Anda di halaman 1dari 346

MODUL

PELATIHAN DASAR CALON PNS


WHOLE OF GOVERNMENT

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA


NATIONALINSTITUTE of PUBLIC
ADMINISTRA
TION
MODUL
PELATIHAN DASAR CALON PNS
WHOLE OF GOVERNMENT

Yogi Suwarno, SIP, MA, Ph.D


Tri Atmojo Sejati, ST., SH

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA


Hak Cipta © Pada : Lembaga Administrasi Negara
Edisi Revisi Februari Tahun 2017

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia


Jl. Veteran No. 10 Jakarta 10110
Telp. (62 21) 3868201, Fax. (62 21) 3800188
“WHOLE OF GOVERNMENT”
Modul Pelatihan Dasar Calon PNS

TIM PENGARAH SUBSTANSI:


1. Dr. Adi Suryanto, M.Si
2. Dr. Muhammad Idris, M.Si

TIM PENULIS MODUL:


1. Yogi Suwarno, SIP, MA, Ph.D
2. Tri Atmojo Sejati, ST., SH

Cover: Yeyen Sukrilah, S.Pd

Jakarta-LAN-2017 iv + 55
hlm : 16.5 x 21.59
ISBN :

Kata Pengantar

Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara


mengamanatkan Instansi Pemerintah Untuk wajib memberikan
Pendidikan dan Pelatihan terintegrasi bagi Calon Pegawai Negeri
Sipil (CPNS) selama satu (satu) tahun masa percobaan. Tujuan dari
Pelatihan terintegrasi ini adalah untuk membangun integritas
moral, kejujuran, semangat dan motivasi nasionalisme dan
kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan
bertanggungjawab, dan memperkuat profesionalisme serta
kompetensi bidang. Dengan demikian UU ASN mengedepankan
penguatan nilai-nilai dan pembangunan karakter dalam mencetak
PNS.

Lembaga Administrasi Negara menterjemahkan amanat


UndangUndang tersebut dalam bentuk Pedoman
Penyelenggaraan Pelatihan yang tertuang dalam Peraturan Kepala
Lembaga Administrasi Negara Nomor 21 Tahun 2016 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Dasar Calon PNS Golongan
III dan Nomor 22 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelatihan Dasar Calon PNS Golongan I dan II. Pelatihan ini
memadukan pembelajaran klasikal dan non-klasikal di tempat

Pelatihan serta di tempat kerja, yang memungkinkan peserta


mampu untuk menginternalisasi, menerapkan, dan
mengaktualisasikan, serta membuatnya menjadi kebiasaan
(habituasi), dan merasakan manfaatnya, sehingga terpatri dalam
dirinya sebagai karakter PNS yang professional.
Demi terjaganya kualitas keluaran Pelatihan dan kesinambungan
Pelatihan di masa depan serta dalam rangka penetapan standar
kualitas Pelatihan, maka Lembaga Administrasi Negara berinisiatif
menyusun Modul Pelatihan Dasar Calon PNS ini.

Atas nama Lembaga Administrasi Negara, kami mengucapkan


penghargaan yang setinggi-tingginya kepada tim penyusun yang
telah bekerja keras menyusun Modul ini. Begitu pula halnya
dengan instansi dan narasumber yang telah memberikan review
dan masukan, kami ucapkan terimakasih.

Kami sangat menyadari bahwa Modul ini jauh dari sempurna.


Dengan segala kekurangan yang ada pada Modul ini, kami mohon
kesediaan pembaca untuk dapat memberikan masukan yang
konstruktif guna penyempurnaan selanjutnya, semoga modul ini
dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Jakarta, Februari 2017


Kepala Lembaga Administrasi Negara

ttd

Dr. Adi Suryanto, M.Si


Daftar Isi

Bab I Pendahuluan ............................................................ 1


A. Latar Belakang ......................................................... 1
B. Deskripsi Singkat ..................................................... 3
C. Hail Belajar ...............................................................
4
D. Indikator Hasil Belajar .............................................. 4
E. Materi Pokok ........................................................... 5
F. Waktu ....................................................................... 5
Bab II Konsep WoG ........................................................... 6
A. Mengenal Whole-of-Government (WoG) ................ 6
B. Pengertian WoG ...................................................... 8
C. Mengapa WoG? .......................................................
10
D. Bagaimana WoG dilakukan? ...................................
13
E. Diskusi ......................................................................
17
Bab III Penerapan WoG dalam Pelayanan yang
terintegrasi .........................................................................
18

A. Pendahuluan ............................................................
18
B. Praktek WoG ............................................................
20
1. Penguatan koordinasi antar
lembaga ................. 20
2. Membentuk lembaga koordinasi
khusus ............ 21
3. Membentuk gugus
tugas..................................... 21
4. Koalisi
social ....................................................... 21
C. Tantangan dalam Praktek WoG ..............................
23

i
ii Whole of Government

1. Kapasitas SDM dan institusi ............................... 23


2. Nilai dan budaya organisasi ................................ 23
3. Kepemimpinan .................................................... 24
D. Praktek WoG dalam Pelayanan Publik ......................
24
E. Diskusi ........................................................................
29
Bab IV Best Practices Penerapan WoG di Berbagai
Negara .................................................................................
30
A. Prasyarat Best Practices ............................................
30
1. Budaya dan
Filosopi ................................................ 30
2. Cara Kerja yang
Baru .............................................. 31
3. Akuntabilitas dan
Insentif ........................................ 31
4. Cara baru Pengembangan Kebijakan,
Mendesain
Program dan Pelayanan ....................................... 31
B. Best Pactices WoG ....................................................
32
C. E-government .............................................................
35
D. Diskusi ........................................................................
37
Bab V Implementasi WoG dalam Perspektif Kebijakan di
Indonesia ............................................................................
38
A. Hakekat Dasar Pelayanan Publik ..............................
38
B. WOG dalam Lingkup Penyelenggaraan Negara .......
39
C. WoG dalam Lingkup Penyelenggaraan Pemerintahan
Negara ........................................................................ 40
D. WoG dalam Lingkup Hubungan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah serta antar Daerah ....................... 41
Whole of Government iii

E. Pegawai ASN dan Pelayanan Publik .........................


41
F. WoG dalam Pelayanan Publik di lingkup Administrasi
Pemerintahan ............................................................. 43
G. Asas-Asas terkait dengan Implementasi WoG ..........
44
H. Dasar Kebijakan Pelayanan Publik ...........................
46
I. WoG dalam Lingkup Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah ........................................................................ 51
1. Asas Penyelenggaraan
Pelayanan ....................... 52
2. Manajemen Pelayanan
Publik .............................. 53 3. Kewajiban
Pemda untuk Membuat Informasi

Pelayanan Publik dan Maklumat Pelayanan


Publik ..................................................................... 54
4. Penyederhaan Jenis & Prosedur Pelayanan Publik
serta Pembentukan Unit Pelayanan Terpadu Satu

Pintu (UPTD) ......................................................... 55


5. Pengaduan ............................................................
56
6. Evaluasi Pelayanan Publik ....................................
56
7. Partisipasi Masyarakat dalam Pelayanan Publik ..
57
J. Diskusi ...................................................................... 58

Daftar Pustaka ................................................................


59

A. Daftar Buku .............................................................. 59


B. Daftar Peraturan Perundang-Undangan ................. 60
MODUL DIKLAT
WHOLE OF GOVERNMENT (WoG)

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan
sebuah frame dan cara pandang seluruh elemen bangsa
dalam memahami kesatuan dan persatuan bangsa di
segala aspek, termasuk aspek pemerintahan. Cara
pandang ini diperlukan karena tidak terlepas dari
karakteristik keberagaman Indonesia yang ada.

Keberagaman Indonesia dalam konteks suku bangsa,


agama, nilai dan keyakinan menjadi khazanah
kebhinnekaan yang mempunyai dua sisi mata pedang
yang berbeda satu sama lain. Sebagai sebuah bentuk
kekayaan, maka kondisi majemuk bangsa merupakan
sebuah realitas yang bisa menghadirkan potensi-potensi
pendorong adanya pertumbuhan dan kerjasama. Namun
di sisi lain, keberagaman juga menjadi ancaman ketika
primordialisme dan ego sektor menguat dan saling

„mengalahkan‟.
Pun di tubuh pemerintahan, keberagaman juga menjadi
warna sektor yang relatif berbeda satu sama lain.
Perbedaan antar sektor secara alami mendorong adanya
perbedaan visi dan orientasi masing-masing sektor yang

2 Whole of Government

pada akhirnya mendorong adanya kompetisi atau


persaingan antar sektor yang menajam. Satu sektor
memandang sektor lain tidak lebih penting dari
seeektornya sendiri, demikian pula sebaliknya.

Mentalitas sempit yang lebih mementingkan sektornya


masing-masing ini bisa terus menguat manakala perekat
antar sektor melemah atau tidak ada. Aparatur Sipil
Negara (ASN) sebagai aparatur penyelenggara negara
sudah seharusnya menjadi motor penggerak persatuan
dan kesatuan serta menjadi contoh bagi warga bangsa
dalam mencapainya, bukan sebaliknya menjadi contoh
buruk dalam mendorong disintegrasi bangsa dan
fragmentasi sektor.

Di luar itu, beberapa hal terkait penyelenggaraan


pemerintahan pun masih menjadi pertanyaan mendasar,
seperti mengapa satu isu atau masalah dapat diatasi oleh
kebijakan atau institusi tertentu, akan tapi isu atau
masalah lain memerlukan upaya lebih dari sekedar
jawaban kebijakan atau penanganan institusi.

Modul ini dimaksudkan untuk memberikan fondasi dan


nilai fundamental kepada ASN mengenai pentingnya
merumuskan tujuan bersama, menyiapkan upaya-upaya
bersama (kolaborasi lintas sektor) dalam mencapai
tujuan umum serta menciptakan perekat kebangsaan
yang kuat.
Whole of Government 3

B. Deskripsi Singkat

Mata Pelatihan ini membekali peserta dengan


pengetahuan tentang sistem pengelolaan pemerintahan
yang terintegrasi dalam penyelenggaraan pemberian
pelayanan melalui pembelajaran konsep whole of
government (WoG), penerapan WoG, best practices
penerapan WoG dalam pemberian pelayanan yang
terintegrasi di berbagai negara, dan implementasi WoG
dalam perspektif kebijakan di Indonesia.

Dalam ilustrasi berikut menjelaskan bagaimana strategi


penanaman pemahaman mengenai WoG dalam modul
ini sebagai berikut:

4 Whole of Government

WoG dalam modul ini dipahami dalam konteks ruang


lingkup nasional, kelompok, komunitas, dan sektor
kebijakan, juga dalam konteks instrumen, serta
bagaimana penataan institusionalnya.

C. Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata Pelatihan ini, peserta diharapkan
mampu mengaktualisasikan konsep, penerapan WoG
dalam pemberian pelayanan yang terintegrasi, best
practices penerapan WoG di berbagai negara, dan
implementasi WoG dalam perspektif kebijakan di
Indonesia

D. Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan


dapat:

1) Memahami konsep WoG;


2) Memahami penerapan WoG di berbagai negara dalam
pemberian pelayanan yang terintegrasi;

3) Memahami best practices penerapan WoG di berbagai


negara; dan

4) Memahami implementasi WoG dalam perspektif


kebijakan di Indonesia.

Whole of Government 5

E. Materi Pokok

Materi pokok dalam Pelatihan ini terdiri atas:


1) Konsep WoG;
2) Penerapan WoG dalam pemberian pelayanan yang
terintegrasi;

3) Best practices penerapan WoG di berbagai negara;


dan
4) Implementasi WoG dalam perspektif kebijakan di
Indonesia.

F. Waktu

Alokasi waktu: 6 sesi (18 JP).


Bab II Konsep WoG

Setelah mengikuti bab ini, peserta diharapkan


memiliki wawasan, perspektif dan pemahaman terkait
konsep WoG secara utuh

A. Mengenal Whole-of-Government (WoG)

WoG adalah sebuah pendekatan penyelenggaraan


pemerintahan yang menyatukan upaya-upaya kolaboratif
pemerintahan dari keseluruhan sektor dalam ruang
lingkup koordinasi yang lebih luas guna mencapai
tujuantujuan pembangunan kebijakan, manajemen
program dan pelayanan publik. Oleh karenanya WoG
juga dikenal sebagai pendekatan interagency, yaitu
pendekatan yang melibatkan sejumlah kelembagaan
yang terkait dengan urusan-urusan yang relevan.

Pendekatan WoG ini sudah dikenal dan lama


berkembang terutama di negara-negara Anglo-Saxon
seperti Inggris, Australia dan Selandia Baru. Di Inggris,
misalnya, ide WoG dalam mengintegrasikan sektorsektor
ke dalam satu cara pandang dan sistem sudah dimulai
sejak pemerintahan Partai Buruhnya Tony Blair pada
tahun 1990-an dengan gerakan modernisasi program
pemerintahan, dikenal dengan istilah „joined-up

1
2 Whole of Government

government‟ (Bissessar, 2009; Christensen & L\a egreid,


2006). Di Australia, WoG dimotori oleh Australian Public
Service (APS) dalam laporannya berjudul Connecting

Government: Whole of Government Responses to


Australia's Priority Challenges pada tahun 2015. Namun
demikian WoG bukanlah sesuatu yang baru di Australia.
Fokus pendekatan pada kebijakan. pembangunan dan
pemberian layanan publik. Sementara di Selandia Baru
WoG juga dikembangkan melalui antara lain integrasi
akunting pemerintahan, pengadaan barang dan jasa,
ICT, serta sektor-sektor lainnya.

Pendekatan WoG di beberapa negara ini dipandang


sebagai bagian dari respon terhadap ilusi paradigma
New Public Management (NPM) yang banyak
menekankan aspek efisiensi dan cenderung mendorong
ego sektoral dibandingkan perspektif integrasi sektor.
Pada dasarnya pendekatan WoG mencoba menjawab
pertanyaan klasik mengenai koordinasi yang sulit terjadi
di antara sektor atau kelembagaan sebagai akibat dari
adanya fragmentasi sektor maupun eskalasi regulasi di
tingkat sektor. Sehingga WoG sering kali dipandang
sebagai perspektif baru dalam menerapkan dan
memahami koordinasi antar sektor.
Whole of Government 3

B. Pengertian WoG

Definisi WoG yang dinyatakan dalam laporan APSC


sebagai:

“[it] denotes public service agencies working across


portfolio boundaries to achieve a shared goal and an
integrated government response to particular issues.
Approaches can be formal and informal. They can focus
on policy development, program management and
service delivery” (Shergold & others, 2004). Dalam
pengertian ini WoG dipandang menunjukkan atau
menjelaskan bagaimana instansi pelayanan publik
bekerja lintas batas atau lintas sektor guna mencapai
tujuan bersama dan sebagai respon terpadu pemerintah
terhadap isu-isu tertentu. Untuk kasus Australia berfokus
pada tiga hal yaitu pengembangan kebijakan,
manajemen program dan pemberian layanan.
Dari definisi ini diketahui bahwa WoG merupakan
pendekatan yang menekankan aspek kebersamaan dan
menghilangkan sekat-sekat sektoral yang selama ini
terbangun dalam model NPM. Bentuk pendekatannya
bisa dilakukan dalam pelembagaan formal atau
pendekatan informal.

Definisi lain yang juga mempunyai kesamaan fitur dari


United States Institute of Peace (USIP) menjelaskannya
sebagai berikut:

“An approach that integrates the collaborative efforts


of the departments and agencies of a government to
4 Whole of Government

achieve unity of effort toward a shared goal. Also


known as interagency approach. The terms unity of
effort and unity of purpose are sometimes used to
describe cooperation among all actors, government
and otherwise” (“Whole-of-government approach |
Glossary of Terms for Conflict Management and
Peacebuilding,” n.d.).
Dalam pengertian USIP, WoG ditekankan pada
pengintegrasian upaya-upaya kementerian atau lembaga
pemerintah dalam mencapai tujuan-tujuan bersama.
WoG juga dipandang sebagai bentuk kerjasama antar
seluruh aktor, pemerintah dan sebaliknya.

Pengertian dari USIP ini menunjukkan bahwa WoG tidak


hanya merupakan pendekatan yang mencoba
mengurangi sekat-sekat sektor, tetapi juga penekanan
pada kerjasama guna mencapai tujuan-tujuan bersama.
Dari dua pengertian di atas, dapat diketahui bahwa
karakteristik pendekatan WoG dapat dirumuskan dalam
prinsip-prinsip kolaborasi, kebersamaan, kesatuan,
tujuan bersama, dan mencakup keseluruhan aktor dari
seluruh sektor dalam pemerintahan.

Dalam banyak literatur lainnya, WoG juga sering


disamakan atau minimal disandingkan dengan konsep
policy integration, policy coherence, cross-cutting
policymaking, joined-up government, concerned decision
making, policy coordination atau cross government. WoG
memiliki kemiripan karakteristik dengan konsep-konsep
tersebut, terutama karakteristik integrasi institusi atau
Whole of Government 5

penyatuan pelembagaan baik secara formal maupun


informal dalam satu wadah. Ciri lainnya adalah
kolaborasi yang terjadi antar sektor dalam menangani isu
tertentu. Namun demikian terdapat pula perbedaannya,
dan yang paling nampak adalah bahwa WoG
menekankan adanya penyatuan keseluruhan (whole)
elemen pemerintahan, sementara konsep-konsep tadi
lebih banyak menekankan pada pencapaian tujuan,
proses integrasi institusi, proses kebijakan dan lainnya,
sehingga penyatuan yang terjadi hanya berlaku pada
sektor-sektor tertentu saja yang dipandang relevan.

C. Mengapa WoG?

Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan mengapa


WoG menjadi penting dan tumbuh sebagai pendekatan
yang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Pertama,
adalah adanya faktor-faktor eksternal seperti dorongan
publik dalam mewujudkan integrasi kebijakan, program
pembangunan dan pelayanan agar tercipta
penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik. Selain
itu perkembangan teknologi informasi, situasi dan
dinamika kebijakan yang lebih kompleks juga mendorong
pentingnya WoG dalam menyatukan institusi pemerintah
sebagai penyelenggara kebijakan dan layanan publik.
Kedua, terkait faktor-faktor internal dengan adanya
fenomena ketimpangan kapasitas sektoral sebagai
6 Whole of Government

akibat dari adanya nuansa kompetisi antar sektor dalam


pembangunan. Satu sektor bisa menjadi sangat superior
terhadap sektor lain, atau masing-masing sektor tumbuh
namun tidak berjalan beriringan, melainkan justru
kontraproduktif atau „saling membunuh‟. Masing-masing
sektor menganggap bahwa sektornya lebih penting dari
yang lainnya. Sebuah contoh misalnya, sektor
lingkungan hidup memandang bahwa pelestarian alam,
terutama hutan, merupakan prioritas dalam
pembangunan, sehingga perlu mendapatkan prioritas
dukungan kebijakan dan keuangan yang lebih.
Sementara di sisi lain sektor pertambangan memandang
bahwa pembangunan memerlukan modal besar, dan
hanya tambanglah yang bisa menyediakan. Kedua
sektor sangat penting, tetapi nampak ada perbedaan
tajam atau bahkan saling bertabrakan dalam perumusan
tujuan masing-masing. Sektor pendidikan dengan sektor
investasi, misalnya, bisa berpotensi untuk
berseberangan dalam kepentingan jangka pendek dan
panjang. Sektor pendidikan misalnya lebih berorientasi
pada penyiapan sumber daya manusia jangka panjang
melalui investasi pendidikan. Hasil dari pembangunan di
sektor pendidikan tidak akan bisa diraakan dalam jangka
waktu pendek, karena membutuhkan waktu yang cukup
lama untuk memtik hasilnya. Sementara sektor yang
ingin menggerakkan penanaman modal justru
Whole of Government 7

memandang bahwa investasi harus segera


menghasilkan dalam jengka pendek, karena investasi
lebih melihat nilai ekonomis dan keuntungan dalam
jangka pendek dari sebuah kegiatan.

