KAJIAN
EFEKTIVITAS PENDAMPINGAN TENAGA KERJA ASING
(TKA) DI INDONESIA
Tim Kajian
Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan
Page | iii
Page | iv
RINGKASAN EKSEKUTIF
Page | v
Dari hasil analisis data dan informasi di lapangan, ditemukan
bahwa selama ini pelaksanaan pendampingan TKA belum berjalan
secara efektif. Hal ini diantaranya dikarenakan belum adanya
evaluasi terhadap manfaat yang diperoleh dari proses
pendampingan tersebut, baik oleh pendamping TKA maupun oleh
perusahaan. Pelaksanaan pendampingan TKA selama ini
dilaksanakan hanya untuk memenuhi persyaratan administrasi. Hal
ini karena proses pendampingan terhambat oleh tidak tersedianya
pedoman pendampingan yang jelas. Pedoman ini dianggap penting
untuk menentukan prosedur penunjukan tenaga kerja pendamping,
pelaksanaan, hingga penentuan keberhasilan pendampingan.
Untuk itu diperlukan evaluasi menyeluruh terkait kemanfaatan
pendampingan TKA bagi TKI dan perusahaan, serta perlu
menyusun pedoman pendampingan TKA yang jelas. Selain itu
untuk mendukung pelaksanaan pendampingan TKA agar berjalan
dengan efektif serta mendukung amanat Undang-undang Nomor
11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, maka perlu diterbitkan
Peraturan Menteri yang mengatur tentang jabatan dan standar
kompetensi TKA sebagai pedoman dalam pendampingan
penggunaan TKA
Disamping memperhatikan proses pendampingan TKA di
perusahaan, diperlukan pula peningkatan pengawasan terhadap
TKA khususnya berkaitan dengan persyaratan administrasi dan
pelaksanaan tugas jabatannya di Perusahaan Pengguna TKA.
Pengawasan dimulai pada saat mereka masuk dan selama berada
di Wilayah Negara Republik Indonesia. Pengawasan TKA juga
berkaitan dengan masalah keimigrasian, yang antara lain
menyangkut penegakan hukum di bidang keimigrasian, baik yang
bersifat administratif maupun tindak pidana keimigrasian pada
umumnya.
Page | vi
KATA PENGANTAR
Page | vii
Page | viii
DAFTAR ISI
Page | ix
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 53
LAMPIRAN ................................................................................. 57
Page | x
DAFTAR TABEL
Page | xi
DAFTAR GRAFIK
Page | xii
DAFTAR LAMPIRAN
Page | xiii
Page | xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada era globalisasi saat ini, aliran investasi asing ke dalam
negeri menjadi hal yang sangat wajar terjadi. Dari sisi perekonomian,
aliran modal asing merupakan suatu hal yang positif karena
berkontribusi langsung terhadap pertumbuhan. Selain pertumbuhan,
konsekuensi dari aliran modal pada level mikro adalah perubahan
pada teknologi dan budaya kerja perusahaan. Lebih spesifik pada
bidang ketenagakerjaan, investasi asing identik dengan masuknya
pekerja-pekerja asing ke dalam negeri. Hal tersebut tidak dapat
dielakkan mengingat salah satu aspek dari globalisasi adalah
kebebasan arus keluar masuknya tenaga kerja atau sering disebut
dengan Movement of Natural Person. Movement of Natural Persons
(MNP) merujuk pada kehadiran individu ke negara lain dalam rangka
pemenuhan jasa tenaga kerja, atau sering disebut sebagai “Mode 4”
(Walmsley & Winters, 2005).
Penggunaan tenaga kerja asing (TKA) bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan tenaga terampil/ahli dan profesional pada bidang tertentu
yang belum dapat diisi oleh tenaga kerja Indonesia (TKI). Dalam
rangka pembangunan nasional dan kerjasama antar negara di bidang
ekonomi, sosial, politik, pertahanan dan keamanan, maka diterbitkan
peraturan perundangan yang memberikan kesempatan kepada
pemberi kerja tertentu untuk dapat mempekerjakan TKA pada
jabatan-jabatan tertentu di Indonesia. Penggunaan TKA diarahkan
untuk mempercepat proses pembangunan nasional dengan jalan alih
teknologi dan keahlian dari tenaga kerja asing kepada TKI
pendamping. Oleh karenanya, capaian terhadap keberhasilan proses
pendampingan, bukan hanya sekedar pada perspektif administrasi
saja. Namun lebih dari itu, proses pendampingan harus dapat
dioptimalkan dalam bentuk pengalihan teknologi dan keahlian secara
Page | 1
riil. Hal tersebut menyangkut peningkatan kualifikasi dan kapasitas
tenaga kerja yang ditunjuk sebagai pendamping TKA.
Pelaksanaan evaluasi pendampingan TKA meliputi aspek
mekanisme, prosedur dan metode yang ideal dalam pelaksanaan
pendampingan TKA dengan tujuan mendeskripsikan mengenai
gambaran permasalahan dalam melakukan proses pendampingan
TKA, mengidentifikasi instrumen dan kebijakan yang dapat
mendukung proses pendampingan TKA, dan merumuskan langkah
strategis dalam pelaksanaan proses pendampingan TKA. Peraturan
Presiden No. 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja
Asing, menyebutkan bahwa negara tidak serta merta membebaskan
TKA untuk masuk ke Indonesia. Beberapa catatan dari Perpres
tersebut yaitu: (1) Tetap mengutamakan TKI pada semua jenis
jabatan. TKA hanya dapat menduduki jabatan yang belum dapat
diduduki oleh tenaga kerja Indonesia. (2) Penggunaan TKA hanya
dalam Hubungan Kerja (sponsorship), jabatan tertentu, waktu
tertentu, dengan mempertimbangkan kondisi pasar kerja dalam
negeri). (3) Penyederhanaan prosedur tanpa menghilangkan prinsip
selektif untuk memenuhi jabatan dengan kompetensi khusus dan
dalam rangka perluasan kesempatan kerja, dan (4) TKI pendamping
merupakan kunci proses alih pengetahuan dan keahlian bagi TKI.
Pemerintah Indonesia mewajibkan percepatan kemampuan
Sumber Daya Manusia (SDM) berupa alih teknologi dan alih keahlian
bagi setiap pemberi kerja Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia
kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pendamping melalui
pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan. Kewajiban ini diperkuat
dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 20 Tahun 2018
tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing, sebagaimana diatur dalam
Pasal 26 hingga Pasal 29, serta tertuang lebih teknis dalam Pasal 29
hingga Pasal 31 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 10 Tahun
2018 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Berdasarkan acuan dari peraturan tersebut maka perlu dilakukan
kajian mengenai efektivitas dari pendampingan TKI terhadap TKA di
Indonesia.
Page | 2
Kewajiban program alih teknologi dan alih keahlian merupakan
sebuah program yang sangat berguna bagi peningkatan SDM, namun
program ini belum dapat mengukur sejauh mana TKI Pendamping
TKA tersebut mengalami transisi program alih teknologi dan alih
keahlian. Seolah hanya untuk memenuhi persyaratan administrasi
sebagaimana yang diwajibkan oleh peraturan dari Kementerian maka
kepatuhan dari Pemberi Kerja TKA pun menilai bahwa tidak ada
sanksi apapun terkait program alih teknologi dan alih keahlian ini.
Dalam rangka mengukur efektivitas maka perlu disiapkan peralatan
yang memadai guna mencapai hasil yang dikehendaki. Kekosongan
inilah yang akhirnya menimbulkan tidak efektifnya peran TKI
Pendamping bagi TKA di Indonesia.
B. Pokok Permasalahan
Pokok permasalahan dalam Kajian Efektivitas Pendampingan
TKA di Indonesia ini adalah:
1. Bagaimana efektivitas pelaksanaan pendampingan TKA?
2. Apakah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas
pelaksanaan pendampingan TKA?
C. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dari kegiatan Kajian Efektivitas
Pendampingan TKA di Indonesia ini adalah:
1. Mengetahui efektivitas pelaksanaan pendampingan TKA .
2. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas
pelaksanaan pendampingan TKA.
D. Sasaran
Sasaran kegiatan Kajian Efektivitas Pendampingan TKA di
Indonesia adalah:
1. Dapat diketahui bagaimana cara untuk merumuskan formulasi
mengukur efektivitas program alih teknologi dan alih keahlian
Page | 3
melalui adanya data Penggunaan TKA dari Perusahaan Pengguna
TKA;
2. Pembagian masalah dari data yang diambil dari lapangan akan
dapat diketahui kenapa selama ini program tersebut tidak efektif;
3. Menemukan formulasi dalam bentuk baru untuk mengukur sejauh
mana efektivitas program alih teknologi dan alih keahlian bagi
Kementerian Ketenagakerjaan dalam rangka membantu
tugasnya.
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam kajian ini adalah:
1. Lokasi kajian hanya meliputi 12 provinsi yaitu Sulawesi Utara,
Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Kepulauan Riau, Jawa
Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, DI Yogyakarta,
Banten, Bangka Belitung, dan Bali;
2. Sektor kajian dalam kajian ini dibatasi hanya pada sektor Industri.
Page | 4
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
Page | 5
Asing, harus tetap memperhatikan tenaga kerja dalam negeri.
