Anda di halaman 1dari 54

MODUL PELATIHAN

FUNGSIONAL ANALIS KEIMIGRASIAN AHLI PERTAMA

PENGANTAR KERJA SAMA


KEIMIGRASIAN

Penulis:
Ahmad Khumaidi

Reviewer:
Dr. Asep Kurnia

Editor:
Haryono Agus Setiawan
Sopi Ahyar

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI.


BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAM
PUSAT PENGEMBANGAN DIKLAT FUNGSIONAL DAN HAM
DEPOK, 2020
PENGANTAR KERJA SAMA KEIMIGRASIAN

Penulis:
Ahmad Khumaidi

ISBN : 978–623–95890–0–4

Reviewer:
Dr. Asep Kurnia

Editor :
Haryono Agus Setiawan
Sopi Ahyar

Diterbitkan oleh :
Pusat Pengembangan Diklat Fungsional Dan HAM
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum Dan HAM
Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Jalan Raya Gandul – Cinere, No. 4, Depok 16512
Telp. (021) 7540077, 7540124 Fax. (021) 7543709

Dicetak oleh :
CV. Alnindra Putra Perkasa - Depok

Cetakan Pertama, Desember 2020

Hak Cipta © dilindungi Undang-Undang.


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun
tanpa ijin tertulis dari penerbit.

ii Pengantar Kerjasama Keimigrasian


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala


Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya Modul Pelatihan
Fungsional Analis Keimigrasian Ahli Pertama telah selesai disusun.
Modul ini disusun untuk bahan pembelajaran Analis Keimigrasian Ahli
Pertama dalam mengikuti pelatihan tingkat dasar untuk memperoleh
kompetensi dan keterampilan tentang tugas, fungsi, dan peran Analis
Keimigrasian.

Modul ini juga dimaksudkan sebagai panduan bagi peserta dan


pengajar dalam proses pembelajaran. Selain itu, sekaligus sebagai
sarana penyamaan persepsi antarpara Analis Keimigrasian dalam
melaksanakan tugasnya.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan Modul Pelatihan Fungsional
Analis Keimigrasian Ahli Pertama ini dari awal sampai akhir. Semoga
Modul ini dapat bermanfaat bagi pengguna, khususnya peserta dan
pengajar Pelatihan Fungsional Analis Keimigrasian Ahli Pertama.

Jakarta, Desember 2020


Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan dan
Pelatihan Fungsional dan Hak Asasi Manusia,

Pocut Eliza, S.Sos.,S.H.,M.H.

Pengantar Kerjasama Keimigrasian iii


DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR........................................................................ iii


DAFTAR ISI ..................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 1


A. Latar Belakang ........................................................ 1
B. Deskripsi Singkat .................................................... 4
C. Manfaat Modul ......................................................... 4
D. Tujuan Pembelajaran............................................... 4
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ..................... 5
F. Petunjuk Belajar....................................................... 6

BAB II KONSEP KERJA SAMA KEIMIGRASIAN..................... 9


A. Hakekat Keimigrasian ............................................ 9
B. Bekerja Sama adalah Keniscayaan....................... 12
C. Kermakim Approach ............................................... 16
D. Direktorat Kerja Sama Keimigrasian .................... 18
E. Mekanisme Kerja Sama pada Kementerian
Hukum dan HAM...................................................... 23
F. Latihan ..................................................................... 25
G. Rangkuman.............................................................. 25
H. Umpan Balik dan Tindak Lanjut .............................. 26

BAB III IMPLEMENTASI KERJA SAMA KEIMIGRASIAN......... 27


A. Parameter Kinerja Kerja Sama Keimigrasian....... 27
B. Bentuk Kegiatan ...................................................... 31

Pengantar Kerjasama Keimigrasian v


C. Konsep Dokumen untuk Persiapan Awal
Penyelenggaraan Kegiatan yang dapat
dikerjakan oleh Analis Keimigrasian Pertama ...... 34
D. Latihan ..................................................................... 36
E. Rangkuman.............................................................. 36
F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut .............................. 37

BAB IV PENUTUP........................................................................ 39
A. Kesimpulan............................................................... 39
B. Umpan Balik ............................................................ 40
C. Tindak Lanjut............................................................ 40

SOAL PRA-PELATIHAN ................................................................ 41


DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 42
LAMPIRAN...................................................................................... 43

vi Pengantar Kerjasama Keimigrasian


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berkembangnya isu-isu strategis di bidang keimigrasian, baik di


dalam maupun luar negeri, mendorong setiap jajaran imigrasi untuk
mampu mengidentifikasi strategi yang inovatif dalam merespons
potensi tantangan yang muncul. Dalam konteks ini, kemampuan untuk
menjalin kerja sama di bidang keimigrasian dengan para
stakeholders terkait merupakan salah satu langkah strategis yang
perlu dilakukan oleh otoritas keimigrasian suatu negara. Hal ini
sejalan dengan prinsip pemerintahan berkelas dunia yang
menerapkan Whole-of-Government Approach, yaitu pendekatan
kerja sama dengan bertindak lintas institusi dan tingkat pemerintahan
serta berwawasan global (outward looking) sehingga mampu
membaca perubahan isu-isu strategis dunia.

Pemerintah Republik Indonesia (RI) telah memulai dan menjalankan


langkah di atas. Payung hukum atau amanat bagi otoritas
keimigrasian di Indonesia, Direktorat Jenderal Imigrasi -
Kementerian Hukum dan HAM RI (Ditjen Imigrasi - Kemenkumham
RI), untuk menjalin kerja sama di bidang keimigrasian dimuat dalam
Pasal 6 Bab II Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Keimigrasian (UU 6/2011).

Terkait hal di atas, beberapa pertanyaan yang kemudian akan muncul


ketika kita mulai membahas tentang kerja sama keimigrasian – yang
biasanya disingkat menjadi ‘Kermakim’, antara lain: i) apa keterkaitan
atau benang merah Kermakim dengan bidang teknis keimigrasian

Pengantar Kerjasama Keimigrasian 1


lainnya seperti lalu lintas keimigrasian, izin tinggal keimigrasian,
intelijen keimigrasian, pengawasan dan penindakan keimigrasian,
serta unsur fasilitatif bidang administrasi dan teknologi informasi
keimigrasian?; ii) bagaimana tugas dan fungsi kerja sama
keimigrasian dalam struktur organisasi Ditjen Imigrasi serta
transformasinya dari waktu ke waktu?; dan iii) apa saja bidang
Kermakim, siapa saja para stakeholders-nya, dan apa saja kontribusi
yang dapat diberikan dengan melakukan Kermakim? Sebagian
besar dari pertanyaan-pertanyaan ini mungkin dapat langsung
dijawab secara mudah dengan penjelasan yang sederhana,
sedangkan sebagian lainnya bisa jadi hanya dapat dijawab dengan
baik setelah terlibat cukup lama dalam tugas-tugas keimigrasian.

Melalui penjelasan yang sederhana, dalam hampir 2 (dua) dekade


terakhir ini Ditjen Imigrasi telah melaksanakan kerja sama di bidang
keimigrasian secara formal, terstruktur, dan intensif dengan berbagai
instansi/organisasi, khususnya dari luar negeri. Lahirnya struktur
Direktorat Kerja Sama Luar Negeri (Dit. KLN) pada awal tahun 2000
menjadi bukti dari implementasi Kermakim oleh Pemerintah RI
dengan dunia global. Jelas sekali maksud dari dibentuknya Dit. KLN
ini adalah untuk membuka diri terhadap perkembangan isu-isu
keimigrasian global sekaligus sebagai upaya untuk mengatasi
kemungkinan masih adanya kelemahan (weakness) dalam
menghadapi potensi ancaman (threat) dari perkembangan isu-isu
tersebut. Dengan kata lain, Dit. KLN hadir sebagai kekuatan
(strengths) Ditjen. Imigrasi dalam upayanya memanfaatkan peluang
(opportunities) sebagai bagian dari pelaksanaan fungsi-fungsi
keimigrasian secara lebih optimal.

Perlu digarisbawahi bahwa lingkup peran Kermakim era Dit. KLN


tersebut difokuskan untuk menjalin kerja sama dengan otoritas
keimigrasian dari luar negeri dan organisasi internasional. Adapun

2 Pengantar Kerjasama Keimigrasian


Kermakim dengan kementerian/lembaga terkait di dalam negeri
dilaksanakan oleh struktur lainnya dalam Ditjen Imigrasi sesuai
dengan substansi serta tugas dan fungsi yang diemban. Namun,
dalam transformasinya, terjadi perluasan sekaligus penguatan peran
serta tugas dan fungsi Dit KLN. Struktur Dit. KLN berubah menjadi
Dit. Kermakim pada tahun 2015 di mana struktur ini menjalankan
peran serta tugas dan fungsi untuk menjalin kerja sama dengan para
stakeholders terkait, baik di dalam maupun luar negeri.

Perluasan dan penguatan struktur kerja sama di atas


diimplementasikan dalam bidang kerja sama keimigrasian antar
lembaga, dengan organisasi internasional, antarnegara, serta kerja
sama keimigrasian dengan perwakilan asing di Indonesia dan
membina implementasi fungsi-fungsi keimigrasian pada Perwakilan
Republik Indonesia di Luar Negeri.