Perbedaan-perbedaan orientasi sektor dalam


pembangunan bisa menyebabkan tumbuhnya ego
sektoral (mentalitas silo) yang mendorong perilaku dan
nilai individu maupun kelompok yang menyempit pada
kepentingan sektornya. Dalam konteks kesatuan
pembangunan dan negara, hal ini jelas merugikan,
karena penguatan sektoral tanpa adanya nila-nilai
kesatuan hanya akan menyebabkan persaingan sektor
yang kontra produktif terhadap tujuan-tujuan yang lebih
besar atau yang berskala nasional. Menguat dan
tumbuhnya sektor dalam perspektifnya masing-masing,
diikuti dengan adanya pelembagaan dan ketentuan
peraturan perundangan sektoral yang relatif
mengabaikan tujuan bersama atau nasional dengan lebih
mementingkan kepentingan sektoralnya. Regulasi terkait
sektor menguat dan menajam di masing-masing sektor,
bahan di tingkat UU pun, sebagai payung hukum, banyak
terjadi benturan-benturan kepentingan tadi.
Ketiga, khususnya dalam konteks Indonesia,
keberagaman latar belakang nilai, budaya, adat istiadat,
serta bentuk latar belakang lainnya mendrong adanya
potensi disintegrasi bangsa. Pemerintah sebagai institusi
8 Whole of Government

formal berkewajiban untuk mendorong tumbuhnya


nilainilai perekat kebangsaan yang akan menjamin
bersatunya elemen-elemen kebangsaan ini dalam satu
frame NKRI.

Dalam hal ini WoG menjadi penting, karena diperlukan


sebuah upaya untuk memahami pentingnya kebersamaan
dari seluruh sektor guna mencapai tujuan bersama. Sikap,
perilaku, dan nilai yang berorientasi sektor harus dicairkan
dan dibangun dalam fondasi kebangsaaan yang lebih
mendasar, yang mendorong adanya semangat persatuan
dan kesatuan. D. Bagaimana WoG dilakukan?

Pendekatan WoG dapat beroperasi dalam tataran


kelembagaan nasional maupun daerah. Penataan
kelembagaan menjadi sebuah keharusan ketika
pendekatan ini diperkenalkan. Namun penataan ini tidak
serta merta merubah kelembagaan, atau sebaliknya.
Sehingga pendekatan WoG dapat dilihat dan dibedakan
berdasarkan perbedaan kategori hubungan antara
kelembagaan yang terlibat. Dalam Perry 6 (2004)
menjelaskan mengenai perbedaan kategori hubungan
kelembagaan dalam sebuah kontinuum sebagai berikut:

Kategori
Tipe Keterangan
Hubungan
Koordinasi Penyertaan Pengembangan strategi
dengan
Whole of Government 9

mempertimbangkan
dampak
Dialog Pertukaran informasi
Joint Perencanaan bersama,
planning kerjasama sementara
Integrasi Joint working Kolaborasi sementara
Joint venture Perencanaan jangka
panjang, kerjasama pada
pekerjaan besar yang
menjadi urusan utama
salah satu peserta
kerjasama
Satelit Entitas yang terpisah,
dimiliki bersama, dibentuk
sebagai mekanisme
integrative
Kedekatan Aliansi Perencanaan jangka
dan strategis panjang, kerjasama pada
pelibatan isu besar yang menjadi
urusan utama salah satu
peserta kerjasama
Union Unifikasi resmi, identitas
masing-masing masih
nampak
Merger Penggabungan ke dalam
struktur baru
Sumber: diadaptasi dari (6, 2004)

Berdasarkan kategorisasi di atas, maka WoG dapat


dipraktekkan dalam kontinum koordinasi-merger, di
10 Whole of Government

mana pelaksanaan WoG dilakukan mulai dari sebatas


koordinasi tanpa ada dampak perubahan institusi atau
kelembagaan sampai dengan proses merger atau
penyatuan beberapa lembaga menjadi satu unit
organisasi baru. Perbedaan masing-masing kategori
terletak dari posisi masing-masing kelembagaan yang
terlibat atau dilibatkan dalam WoG. Untuk kategori
koordinasi, maka kelembagaan yang terlibat dalam
pendekatan WoG tidak mengalami perubahan struktur
organisasi. Sedangkan dalam kategori integrasi,
kelembagaan yang terlibat mulai cair, dan terdapat
penyamaan perencanaan jangka panjang serta
kerjasama. Adapun dalam kategori kedekatan dan
pelibatan, kelembagaan menyatukan diri dalam wadah
yang relatif lebih permanen.

Box 1. Permainan Tujuan Bersama

1. Persiapan:
1. Siapkan bola karet (atau bisa juga kertas yang
dibuat menjadi bola kecil), dengan 2 (dua)
warna, biru dan merah misalnya. Masing-masing
bola karet tersebut jumlahnya sebanyak jumlah
peserta dalam kelas diklat. Setiap peserta

diberikan satu bola karet biru dan satu bola karet


merah.

2. Siapkan juga satu keranjang kecil atau tempat


sampah (yang bersih).
Whole of Government 11

3. Ruangan kelas di-setting dengan meja yang


melingkar, sehingga seluruh peserta dapat saling
melihat satu sama lain. Instruktur atau fasilitator
berada di tengah. Tempatkan keranjang kecil di
tengah-tengah lingkaran.

2. Permainan:
a. Instruksikan kepada seluruh peserta untuk
melemparkan bola karet warna biru ke arah yang
mereka suka, ke sesama peserta atau sudut
ruangan. Terserah mereka. Boleh disisipkan
perintah lucu misalnya sebagai contoh
“lemparkan bola karet biru ke orang yang paling
anda suka, atau yang paling anda benci”.
Lakukan dengan aba-aba dari fasilitator,
sehingga pelemparan dilakukan secara
bersamaan. Setelah selesai, ruang kelas akan
terlihat berantakan. Biarkan saja.

b. Lanjutkan dengan instruksi kedua yaitu


menyuruh seluruh peserta untuk mencoba
melemparkan bola karet merah dan

memasukkannya ke dalam keranjang kecil yang


berada di tengah-tengah lingkaran. Lakukan
dengan aba-aba dari fasilitator, sehingga
pelemparan dilakukan secara bersamaan.
12 Whole of Government

c. Rapikan lagi kelas yang sudah berantakan secara


bersama-sama.
E. Diskusi

Setelah melakukan permainan di atas, ajaklah peserta


untuk mendiskusikan apa yang sudah mereka alami.

1. Tanyakan kepada peserta mengenai pemahaman


mereka mengenai kegiatan pertama (pelemparan
bola biru) dengan kegiatan kedua (pelemparan bola
merah). Adakah perbedaan prinsip diantara
keduanya.

2. Diskusikan poin-poin pelajaran apa saja yang bisa


diambil dari permainan tujuan bersama ini?
Bab III Penerapan WoG dalam Pelayanan yang Terintegrasi

Setelah mengikuti bab ini, peserta diharapkan memiliki


kemampuan dalam memahami dan menerapkan perspektif
WoG dalam pelayanan terintegrasi

A. Pendahuluan

Pelayanan publik dilaksanakan pemerintah dalam bentuk


penyediaan barang dan atau jasa sesuai kebutuhan
masyarakat berdasarkan aturan-aturan hukum
perundang-undangan yang berlaku. Dalam hubungan ini
salah satu fungsi penting dan utama instansi pemerintah
adalah sebagai perangkat pemberi pelayanan.
Sayangnya pelayanan publik di Indonesia masih belum
memenuhi level atau kualitas yang diharapkan oleh
masyarakat umum. Terutama untuk menghadapi
tantangan seperti perkembangan kebutuhan masyarakat
yang semakin maju dan persaingan global yang semakin
ketat. Survei integritas yang dilakukan Komis
Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2009 yang
menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik Indonesia
baru mencapai skor 6,64 dari skala 10 untuk instansi
pusat. Sedangkan pada tahun 2008 skor untuk unit
pelayanan publik di daerah sebesar 6,69. Skor integritas

menunjukkan karakteristik kualitas dalam pelayanan


publik, seperti: ada tidaknya suap, ada tidaknya
2 Whole of Government

Standard Operating Procedures (SOP), kesesuaian


proses pelayanan dengan SOP yang ada, keterbukaan
informasi, keadilan dan kecepatan dalam pemberian
pelayanan, dan kemudahan masyarakat melakukan
pengaduan.

Selain itu, penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan


oleh seluruh instansi pemerintah sesuai dengan
sektornya masing-masing. Setiap sector
mengembangkan kebijakannya guna mendukung
pelaksanaan tugas dan fungsinya. Dalam prakteknya,
pemerintah di tingkat pusat maupun sektor banyak
menerbitkan aturan yang satu sama lain belum tentu
selaras. Dalam periode 2000 hingga 2015, misalnya,
pemerintah telah menerbitkan 12.471 regulasi atau
kebijakan. Dari total jumlah tersebut, regulasi yang paling
banyak diterbitkan adalah dalam bentuk peraturan
setingkat menteri, yakni 8.311 peraturan menteri.
Peraturan Pemerintah menempati urutan kedua
terbanyak dengan jumlah sebanyak 2.446 regulasi.
Sedangkan yang paling sedikit adalah berbentuk
peraturan pengganti undang-undang (Perpu) sebanyak
49 kebijakan.

Berdasarkan masing-masing sektor, kebijakan terkait


perdagangan terdapat sebanyak 276, sementara sektor
perindustrian sebanyak 411, standarisasi dan
pengendalian mutu sebanyak 516 kebijakan, tata kelola
Whole of Government 3

birokrasi dan pelayanan publik sebanyak 136 kebijakan,


tata cara penanaman modal sebanyak 92 kebijakan, dan
jenis pajak sebanyak 1061 kebijakan. Seluruh kebijakan
ini tersebar dalam bentuk peraturan baik di tingkat pusat
maupun tingkat daerah.

B. Praktek WoG

Terdapat beberapa cara pendekatan WoG yang dapat


dilakukan, baik dari sisi penataan institusi formal maupun
informal. Cara-cara ini pernah dipraktekkan oleh
beberapa negara, termasuk Indonesia dalam level-level
tertentu.

1. Penguatan koordinasi antar lembaga

Penguatan koordinasi dapat dilakukan jika jumlah


lembaga-lembaga yang dikoordinasikan masih
terjangkau dan manageable. Dalam prakteknya,
span of control atau rentang kendali yang rasional
akan sangat terbatas. Salah satu alternatifnya adalah
mengurangi jumlah lembaga yang ada sampai
mendekati jumlah yang ideal untuk sebuah
koordinasi. Dengan jumlah lembaga yang rasional,
maka koordinasi dapat dilakukan lebih mudah. 2.
Membentuk lembaga koordinasi khusus

Pembentukan lembaga terpisah dan permanen yang


bertugas dalam mengkoordinasikan sektor atau
kementerian adalah salah satu cara melakukan
4 Whole of Government

WoG. Lembaga koordinasi ini biasanya diberikan


status kelembagaan setingkat lebih tinggi, atau
setidaknya setara dengan kelembagaan yang
dikoordinasikannya.

3. Membentuk gugus tugas

Gugus tugas merupakan bentuk pelembagaan


koordinasi yang dilakukan di luar struktur formal,
yang sidatnya tidak permanen. Pembentukan gugus
tugas biasanya menjadi salah satu cara agar sumber
daya yang terlibat dalam koordinasi tersebut dicabut
sementara dari lingkungan formalnya untuk
berkonsentrasi dalam proses koordinasi tadi.

4. Koalisi sosial

Koalisi sosial ini merupakan bentuk informal dari


penyatuan koordinasi antar sektor atau lembaga,
tanpa perlu membentuk pelembagaan khusus dalam
koordinasi ini. Di Australia dalam masa pemerintahan
Howard melakukan hal ini dengan mendorong inisiatif
koalisi sosial antar aktor pemerintah, bisnis dan
kelompok masyarakat. Koalisi sosial ini mendorong
adanya penyamaan nilai dan persepsi tentang suatu
hal, sehingga pada akhirnya akan terjadi koordinasi
alamiah.

Box 2 Kasus di Indonesia


Whole of Government 5

Di Indonesia dikenal beberapa jenis lembaga


yang dibentuk guna mengkoordinasikan sektor
atau kementerian dan lembaga. Dalam
struktur kabinet, lembaga setingkat menteri
dibentuk Kementerian Koordinator, yang
bertugas mengkoordinasi
kementeriankementerian dan lembaga yang
relevan dengan bidangnya. Beberapa sektor
juga dibentuk forum atau lembaga inter-

departemen yang bertugas


mengkoordinasikan program atau kegiatan
tertentu yang beririsan dari beberapa sektor.
Beberapa bentuk gugus tugas juga dibentuk
untuk menangani isu-isu tertentu.

Di tingkat masyarakat, forum-forum


komunikasi warga dan kemitraan dengan
pemerintah daerah juga dibangun untuk
membahas perencanaan pembangunan dan
bagaimana masyarakat dapat memahami
isuisu pembangunan.

Dorong peserta untuk mendiskusikan contoh


penerapan WoG ini secara kelembagaan
dalam konteks Indonesia.

C. Tantangan dalam Praktek WoG


6 Whole of Government

Tantangan yang akan dihadapi dalam penerapan WoG di


tataran praktek antara lain adalah:

1. Kapasitas SDM dan institusi

Kapasitas SDM dan institusi-institusi yang terlibat


dalam WoG tidaklah sama. Perbedaan kapasitas ini
bisa menjadi kendala serius ketika pendekatan WoG,
misalnya, mendorong terjadinya merger atau akuisisi
kelembagaan, di mana terjadi penggabungan SDM
dengan kualifikasi yang berbeda.

2. Nilai dan budaya organisasi

Seperti halnya kapasitas SDM dan institusi, nilai dan


budaya organisasi pun menjadi kendala manakala
terjadi upaya kolaborasi sampai dengan penyatuan

kelembagaan

3. Kepemimpinan

Kepemimpinan menjadi salah satu kunci penting


dalam pelaksanaan WoG. Kepemimpinan yang
dibutuhkan adalah kepemimpinan yang mampu
mengakomodasi perubahan nilai dan budaya
organisasi serta meramu SDM yang tersedia guna
mencapai tujuan yang diharapkan.

D. Praktek WoG dalam Pelayanan Publik


Whole of Government 7

Praktek WoG dalam pelayanan publik dlakukan dengan


menyatukan seluruh sektor yang terkait dengan
pelayanan publik. Jenis pelayanan publik yang dikenal
yang dapat didekati oleh pendekatan WoG adalah:

1. Pelayanan yang Bersifat Adminisitratif Pelayanan


publik yang menghasilkan berbagai produk dokumen
resmi yang dibutuhkan warga masyarakat. Dokumen
yang dihasilkan bisa meliputi KTP, status
kewarganegaraan, status usaha, surat kepemilikan,
atau penguasaan atas barang, termasuk dokumen-
dokumen resmi seperti SIUP, ijin trayek, ijin usaha,
akta, kartu tanda penduduk, sertifikat tanah, dan lain
sebagainya.

Praktek WoG dalam jenis pelayanan administrasi


dapat dilihat dalam praktek-praktek penyatuan
penyelenggaraan izin dalam satu pintu seperti PTSP
atau kantor SAMSAT.

2. Pelayanan Jasa
Pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa
yang dibutuhkan warga masyarakat, seperti
pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan,
perhubungan, dan lainnya.

3. Pelayanan Barang
Pelayanan yang menghasilkan jenis barang yang
dibutuhkan warga massyarakat, seperti misalnya
8 Whole of Government

jalan, perumahan, jaringan telepon, listrik, air bersih,


dan seterusnya.

4. Pelayanan Regulatif
Pelayanan melalui penegakan hukuman dan
peraturan perundang-undangan, maupun kebijakan
publik yang mengatur sendi-sendi kehidupan
masyarakat.

Adapun berdasarkan polanya, pelayanan publik dapat


dibedakan juga dalam 5 (lima) macam pola pelayanan
yang masing-masing diuaraikan sebagaimana berikut ini.

1. Pola Pelayanan Teknis Fungsional


Suatu pola pelayanan publik yang diberikan oleh
suatu instansi pemerintah sesuai dengan bidang
tugas, fungsi dan kewenangannya. Pada pola
pertama ini pelayanan yang dilakukan adalah
pelayanan sektoral, yang bisa jadi sifatnya hanya
relevan dengan sektor itu, atau menyangkut
pelayanan di sektor lain. WoG dapat dilakukan
manakala pola pelayanan publik ini mempunyai
karakter yang sama atau memiliki keterkaitan antar
satu sektor dengan yang lainnya.

2. Pola Pelayanan Satu Atap


Pola pelayanan yang dilakukan secara terpadu pada
satu instansi pemerintah yang bersangkutan sesuai
kewenangan masing-masing. Pola ini memudahkan
masyarakat penguna izin untuk mengurus
Whole of Government 9

permohonan izinnya, walaupun belum mengurangi


jumlah rantai birokrasi izinnya.

3. Pola Pelayanan Satu Pintu


Merupakan pola pelayanan masyarakat yang
diberikan secara tunggal oleh suatu unit kerja
pemerintah berdasarkan pelimpahan wewenang dari
unit kerja pemerintah terkait lainnya yang
bersangkutan. Ini adalah salah satu bentuk
kelembagaan WoG yang lebih utuh, di mana
pelayanan publik disatukan dalam satu unit
pelayanan saja, dan rantai izin sudah dipangkas
menjadi 1 (satu) saja.

4. Pola Pelayanan Terpusat


Pelayanan masyarakat yang dilakukan oleh suatu
instansi pemerintah yang bertindak selaku
koordinator terhadap pelayanan instansi pemerintah
lainnya yang terkait dengan bidang pelayanan
masyarakat yang bersangkutan. Pola ini mirip
dengan pelayanan satu atap dan pelayanan satu
pintu. Perbedaannya tergantung pada sejauh mana
kewenangan koordinasi yang diberikan kepada
koordinator.

5. Pola Pelayanan Elektronik


Pola pelayanan yang paling maju dengan
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi
yang merupakan otomasi dan otomatisasi pemberian
10 Whole of Government

layanan yang bersifat elekronik atau on-line sehingga


dapat menyesuaikan diri dengan keinginan dan
kapasitas masyarakat pengguna.

Box 3 PTSP

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) merupakan


kecenderungan kelembagaan pelayanan publik yang

didorong dan digagas baik oleh pemerintah pusat


maupun di tingkat daerah, termasuk Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas, dan Administrator Kawasan Ekonomi
Khusus.

Di tingkat pusat, koordinasi pelayanan


penanaman modal, sebagai contoh, yang
selama ini dilakukan oleh 19 kementerian dan
lembaga terkait 1249 perizinan bidang usaha
dan dikelompokkan dalam 134 kelompok
perizinan disatu pintukan di BKPM. Penyatuan
perizinan ini mempermudah investor maupun
pemohon izin lainnya untuk tidak lagi berkeliling
ke seluruh kementerian dan atau lembaga untuk
memproses izin yang diperlukan, melainkan
cukup datang ke BKPM saja.
Whole of Government 11

Di tingkat daerah, pemerintah propinsi dan


kabupaten/kota juga membentuk PTSP yang
serupa, sesuai dengan tingkat kewenangannya
di masing-masing level. Badan PTSP DKI,
misalnya, menyatukan ratusan jenis pelayanan
publik dari yang sifatnya perizinan usaha sampai
pelayanan dokumen kependudukan.

E. Diskusi

Diskusikan pola-pola pelayanan yang ada dengan


pendekatan WoG yang bisa dilakukan pada pola-pola
tersebut.

1. Diskusikan dengan peserta contoh penerapan WoG


dalam jenis pelayanan publik lainnya.

2. Bandingkan penerapan WoG pada masing-masing


pola 1 sampai dengan 5. Apa kelebihan dan
kekurangan untuk masing-masing pola.
Bab IV Best Practices Penerapan WoG di Berbagai Negara

Setelah mengikuti bab ini, peserta diharapkan dapat


mengambil pelajaran dari beberapa contoh praktek-praktek
terbaik WoG dari beberapa negara yang dibahas

A. Prasyarat Best Practices

Dalam memanfaatkan pendekatan WoG ini, terdapat


beberapa prasyarat agar pendekatan ini dapat
diterapkan. APSC (Shergold & others, 2004)
merumuskan prasyarat untuk penerapan WoG yang baik
yaitu antara lain:

1. Budaya dan Filosopi

Mengabungkan dan adaptasi nilai-nlai WoG ke dalam


budaya yang dianut sebelumnya merupakan

keharusan agar tidak terjadi „culture shock‟ dalam


dinamika organisasi. Berbagi informasi serta
manajemen pengetahuan kerjasama juga menjadi
prasyarat dalam penerapan WoG, dan tentunya
kerjasama dan hubungan yang efektif top-down dan
bottom up dalam membentuk filosopi organisasi atau
koordinasi yang baik

2. Cara Kerja yang Baru


2 Whole of Government

Hal ini terkait bagaimana penyelenggaraan


kepemimpinan yang berbagi antara satu sektor
dengan sektor lainnya. WoG juga mensyaratkan
adanya keahlian atau expertise yang melekat pada
SDM yang terlibat di dalamnya. Proses yang
dilakukan oleh tim WoG juga seyogyanya fleksibel
atau tidak kaku, mengikuti perubahan yang mungkin
terjadi, serta adanya sumber daya yang kooperatif.