Setidaknya terdapat tiga isu tenaga kerja di Indonesia yang menjadi
pertimbangan kehadiran TKA di Indonesia, yaitu mengenai kualitas,
kuantitas, dan persebaran. Ditinjau dari segi mutu tenaga kerjanya,
TKA dinilai mempunyai keunggulan kompetitif jika dibandingkan
dengan tenaga kerja lokal. Keunggulan kompetitif yang dimaksud di
sini bukan hanya keunggulan dalam hal penguasaan teknologi, akan
tetapi juga attitude, etos kerja, dan profesionalitas. Hal ini tentu positif
bagi tenaga kerja lokal karena di tengah kemajuan dunia yang sangat
pesat sekarang ini tenaga kerja dituntut lebih menguasai teknologi.
Dengan adanya masalah seperti ini membuat bangsa Indonesia pada
satu sisi masih belum dapat memenuhi sendiri kebutuhan tenaga
kerja yang menguasai teknologi, padahal ditinjau dari segi kuantitas,
Indonesia mempunyai banyak tenaga kerja yang berkualitas.
Hadirnya TKA di negara Indonesia akan berdampak bagi
pendapatan nasional dan pendapatan asli daerah (selanjutnya
disebut PAD). Sampai saat ini terlihat jelas dengan belum banyak
daerah yang memiliki Peraturan Daerah tentang Retribusi
Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (selanjutnya
disebut dengan Perda Retribusi Perpanjangan IMTA) sebagai dasar
hukum dalam pemungutan retribusi perpanjangan terhadap IMTA.
Perkembangan teknologi di segala bidang kehidupan, baik meliputi
bidang transportasi, informasi, dan ekonomi, mengakibatkan batas-
batas negara semakin menipis dan aktifitas orang masuk dalam dan
keluar wilayah negara Indonesia akan semakin besar dan semakin
sulit untuk dibendung.
Konsekuensi dari masuknya TKA ke Indonesia dari sisi
keimigrasian adalah meningkatnya ancaman kejahatan internasional.
Oleh karena itu, pengawasan terhadap orang asing berlainan dengan
adanya MEA juga perlu lebih ditingkatkan. Hal ini sejalan dengan
meningkatnya kejahatan internasional dan tindak pidana
transnasional, diantaranya perdagangan orang, penyelundupan
manusia, dan tindak pidana lainnya yang berkaitan narkotika.
Kejahatan ini banyak dilakukan oleh sindikat kejahatan internasional
Page | 6
yang terorganisasi dan profesional. Pengawasan terhadap Orang
Asing tidak cukup hanya dilakukan pada saat mereka masuk saja,
tetapi juga selama mereka berada di Wilayah Negara Republik
Indonesia, termasuk kegiatan dan tingkah lakunya. Pengawasan
Keimigrasian mencakup penegakan hukum di bidang Keimigrasian,
baik yang bersifat administratif maupun tindak pidana Keimigrasian
pada umumnya.
Page | 7
Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA),
Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan
Perluasan Kesempatan Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan,
kenaikan jumlah TKA cenderung stabil dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2017, jumlah IMTA yang diterbitkan sebanyak 125.006 izin.
Page | 8
Tabel 2. 1. Jumlah TKA Berdasarkan Negara Asal
Page | 9
adalah sektor perdagangan dan jasa, yaitu sebanyak 75.987 orang
(60,30 %).
Tabel 2. 3. TKA Berdasarkan Sektor
Page | 10
prosedur perizinan TKA yang disederhanakan yang masih sejalan
dengan amanat Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020. Prosedur
perizinan yang disederhanakan sebagai berikut:
(1) Rekomendasi dari Kementerian/Lembaga (K/L) terkait
dihilangkan, diatur dalam Kepmen terkait persyaratan dan
pelarangan,
(2) Waktu pelayanan dipersingkat yaitu RPTKA dan Notifikasi (6 hari
menjadi 4 hari) serta VITAS dan ITAS (14 hari menjadi 2 hari),
(3) Sistem pengurusan antara instansi terintegrasi dan secara online,
(4) Perusahaan dapat mendatangkan TKA terlebih dahulu untuk
pekerjaan darurat, namun jangka waktu pengurusan perizinan
paling lama 2 hari setelah kedatangan TKA,
(5) Anggota direksi dan komisaris sebagai pemegang saham tidak
diwajibkan memiliki RPTKA, namun yang bukan pemegang
saham tetap diwajibkan memiliki RPTKA,
(6) Perpanjangan RPTKA dihilangkan, RPTKA diberikan sesuai
kontrak kerja,
(7) Pemberi kerja wajib memfasilitasi pendidikan dan pelatihan
bahasa Indonesia,
(8) Pengesahan penggunaan TKA berupa RPTKA dan Notifikasi,
(9) Sektor tertentu dalam jabatan yang sama diperbolehkan rangkap
jabatan, dan
(10) TKA yang bekerja di Indonesia harus memiliki visa kerja sebelum
masuk Indonesia (diselesaikan di luar negeri).
Page | 11
pengecualian untuk jabatan tertentu yang memungkinkan untuk tidak
menunjuk pendamping.
Selain mengadakan diklat, dalam permohonan IMTA pemberi
kerja TKA diharuskan membayar kompensasi atas penggunaan
tenaga kerja asing yaitu Dana Kompensasi Penggunaan Tenaga
Kerja Asing (DKP-TKA). Sedangkan untuk perpanjangan IMTA di
provinsi, kabupaten/kota, pemberi kerja TKA diharuskan membayar
retribusi perpanjangan IMTA yang besarnya tarif ditetapkan dengan
peraturan daerah. Kewajiban membayar DKP-TKA dan retribusi
perpanjangan IMTA dimaksudkan dalam rangka menunjang upaya
peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia dan atau
kegiatan pengembangan keahlian dan keterampilan tenaga kerja
lokal.
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
mengatur bahwa pemberi kerja wajib membayar kompensasi atas
setiap tenaga kerja asing yang dipekerjakannya, kewajiban
membayar kompensasi dimaksudkan dalam rangka menunjang
upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia. Pada
Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 menyatakan bahwa
penerimaan retribusi perpanjangan IMTA digunakan untuk mendanai
penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan
hukum, penatausahaan, biaya dampak negatif dari perpanjangan
IMTA, dan kegiatan pengembangan keahlian dan keterampilan
tenaga kerja lokal. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah DKP-
TKA dan Retribusi perpanjangan IMTA dapat dimanfaatkan oleh
pemberi kerja TKA yang mempunyai kewajiban untuk memberikan
pendidikan/pelatihan kepada TKI pendamping? Memang dalam UU
No. 13 Tahun 2003 maupun Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun
2012 tidak disebutkan bahwa dana dimaksud dapat digunakan untuk
pendidikan/pelatihan TKI pendamping, tetapi dana dimaksud adalah
untuk menunjang upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia
Indonesia dan kegiatan pengembangan keahlian dan keterampilan
tenaga kerja lokal. Untuk memberikan fasilitas kemudahan yang sama
sebagaimana kepada pemberi kerja yang tidak diwajibkan untuk
Page | 12
melatih TKI pendamping perlu dicarikan solusinya. Misalnya, bagi
pemberi kerja yang tidak diwajibkan untuk melaksanakan
pendidikan/pelatihan kepada TKI pendamping dikenakan tarif DKP-
TKA dua kali lipat dari tarif sebelumnya.
Bahwa tenaga kerja TKI pendamping tidak secara otomatis
menggantikan atau menduduki jabatan TKA yang didampinginya.
Pendampingan lebih dititik beratkan pada alih teknologi dan alih
keahlian agar tenaga kerja pendamping tersebut dapat memiliki
kemampuan sehingga pada waktunya diharapkan dapat mengganti
TKA yang didampinginya. Pelaksanaan alih teknologi dan alih
keahlian dari tenaga kerja asing kepada tenaga kerja Indonesia
sebagai pendamping TKA sebagaimana diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan, harus memenuhi beberapa kriteria,
yaitu:
1. Penunjukan tenaga kerja Indonesia sebagai Tenaga Kerja
Pendamping dilaksanakan untuk alih teknologi dan alih keahlian.
Alih teknologi adalah pengalihan kemampuan memanfaatkan
dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi antar lembaga,
badan, atau orang, baik yang berada dilingkungan dalam negeri
maupun yang berasal dari luar negeri ke dalam negeri dan
sebaliknya. Sedangkan keahlian adalah suatu kemampuan
melakukan sesuatu terhadap sebuah peran. Keahlian merupakan
kemampuan yang bisa dipindahkan dari satu orang ke orang yang
lainnya. Misalkan bagi seorang pilot mekanika gerakan miring,
memutar, dan juga menukik merupakan sebuah keahlian. Cara
terbaik untuk mengajarkan sebuah keahlian ialah dengan
memecahkan suatu keahlian tersebut menjadi beberapa langkah.
