Anda di halaman 1dari 1

LAUT BERPARUH MERAH

PUISI M. AAN MANSYUR

Akan kuhentikan tahun-tahun diamku demi mengatakan kau cantik.


Setelah itu, aku bunuh diri.
Atau memintamu jadi seekor gagak yang mematuk mataku.
Aku ingin melihat perih terakhir adalah merah paruhmu.

Halaman dan rumahmu selalu penuh langit jatuh.


Permukaanya menyentuh dan menjadid kalung bagi leher kota.
Laut merebutmu.
Matamu berteman baik dengan ikan dan terancam mata pancing.

Laut adalah langit, namun sedikit lebih basah.


Keduanya cemburu kepada matamu.

Waktu menjadi siang yang padam berminggu-minggu.


Menggenang seperti kenangan yang ditanggalkan jalan pulang.

Bencana melandai, menjadi tomgkat yang menggandeng tanganku ke pantai.


Dengan gemetar rindu, kusentuh alismu.
Sesuatu yang asin dan asing menjawabku.
Butiran-butiran garam yang terbuat dari masa lalu kita.
Aku tidak bisa merasakan angin lagi sebagai lagu.
Ia menyebut terlalu banyak nama.

Bekas lukaku hidup seperti sisa air terperangkap di telinga usai mandi.
Seperti gigi bungsu susah payah tumbuh dan merobek gusi.

Kini kau lau berparuh merah.


Tulang rusukku debu.
Cinta jadi lumpur, jika aku menyentuhmu.
Aku menyimpan napas terakhir dalam botol parfum.
Aku meletakkannya di rambut-rambut halus tubuh berombakmu.

Kelak jika kau bangkit, lolos dari laut, akan kususun debu-debuku kembali sebagai kita.
Sebagian kuciptakan jadi kata-kata yang cuma mencintai mulutmu dan telingaku.

Anda mungkin juga menyukai