3. Akuntabilitas dan Insentif

Outcome dan pelaporan yang dibagi antar sektor,


fleksibilitas serta bagaimana reward dan pengakuan
menjadi bagian dari manajemen horizontal.

4. Cara baru Pengembangan Kebijakan, Mendesain


Program dan Pelayanan

Collegate approach, yaitu melalui pendekatan


kolegial di mana masing-masing sektor mempunyai
kesetaraan dalam pengambilan keputusan/kebijakan.
Selain itu juga fokus pada outcome dari proses WoG
ini, serta melaksanakan proses-proses konsultasi
dan pelibatan warga masyarakat di dalamnya.
Whole of Government 3

B. Best Pactices WoG

Beberapa negara telah memiliki pengalaman dalam


penerapan pendekatan WoG yang berhasil dengan
cukup baik.

Inggris, adalah salah satu pionir dalam memperkenalkan


joined-up government yang berhasil memodernisasi
proses-proses penyelenggaraan pemerintahan. Salah
satu produk WoG yang dilakukan adalah WGA atau
Whole-of-Government Accounts. WGA ini merupakan
salah satu bentuk WoG yang dikembangkan oleh HM
Treasury yang mengkonsolidasikan lebih dari 5500 akun
instansi di sektor publik guna mendorong transparansi
dan akuntabilitas menyeluruh. Dalam hal ini WGA
memberikan kemudahan bagi publik atau pemangku
kepentingan tertentu dalam mengakses laporan-laporan
keuangan dan memahami posisi keuangan secara
makro.

Australia, melalui Australian Public Service Commission


(APSC) mempromosikan WoG dalam mengintegrasikan
pemberian layanan kepada publik. Terdapat 3 (tiga) jenis
kegiatan WoG dalam konteks Australia ini, yaitu:

1. WoG antara kementerian dan lembaga di tingkat


pusat;

2. WoG diantara level pemerintahan yang berbeda; dan


3. WoG antar sektor publik, bisnis, non-profit dan
masyarakat.
4 Whole of Government

Peningkatan koordinasi dilakukan dengan mengurangi


jumlah kelembagaan, membentuk centrelink sebagai
pusat kooordinasi dan memfungsikan Dewan
Pemerintahan Australian (Council of Australian
Governments – COAG) sebagai sebuah forum yang
memutuskan prioritas-prioritas ditingkat nasional yang
harus menjadi capaian dan target sektor-sektor.

Pembentukan gugus tugas juga menandai upaya


pemerintahan Australia dalam menyatukan dan
mengefisiensikan kelembagaan penyelenggaraan
pemerintahan, serta koalisi sosial yang digagas PM
Howard guna menjembatani sektor publik dengan sektor
bisnis, non-profit dan masyarakat.

Sementara Amerika Serikat mendorong WoG dalam


isuisu keamanan nasional dan pembentukan portal
terpadu melalui www.usa.gov. Malaysia juga mendorong
WoG melalui promosi one day service, one delivery dan
nowrong door. Percepatan pemberian layanan menjadi
ciri khas kemajuan pelayanan publik di Malaysia, namun
kebijakan no-wrong door merupakan terobosan yang
mewajibkan semua dewan kota untuk menerima dan
menyelesaikan setiap keluhan masyarakat, walaupun
keluhan tersebut tidak ditujukan ke instansi atau sektor
yang benar.

Tabel
Contoh Best-Practices WoG di Beberapa Negara
Whole of Government 5

No Negara Praktek WoG Keterangan

1 Inggris WoG Accounts Integrasi sistem


laporan keuangan
5.500 organisasi

publik
2 Australia APSC, Integrasi antar
Centrelink, lembaga di semua
COAG, koalisi tingkatan dan
sosial mendekatkan
pelayanan publik
kepada masyarakat

3 Amerika Keamanan Fokus pada isu


Serikat nasional, keamanan
nasional, serta
Integrated
pemanfaatan
portal teknologi informasi
dalam menyatukan
www.usa.gov
pemerintahan di

semua tingkatan
6 Whole of Government

4 Malaysia One-day Pemberian layanan


service, oneday yang lebih
delivery dan
terintegrasi dan
no-wrong door
cepat, serta

memastikan
bahwa setiap
keluhan dari
masyarakat harus
diterima dan
direspon segera,
walaupun keluhan
tersebut ditujukan
ke instansi yang
berbeda.

C. E-government

Di luar perbandingan best practices antar negara di atas,


PBB dalam laporan E-government survey tahun 2012
(United Nations, 2012) meyakini bahwa kapasitas
egovernment sebuah negara dapat mendukung
penerapan WoG. Survey yang dilakukan menunjukkan
persebaran tingkat adaptasi negara-negara dalam
menerapkan e-government, dengan kategori beberapa di
antaranya ketersediaan CIO atau Chief Information
Officer di setiap negara, interoperabilitas sektor publik,
integrasi pelayanan online, dan prosentase portal
nasional yang terhubung dengan website kementerian
Whole of Government 7

dan lembaga, serta bagaimana integrasi upaya


institusional terhadap lingkungan. Masing-masing
indikator telah memiliki daftar negara atau wilayah
regional yang unggul, di antaranya sebgai berikut:

1. Ketersediaan CIO di negara-negara Asia, Eropa dan


Amerika relatif berimbang, sedangkan negara-negara
Afrika dan Oceania tergolong tertinggal;

2. Interoperabilitas sektor publik merupakan indikator


sejauh mana terdapat kapasitas pertukaran informasi
antar sektor, termasuk penggunaan ID card yang
dapat dikenali semua sistem. Beberapa negara yang
terdepan dalam indikator ini adalah Jepang, Belgia,
Austria, Denmark, Singapura, termasuk beberapa
negara berkembang seperti Kazakhstan, Ukraina,

Bangladesh dan India;

3. Integrasi pelayanan online. Survey ini menunjukkan


bahwa selama kurun waktu 8 tahun terdapat
peningkatan signifikan dalam integrasi pelayanan
online dari 63 negara di 2004 menjadi 135 negara di

2012;
4. Prosentase portal nasional yang terhubung dengan
website kementerian dan lembaga. Dalam hal ini
Amerika Serikat memimpin sebagai negara dengan
prosentasi tertinggi portal terhubung dengan website
instansi pemerintah.
8 Whole of Government

Dari agregasi skor keseluruhan indikator e-government,


laporan ini menghasilkan resume negara-negara sebagai
top performer dalam WoG, di mana dari 41 negara yang
di survey, Korea Selatan dan Singapura termasuk
negara-negara yang menempati peringkat tertinggi.
Indonesia dalam hal ini tergolong negara dengan
peringkat rendah, dengan peringkat di bawah Argentina
dan Slovakia, dan tepat di atas Filipina.

D. Diskusi

Berdasarkan best practices di atas, tolong diskusikan


mengenai:

1. Apa best practices WoG yang dapat diidentifikasi dari


Indonesia; dan

2. Bagaimana e-government dapat mendukung WoG.


Whole of Government 9

Bab V Implementasi WoG dalam Perspektif Kebijakan di


Indonesia

Setelah mengikuti bab ini, peserta diharapkan dapat


memahami
kebijakan yang relevan dengan implementasi WoG dalam
penyelenggaran pelayanan publik di Indonesia

A. Hakekat Dasar Pelayanan Publik

Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun


1945 mengamanatkan bahwa tujuan didirikan Negara
Republik Indonesia, antara lain adalah untuk memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan


penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya
dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Bahwa membangun kepercayaan masyarakat atas
pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan
publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring
dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan
penduduk tentang peningkatan pelayanan publik.

Konstitusi Negara membagi fungsi-fungsi penyelenggaraan


negara dalam berbagai bidang

1
10 Whole of Government

kekuasaan negara. Kekuasaan negara ini saling bersinergi,


check & balances, agar tercipta harmoni mencapai tujuan
berbangsa & bernegara

B. WOG dalam Lingkup Penyelenggaraan Negara Dalam


rangka mencapai tujuan bernegara sebagaimana dimaksud
alinea IV Pembukaan UUD 1945, dibentuk lembaga-lembaga
negara dengan tugas dan kewenangan masing-masing sesuai
ketentuan yang termuat dalam Pasal-Pasal UUD 1945.
Pelaksanaan tugas, dan kewenangan masing-masing
lembagalembaga negara itu pada hakekatnya adalah untuk
menyelenggarakan kekuasaan negara

Pada hakekatnya, sistem penyelenggaraan negara


merupakan aktivitas dari lembaga eksekutif, legislatif dan
yudikatif atau seluruh lembaga negara, dalam rangka
mencapai tujuan berbangsa dan bernegara. Dalam
penyelenggaraan negara perlu diterapkan “check and
balances system”, agar penyelenggaraan kekuasaan negara
dimaksud bisa berjalan secara efektif dan efisien. Inilah yang
menjadi salah satu bentuk penyelenggaran negara yang
terintegrasi dan saling mengontrol.
Whole of Government 11

C. WoG dalam Lingkup Penyelenggaraan Pemerintahan


Negara

Berdasarkan UUD 1945 dalam Bab III tentang Kekuasaan


Pemerintahan Negara Pasal 4 ayat (1) menetapkan bahwa
“Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-

Undang Dasar”.
Dalam konteks governance yang baik, maka sistem
penyelenggaraan pemerintahan negara adalah keseluruhan
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan (executive power)
dengan memanfaatkan dan mendayagunakan kemampuan
pemerintah dan segenap aparaturnya dari semua peringkat
pemerintahan beserta seluruh rakyat di wilayah negara
Indonesia, serta dengan memanfaatkan pula segenap dana
dan daya yang tersedia secara nasional demi tercapainya
tujuan negara dan terwujudnya cita-cita bangsa sebagaimana
dimaksud Pembukaan UUD 1945.

Sistem penyelenggaraan pemerintahan negara merupakan


bagian integral dan paling dominan dalam sistem
penyelenggaraan negara. Karena, operasionalisasi dari
semua ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945, kecuali yang
telah secara khusus dan jelas menjadi kewenangan lembaga-
lembaga negara di luar eksekutif.
12 Whole of Government

D. WoG dalam Lingkup Hubungan antara Pemerintah Pusat


dan Daerah serta antar Daerah

Hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta antar


Daerah sangat terkait erat dengan prinsip-prinsip dan tujuan
pemberian Otonomi Daerah, baik kepada Daerah Provinsi
maupun kepada Daerah Kabupaten dan Kota, berdasarkan
asas desentralisasi.

Mengacu pada ketentuan Pasal 18A dan 18B UUD 1945:


1. Hubungan wewenang, yang pelaksanaannya
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah;

2. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan


sumber daya alam dan sumber daya lainnya, yang
dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan
Undang-Undang; dan

3. Hubungan dalam hal pengakuan pembentukan Daerah.

E. Pegawai ASN dan Pelayanan Publik


Berdasarkan Penjelasan Umum UU No.4 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara (UU ASN), dalam rangka mencapai
tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4
Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
diperlukan ASN yang profesional, bebas dari intervensi politik,
bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, mampu
Whole of Government 13

menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan


mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan
kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Untuk mewujudkan tujuan nasional, dibutuhkan Pegawai ASN.
Pegawai ASN diserahi tugas untuk melaksanakan tugas
pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas
pembangunan tertentu. Tugas pelayanan publik dilakukan
dengan memberikan pelayanan atas barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif yang disediakan Pegawai ASN.

Adapun tugas pemerintahan dilaksanakan dalam rangka


penyelenggaraan fungsi umum pemerintahan yang meliputi
pendayagunaan kelembagaan, kepegawaian, dan
ketatalaksanaan. Sedangkan dalam rangka pelaksanaan
tugas pembangunan tertentu dilakukan melalui pembangunan
bangsa (cultural and political development) serta melalui
pembangunan ekonomi dan sosial (economic and social
development) yang diarahkan meningkatkan kesejahteraan
dan kemakmuran seluruh masyarakat.

Berdasarkan Pasal 11 UU ASN, tugas Pegawai ASN adalah


sebagai berikut:
1. melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
14 Whole of Government

2. memberikan pelayanan publik yang profesional dan


berkualitas; dan

3. mempererat persatuan dan kesatuan


Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
F. WoG dalam Pelayanan Publik di lingkup Administrasi
Pemerintahan

Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2014


tentang
Administrasi Pemerintahan (UU AP), maka pengertian
administrasi pemerintahan adalah tata laksana dalam
pengambilan keputusan dan/atau tindakan oleh Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan adalah unsur yang
melaksanakan Fungsi Pemerintahan, baik di lingkungan
pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya.

Keputusan Administrasi Pemerintahan yang juga disebut


Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Administrasi
Negara adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Sedangkan pengertian Tindakan Administrasi
Pemerintahan adalah perbuatan Pejabat Pemerintahan atau
penyelenggara negara lainnya untuk melakukan dan/atau
tidak melakukan perbuatan kongkret dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan.
Whole of Government 15

Berdasarkan UU AP, administrasi pemerintahan itu sendiri,


bertujuan untuk:

1. menciptakan tertib penyelenggaraan Administrasi


Pemerintahan;

2. menciptakan kepastian hukum;


3. mencegah terjadinya penyalahgunaan Wewenang;
4. menjamin akuntabilitas Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan;

5. memberikan pelindungan hukum kepada Warga


Masyarakat dan aparatur pemerintahan;

6. melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan


dan menerapkan AUPB; dan

7. memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada


Warga Masyarakat.

G. Asas-Asas terkait dengan Implementasi WoG

Berdasarkan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara


Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme, telah ditetapkan asasasas umum
penyelenggaraan negara, yang harus menjadi acuan dalam
penyelenggaraan negara dan pemerintahan negara oleh
Aparatur Negara
16 Whole of Government

1. Asas Kepastian Hukum;


2. Asas Kepentingan Umum;
3. Asas Akuntabilitas;
4. Asas Proporsionalitas;
5. Asas Profesionalitas;
6. Asas Keterbukaan; 7. Asas Efisiensi; dan

8. Asas Efektifitas.
Berdasarkan UU AP, asas dalam penyelenggaraan
administrasi pemerintahan terdiri atas:

1. Asas Legalitas penyelenggaraan Administrasi


Pemerintahan mengedepankan dasar hukum dari sebuah
Keputusan dan/atau Tindakan yang dibuat oleh Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan.

2. Asas Pelindungan terhadap Hak Asasi Manusia


Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan, Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak boleh melanggar
hak-hak dasar Warga Masyarakat sebagaimana dijamin
dalam UUD 1945

3. Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB)


Prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan
Wewenang bagi Pejabat Pemerintahan dalam
mengeluarkan Keputusan dan/atau Tindakan dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
Whole of Government 17

AUPB terdiri atas :

a. kepastian hukum;
b. kemanfaatan;
c. ketidakberpihakan;
d. kecermatan;
e. tidak menyalahgunakan kewenangan;
f. keterbukaan;
g. kepentingan umum; dan
h. pelayanan yang baik.
Asas-asas umum lainnya di luar AUPB dapat diterapkan
sepanjang dijadikan dasar penilaian hakim yang tertuang
dalam putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

H. Dasar Kebijakan Pelayanan Publik


Saat ini, dasar hukum utama praktek penyelenggaraan
pelayanan publik di Indonesia adalah UU No. 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik yang mulai berlaku sejak tanggal 18
Juli 2009.

Pegawai ASN yang merupakan unsur aparatur Negara


berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik; pelayan
publik; dan perekat dan pemersatu bangsa. Khusus
mengenai tugas dan Peran ASN dalam pelayanan publik
18 Whole of Government

ditegaskan pula dalam UU ASN, sebagaimana telah


dikemukakan dalam paparan di atas.
Dalam kesempatan ini terkait dengan pelayanan publik terlebih
dahulu akan diberikan beberapa pengertian penting dalam
Undang-Undang tersebut, yaitu:

1. Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan


dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundangundangan bagi setiap warga
negara dan penduduk atas barang, jasa, dan / atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.

2. Penyelenggara pelayanan publik (Penyelenggara) adalah


setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga
independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang
untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain
yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan
publik.

3. Penyelenggara pelayanan publik adalah setiap institusi


penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen
yang dibentuk berdasarkan undangundang untuk kegiatan
pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk
semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik
Whole of Government 19

4. Pelaksana pelayanan publik adalah pejabat, pegawai,


petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam
organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan
tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik.

5. Masyarakat adalah seluruh pihak, baik warga negara


maupun penduduk sebagai orang perseorangan,
kelompok, maupun badan hukum yang berkedudukan
sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik secara
langsung maupun tidak langsung.

6. Standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan


sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan
penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji
penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka
pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau,
dan terukur.

7. Maklumat pelayanan adalah pernyataan tertulis yang berisi


keseluruhan rincian kewajiban dan janji yang terdapat
dalam standar pelayanan

Penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan :


1. kepentingan umum
Pemberian pelayanan tidak boleh mengutamakan
kepentingan pribadi dan/atau golongan.

2. kepastian hukum
20 Whole of Government

Jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam


penyelenggaraan pelayanan.

3. kesamaan hak
Pemberian pelayanan tidak membedakan suku, ras,
agama, golongan, gender, dan status ekonomi.

4. keseimbangan hak dan kewajiban


Pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang
harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima
pelayanan.

5. Keprofesionalan
Pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang
sesuai dengan bidang tugas.

6. Partisipatif
Peningkatan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan dengan memperhatikan
aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.

7. Persamaan perlakuan/ tidak diskriminatif Setiap warga


negara berhak memperoleh pelayanan yang adil.

8. Keterbukaan
Setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah
mengakses dan memperoleh informasi mengenai
pelayanan yang diinginkan.
Whole of Government 21

9. Akuntabilitas
Proses penyelenggaraan pelayanan harus dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

10. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan.

Pemberian kemudahan terhadap kelompok rentan


sehingga tercipta keadilan dalam pelayanan.

11. Ketepatan waktu


Penyelesaian setiap jenis pelayanan dilakukan tepat waktu
sesuai dengan standar pelayanan.

12. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan. Setiap jenis


pelayanan dilakukan secara cepat, mudah, dan terjangkau.

Penyelenggara berkewajiban menyusun dan menetapkan


standar pelayanan dengan memperhatikan kemampuan
penyelenggara, kebutuhan masyarakat, dan kondisi
lingkungan. Dalam menyusun dan menetapkan standar
pelayanan, penyelenggara wajib mengikutsertakan
masyarakat dan pihak terkait. Pengikutsertaan masyarakat
dan pihak terkait dilakukan dengan prinsip tidak diskriminatif,
terkait langsung dengan jenis pelayanan, memiliki kompetensi
22 Whole of Government

dan mengutamakan musyawarah, serta memperhatikan


keberagaman.

Penyelenggara berkewajiban menyusun dan menetapkan


maklumat pelayanan yang merupakan pernyataan
kesanggupan penyelenggara dalam melaksanakan pelayanan
sesuai dengan standar pelayanan. Maklumat pelayanan ini
wajib dipublikasikan secara jelas dan luas.

Penyelenggara harus membuat Sistem Informasi Pelayanan


Publik yang berisi semua informasi pelayanan publik yang
berasal dari penyelenggara pada setiap tingkatan.
Penyelenggara berkewajiban mengelola sistem informasi yang
terdiri atas sistem informasi elektronik atau nonelektronik,
sekurang-kurangnya meliputi:

1. profil penyelenggara;
2. profil pelaksana;
3. standar pelayanan;
4. maklumat pelayanan; 5. pengelolaan pengaduan; dan

6. penilaian kinerja.
Penyelenggara berkewajiban menyediakan informasi tersebut
kepada masyarakat secara terbuka dan mudah diakses.
Whole of Government 23

I. WoG dalam Lingkup Penyelenggaraan Pemerintahan


Daerah

Daerah melaksanakan pembangunan untuk peningkatan dan


pemerataan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja,
lapangan berusaha, meningkatkan akses dan kualitas
pelayanan publik dan daya saing Daerah.