Kemudian disusun kembali oleh masing-masing individu, dan
untuk mengetahui keahlian dengan pasti ialah dengan praktik.
Page | 13
Pendidikan adalah suatu proses pengembangan kemampuan
ke arah yang diinginkan, sedangkan pelatihan (training)
merupakan bagian dari suatu proses pendidikan yang tujuannya
untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan khusus
seseorang atau sekelompok orang. Program pendidikan/
pelatihan disusun berdasarkan standar kompetensi, standar
kompetensi merupakan ukuran kemampuan minimal yang
mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus
dicapai, diketahui, dan mahir dilakukan oleh seseorang pada
setiap tingkatan kompetensi.
Page | 14
bahwa LSP bersangkutan telah memenuhi syarat untuk
melakukan kegiatan sertifikasi profesi.
Page | 15
5. Ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi diatur
dengan Keputusan Menteri.
Kementerian ketenagakerjaan telah menerbitkan keputusan
yang mengatur tentang jabatan dan standar kompetensi melalui
penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
(SKKNI) di berbagai sektor dan lapangan usaha. SKKNI disusun
berdasarkan syarat jabatan yang diuraikan menjadi unit-unit
kompetensi yang harus dikuasai untuk dapat melaksanakan
jabatan/pekerjaan, namun belum seluruh jabatan telah ditetapkan
SKKNInya. Terkait dengan jabatan yang diduduki oleh TKA,
selayaknya pemberi kerja TKA mengambil inisiatif untuk
menyusun SKKNI dimaksud. Tersedianya SKKNI untuk jabatan
yang diduduki TKI akan sangat bermanfaat bagi lembaga
pendidikan/pelatihan untuk menyusun program pendidikan atau
program pelatihan dalam upaya peningkatan kualitas
sumberdaya manusia Indonesia dan atau kegiatan
pengembangan keahlian dan keterampilan tenaga kerja lokal.
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia atau yang
disingkat dengan SKKNI merupakan acuan yang menjadi standar
dalam hubungannya dengan kemampuan kerja yang meliputi
aspek keterampilan, pengetahuan dan sikap kerja yang sesuai
dengan pelaksanaan tugasnya serta sesuai dengan persyaratan
dari pekerjaan yang sudah ditetapkan dimana semua standar
atau ketentuan dalam SKKNI sesuai dengan ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan kata lain,
SKKNI merupakan standar kompetensi tenaga kerja yang berlaku
secara nasional di Indonesia dan merupakan standar kompetensi
bersifat lintas perusahaan.
Sementara, Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)
merupakan acuan di dalam pengemasan SKKNI ke tingkat atau
jenjang kualifikasi. KKNI sendiri merupakan kerangka jenjang
kualifikasi dari kompetensi yang mampu menyandingkan, melakukan
penyetaraan serta mengintegrasikan bidang pendidikan, bidang
pelatihan kerja dan pengalaman kerja, sebagai pengakuan
Page | 16
kompetensi kerja yang sesuai dengan struktur pekerjaan dalam
berbagai sektor. Dengan mengacu terhadap Peraturan Pemerintah
Nomor 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional,
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia terdiri dari sembilan jenjang
kualifikasi yang meliputi jenjang kualifikasi Sertifikat ke I hingga
dengan jenjang kualifikasi Sertifikat ke-9. Pedoman penerapan KKNI
dimaksud diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor 21 Tahun 2014.
D. Kajian Terdahulu
Dalam proses terjadinya transfer ilmu pengetahuan dan teknologi,
membutuhkan beberapa tahap transfer. Menurut Szulanski (1996)
terdapat empat proses transfer pengetahuan yaitu tahap inisiasi,
tahap implementasi, tahap rump-up, dan tahap integrasi.
Page | 17
Salah satu contoh riil keberhasilan alih pengetahuan, keahlian
dan teknologi pada kegiatan pendampingan TKA di Yogyakarta terjadi
melalui hubungan informal yang dibangun diluar jam kerja dan
hubungan kerja (Rahmatika & Annazah, 2020). Sejalan dengan
penelitian lainnya menyebutkan bahwa salah satu faktor penting
memudahkan terjadinya alih pengetahuan adalah hubungan antara
seorang narasumber dan seorang penerima (Argote, 1999; dikutip Ko,
Kirsch, & King, 2005).
Mengalihkan pengetahuan memerlukan interaksi yang
berulangkali antar orang yang terlibat (Nonaka, 1994; Ko, Kirsch, &
King, 2005). Kesuksesan interaksi bergantung pada kualitas
hubungan (Ko, Kirsch, & King, Antecedents of Knowledge Transfer
from Consultations to Clients, 2005). Keeratan/Keakraban psikologi
yang berhasil dibangun dengan baik sejak awal perkenalan hingga
proses pendampingan selesai, akan memudahkan penyampaian
arti/pesan secara utuh serta memahami setiap pengajaran ilmu yang
diberikan selama pendampingan. Kekakuan hubungan (arduous
relationship) didefinisikan sebagai hubungan yang sulit secara
emosional dan hubungan yang jauh antara unit sumber dengan unit
penerima dan akan mengurangi keefektifan alih pengetahuan
(Szulanski, 1996; Ko, Kirsch, & King, 2005). Seringkali perbedaan
budaya yang kental dibawa oleh TKA dari masing-masing negaranya
memberikan sekat yang jauh dengan TK Pendamping seperti
perbedaan pola pikir yang berujung pada kesalahpahaman arti yang
ditangkap dalam komunikasi diantara mereka. Alih pengetahuan
terjadi ketika bagaimana kemampuan kontributor mengalihkan
pengetahuan yang diperlukan kepada adapter untuk mempelajarinya
serta menggunakan pengetahuan tersebut. Dalam kegiatan
pendampingan pertukaran informasi tidak hanya dilakukan dari TKA
saja tetapi TK pendamping juga turut serta dan wajib melakukan alih
pengetahuan kepada TKA yang didampinginya seperti
memperkenalkan budaya dan kondisi geografis Indonesia (khususnya
di provinsi Yogyakarta dalam konteks penelitian Rahmatika &
Annazah, 2020), dan lain sebagainya. Sehingga timbal balik dan
Page | 18
kerjasama yang baik dari TKA maupun TK Pendamping harus
dilakukan bersama-sama demi membangun ikatan emosional yang
erat/akrab dan harmonis (Rahmatika & Annazah, 2020).
Kegiatan informal rutin yang dibangun diluar jam kerja terbukti
efektif memudahkan pertukaran informasi yang sejalan hingga tidak
terjadi kesalahan penafsiran (error in interpretation) dan
miscommunication karena berusaha saling memahami (Almaida &
Warsono, 2007). Hal tersebut sejalan dengan temuan penelitian
sebelumnya bahwa Kerjasama yang bersahabat (Faraj & Sproull,
2000) dan rasa saling percaya (Bosch-Sijtsema & Postma, 2009)
dapat membantu meningkatkan komunikasi dan pemahaman
pengetahuan mereka, yang dapat memfasilitasi proses implementasi
proyek dan meningkatkan keberhasilannya.
Kajian dan penelitian terdahulu yang mendalam mengenai
kegiatan pendampingan TKA oleh TKI Pendamping dalam rangka alih
pengetahuan terbilang masih sangat minim dan terbatas di Indonesia.
Kajian yang ada lebih banyak membahas mengenai analisa
penggunaan TKA dari segi hukum, sementara implementasi riil yang
telah dilakukan oleh banyak perusahaan pengguna TKA dalam
pelaksanaan kegiatan pendampingan TKA belum banyak dikaji
secara mendalam. Hal tersebut terjadi disebabkan oleh persepsi
umum perusahaan yang menganggap bahwa pelaksanaan kegiatan
pendampingan TKA hanya sebatas formalitas untuk memenuhi
persyaratan administrasi dan tidak berkekuatan hukum yang jelas
dalam proses monitoring dan pengawasannya (Setiawan et al., 2019;
Bayu et al., 2018; Rahmatika & Annazah, 2020).
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Setiawan dkk (2019),
memperlihatkan realitas dari implementasi peraturan terkait dengan
program pendampingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
implementasi dari transfer/alih teknologi belum secara optimal
dilakukan. Penegakan dan pengawasan yang sangat lemah dari
instansi pengampu kebijakan mengenai perizinan TKA juga ditengarai
menjadi penyebab tidak efektifnya pelaksanaan kegiatan
pendampingan TKA pada perusahaan pengguna TKA di Indonesia.
Page | 19
Keberhasilan alih pengetahuan dalam kegiatan pendampingan TKA
tersebut akhirnya tidak menjadi prioritas bagi setiap perusahaan
pengguna TKA.
Dalam penelitian (Rahmatika & Annazah, 2020) menemukan
bahwa peraturan dan pedoman pemerintah yang mengatur mengenai
tata cara dan prosedur baku/teknis pelaksanaan kegiatan
pendampingan TKA oleh TKI Pendamping saat ini masih belum
lengkap dan jelas untuk diterapkan oleh perusahaan pengguna TKA.
