Adapun beberapa hal penting yang diatur dalam UU No. 7 Tahun 2004 tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Pengelolaan sumber daya air secara terpadu
Pengaturan tentang pengelolaan sumber daya air di dalam UU menjadi bahasan
utama dalam UU tersebut dimana pengelolaan sumber daya air harus dilakukan
secara terpadu dan untuk itu wewenang dan tanggung jawab pihak-pihak yang
terlibat dalam pola pengelolaan sumber daya air juga telah diatur didalamnya
agar dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Adapun hal-hal yang diatur lainnya
yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya meliputi konservasi sumber
daya air, pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya rusak air, tahap
perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan sumber daya
air, pola pembiayaan, sistem informasi sumber daya air, pola pengawasan dan
sanksi hokum dan denda jika terjadi penyimpangan terhadap aturan yang
ditetapkan
2. Hak guna air bagi seluruh masyarakat Indonesia yang terdiri dari hak guna pakai
air dan hak guna usaha air.
Pengaturan secara eksplisit Hak Guna Air di dalam UU diatur di dalam pasal
6,7,8,9,10 dan 83. Walaupun pengaturan Hak Guna Air secara eksplisit hanya
terdapat pada 6 buah pasal namun keterkaitannya dengan pasal lain khususnya
pasal yang mengatur pengelolaan sumber daya air sangat erat, karena Hak Guna
Air merupakan bagian dari pengaturan pengelolaan sumber daya air yaitu aspek
pendayagunaan sumber daya air . Prinsip prinsip yang diatur didalam pasal pasal
pengelolaan sumber daya air juga berlaku didalam pengelolaan Hak Guna Air.
3. Sebagaimana pada poin 1 di atas pada pola pengelolaan sumber daya air
terdapat poin mengenai pendayagunaan sumber daya air salah satunya adalah
untuk kepentingan penyediaan air minum bagi masyarakat dan pola-pola
penyediaan air minum secara umum yang selanjutnya secara detail dituangkan
dalam peraturan pemerintah,
Berdasarkan poin-poin tersebut dapat terlihat bahwa pengaturan terhadap
pengelolaan sumber daya air di Indonesia sudah cukup memadai sebagai payung hukum
yang jelas bagi seluruh pelaksanaan pengelolaan sumber daya air di lapangan yang
Menurut pandangan penulis bahwa peran swasta dalam hal ini menjadi sesuatu hal
yang sangat krusial sehingga perlu ditetapkan peraturan yang ketat dan diimbangi
dengan pengawasan yang ketat pula sehingga hal-hal yang dapat merugikan
kepentingan masyarakat dapat dihindari. Adapun pelaksanaan judicial review terhadap
UU No. 7 tahun 2004 telah dilakukan oleh beberapa pihak dan diajukan ke mahkamah
konstitusi yang sampai dengan saat ini masih belum diputuskan apakah judicial review
tersebut ditolak atau diterima.
B. Kesimpulan
1. Dengan adanya peraturan perundang-undangan Sumber Daya Air, maka
seharusnya masyarakat atau badan usaha tidak akan sewenang-wenangnya
melakukan aktifitas yang menimbulkan pencemaran air akan tetapi faktanya di
lapangan semakin banyak pencemaran badan air yang tidak ditindak secara tegas.
Penerapan sanksi hukum dan denda masih belum optimal diterapkan di
masyarakat karena terbatasnya fungsi pengawasan di lapangan.
2. Kebijakan privatisasi air sebagaimana yang diamanatkan UU No. 7 Tahun 2004
harus benar-benar diterapkan aturan-aturan dan pengawasan yang ketat sehingga
penyalahgunaan hak guna air tersebut tidak disalahartikan dan disalahgunakan
yang akibatnya hanya mementingkan keuntungan perusahaan semata tidak
mementingkan kepentingan masyarakat.
3. Produk peraturan perundang-undangan, standar dan pedoman yang merupakan
turunan dari UU No.7 Tahun 2004 tentang SDA yang diharapkan menjadi
landasan hukum, rambu dan sekaligus menjadi panduan operasional dalam
pelaksanaan pengelolaan SDA harus dapat segera dipenuhi dalam rangka
menghindari permasalahan yang terjadi di lapangan yang belum tertuang secara
terperinci dalam Undang-Undang tersebut.
II.
Dasar 1945 dan UU No. 7 Tahun 2004. Untuk itu Pemerintah mengeluarkan
peraturan pemerintah no. 16 tahun 2005 sebagai turunan dari UU No. 7 Tahun 2004
yang mencakup mengenai regulasi mengenai penyediaan air minum.
Dalam PP tersebut dijabarkan mengenai ketentuan-ketentuan mengenai sistem
penyediaan air minum meliputi beberapa hal sebagai berikut:
1. Tujuan dari pengembangan SPAM adalah sebagai berikut:
a. Terwujudnya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan
harga yang terjangkau;
b. Tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa
pelayanan; dan
c. Tercapainya peningkatan efisiensi dan cakupan pelayanan air minum.