Pembangunan Daerah merupakan perwujudan dari


pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang telah diserahkan ke
Daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional.

Kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian


berdasarkan pemetaan Urusan Pemerintahan Wajib yang
tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan
Pemerintahan Pilihan melakukan sinkronisasi dan harmonisasi
dengan Daerah untuk mencapai target pembangunan
nasional.

Pemerintah Daerah wajib menjamin terselenggaranya


pelayanan publik berdasarkan Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah.

1. Asas Penyelenggaraan Pelayanan

a. kepentingan umum;
b. kepastian hukum;
c. kesamaan hak;
24 Whole of Government

d. keseimbangan hak dan kewajiban;


e. keprofesionalan;
f. partisipatif;
g. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;
h. keterbukaan;
i. akuntabilitas;
j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan;

k. ketepatan waktu; dan


l. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

2. Manajemen Pelayanan Publik

Pemerintah Daerah wajib membangun manajemen


pelayanan publik dengan mengacu pada asas-asas
pelayanan publik. Manajemen pelayanan publik dimaksud
meliputi:

a. pelaksanaan pelayanan;
b. pengelolaan pengaduan masyarakat;
c. pengelolaan informasi;
d. pengawasan internal;
e. penyuluhan kepada masyarakat;
f. pelayanan konsultasi; dan
g. pelayanan publik lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Whole of Government 25

Dalam melaksanakan manajemen pelayanan publik,


Pemerintah Daerah dapat membentuk forum komunikasi
antara Pemerintah Daerah dengan masyarakat dan
pemangku kepentingan terkait.

3. Kewajiban Pemda untuk Membuat Informasi


Pelayanan Publik dan Maklumat Pelayanan Publik

Pemerintah Daerah wajib mengumumkan informasi


pelayanan publik kepada masyarakat melalui media dan
tempat yang dapat diakses oleh masyarakat luas.

Informasi pelayanan publik tersebut dituangkan dalam


bentuk maklumat pelayanan publik Pemerintah Daerah
kepada masyarakat. Maklumat pelayanan publik Pemda
kepada masyarakat paling sedikit memuat:

a. jenis pelayanan yang disediakan;


b. syarat, prosedur, biaya dan waktu;
c. hak dan kewajiban Pemerintah Daerah dan warga
masyarakat; dan

d. satuan kerja atau unit kerja penanggungjawab


penyelenggaraan pelayanan.
26 Whole of Government

Maklumat pelayanan publik tersebut ditandatangani oleh


kepala daerah dan dipublikasikan secara luas kepada
masyarakat. Maklumat pelayanan publik dimaksud
menjadi dasar Pemerintah Daerah dalam
menyelenggarakan pelayanan publik.
4. Penyederhaan Jenis & Prosedur Pelayanan Publik
serta Pembentukan Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(UPTD)

Daerah dapat melakukan penyederhanaan jenis dan


prosedur pelayanan publik untuk meningkatkan mutu
pelayanan dan daya saing Daerah. Yang ditetapkan
dengan Perda.

Pemerintah Daerah dapat memanfaatkan teknologi


informasi dan komunikasi dalam penyelenggaraan
pelayanan publik. Sedangkan Kepala daerah wajib
memberikan pelayanan perizinan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam
memberikan pelayanan perizinan tersebut, Daerah
membentuk UPTD. Pembentukan UPTD berpedoman
pada ketentuan peraturan perundangundangan. Bagi
Kepala daerah yang tidak memberikan pelayanan
perizinan dikenai sanksi administratif.

5. Pengaduan
Whole of Government 27

Masyarakat berhak mengadukan penyelenggaraan


pelayanan publik kepada Pemerintah Daerah,
Ombudsman, dan/atau DPRD. Pengaduan tersebut
dilakukan terhadap:

a. penyelenggara yang tidak melaksanakan kewajiban


dan/atau melanggar larangan sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai pelayanan publik; dan

b. pelaksana yang memberi pelayanan yang tidak sesuai


dengan standar pelayanan sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan peraturan perundangundangan
mengenai pelayanan publik.

6. Evaluasi Pelayanan Publik

Mendagri melakukan evaluasi kinerja pelayanan publik


yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah provinsi.

Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melakukan


evaluasi kinerja pelayanan publik yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah kabupaten/kota.

Evaluasi yang dilakukan oleh Mendagri dan gubernur


sebagai wakil Pemerintah Pusat merupakan bagian dari
28 Whole of Government

evaluasi penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang


menjadi kewenangan Daerah. Hasil evaluasi tersebut
gunakan oleh Pemerintah Pusat untuk memberikan
insentif dan disinsentif fiskal dan/atau non-fiskal kepada
Daerah.

7. Partisipasi Masyarakat dalam Pelayanan Publik

Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah --termasuk


dalam penyelenggaraan pelayanan publik --, Pemerintah
Daerah mendorong patisipasi masyarakat.

Partisipasi masyarakat tersebut dilakukan dalam bentuk:

a. konsultasi publik;
b. musyawarah;
c. kemitraan;
d. penyampaian aspirasi;
e. pengawasan; dan/atau
f. keterlibatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Berdasarkan PP No. 18 Tahun 2016 tentang Organisasi


Perangkat Daerah, untuk meningkatkan kualitas
pelayanan perizinan dan nonperizinan kepada
masyarakat, Daerah membentuk unit pelayanan terpadu
satu pintu Daerah
Whole of Government 29

ProvinsiI/Kab/Kota yang melekat pada dinas Daerah


provinsi yang menyelenggarakan Urusan
Pemerintahan di bidang Penanaman Modal.

Pelimpahan kewenangan pelayanan perizinan dan non


perizinan kepada unit pelayanan terpadu satu pintu
ditetapkan dengan Peraturan

Gubernur/Bupati/Walikota.

Dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan


pelayanan terpadu satu pintu, pada bidang yang
menyelenggarakan pelayanan terpadu satu pintu dapat
dibentuk tim teknis sesuai kebutuhan.

Pada dinas Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dapat


dibentuk unit pelaksana teknis dinas Daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota untuk melaksanakan kegiatan
teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang
tertentu.

J. Diskusi

Diskusikan bersama terkait :


1. Bagaimana implementasi WoG dalam perspektif
kebijakan publik di Indonesia.
30 Whole of Government

2. Terkait implementasi WoG di Indonesia, apa


permasalahan kebijakan yang dihadapi dan bagaimana
solusinya.
Whole of Government 31

MODUL
PELATIHAN DASAR CALON PNS
MANAJEMEN APARATUR SIPIL NEGARA

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA


NATIONALINSTITUTE of PUBLIC
ADMINISTRA
TION
MODUL MANAJEMEN ASN

CI. A. PENDAHULUAN

1. Deskripsi Singkat
Sebagai salah satu sumber daya dalam pemerintahan,
Aparatur Sipil Negara (ASN) mempunyai peran yang amat penting
dalam rangka menciptakan masyarakat madani yang taat hukum,
berperadaban modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral
tinggi dalam menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat
secara adil dan merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang Undang
Dasar Tahun 1945. Sejalan dengan program prioritas pemerintah
periode 2019 – 2024 mengenai pembangunan Sumber Daya
Manusia (SDM), ASN Indonesia harus menjadi pekerja keras,
dinamis, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kesemuanya itu diperlukan dalam rangka mencapai tujuan yang
dicita-citakan oleh bangsa Indonesia.

Tantangan yang dihadapi oleh ASN dalam mencapai


tujuan tersebut semakin banyak dan berat, baik berasal dari luar
maupun dalam negeri yang menuntut ASN Indonesia untuk
meningkatkan profesionalitasnya dalam menjalankan tugas dan
fungsinya serta bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme. Sebagai contoh, perkembangan teknologi komunikasi
dan transportasi menjadikan aksesibilitas menjadi semakin mudah
untuk berhubungan dari suatu negara ke negara lain, globalisasi
ekonomi menjadi semakin nyata yang ditandai dengan persaingan
yang tinggi di tingkat internasional. Ketentuan-ketentuan yang
berlaku secara internasional harus dapat diikuti oleh birokrasi
Indonesia dengan baik jika kita ingin dapat memenangkan
persaingan tersebut.

Namun dalam kenyataannya sistem birokrasi kita masih


menjadi hambatan dalam pembangunan, yang ditandai dengan
masih rendahnya kinerja pelayanan birokrasi dan masih
tingginya angka korupsi di Indonesia. Hal ini juga menjadi
prioritas dalam program pemerintah 2019 – 2024 yang ingin
memangkas dan menyederhanakan birokrasi. Pada tahun 2019,
daya saing Indonesia yang tergambar pada Global
Competitiveness Rank turun 5 (lima) peringkat menjadi rangking
50 dari 141 negara (World Economic Forum, 2019). Salah satu
penyebabnya adalah regulasi perizinan investasi di Indonesia
yang terlalu rumit dan institusi pemerintah yang belum terlalu
ramah investasi.
Laporan Bank Dunia melalui Wordlwide Governance
Indicators juga menunjukkan bahwa efektivitas pemerintahan
(Government Effectiveness) Indonesia masih sangat rendah,
dengan nilai indeks di tahun 2017 adalah 0,01 dalam rentang
skala -2,5 sampai 2,5. Selain itu Indeks Persepsi Korupsi (The
Corruption Perceptions Index) Indonesia tahun 2018 yang dirilis
oleh Transparency International juga masih rendah yaitu pada
nilai indeks 38 (dari nilai indeks bersih korupsi 100) dan berada
pada ranking 89 dari 180 negara pada tahun 2017. Hal ini
tentunya menjadi kendala karena pembangunan nasional dalam
era persaingan global menuntut adanya birokrasi yang efisien,
berkualitas, transparan, dan akuntabel, terutama terhadap
prospek bidang investasi di Indonesia.

Selain menghadapi permasalahan internasional, birokrasi


kita juga masih dihadapkan kepada permasalahan - permasalahan
dalam negeri seperti pelayanan kepada masyarakat yang kurang
baik, politisasi birokrasi terutama terjadi semenjak era
desentralisasi dan otonomi daerah, yang kadang dapat
mengancam keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan
kata lain birokrasi kita belum profesional untuk dapat menjalankan
tugas dan fungsinya dengan baik.

Untuk mewujudkan birokrasi yang profesional dalam


menghadapi tantangantantangan tersebut, pemerintah melalui
Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara telah bertekad untuk mengelola aparatur sipil negara
menjadi semakin professional. Undang-undang ini merupakan
dasar dalam manajemen aparatur sipil negara yang bertujuan
untuk membangun aparat sipil negara yang memiliki integritas,
profesional dan netral serta bebas dari intervensi politik, juga
bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, serta mampu
menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas bagi
masyarakat.

UU ASN mencoba meletakkan beberapa perubahan dasar


dalam manajemen SDM. Pertama, perubahan dari pendekatan
personel administration yang hanya berupa pencatatan
administratif kepegawaian kepada human resource
management yang menganggap ASN sebagai sumber daya
manusia dan sebagai aset negara yang harus dikelola, dihargai,
dan dikembangkan dengan baik. Kedua, perubahan dari
pendekatan closed career system yang sangat berorientasi
kepada senioritas dan kepangkatan, kepada open career system
yang mengedepankan kompetisi dan kompetensi ASN dalam
promosi dan pengisian jabatan. UU ASN juga menempatkan
pegawai ASN sebagai sebuah profesi yang harus memiliki standar
pelayanan profesi, nilai dasar, kode etik dan kode perilaku profesi,
pendidikan dan pengembangan profesi, serta memiliki organisasi
profesi yang dapat menjaga nilai-nilai dasar profesi.
Modul ini akan membahas tentang konsep dan
kebijakan manajemen ASN, dan bagaimana kebijakan tersebut
diimplementasikan di instansi pemerintah, dan termasuk di
dalamnya adalah hal-hal apa yang harus diperhatikan agar
manajemen ASN dapat mencapai tujuannya yaitu untuk
menciptakan profesionalisme ASN.

Melalui modul ini Saudara diharapkan bisa memahami


secara utuh konsep dan kebijakan tersebut. Secara lebih spesifik,
Saudara diharapkan bisa memahami dan menjelaskan:

a. Kedudukan, peran, hak dan kewajiban, dan kode etik ASN


b. Konsep sistem merit dalam pengelolaan ASN
c. Mekanisme pengelolaan ASN

2. Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata Pelatihan ini, peserta diharapkan
mampu memahami kedudukan, peran, hak dan kewajiban, dan
kode etik ASN, konsep sistem merit dalam pengelolaan ASN, dan
pengelolaan ASN.

3. Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan dapat:
a. menjelaskan kedudukan, peran, hak dan kewajiban, kode
etik dan kode perilaku ASN;

b. menjelaskan konsep sistem merit dalam pengelolaan


ASN;
c. menjelaskan mekanisme pengelolaan ASN.
4. Materi Pokok
Materi pokok mata Pelatihan ini adalah :
a. kedudukan, peran, hak dan kewajiban, dan kode etik
ASN;
b. konsep sistem merit dalam pengelolaan ASN; dan
c. mekanisme pengelolaan ASN.

5. Waktu
Alokasi waktu: 2 sesi (6 JP)

B. KEGIATAN BELAJAR

Kegiatan Belajar I : Kedudukan, Peran, Hak dan


Kewajiban, dan Kode Etik
ASN

1. Uraian Materi
Dalam kegiatan belajar I Anda akan diajak mendiskusikan
tentang kedudukan, peran, hak dan kewajiban, dan kode etik
ASN. Setelah mendiskusikan konsep ini, Saudara diharapkan
bisa memahami dan menjelaskan bagaimana kedudukan, peran,
hak dan kewajiban, dan kode etik ASN. Untuk itu Saudara diminta
membaca dengan cermat sebelum mengikuti pelatihan dan
mendiskusikan dengan detail di kelas dengan instruktur dan
teman serta mencoba mengerjakan soal-soal yang sudah ada.

a. Kedudukan ASN
Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat
pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan
pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Untuk
menghasilkan Pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai dasar,
etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme, pengelolaan ASN diatur dalam
Manajemen ASN. Manajemen ASN lebih menekankan kepada
pengaturan profesi pegawai sehingga diharapkan akan tersedia
sumber daya ASN yang unggul dan selaras dengan
perkembangan jaman.

Kedudukan atau status jabatan ASN dalam sistem


birokrasi selama ini dianggap belum sempurna untuk menciptakan
birokrasi yang profesional. Untuk dapat membangun
profesionalitas birokrasi, maka konsep yang dibangun dalam UU
ASN tersebut harus jelas. Berikut beberapa konsep yang ada
dalam UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Berdasarkan jenisnya, Pegawai ASN terdiri atas:
1) Pegawai Negeri Sipil (PNS)
PNS merupakan warga negara Indonesia yang memenuhi
syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap
oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki
jabatan pemerintahan dan memiliki nomor induk pegawai
secara nasional.

2) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)


PPPK adalah warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat
tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk
jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas
pemerintahan sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah
dan ketentuan perundang-undangan. Kehadiran PPPK dalam
manajemen ASN menegaskan bahwa tidak semua pegawai
yang bekerja untuk pemerintah harus berstatus sebagai PNS,
namun dapat berstatus sebagai pegawai kontrak dengan
jangka waktu tertentu. Hal ini bertujuan untuk menciptakan
budaya kerja baru menumbuhkan suasana kompetensi di
kalangan birokrasi yang berbasis pada kinerja.

Pegawai ASN berkedudukan sebagai unsur aparatur


negara yang menjalankan kebijakan yang ditetapkan oleh
pimpinan Instansi Pemerintah serta harus bebas dari pengaruh
dan intervensi semua golongan dan partai politik. Pegawai ASN
dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Selain
untuk menjauhkan birokrasi dari pengaruh partai politik, hal ini
dimaksudkan untuk menjamin keutuhan, kekompakan dan
persatuan ASN, serta dapat memusatkan segala perhatian,
pikiran, dan tenaga pada tugas yang dibebankan kepadanya.

Kedudukan ASN berada di pusat, daerah, dan luar negeri.


Namun demikian pegawai ASN merupakan satu kesatuan.
Kesatuan bagi ASN ini sangat penting, mengingat dengan adanya
desentralisasi, otonomi daerah dan sering muncul isu putra
daerah yang menyebabkan perkembangan birokrasi menjadi
stagnan di daerah-daerah. Kondisi tersebut merupakan ancaman
bagi kesatuan bangsa.

b. Peran ASN

Pegawai ASN memiliki peran sebagai perencana,


pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum
pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan
kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari
intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme.

Untuk dapat menjalankan perannya dengan baik, Pegawai


ASN memiliki fungsi sebagai:

1) Pelaksana kebijakan publik;


2) Pelayan publik; dan
3) Perekat dan pemersatu bangsa
Selanjutnya Pegawai ASN bertugas untuk:
1) Melaksanakan kebijakan yang dibuat oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Dalam hal ini, ASN harus mengutamakan kepentingan publik


dan masyarakat luas serta mengutamakan pelayanan yang
berorientasi pada kepentingan publik. 2) Memberikan
pelayanan publik yang profesional dan berkualitas.

Pelayanan publik merupakan kegiatan dalam rangka


pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan
penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administratif yang diselenggarakan oleh penyelenggara
pelayanan publik dengan tujuan kepuasan pelanggan. Oleh
karena itu ASN dituntut untuk professional dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.; dan

3) Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan


Republik Indonesia.
ASN senantiasa dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD
1945, Negara dan Pemerintah. Selain itu, ASN juga
senantiasa menjunjung tinggi martabat ASN serta senantiasa
mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan diri
sendiri, seseorang dan golongan. Dalam UU ASN disebutkan
bahwa dalam penyelenggaraan dan kebijakan manajemen
ASN, salah satu diantaranya asas persatuan dan kesatuan.
ASN harus selalu mengutamakan dan mementingkan
persatuan dan kesatuan bangsa (kepentingan bangsa dan
Negara di atas segalanya).

c. Hak dan Kewajiban ASN


Dalam penyelenggaraan kebijakan dan Manajemen ASN,
dikenal adanya asas proporsionalitas yang mengutamakan
keseimbangan antara hak dan kewajiban pegawai ASN.

Hak adalah suatu kewenangan atau kekuasaan yang


diberikan oleh hukum, suatu kepentingan yang dilindungi oleh
hukum, baik pribadi maupun umum. Dapat diartikan bahwa hak
adalah sesuatu yang patut atau layak diterima. Agar dapat
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dapat
meningkatkan produktivitas, menjamin kesejahteraan ASN dan
akuntabel, maka setiap ASN diberikan hak. Dalam UU ASN, Hak
PNS dan PPPK adalah sebagai berikut:

1) PNS berhak memperoleh:


a. gaji, tunjangan, dan fasilitas;
b. cuti;
c. jaminan pensiun dan jaminan hari tua;
d. perlindungan; dan
e. pengembangan kompetensi
Gaji, tunjangan dan fasilitas yang diterima oleh PNS diatur
dengan Peraturan
Pemerintah. Sementara itu, cuti diberikan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian (PPK) atau pejabat di lingkungannya
yang diberikan kewenangan oleh PPK. Cuti yang dapat
diambil oleh PNS yaitu cuti tahunan, cuti besar, cuti sakit, cuti
melahirkan, cuti karena alasan penting, cuti bersama dan cuti
diluar tanggungan negara. Hak atas setiap cuti tersebut dapat
digunakan oleh setiap PNS dengan mengikuti peraturan dan
perundangan yang berlaku.
PNS juga berhak atas jaminan pensiun dan jaminan hari
tua yang diberikan kepada PNS yang telah berhenti bekerja, baik
berhenti karena meninggal dunia, atas permintaan sendiri,
mencapai Batas Usia Pensiun (BUP), diberhentikan dengan
hormat karena perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah
yang mengakibatkan pensiun dini, diberhentikan dengan hormat
karena kondisi jasmani dan/atau rohani yang tidak
memungkinkan. Jaminan tersebut diberikan sebagai perlindungan
kesinambungan penghasilan hari tua, hak, dan penghargaan atas
pengabdian selama menjadi PNS dan diberikan dalam program
jaminan sosial nasional yang berasal dari pemerintah selaku
pemberi kerja dan iuran PNS yang bersangkutan.

