama
pemangku, jenis jabatan fungsional, kategori jabatan fungsional, jenjang jabatan
fungsional, riwayat pendidikan, riwayat pelatihan jabatan fungsional terkait dan
variabel lainnya yang diperlukan.
 Melakukan identifikasi terhadap kebutuhan uji kompetensi bagi pejabat fungsional
terutama yang akan naik jenjang
 Memeriksa kelengkapan dokumen administrasi calon peserta.
 Menetapkan calon peserta uji yang telah memenuhi persyaratan.
 Menunjuk dan Menetapkan tim penguji sesuai persyaratan.
 Melakukan perencanaan dan mengalokasikan anggaran biaya penyelenggaraan uji
kompetensi jabatan fungsional Kesehatan
 Melakukan penyiapan tempat uji kompetensi.
 Melakukan penyiapan peralatan, sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk uji
kompetensi.
 Membuat dan menyampaikan proposal penyelenggaraan uji ke Pusat Peningkatan
Mutu SDMK.
 Melaksanakan uji kompetensi.
 Membuat dan menyampaikan Berita Acara Pelaksanaan Uji dan meminta nomor
sertifikat ke Pusat Peningkatan Mutu SDMK.
 Mengeluarkan sertifikat kompetensi dan memberikan kepada pejabat fungsional
kesehatan yang lulus, paling lambat satu bulan setelah dinyatakan lulus.
 Memberikan peningkatan pengetahuan dan kemampuan bagi peserta uji yang tiga
kali tidak lulus uji kompetensi.
8) Sertifikat Uji Kompetensi : Merupakan bukti pengakuan tertulis atas penguasaan
kompetensi kerja yang diberikan kepada pejabat fungsional kesehatan yang telah lulus
uji kompetensi jabatan fungsional. Sertifikat Uji Kompetensi jabatan fungsional
sebagaimana dimaksud dicetak di atas kertas ukuran A4 dengan berat 120 g dan
ditandatangani oleh pimpinan instansi penyelenggara uji kompetensi dan ketua tim
penguji sebagaimana tercantum dalam Formulir 2. Setiap sertifikat akan mendapatkan
nomor peserta terdiri dari 16 digit yang masingmasing digit mempunyai arti
dengan rumusan kode digit
9) Sanksi
a) Peserta yang melanggar tata tertib diberi peringatan oleh tim penguji, apabila
peserta telah diberikan peringatan dan tidak mengindahkan peringatan tersebut,
maka tim penguji mencatat dan mengusulkan peserta tersebut untuk dinyatakan
gagal ujian dan dibuatkan berita acara.
b) Penguji yang melanggar ketentuan sebagaimana dalam pedoman ini maka akan
diberikan sanksi. Proses pemberian sanksi bagi penguji berdasarkan pada proses
klarifikasi dan koordinasi dengan pihak terkait termasuk penguji yang diduga
melanggar, sanksi tersebut diberikan oleh pejabat yang menetapkan tim penguji
tersebut sesuai tingkatannnya atas rekomendasi tim pembinaan dan pengawasan.
Pemberian sanksi ini berdasarkan pada tingkat pelanggaran, dapat berupa antara
lain:
 teguran lisan;
 teguran tertulis;
 pembebas tugasan dari keanggotaan tim penguji untuk periode waktu tertentu;
atau
 pembebastugasan dari keanggotaan tim penguji dan tidak dapat menjadi tim
penguji lagi.
c) Penyelenggara uji tidak boleh melaksankan uji kompetensi tanpa adanya surat
rekomendasi penyelenggaraan uji kompetensi dari Pusat Peningkatan Mutu SDMK
dan akan dilaksanakan akreditasi terkait penyelenggaraan uji kompetensi secara
berkala oleh Pusat Peningkatan Mutu SDMK.
10) Unit Pembina/Dinas Kesehatan Provinsi/Dinas Kesehatan Kab/Kota dan instansi
pengguna pejabat fungsional lainnya yang telah memenuhi persyaratan dan telah
mendapatkan rekomendasi penyelenggaraan uji kompetensi dari Pusat Peningkatan
Mutu SDMK namun tidak bersedia menyelenggarakan uji tanpa alasan yang kuat
maka pejabat fungsional yang berasal dari instansinya tidak dapat diuji di instansi lain.