2. Sistem Penyediaan air minum dapat melalui jaringan perpipaan dan non
perpipaan. Untuk jaringan perpipaan (JP) meliputi: unit air baku, unit produksi,
unit distribusi, unit pelayanan dan unit pengelolaan dimana untuk setiap unit
tersebut dijabarkan secara lebih terperinci. Sedangkan untuk yang bukan
jaringan perpipaan (BJP) meliputi: sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak
penampung air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau
bangunan pelindung mata air. Kualitas air minum yang dihasilkan dari SPAM
yang digunakan oleh masyarakat harus memenuhi standar kualitas yang telah
ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan.
3. Prasarana dan Sarana air limbah juga dibahas secara umum dalam PP ini di
mana sistem pembuangan air limbah terdiri dari sistem setempat dan terpusat.
Sistem setempat diperuntukkan bagi perseorangan/rumah tangga sedangkan
untuk sistem terpusat diperuntukkan bagi kawasan padat penduduk dengan
memperhatikan kondisi daya dukung lahan. Hasil pengolahan limbah terpusat
dapat berupa cairan dan padatan. Kualitas hasil pengolahan air limbah yang
berbentuk cairan harus memenuhi standar baku mutu air dan yang berbentuk
padatan wajib diolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Kemudian pembangunan PS air limbah serta pemilihan lokasi harus
memenuhi kaidah teknis dan mengikuti pedoman pedoman yang berlaku.
pengaturan
mengenai
penyelenggaraan
pengembangan
SPAM
kelompok
masyarakat
yang
melakukan
penyelenggaraan
B. Kesimpulan
1. Peraturan Pemerintah No. 16 berisi tentang keseluruhan pengaturan mengenai
penyelenggaraan
SPAM
serta
pihak-
pihak
yang
berwenang
atas
10
III.
dan
arahan
dalam
pelaksanaan
konservasi
sumber
daya
air,
11
telah ditetapkan oleh Gubernur untuk wilayah sungai kewenangan propinsi (Datin
SDA PU, 2012).
Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah
memiliki kewajiban untuk menyusun dokumen pola dan perencanaan pengelolaan
sumber daya air, untuk itu Peraturan Menteri PU No. 02 Tahun 2013 menjadi
payung hukum yang kuat bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk melakukan
penyusunan dokumen perencanaan pengelolaan sumber daya air. Adapun beberapa
hal penting yang diatur dalam Permen PU ini adalah sebagai berikut:
1. Tata cara penyusunan rencana pengelolaan sumber daya air; yaitu dengan
melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
a. Inventarisasi sumber daya air (meliputi: kuantitas dan kualitas SDA, sumber
air dan prasarana sumber air, kelembagaan pengelolaan SDA, kondisi
lingkungan hidup dan potensi yang terkait SDA, serta kondisi sosial ekonomi
masyarakat)
b. Penyusunan rencana pengelolaan sumber daya air; dan
c. Penetapan rencana pengelolaan sumber daya air.
2. Substansi rencana pengelolaan sumber daya air;
3. Peninjauan dan evaluasi rencana pengelolaan sumber daya air dapat dilakukan
paling singkat setiap 5 (lima) tahun sekali; dan
4. Sistematika penyajian rencana pengelolaan sumber daya air.
B. Kesimpulan
1. Pemerintah dan Pemerintah daerah berkewajiban menyusun pengelolaan SDA,
dan Rencana (Induk) Pengelolaan SDA sebagai dasar dalam merencanakan,
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi SDA,
pendayagunaan SDA, dan pengendalian daya rusak air.
2. Penyusunan Rencana pengelolaan SDA sebagai acuan bagi Balai Besar Wilayah
Sungai/ Balai Wilayah Sungai (BBWS/BWS) dan Tim Koordinasi Pengelolaan
Sumber Daya Air (TKPSDA) dalam menyusun dan menetapkan rancangan
rencana pengelolaan sumber daya air sesuai dengan wewenang dan tanggung
12
jawabnya, dan memiliki jangka waktu 20 (dua puluh) tahun pada setiap wilayah
sungai.
IV.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Kualitas
Air Minum
A. Pembahasan
Sebagaimana yang tercantum dalam PP No. 16 Tahun 2005 pasal 6 bahwa air
minum
yang
dihasilkan
dari
SPAM
yang
digunakan
oleh
masyarakat
Mikrobiologi:
parameter
ini
masuk
kedalam
kategori
V.
Pemerintah
dan
Pemerintah
Daerah
dalam
melaksanakan
pembinaan
d.
pengembangan SPAM.
2. Pembinaan yang dilakukan meliputi beberapa hal yaitu:
a. Koordinasi dalam pemenuhan kebutuhan air minum
b. Pemberian norma, standar, prosedur, dan kriteria;
c. Pemberian bimbingan, supervisi, konsultasi, bantuan teknis;
d. Pendidikan dan pelatihan; dan
e. Pengawasan teknis.
