Nomor : 027/
Dalam melakukan penyusunan Naskah Akademik dan Draf Raperda tentang Irigasi,
Pelaksana Swakelola Konsultansi wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
PENDAHULUAN
1
kabupaten/kota, dan Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi
primer dan sekunder pada daerah irigasi yang luasnya < 1000 ha, dan
daerah irigasi Daerah kabupaten/kota.
Pengelolaan sumber daya air yang menjadi kewenangan pemerintah
daerah Kabupaten Kaur kemudian mempunyai kewenangan untuk
menyusun regulasi terkait dengan pengelolaan Irigasi. Mahkamah
Konstitusi membatalkan Undang-Undang SDA antara lain dengan
pertimbangan bahwa pengelolaan sumber daya air yang diatur dalam
undang-undang tersebut lebih bersandar pada nilai ekonomi sehingga
akan cenderung memihak kepada pemilik modal serta dapat
mengabaikan fungsi sosial sumber daya air dan bertentangan dengan
amanat UUD NRI 1945. Seharusnya undang-undang tersebut lebih
memberikan perlindungan terhadap kepentingan kelompok
masyarakat ekonomi lemah dengan menerapkan prinsip pengelolaan
sumber daya air yang mampu menyelaraskan fungsi sosial,
pelestarian lingkungan hidup dan ekonomi. Oleh karena itu, dalam
melaksanakan hak menguasai negara atas air, Mahkamah Konstitusi
meminta negara menjamin bahwa:
1. Pengguna sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan
pokok sehari hari dan untuk pertanian rakyat tidak dibebani
biaya jasa pengelolaan sumber daya air, sepanjang
pemenuhan kebutuhan pokok sehari hari dan untuk
pertanian rakyat di atas diperoleh langsung dari sumber air.
Namun, mengingat kebutuhan akan air untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari hari masyarakat tidak cukup lagi
diperoleh langsung dari sumber air yang diusahakan oleh
masyarakat maka negara wajib menjamin hak setiap orang
untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan
pokoknya, termasuk mereka yang menggantungkan
kebutuhan itu pada saluran distribusi. Berkenaan dengan hal
itu, Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung
jawab dalam pengembangan sistem penyediaan air minum
dan harus menjadi prioritas program Pemerintah dan
Pemerintah Daerah.
2. Konsep hak dalam Hak Guna Air harus dibedakan dengan
konsep hak dalam pengertian umum. Konsep hak dalam
Hak Guna Air haruslah sejalan dengan konsep res commune
yang tidak boleh menjadi objek harga secara ekonomi. Hak
2
Guna Air mempunyai dua sifat. Pertama, hak in persona
yang merupakan pencerminan dari hak asasi dan karenanya
melekat pada subjek manusia yang bersifat tak terpisahkan.
Perwujudan dari sifat Hak Guna Air yang pertama ini ada
pada Hak Guna Pakai Air. Kedua, hak yang semata-mata
timbul dari izin yang diberikan oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah. Perwujudan sifat Hak Guna Air yang
kedua ini ada pada Hak Guna Usaha Air.
3. Konsep Hak Guna Pakai Air dalam UU SDA harus
ditafsirkan sebagai turunan derivative dari hak hidup yang
dijamin oleh UUD 1945. Oleh karenanya, pemanfaatan air
di luar Hak Guna Pakai Air, dalam hal ini Hak Guna Usaha
Air, haruslah melalui permohonan izin kepada Pemerintah
yang penerbitannya harus berdasarkan pada pola yang
disusun dengan melibatkan peran serta masyarakat yang
seluas-luasnya. Oleh karena itu, Hak Guna Usaha Air tidak
boleh dimaksudkan sebagai pemberian hak penguasaan atas
sumber air, sungai, danau, atau rawa. Hak Guna Usaha Air
merupakan instrumen dalam sistem perizinan yang
digunakan Pemerintah untuk membatasi jumlah atau
volume air yang dapat diperoleh atau diusahakan oleh yang
berhak sehingga dalam konteks ini, izin harus dijadikan
instrumen pengendalian, bukan instrumen penguasaan.