Sehingga mengakibatkan kebingungan dan perbedaan perspektif
diantara perusahaan dalam melakukan kegiatan pendampingan
tersebut meskipun dalam satu bidang usaha yang sama hingga
bahkan akhirnya kegiatan pendampingan menjadi tidak dilakukan
sama sekali setelah perizinan didapatkan. Mayoritas perusahaan
tidak memiliki SOP mengenai kegiatan pendampingan TKA oleh
tenaga kerja pendamping dan banyak perusahaan yang mendapati
sulitnya teknis pelaksanaan transfer ilmu pengetahuan antara TKA
dengan tenaga kerja pendamping hingga selesai dan sukses.
Penelitian terkait dengan penerapan transfer pengetahuan dan
teknologi dari tenaga kerja asing ke tenaga kerja pendamping di
Indonesia pernah juga dilakukan sebelumnya oleh Prasetyo (2011),
menyatakan bahwa alasan penggunaan tenaga kerja asing di PT
Philips Industries Batam adalah menerapkan teknologi yang diperoleh
untuk operasional perusahaan dalam upaya meningkatkan kualitas
hasil produksi, yaitu mengalihkan teknologi dan ilmu pengetahuan dari
tenaga kerja asing ke tenaga kerja pendamping. Penelitian yang
dilakukan oleh Solechan (2018) bertujuan untuk mengetahui
kebijakan alih pengetahuan peraturan perundang-undangan tentang
ketenagakerjaan telah menjamin terlaksananya alih pengetahuan
dalam rangka perlindungan TKI. Metode penelitian dalam penelitian
ini adalah penelitian hukum (legal research), yaitu dengan
menggunakan data penelitian kepustakaan (library research),
menggunakan pendekatan peraturan perundang undangan (statutory
approach). Hasil penelitian menunjukan bahwa alih pengetahuan
telah diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Page | 20
Namun pengaturannya tersebut masih sangat bersifat umum dan
sektoral. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Thalib (2018)
menunjukkan bahwa regulasi alih teknologi dan keahlian telah diatur
dalam Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang
Penggunaan Tenaga Kerja Asing, serta Peraturan Menteri No. 10
Tahun 2018 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing
namun belum optimalnya implementasi peraturan tersebut dari segi
pengawasan instansi terkait.
Page | 21
Page | 22
BAB III
METODE KAJIAN
2. Waktu
Kajian dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan dimulai
sejak Oktober 2020 hingga Desember 2020. Adapun jadwal
pelaksanaan kajian ditampilkan dalam Tabel 4.
Bulan ke-
No Rincian
1 2 3
1 Penyusunan proposal kajian
2 Penyusunan kuesioner
3 Pengumpulan data primer
3. Tempat Kajian
Kajian ini dilakukan di beberapa provinsi yang memiliki jumlah
TKA cukup signifikan, diantaranya Provinsi Maluku Utara, Banten,
dan Jawa Barat.
Page | 23
B. Cara Pengambilan Data
Pengumpulan data dalam kajian ini menggunakan dua metode.
Metode pertama adalah pengumpulan data primer, dan yang kedua
adalah pengumpulan data sekunder.
1. Data Primer
Dalam proses pengumpulan data utama suatu riset, beberapa
metode yang dapat digunakan, yaitu (Sekaran, 2000) dalam Zuhdi
(2006):
a. Interview/ Focus Group Discussion
Merupakan salah satu cara mengumpulkan informasi
mengenai objek kajian dari responden. Interview dapat
berupa structured atau unstructured. Interview dapat
dilakukan dengan cara tatap muka, menggunakan telepon
atau online.
b. Kuesioner
Sebuah kuesioner terdiri dari sekumpulan pertanyaan
yang disajikan kepada responden untuk dijawab. Karena
fleksibilitasnya, kuesioner merupakan instrumen yang paling
sering dipakai dalam pengumpulan data utama.
c. Observational Surveys
Metode ini dapat digunakan untuk memperoleh data
apabila tanpa perlu memberikan pertanyaan kepada
responden. Metode ini umumnya dilakukan dalam kajian
tentang objek yang sedang beraktivitas dalam lingkungannya.
Page | 24
- Apakah responden bersedia dan dapat memberikan data
yang ditanyakan?
- Apakah pertanyaan tersebut cukup jelas dan mencakup
aspek yang ingin diketahui?
Kuesioner terdiri atas jawaban-jawaban skala likert yang
mewakili pengetahuan responden terkait efektivitas pelaksanaan
pendampingan TKA. Skala pengukuran yang digunakan dalam
kajian ini adalah skala Likert. Skala Likert merupakan teknik self
report bagi pengukuran sikap dimana subjek diminta untuk
mengindikasikan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan mereka
terhadap masing-masing pernyataan. Skala likert adalah salah
satu teknik pengukuran sikap yang paling sering digunakan dalam
riset pemasaran. Dalam pembuatan skala likert, periset membuat
beberapa pernyataan yang berhubungan dengan suatu isu atau
objek, lalu subjek atau responden diminta untuk mengindikasikan
tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan mereka terhadap masing-
masing pernyataan.
Pengumpulan data primer dalam kajian ini dilakukan dengan
dua cara. Cara pertama adalah dengan Focus Group Discussion
(FGD). FGD dilakukan dengan melibatkan perwakilan
perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing, dan Dinas
yang membidangi ketenagakerjaan di daerah (level Provinsi dan
Kab/Kota) yang menjadi lokasi kajian, serta Imigrasi. Cara kedua
adalah dengan menggunakan bantuan kuesioner. Kuesioner
diberikan bagi perwakilan perusahaan dan tenaga kerja
pendamping. Kuesioner bagi perwakilan perusahaan
dikumpulkan pada saat FGD. Kuesioner bagi tenaga kerja
pendamping dikumpulkan secara online ke beberapa perusahaan
yang mempekerjakan TKA. Data perusahaan yang
mempekerjakan TKA diperoleh dari Pusat Pengendalian
Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) Kemnaker.
Page | 25
2. Data Sekunder
Selain data primer, kajian ini juga akan menggunakan
sumber-sumber sekunder yang berasal dari jurnal-jurnal ilmiah
serta data-data lainnya, baik yang bersumber dari internal
Kementerian Ketenagakerjaan maupun sumber-sumber lainnya.
Data sekunder digunakan untuk mendukung argumen-argumen
kajian sesuai isu yang diangkat.
Dimana:
r = angka korelasi
N = jumlah responden
Page | 26
Xij = skor pernyataan j dan responden i
Yi = skor total pernyataan
Semakin tinggi nilai validitas, menunjukkan bahwa kuesioner
semakin tepat mengenai sasaran yang diinginkan dan konsisten
dengan tujuan penyebaran kuesioner. Langkah-langkah
pengambilan keputusan dalam uji validitas suatu variabel
pertanyaan suatu kuesioner, yaitu sebagai berikut:
a. Menentukan nilai r tabel
Dari tabel r product moment pearson dengan nilai
df=jumlah data-2. Jumlah data yang diuji sebanyak 30, nilai df
(derajat kebebasan) = 30 – 2 = 28. Dengan tingkat signifikan
5 persen, maka diperoleh nilai r tabel sebesar 0,361 dan taraf
signifikan 1 persen yaitu sebesar 0,463.
b. Mencari r hasil
Nilai r hasil untuk setiap variabel dapat dilihat pada hasil
perhitungan korelasi product moment pearson dari hasil
perhitungan SPSS.
c. Mengambil keputusan
- Jika rhasil positif, serta rhasil > rtabel, maka variabel tersebut
tidak valid.
- Jika rhasil positif, serta rhasil < rtabel, maka variabel tersebut
tidak valid.
- Jika rhasil negatif, serta rhasil < rtabel, maka variabel tersebut
tidak valid.
- Jika rhasil negatif, serta rhasil > rtabel, maka variabel tersebut
tidak valid.
Page | 27
Apabila pengujian validitas pada semua pertanyaan ini
memberikan hasil yang valid, maka kuesioner sudah layak untuk
disebarkan. Tetapi apabila terdapat pertanyaan yang tidak valid,
kemungkinan pertanyaan tersebut kurang baik penyusunan kata-
katanya atau kalimatnya, sehingga menimbulkan penafsiran yang
berbeda. Hal ini dapat diperbaiki dengan mengganti susunan
kalimat tersebut dengan susunan yang lebih baik agar tidak terjadi
penafsiran yang berbeda (Singarimbun & Effendi, 1989).
2. Uji Reliabilitas
Tahap ini bertujuan untuk mengetahui keandalan alat ukur
yang digunakan dalam kajian. Bila kondisi berubah maka alat ukur
yang andal akan tetap berperilaku yang sama, yaitu memberikan
hasil yang sama.
Metode yang digunakan untuk mengukur keandalan alat ukur
ini yaitu metode Cronbach. Koefisien Cronbach ini didasarkan
pada konsistensi internal dari suatu alat ukur, yaitu rata-rata
korelasi item-item yang membentuk sebuah alat ukur.