Secara detail dijelaskan secara lebih rinci dalam peraturan menteri tersebut
mengenai batasan batasan dan arahan yang jelas dalam memberikan
pembinaan tersebut serta berbagai macam persyaratan yang harus dipenuhi
untuk hal yang kaitannya dengan pemberian bantuan teknis yang berbentuk
fisik.
3. Pengambilalihan tanggung jawab sementara juga diatur dalam peraturan ini di
mana Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dapat
mengambil alih tanggung jawab Penyelenggaraan Pengembangan SPAM
sementara apabila BUMN atau BUMD Penyelenggara tidak dapat memenuhi
kinerja yang ditetapkan setelah dilakukan pembinaan sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Menteri ini.
Adapun beberapa hal yang dapat ditinjau dari Peraturan Menteri ini adalah sebagai
berikut:
1. Definisi penyelenggara SPAM yang dimaksud dalam peraturan ini sudah lebih
baik dengan memasukkan unsur pemerintah daerah (UPTD dan BLUD) sebagai
16
penyelenggaran SPAM namun tidak sejalan dengan definisi yang ada dalam PP
No. 16 Tahun 2005
2. Pengaturan mengenai persyaratan untuk menerima bantuan yang berbentuk fisik
diantaranya adalah kesiapan rencana induk SPAM yang mana diketahui bahwa
sampai dengan saat ini Pemerintah Daerah masih banyak yang belum memiliki
rencana induk SPAM namun tetap mendapatkan bantuan teknis dari Pusat
sehingga peraturan menteri tersebut kurang diperhatikan oleh daerah karena
tidak ada sanksi atau pemberhentian bantuan teknis bagi daerah yang tidak
memiliki RISPAM. Di sisi lain apabila daerah tidak diberikan bantuan teknis
sangat sulit bagi daerah untuk dapat menjalankan kewajiban pemenuhan standar
pelayanan minimal di daerah karena keterbatasan dana. Hal tersebutlah yang
perlu dilakukan sebuah kebijakan yang bersifat win win solution agar
pemenuhan standar pelayanan minimal daerah dapat tercapai namun tidak
mengabaikan peraturan yang ditetapkan.
3. Hal lain yang menarik untuk ditinjau adalah mengenai pengambil alihan
tanggung jawab sementara yang dapat dilakukan oleh Pemerintah/Pemerintah
Daerah apabila BUMN atau BUMD Penyelenggara tidak dapat memenuhi
kinerja yang ditetapkan. Saat ini fakta di lapangan hamper 50% BUMD berada
pada kondisi kinerja kurang sehat dan sakit dan Pemerintah Daerah juga tidak
dapat mengambil alih sementara karena merasa dapat membebani anggaran
daerah, sehingga kondisi pelayanan PDAM yang tidak optimal terkesan bukan
menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Untuk itu seharusnya Pemerintah
segera menerapkan pengambilalihan sementara oleh Pemerintah Pusat dengan
membentuk suatu BUMN atau Badan lainnya agar kondisi pelayanan air minum
dapat optimal kepada masyarakat.
B. Kesimpulan
1. Dalam melakukan pembinaan kepada pemerintah daerah dan penyelenggara
SPAM harus mengikuti seluruh ketentuan yang ada dalam peraturan menteri PU
ini.
2. Beberapa kenyataan di lapangan masih banyak yang belum sesuai dengan
ketentuan yang ada dalam permen PU ini.
17
VI.
keterlibatan
swasta
dalam penyediaan
sehingga juga harus diberlakukan sebagai barang ekonomi yang harus dikelola
sesuai dengan hukum-hukum ekonomi. Hal tersebutlah yang dianut oleh Pemerintah
dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat.
Hal- Hal yang diatur dalam peraturan menteri ini adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota
dapat bekerjasama dengan Badan Usaha dalam pengusahaan pengembangan
SPAM dengan sistem jaringan dan teknologi pengolahan pada daerah, wilayah
atau kawasan yang belum terjangkau pelayanan jaringan perpipaan SPAM
BUMN/BUMD
Penyelenggara.
Dalam
pelaksanaan
proyek
kerjasama
19
Penyelenggara
hasil
B. Kesimpulan
20
1. Penyediaan air minum bagi masyarakat tidak dapat hanya melalui mekanisme
pembiayaan tunggal dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah, harus didukung
oleh keterlibatan swasta.
2. Pemerintah memberikan keleluasaan bagi Badan Usaha Swasta untuk terlibat
dalam pengusahaan pengembangan SPAM melalui mekanisme kerjasama dan
harus mengikuti kaidah peraturan yang berlaku pada peraturan menteri ini.
Referensi
1. Anshori Imam. Konsepsi Pengelolaan Sumber Daya Air Menyeluruh dan Terpadu (dikutip pada
tanggal 29 Januari 2015 pukul 10.00 WIB). http://www.dsdan.go.id/index.php?
option=com_rok downloads&view=file&task=download&id=
58%3Akonsepsi-psda-menyeluruh-dan-terpadu&Itemid=59.
2. http://sda.pu.go.id/index.php/berita-sda/datin-sda/item/252-penyusunan-pola-pengelolaansumber-daya-air-selesai-pada-tahun-2015
21