C. UNDANG-UNDANG UKOM
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
18 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN UJI KOMPETENSI JABATAN
FUNGSIONAL KESEHATAN.
MEMUTUSKAN DAN MENETAPKAN PERATURAN MENTERI
KESEHATAN TENTANG PENYELENGGARAAN UJI KOMPETENSI JABATAN
FUNGSIONAL KESEHATAN.
1) Pasal 1 Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Kesehatan adalah suatu proses untuk
mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja pejabat fungsional kesehatan
yang dilakukan oleh tim penguji dalam rangka memenuhi syarat kenaikan jenjang
jabatan setingkat lebih tinggi.
2) Pasal 2 Tata cara penyelenggaraan Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Kesehatan
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
3) Pasal 3 Tata cara penyelenggaraan Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan acuan bagi penyelenggara Uji
Kompetensi Jabatan Fungsional Kesehatan.
4) Pasal 4 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia
D. ANALISA JURNAL
Jurnal 1: MENINGKATKAN KESIAPAN UJI KOMPETENSI NERS MELALUI
BIMBINGAN INTENSIF
Kekurangan :
Kesiapan mahasiswa dalam menghadapi ukom menjadi permasalahan yang harus
dipecahkan oleh institusi. Pemecahan masalah tersebut harus dimulai dari proses
pembelajaran selama mahasiswa menempuh pendidikan. Institusi perlu mengidentifikasi
karakteristik mahasiswanya,dan terus berinovasi dan mengujicobakan berbagai metode
pembelajaran yang efektif serta menetapkan metode pembelajaran yang efektif tersebut.
Proses pembelajaran juga harus dimonitor dan dievaluasi guna menjamin proses
pembelajaran berjalan sesuai dengan ketetapan.kesiapan mahasiswa dalam menghadapi
ukom sebelum diberikan bimbingan intensif masih jauh dari harapan untuk lulus ukom.
Hal ini terjadi karena mahasiswa masih belum terpapar dengan soal-soal ukom dan
belumpernah mendapatkan informasi mengenai strategi-strategi dalam menyelesaikan
soalsoal ukom, walaupun dalam proses akademiknya mahasiswa telah diarahkan pada
pemecahan kasus. Rendahnya kesiapan mahasiswa dalam mengikuti ukom seharusnya
menjadi perhatian khusus oleh institusi, karena kesiapan dan kemampuan mahasiswa
sangat tergantung pada proses penyelenggaraan Pendidikan

Kelebihan :
Kesiapan mahasiswa dalam menghadapi ukom setelah diberikan bimbingan
intensif mengalami peningkatan yang signifikan. Paparan soal-soal vignette dan strategi
pemecahan kasus memberikan pemahaman tersendiri bagi mahasiswa dalam
menyelesaikan kasus. Hal ini senada dengan hasil penelitian seelumnya yang mengatakan
bahwa try out yang diikuti sebelumnya oleh mahasiswa turut berperan dalam kelulusan
ukom. Mahasiswa yang lulus try out khususnya try out nasional yang diselenggarakan
oleh APINI memberikan dampak positif terhadap kelulusan ukom Try out merupakan
salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menghadapi ukom.
Namun, try out berbeda dengan bimbingan intensif,karena dalam try out mahasiswa
hanya dilatih untuk mengerjakan soal-soal, tidak diajarkan bagaimana cara memecahkan
soal. Bimbingan intensif penting diberikan oleh institusi kepada mahasiswa sebelum
pelaksanaan ukom nasional. Melalui bimbingan intensif mahasiswa tidak hanya diajarkan
bagaimana cara memecahkan kasus-kasus yang ada dalam soal, tetapi juga bagaimana
menemukan dan menerapkan pola penyelesaian masalah dari masing-masing departemen
yang diujikan. Pola-pola pemecahan masalah merupakan hal terpenting yang harus
dikuasai oleh mahasiswa