Diasumsikan bahwa item-item pembentuk alat ukur yang diuji
berkorelasi satu sama lain karena item-item tersebut mengukur
entitas yang sama (Marija J. Norusis, 1993).
Uji Cronbach menghasilkan satu nilai α untuk setiap variabel
laten. Berikut ini adalah rumus Cronbach:
Dimana:
α = koefisien keandalan alat ukur
r = koefisien rata-rata korelasi antar variabel
k = Jumlah variabel manifes
Page | 28
a. kurang dari 0,2 : hubungan yang sangat kecil dan bisa
diabaikan.
b. 0,20 - < 0,40 : hubungan yang kecil (tidak erat).
c. 0,40 - < 0,70 : hubungan cukup erat.
d. 0,70 - < 0,90 : hubungan yang erat (reliabel).
e. 0,90 - < 1,00 : hubungan sangat erat (sangat reliabel).
f. 1,00 : hubungan yang sempurna.
Page | 29
Tabel 3. 2. Kriteria Efektivitas Pendampingan TKA
2 Skill 35
3 Knowledge 20
4 Attitude 50
Total Skor 150
Skor Aktual = (Total Skor / Skor Maksimum) x 100%
Page | 30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Page | 31
Berdasarkan sektor usaha, responden terbanyak berasal dari
sektor industri yaitu sebanyak 43,75 persen, diikuti sektor jasa 38,28
persen, sektor pendidikan 9,38 persen, sektor jasa pendidikan swasta
dan yayasan sosial masing-masing 1,56 persen, dan sektor lainnya
masing-masing 0,78 persen.
Page | 32
Sumber: data primer (diolah)
Grafik 4. 3. Perusahaan Berdasarkan Status Permodalan
Page | 33
Perusahaan yang ingin menggunakan TKA dalam
perusahaannya memiliki kewajiban untuk menunjuk pekerja
Indonesia sebagai pendamping yang memiliki keahlian dan latar
belakang pendidikan yang sesuai dengan jabatan yang akan
diberikan kepada TKA. Secara normatif, melalui kegiatan
pendampingan, alih teknologi dapat terjadi apabila tenaga
pendamping dapat mempelajari, menguasai bahkan mampu
mengembangkan teknologi yang lebih mutakhir dengan mendasarkan
pada teknologi atau investasi sebelumnya. Dengan kata lain,
pendidikan pendamping menjadi penting dalam proses alih teknologi.
Dari pengumpulan data terlihat sebagian besar pendamping TKA
mempunyai pendidikan pada perguruan tinggi. Sebagian besar
adalah Sarjana sebesar 48,44 persen dan pendidikan diploma
sebesar 9,38 persen, bahkan terdapat 13,28 persen berpendidikan
S2. Sedangkan pendamping yang berpendidikan SMA dan SMK
sederajat sekitar 24 persen. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa
para pendamping mempunyai pendidikan yang memadai untuk
memperoleh pengetahuan baru TKA.
Page | 34
B. Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Validitas
Tabel 4.1 Menunjukkan hasil uji validitas masing-masing item
pertanyaan. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah item
pertanyaan yang digunakan dapat menjelaskan dengan benar
variable yang hendak diukur. Uji validitas dilakukan dengan
membandingkan nilai r hitung dan r tabel. Selain dengan
membandingkan nilai r hitung dan r tabel, untuk mengetahui valid
tidaknya sebuah pertanyaan dapat dilakukan dengan
membandingkan signifikansi r hitung (p-value) dengan tingkat
kesalahan (alpha) yang digunakan. Kajian ini akan menggunakan
nilai alpha 5 persen. Item pertanyaan dikatakan valid jika nilai p-
value lebih kecil dari 5 persen dan sebaliknya, tidak valid jika nilai
p value lebih besar dari 5 persen.
Page | 35
Indikator Pertanyaan Nilai r Signifikansi Status
Page | 36
valid karena memiliki nilai signifikansi lebih besar dari 5 persen.
Item pertanyaan itu adalah item pertanyaan nomor 4. Selanjutnya
indikator attitude juga memiliki satu item pertanyaan yang tidak
valid. Item pertanyaan tersebut adalah item pertanyaan nomor 8.
Secara keseluruhan terdapat tiga item pertanyaan dalam
kuesioner yang tidak valid. Ketiga item yang tidak valid ini
selanjutnya akan didrop dan dikeluarkan dalam analisis
selanjutnya.
2. Hasil reliabilitas
Langkah selanjutnya setelah uji validitas adalah dengan
melakukan uji reliabilitas. Uji reliabilitas dilakukan untuk
mengetahui apakah kuesioner yang kita susun reliabel atau
handal untuk mengumpulkan informasi yang sebenarnya di
lapangan. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika
jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau
stabil dari waktu ke waktu.
,806 30
Sumber: Data primer (diolah)
Page | 37
kuesioner dalam kajian ini dapat dipercaya dan diandalkan dalam
mengukur variabel yang ada dalam kajian ini.
Page | 38
selama proses pendampingan tidak akan berjalan dengan baik jika
antara TKA dan tenaga pendamping kesulitan dalam berkomunikasi.
Dari hasil penghitungan komunikasi masuk dalam kategori kurang
efektif, hasil tersebut dapat diartikan masih terdapat kendala dalam
cara berkomunikasi antara TKA dan tenaga kerja pendamping.
Kedepannya, kemudahan dalam cara berkomunikasi antara TKA dan
tenaga pendamping perlu untuk diperhatikan dan ditingkatkan agar
tujuan dari pendampingan dapat tercapai. Indikator knowledge juga
dinilai kurang efektif. Knowledge disini terkait dengan pengetahuan
dan kemampuan dari TKA dan tenaga kerja pendamping. Perbedaan
dari sisi pengetahuan yang terlalu jauh kemungkinan besar juga akan
sangat berdampak terhadap efektivitas pendampingan itu sendiri.
Kurang efektif dalam kategori ini belum tentu tidak terjadi peningkatan
kemampuan sama sekali dari sisi tenaga kerja pendamping.
Kemungkinan ada peningkatan pengetahuan namun masih belum
signifikan peningkatannya. Sehingga, untuk selanjutnya perlu
diperhatikan lebih lagi indikator ini agar proses pendampingan dan
tujuan dari pendampingan ini dapat berjalan lebih baik.
Secara keseluruhan, proses pendampingan TKA yang selama ini
berjalan dapat dikatakan tidak efektif. Ketidakefektifan tersebut
disebabkan karena indikator-indikator yang dipakai untuk menilainya
memang kurang efektif dan bahkan belum efektif. Perbedaan dalam
pengusahaan bahasa, kesulitan dalam berkomunikasi, perbedaan
skill dan pengetahuan yang terlampau jauh serta perbedaan attitude
antara TKA dan tenaga kerja pendamping disinyalir menjadi beberapa
penyebab tidak efektifnya proses pendampingan. Kemungkinan lain
yang mungkin terjadi adalah waktu interaksi antara TKA dan tenaga
kerja pendampingan yang tidak banyak selama proses
pendampingan, atau bahkan malah tidak pernah ada waktu untuk
berinteraksi antara TKA dan pengantar kerja selama proses
pendampingan berjalan tidak efektif. Ketidakefektifan ini juga
disebabkan karena berjalannya proses pendampingan hanya sebagai
pemenuhan syarat administrasi.
Page | 39
Tabel 4. 3. Hasil Pengukuran Efektivitas Pendampingan TKA
D. Pembahasan
Perkembangan globalisasi mendorong terjadinya pergerakan
aliran modal dan investasi ke berbagai penjuru dunia, terjadi pula
migrasi penduduk atau pergerakan tenaga kerja antar negara.
Pergerakan tenaga kerja tersebut berlangsung karena investasi yang
dilakukan di negara lain pada umumnya membutuhkan pengawasan
secara langsung oleh pemilik/investor. Sejalan dengan itu, demi
menjaga kelangsungan usaha dan investasinya. Untuk menghindari
terjadinya permasalahan hukum serta penggunaan tenaga kerja asing
yang berlebihan, maka pemerintah harus cermat menentukan policy/
kebijakan yang akan diambil guna menjaga keseimbangan antara
Tenaga Kerja Asing (TKA) dengan tenaga kerja dalam negeri.
Ditinjau dari segi mutu tenaga kerjanya, TKA dinilai mempunyai
keunggulan kompetitif jika dibandingkan dengan tenaga kerja lokal
dari Indonesia. Keunggulan kompetitif yang dimaksud di sini adalah
keunggulan dalam hal penguasaan teknologi. Padahal di tengah
kemajuan dunia yang sangat pesat sekarang ini tenaga kerja dituntut
lebih menguasai teknologi. Dengan adanya masalah seperti ini
membuat bangsa Indonesia terkadang masih belum dapat memenuhi
Page | 40
sendiri kebutuhan tenaga kerja yang menguasai teknologi, padahal
ditinjau dari segi kuantitas, Indonesia mempunyai banyak tenaga kerja
yang berkualitas.