Terkait hal-hal di atas, sekali lagi, kemampuan untuk menjalin


Kermakim dengan para stakeholders terkait untuk merespons
perkembangan isu-isu keimigrasian di lingkup domestik dan global
menjadi komponen pendekatan strategis Ditjen Imigrasi dalam
memitigasi potensi ancaman dan tantangan yang dihadapi sekaligus
mengelola kekuatan dan peluang yang dimilikinya. Dengan demikian,
adalah penting bagi para petugas imigrasi untuk dapat mengetahui
dan mengenal peran serta tugas dan fungsi Dit. Kermakim selain
bidang teknis dan fasilitatif keimigrasian lainnya. Harapannya adalah
para petugas imigrasi ini nantinya dapat mampu memahami dan
memiliki wawasan keimigrasian dari perspektif yang lebih luas untuk
mengimplementasikan fungsi-fungsi keimigrasian dengan lebih baik.

Oleh karena itu, Modul Pengantar Kerja Sama Keimigrasian ini


disusun sebagai panduan materi ajar tentang pelaksanaan tugas dan
fungsi kerja sama keimigrasian untuk kegiatan Pelatihan Fungsional

Pengantar Kerjasama Keimigrasian 3


Analis Keimigrasian Ahli Pertama di lingkup Direktorat Jenderal
Imigrasi. Outline komponen-komponen lainnya dalam modul
dijelaskan pada bagian berikutnya dari Bab I - Pendahuluan ini.

B. Deskripsi Singkat

Modul ini memuat gambaran singkat tentang kerja sama


keimigrasian serta tugas, dan fungsi terkait bidang tersebut dalam
struktur organisasi Ditjen Imigrasi. Materi ajar dalam modul ini juga
dilengkapi dengan contoh-contoh bentuk/implementasi kegiatan di
bidang kerja sama keimigrasian serta output dokumen untuk langkah
persiapan awal dalam proses penyelenggaraan bentuk kegiatan
tersebut yang dapat dikerjakan oleh Analis Keimigrasian Ahli
Pertama.

C. Manfaat Modul

Materi ajar dalam Modul ini dapat membekali peserta pelatihan untuk
memperoleh pemahaman yang memadai tentang lingkup tugas dan
fungsi Ditjen. Imigrasi di bidang kerja sama keimigrasian sebagai
bagian dari implementasi fungsi-fungsi keimigrasian serta untuk
memperoleh kemampuan dasar dalam melaksanakan tugas di
bidang tersebut.

D. Tujuan Pembelajaran

1. Hasil Belajar

Setelah mempelajari modul ini, peserta mampu memahami


lingkup tugas dan fungsi Ditjen. Imigrasi di bidang kerja sama
keimigrasian sebagai bagian dari implementasi fungsi-fungsi

4 Pengantar Kerjasama Keimigrasian


keimigrasian serta memiliki kemampuan dasar untuk
mendukung tahap awal dalam proses persiapan dari
penyelenggaraan bentuk kegiatan Kermakim.

2. Indikator Hasil Belajar

Setelah mempelajari modul ini peserta diharapkan dapat:

• menjelaskan tentang struktur organisasi dan lingkup tugas


dan fungsi Ditjen. Imigrasi di bidang kerja sama keimigrasian
sebagai bagian dari implementasi fungsi-fungsi keimigrasian;
• menjelaskan tentang bentuk/implementasi kegiatan di
bidang kerja sama keimigrasian serta mampu membuat
konsep dokumen yang diperlukan dalam rangka proses
persiapan awal dari penyelenggaraan bentuk kegiatan
tersebut.

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok

1. Materi Pokok
• Konsep Kerja Sama Keimigrasian
• Implementasi Kegiatan Kerja Sama Keimigrasian

2. Sub Materi Pokok


• Konsep Kerja Sama Keimigrasian
• Hakekat Keimigrasian;
• Bekerja Sama adalah Keniscayaan;
• Kermakim Approach;
• Direktorat Kerja Sama Keimigrasian; dan
• Mekanisme Kerja Sama pada Kementerian Hukum dan
HAM RI.
• Implementasi Kegiatan Kerja Sama Keimigrasian

Pengantar Kerjasama Keimigrasian 5


• Parameter Kinerja Kerja Sama Keimigrasian;
• Bentuk Kegiatan dalam Penyelenggaraan Kerja Sama
Keimigrasian; dan
• Konsep Dokumen untuk Persiapan Awal Penyelenggaraan
Kegiatan yang dapat dikerjakan oleh Analis Keimigrasian
Ahli Pertama.

F. Petunjuk Belajar

1. Petunjuk untuk Peserta Pelatihan

Untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, hal-hal yang perlu


diperhatikan dan dilakukan antara lain:

• Pergunakan soal-soal Pra-Latihan untuk memicu


pemahaman awal tentang Kermakim;
• Baca dan pahami dengan seksama uraian-uraian materi
yang ada pada masing-masing kegiatan belajar. Bila ada
materi yang kurang jelas, peserta dapat bertanya pada
pelatih atau fasilitator yang mengampu kegiatan pelatihan.
• Kerjakan setiap soal latihan/roleplay untuk mengetahui
sejauh mana pemahaman yang telah dimiliki terhadap
materi-materi yang dibahas dalam setiap kegiatan pelatihan.
• Peserta pelatihan diharapkan mempelajari modul ini secara
berurutan. Jika belum mendapatkan pemahaman yang cukup
tentang materi pokok yang pertama, tidak disarankan untuk
melanjutkan ke materi pokok berikutnya karena materi-
materi tersebut memiliki keterkaitan. Jika mengalami
kendala dalam belajar/belum memperoleh pemahaman yang
cukup, silakan berdiskusi dengan rekan lain yang dianggap
mampu dan mengajukan pertanyaan kepada pelatih atau
fasilitator yang mengampu sesi pelatihan untuk modul ini.

6 Pengantar Kerjasama Keimigrasian


2. Petunjuk untuk Pelatih atau Fasilitator

Dalam setiap sesi pelatihan, pelatih atau fasilitator berperan


untuk:

• Membantu peserta dalam merencanakan proses belajar.


• Membantu peserta dalam memahami materi modul.
• Membimbing peserta melalui tugas-tugas/latihan yang
dijelaskan dalam tahap belajar.
• Membantu peserta untuk mendapatkan informasi dan
mengakses sumber bacaan tambahan lain yang diperlukan
untuk belajar.
• Memandu kegiatan diskusi kelompok/roleplay.

Pengantar Kerjasama Keimigrasian 7


BAB II
KONSEP KERJA SAMA KEIMIGRASIAN

A. Hakekat Keimigrasian

Kemajuan dan perkembangan teknologi serta sarana komunikasi


dan transportasi sebagai bagian dari fenomena globalisasi telah
mengakibatkan semakin samarnya batas-batas antarnegara; tidak
ada satu negara/entitas yang kebal dari dampak yang ditimbulkannya.
Di bidang keimigrasian, fenomena ini ditandai dengan meningkatnya
pergerakan orang melintasi perbatasan antarnegara yang sangat
mungkin dapat mempengaruhi cara pandang dan implementasi
manajemen keimigrasian oleh suatu negara atau entitas.

Faktanya, memang, globalisasi telah banyak merubah cara pandang


tersebut. Sejumlah negara/entitas yang semula fokus perhatiannya
hanya pada isu-isu keimigrasian di lingkup domestik saja, saat ini
telah melebarkan cara pandang dan upayanya untuk
mengimplementasikan manajemen keimigrasian di lingkup yang lebih
luas – dan secara tidak langsung telah melewati batas-batas negara.
Misalnya, sejumlah negara maju telah menerapkan Advance
Passenger Information (API) dan penempatan Airline Liaison Officer
(ALO) di negara lain. Oleh karena itu, kemampuan otoritas
keimigrasian untuk membaca, mengikuti, serta merespons
perkembangan isu-isu keimigrasian di tataran global menjadi suatu
keniscayaan.

Dalam konteks Indonesia, secara tradisional, negara kita adalah


negara asal (source country) migran, terutama untuk kelompok
Pekerja Migran Indonesia (PMI). Isu diaspora warga Indonesia di

Pengantar Kerjasama Keimigrasian 9


luar negeri juga menjadi isu yang populer beberapa tahun ke
belakang. Namun, seiring dengan dinamika globalisasi dan isu-isu
domestik negara lain (misalnya krisis keamanan), semenjak 2 (dua)
dekade terakhir ini Indonesia juga menyandang status sebagai
negara transit (transit country) bagi imigran ilegal. Fenomena
kedatangan dan keberadaan para orang asing pencari suaka dan
pengungsi melintasi Indonesia dalam perjalanannya menuju negara
ketiga ini menjadi bukti kuat yang mendukung pelabelan Indonesia
sebagai negara transit. Bahkan, sebagian pihak berpendapat bahwa
sangat mungkin saat ini Indonesia justru telah menjadi salah satu
negara tujuan (destination country) bagi kelompok migran tersebut.