Dengan demikian, swasta tidak boleh melakukan
penguasaan atas sumber air atau sumber daya air tetapi
hanya dapat melakukan pengusahaan dalam jumlah atau
alokasi tertentu saja sesuai dengan alokasi yang ditentukan
dalam izin yang diberikan oleh negara secara ketat.
3
Oleh karena itu, petani pemakai air, pengguna air untuk
keperluan pertanian rakyat dibebaskan dari kewajiban
membiayai jasa pengelolaan sumber daya air.
5. Hak ulayat masyarakat hukum adat yang masih hidup atas
sumber daya air diakui, sesuai dengan Pasal 18B ayat (2)
UUD 1945. Adanya ketentuan tentang pengukuhan
kesatuan masyarakat hukum adat yang masih hidup melalui
Peraturan Daerah harus dimaknai tidak bersifat konstitutif
melainkan bersifat deklaratif.
6. Pada prinsipnya pengusahaan air untuk negara lain tidak
diizinkan. Pemerintah hanya dapat memberikan izin
pengusahaan air untuk negara lain apabila penyediaan air
untuk berbagai kebutuhan sendiri telah terpenuhi.
Kebutuhan dimaksud, antara lain, kebutuhan pokok, sanitasi
lingkungan, pertanian, ketenagaan, industri, pertambangan,
perhubungan, kehutanan dan keanekaragaman hayati, olah
raga, rekreasi dan pariwisata, ekosistem, estetika serta
kebutuhan lain.
Selain menjamin hal-hal tersebut di atas, hak menguasai negara
juga harus dibatasi dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Setiap pengusahaan atas air tidak boleh mengganggu
mengesampingkan, apalagi meniadakan hak rakyat atas air
2. Negara harus memenuhi hak rakyat atas air
3. Negara harus mengingat kelestarian lingkungan hidup
4. Pengawasan dan pengendalian negara atas air bersifat
mutlak
5. Dalam pengusahaan atas air, prioritas utama diberikan
kepada BUMN dan BUMD
6. Apabila semua pembatasan tersebut di atas sudah terpenuhi
dan masih ada ketersediaan air Pemerintah dapat
memberikan izin kepada swasta untuk melakukan
pengusahaan atas air dengan syarat-syarat tertentu dan ketat.
Dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa substansi UU
SDA bertentangan dengan kewajiban dan pembatasan dalam hak
menguasai negara tersebut di atas, UU SDA dinyatakan
bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan untuk mencegah
terjadinya kekosongan pengaturan mengenai sumber daya air maka
sembari menunggu pembentukan Undang-Undang baru yang
4
memperhatikan putusan Mahkamah oleh pembentuk Undang-
Undang, maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang
Pengairan diberlakukan kembali. Dalam Pasal 3 ayat 2 Undang-
Undang Pengairan tersebut diatur secara khusus mengenai hak
menguasai negara atas air yang meliputi:
1. Mengelola serta mengembangkan kemanfaatan air dan
atau sumber-sumber air;
2. Menyusun, mengesahkan, dan atau memberi izin
berdasarkan perencanaan dan perencanaan teknis tata
pengaturan air dan tata pengairan;
3. Mengatur, mengesahkan, dan atau memberi izin
peruntukan, penggunaan, penyediaan air, dan atau
sumbersumber air;
4. Mengatur, mengesahkan, dan atau memberi izin
pengusahaan air, dan atau sumber-sumber air;
5. Menentukan dan mengatur perbuatan-perbuatan hukum
dan hubungan-hubungan hukum antara orang dan atau
badan hukum dalam persoalan air dan atau sumber-
sumber air;
6
2. Maksud dan Maksud
Tujuan Maksud penyusunan Naskah Akademik dan Draf Raperda adalah :
1. dihasilkannya dokumen kajian (Naskah Akademik) Tentang
Irigasi yang setidaknya dapat menguraikan dan menjawab
beberapa hal sebagai berikut:
1) Memotret kondisi terkini secara langsung terhadap
implementasi Penyelengaraan Irigasi pada seluruh
perangkat daerah Kabupaten Kaur, dari berbagai segi
antara lain, Sumber Daya Manusia, sarana dan prasarana,
ketersediaan Irigasi.