Perkembangan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia dari tahun
ke tahun terus mengalami peningkatan seiring dengan banyaknya
permintaan perusahaan pengguna TKA kepada pemerintah dengan
alasan: (1) Kualitas tenaga Kerja yang lebih baik; (2) Peningkatan
daya kompetitif perusahaan; (3) Peningkatan daya jual produk; dan
(4) Peningkatan modal usaha perusahaan.
Pemberian izin penggunaan TKA di Indonesia berkaitan dengan
kepentingan politik, sosial, ekonomi dan keamanan di negara
Indonesia. Oleh karena itu, hal ini mutlak memerlukan kewaspadaan
dari pemerintah, tanpa adanya kewaspadaan dari pemerintah akan
menimbulkan kerugian pada negara. Untuk itu setiap TKA yang
hendak bekerja di Indonesia harus memenuhi persyaratan perizinan
sesuai prosedur dan ketentuan yang telah disiapkan.
Selain mengadakan pembatasan, pemerintah juga mengadakan
pengawasan terhadap penggunaan TKA. Pelaksanaan pengawasan
dilaksanakan dengan menerapkan peraturan perundang-undangan
mengenai perburuhan. Disamping itu, untuk menunjang pelaksanaan
pengawasan tersebut, maka perusahaan yang mempekerjakan TKA
harus memberikan laporan yang benar dan jelas tentang jumlah TKA
yang ada dan kegiatan-kegiatan mereka secara teratur kepada Dinas
membidangi ketenagakerjaan dimana perusahaan itu berada.
Tujuan utama pengawasan adalah untuk memastikan; (1)
Peraturan perundang-undangan yang berlaku dipatuhi di tempat kerja
dengan tujuan mencapai pekerjaan dan kondisi kerja yang layak; (2)
Pengusaha dan pekerja mendapatkan informasi dan panduan
mengenai bagaimana mematuhi persyaratan-persyaratan hukum; (3)
perusahaan mengadopsi tindakan tindakan untuk memastikan praktik
dan lingkungan di tempat kerja tidak menempatkan pekerja mereka
dalam risiko-risiko yang terkait dengan keamanan dan kesehatan; dan
(4) informasi umpan balik dan pembelajaran dari praktik-praktik yang
digunakan sebagai cara untuk mengembangkan peraturan dalam
Page | 41
memperbaiki lingkup perlindungan hukum, dengan serta
mempertimbangkan risiko-risiko baru yang terkait dengan masalah
sosial, fisik dan psikologis.
Perizinan terkait TKA menjadi suatu hal yang penting mengingat
legalitas merupakan hulu dari semua permasalahan TKA.
Sinkronisasi data TKA antara Dinas yang membidangi
ketenagakerjaan dengan Imigrasi memang cenderung ada
perbedaan. Mengingat Dinas yang membidangi ketenagakerjaan
melihat dari izin tinggal sedangkan Migrasi menghitung dari TKA yang
masuk (pintu masuk). Perlu peningkatan implementasi antara
pelaksanaan tugas di lapangan antara pusat dan daerah. Jika ada
razia migrasi di lapangan, semestinya migrasi melapor ke Dinas yang
membidangi ketenagakerjaan. Pemberian perizinan selalu
dipermudah agar dapat mempercepat investasi. Migrasi masih
menerapkan kebijakan perizinan satu pintu. Pemerintah daerah tidak
akan pernah mampu mengontrol berapa TKA yang masuk setiap
harinya karena semua pengurusan dilakukan di pusat, sehingga perlu
dikoordinasikan ke daerah untuk kedepannya.
Dari sisi kejahatan kriminal, penyelundupan di pelabuhan-
pelabuhan sangat rentan terjadi karena beberapa pelabuhan yang
dimiliki perusahaan swasta. Hal ini kedepannya perlu dilakukan
pengawasan. Proses perdagangan orang di Indonesia tidak menutup
kemungkinan menimpa TKA yang ada di Indonesia. Keberadaan
orang asing di Indonesia bisa berlama-lama bahkan sampai overstay
biasanya disebabkan oleh tingkat toleran yang tinggi. Dari sisi imigrasi
menegaskan bahwa hanya penanam modal yang bisa dialih statuskan
dan bukan TKA secara keseluruhan.
Terkait penjagaan pintu-pintu masuk negara, Imigrasi
menegaskan bahwa jalur yang rawan masuknya orang asing ilegal
adalah jalur laut. Khusus di Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi saat
ini sudah ada tim penanganan orang asing dengan menyertakan
semua elemen, seperti dari Polda, Kodim, hingga Polsek dan Koramil.
Semua disahkan dalam bentuk surat keputusan (SK) oleh gubernur
pada tingkatan provinsi dan bupati/walikota pada tingkatan
Page | 42
kabupaten/kota. Persoalan sumber daya manusia menjadi
permasalahan umum termasuk Imigrasi karena tidak mungkin untuk
menempatkan petugas pada seluruh pintu masuk.
Pengawas ketenagakerjaan umumnya terkendala terkait data
yang tidak bisa diakses dengan mudah. Data dikelola oleh sistem
dinas yang membidangi ketenagakerjaan di tingkat provinsi. Tingkat
koordinasi antar instansi masih lemah. Data yang terdata hanya
bekerja satu tahun atau lebih, sedangkan untuk yang bekerja dibawah
satu tahun tidak terdata. Permasalahannya ada di anggaran, ketika
ingin melibatkan instansi lain, namun anggaran yang tersedia tidak
memadai. Pengawas Ketenagakerjaan menyampaikan jumlah yang
timpang antara jumlah perusahaan dengan jumlah pengawas. Jumlah
pengawas sangat kurang jika dibandingkan dengan jumlah
perusahaan. Selain itu perlindungan terhadap pengawas
ketenagakerjaan dirasakan kurang.
Dari sisi pendampingan TKA, umumnya terdapat kebingungan
dari perusahaan karena hingga saat ini belum ada pedoman khusus
yang mengatur teknis pendampingan. Pemberi kerja umumnya
mengakui bahwa pendampingan TKA yang selama ini dilaksanakan
hanya sebatas pemenuhan administrasi. Terlebih, kondisi yang
berbeda di beberapa sektor usaha tidak memungkinkan untuk
pelaksanaan teknis pendampingan yang seragam. Beberapa hal yang
menjadi perhatian pemberi kerja terkait pelaksanaan teknis
pendampingan diantaranya:
1. Dasar penunjukan tenaga kerja pendamping
Sebagian perusahaan menerapkan dengan sistem seleksi
tenaga kerja pendamping secara mandiri. Beberapa indikator
yang jadi bahan pertimbangan penunjukan tersebut diantaranya
tingkat pendidikan dan pengalaman kerja. Sebagai contoh, pada
perusahaan yang bergerak di bidang R&D harus punya dasar
pendidikan dan kemampuan analisis yang kuat. Secara umur,
umumnya pendamping yang ditunjuk berumur 25-32 tahun
dengan pengalaman minimal 5 tahun.
Page | 43
2. Teknis pendampingan
Meskipun telah diamanatkan dalam peraturan bahwa
pendampingan dapat dilakukan melalui on the job maupun off the
job training, namun teknis yang harus dilakukan dianggap
perusahaan masih membingungkan. Pada metode off the job
training misalnya, pengajar pada pendidikan dan pelatihan bisa
dimungkinkan bukan TKA yang bersangkutan. Hal ini wajar
karena selain membutuhkan waktu khusus untuk mengajar,
banyak TKA yang tidak memiliki skill untuk memberikan materi di
depan kelas. Konsekuensinya, perusahaan menunjuk pihak luar
atau pekerja lain untuk memberikan pengajaran. Dengan
demikian, aspek transfer ilmu dari TKA kepada tenaga kerja
pendamping tidak terjadi. Beberapa hal yang hendaknya diatur
dalam teknis pendampingan adalah:
a. Cara pendampingan on the job training dilakukan dengan
interaksi langsung antara tenaga kerja pendamping dengan
TKA perlu mendapatkan porsi yang besar karena metode ini
memungkinkan transfer pengetahuan yang efektif.
b. Proses alih keahlian dapat dilakukan dengan cara diskusi,
proses penyelesaian masalah secara bersama, instruksi
pekerjaan, ataupun praktik langsung
c. Perusahaan sebaiknya memberikan akses sarana prasarana
yang sama dengan TKA kepada tenaga kerja pendamping
selama proses pendampingan.
d. Fasilitasi perusahaan pada kegiatan pendukung yang
bertujuan untuk meningkatkan hubungan antar personal (TKA
dan tenaga kerja pendamping) dalam proses pendampingan
seperti orientasi atau pembekalan serta kegiatan lainnya.
e. Untuk memastikan target pendampingan tercapai, maka perlu
dilakukan uji kompetensi terhadap tenaga kerja pendamping
f. Uji kompetensi dilakukan maksimal satu bulan sebelum
dilakukan laporan penggunaan TKA.
Page | 44
3. Standar keberhasilan pendampingan
Standar keberhasilan pendampingan saat ini belum tersedia.