Kedua pendapat tentang apakah status Indonesia adalah murni


sebagai negara asal PMI ataukah Indonesia telah berubah menjadi
negara transit bagi – bahkan tujuan – orang asing imigran ilegal di
atas tentunya masih dapat diperdebatkan. Akan tetapi benang merah
yang perlu disadari bersama oleh Pemerintah RI, khususnya Ditjen
Imigrasi selaku stakeholder utama yang berperan merespons dan
menangani isu-isu keimigrasian, adalah adanya fakta-fakta tentang
isu-isu tersebut.

Bahwa Indonesia merupakan negara asal PMI dan pelabelan


Indonesia sebagai transit country bagi orang asing pencari suaka
dan pengungsi adalah fakta tentang fenomena isu-isu keimigrasian
yang dihadapi oleh Indonesia. Keduanya menjadi bukti kuat adanya
immigration-related issues (isu-isu terkait bidang keimigrasian) yang
tak terhindarkan oleh negara kita. Bahkan di lingkup yang lebih luas,
immigration-related issues juga dapat berupa isu-isu kejahatan
internasional, antara lain Foreign Terrorist Fighters (FTFs), people
smuggling (penyelundupan manusia), trafficking in persons
(perdagangan orang), cyber crime (kejahatan siber), drugs trafficking

10 Pengantar Kerjasama Keimigrasian


(perdagangan narkoba) dan bentuk-bentuk kejahatan internasional
lainnya yang bersinggungan dengan bidang keimigrasian.

Immigration-related issues yang melibatkan kejahatan internasional


yang dampaknya melewati batas-batas negara ini mencerminkan
potret ancaman yang dapat muncul dari cakupan terminologi
‘Keimigrasian’ yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 Undang-
undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (UU 6/2011).
Keimigrasian didefinisikan sebagai ‘hal ihwal lalu lintas orang yang
masuk atau keluar Wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam
rangka menjaga tegaknya kedaulatan negara’ di dalam pasal tentang
Ketentuan Umum tersebut. Menurut pemikiran yang sederhana,
‘Keimigrasian’ dapat dipahami sebagai adanya kegiatan berupa
perlintasan – dan keberadaan – orang/manusia/individu di Wilayah
Indonesia yang menjadi obyek dari pengawasan keimigrasian
dengan tujuan untuk menegakkan kedaulatan negara.

Namun demikian, fakta yang terjadi di lapangan tidak sesederhana


pemikiran di atas. Orang/manusia/individu, baik WNI maupun Orang
Asing, memiliki niat/motivasi yang beragam saat melakukan
perlintasan dan berada di Wilayah Indonesia. Tidak semua orang
memiliki motivasi yang baik, sebagian dari mereka ternyata
bermaksud jahat, bahkan terlibat dalam Immigration-related issues
yang merugikan Indonesia, menjadi pelaku kejahatan internasional
misalnya. Oleh karena itu, diimplementasikan pengawasan
keimigrasian di dalam setiap pengejawantahan 4 (empat) Fungsi
Keimigrasian oleh petugas imigrasi pada Kantor Imigrasi (Kanim)
dan Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) serta Rumah Detensi
Imigrasi (Rudenim). Implementasi keempat fungsi keimigrasian
tersebut dengan dilandasi politik kebijakan keimigrasian yang selektif
(Selective Policy) menjadi jaring yang mengamankan aspek

Pengantar Kerjasama Keimigrasian 11


kepentingan nasional di bidang keimigrasian melalui pelaksanaan
pengawasan keimigrasian.

Sehingga, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa bagaimana


bidang keimigrasian (termasik immigration - related issues-nya)
direspons dan ditangani oleh Ditjen Imigrasi melalui pelaksanaan
Fungsi-fungsi Keimigrasian secara optimal yang dengan dilandasi
selective policy merupakan hakikat keimigrasian yang perlu
diketahui dan dipahami oleh seluruh insan imigrasi.

B. Bekerja Sama adalah Keniscayaan

Secara umum, Selective Policy (Kebijakan Selektif) sebagai politik


kebijakan keimigrasian diwujudkan melalui pelaksanaan
pengawasan keimigrasian dalam mengimplementasikan setiap
unsur Fungsi Keimigrasian. Kebijakan Selektif yang notabene hanya
diterapkan untuk Orang Asing dimaksudkan untuk menjaring beragam
motivasi/niat mereka saat melintas dan berada di wilayah Indonesia.
Berdasarkan Kebijakan Selektif ini, hanya Orang Asing yang
bermanfaat, tidak (akan) membahayakan keamanan dan ketertiban
umum, mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan
melakukan kegiatan sesuai dengan izin tinggal keimigrasian yang
dimiliki diperbolehkan masuk dan berada di wilayah Indonesia.
Sebagaimana disampaikan dalam sub-bab sebelumnya, capaian/
keberhasilan penerapan Kebijakan Selektif tersebut dapat diukur
melalui implementasi pengawasan keimigrasian.

Berbeda dengan Kebijakan Selektif untuk Orang Asing di atas,


implementasi Fungsi Keimigrasian melalui pengawasan
keimigrasian terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) adalah
melakukan perlindungan, khususnya upaya pencegahan agar mereka
tidak menjadi korban kejahatan penyelundupan manusia dan

12 Pengantar Kerjasama Keimigrasian


perdagangan orang. Dalam hal ini, meskipun korban penyelundupan
manusia dan perdagangan orang dapat terdiri dari WNI dan Orang
Asing, sudah selazimnya bahwa fokus utama Ditjen Imigrasi adalah
pada aspek perlindungan bagi WNI.

Dalam pelaksanaan pengawasan keimigrasian dan Fungsi


Keimigrasian, secara umum terdapat 2 (dua) warna kebijakan yang
dapat diambil oleh otoritas keimigrasian suatu negara. Ditjen Imigrasi
selaku otoritas keimigrasian di Indonesia juga dihadapkan pada
pilihan warna kebijakan tersebut, yaitu apakah akan memberikan
kemudahan kepada orang/manusia/individu yang melintas masuk/
keluar dan berada di wilayah Indonesia atau justru memperketatnya.
Sebagai contoh, upaya Pemerintah RI untuk meningkatkan jumlah
kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) melalui penerapan
penambahan jumlah negara yang mendapatkan kebijakan Bebas Visa
Kunjungan (BVK) telah menyebabkan dinamika immigration-related
issues yang luar biasa. Jumlah pelanggaran keimigrasian cenderung
naik seiring dengan peningkatan volume perlintasan Orang Asing yang
masuk ke Indonesia dengan fasilitas BVK tersebut.

Demikian halnya peningkatan jumlah WNI/masyarakat Indonesia


kalangan menengah yang bepergian ke luar negeri dalam rangka
wisata. Hal yang seharusnya menjadi potret isu keimigrasian yang
bernuansa positif tersebut ternyata dihantui oleh isu bergabungnya
sejumlah WNI ke dalam kelompok-kelompok radikal di luar negeri
(baca: fenomena Foreign Terrorist Fighters/FTFs asal Indonesia).
Selain itu, juga terdapat existing issues yang belum sepenuhnya
dapat diatasi dan cenderung berujung pada pengetatan regulasi
keimigrasian, baik bagi travelers WNI maupun orang asing. Misalnya,
terkait fenomena WNI yang berkeinginan mencari nafkah di luar
negeri serta kelompok orang asing pencari suaka dan pengungsi
yang masuk dan berada di Indonesia secara tidak sah.

Pengantar Kerjasama Keimigrasian 13


Dinamika potensi ancaman atau dampak dari immigration-related
issues di atas tentunya dapat menimbulkan tantangan baru sekaligus
peluang bagi Indonesia. Tantangannya adalah bahwa Indonesia harus
mampu senantiasa mewujudkan seimbangnya kebijakan travel
facilitation vs. security dalam mengelola lalu lintas orang yang masuk
dan keluar wilayah Indonesia. Di lain pihak, Immigration related-
issues sejatinya adalah cross-cutting issues yang melibatkan banyak
stakeholders, baik antar kementerian/lembaga (K/L) di dalam negeri
maupun dengan otoritas terkait dari luar negeri. Misalnya,
penanganan kejahatan internasional berupa tindak pidana
perdagangan orang (TPPO) yang terbungkus dalam fenomena TKI/
PMI Non-prosedural di bandara internasional oleh para petugas
imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI). Dalam praktiknya,
penanganan terhadap TPPO tersebut akan melibatkan berbagai
otoritas, antara lain pihak maskapai penerbangan, keamanan/
kepolisian bandara, dan kepabeanan. Sehingga, koordinasi dan
kerja sama oleh unsur CIQS (Customs, Immigration, Quarantine,
and Security) menjadi salah satu unsur krusial yang dapat
menentukan keberhasilan upaya penanganan TPPO tersebut.

Potret bahwa adanya immigration - related issues yang merupakan


cross-cutting issues memunculkan kebutuhan untuk bekerja sama,
baik K/L di dalam negeri maupun dengan otoritas keimigrasian dan
otoritas terkait lainnya di luar negeri. Hal ini disebabkan karena, pada
dasarnya, Ditjen Imigrasi tidak akan dapat melakukan penanganan
secara optimal terhadap cross-cutting issues tersebut apabila hanya
mengupayakannya sendiri.