Jurnal 2 : Gambaran Strategi Program Studi Keperawatan untuk Meningkatkan Kelulusan


Mahasiswa dalam Uji Kompetensi : Literatur Review
Kekurangan :
Ujian yang meliputi seluruh kurikulum guna mempersiapkan mahasiswa untuk lulus
dalam uji kompetensi. Tes-tes ini dilakukan mengukur tingkat pengetahuan mahasiswa
dan memberikan ukuran untuk mengidentifikasi mahasiswa yang berisiko dalam rangka
untuk memberikan panduan dalam meningkatkan bidang yang kekurangan pada maha-
siswa tersebut tetapi dalam pendidikan keperawatan hal ini belum banyak berkembang.
Memenuhi kebutuhan belajar sangat penting untuk membantu mahasiswa yang berisiko
atau mereka yang berkinerja kurang baik. Untuk itu hal yang perlu dipahami bahwa (a)
pendekatan bagi mahasiswa untuk belajar beragam, (b) terdapat banyak teori gaya belajar
berdasarkan aliran pemikiran yang berbeda, (c) sebagian besar mahasiswa menunjukkan
preferensi untuk 1 atau 2 gaya belajar, dan (d) banyak mahasiswa mengadaptasi metode
pembelajaran mereka sesuai dengan tugas atau pengalaman mereka

Kelebihan :
Program remediasi merupakan program yang erat kaitannya dengan program
praktik klinis. Mahasiswa yang tidak lulus nilai standar minimal pada ujian exit exam
praktik klinis diwajibkan mengikuti kegiatan remediasi. Mahasiswa yang tidak lulus akan
diberi tugas khusus untuk menyempurnakan nilai yang diperoleh pada exit exam
selanjutnya mahasiswa akan mengambil studi independen pada bidang pengetahuan yang
memiliki nilai defisit. Misalanya mahasiswa tersebut memiliki nilai defisit pada bidang
keperawatan dasar, maka mahasiswa tersebut diwajibkan mengambil studi independen
pada bidang pengetahuan keperawatan dasar tersebut. Jika mahasiswa telah
menyelesaikan studi independen tersebut maka nilai yang diperoleh akan ditambahkan
pada nilai yang telah dimiliki dan mahasiswa tersebut melanjutkan pada semester beri-
kutnya Mahasiswa yang diberikan motivasi dan kebebasan untuk menerapkan gaya
belajar pilihan mereka untuk mencapai keberhasilan akademik menunjukkan retensi yang
lebih baik dan tingkat self-efficacy yang lebih tinggi

E. KESIMPULAN
Setiap tenaga Kesehatan wajib memiliki STR yang artinya bersangkutan secara
umum memiliki kompetensi oleh tenaga Kesehatan pada umumnya. Kebijakan
pemerintah melalui rumah sakit seringkali meminta perawat yang bekerja di instansi
pelayanan Kesehatan untuk memiliki STR. Kepemilikan STR selain baik bagi perawat
yang bersangkutan juga baik bagi instansi pelayanan. Sehingga untuk mendapatkan STR
ada dua jalur yang harus ditempuh oleh perawat yaitu untuk perawat baru lulus dengan
mengikuti uji kompetensi yang diselenggarakan oleh instansi terkait, sedangkan untuk
perawat yang sudah bekerja lama dengan cara memenuhi SKP, misalnya mengikuti
kegiatan pengembangan diri, mengikuti kegiatan penelitian, mengikuti kegiatan
pengabdian, aktif di organisasi profesi, dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.umm.ac.id/54337/8/BAB%201.pdf
file:///C:/Users/U%20S%20E%20R/Documents/67.pdf

Anda mungkin juga menyukai