Hak perlindungan seperti disebutkan diatas wajib


disediakan oleh Pemerintah untuk PNS berupa:
a. jaminan kesehatan;
b. jaminan kecelakaan kerja;
c. jaminan kematian; dan
d. bantuan hukum.
Perlindungan berupa jaminan kesehatan, jaminan
kecelakaan kerja dan jaminan kematian mencakup jaminan sosial
yang diberikan dalam program jaminan sosial nasional.
Sedangkan bantuan hukum adalah berupa pemberian bantuan
hukum dalam perkara yang dihadapi di pengadilan terkait dengan
pelaksanaan tugasnya.

Terkait dengan pengembangan kompetensi yang


merupakan upaya untuk pemenuhan kebutuhan kompetensi PNS
dengan standar kompetensi jabatan dan rancangan
pengembangan karier, setiap PNS memiliki hak untuk
dikembangkan baik pada kompetensi manajerial, kompetensi
teknis maupun kompetensi sosial kultural berdasarkan kebutuhan
yang telah dipetakan.

2) Sementara itu, PPPK berhak memperoleh:


a. gaji dan tunjangan;
b. cuti;
c. perlindungan; dan
d. pengembangan kompetensi
Gaji dan tunjangan yang diterima oleh PPPK berlaku
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku bagi PNS. Terkait dengan cuti, setiap PPPK berhak
menerima cuti yang diberikan oleh PPK; cuti tersebut meliputi cuti
tahunan, cuti sakit, cuti melahirkan dan cuti Bersama.

Untuk hak perlindungan seperti disebutkan diatas wajib


disediakan oleh Pemerintah untuk PPPK dijabarkan lebih lanjut
sebagai berikut:

a. jaminan hari tua;


b. jaminan kesehatan;
c. jaminan kecelakaan kerja;
d. jaminan kematian; dan
e. bantuan hukum.
Perlindungan berupa jaminan hari tua, jaminan kesehatan,
jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian dilaksanakan
sesuai dengan sistem jaminan sosial nasional. Sedangkan
bantuan hukum adalah pemberian bantuan hukum dalam perkara
yang dihadapi di pengadilan terkait pelaksanaan tugasnya.

Dalam hal pengembangan kompetensi, PPPK diberikan


kesempatan untuk pengayaan pegetahuan yang sesuai dengan
perencanaan pengembangan kompetensi di instansi pemerintah.
Pengembagan kompetensi tersebut diberikan dengan
memperhatikan hasil penilaian kinerja PPPK yang bersangkutan.
Selanjutnya, sesuai dengan asas proporsionalitas, hak
yang diterima ASN diiringi dengan kewajiban yang harus dipenuhi.
Kewajiban adalah suatu beban atau tanggungan yang bersifat
kontraktual. Dengan kata lain kewajiban adalah sesuatu yang
sepatutnya diberikan. Dalam UU ASN, disebutkan kewajiban
Pegawai ASN antara lain:

a. setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar


Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah;

b. menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;


c. melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat
pemerintah yang berwenang;

d. menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;


e. melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh
pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab;

f. menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap,


perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap orang, baik di
dalam maupun di luar kedinasan;
g. menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat
mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
h. bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Secara ringkas, meskipun PNS dan PPPK menduduki


jabatan dan melaksanakan tugas pemerintahan, terdapat
beberapa perbedaan yang dapat dilihat pada tabel dibawah:

Tabel 1
Perbandingan PNS dan PPPK
No. PNS PPPK
1. Manajemen PNS terdiri dari: Manajemen PPPK terdiri dari:
penetapan pegawai; pengadaan; penetapan pegawai; pengadaan;
pangkat dan jabatan; penilaian kinerja; penggajian dan
pengembangan karir; pola tunjangan; pengembangan
karir; promosi; mutasi; kompetensi; pemberian
penilaian kinerja; penggajian dan penghargaan; disiplin; pemutusan
tunjangan; penghargaan; disiplin; hubungan perjanjian kerja; dan
pemberhentian; jaminan perlindungan.
pensiun dan jaminan hari
tua; dan perlindungan.
2. Dapat menduduki seluruh jabatan Hanya dapat menduduki
ASN
Jabatan Fungsional, Jabatan
Pimpinan Tinggi (JPT) Utama
dan Madya tertentu serta
jabatan lain yang bukan merupakan
jabatan struktural tetapi
menjalankan fungsi manajemen di
instansi pemerintah kecuali JPT
utama dan madya di bidang rahasi
negara, pertahanan, keamanan,
pengelolaan aparatur negara,

No. PNS PPPK


kesekretariatan negara,
pengelolaan sumber daya alam.

3. Berusia paling rendah 18 (delapan Berusia paling rendah 20 (dua


belas) tahun dan paling tinggi 35 puluh) tahun dan paling tinggi 1
(satu) tahun sebelum batas usia
(tiga puluh lima) tahun pada saat tertentu pada jabatan yang akan
melamar. dilamar sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
4. Melalui seleksi administrasi, Melalui seleksi administrasi dan
seleksi kompetensi dasar dan seleksi kompetensi.
seleksi kompetensi bidang.

5. Menjalani masa percobaan Tidak menjalani masa percobaan.


selama 1 (satu) tahun.

6. Berstatus sebagai pegawai tetap. Diangkat dengan Perjanjian Kerja


untuk jangka waktu tertentu
(paling singkat 1 tahun) dalam
rangka melaksanakan tugas
pemerintahan sesuai dengan
kebutuhan Instansi Pemerintah dan
ketentuan perundangundangan.

7. Memiliki Nomor Induk Memiliki Nomor Induk PPPK.


Pegawai secara Nasional.
8. Memiliki hak terhadap gaji, Memiliki hak terhadap gaji dan
tunjangan, dan fasilitas; cuti; tunjangan; cuti; perlindungan; dan
jaminan pensiun dan pengembangan kompetensi.
jaminan hari tua; perlindungan;
dan pengembangan kompetensi.
9. Bentuk perlindungan yang Bentuk perlindungan yang
diperoleh berupa jaminan diperoleh berupa jaminan hari
kesehatan; jaminan kecelakaan tua; jaminan kesehatan; jaminan
kerja; jaminan kecelakaan kerja;

No. PNS PPPK


kematian; dan bantuan hukum. jaminan kematian; dan bantuan
hukum.

10. Cuti terdiri atas cuti tahunan; cuti Cuti terdiri atas cuti tahunan; cuti
besar; cuti sakit; cuti melahirkan; besar; cuti sakit; cuti melahirkan;
cuti karena alasan penting; dan cuti bersama.
cuti bersama; dan cuti di luar
tanggungan negara.

11. Setiap PNS memiliki hak dan Pelaksanaan pengembangan


kesempatan yang sama untuk kompetensi dikecualikan bag
PPPK yang melaksanakan
diikutsertakan dalam
tugas sebagai JPT Utam
pengembangan kompetensi tertentu dan JPT Mady
dengan tertentu.

memperhatikan hasil penilaian


kinerja dan penilaian kompetensi
PNS yang bersangkutan.

Sumber: PP No. 11 Tahun 2017 dan PP No. 49 Tahun 2018, diolah


d. Kode Etik dan Kode Perilaku ASN
Dalam UU ASN disebutkan bahwa profesi ASN
berlandaskan pada kode etik dan kode perilaku yang bertujuan
untuk menjaga martabat dan kehormatan ASN. Kode etik dan
kode perilaku berisi pengaturan perilaku agar Pegawai ASN:

a. melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggungjawab, dan


berintegritas tinggi;

b. melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;


c. melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa
tekanan;
d. melaksnakan tugasnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan

e. melaksnakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau


Pejabat yang Berwenang sejauh tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundangundangan dan etika
pemerintahan;

f. menjaga kerahasian yang menyangkut kebijakan Negara;


g. menggunakan kekayaan dan barang milik Negara secara
bertanggungjawab, efektif, dan efisien;
h. menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam
melaksanakan tugasnya;
i. memberikan informasi secara benar dan tidak
menyesatkan kepada pihak lain yang memerlukan informasi
terkait kepentingan kedinasan;

j. tidak menyalahgunakan informasi intern Negara, tugas,


status, kekuasaan, dan jabatannya untuk mendapat atau
mencari keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri atau untuk
orang lain;

k. memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu menjaga


reputasi dan integritas ASN; dan

l. melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan


mengenai disiplin Pegawai ASN.

Kode etik dan kode perilaku yang diatur dalam UU ini


menjadi acuan bagi para ASN dalam penyelenggaraan birokrasi
pemerintah. Fungsi kode etik dan kode perilaku ini sangat penting
dalam birokrasi dalam menyelenggarakan pemerintahan. Fungsi
tersebut antara lain:

1) Sebagai pedoman, panduan birokrasi publik/aparatur sipil


negara dalam menjalankan tugas dan kewenangan agar
tindakannya dinilai baik;
2) Sebagai standar penilaian sifat, perilaku, dan tindakan
birokrasi publik/aparatur sipil negara dalam menjalankan
tugas dan kewenangannya; dan

3) Etika birokrasi penting sebagai panduan norma bagi


aparat birokrasi dalam menjalankan tugas pelayanan pada
masyarakat dan menempatkan kepentingan publik di atas
kepentingan pribadi, kelompok dan organisasinya. Etika
diarahkan pada kebijakan yang benar-benar
mengutamakan kepentingan masyarakat luas.

Untuk menjaga kode etik profesi dan standar pelayanan


profesi ASN serta mewujudkan jiwa korps ASN sebagai perekat
dan pemersatu bangsa, Pegawai ASN memiliki korps profesi
Pegawai ASN. Selain itu, terdapat juga asas profesionalitas dalam
Manajemen ASN yang mengutamakan keahlian seorang Pegawai
ASN dengan tetap berlandaskan kode etik dan peraturan serta
perundang-undangan yang berlaku.

Secara lebih khusus, PNS yang menjabat sebagai seorang


pejabat fungsional biasanya akan tergabung dalam organisasi
profesi jabatan fungsional tersebut dan memiliki kode etik serta
kode perilaku profesi yang sesuai dengan ketentuan peraturan
dan perundangan dan mendapat persetujuan dari Instansi
Pembina untuk setiap jabatan.
2. Rangkuman
a. Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk
menghasilkan Pegawai ASN yang professional, memiliki
nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik,
bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

b. Manajemen ASN lebih menekankan kepada pengaturan


profesi pegawai sehingga diharapkan agar selalu tersedia
sumber daya aparatur sipil Negara yang unggul selaras
dengan perkembangan jaman.

c. Berdasarkan jenisnya, Pegawai ASN terdiri atas: a)


Pegawai Negeri Sipil (PNS); dan b) Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

d. Pegawai ASN berkedudukan sebagai aparatur negara


yang menjalankan kebijakan yang ditetapkan oleh
pimpinan instansi pemerintah serta harus bebas dari
pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai
politik.

e. Untuk menjalankan kedudukannya tersebut, maka


Pegawai ASN berfungsi sebagai berikut: a) Pelaksana
kebijakan publik; b) Pelayan publik; dan c) Perekat dan
pemersatu bangsa.
f. Agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya dengan baik dapat meningkatkan
produktivitas, menjamin kesejahteraan ASN dan
akuntabel, maka setiap ASN diberikan hak. Sesuai dengan
asas proposionalitas, ASN yang telah memperoleh hak
tentu harus menjalankan kewajibannya sesuai dengan
tugas dan tanggungjawab.

g. Sebagai profesi, ASN bekerja dengan berlandaskan pada


kode etik dan kode perilaku. Kode etik dan kode perilaku
ASN yang diatur dalam UU ASN menjadi acuan bagi para
ASN dalam penyelenggaraan birokrasi pemerintah dan
bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan
ASN.

3. Latihan/Tugas
Agar Anda bisa lebih memahami apa yang sudah Anda
baca dan pelajari dari modul ini, latihan berikut bisa memperkuat
pemahaman Anda tentang Kedudukan, Peran, Hak dan
Kewajiban, dan Kode Etik dan Kode Perilaku ASN. Anda dapat
mengerjakan latihan berikut sendiri atau mendiskusikan
dengan teman Anda.
1. Jelaskan esensi penting dari manajemen aparatur sipil negara
sesuai dengan UU ASN dan apa impilkasi esensi tersebut
terhadap Anda sebagai pegawai ASN.
2. Jelaskan kedudukan dan peran dari aparatur sipil negara dan
apa yang perlu dilakukan oleh Anda sebagai pegawai ASN.

3. Jelaskan dengan singkat hak dan kewajiban ASN dan


bagaimana Anda harus bersikap agar hak dan kewajiban
tersebut seimbang.

4. Jelaskan kode etik dan kode perilaku ASN dan


bagaimana Anda dapat melaksanakan kode etik dan kode
perilaku tersebut.
Kegiatan Belajar 2 : Konsep Sistem Merit Dalam Pengelolaan ASN

1. Uraian Materi

a. Pengantar

Pengelolaan SDM harus selalu berkaitan dengan tujuan


dan sasaran organisasi (strategic alignment), dalam konteks ini
aktivitas dalam pengelolaan SDM harus mendukung misi utama
organisasi. Pengelolaan SDM dalam hal ini ASN dilakukan untuk
memotivasi dan juga meningkatkan produktivitas pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sehingga mampu berkontribusi pada
pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Organisasi
membutuhkan pegawai yang jujur, kompeten dan berdedikasi.

Untuk mendapatkan profil pegawai yang produktif, efektif


dan efisien tersebut diperlukan sebuah sistem pengelolaan SDM
yang mampu memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan
bagi individu yang bekerja didalamnya. Sebuah sistem yang
efisien, efektif, adil, terbuka/transparan, dan bebas dari
kepentingan politik/individu/kelompok tertentu. Kondisi ini
memberikan lingkungan yang kondusif bagi pegawai untuk bekerja
dan berkinerja karena merasa dihargai dan juga diperhatikan
oleh organisasi.

Sistem merit yang berdasarkan pada obyektivitas dalam


pengelolaan ASN menjadi pilihan bagi berbagai organisasi untuk
mengelola SDM. Kualifikasi, kemampuan, pengetahuan dan juga
ketrampilan pegawai yang menjadi acuan dalam pengelolaan
ASN berdasar sistem merit menjadi fondasi untuk memiliki
pegawai yang kompeten dan bahagia dalam organisasi karena
mereka memiliki kepercayaan diterapkannya keadilan dalam
organisasinya.
b. Konsep Sistem Merit dalam Pengelolaan ASN
Konsep Sistem Merit menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dalam pengelolaan ASN. Pertanyaan yang sering
muncul adalah apa sebenarnya arti sistem merit dan mengapa
sistem tersebut dibutuhkan dalam pengelolaan ASN. Pada
dasarnya, sistem merit adalah konsepsi dalam manajemen SDM
yang menggambarkan diterapkannya obyektifitas dalam
keseluruhan semua proses dalam pengelolaan ASN yakni pada
pertimbangan kemampuan dan prestasi individu untuk
melaksanakan pekerjaanya (kompetensi dan kinerja). Sistem Merit
adalah kebijakan dan Manajemen ASN yang berdasarkan pada
kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan
wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras,
warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan,
umur, atau kondisi kecacatan.

Untuk dapat menjalankan tugas pelayanan publik, tugas


pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu, Pegawai ASN
harus memiliki profesi dan Manajemen ASN yang berdasarkan
pada Sistem Merit atau perbandingan antara kualifikasi,
kompetensi, dan kinerja yang dibutuhkan oleh jabatan dengan
kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang dimiliki oleh calon
pegawai. Pengambilan keputusan dalam pengelolaan SDM
dilakukan dengan melihat pada kemampuan dan kualifikasi
seseorang dalam atau untuk melaksanakan pekerjaan dan tidak
berdasarkan pertimbangan subyektif seperti afiliasi politik, etnis,
dan gender.

Obyektifitas ini dilaksanakan pada semua tahapan dalam


pengelolaan SDM (rekruitmen, pengangkatan,
penempatan, dan promosi) secara terbuka dan kompetitif,
sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Sistem ini
biasanya disandingkan dengan spoil sistem, dimana dalam
penerapan manajemen SDM-nya lebih mengutamakan
pertimbangan subyektif.

Bagi organisasi, adanya sistem merit mendukung


keberadaan prinsip akuntabilitas yang saat ini menjadi tuntutan
dalam sektor publik. Ketika organisasi mengetahui apa tujuan
keberadaannya (visi, misi, dan program yang akan dilakukan)
organisasi dapat mengarahkan SDM-nya untuk dapat
mempertanggungjawabkan keberadaannya. Dengan kata lain
organisasi dapat mempertanggungjawabkan bagaimana mereka
menggunakan SDM-nya secara efektif dan efisien. Sedangkan
bagi pegawai, sistem ini menjamin keadilan dan juga
menyediakan ruang keterbukaan dalam perjalanan karir seorang
pegawai.

UU ASN secara jelas mengakomodasi prinsip merit dalam


pelaksanaan manajemen ASN. Aparatur Sipil Negara (ASN)
merupakan motor penggerak pemerintahan, pilar utama dalam
melaksanakan tugas sebagai pelayan publik yang secara
langsung maupun tidak langsung bersinggungan dengan
masyarakat. Oleh karena itu kinerja ASN menjadi indikator
utama yang menentukan kualitas ASN itu sendiri. Untuk
mendapatkan ASN yang memiliki kinerja tinggi diperlukan suatu
regulasi yang mampu mendorong ASN bertanggung jawab
terhadap tugasnya dan mau melakukannya dengan sepenuh hati.
Sistem merit adalah salah satu strategi untuk mendorong
produktivitas kerja lebih tinggi karena ASN dijamin obyektivitasnya
dalam perjalanan kariernya. Manajemen menyediakan kondisi
dimana berbagai kebijakan dan manajemen SDM dilakukan dan
didasari pada pertimbangan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja
secara adil dan wajar, tanpa membedakan latar belakang politik,
ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status
pernikahan, umur ataupun kondisi kecacatan.

Selain itu, UU ASN memandang bahwa sumber daya


manusia (SDM) adalah aset yang harus dikembangkan. Dengan
dasar tersebut maka setiap ASN memiliki kesempatan yang sama
untuk meningkatkan kualitas diri masing-masing. Oleh karenanya
setiap ASN dimotivasi untuk memberikan yang terbaik. Sistem
merit merupakan salah satu bentuk motivasi bagi ASN yang ingin
meningkatkan kualitas dirinya.

Peningkatan kualitas ASN ini akan mendukung upaya


peningkatan kualitas pelayanan publik yang menjadi tanggung
jawab sektor publik. Langkah awal dalam memperbaiki kinerja
pelayan publik harus dimulai dari memperbaiki kinerja ASN
secara individual. Manajemen yang baik bagi ASN adalah kunci
untuk memulai perubahan ke arah yang lebih baik dan diharapkan
mampu menciptakan suatu tata kelola pemerintahan yang baik
pula. Melalui sistem merit, ASN akan mendapatkan bentuk
rewards dan punishment sebagai dampak dari produktivitas
kerjanya dan diharapkan mampu memenuhi aspek equity
dikalangan ASN.

Dalam berbagai praktik penyelenggaraan di Indonesia,


masih sering dijumpai mekanisme penilaian kinerja yang tidak
didisain berdasarkan pada kontribusi kinerja pegawai tapi lebih
mengedepankan aspek kesamaan ataupun senioritas. Kondisi ini
seringkali menimbulkan frustasi dan demotivasi bagi pegawai
yang berkontribusi tinggi. Ketidakpuasan pegawai berprestasi dan
pembiaran terhadap pegawai yang berkinerja rendah ini akan
mempengaruhi kualitas pelayanan sektor publik. Penyimpangan,
ketidakadilan pelayanan, perilaku tidak ramah, pembiaran adalah
wujud pelayanan yang seringkali kita jumpai sebagai representasi
dari ketidakpuasan pegawai.

Dalam sistem merit berbagai keputusan dalam manajemen


SDM didasari pada kualifikasi, kompetensi dan kinerja. Pada
proses rekruitmen misalnya, kualifikasi dan kompetensi menjadi
pertimbangan seseorang untuk menjadi pegawai ASN. Sistem
CAT (computer-assisted testing) yaitu model assessment atau
penilaian dimana kandidat/calon menjawab pertanyaan (atau
menyelesaikan latihan) dengan menggunakan komputer (menjadi
bagian dalam program komputer), mampu menjamin transparansi,
efisiensi serta efektifitas dalam rekruitmen pegawai. Intervensi dan
preferensi personal dapat dikurangi bahkan dapat dihilangkan
dengan sistem ini, sehingga kita mendapatkan calon ASN yang
berkualitas.