Kebutuhan untuk melakukan kerja sama tersebut sejatinya


merupakan mandat bagi Ditjen Imigrasi selaku otoritas keimigrasian
di Indonesia yang telah diatur dalam Pasal 6 UU 6/2011 yang –
apabila dilihat judul bab yang memuat pasal ini – juga dapat dipahami

14 Pengantar Kerjasama Keimigrasian


sebagai bagian dari upaya untuk mengimplementasikan Fungsi-
fungsi Keimigrasian. Bahkan, perlunya melakukan kerja sama
keimigrasian dengan K/L di dalam negeri dan otoritas terkait di luar
negeri dalam penanganan korban kejahatan perdagangan orang dan
penyelundupan manusia secara jelas diatur dalam Pasal 89 Ayat 2
dan 3 UU 6/2011.

Selain itu, dalam lingkup yang lebih luas, Ditjen Imigrasi Indonesia
dituntut untuk mampu memberikan world-class service sebagai upaya
untuk turut memfasilitasi kegiatan pembangunan kesejahteraan
masyarakat. Dewasa ini, Indonesia dihadapkan pada isu - isu
strategis dalam pelayanan publik, antara lain terkait perdagangan
sektor jasa serta mobilitas para investor, pelaku usaha, tenaga ahli,
pekerja, pelajar, turis, dan anggota keluarganya.

Di saat yang sama, Ditjen Imigrasi Indonesia tetap dituntut untuk


melaksanakan pengawasan keimigrasian dan penegakan hukum
dalam menjaga kedaulatan negara. Misalnya, upaya pengawasan
keimigrasian dan penegakan hukum dalam menghadapi isu - isu
strategis di bidang keamanan, seperti kejahatan transnasional,
imigran ilegal, PMI non-prosedural, Tenaga Kerja Asing (TKA) ilegal,
perdagangan orang, penyelundupan manusia, terorisme, kejahatan
siber, pencari suaka, penyelundupan narkoba dan senjata api,
maupun kejahatan dan pelanggaran lain yang dapat dikategorikan
sebagai immigration-related issues.

Ditjen Imigrasi selaku unit kerja Kementerian Hukum dan HAM di


bidang keimigrasian perlu mengambil berbagai upaya sesuai
dengan perkembangan isu keimigrasian di dalam negeri serta tren
dan pola migrasi internasional yang, sekali lagi, menuntut langkah -
langkah atau upaya penanganan yang memerlukan kerja sama.
Dengan dilakukannya kerja sama tersebut, akan memungkinkan

Pengantar Kerjasama Keimigrasian 15


terjadinya komunikasi, koordinasi, dialog, pertukaran informasi, dan
upaya dalam menangani cross-cutting issues secara koordinatif dan/
atau kolaboratif bersama dengan stakeholders terkait lainnya. Atas
dasar inilah, kerja sama di bidang keimigrasian dipandang sebagai
modal strategis dan menjadi suatu keniscayaan bagi Ditjen Imigrasi.

C. Kermakim Approach

Kementerian Hukum dan HAM c.q. Direktorat Jenderal Imigrasi


adalah instansi pemerintah yang mengemban tugas dan fungsi di
bidang keimigrasian. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya,
Ditjen Imigrasi menerapkan prinsip Orientasi Kepublikan, yaitu
menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan yang lain dan
menerapkan pendekatan bertindak lintas institusi dan tingkat
pemerintahan (Whole-of-Government Approach). Ditjen Imigrasi
juga perlu menerapkan prinsip Wawasan Global, yaitu memiliki
pemikiran outward looking sehingga mampu membaca perubahan
lingkungan strategis, baik di lingkup domestik/dalam negeri maupun
lingkungan global. Dua hal ini merupakan bagian dari ciri-ciri
pemerintahan yang berkelas dunia yang perlu dimiliki oleh Ditjen
Imigrasi.

Sebagaimana uraian pada sub-bab sebelumnya dan merujuk


environmental scanning atau analisis lingkungan strategis, dapat
diketahui bahwa saat ini Ditjen Imigrasi dihadapkan pada tantangan
peningkatan volume lalu lintas orang keluar/masuk wilayah Indonesia,
beserta kompleksitas immigration - related issues yang
menyertainya. Hal ini tentunya membutuhkan upaya/respons yang
cepat dan berkesinambungan, karena Ditjen Imigrasi memiliki
tanggung jawab untuk memastikan keseimbangan antara prosperity
approach dan security approach.

16 Pengantar Kerjasama Keimigrasian


Berdasarkan analisis tersebut, selama hampir 2 (dua) dekade
terakhir ini Ditjen Imigrasi telah menerapkan kerja sama dengan
berbagai pihak di dalam dan luar negeri untuk mengatasi berbagai
kelemahan (weakness) dalam menghadapi potensi ancaman
(threat). Dalam konteks ini, Kermakim hadir sebagai kekuatan
(strength) dalam memanfaatkan peluang (opportunity) dalam
mengimplementasikan Fungsi-fungsi keimigrasian di dalam negeri
maupun di luar negeri dalam kapasitasnya sebagai:

• jendela bagi Ditjen Imigrasi untuk mengetahui peranan kebijakan


keimigrasian dalam pengaturan lalu lintas orang antar negara,
serta pelaksanaan fungsi keimigrasian oleh otoritas-otoritas
keimigrasian di luar negeri;
• pintu dari upaya Ditjen imigrasi untuk menyelenggarakan
koordinasi dan kerja sama dengan K/L di dalam negeri maupun
otoritas-otoritas keimigrasian di luar negeri; dan
• jembatan penghubung untuk mengkomunikasikan informasi yang
relevan dengan mitra kerja sama di dalam negeri maupun di
luar negeri.

Merujuk hal-hal di atas, dapat dibangun pemahaman bahwa pada


dasarnya urgensi Kermakim adalah sebagai bagian penting dari
upaya mengimplementasikan Fungsi-fungsi keimigrasian secara
optimal, khususnya dalam kaitannya untuk meningkatkan pelayanan
dan pengawasan keimigrasian terhadap lalu lintas orang keluar/
masuk wilayah Indonesia. Dalam hal ini, Kermakim merupakan modal
strategis yang dapat dimanfaatkan sebagai pintu dan jendela untuk
memperoleh wawasan/pengetahuan tentang tren dan pola migrasi
dunia terkini serta menjembatani pertukaran informasi, inovasi, dan
best practices dalam rangka optimalisasi pelaksanaan Fungsi-fungsi
Keimigrasian di Indonesia.

Pengantar Kerjasama Keimigrasian 17


Sebagai bagian penting dari upaya Ditjen Imigrasi untuk
mengimplementasikan Fungsi-fungsi Keimigrasian secara optimal
di atas, tidaklah berlebihan bahwa Kermakim Approach menjadi
langkah strategis Ditjen Imigrasi yang tepat untuk dilakukan. Dalam
hal ini, adalah penting untuk dipahami bahwa hal yang menjadi dasar
dilakukannya Kermakim adalah komitmen Ditjen Imigrasi untuk dapat
menjadi kerja sama yang baik dengan para mitra kerja sama,
khususnya dalam melakukan upaya bersama untuk menangani isu-
isu yang telah disepakati. Selanjutnya, adalah penting untuk
berpegang pada nilai-nilai yang lebih mendahulukan kepentingan
bersama dibandingkan dengan kepentingan sektoral.

Komitmen tersebut perlu dimiliki oleh para pelaksana tugas dan fungsi
Kermakim, baik pada level operasional (pejabat fungsional dan
struktural pengawas), manajerial, maupun pimpinan. Selain itu,
penyederhanaan birokrasi dalam kerja sama juga perlu dilakukan
untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Terakhir, selain
memerlukan komitmen yang berpangkal pada kebersamaan dan
penyederhanaan birokrasi, prinsip saling menguntungkan (saling
memberikan benefit) juga merupakan salah satu filosofi untuk menjalin
kerja sama yang berkemanfaatan dengan para mitra kerja sama.

D. Direktorat Kerja Sama Keimigrasian

1. Sejarah terbentuknya Direktorat Kerja Sama Keimigrasian


Struktur organisasi Direktorat Kerja Sama Keimigrasian saat
ini pertama kali dibentuk dengan nomenklatur ‘Direktorat Kerja
Sama Luar Negeri’ berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan
Perundang-undangan RI Nomor M.03-PR.07.10 Tahun 2000
tanggal 5 April 2000 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Hukum dan Perundang-Undangan RI.

18 Pengantar Kerjasama Keimigrasian


Alasan mendasar dibentuknya Direktorat ini adalah untuk
menyatukan dan menyinergikan kegiatan jajaran Imigrasi dalam
hubungan dan kerja sama dengan luar negeri maupun dengan
instansi dalam negeri yang menangani hubungan dan kerja sama
dengan luar negeri di bidang keimigrasian.

Sebelumnya, kegiatan tersebut dilaksanakan oleh Direktorat


teknis terkait atau Sekretariat Direktorat Jenderal Imigrasi
secara parsial menurut substansi teknis keimigrasiannya.
Dikarenakan semakin meningkatnya kegiatan kerja sama
Direktorat Jenderal Imigrasi, maka terdapat kebutuhan dan
dipandang perlu untuk membentuk unit tersendiri yang secara
khusus melaksanakan fungsi kerja sama keimigrasian.