2) Memotret kondisi terkini secara langsung kondisi kondisi
terkini secara langsung terhadap implementasi
Penyelenggaraan Irigasi pada badan publik negara selain
perangkat daerah Kabupaten Kaur dengan sampel yang
benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis
untuk perangkat daerah kabupaten/kota se Kabupaten
Kaur dan badan publik negara lain di Kabupaten Kaur
(misal instansi vertikal), dari berbagai segi antara lain,
Sumber Daya Manusia, sarana dan prasarana,
ketersediaan Irigasi.
3) Memotret kondisi terkini secara langsung terhadap
implementasi Penyelenggaraan Irigasi pada badan publik
negara khususnya desa/kelurahan dengan sampel yang
benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis,
dari berbagai segi antara lain, Sumber Daya Manusia,
sarana dan prasarana, ketersediaan Irigasi.
4) Tersedianya data terkait program, kegiatan yang telah
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kaur,
Pemerintah Kabupaten/Kota se Kabupaten Kaur untuk
mendukung implementasi Penyelenggaran Irigasi
setidaknya dalam 5 (lima) tahun terakhir
5) Penguatan Pelaksanaan Penyelenggaraan Irigasi pada Badan
Publik Negara termasuk Desa di Daerah Kabupaten Kaur.
6) Mengkaitkan Penyelenggaraan Irigasi sebagai bagian dari
upaya pemenuhan pelayanan publik.
7) Penguatan implementasi Penyelenggaraan Irigasi yang
tidak hanya memenuhi hak untuk tahu, melainkan yang
lebih utama adalah mendorong terwujudnya masyarakat
informasi dan meningkatnya partisipasi publik dalam
pengambilan kebijakan publik dan pelaksanaan
pembangunan.
8) Menjawab permasalahan bagaimana mengoptimalkan
kinerja layanan Penyelengaaran Irigasi bagi badan publik
negara yang ada di Kabupaten Kaur yang dikemukanan
dalam latar belakang masalah.
9) Menjawab permasalahan mengenai kejelasan terhadap
pengertian dan aturan pada Badan Publik Negara yang
wajib ada Perda Tentang Irigasi.
7
10) Memberikan jaminan kepastian kepada masyarakat
mengenai hak atas Pemanfaatan Infrastrukur Irigasi.
11) Memberikan payung hukum bagi pembentukan
kelembagaan sekretariat yang tugas dan fungsinya
memfasilitasi Komisi Irigasi Daerah Kabupaten Kaur,
dan kelembagaan yang memperkuat keberadaan Pejabat
Pengelola Irigasi Daerah di Kabupaten Kaur.
12) Memberikan kejelasan mengenai tata cara dan penyelesaian
sengketa Irigasi pada badan-badan publik negara di
Kabupaten Kaur, terutama terkait penerapan sanksi.
Tujuan
Tujuan penyusunan Naskah Akademis dan draf Raperda adalah :
1. Untuk mengetahui persoalan yang dihadapi dalam
pengelolaan Irigasi di Kabupaten Kaur.
2. Untuk mengkaji potensi Irigasi di Kabupaten Kaur untuk
dapat bermanfaat dalam pengelolaan Irigasi Kabupaten
Kaur.
3. Untuk mengkaji kebijakan di tingkat pusat maupun
daerah telah mengakomodasi persoalan pengelolaan
Irigasi tersebut.
4. Untuk mengkaji urgensi serta landasan filosofis,
sosiologis dan yuridis mengenai pembentukan rancangan
peraturan daerah mengenai pengelolaan Irigasi di
Kabupaten Kaur.
5. Untuk mengetahui dan menganalisis sasaran, jangkauan,
arah dan ruang lingkup pengaturan yang diperlukan
mengenai pengelolaan Irigasi di Kabupaten Kaur.
3. Sasaran Tersusunnya sebuah kebijakan dalam bentuk Peraturan Daerah
tentang tentang Irigasi yang mempunyai landasan yang kuat baik
secara teoritik, ilmiah, dan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang ada yang didukung pula dengan penelitian
empiris.