Sistem merit juga sepenuhnya mendasarkan proses


penggajian, promosi, mutasi, pengembangan kompetensi dan lain-
lain pada penilaian kinerja, uji kompetensi, dan pertimbangan
kualifikasi dan tidak berdasarkan pada kedekatan dan rasa
kasihan. Penilaian kinerja menjadi titik kritis di Indonesia saat ini
ketika dikaitkan dengan pemberian tunjangan kinerja (di level
pemerintah daerah terdapat berbagai istilah yang digunakan
misalnya istilah tunjangan daerah). Penerapan konsep
Performance Related to Pay masih harus diperjuangkan dan
juga membutuhkan komitmen tinggi baik dari yang dinilai maupun
yang menilai. Aspek lain dalam pengelolaan SDM yakni promosi
juga menjadi perhatian besar dalam pelaksanaan reformasi
manajemen ASN di Indonesia. Open recruitment, talent
management, fair assessment adalah berbagai strategi yang
dilakukan sebagai terjemahan konsep sistem merit ini. Potret
promosi sektor publik di Indonesia masih dibayangi dengan
praktek spoil sistem seperti pemilihan pejabat berdasarkan afiliasi
politik, keterbatasan akses informasi mengenai promosi, dan
ketidakjelasan indikator dalam pelaksanaan promosi.

Kehadiran UU ASN dengan penerapan sistem merit ini


menjadi tonggak penting dalam pengelolaan ASN di Indonesia
untuk mewujudkan aparat yang profesional dan berkualitas. Pasal
1 tentang Ketentuan Umum dalam UU tersebut memuat cakupan
sistem merit dalam pengelolaan ASN:

“Sistem merit adalah kebijakan dan manajemen ASN


yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi dan kinerja
secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar
belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis
kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi
kecatatan”.

Pencantuman sistem merit dalam UU ASN


mengindikasikan keseriusan pemerintah untuk menerapkan
obyektifitas dalam manajemen ASN dan juga keharusan semua
instansi pemerintah untuk menerapkan sistem tersebut dalam
pengelolaan ASN-nya. Prinsip keadilan dan kewajaran yang ada
dalam pasal di atas harus diterapkan untuk menjamin karir ASN
yang jelas dan juga untuk tujuan peningkatan akuntabilitas kinerja
pemerintah.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, ASN di Indonesia


terdiri atas dua komponen yaitu PNS dan PPPK. Oleh karena itu,
prinsip sistem merit harus diterapkan pada kedua jenis komponen
tersebut. Pasal 55 UU ASN menyebutkan bahwa “Manajemen
PNS meliputi penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan,
pangkat dan jabatan, pengembangan karier, pola karier, promosi,
mutasi, penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan,
penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan pensisun dan hari
tua, dan perlindungan.” Sedangkan Pasal 93 menyatakan
bahwa “Manajemen PPPK meliputi: penetapan kebutuhan,
pengadaan, penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan,
pengembangan kompetensi, pemberian penghargaan, disiplin,
pemutusan hubungan kerja, perlindungan.” Semua fungsi dan
komponen dalam manajemen ASN sebagaimana tercantum dalam
dua pasal tersebut harus menerapkan sistem merit ini.

Dalam pengelolaan ASN, organisasi memiliki


tugas untuk memaksimalisasikan efektivitas pegawainya dan
juga memenuhi kepuasan pegawai melalui berbagai hal seperti
kompensasi, kesempatan berkembang, jaminan karir dan juga
kepuasan dalam melaksanakan pekerjaan.

Berikut adalah gambaran mengenai pelaksanaan sistem


merit dalam beberapa komponen pengelolaan ASN sebagaimana
di atas khususnya dalam penyusunan dan penetapan kebutuhan
(perencanaan kebutuhan
pegawai/planning), penilaian kinerja (monitoring dan
penilaian), pengembangan kompetensi, promosi, mutasi,
penghargaan yang terdapat dalam UU ASN.

1) Perencanaan
Pasal 56 menyebutkan bahwa setiap instansi pemerintah
dalam menyusun dan menetapkan kebutuhan pegawai harus
didasarkan pada analisis jabatan dan analisis beban kerja. Pasal
ini mengisyaratkan:

a) Perencanaan kebutuhan pegawai harus mendukung


sepenuhnya tujuan dan sasaran organisasi. Jumlah dan
kualifikasi pegawai yang dibutuhkan dihitung untuk
memenuhi kebutuhan pencapaian tujuan dan sasaran
organisasi.

b) Proses pengadaan dilakukan untuk mendapatkan pegawai


dengan kualitas yang tepat dan berintegritas untuk
memenuhi kebutuhan organisasi. Pegawai yang
terseleksi menjadi ASN adalah mereka yang memiliki
pengetahuan, ketrampilan dan perilaku yang dibutuhkan
jabatan/organisasi.

c) Pegawai ditempatkan sesuai dengan perencanaannya


(untuk memenuhi kebutuhan organisasi) dan tidak
berdasarkan preferensi individu/kelompok atau
pertimbangan subyektif lainnya.
d) Untuk mendapatkan pegawai yang tepat dibutuhkan
sebuah sistem yang transparan dan adil bagi semua
orang.

Dalam penerapannya dibutuhkan beberapa kondisi dalam


penentuan dan pengisian formasi pegawai antara lain:

a) Pengisian formasi sampai dengan pengangkatan pegawai


dilakukan dengan penilaian yang terbuka dan adil. Pasal
62 UU ASN memberikan pedoman untuk penilaian ini.
b) Untuk menjamin keadilan dan transparansi, formasi
pegawai harus diinformasikan kepada semua orang tidak
terkecuali. Pasal 60 dan 61 menjamin hal tersebut dengan
ketentuan bagi setiap instansi pemerintah untuk
mengumumkan secara terbuka kepada masyarakat
tentang kebutuhan jabatan dan juga jaminan bahwa
semua warga negara diberi kesempatan yang sama untuk
menjadi pegawai ASN.

2) Monitoring, Penilaian dan Pengembangan


Disatu sisi, kegiatan monitoring pegawai didasarkan
sepenuhnya untuk memastikan bahwa pegawai digunakan secara
efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan organisasi
(pegawai memberikan kontribusi pada kinerja dan produktivitas
organisasi). Disisi lain pegawai dijamin keberadaan dan kariernya
berdasarkan kontribusi yang diberikan. Jaminan sistem merit
dalam monitoring dan penilaian antara lain dapat diwujudkan
dengan:

a) Pangkat dan jabatan dalam ASN diberikan berdasarkan


kompetensi, kuaifikasi dan persyaratan jabatan.

b) Pengembangan karier ASN dilakukan berdasarkan


kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja yang
mencerminkan kebutuhan instansi masing-masing.

c) Mutasi pegawai dilakukan dengan mempertimbangkan


kualifikasi, kompetensi dan kebutuhan isntansi.

d) Penilaian kinerja dilakukan dengan dasar kinerja


sesungguhnya dari seorang pegawai. Sistem penilaian
kienrja yang digunakan harus bisa membedakan pegawai
berkinerja dan tidak berkinerja. Penilaian kinerja
memberikan kesempatan kepada pegawai yang tidak
berkinerja baik untuk diperbaiki, dan juga mengapresiasi
pegawai yang berkinerja tinggi (sebagai wujud pengakuan
organisasi terhadap orang berkinerja tinggi/reward).

e) Promosi pegawai dilakukan dengan berdasarkan pada


kinerja pegawai dan bukan pada pertimbangan subyektif.
c. Kelembagaan dan Jaminan Sistem Merit dalam Pengelolaan ASN
Sistem merit menjadi prinsip utama dalam UU ASN,
bahkan UU ini juga menyediakan aturan kelembagaan untuk
menjamin keberlangsungan sistem merit dalam pengelolaan ASN.
Lembaga-lembaga tersebut adalah:

1) Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang diberikan


kewenangan untuk melakukan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan kebijakan dan manajemen ASN untuk
menjamin perwujudan atau pelaksanaan sistem merit pada
instansi pemerintah.

2) Kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan


di bidang pendayagunaan aparatur negara (saat ini
disebut Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi/KemenPAN dan RB) yang
bertugas memberikan pertimbangan kepada Presiden
dalam penindakan Pejabat yang Berwenang dan
Pejabat Pembina Kepegawaian atas penyimpangan sistem
merit dalam pengelolaan ASN.

2. Rangkuman
Penerapan sistem merit dalam pengelolaan ASN
mendukung pencapaian tujuan dan sasaran organisasi serta
memberikan ruang bagi tranparansi, akuntabilitas, obyektivitas
dan keadilan. Beberapa langkah nyata dapat dilakukan untuk
menerpakan sistem ini baik dari sisi perencanaan kebutuhan yang
berupa transparansi dan jangkauan informasi kepada masyarakat
maupun jaminan obyektifitas dalam pelaksanaan seleksi.
Sehingga instansi pemerintah mendapatkan pegawai yang tepat
dan berintegritas untuk mencapai visi dan misinya.

Pasca rekruitmen, berbagai sistem pengelolaan pegawai


dalam organisasi harus mencerminkan prinsip sistem merit yang
sesungguhnya dimana semua prosesnya didasarkan pada prinsip-
prinsip yang obyektif dan adil bagi pegawai. Jaminan sistem merit
pada semua aspek pengelolaan pegawai akan menciptakan
lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran dan kinerja.
Pegawai diberikan penghargaan dan pengakuan atas kinerjanya
yang tinggi, disisi lain bad performers mengetahui kelemahannya
untuk kemudian dibantu oleh organisasi untuk meningkatkan
kinerja.

3. Soal Latihan
Agar Anda bisa lebih memahami apa yang sudah Anda
baca dan pelajari dari kegiatan belajar ini, latihan berikut bisa
memperkuat pemahaman Anda tentang Konsep Sistem Merit
dalam Pengelolaan ASN. Anda dapat mengerjakan latihan
berikut sendiri atau mendiskusikan dengan teman Anda.
1. Jelaskan makna dan keuntungan penerapan sistem
merit.
2. Berikan contoh penerapan sistem merit dalam
penilaian kinerja pegawai.

Kegiatan Belajar 3 : Mekanisme Pengelolaan ASN

1. Uraian Materi
a. Pengantar
Pengelolaan atau manajemen ASN pada dasarnya adalah
kebijakan dan praktek dalam mengelola aspek manusia atau
sumber daya manusia dalam organisasi termasuk dalam hal ini
adalah pengadaan, penempatan, mutasi, promosi,
pengembangan, penilaian dan penghargaan. UU Nomor 5 tentang
ASN secara detail menyebutkan pengelolaan pegawai ini baik
untuk PNS maupun PPPK seperti disebutkan sebelumnya pada
kegiatan belajar 2. Dalam hal ini mekanisme pengelolaan ASN
terdiri dari Manajemen PNS dan Manajemen PPPK, Pengelolaan
Jabatan Pimpinan Tinggi, Organisasi dan Sistem Informasi.

b. Manajemen PNS dan PPK.


1. Manajemen PNS
Penyelenggaraan Manajemen PNS dilaksanakan oleh
Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan ASN
dengan kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan,
dan pemberhentian PNS serta pembinaan Manajemen PNS di
Instansi Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan. Kewenangan tersebut dapat didelegasikan
kepada Pejabat yang Berwenang (PyB) dalam pelaksanaan
proses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hanya
saja, kewenangan tersebut dikecualikan bagi pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian pejabat pimpinan tinggi utama,
pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat fungsional keahlian
utama. Apabila terjadi pelanggaran prinsip sistem merit yang
dilakukan oleh PPK atau untuk meningkatkan efektifitas
penyelenggaraan pemerintahan, Presiden dapat menarik kembali
pendelegasian kewenangan.

Ruang lingkup Manajemen PNS meliputi penyusunan dan


penetapan kebutuhan, pengadaan, pangkat dan jabatan,
pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi, penilaian
kinerja, penggajian dan tunjangan, penghargaan, disiplin,
pemberhentian, jaminan pensiun dan hari tua, dan perlindungan.
Manajemen PNS pada instansi pusat dilaksanakan oleh
pemerintah pusat sedangkan pada instansi daerah dilaksanakan
oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

a) Penyusunan dan Penetapan Kebutuhan


Setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun dan
menetapkan kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS
berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja.
Penyusunan kebutuhan meliputi jumlah dan jenis jabatan PNS
yang dipetakan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang diperinci
per 1 (satu) tahun berdasarkan prioritasnya. Jenis jabatan PNS
yang dimaksud adalah Jabatan Administrator (JA), Jabatan
Fungsional (JF) dan Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT).

Hasil penyusunan kebutuhan setiap instansi baik pusat


maupun daerah disampaikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
(PPK) Instansi kepada Menteri dan Kepala BKN. Berdasarkan
kebutuhan tersebut, Menteri kemudian menetapkan kebutuhan
jumlah dan jenis jabatan PNS secara nasional setelah
memperhatikan pendapat Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan dan pertimbangan teknis dari
Kepala BKN.

b) Pengadaan
Pengadaan PNS merupakan kegiatan untuk mengisi
kebutuhan Jabatan Administrasi dan/atau Jabatan Fungsional
dalam suatu Instansi Pemerintah. Pengadaan PNS tersebut
dilakukan secara nasional berdasarkan penetapan kebutuhan
yang telah ditetapkan oleh Menteri. Untuk menjamin obyektifitas
pengadaan PNS, Menteri membentuk panitia seleksi nasional
yang diketuai oleh Kepala BKN. Sedangkan pada tingkat instansi,
PPK membentuk panitia seleksi instansi pengadaan PNS yang
diketuai oleh Pejabat yang Berwenang (PyB).

Pengadaan PNS dilakukan melalui tahapan sebagai


berikut:
1. Perecanaan; dimana panitia seleksi nasional dan
instansi pengadaan PNS menyusun dan menetapkan
perencanaan pengadaan PNS yang meliputi jadwal
dan sarana prasarana pengadaan PNS;

2. Pengumuman lowongan; pada tahapan ini panitia


seleksi pengadaan PNS mengumumkan lowonfan
jabatan PNS secara terbuka kepada masyarakat;

3. Pelamaran; setiap warga negara Indonesia memiliki


kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PNS
dengan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan;

4. Seleksi dan pengumuman hasil seleksi; terdiri dari 3


(tiga) tahap yaitu seleksi administrasi, seleksi
kompetensi dasar dan seleksi kompetensi bidang. PPK
kemudian mengumumkan pelamar yang dinyatakan
lulus seleksi secara terbuka berdasarkan penetapan
hasil akhir seleksi;
5. Pengangkatan calon PNS dan masa percobaan calon
PNS; PPK menetapkan pelamar yang dinyatakan lulus
seleksi sebagai calon PNS setelah mendapatkan
persetujuan teknis dan penetapan nomor induk
pegawai dari Kepala BKN. Calon PNS tersebut wajib
menjalani masa prajabatan yang merupakan masa
percobaan selama 1 (satu) tahun. Masa prajabatan
tersebut dilakukan melalui proses pendidikan dan
pelatihan;

6. Apabila pelaksanaan pelatihan prajabatan bagi Calon


PNS tidak dapat dilaksanakan karena kondisi tertentu -
yang ditetapkan oleh Menteri berdasarkan
pertimbangan anggaran, SDM pelatihan dan/atau
kebijakan strategis nasional - pengangkatan Calon
PNS menjadi PNS dapat dilakukan setelah Calon PNS
mengikuti dan lulus pelatihan prajabatan;

7. Pengangkatan menjadi PNS; calon PNS dapat


diangkat menjadi PNS apabila lulus pendidikan dan
pelatihan serta sehat secara jasmani dan rohani.
c) Pangkat dan Jabatan
PNS diangkat dalam pangkat dan jabatan tertentu pada
Instansi Pemerintah. Jabatan PNS terdiri atas JA, JF dan JPT
dimana pengangkatan PNS kedalam jabatan tertentu tersebut
ditentukan berdasarkan perbandingan objektif antara kompetensi,
kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan dengan
kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki oleh
pegawai. Untuk JF keahllian jenjang ahli pertama, JF keterampilan
jenjang pemula, dan JF keterampilan jenjang terampil dapat
dilakukan melalui proses pengadaan PNS.

Setiap jabatan tertentu dikelompokkan dalam klasifikasi


jabatan PNS yang menunjukkan kesamaan karakteristik,
mekanisme, dan pola kerja. PNS dapat berpindah antar dan
antara JPT, JA, dan JF di Instansi Pusat dan Instansi Daerah
berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan penilaian kinerja. Untuk
JF, terdapat 4 (empat) pola pengangkatan yang dapat dilakukan
yaitu 1) pengangkatan pertama; 2) perpindahan dari jabatan lain;
3) penyesuaian; dan 4) promosi. JF yang diangkat melalui
pengangkatan pertama merupakan pengangkatan yang dilakukan
untuk memenuhi lowongan kebutuhan JF yang telah ditetapkan
dalam pengadaan PNS dan tidak perlu mengikuti serta lulus uji
Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi
Sosial Kultural sesuai standar kompetensi yang telah disusun oleh
instansi pembina.

Jabatan tertentu di lingkungan instansi pusat dapat pula


diisi oleh Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia sesuai dengan kompetensi
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, namun
prajurit Tentara Nasional Indonesia atau anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia tersebut tidak dapat beralih status
menjadi PNS.

JPT utama dan JPT madya tertentu dapat diisi dari


kalangan non-PNS dengan persetujuan Presiden yang
pengisiannya dilakukan secara terbuka dan kompetitif serta
ditetapkan dalam Keputusan Presiden. Akan tetapi, JPT utama
dan JPT madya yang berkecimpung di bidang rahasia negara,
pertahanan, keamanan, pengelolaan aparatur negara,
kesekretariatan negara, pengelolaan sumber daya alam
tidak dapat diisi dari kalangan non-PNS, kecuali
mendapatkan persetujuan dari Presiden setelah mendapatkan
pertimbangan dari Menteri, Kepala BKN, dan Menteri Keuangan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pangkat, tata cara


pengangkatan PNS dalam jabatan, kompetensi jabatan, klasifikasi
jabatan, dan tata cara perpindahan antar jabatan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
d) Pengembangan Karier
Pengembangan karier, pengembangan kompetensi, pola
karier, mutasi dan promosi merupakan manajemen karier PNS
yang harus dilaksanakan berdasarkan prinsip Sistem Merit.
Manajemen karier akan memberikan kejelasan dan kepastian
karier PNS, menyeimbangkan pengembangan karier PNS dengan
kebutuhan instansi, mengingkatkan kompetensi dan kinerja PNS,
serta mendorong peningkatan profesionalitas PNS. Untuk itu,
instansi pemerintah harus menyusun standar kompetensi jabatan
dan profil PNS. Saat ini, standar kompetensi jabatan aparatur sipil
negara diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(PermenPANRB) No. 38 Tahun 2017. Peraturan ini
dimaksudkan agar setiap instansi pemerintah dapat Menyusun
standar kompetensi jabatan aparatur sipil negara dalam organisasi
yang menjadi lingkup kewenanganya, yang merupakan sarana
dasar dalam menyelenggarakan sistem merit manajemen aparatur
negara.

Pengembangan karier PNS dilakukan berdasarkan


kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja, dan kebutuhan Instansi
Pemerintah dengan mempertimbangkan integritas dan moralitas
melalui mutasi, promosi dan/atau penugasan. Dalam hal ini, PPK
diwajibkan untuk a) menetapkan rencana pengembangan karier;
b) melaksanakan pengembangan karier; dan c) melakukan
pemantauan dan evaluasi terhadap pengembangan karier. Pada
tingkat nasional, BKN wajib mengumumkan informasi lowongan
jabatan di seluruh instansi pemerintah melalui Sistem Informasi
ASN. Kemudian, berdasarkan informasi lowongan jabatan
tersebut, setiap PPK menominasikan PNS yang masuk ke dalam
kelompok rencana suksesi di lingkungannya untuk mengisi
lowongan yang ada sesuai kebutuhan instansi. Kelompok
Rencana Suksesi Nasional adalah kelompok talenta yang berasal
dari kotak 9 (sembilan) pada setiap Instansi Pemerintah yang
dihimpun oleh Tim Manajemen Talenta ASN Nasional untuk
disiapkan menduduki jabatan target dalam lingkup nasional.