Pada tahun 2005, terdapat perubahan nomenklatur berdasarkan


Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor :
M.03-PR.07.10 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Hukum dan HAM RI, ‘Direktorat Kerja Sama Luar
Negeri’ berubah menjadi ‘Direktorat Lintas Batas dan Kerja
Sama Luar Negeri Keimigrasian’. Adapun perubahan struktur
organisasi kementerian melalui Peraturan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Nomor M.HH05.OT.01.01 Tahun 2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM
RI tidak merubah nomenklatur ‘Direktorat Lintas Batas dan Kerja
Sama Luar Negeri Keimigrasian’.

Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi


Manusia Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Hukum dan HAM sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 6 Tahun
2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2015

Pengantar Kerjasama Keimigrasian 19


tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM
RI, nomenklatur ‘Direktorat Lintas Batas dan Kerja Sama Luar
Negeri Keimigrasian’ berubah menjadi ‘Direktorat Kerja Sama
Keimigrasian’. Perubahan ini menandai perluasan lingkup kerja
sama yang dilakukan oleh direktorat ini yang sebelumnya hanya
di lingkup kerja sama luar negeri menjadi struktur yang
mengemban tugas dan fungsi kerja sama dengan kementerian/
lembaga terkait di dalam negeri. Sebagai akibat dari perubahan
struktur ini, maka dilakukan perubahan nomenklatur Subdirektorat
Kerja Sama Perbatasan menjadi Subdirektorat Kerja Sama
Antar Lembaga.

Sebagai kesimpulan awal dari uraian di atas, Direktorat Kerja


Sama Keimigrasian merupakan focal point Direktorat Jenderal
Imigrasi dalam kegiatan kerja sama keimigrasian baik dengan
para pihak terkait di dalam negeri maupun di luar negeri.

2. Struktur Organisasi Direktorat Kerja Sama Keimigrasian


Merujuk Bagian Kedelapan (Pasal 650 s.d. Pasal 659) Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Hukum
dan HAM RI Nomor 6 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Hukum dan HAM RI, Direktorat Kerja Sama
Keimigrasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan
teknis dan supervisi serta evaluasi di bidang kerja sama
keimigrasian berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Imigrasi.

20 Pengantar Kerjasama Keimigrasian


Direktorat Kerja Sama Keimigrasian terdiri dari 4 (empat)
Subdirektorat yaitu Subdirektorat Kerja Sama Keimigrasian
Antar lembaga, Subdirektorat Kerja Sama Keimigrasian dengan
Organisasi Internasional, Subdirektorat Kerja Sama
Keimigrasian Antarnegara, Subdirektorat Kerja Sama
Keimigrasian Perwakilan Asing dan Bina Perwakilan Republik
Indonesia; serta Subbagian Tata Usaha dan Kelompok Jabatan
Fungsional. Untuk lebih jelasnya struktur Direktorat Kerja Sama
Keimigrasian dapat dilihat pada bagan berikut:

Subdirektorat Kerja Sama Keimigrasian Antar lembaga


mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan,
bimbingan teknis, supervisi, koordinasi, dan pelaksanaan serta
evaluasi kerja sama keimigrasian antar lembaga pemerintah dan
lembaga non pemerintah. Subdirektorat Kerja Sama
Keimigrasian Antar lembaga terdiri dari Seksi Kerja Sama

Pengantar Kerjasama Keimigrasian 21


Keimigrasian Antar lembaga Pemerintah dan Seksi Kerja Sama
Keimigrasian Antar lembaga Non Pemerintah.

Subdirektorat Kerja Sama Keimigrasian dengan Organisasi


Internasional mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan
perumusan, bimbingan teknis, supervisi, koordinasi, dan
pelaksanaan serta evaluasi di bidang kerja sama organisasi
internasional. Subdirektorat Kerja Sama Keimigrasian dengan
Organisasi Internasional terdiri dari Seksi Kerja Sama
Keimigrasian dengan Organisasi internasional Perserikatan
Bangsa-Bangsa dan Seksi Kerja Sama Keimigrasian dengan
Organisasi Internasional Non Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Subdirektorat Kerja Sama Keimigrasian Antarnegara


mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan,
bimbingan teknis, supervisi, koordinasi, dan pelaksanaan serta
evaluasi kerja sama keimigrasian antar negara. Subdirektorat
Kerja Sama Keimigrasian Antarnegara terdiri dari Seksi Kerja
Sama Keimigrasian Bilateral dan Seksi Kerja Sama
Keimigrasian Multilateral.

Subdirektorat Kerja Sama Keimigrasian Perwakilan Asing dan


Bina Perwakilan Republik Indonesia mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan, bimbingan teknis,
supervisi, koordinasi, dan pelaksanaan, serta evaluasi kerja
sama keimigrasian di bidang kerja sama Perwakilan, baik
dengan Perwakilan Asing di Indonesia maupun dengan
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. Subdirektorat
Kerja Sama Keimigrasian Perwakilan Asing dan Bina
Perwakilan Republik Indonesia terdiri dari Seksi Kerja Sama
Keimigrasian dengan Perwakilan Negara Asing, Seksi Bina
Perwakilan Republik Indonesia Wilayah I, dan Seksi Bina
Perwakilan Republik Indonesia Wilayah II.

22 Pengantar Kerjasama Keimigrasian


E. Mekanisme Kerja Sama pada Kementerian Hukum dan HAM

Secara umum, pelaksanaan kerja sama di lingkungan Kementerian


Hukum dan Hak Asasi Manusia yang terintegrasi dan terkoordinasi
maka telah ditetapkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik
Indonesia Nomor 65 Tahun 2016 tentang Penataan Kerja Sama di
Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM, yang mengatur pola kerja
sama baik yang dilakukan oleh Unit Utama, Kantor Wilayah, maupun
Unit Pelaksana Teknis.

Berikut ini adalah hal-hal yang perlu dipahami terkait penataan kerja
sama di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM RI:

1. Jenis Kerja Sama


Berdasarkan jenisnya, terdapat 2 (dua) jenis kerja sama, yakni
kerja sama dalam negeri dan kerja sama luar negeri.
Kerja sama dalam negeri terdiri atas kerja sama utama yang
dituangkan dalam Nota Kesepahaman dan kerja sama teknis
yang dituangkan dalam Perjanjian Kerja Sama. Di tingkat pusat,
kerja sama utama dapat dilaksanakan oleh Menteri Hukum dan
HAM Republik Indonesia, sedangkan di tingkat wilayah, kerja
sama utama dapat dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah.
Untuk kerja sama teknis di tingkat pusat, dapat dilaksanakan
oleh Pimpinan Unit Utama. Sedangkan kerja sama teknis di
tingkat wilayah dapat dilaksanakan oleh Kepala Unit Pelaksana
Teknis. Kerja sama dalam negeri dimaksud dapat dilaksanakan
dengan Lembaga Negara, Lembaga Pemerintah, dan Lembaga
Non Pemerintah.
Kerja sama luar negeri terdiri dari kerja sama bilateral, kerja
sama regional, dan kerja sama multilateral. Berbeda dengan
kerja sama dalam negeri yang dapat dilaksanakan di tingkat
wilayah, kerja sama luar negeri hanya dapat dilaksanakan pada

Pengantar Kerjasama Keimigrasian 23


tingkat Kementerian Hukum dan HAM oleh Menteri dan pada
tingkat Unit Utama oleh Pimpinan Unit Utama. Kerja sama luar
negeri tersebut dapat dilaksanakan dengan Lembaga
Pemerintah Negara Asing, Organisasi Internasional, dan
Organisasi Internasional Non-Pemerintah.

2. Tata Cara Pembuatan Kerja Sama


Rencana kerja sama dapat dibuat oleh setiap Pimpinan Unit
Utama, Kepala Kantor Wilayah, dan Kepala Unit Pelaksana
Teknis sesuai dengan kewenangannya untuk disampaikan
kepada Menteri Hukum dan HAM secara berjenjang melalui
Sekretaris Jenderal.
Rencana Kerja Sama tersebut paling sedikit memuat tentang
urgensi dilaksanakannya kerja sama, bentuk kerja sama yang
akan dilakukan, pokok kerja sama, dan jangka waktu
pelaksanaan kerja sama; untuk kemudian dikaji dan di analisa
dengan memperhatikan rencana strategis Kementerian Hukum
dan HAM. Hasil kajian dan analisa tersebut kemudian
disampaikan kembali untuk selanjutnya dilakukan penyusunan
konsep naskah kerja sama. Penyusunan konsep naskah kerja
sama turut mengikutsertakan instansi/lembaga terkait sesuai
dengan kewenangannya.

3. Penyimpanan Naskah Kerja Sama


Penyimpanan Naskah Kerja Sama dilaksanakan untuk
kepentingan penyimpanan (arsip), publikasi, serta evaluasi.

4. Monitoring dan Evaluasi


Secara berkala, dilaksanakan monitoring dan evaluasi kerja
sama untuk memantau dan mengetahui perkembangan
implementasi kerja sama yang telah dijalin.

24 Pengantar Kerjasama Keimigrasian


F. Latihan

Diskusikan dengan kelompok masing-masing tentang hal-hal yang


mendasari dan urgensi dari perlunya dilakukan kerja sama di bidang
keimigrasian. Kaitkan penjelasan saudara dengan tantangan
implementasi fungsi keimigrasian dalam merespons perkembangan
isu-isu keimigrasian global dan struktur organisasi Direktorat Kerja
Sama Keimigrasian saat ini.