Beberapa perusahaan berinisiatif untuk menyusun secara mandiri
key performance index (KPI). KPI tersebut disusun secara
spesifik berdasarkan sektor perusahaan. Sebagai contoh, untuk
jasa pendidikan, KPI yang digunakan adalah penilaian siswa dan
capaian nilai siswa per semester.
4. Reward bagi tenaga kerja pendamping
Meskipun bagi perusahaan tidak kesulitan untuk mencari
tenaga kerja pendamping, akan tetapi proses pendampingan
yang relatif panjang juga akan menyita waktu untuk berkembang
baik secara pendapatan maupun karir. Secara internal,
perusahaan tidak dapat menjanjikan sesuatu untuk tenaga kerja
pendamping pada masa depan.
E. Analisis
Seiring dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 11 Tahun
2020 Tentang Cipta Kerja yang menghapus sebagian pasal pada
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
terdapat beberapa ketentuan yang diubah oleh peraturan baru
tersebut meskipun secara prinsip tidak berubah. Jika melihat ke
belakang, ketentuan mengenai tenaga kerja asing di Indonesia diatur
tersendiri dalam suatu perundang-undangan tersendiri seperti di
dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan
Tenaga Kerja Asing (TKA), yang selanjutnya merupakan bagian dari
kompilasi dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003. Ketentuan
mengenai penggunaan TKA dimuat pada Bab VIII Pasal 42 sampai
dengan pasal 49.
Sejauh ini Indonesia masih memerlukan investor asing, demikian
juga dengan pengaruh globalisasi peradaban dimana Indonesia
sebagai negara peserta WTO, Indonesia harus membuka
kesempatan masuknya TKA. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu
adanya kelengkapan peraturan yang mengatur persyaratan tenaga
kerja asing, serta pengamanan penggunaan tenaga kerja asing.
Page | 45
Peraturan tersebut harus mengatur aspek dan bentuk peraturan
dengan tujuan agar penggunaan TKA dapat dilakukan secara selektif
dengan tetap memprioritaskan tenaga kerja Indonesia.
Tenaga ahli yang didatangkan dari luar negeri oleh perusahaan/
pemerintah hendaknya benar-benar tenaga ahli yang terampil,
sehingga dapat membantu proses pembangunan ekonomi dan
teknologi di Indonesia. Untuk itu proses alih teknologinya kepada
tenaga kerja Indonesia baik dalam jalur manajerial maupun
profesionalnya harus mendapat pengawasan yang ketat, dengan
memberikan sertifikasi kepada tenaga ahli tersebut. Untuk perekrutan
TKA haruslah sangat spesifik, yakni jika pekerjaan tersebut bisa
dilakukan oleh tenaga ahli dalam negeri kenapa harus dikerjakan oleh
orang asing.
Permenaker No. 35 Tahun 2015 menetapkan bahwa perusahaan
yang mempekerjakan 1 (satu) orang TKA harus dapat menyerap
sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang tenaga kerja lokal pada
perusahaan yang sama. Memang ada pengecualian atas rasio ini jika
TKA tersebut akan dipekerjakan untuk posisi tertentu, untuk pekerjaan
yang sifatnya darurat dan mendesak, untuk pekerjaan yang sifatnya
sementara, dan/atau untuk usaha jasa impresariat. Pasal 3
Permenaker Nomor 16 Tahun 2015 ini dihapuskan oleh Permenaker
Nomor 35 Tahun 2015. Penghapusan pasal ini artinya menghapuskan
aturan mengenai rasio jumlah TKA dengan tenaga kerja lokal.
Penghapusan tersebut dikhawatirkan menghilangkan kesempatan
terjadinya alih pengetahuan dan alih teknologi dari TKA ke tenaga
kerja lokal. Meskipun dalam Pasal 65 Permenaker Nomor 16 Tahun
2015 disebutkan bahwa perusahaan pemberi kerja dapat
menugaskan TKA untuk melakukan alih teknologi dan keahlian di
lembaga pendidikan dan pelatihan, namun bisa jadi hal ini tidak
dilaksanakan jika tidak diwajibkan secara jelas dalam peraturan
perundang-undangan. Di sisi yang lain, penghapusan rasio ini
memberikan kemudahan bagi perusahaan yang berbisnis di
Indonesia untuk mempekerjakan TKA secara lebih murah karena
Page | 46
tidak perlu mempekerjakan lebih banyak tenaga kerja lokal dan tidak
adanya kewajiban melakukan pelatihan pada tenaga kerja lokal.
Penempatan TKA dilakukan setelah pengajuan rencana
penggunaan tenaga kerja disetujui dan telah diterbitkan Izin
Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). IMTA merupakan dasar
untuk pengajuan penerbitan visa, pemberian dan perpanjangan izin
tinggal terbatas (ITAS), alih status izin tinggal kunjungan menjadi
ITAS, alih status ITAS menjadi izin tinggal tetap (ITAP), dan
perpanjangan ITAP. Pemberian dan perpanjangan izin tinggal
terbatas (ITAS) dikeluarkan izinnya oleh Ditjen Imigrasi Departemen
Hukum dan HAM. Instansi yang berwenang untuk melakukan
pengawasan atas perusahaan dan tenaga kerja yang dipekerjakan
sebagai TKA adalah Kementerian Ketenagakerjaan, sedangkan
pengawasan tenaga kerja asing sebagai orang asing merupakan
kewenangan Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
Perpres Nomor 10 Tahun 2018 mengamanatkan bahwa pemberi
kerja TKA wajib menunjuk tenaga kerja Indonesia sebagai Tenaga
Kerja Pendamping dan melaksanakan pendidikan dan pelatihan
sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA. Pendidikan
dan pelatihan dimaksud dapat dilaksanakan di dalam dan/atau di luar
negeri, pelaksanaan pendidikan dan pelatihan di dalam negeri
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Permenaker Nomor 16 Tahun 2015 disebutkan bahwa pemberi
kerja TKA dapat menugaskan TKA untuk melakukan alih teknologi
dan keahlian di lembaga pendidikan dan pelatihan sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati. Melalui Permenaker Nomor 10
Tahun 2018 diamanatkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai
pendampingan TKI dalam rangka alih teknologi dan keahlian diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal (Kep. Dirjen).
Pedoman pendampingan TKA yang berlaku sampai saat ini adalah
Keputusan Dirjen tentang Pedoman Pendampingan TKA yang
diterbitkan pada tahun 2013.
Untuk menindaklanjuti Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja, pasal 49 yang mengamanatkan bahwa ketentuan
Page | 47
lebih lanjut mengenai pendampingan TKA dalam rangka alih teknologi
dan keahlian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Meskipun telah diterbitkan Permenaker Nomor 10 Tahun 2018
tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Penyempurnaan
Peraturan Menteri dimaksud difokuskan pada hal-hal sebagai berikut:
1. Norma yang dipakai sebagai acuan.
Norma adalah ketentuan yang dipakai sebagai pedoman
dalam pelaksanaan alih teknologi/keahlian. Ketentuan yang
ditetapkan dalam Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan
Peraturan Presiden, yang mengatur pendampingan merupakan
acuan utama dalam penyusunan Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan.
2. Standar yang digunakan.
Standar adalah acuan yang dipakai sebagai patokan dalam
pelaksanaan alih teknologi/keahlian. Standar jabatan dan
kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA merupakan acuan
sebagai tolok ukur dalam pelaksanaan alih teknologi dan alih
keahlian. Oleh karena itu, tersedianya standar jabatan dan
kualifikasi jabatan TKA perlu diatur dalam penyusunan pedoman
pendampingan. Pengisian uraian jabatan TKA pada pengajuan
RPTKA hendaknya tidak hanya memuat uraian singkat jabatan,
tetapi lebih rinci ke dalam uraian jabatan TKA atau standar
jabatan yang diacu oleh pemberi kerja TKA. Demikian halnya,
kualifikasi jabatan TKA diselaraskan dengan KKNI untuk dapat
menentukan calon TKI yang akan ditunjuk sebagai pendamping.
3. Prosedur
Prosedur adalah metode atau tata cara untuk pelaksanaan
alih teknologi/ keahlian. Prosedur dimaksud meliputi prosedur
rekrutmen/seleksi, penyusunan program alih teknologi/keahlian,
pelaksanaan alih teknologi/ keahlian, uji kompetensi dan
sertifikasi TKI pendamping. Pelaksanaan alih teknologi/keahlian
dapat dilakukan melalui pendidikan atau pelatihan yang
dilaksanakan di dalam atau di luar negeri. Agar program pelatihan
yang akan dilaksanakan dapat memenuhi kualifikasi dan syarat
Page | 48
jabatan, maka penyusunan program pelatihan harus mengacu
pada standar jabatan yang diduduki TKA.