Manajemen Talenta ASN Nasional adalah sistem


manajemen karier ASN yang meliputi tahapan akuisisi,
pengembangan, retensi, dan penempatan talenta yang
diprioritaskan untuk menduduki jabatan target berdasarkan
tingkatan potensial dan kinerja tertinggi melalui mekanisme
tertentu yang dilaksnakan secar efektif dan berkelanjutan untuk
memenuhi kebutuhan Instansi Pemerintah secara nasional dalam
rangka akselerasi pembangunan nasional. Pengaturan mengenai
penyelenggaraan Manajemen Talenta ASN diatur dalam
PermenPANRB No. 3 Tahun 2020. Dalam Manajemen
Talenta, dilakukan pengembangan talenta yang merupakan
strategi pengembangan karier dan kompetensi talenta melalui
ASN corporate university, sekolah kader, tugas belajar, dan
bentuk pengembangan kompetensi lainnya.

Kompetensi PNS yang dikembangkan meliputi (1)


kompetensi teknis yang diukur dari tingkat dan spesialisasi
pendidikan, pelatihan teknis fungsional, dan pengalaman bekerja
secara teknis; (2) kompetensi manajerial yang diukur dari tingkat
pendidikan, pelatihan struktural atau manajemen, dan
pengalaman kepemimpinan; dan (3) kompetensi sosial kultural
yang diukur dari pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat
majemuk dalam hal agama, suku, dan budaya sehingga memiliki
wawasan kebangsaan. Sementara integritas diukur dari kejujuran,
kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,
kemampuan bekerja sama, dan pengabdian kepada masyarakat,
bangsa dan negara dan moralitas diukur dari penerapan dan
pengamalan nilai etika agama, budaya, dan sosial
kemasyarakatan.

UU ASN mengatur bahwa setiap PNS memiliki hak dan


kesempatan untuk mengembangkan kompetensinya paling sedikit
20 (dua puluh) jam pelajaran dalam 1 tahun. Pengembangan
kompetensi merupakan suatu upaya pemenuhan kebutuhan
kompetensi PNS dengan standar kompetensi Jabatan dan
rencana pengembangan karier yang dilakukan dalam 3 (tiga)
tahapan yakni 1) penyusunan kebutuhan dan rencana
pengembangan kompetensi; 2) pelaksanaan pengembangan
kompetensi; dan 3) evaluasi pengembangan kompetensi.
Rencana pengembangan kompetensi tahunan disusun oleh setiap
instansi pemerintah yang dituangkan dalam rencana kerja
anggaran tahunan instansi masing-masing. Dengan begitu,
instansi perlu menginventarisasi jenis kompetensi yang perlu
dikembangkan dari setiap PNS dengan melihat profil PNS, data
hasil kesenjangan kompetensi, data hasil kesenjangan kinerja
dengan mempertimbangkan standar kompetensi jabatan dan
ketersediaan anggaran. Rencana pengembangan kompetensi
tersebut kemudian diverifikasi oleh PyB dan divalidasi oleh PPK.

Dalam Peraturan Kepala Lembaga Administrasi


Negara (LAN) No. 10 Tahun 2018 tentang Pengembangan
Kompetesi Pegawai Negeri Sipil, pengembangan kompetensi
tersebut dapat dilakukan secara klasikal seperti pendidikan,
pelatihan, seminar, kursus dan penataran maupun non-klasikal
seperti benchmarking, outbond, magang dan komunitas belajar.
Pengembangan kompetensi juga dapat dilakukan melalui
pendekatan sistem pembelajaran terintegrasi (corporate
university). Kegiatan-kegiatan pengembangan kompetensi
tersebut harus dievaluasi oleh Pejabat yang Berwenang untuk
menilai kesesuaian antara kebutuhan kompetensi dengan standar
kompetensi jabatan dan pengembangan karier dan digunakan
sebagai salah satu dasar dalam pengangkatan jabatan dan
pengembangan karier.
Dalam penyelenggaraan pengembangan karier PNS, PPK
wajib menetapkan recana pengembangan karier yang dimasukkan
dalam Sistem Informasi ASN untuk dipublikasikan, melaksanaan
rencana pengembangan karier tersebut dan kemudian melakukan
pemantauan dan evaluasi.

e) Pola Karier
Untuk menjamin keselarasan potensi PNS dengan
kebutuhan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan
pembangunan perlu disusun pola karier PNS yang terintegrasi
secara nasional. Pola karier merupakan pola dasar mengenai
urutan penempatan dan/atau perpindahan PNS dalam dan antar
posisi di setiap jenis jabatan secara berkesinambungan. Oleh
karena itu, pola karir PNS dapat berbentuk horizontal
(perpindahan dari satu posisi jabatan ke posisi jabatan lain yang
setara baik dalam satu kelompok maupun antar kelompok JA, JF
dan JPT), vertikal (perpindahan dari satu posisi jabatan ke posisi
jabatan lain yang lebih tinggi dalam satu kelompok JA, JF atau
JPT), dan diagonal (perpindahan dari satu posisi jabatan ke posisi
jabatan lain yang lebih tinggi antar kelompok JA, JF atau JPT).
Setiap Instansi Pemerintah menyusun pola karier instansi sesuai
dengan kebutuhan berdasarkan pola karier nasional.
f) Promosi
Promosi merupakan bentuk pola karier yang dapat
berbentuk vertikal atau diagonal. Promosi tersebut dilakukan
berdasarkan perbandingan objektif antara kompetensi, kualifikasi,
dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan, penilaian atas
prestasi kerja, kepemimpinan, kerja sama, kreativitas, dan
pertimbangan dari tim penilai kinerja PNS pada Instansi
Pemerintah, tanpa membedakan gender, suku, agama, ras, dan
golongan. Setiap PNS yang memenuhi syarat mempunyai hak
yang sama untuk dipromosikan ke jenjang jabatan yang lebih
tinggi dan ke jabatan fungsional muda sepanjang memenuhi
persyaratan Jabatan, dengan memperhatikan kebutuhan
organisasi.

Promosi Pejabat Administrasi dan Pejabat Fungsional PNS


dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian setelah mendapat
pertimbangan tim penilai kinerja PNS pada Instansi Pemerintah
yang dibentuk oleh Pejabat yang Berwenang. Tim penilai kinerja
PNS tersebut berjumlah gasal paling sedikit 5 (lima) orang yang
terdiri dari Pyb, pejabat yang menangani bidang kepegawaian,
pejabat yang menangani bidang pengawasan internal, dan pejabat
pimpinan tinggi terkait.

g) Mutasi
Setiap PNS dapat dimutasi tugas dan/atau lokasi dalam 1 (satu)
Instansi
Pusat, antar-Instansi Pusat, 1 (satu) Instansi Daerah, antar-
Instansi Daerah, antarInstansi Pusat dan Instansi Daerah, dan
ke perwakilan Negara Kesatuan Republik Indonesia di luar
negeri. Mutasi dilakukan atas dasar kesesuaian antara
kompetensi PNS dengan persyaratan jabatan, klasifikasi
jabatan dan pola karier dengan memperhatikan kebutuhan
organisasi dan prinsip larangan konflik kepentingan.

Mutasi PNS dalam satu Instansi Pusat atau Instansi


Daerah dilakukan oleh PPK setelah memperoleh pertimbangan
dari tim penilai kinerja PNS. Sementara itu, mutasi PNS
antarkabupaten/kota dalam satu provinsi ditetapkan oleh gubernur
setelah memperoleh pertimbangan kepala BKN. Mutasi PNS antar
kabupaten/kota antar provinsi, dan antar provinsi ditetapkan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam
negeri setelah memperoleh pertimbangan kepala BKN. Untuk
mutasi PNS provinsi/kabupaten/kota ke Instansi Pusat atau
sebaliknya, ditetapkan oleh kepala BKN. Terakhir, mutasi PNS
antar-Instansi Pusat ditetapkan oleh kepala BKN. Mutasi tidak
hanya dilakukan karena tugas dan/atau lokasi saja, namun PNS
dapat mengajukan mutase tugas dan/atau lokasi atas permintaan
sendiri. Pembiayaan sebagai dampak dilakukannya mutasi PNS
dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara untuk
Instansi Pusat dan anggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk Instansi Daerah.
h) Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja PNS bertujuan untuk menjamin
objektivitas pembinaan PNS yang didasarkan sistem prestasi
dan sistem karier. Penilaian kinerja PNS dilakukan berdasarkan
perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat unit atau
organisasi, dengan memperhatikan target, capaian, hasil, dan
manfaat yang dicapai, serta perilaku PNS. Penilaian kinerja
PNS tersebut dilakukan secara objektif, terukur, akuntabel,
partisipatif, dan transparan oleh atasan langsung atau pejabat
yang ditentukan PyB. Penilaian kinerja juga dapat
mempertimbangkan pendapat rekan kerja setingkat dan
bawahannya.

Penilaian kinerja merupakan bagian dari sistem


manajemen kinerja PNS yang diatur dalam Peraturan Pemerintah
(PP) No. 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS. Sistem
Manajemen Kinerja PNS tersebut terdiri atas a) perencanaan
kinerja; b) pelaksanaan, pemantauan kinerja, dan pembinaan
kinerja; c) penilaian kinerja; d) tindak lanjut; dan e) Sistem
Informasi Kinerja PNS.

Penilaian kinerja PNS dilakukan dengan menggabungkan


nilai Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dan perilaku kinerja PNS
yang bersangkutan dengan bobot 70% berbanding 30% atau 60%
berbanding 40%. Pembagian bobot pertama dilakukan oleh
instansi pemerintah yang tidak menerapkan penilaian perilaku
kerja dengan mempertimbangkan pendapat rekan kerja setingkat
dan bawahan langsung. Sedangkan pembagian bobot kedua
dilakukan oleh instansi pemerintah yang menerapkan penilaian
perilaku kerja dengan mempertimbangkan pendapat rekan kerja
setingkat dan bawahan langsung. Penilaian Kinerja PNS dilakukan
pada setiap akhir bulan Desember pada tahun berjalan dan paling
lama akhir bulan Januari tahun berikutnya dan dituangkan ke
dalam dokumen penilaian kinerja.

Penilaian kinerja tersebut kemudian dikelompokan ke


dalam peringkat sebagai berikut a) sangat baik apabila PNS
memiliki nilai 110 ≤ x ≤ 120 dan menciptakan ide dan/atau
cara baru dalam peningkatan kinerja; b) baik apabila PNS
memiliki nilai 90 ≤ x ≤ 110; c) cukup apabila PNS memiliki
nilai 70 ≤ x ≤ 90; d) kurang apabila PNS memiliki nilai 50 ≤
x ≤ 70; dan e) sangat kurang apabila PNS memiliki nilai < 50.

Hasil penilaian kinerja PNS disampaikan kepada tim


penilai kinerja PNS dan digunakan untuk menjamin objektivitas
dalam pengembangan PNS, serta dijadikan sebagai persyaratan
dalam pengangkatan jabatan dan kenaikan pangkat, pemberian
tunjangan dan sanksi, mutasi, dan promosi, serta untuk mengikuti
pendidikan dan pelatihan. PNS dengan penilaian kinerja yang
tidak mencapai target kinerja dikenakan sanksi administrasi
sampai dengan pemberhentian sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai
penilaian kinerja diatur dengan Peraturan Pemerintah.

i) Penggajian dan Tunjangan


Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak
kepada PNS serta menjamin kesejahteraan PNS. Gaji dibayarkan
secara bertahap sesuai dengan beban kerja, tanggung jawab, dan
resiko pekerjaan. Gaji PNS yang bekerja pada pemerintah pusat
dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara dan
gaji PNS yang bekerja pada pemerintahan daerah dibebankan
pada anggaran pendapatan dan belanja daerah. Selain gaji, PNS
juga menerima tunjangan yang meliputi tunjangan kinerja dan
tunjangan kemahalan serta fasilitas. Ketentuan lebih lanjut
mengenai gaji, tunjangan kinerja, tunjangan kemahalan, dan
fasilitas diatur dengan Peraturan Pemerintah.

j) Penghargaan
PNS yang telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian,
kecakapan, kejujuran, kedisiplinan, dan prestasi kerja dalam
melaksanakan tugasnya dapat diberikan penghargaan berupa:

1. Tanda kehormatan sesuai dengan ketentuan peraturan


perudang-undangan;
2. Kenaikan pangkat istimewa kepada PNS berdasarkan
penilaian kinerja dan keahlian yang luar biasa dalam
menjalankan tugas jabatan;

3. Kesempatan prioritas untuk pengembangan kompetensi


kepada PNS yang mempunyai nilai kinerja yang sangat baik,
memiliki dedikasi dan loyalitas yang tinggi pada organisasi dan
merupakan tambahan atas pengembangan kompetensi yang
telah diatur sebagaimana penjelasan sebelumnya; dan/atau

4. Kesempatan menghadiri acara resmi dan/atau acara


kenegaraan.
PNS yang dijatuhi sanksi administratif tingkat berat berupa
pemberhentian tidak dengan hormat dicabut haknya untuk
memakai tanda kehormatan. Ketentuan lebih lanjut mengenai
penghargaan terhadap PNS dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

k) Disiplin
Untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dalam
kelancaran pelaksanaan tugas, PNS wajib mematuhi disiplin PNS.
Instansi Pemerintah wajib melaksanakan penegakan disiplin
terhadap PNS, melaksanakan berbagai upaya peningkatan
disiplin, dan memberikan hukuman kepada PNS yang melakukan
pelanggaran.

Ketentuan lebih lanjut mengenai disiplin diatur dengan


Peraturan Pemerintah.

l) Pemberhentian
PNS dapat diberhentikan dengan hormat karena
berbagai alasan antara lain:

1. Atas permintaan sendiri;


2. Mencapai Batas Usia Pensiun (BUP);
3. Perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah;
4. Tidak cakap jasmani dan/atau rohani; dan
5. Meninggal dunia, tewas atau hilang.
Selain itu, PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau
tidak diberhentikan karena dihukum penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana penjara paling
singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan tidak berencana.

Selanjutnya, PNS diberhentikan tidak dengan


hormat karena beberapa alasan:
1. Melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;

2. Dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan


pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan
atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya
dengan jabatan;

3. Menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik;


4. Dipidana dengan pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana dengan hukuman
pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana
yang dilakukan dengan berencana.

PNS juga dapat diberhentikan sementara, apabila:


1. Diangkat menjadi pejabat negara;
2. Diangkat menjadi komisioner atau anggota lembaga
nonstruktural; atau
3. Ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana.
PNS yang diberhentikan sementara dapat diaktifkan
kembali oleh Pejabat Pembina Kepegawaian. Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara pemberhentian, pemberhentian
sementara, dan pengaktifan kembali PNS diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

m) Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua


PNS yang berhenti bekerja berhak atas jaminan pensiun
dan jaminan hari tua sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. PNS diberikan jaminan pensiun apabila
diberhentikan secara hormat sesuai dengan alasan yang telah
dipaparkan diatas.

Jaminan pensiun dan jaminan hari tua diberikan sebagai


perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua, sebagai hak
dan sebagai penghargaan atas pengabdian PNS. Jaminan
tersebut mencakup jaminan pensiun dan jaminan hari tua yang
diberikan dalam program jaminan sosial nasional.

Sumber pembiayaan jaminan pensiun dan jaminan hari tua


PNS berasal dari pemerintah selaku pemberi kerja dan iuran PNS
yang bersangkutan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan
program jaminan pensiun dan jaminan hari tua PNS diatur
dalam Peraturan Pemerintah.

n) Perlindungan
Pemerintah wajib memberikan perlindungan kepada PNS
dalam bentuk jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja,
jaminan kematian dan bantuan hukum. Perlindungan berupa
jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan
kematian mencakup jaminan sosial yang diberikan dalam program
jaminan sosial nasional. Sementara bantuan hukum diberikan
dalam bentuk bantuan hukum dalam perkara yang dihadapi PNS
di pengadilan terkait pelaksanaan tugasnya. Ketentuan lebih lanjut
mengenai perlindungan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

2. Manajemen PPPK
Manajemen PPPK meliputi penetapan kebutuhan,
pengadaan, penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan,
pengembangan kompetensi, pemberian penghargaan, disiplin,
pemutusan hubungan perjanjian kerja dan perlindungan.

a) Penetapan Kebutuhan
Setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun kebutuhan
jumlah dan jenis jabatan PPPK berdasarkan analisis jabatan dan
analisis beban kerja. Penyusunan kebutuhan jumlah PPPK
tersebut dilakukan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang
diperinci per 1 (satu) tahun berdasarkan prioritas kebutuhan.
Kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PPPK kemudian ditetapkan
dengan Keputusan Menteri.

PPK suatu instansi juga dapat mengusulkan kebutuhan


JPT utama dan JPT Madya tertentu yang dapat diisi oleh PPPK
kepada Presiden melalui Menteri dengan menyertakan
kompetensi, kualifikasi, kebutuhan instansi pemerintah dan
persyaratan lain yang dibutuhkan dalam jabatan tersebut.

b) Pengadaan
Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan
yang sama untuk melamar menjadi calon PPPK setelah
memenuhi persyaratan. Pengadaan calon PPPK ini merupakan
kegiatan untuk memenuhi kebutuhan pada Instansi Pemerintah
dengan melalui tahapan:

1. Perencanaan: tahapan ini dilakukan dengan menyusun


dan menetapkan perencanaan pengadaan PPPK yang
meliputi jadwal, prasarana dan sarapa pengadaan;

2. Pengumuman lowongan: pengumuman lowongan


pengadaan PPPK dilakukan secara terbuka kepada
masyarakat;

3. Pelamaran: setiap warga negara Indonesia yang


memenuhi syarat memiliki kesempatan yang sama
untuk melamar menjadi PPPK;

4. Seleksi: seleksi untuk PPPK terdiri atas 2 (dua) tahap


yaitu seleksi administrasi dan seleksi kompetensi;
5. Pengumuman hasil seleksi: PPP mengumumkan
pelamar yang dinyatakan lulus secara terbuka
berdasarkan penetapan hasil seleksi kompetensi; dan

6. Pengangkatan menjadi PPPK: pengangkatan calon


PPPK yang dinyatakan lulus seleksi ditetapkan melalui
keputusan PPK.

Pengadaan calon PPPK dilaksanakan oleh Instansi


Pemerintah melalui penilaian secara objektif berdasarkan
kompetensi, kualifikasi, kebutuhan Instansi Pemerintah, dan
persyaratan lain yang dibutuhkan dalam jabatan. Pengadaan
tersebut dapat dilakukan oleh panitia seleksi nasional pengadaan
PPPK, panitia seleksi instansi pengadaan PPPK dan/atau instansi
Pembina JF. PPPK tidak dapat diangkat secara otomatis menjadi
calon PNS. Untuk diangkat menjadi calon PNS, PPPK harus
mengikuti semua proses seleksi yang dilaksanakan bagi calon
PNS dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
c) Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja PPPK bertujuan untuk menjamin
objektivitas prestasi kerja yang sudah disepakati berdasarkan
perjanjian kerja antara PPK dengan pegawai yang bersangkutan.
Penilaian kinerja PPPK dilakukan berdasarkan perjanjian kerja di
tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi dengan
memperhatikan target, sasaran, hasil, manfaat yang dicapai, dan
perilaku pegawai. Penilaian kinerja PPPK dilakukan secara
objektif, terukur, akuntabel, partisipatif, dan transparan.