G. Rangkuman

Perkembangan isu-isu keimigrasian di lingkungan internasional atau


lingkup global serta di tataran koordinatif dengan kementerian/
lembaga di dalam negeri, secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mempengaruhi pelaksanaan Fungsi-fungsi Keimigrasian yang
dijalankan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi. Isu-isu keimigrasian
yang notabene berasal dari luar lingkungan Direktorat Jenderal
Imigrasi dan Kementerian Hukum dan HAM bisa jadi merupakan
threat sekaligus dapat berpotensi membawa opportunity.

Oleh karena itu, Kermakim diperlukan bagi Direktorat Jenderal


Imigrasi untuk dapat secara cepat membaca indikasi threat,
memitigasinya, sekaligus berupaya untuk memanfaatkan atau
membuka keran-keran opportunity baru sebagai bagian dari
upaya mengimplementasikan Fungsi-fungsi Keimigrasian dalam
aspek pelayanan keimigrasian, penegakan hukum, keamanan,
dan fasilitator pembangunan kesejahteraan masyarakat secara
optimal.

Pengantar Kerjasama Keimigrasian 25


H. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Setelah mengevaluasi hasil Latihan, pelatih atau fasilitator


menyediakan waktu bagi peserta untuk bertanya mengenai hal-hal
yang belum dipahami/dikuasai. Selanjutnya, saran bahan bacaan
lanjutan untuk pelatih atau fasilitator dan peserta sebagai berikut:

• Seri Buku ‘Perspektif Keimigrasian’ karya Prof. Dr. M. Iman


Santoso, mulai terbit pada 2007;

• Buku ‘Diaspora: Globalisme, Keamanan dan Keimigrasian’


karya Prof. Dr. M. Iman Santoso, 2014.

26 Pengantar Kerjasama Keimigrasian


BAB III
IMPLEMENTASI KERJA SAMA KEIMIGRASIAN

A. Parameter Kinerja Kerja Sama Keimigrasian

Merujuk rancangan/usulan Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat


Jenderal Imigrasi untuk Tahun 2019, Sasaran Kinerja Direktorat Kerja
Sama Keimigrasian adalah terwujudnya kerja sama keimigrasian
secara tepat waktu dan berkelanjutan. IKU dari Sasaran Kinerja
tersebut adalah besaran persentase kerja sama keimigrasian yang
ditindaklanjuti dan diimplementasikan. Dalam hal ini, bentuk
implementasi kerja sama yang dilakukan terefleksikan dari
nomenklatur sub direktorat dalam struktur organisasi Direktorat Kerja
Sama Keimigrasian yang meliputi:

1. Kerja Sama Keimigrasian Antar Lembaga


Sejak sub direktorat ini dibentuk pertama kali pada 2015 lalu,
telah berhasil dirumuskan dan ditandatangani kurang lebih 60
(enam puluh) naskah Nota Kesepahaman (NK) dan Perjanjian
Kerja Sama (PKS) di bidang keimigrasian dengan kementerian/
lembaga pemerintah dan lembaga non pemerintah di dalam
negeri.

2. Kerja Sama Keimigrasian dengan Organisasi Internasional


Kerja sama keimigrasian dengan organisasi internasional
meliputi kerja sama keimigrasian yang dilaksanakan dengan
Organisasi Internasional Perserikatan Bangsa - Bangsa (PBB)
dan Organisasi Internasional Non Perserikatan Bangsa - Bangsa
(Non PBB). Berdasarkan data Kementerian Luar Negeri, per
akhir tahun 2017 terdapat 23 (dua puluh tiga) Organisasi

Pengantar Kerjasama Keimigrasian 27


Internasional PBB di Indonesia dan 109 (seratus sembilan)
Organisasi Internasional Non-PBB yang merupakan Organisasi
Internasional Non Pemerintah.

Secara umum, Direktorat Jenderal Imigrasi melalui Direktorat


Kerja Sama Keimigrasian bekerja sama secara intens dengan
3 (tiga) organisasi PBB, yaitu United Nations Office on Drugs
and Crime (UNODC), United Nations High Commission on
Refugees (UNHCR), dan International Organisation for
Migration (IOM). Adapun organisasi internasional non-PBB yang
telah terjalin kerja sama secara rutin dan intens adalah Interpol
dan International Civil Aviation Organisation (ICAO).

3. Kerja Sama Keimigrasian Antarnegara


Kerja sama keimigrasian antarnegara meliputi kerja sama
keimigrasian yang dilaksanakan antara Pemerintah Republik
Indonesia dengan satu negara, serta kerja sama keimigrasian
yang dilaksanakan antara Pemerintah Republik Indonesia
dengan beberapa negara. Kerja sama keimigrasian yang
dilaksanakan dengan satu negara lazim disebut kerja sama
bilateral. Sedangkan kerja sama keimigrasian yang
dilaksanakan dengan beberapa negara lazim disebut dengan
kerja sama multilateral. Umumnya, kerja sama multilateral yang
dilakukan oleh beberapa negara yang terletak di dalam satu
kawasan disebut dengan kerja sama regional.

Saat ini jajaran Imigrasi telah melaksanakan kerja sama


keimigrasian bilateral dengan berbagai mitra kerja sama yang
umumnya merupakan otoritas keimigrasian negara/wilayah di
luar negeri. Kerja sama ini antara lain meliputi kerja sama
pertukaran informasi, pengembangan kapasitas sumber daya
manusia seperti pelatihan pemeriksaan dokumen perjalanan,

28 Pengantar Kerjasama Keimigrasian


pelatihan singkat bahasa asing, beasiswa program strata 2,
serta pelatihan di bidang penanganan pencegahan kejahatan
lintas negara (international crime).

Sejumlah pihak telah menjalin kerja sama secara rutin dan intens
dengan Direktorat Jenderal Imigrasi antara lain otoritas
keimigrasian atau border protection dari Amerika Serikat,
Australia, Korea Selatan, Malaysia, Tiongkok dan Taiwan, serta
Singapura.

Adapun di lingkup kerja sama antar negara secara multilateral


atau regional (lebih dari 2 negara atau negara-negara di lingkup
kawasan tertentu), Direktorat Jenderal Imigrasi secara rutin dan
intens mengikuti forum-forum bidang keimigrasian di wilayah
regional ASEAN berupa forum ASEAN Directors-General of
Immigration Departments and Heads of Consular Affairs
Divisions of the Ministries of Foreign Affairs (DGICM). Selain
itu, terdapat lebih dari 10 (sepuluh) forum multilateral/regional
lainnya yang diikuti secara rutin oleh Direktorat Jenderal Imigrasi
bersama dengan kementerian/lembaga terkait lainnya di
Indonesia.

4. Kerja Sama Keimigrasian dengan Perwakilan Negara Asing dan


Bina Perwakilan Republik Indonesia
Di dalam penjelasan Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1982
tentang Pengesahan Konvensi Wina tentang Hubungan
Diplomatik dan Konsuler, dinyatakan bahwa dalam rangka
melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif Pemerintah
Indonesia membuka dan menempatkan Perwakilan Diplomatik
dan Perwakilan Konsuler di berbagai negara. Di samping itu,
Pemerintah Indonesia menerima pula Perwakilan Diplomatik dan
Perwakilan Konsuler negara lain. Terkait hal ini, sesuai dengan

Pengantar Kerjasama Keimigrasian 29


tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Imigrasi, dilaksanakan kerja
sama keimigrasian dengan Perwakilan Asing di wilayah Indonesia
serta melaksanakan pembinaan fungsi keimigrasian pada
Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri. Sejumlah kegiatan
dilaksanakan melalui koordinasi dan kerja sama dengan direktorat
terkait di Kementerian Luar Negeri RI.

Pada akhir 2017, terdapat 96 (sembilan puluh enam) Perwakilan


Asing di Indonesia. Kerja sama keimigrasian yang dilaksanakan
dengan Perwakilan Asing secara rutin adalah Diseminasi
Kebijakan Keimigrasian dan Kekonsuleran secara simultan
kepada seluruh Perwakilan Asing di Indonesia. Kegiatan ini
dilaksanakan sebagai bagian dari kegiatan Host Country
Committee Meeting, di mana kebijakan keimigrasian dan
kekonsuleran merupakan salah satu pilar kebijakan Indonesia
dalam perannya sebagai tuan rumah masyarakat asing yang
masuk dan berada di wilayah Indonesia.

Sedangkan kegiatan yang dilaksanakan secara insidental


umumnya merupakan kegiatan yang dilaksanakan antara jajaran
Imigrasi secara bergantian dengan satu Perwakilan Asing di
Indonesia. Kegiatan ini dapat berupa courtesy call, pertukaran
informasi, penjajakan kerja sama keimigrasian, maupun mediasi
dalam penanganan permasalahan keimigrasian atau Warga
Negara Asing bermasalah.

Saat ini Direktorat Jenderal Imigrasi menugaskan Pejabat Imigrasi


pada 22 (dua puluh dua) Kantor Perwakilan Republik Indonesia
di 14 (empat belas) negara dan entitas. Selain melaksanakan
tugas dan fungsi pelayanan dan penegakan hukum, para Pejabat
Imigrasi juga turut melaksanakan fungsi kerja sama keimigrasian
dengan institusi imigrasi di wilayah akreditasi.