5. Sumber Pendanaan Pekerjaan ini dibiayai dari sumber pendanaan APBDP Tahun
Anggaran 2021, sebagaimana tertuang pada DPA
Nomor: 41//DPA/2018 Tanggal 14 Desember 2018.
8
RUANG LINGKUP
9
- Workshop dilaksanakan sebanyak 1 kali (dengan
melibatkan SKPD Pemda Kabupaten Kaur terkait,
SKPD Kabupaten/Kota, Anggota Alat Kelengkapan
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten
Kaur Pengusul, LSM/Organisasi Masyarakat, Perguruan
Tinggi, dan stakeholders lainnya) yang dilaksanakan
setelah Naskah Akademik dan Draf Raperda mendekati
final paling lambat 3 minggu sebelum jadwal penyerahan
hasil pekerjaan.
d. Pelaksana Swakelola Konsultansi berkewajiban menyerahkan hasil
pekerjaan sesuai waktu yang ditentukan dalam kontrak.
e. Pelaksana Swakelola Konsultasi berkewajiban untuk
memperbaiki dan menyempurnakan hasil pekerjaan yang telah
diserahkan dalam hal ada masukan dari Dinas Pekerjaan Umum
dan Penataan Ruang, dan Alat Kelengkapan Dinas Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang, berdasarkan hasil dari rapat kerja,
Workshop, kunjungan kerja, dan konsultasi ke pemerintah
pusat.
f. Hasil akhir pekerjaan berupa Naskah Akademik yang
merupakan dokumen, dalam bentuk laporan tertulis yang berisi
uraian kajian secara teknis akademik tentang Irigasi dan draf
Raperda tentang Irigasi
g. Laporan akhir pekerjaan.
10
2. Sistematika Naskah Penyusunan Naskah Akademis Tentang Irigasi mengacu pada
Akademik Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah, yaitu sebagai berikut:
JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN
PERUNDANG- UNDANGAN TERKAIT
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN
YURIDIS
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN
RUANG LINGKUP MATERI MUATAN
PERATURAN DAERAH
BAB VI PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN: RANCANGAN PERATURAN DAERAH
14
5. BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG
LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH
Naskah Akademik pada akhirnya berfungsi
mengarahkan ruang lingkup materi muatan Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi yang akan dibentuk. Dalam
Bab ini, sebelum menguraikan ruang lingkup materi
muatan, dirumuskan sasaran yang akan diwujudkan,
arah dan jangkauan pengaturan. Materi didasarkan
pada ulasan yang telah dikemukakan dalam bab
sebelumnya. Selanjutnya mengenai ruang lingkup
materi pada dasarnya mencakup:
a. ketentuan umum memuat rumusan akademik
mengenai pengertian istilah, dan frasa;
b. materi yang akan diatur;
c. ketentuan sanksi; dan
d. ketentuan peralihan.
6. BAB VI PENUTUP
Bab penutup terdiri atas subbab simpulan dan saran.
A. Simpulan
Simpulan memuat rangkuman pokok pikiran yang
berkaitan dengan praktik Penyelenggaraan, pokok
elaborasi teori, dan asas yang telah diuraikan dalam
bab sebelumnya.
B. Saran
Saran memuat antara lain:
1. Perlunya pemilahan substansi Naskah Akademik
dalam suatu Peraturan Perundang-undangan
atau Peraturan Perundang-undangan di
bawahnya.
2. Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah atau
Produk Hukum Daerah lain yang diperlukan.
7. DAFTAR PUSTAKA
Daftar pustaka memuat buku, Peraturan Perundang-
undangan, dan jurnal yang menjadi sumber bahan
penyusunan Naskah Akademik.
15
3. Data Referensi hukum yang digunakan:
Penunjang (1) Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
(2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi
Djawa Tengah (Berita Negara tanggal 8 Agustus 1950)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Batang
dengan mengubah Undang-Undang Nomor 13 tentang
Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan
Propinsi Djawa Tengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1965 Nomor 52, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2757);
(3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
(4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor
65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3046);
(5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3209);
(6) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
(7) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
(8) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
(9) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
(10) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata
Pengaturan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3225);
16
(11) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor
44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3445);
(12) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1991 tentang Rawa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor
35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3441);
(13) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa
Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Republik
Indonesia Nomor 3838);
(14) Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001 tentang Irigasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor
143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4156);
(15) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendaliaan Pencemaran Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor
153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4161);
(16) Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang
Pengusahaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 344, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5801)
17
6. Jangka Waktu Jangka Waktu Penyelesaian Naskah Akademis Raperda
Penyelesain tentang Irigasi adalah adalah 90 (Sembilan Puluh) hari
Kegiatan kalender.