4. Kriteria.
Kriteria adalah ukuran yang dipergunakan menjadi dasar
pelaksanaan alih teknologi/keahlian. Kriteria tercapainya tujuan
pendampingan diukur dengan adanya peningkatan keahlian TKI
pendamping yang setara dengan keahlian TKA yang
didampinginya. Ukuran yang dapat digunakan adalah
dilaksanakannya norma, standar, dan prosedur yang telah
ditetapkan, serta sertifikat kompetensi yang diperoleh oleh TKI
pendamping. Sertifikasi Kompetensi Kerja adalah proses
pemberian sertifikat kompetensi yang dilakukan secara sistematis
dan objektif melalui uji kompetensi sesuai Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia, Standar Internasional dan/atau Standar
Khusus. Sertifikat Kompetensi Kerja adalah bukti tertulis yang
diterbitkan oleh lembaga sertifikasi profesi (LSP) terakreditasi
yang menerangkan bahwa seseorang telah menguasai
kompetensi kerja tertentu sesuai dengan SKKNI.
Page | 49
Page | 50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.
Berdasarkan hasil analisis kuantitatif yang diambil berdasarkan
kuesioner instansi dan perusahaan, diperoleh simpulan:
1. Pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 mengamanatkan
mengenai pendampingan TKA dalam rangka alih teknologi dan
alih keterampilan, namun dalam pelaksanaannya selama ini
pendampingan TKA di Indonesia belum berjalan secara efektif.
Hal-hal yang perlu menjadi perhatian terkait dengan
ketidakefektifan pendampingan ini antara lain:
a. belum adanya evaluasi yang menyeluruh terhadap manfaat
yang diperoleh oleh Pendamping TKA purna pendampingan;
b. belum adanya evaluasi yang menyeluruh terhadap manfaat
yang diperoleh oleh Perusahaan penyelenggara
pendampingan TKA purna pendampingan.
2. Pelaksanaan pendampingan TKA selama ini dilaksanakan hanya
untuk memenuhi persyaratan administrasi sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan, dan bukan/belum
dilaksanakan dalam rangka substansial untuk peningkatan
kemampuan tenaga kerja pendamping TKA. Hal ini karena proses
pendampingan terhambat oleh tidak tersedianya pedoman
pendampingan yang jelas. Pedoman ini dianggap penting untuk
menentukan prosedur penunjukan tenaga kerja pendamping,
pelaksanaan, hingga penentuan keberhasilan pendampingan.
B. Rekomendasi.
1. Pelaksanaan evaluasi terhadap kemanfaatan pelaksanaan
pendampingan TKA yang diperoleh oleh Pendamping dan TKA
dan Perusahaan penyelenggara pendampingan TKA, yang akan
dapat mendorong peningkatan produktivitas tenaga kerja dan
perusahaan.
Page | 51
2. Penyusunan/penyempurnaan pedoman pendampingan (yang
sudah ada) agar menjadi lebih jelas, terarah, dan implementatif,
yang meliputi persyaratan, proses perekrutan, pelaksanaan,
penentuan keberhasilan, reward bagi tenaga kerja pendamping,
serta evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pendampingan.
3. Untuk Mendukung pelaksanaan pendampingan TKA agar berjalan
dengan efektif serta mendukung amanat Undang-undang Nomor
11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, maka perlu diterbitkan
Peraturan Menteri yang mengatur tentang jabatan dan standar
kompetensi TKA sebagai pedoman dalam pendampingan
penggunaan TKA.
Page | 52
DAFTAR PUSTAKA
Page | 53
Indonesia (Analisa Perpres No. 20 TahuN 2018). Skripsi STIKI
Indonesia.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi,.1989. Metode Penelitian Survei,
Jakarta: LP3ES.
Norusis, Marija J. 1993. SPSS for Windows Professional Statistics
Release 6,0 . Chicago: Marketing Department SPSS Inc.
Guilford, Benyamin. 1978. Fundamental Statistics in psychology and
Education Mcgraw-Hill Kogasukha Ltd, Tokyo.
Zuhdi, M.2006. Modernization of Indonesian Islamic schools’ curricula,
1945–2003 International journal of inclusive education.
Bayu, S., Latifa, A., Hidayati, I., & Oktafiani, I. (2018). Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia Melalui Skema Transfer / Alih Teknologi :
Batam dan Karimun. Seminar Nasional AAKI (Asosiasi Analis
Kebijakan Indonesia) “Kebijakan Berkualitas Untuk Indonesia
Maju,” August 2020, 32–42.
Rahmatika, N., & Annazah, N. S. (2020). Alih Pengetahuan Dan
Teknologi Melalui Kegiatan Pendampingan Tenaga Kerja Asing
(Studi Kasus di Yogyakarta). Jurnal Ketenagakerjaan, 15(1), 1–
15.
Walmsley, T. L., & Winters, L. A. (2005). Relaxing the Restrictions on the
Temporary Movement of Natural Persons: A Simulation Analysis.
Journal of Economic Integration.
https://doi.org/10.11130/jei.2005.20.4.688.
Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan. In Lembar RI Nomor 39 Tahun 2003.
Jakarta: Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. (2007). Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal. In Lembar Negara RI Tahun 2007
No.67. Jakarta: Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. (2012). Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi RI Nomor 40 Tahun 2012 Tentang Jabatan-Jabatan
Yang Dilarang Diduduki Tenaga Kerja Asing. Jakarta:
Kementerian Tenaga Kerja Dan Transmigrasi.
Page | 54
Republik Indonesia. (2018). Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI
Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga
Kerja Asing. Jakarta: Kementerian Ketenagakerjaan.
Republik Indonesia. (2018). Peraturan Presiden RI Nomor 20 Tahun
2018 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. In Lembar
Negara RI Tahun 2018 Nomor 39. Jakarta: Sekretariat Kabinet
RI.
Republik Indonesia. (2019). Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI
Nomor 228 Tahun 2019. Jakarta: Kementerian Ketengakerjaan.
Page | 55
Page | 56
LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Pendamping
Page | 57
Lampiran 1 Kuesioner Pendamping (Lanjutan)
Page | 58
Lampiran 1 Kuesioner Pendamping (Lanjutan)
Page | 59
Lampiran 1 Kuesioner Pendamping (Lanjutan)
Page | 60
Lampiran 1 Kuesioner Pendamping (Lanjutan)
Page | 61
Lampiran 2 Output SPSS Validitas Indikator Komunikasi
Kom Pearson 1 - -.157 -.334** -.074 .289** -.490** .116 .250** .133
1 Correlation .269**
Sig. (2-tailed) .002 .076 .000 .406 .001 .000 .192 .004 .134
N 128 128 128 128 128 128 128 128 128 128
Kom Pearson -.269** 1 .477** .405** .329** .005 .390** .290** .152 .548**
2 Correlation
Sig. (2-tailed) .002 .000 .000 .000 .957 .000 .001 .088 .000
N 128 128 128 128 128 128 128 128 128 128
Kom Pearson -.157 .477** 1 .639** .673** .136 .294** .354** .248** .724**
3 Correlation
Sig. (2-tailed) .076 .000 .000 .000 .127 .001 .000 .005 .000
N 128 128 128 128 128 128 128 128 128 128
Kom Pearson .334** .405** .639** 1 .565** .049 .296** .286** .189* .596**
4 Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .586 .001 .001 .032 .000
N 128 128 128 128 128 128 128 128 128 128
Kom Pearson -.074 .329** .673** .565** 1 .329** .107 .352** .271** .704**
5 Correlation
Sig. (2-tailed) .406 .000 .000 .000 .000 .231 .000 .002 .000
N 128 128 128 128 128 128 128 128 128 128
Kom Pearson .289** .005 .136 .049 .329** 1 -.178* .191* .157 .441**
6 Correlation
Sig. (2-tailed) .001 .957 .127 .586 .000 .044 .030 .076 .000
N 128 128 128 128 128 128 128 128 128 128
Page | 62
Kom Kom Kom Kom Kom Kom Kom Kom
Kom1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kom
Kom Pearson -.490** .390** .294** .296** .107 -.178* 1 .048 -.061 .289**
7 Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .001 .001 .231 .044 .589 .492 .001
N 128 128 128 128 128 128 128 128 128 128
Kom Pearson .116 .290** .354** .286** .352** .191* .048 1 .529** .691**
8 Correlation
Sig. (2-tailed) .192 .001 .000 .001 .000 .030 .589 .000 .000
N 128 128 128 128 128 128 128 128 128 128
Kom Pearson .250** .152 .248** .189* .271** .157 -.061 .529** 1 .614**
9 Correlation
Sig. (2-tailed) .004 .088 .005 .032 .002 .076 .492 .000 .000
N 128 128 128 128 128 128 128 128 128 128
Kom Pearson .133 .548** .724** .596** .704** .441** .289** .691** .614** 1
Correlation
Sig. (2-tailed) .134 .000 .000 .000 .000 .000 .001 .000 .000
N 128 128 128 128 128 128 128 128 128 128
Page | 63
Lampiran 3 Output SPSS Validitas Indikator Skill
Page | 64
Skill1 Skill2 Skill3 Skill4 Skill5 Skill6 Skill7 Skill
Page | 65
Lampiran 4 Output SPSS Validitas Indikator Knowledge
Page | 66
Lampiran 5 Output SPSS Validitas Indikator Attitude
Page | 67
Lampiran 6 Output SPSS Reliabilitas
N %
Excludeda 0 .0
Reliability Statistics
,806 30
Page | 68