30 Pengantar Kerjasama Keimigrasian


Dalam rangka mencapai IKU, keempat implementasi kerja sama
keimigrasian di atas perlu senantiasa dijaga kelanjutannya sambil
tetap melihat dan mengupayakan untuk dapat membuka peluang
jalinan kerja sama dengan mitra baru baik di dalam maupun di luar
negeri. Upaya untuk menjaga kelanjutan dan juga jalinan kerja sama
baru dilakukan dengan melaksanakan bentuk-bentuk kegiatan pada
sub bab berikut ini.

B. Bentuk Kegiatan

Secara umum, berikut ini adalah bentuk-bentuk kegiatan yang


diselenggarakan oleh masing-masing sub direktorat pada Direktorat
Kerja Sama Keimigrasian:

1. Sub Direktorat Kerja Sama Keimigrasian Antar Lembaga


Bentuk kegiatan yang dilakukan dalam mengimplementasikan
kerja sama keimigrasian antar lembaga umumnya berupa
penyusunan dan pembahasan konsep naskah perjanjian kerja
sama serta penyelenggaraan kegiatan penandatanganannya.
Acuan pelaksanaannya adalah Standar Operasional Prosedur
(SOP) Nomor IMI-UM.01-2375 Tahun 2016 tentang Penyusunan
Naskah Perjanjian. Monitoring dan evaluasi juga merupakan
bentuk kegiatan untuk menjaga kelanjutan dan mereviu
implementasi kerja sama keimigrasian yang telah dilakukan.

2. Sub Direktorat Kerja Sama Keimigrasian dengan Organisasi


Internasional
Bentuk kegiatan yang saat ini diselenggarakan secara rutin
dengan organisasi internasional adalah berupa rapat koordinasi
yang diselenggarakan secara mandiri dan yang dilakukan
secara kolaboratif dengan organisasi internasional terkait.
Kegiatan monitoring dan evaluasi juga menjadi komponen
kegiatan rutin pada sub direktorat ini.

Pengantar Kerjasama Keimigrasian 31


3. Sub Direktorat Kerja Sama Keimigrasian Antarnegara
Secara rutin/berkala dilakukan pertemuan bilateral antar senior
official (eselon I) dengan otoritas keimigrasian terkait dari
negara-negara lain. Di lingkup kerja sama multilateral, secara
rutin diikuti pertemuan rutin/tematik forum-forum multilateral/
regional. Keikutsertaan dalam penyelenggaraan seminar dan/
atau lokakarya sebagai implementasi dari kerja sama
keimigrasian yang dilakukan juga termasuk dalam kalender rutin
kegiatan setiap tahunnya. Kemudian, dalam berbagai
kesempatan, sering kali diterima atau dilakukan courtesy call
(kunjungan kehormatan) dengan otoritas keimigrasian negara
asing untuk membahas isu-isu keimigrasian terkini. Sangat
dimungkinkan juga dilakukan penyusunan naskah perjanjian
kerja sama untuk membuka jalinan kerja sama dengan mitra
baru. Adapun untuk memantau kelanjutan dari kerja sama yang
telah berlangsung, dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap
implementasi kerja sama yang telah terjalin.

4. Sub Direktorat Kerja Sama Keimigrasian Perwakilan Asing dan


Bina Perwakilan Republik Indonesia
Secara umum, dilakukan pertemuan-pertemuan rutin dan
tematik serta pertukaran informasi dengan otoritas keimigrasian
pada perwakilan negara asing yang berada di Indonesia,
termasuk serangkaian courtesy call. Dalam hal pembinaan isu/
bidang keimigrasian pada Perwakilan RI di luar negeri, dilakukan
kegiatan rapat koordinasi secara berkala/rutin yang diikuti oleh
seluruh pejabat imigrasi yang ditugaskan pada perwakilan-
perwakilan tersebut. Hal ini dapat sekaligus dilakukan sebagai
upaya monitoring dan evaluasi dari implementasi kerja sama
dan pembinaan yang dilakukan.

32 Pengantar Kerjasama Keimigrasian


Dalam rangka penyelenggaraan bentuk-bentuk kegiatan di atas,
tentunya perlu dilakukan langkah-langkah persiapan. Merujuk Standar
Operasional Prosedur (SOP) Nomor IMI-UM.01-2375 Tahun 2016
tentang Penyusunan Naskah Perjanjian dan dalam rangka
mewujudkan tata kelola administrasi dan organisasi yang baik, salah
satu bentuk praktik terbaik (best practices) yang dapat dilakukan
adalah melaksanakan serangkaian pertemuan/rapat persiapan awal
penyelenggaraan tiap bentuk kegiatan tersebut. Rapat persiapan
ini dapat terlebih dahulu dilakukan secara internal di lingkup
Direktorat Kerja Sama Keimigrasian dan antar-direktorat pada
Direktorat Jenderal Imigrasi. Selanjutnya, apabila dipandang perlu,
diselenggarakan rapat-rapat persiapan atau pembahasan dengan
pihak-pihak dari kementerian/lembaga terkait di luar Direktorat
Jenderal Imigrasi.

Sejumlah dokumen yang diperlukan untuk menyelenggarakan rapat-


rapat persiapan kegiatan dan output (dokumen) rapat persiapan
tersebut antara lain:
• Konsep Nota dinas dan/atau surat dinas untuk undangan,
pemberitahuan, permohonan masukan/usulan/bahan, atau
laporan hasil rapat persiapan
• Konsep naskah perjanjian kerja sama
• Konsep kertas posisi
• Konsep butir wicara
• Konsep Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan Rencana Anggaran
Belanja (RAB)
• Konsep notula rapat/kegiatan

Kebutuhan dari sejumlah dokumen di atas dapat disesuaikan dengan


bentuk kegiatan yang akan diselenggarakan. Pada sub bab
berikutnya, akan disampaikan konsep dokumen yang perlu dipelajari
penyusunannya oleh peserta (Analis Keimigrasian Ahli Pertama).

Pengantar Kerjasama Keimigrasian 33


C. Konsep Dokumen untuk Persiapan Awal Penyelenggaraan
Kegiatan yang dapat dikerjakan oleh Analis Keimigrasian
Pertama

Dalam rangka mendukung langkah persiapan awal penyelenggaraan


bentuk-bentuk kegiatan kerja sama keimigrasian, setidaknya peserta
perlu belajar dan berlatih untuk dapat menyusun konsep:

1. Nota Dinas
Merujuk Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 15 Tahun
2016 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Kementerian
Hukum dan HAM, Nota Dinas merupakan ‘naskah dinas
korespondensi intern’ yang didefinisikan sebagai ‘naskah dinas
intern yang dibuat oleh pejabat dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia’. Format Nota Dinas terlampir.

2. Surat Dinas
Berdasarkan Permenkumham di atas, Surat Dinas merupakan
‘naskah dinas korespondensi ekstern’ yang didefinisikan
sebagai ‘naskah dinas pelaksanaan tugas seorang pejabat
dalam menyampaikan informasi kedinasan kepada pihak lain
di luar lembaga yang bersangkutan’. Format Surat Dinas
terlampir.

3. Notula
Merujuk Permenkumham yang sama, yang dimaksud dengan
Notula adalah ‘catatan singkat mengenai jalannya persidangan
(rapat) serta hal yang dibicarakan dan diputuskan dalam rapat.
Notula merupakan dokumentasi penting yang dicatat oleh notulis.’
Format Notula terlampir.

34 Pengantar Kerjasama Keimigrasian


Selain perlu menguasai kemampuan untuk menyusun konsep Nota
Dinas, Surat Dinas, dan Notula, peserta juga perlu melatih
kemampuannya secara mandiri maupun atas bimbingan atasan
langsung dan rekan kerja yang lebih senior untuk dapat mempelajari
cara pengumpulan bahan/informasi yang diperlukan untuk menyusun
konsep dokumen-dokumen lainnya, antara lain naskah perjanjian
kerja sama, kertas posisi, butir wicara, serta KAK dan RAB. Dalam
hal ini, peserta kegiatan dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:
• pencarian Perjanjian Kerja Sama (PKS) dalam database yang
tersedia di fasilitas Treaty Room and Reading Corner Dit.
Kermakim secara daring maupun pencarian fisik dokumennya;
• penelusuran berkas substansi dan/atau administrasi persuratan
kegiatan Dit. Kermakim di tempat penyimpanan dokumen fisik
maupun aplikasi Tata Naskah Dinas Elektronik (TNDE) dan
Sistem Persuratan Masuk dan Keluar (Sumaker); dan
• pencarian bahan/informasi lainnya dari sumber-sumber yang
dapat dipertanggungjawabkan.

Terkait penyusunan konsep dokumen, dalam perkembangannya,


pembuatan konsep Nota Dinas dan Surat Dinas dapat dilakukan
secara online melalui laman/aplikasi http://
sumaker.kemenkumham.go.id/. Demikian halnya upaya
pengumpulan bahan/informasi yang dibutuhkan untuk penyusunan
konsep-konsep dokumen lainnya, dapat dengan mudah ditemukan
dalam database laman tersebut.