Waktu Pelaksanaan
No. Pekerjaan Bulan Bulan
Bulan I
II III
1 Persiapan
2 Pengumpulan data sekunder
3 Evaluasi data sekunder
4 Survey lapangan
5 Laporan Pendahuluan
Rapat-Rapat Penyusunan Naskah Akademik
5 dan pelibatan tim fasilitasi
FGD I Naskah Akademik Dinas PUPR
6 Kabupaten Kaur dan SKPD
Rapat Penyempurnaan Naskah
7 Akademik termasuk tindak lanjut FGD
8 Finalisasi Naskah Akademik
Rapat-rapat penyusunan Draf
10 Raperda
11 Penyerahan Laporan Antara
FGD II Draf Raperda dengan Dinas PUPR
12
Kabupaten Kaur dan SKPD
Rapat Penyempurnaan Draf Raperda
13 termasuk tindak lanjut FGD
Workshop Naskah Akademik dan Draf
Raperda melibatkan stakeholders yang lebih
luar (SKPD kab/kota terkait,
14 LSM/Organisasi Masy, Pem Desa, dan/atau
Perguruan Tinggi)
Finalisasi Naskah Akademik dan Draf
15
Raperda
16 Penyusunan Laporan Akhir
Penyerahan Naskah Akademik dan
17
Draf Raperda
18
7. Personil Pelaksana Pekerjaan Swakelola diwajibkan untuk mempersiapkan Tim yang
ditugaskan khusus untuk pekerjaan ini, mulai dari persiapan, kegiatan survey,
pengumpulan data dan analisis, penyusunan rekomendasi pengembangan
sampai penyusunan laporan, serta kegiatan pendukung lainnya. Tim yang
ditugaskan untuk pekerjaan ini terdiri dari:
Tim Penyusun
Ketua/Team Leader
1 orang Ketua Tim Ahli Latar belakang pendidikan: Hukum 3 ob
Madya Tata Negara, S2 dengan pengalaman
efektif 5 tahun di bidang Irigasi.
Tambahan: Syarat Kualifikasi bagi Tim Penyusun baik Team Leader maupun Tenaga Ahli Anggota
diutamakan dosen universitas dengan akreditasi minimal B
19
1. Ketua Tim (Team Leader)
a. Mengoordinasi tenaga ahli dan tenaga pendukung dalam pelaksanaan kegiatan
yang meliputi: penelitian, penyusunan Naskah Akademik, Penyusunan Draf
Raperda, Penyusunan Laporan Pendahuluan, Penyusunan Laporan Antara, dan
Penyusunan Laporan Akhir.
b. Bertanggung jawab atas terlaksananya penelitian, penyusunan Naskah Akademik,
dan Draf Raperda Keterbukaan Informasi Publik.
c. Bertanggung jawab atas ketepatan waktu dalam penyampaikan Laporan
Pendahuluan, Penyusunan Laporan Antara, dan Penyusunan Laporan Akhi,
Laporan Penelitian, Naskah Akademik, dan Draf Raperda Keterbukaan Informasi
Publik.
d. Memeriksa, mempelajari dan mengesahkan langkah-langkah pelaksanaan,
diskusi/pembahasan materi uji lapangan
e. Bertanggungjawab baik dari segi substansi maupun metodologis hasil penelitian,
Naskah Akademik, dan Draf Raperda
f. Menjamin dan bertanggung jawab bahwa hasil karya yang diserahkan terbebas
dari unsur plagiasi yang dapat berakibat munculnya tuntutan hukum
LAPORAN
21
HAL-HAL LAIN
Ditetapkan di Bintuhan
Pada tanggal :
Bidang Sumber Daya Air
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Kabupaten Kaur
Pejabat Pembuat Komitmen
22