Adapun khusus di bidang kerja sama keimigrasian, saat ini Direktorat


Kerja Sama Keimigrasian sedang mengembangkan laman/aplikasi
Layanan Elektronik Kerja Sama Keimigrasian (E-LEKER) yang saat
ini dapat diakses melalui laman www.e-leker.com. Melalui laman ini,
dapat dilakukan penyusunan sekaligus penelusuran konsep Notula
dan Laporan Singkat Kegiatan secara daring (online).

Pengantar Kerjasama Keimigrasian 35


D. Latihan

Peserta melakukan simulasi (roleplay) secara berkelompok berupa


penyelenggaraan rapat persiapan penyelenggaraan salah satu
bentuk kegiatan Kermakim dengan tema yang ditentukan oleh
pelatih/fasilitator. Tugas peserta adalah menyusun output dan tindak
lanjut dari pelaksanaan rapat berupa konsep Nota Dinas pelaporan
hasil pembahasan rapat yang dilakukan dengan melampirkan
konsep Notula serta Nota Dinas dan Surat Dinas Undangan bentuk
kegiatan Kermakim yang akan diselenggarakan.

E. Rangkuman

Bentuk-bentuk kegiatan sebagaimana dicontohkan sebelumnya


merupakan sebagian dari ragam atau dinamika kegiatan di bidang
kerja sama keimigrasian. Perubahan dan pengembangan bentuk-
bentuk kegiatan tersebut masih terbuka mengingat kemungkinan
adanya dinamika kepentingan atau komitmen untuk dapat saling
memberikan benefit sebagai salah satu filosofi terjalinnya kerja
sama.

Oleh karena itu, langkah persiapan awal penyelenggaraan kegiatan


menjadi esensial, dan sangat mungkin bahwa kontribusi peserta
(Analis Keimigrasian Ahli Pertama) diperlukan agar persiapan awal
ini dapat berjalan optimal. Dalam hal ini, peserta diharapkan memiliki
kemampuan untuk memahami konsep, struktur organisasi serta tugas
dan fungsi Direktorat Jenderal Imigrasi di bidang kerja sama
keimigrasian sekaligus mampu menyusun konsep-konsep dokumen
yang diperlukan dalam langkah persiapan awal kegiatan sesuai
dengan peran yang dibutuhkan dari seorang Analis Keimigrasian
Ahli Pertama.

36 Pengantar Kerjasama Keimigrasian


F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Setelah mengevaluasi hasil Latihan, pelatih atau fasilitator


menyediakan waktu bagi peserta untuk bertanya mengenai hal-hal
yang belum dipahami/dikuasai. Selanjutnya, saran bahan bacaan
lanjutan untuk peserta dan pelatih atau fasilitator adalah Peraturan
Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 15 Tahun 2016 tentang Tata
Naskah Dinas di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Peserta
juga disarankan untuk mempelajari pengoperasian laman/aplikasi
http://sumaker.kemenkumham.go.id/ dan mengunjungi laman
www.e-leker.com.

Pengantar Kerjasama Keimigrasian 37


BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Perkembangan isu-isu keimigrasian di lingkungan internasional atau


lingkup global serta di lingkup koordinatif dengan kementerian/
lembaga di dalam negeri, secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mempengaruhi pelaksanaan fungsi keimigrasian yang
dijalankan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi. Isu-isu keimigrasian
yang notabene berasal dari luar lingkungan Direktorat Jenderal
Imigrasi dan Kementerian Hukum dan HAM bisa jadi merupakan
threats atau justru mengandung potensi opportunities.

Oleh karena itu, Kerja Sama Keimigrasian (Kermakim) diperlukan


bagi Direktorat Jenderal Imigrasi untuk dapat secara cepat membaca
indikasi threat, memitigasinya, sekaligus berupaya untuk
memanfaatkan atau membuka keran-keran opportunity baru sebagai
bagian dari implementasi yang optimal dari Fungsi-fungsi
keimigrasian berupa aspek pelayanan keimigrasian, penegakan
hukum, keamanan, dan fasilitator pembangunan kesejahteraan
masyarakat.

Konsep Kermakim dan bentuk-bentuk kegiatan sebagaimana


dicontohkan pada bab-bab sebelumnya merupakan sebagian dari
ragam atau dinamika kegiatan di bidang kerja sama keimigrasian.
Perubahan dan pengembangan bentuk-bentuk kegiatan tersebut
masih terbuka mengingat adanya dinamika kepentingan atau
komitmen untuk dapat saling memberikan benefit sebagai salah satu
filosofi terjalinnya kerja sama.

Pengantar Kerjasama Keimigrasian 39


Oleh karena itu, langkah persiapan awal penyelenggaraan kegiatan
menjadi esensial, dan kontribusi peserta (Analis Keimigrasian Ahli
Pertama) diperlukan agar persiapan awal ini dapat berjalan optimal.
Dalam hal ini, peserta diharapkan memiliki kemampuan untuk
memahami konsep, struktur organisasi serta tugas dan fungsi
Direktorat Jenderal Imigrasi di bidang kerja sama keimigrasian
sekaligus mampu menyusun konsep-konsep dokumen yang
diperlukan dalam langkah persiapan awal kegiatan sesuai dengan
peran yang dibutuhkan dari seorang Analis Keimigrasian Ahli
Pertama.

Sebagai catatan akhir, peserta perlu memahami bahwa keberhasilan


kerja sama keimigrasian tidak hanya diperoleh melalui pengukuran
hasil yang tangible yang bisa dirasakan di saat yang sama, karena
keberhasilan kerja sama keimigrasian bisa saja merupakan sesuatu
yang intangible yang keberhasilannya bisa saja baru dapat
dirasakan di masa mendatang.

B. Umpan Balik

Setelah menyampaikan pernyataan penutup berupa evaluasi atau


reviu materi yang disampaikan dalam pelatihan, pelatih atau
fasilitator menyediakan waktu bagi peserta untuk bertanya mengenai
hal-hal yang belum dipahami/dikuasai.

C. Tindak Lanjut

Untuk mengetahui tingkat kepuasan peserta terhadap materi serta


penyampaian Modul Pengantar Kerja Sama Keimigrasian ini,
penyelenggara pelatihan dapat memberikan Lembar Evaluasi untuk
diisi peserta (jika ada). Hasil penilaian penyelenggara atas pengisian

40 Pengantar Kerjasama Keimigrasian


Lembar Evaluasi ini dapat disampaikan kepada Penulis/Editor serta
pelatih atau fasilitator untuk keperluan pengembangan materi dan
metode penyampaian modul ini pada kegiatan pelatihan serupa untuk
jenjang berikutnya dari kelompok Fungsional Analis Keimigrasian.

SOAL PRA-PELATIHAN

BAGIAN PERTAMA

1. Apa yang Saudara ketahui tentang ‘hakekat’ keimigrasian?

2. Sebutkan apa saja Fungsi-fungsi Keimigrasian dan apa yang


dimaksud dengan Selective Policy dalam konteks Indonesia!

3. Sebutkan isu-isu keimigrasian yang saat ini sedang berkembang


baik di dalam negeri maupun luar negeri!

BAGIAN KEDUA

1. Apa yang ada dalam benak Saudara saat mendengar kata ‘kerja
sama’?

2. Apa saja bentuk-bentuk kegiatan kerja sama yang Saudara


ketahui?

3. Sebutkan struktur serta tugas dan fungsi Direktorat Kerja Sama


Keimigrasian!

4. Sejauh mana pengetahuan Saudara tentang proses persiapan


penyelenggaraan suatu kegiatan dalam konteks tugas dan fungsi
Direktorat Kerja Sama Keimigrasian?

Pengantar Kerjasama Keimigrasian 41


DAFTAR PUSTAKA

Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi Wina


tentang Pengesahan Konvensi Wina mengenai Hubungan
Diplomatik beserta Protokol Opsionalnya mengenai Hal
Memperoleh Kewarganegaraan dan Pengesahan Konvensi Wina
mengenai Hubungan Konsuler beserta Protokol Opsionalnya
mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan;
Undang - Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri;
Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional;
Undang - Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian;
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang - Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian;
Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 29 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM RI
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan
HAM RI Nomor 6 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 29 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM RI;
Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 65 Tahun 2016 tentang
Penataan Kerja Sama di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia;
Direktorat Jenderal Imigrasi 2016, Profil Imigrasi Negara Sahabat,
Kementerian Hukum dan HAM RI;
Direktorat Jenderal Imigrasi 2016, Standar Operasional Prosedur Nomor
IMI-UM.01.01-2375 Tahun 2016 tentang Penyusunan Naskah
Perjanjian.
Direktorat Kerja Sama Keimigrasian 2018, Laporan Tahun 2018,
Kementerian Hukum dan HAM RI;
Direktorat Jenderal Multilateral 2017, Direktori Organisasi Internasional Non
Pemerintah, Kementerian Luar Negeri RI.

42 Pengantar Kerjasama Keimigrasian


LAMPIRAN

FORMAT NOTA DINAS

Pengantar Kerjasama Keimigrasian 43


FORMAT SURAT DINAS

44 Pengantar Kerjasama Keimigrasian


FORMAT NOTULA

Pengantar Kerjasama Keimigrasian 45

Anda mungkin juga menyukai