Penilaian kinerja PPPK berada di bawah kewenangan


Pejabat yang Berwenang pada setiap Instansi Pemerintah.
Penilaian kinerja PPPK tersebut didelegasikan secara berjenjang
kepada atasan langsung dari PPPK dan dapat
mempertimbangkan pendapat rekan kerja setingkat dan
bawahannya. Hasil penilaian kinerja PPPK kemudian disampaikan
kepada tim penilai kinerja PPPK sebagai penjaminan
objektivitas perpanjangan perjanjian kerja, pemberian tunjangan,
dan pengembangan kompetensi. PPPK yang tidak mencapai
target kinerja yang telah disepakati dalam perjanjian kerja dapat
diberhentikan dari PPPK.

d) Penggajian dan Tunjangan


Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak
kepada PPPK. Gaji diberikan berdasarkan beban kerja, tanggung
jawab jabatan, dan resiko pekerjaan. Gaji dibebankan pada
anggaran pendapatan dan belanja negara untuk PPPK di

Instansi Pusat dan anggaran pendapatan dan belanja daerah


untuk PPPK di Instansi Daerah. Selain itu, PPPK dapat
menerima tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Saat ini, gaji dan tunjangan PPPK diatur dalam Peraturan


Presiden Republik Indonesia Nomor 98 Tahun 2020.
Seperti diketahui, PPPK diangkat dalam jabatan tertentu untuk
melaksanakan tugas jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; untuk itu, PPPK diberikan gaji yang
besarannya disesuaikan dengan golongan dan masa kerja
golongan. Selain itu, PPPK juga diberikan kenaikan gaji berkala
atau kenaikan gaji istimewa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Terkait dengan tunjangan, PPPK diberikan
tunjangan sesuai dengan tunjangan PNS pada instansi
pemerintah tempat PPPK bekerja. Tunjangan tersebut terdiri atas:

1. Tunjangan keluarga;
2. Tunjangan pangan;
3. Tunjangan jabatan struktural;
4. Tunjangan jabatan fungsional; atau
5. Tunjangan lainnya.
Gaji dan tunjangan yang diterima PPPK kemudian
dikenakan pemotongan pajak penghasilan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak
penghasilan dan tidak ditanggung oleh pemerintah.
e) Pengembangan Kompetensi
PPPK diberikan kesempatan untuk memperoleh
pengayaan pengetahuan dalam rangka kegiatan pengembangan
kompetensi. Kesempatan untuk pengembangan kompetensi
direncanakan setiap tahun oleh Instansi Pemerintah. Setiap PPPK
memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh
pengembangan kompetensi, namun apabila terdapat keterbatasan
kesempatan, prioritas diberikan dengan mempertimbangkan hasil
penilaian kinerja PPPK yang bersangkutan. Pengembangan
kompetensi tersebut harus dievaluasi oleh Pejabat yang
Berwenang dan dipergunakan sebagai salah satu dasar untuk
perjanjian kerja selanjutnya.

f) Pemberian Penghargaan
PPPK yang telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian,
kecakapan, kejujuran, kedisiplinan, dan prestasi kerja dalam
melaksanakan tugasnya dapat diberikan penghargaan berupa:

1. Tanda kehormatan diberikan kepada PPPK sesuai


dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

2. Kesempatan prioritas untuk pengembangan


kompetensi diberikan kepada PPPK dengan penilaian
kinerja terbaik; dan/atau
3. Kesempatan menghadiri acara resmi dan/atau acara
kenegaraan diberikan kepada PPPK setelah mendapat
pertimbangan tim penilaikinerja PPPK.

PPPK yang dijatuhi sanksi administratif tingkat berat


berupa pemutusan hubungan perjanjian kerja tidak dengan hormat
dicabut haknya untuk memakai tanda kehormatan. Selanjutnya,
tata cara pemberian penghargaan untuk PPPK dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

g) Disiplin
Untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dalam
kelancaran pelaksanaan tugas, PPPK wajib mematuhi disiplin
PPPK. Penegakan disiplin pada Instansi Pemerintah ditetapkan
oleh PPK setiap instansi sesuai dengan karakteristik instansinya
dengan melaksanakan berbagai upaya peningkatan disiplin. PPPK
yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur
mengenai disiplin PNS.

h) Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja


Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK dilakukan
dengan hormat karena beberapa alasan sebagai berikut:
1. Jangka waktu perjanjian kerja berakhir;
2. Meninggal dunia;
3. Atas permintaan sendiri;
4. Perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah
yang mengakibatkan pengurangan PPPK; atau

5. Tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak


dapat menjalankan tugas dan kewajiban sesuai
perjanjian kerja yang disepakati.

Selain itu, pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK


dilakukan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena
hal-hal berikut:

1. Dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan


yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling
singkat 2 (dua) tahun dan tindak pidana tersebut
dilakukan dengan tidak berencana;

2. Melakukan pelanggaran disiplin PPPK tingkat berat;


atau
3. Tidak memenuhi target kinerja yang telah disepakati
sesuai dengan perjanjian kerja.
PPPK juga dapat diberikan pemutusan hubungan
perjanjian kerja PPPK secara tidak dengan hormat karena:

1. Melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;

2. Dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan


pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan
atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya
dengan jabatan dan/atau pidana umum;

3. Menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau


4. Dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau lebih dan
tindak pidana tersebut dilakukan dengan berencana.
i) Perlindungan
Pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa
kepada PPPK. Perlindungan tersebut dapat berupa jaminan hari
tua, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan
kematian, dan bantuan hukum. Perlindungan berupa jaminan hari
tua, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja dan jaminan
kematian dilaksanakan sesuai dengan sistem jaminan sosial
nasional. Sementara bantuan hukum diberikan berupa bantuan
dalam perkara yang dihadapi di pengadilan terkait pelaksanaan
tugas PPPK.

c. Pengelolaan Jabatan Pimpinan Tinggi


1. Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi
Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) adalah sekelompok jabatan
tinggi pada instansi pemerintah yang memiliki fungsi untuk
memimpin dan memotivasi pegawai ASN pada instansi
pemerintah. JPT dikelompokkan dalam 3 (tiga) jenis yaitu JPT
utama, JPT madya dan JPT pratama.

Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada


kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga
nonstruktural, dan Instansi Daerah dilakukan secara terbuka dan
kompetitif di kalangan PNS dengan memperhatikan syarat
kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan,
rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang
dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Selain itu, JPT utama dan madya tertentu dapat pula
berasal dari kalangan non-PNS selama dilakukan secara terbuka
dan kompetitif dengan persetujuan Presiden. Namun, pengisian
JPT oleh non-PNS ini dikecualikan dalam bidang rahasia negara,
pertahanan, keamanan, pengelolaan aparatur negara,
kesekretariatan negara, dan pengelolaan sumber daya alam
kecuali telah mendapatkan persetujuan Presiden dengan
pertimbangan dari Menteri, Kepala BKN dan Menteri Keuangan.

UU ASN mengatur beberapa ketentuan mengenai


pengisian JPT pada Instansi Pemerintah sebagai berikut:

a) Pengisian JPT utama dan madya dilakukan pada tingkat


nasional;
b) Pengisian JPT pratama dilakukan secara terbuka dan
kompetitif di kalangan PNS dengan memperhatikan syarat
kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan
pelatihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta
persyaratan jabatan lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan;
c) Pengisian JPT pratama dilakukan secara terbuka dan
kompetitif pada tingkat nasional atau antarkabupaten/kota
dalam 1 (satu) provinsi;

d) JPT utama dan madya tertentu dapat berasal dari


kalangan non-PNS dengan persetujuan Presiden yang
pengisiannya dilakukan secara terbuka dan kompetitif
serta ditetapkan dalam Keputusan Presiden;

e) JPT dapat diisi oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia


dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
setelah mengundurkan diri dari dinas aktif apabila
dibutuhkan dan sesuai dengan kompetensi yang
ditetapkan melalui proses secara terbuka dan kompetitif;

f) JPT di lingkungan Instansi Pemerintah tertentu dapat diisi


oleh prajurit
Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia sesuai dengan kompetensi
berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan;

g) Pengisian JPT dilakukan oleh PPK dengan terlebih dahulu


membentuk panitia seleksi Instansi Pemerintah.
Pembentukan panitia seleksi tersebut dilakukan dengan
berkoordinasi dengan Komisi Aparatur Sipil Negara

(KASN). Panitia seleksi terdiri dari unsur internal maupun


eksternal Instansi Pemerintah yang bersangkutan, dipilih
dan diangkat oleh PPK berdasarkan pengetahuan,
pengalaman, kompetensi, rekam jejak, integritas moral,
dan netralitas melalui proses yang terbuka. Panitia seleksi
kemudian melakukan seleksi dengan memperhatikan
syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan
dan latihan, rekam jejak jabatan, integritas, dan
penilaian uji kompetensi melalui pusat penilaian
(assesment center) atau metode penilaian lainnya;

h) Ketentuan mengenai pengisian JPT dapat dikecualikan


pada Instansi Pemerintah yang telah menerapkan sistem
merit dalam pembinaan Pegawai ASN dengan persetujuan
KASN.

Perlu diketahui, pengisian JPT yang berasal dari Tentara


Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia hanya dapat menduduki JPT Utama dan JPT Madya.

2. Pengisian JPT di Instansi Pusat


Untuk pengisian JPT utama dan/atau madya, panitia
seleksi Instansi Pemerintah memilih 3 (tiga) nama calon untuk
setiap 1 (satu) lowongan jabatan. Tiga nama calon yang terpilih
kemudian disampaikan kepada PPK untuk diusulkan kepada
Presiden. Presiden memilih 1 (satu) nama dari 3 (tiga) nama calon
yang disampaikan untuk ditetapkan sebagai pejabat pimpinan
tinggi utama dan/atau madya.

Untuk pengisian JPT pratama, PPK terlebih dahulu


membentuk panitia seleksi yang memilih 3 (tiga) nama calon
pejabat pimpinan tinggi pratama untuk setiap 1 (satu) lowongan
jabatan. PyB kemudian menyampaikan 3 (tiga) nama calon
pejabat pimpinan tinggi pratama yang terpilih kepada PPK, dan
selanjutnya PPK memilih 1 (satu) dari 3 (tiga) calon tersebut untuk
ditetapkan sebagai pejabat pemimpin tinggi pratama.

3. Pengisian JPT di Instansi Daerah


Pengisian JPT madya di tingkat provinsi dilakukan oleh
PPK dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi. Panitia
seleksi memilih 3 (tiga) nama calon pejabat pimpinan tinggi madya
untuk setiap 1 (satu) lowongan jabatan. Tiga calon yang terpilih
kemudian disampaikan kepada PPK untuk diusulkan kepada
Presiden melalui menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan dalam negeri. Presiden memilih 1 (satu) nama dari
3 (tiga) nama calon yang disampaikan untuk ditetapkan sebagai
pejabat pimpinan tinggi madya.

Dengan proses yang sama, pengisian JPT pratama juga


dilakukan oleh PPK dengan terlebih dahulu membentuk panitia
seleksi. Panitia seleksi memilih 3 (tiga) nama calon pejabat
pimpinan tinggi pratama untuk setiap 1 (satu) lowongan jabatan.
Tiga nama calon yang terpilih kemudian disampaikan kepada PPK
melalui PyB. Pejabat Pembina Kepegawaian memilih 1 (satu) dari
3 (tiga) nama calon untuk ditetapkan dan dilantik sebagai pejabat
pimpinan tinggi pratama. Khusus untuk pejabat pimpinan tinggi
pratama yang memimpin sekretariat daerah kabupaten/kota
sebelum ditetapkan oleh bupati/walikota dikoordinasikan dengan
gubernur.

4. Penggantian Pejabat Pimpinan Tinggi


Pejabat Pimpinan Tinggi tidak boleh diganti selama 2
(dua) tahun terhitung sejak pelantikan, kecuali Pejabat Pimpinan
Tinggi tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-
undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang
ditentukan. Penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan
madya yang dilakukan sebelum 2 (dua) tahun dapat dilaksanakan
setelah mendapat persetujuan Presiden.

JPT hanya dapat diduduki paling lama 5 (lima) tahun dan


dapat diperpanjang berdasarkan pencapaian kinerja, kesesuaian
kompetensi, dan kebutuhan instansi setelah mendapat
persetujuan PPK yang berkoordinasi dengan KASN. Pejabat
Pimpinan Tinggi memiliki target kinerja tertentu yang harus
dipenuhi. Target kinerja dibuat sesuai perjanjian kinerja yang
sudah disepakati dengan pejabat atasannya dengan mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pejabat Pimpinan
Tinggi yang tidak memenuhi kinerja yang diperjanjikan dalam
waktu 1 (satu) tahun pada suatu jabatan, diberikan kesempatan
selama 6 (enam) bulan untuk memperbaiki kinerjanya. Namun
apabila masih tidak menunjukan perbaikan kinerja maka pejabat
yang bersangkutan harus mengikuti seleksi ulang uji kompetensi
kembali. Hasil uji kompetensi ulang tersebut dapat menjadi dasar
pemindahan Pejabat Pimpinan Tinggi kepada jabatan lain sesuai
dengan kompetensi yang dimiliki atau jabatan yang lebih rendah
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk para pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat


pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi
gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota, dan wakil
bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara
tertulis dari PNS sejak mendaftar sebagai calon.

5. Pengawasan dalam Proses Pengisian Jabatan


Pimpinan Tinggi
Dalam pelaksanaan pengisian JPT, PPK memberikan
laporan proses pelaksanaannya kepada KASN yang bertugas
melakukan pengawasan yang disampaikan kepada Presiden.
Untuk pengisian JPT utama dan madya di Instansi Pusat serta
JPT madya di Instansi Daerah, KASN dapat memberikan
rekomendasi kepada PPK terkait dengan:

a. Pembentukan panitia seleksi;


b. Pengumuman jabatan yang lowong;
c. Pelaksanaan seleksi; dan
d. Pengusulan nama calon.
Sementara itu, dalam melakukan pengawasan pengisian
jabatan pimpinan tinggi pratama di Instansi Pusat dan Instansi
Daerah, KASN berwenang memberikan rekomendasi kepada
Pejabat Pembina Kepegawaian dalam hal:

a. Pembentukan panitia seleksi;


b. Pengumuman jabatan yang lowong;
c. Pelaksanaan seleksi;
d. Pengusulan nama calon;
e. Penetapan calon; dan
f. Pelantikan.

6. Pegawai ASN yang menjadi Pejabat


Pegawai ASN dapat menjadi pejabat negara, yaitu:
a. Presiden dan Wakil Presiden;
b. Ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat;
c. Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan
Rakyat;
d. Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan
Daerah;
e. Ketua, wakil ketua, ketua muda dan hakim agung pada
Mahkamah Agung serta ketua, wakil ketua, dan hakim
pada semua badan peradilan kecuali hakim ad hoc;

f. Ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi;


g. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa
Keuangan;
h. Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial;
i. Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi;
j. Menteri dan jabatan setingkat menteri;
k. Kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri
yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa
dan Berkuasa Penuh;

l. Gubernur dan wakil gubernur;


m. Bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota; dan
n. Pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-
Undang.
Apabila Pegawai ASN yang berasal dari PNS diangkat
menjadi ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi;
ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial; ketua dan wakil
ketua Komisi Pemberantasan Korupsi; Menteri dan jabatan
setingkat menteri; Kepala perwakilan Republik Indonesia di Luar
Negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan
Berkuasa Penuh, maka PNS tersebut diberhentikan sementara
dari jabatannya namun tidak kehilangan status sebagai PNS.
Setelah tidak lagi menjabat sebagai pejabat negara, yang
bersangkutan dapat diaktifkan kembali sebagai PNS.

Untuk pegawai ASN dari PNS yang mencalonkan diri atau


dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden; ketua, wakil
ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat; ketua, wakil ketua,
dan anggota Dewan Perwakilan Daerah; gubernur dan wakil
gubernur; bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota wajib
menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak
mendaftar sebagai calon. Apabila yang bersangkutan tidak
mengundurkan diri, PNS tersebut akan diberhentikan tidak dengan
hormat.
PNS yang tidak lagi menjabat sebagai pejabat negara
dapat menduduki JPT, JA atau JF sepanjang lowongan jabatan
tersedia. Apabila dalam kurun waktu paling lama 2 (dua) tahun
lowongan tersebut tidak tersedia, maka PNS yang bersangkutan
akan diberhentikan dengan hormat.

d. Organisasi
Pegawai ASN berhimpun dalam suatu wadah korps profesi
Pegawai ASN Republik Indonesia. Korps profesi ini memiliki
tujuan untuk menjaga kode etik profesi dan standar pelayanan
profesi ASN dan mewujudkan jiwa korps ASN sebagai pemersatu
bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut, korps profesi Pegawai
ASN memiliki fungsi antara lain:

1. Pembinaan dan pengembangan profesi ASN;


2. Memberikan perlindungan hukum dan advokasi kepada
anggota korps profesi ASN Republik Indonesia terhadap
dugaan pelanggaran sistem merit dan mengalami
masalah hukum dalam melaksanakan tugas;
3. Memberikan rekomendasi kepada majelis kode etik
Instansi Pemerintah terhadap pelanggaran kode etik
profesi dan kode perilaku profesi; dan

4. Menyelenggarakan usaha untuk peningkatan


kesejahteraan anggota korps profesi ASN Republik
Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

e. Sistem Informasi ASN


Sistem informasi ASN adalah rangkaian informasi dan data
mengenai pegawai ASN yang disusun secara sistematis,
menyeluruh, dan terintegrasi dengan berbasis teknologi. Sistem
Informasi ASN diperlukan untuk menjamin efisiensi, efektivitas,
dan akurasi pengambilan keputusan dalam Manajemen ASN.
Sistem ini diselenggarakan secara nasional dan terintegrasi antar
Instansi Pemerintah yang wajib memutakhirkan data secara
berkala dan menyampaikannya kepada BKN untuk menjamin
keterpaduan dan akurasi data dalam sistem. Sistem Informasi
ASN dibangun berbasiskan teknologi informasi yang user
friendly sehingga mudah diaplikasikan dan diakses, namun tetap
memiliki prosedur keamanan yang dipercaya.

Sistem Informasi ASN memuat seluruh informasi dan data


Pegawai ASN antara lain:
1. Data riwayat hidup;
2. Riwayat pendidikan formal dan nonformal;
3. Riwayat jabatan dan kepangkatan;
4. Riwayat penghargaan, tanda jasa, atau tanda
kehormatan;
5. Riwayat pengalaman berorganisasi;
6. Riwayat gaji
7. Riwayat pendidikan dan latihan;
8. Daftar penilaian prestasi kerja;
9. Surat keputusan; dan
10.Kompetensi.
Sistem informasi ASN juga memuat rencana
pengembangan karier beserta pemantauan dan evaluasinya;
rencana, pelaksanaan dan evaluasi pengembangan kompetensi;
kelompok rencana suksesi yang telah ditetapkan; data dan
informasi manajemen karier di lingkungan instansi pemerintah.
Selain itu, Manajemen PNS memerlukan sistem informasi
pengembangan kompetensi, sistem informasi pelatihan, sistem
informasi manajemen karier, dan sistem informasi manajemen
pemberhentian dan pension yang merupakan bagian terintegrasi
dengan Sistem Informasi ASN.
f. Penyelesaian Sengketa
Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya
administratif yang terdiri dari keberatan dan banding administratif.
Keberatan diajukan secara tertulis dengan memuat alasan
keberatan kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum
dan tembusannya disampaikan kepada pejabat yang berwenang
menghukum. Sementara banding administratif diajukan kepada
badan pertimbangan ASN. Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya
administratif dan badan pertimbangan ASN diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

2. Rangkuman
a. Manajemen ASN terdiri dari Manjemen PNS dan
Manajemen PPPK;
b. Manajemen PNS meliputi penyusunan dan penetapan
kebutuhan, pengadaan, pangkat dan jabatan,
pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi,
penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan,
penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan pensisun
dan hari tua, dan perlindungan;

c. Manajemen PPPK meliputi penetapan kebutuhan;


pengadaan; penilaian kinerja; penggajian dan tunjangan;
pengembangan kompetensi; pemberian penghargaan;
disiplin; pemutusan hubungan perjanjian kerja; dan
perlindungan;
d. Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada
kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga
nonstruktural, dan Instansi

Daerah dilakukan secara terbuka dan kompetitif di


kalangan PNS dengan memperhatikan syarat
kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan
latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta
persyaratan lain yang dibutuhkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;

e. Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti


Pejabat Pimpinan Tinggi selama 2 (dua) tahun terhitung
sejak pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi, kecuali Pejabat
Pimpinan Tinggi tersebut melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat
jabatan yang ditentukan;

f. Penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya


sebelum 2 (dua) tahun dapat dilakukan setelah mendapat
persetujuan Presiden. Jabatan

Pimpinan Tinggi hanya dapat diduduki paling lama 5 (lima)


tahun;
g. Dalam pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi, Pejabat
Pembina Kepegawaian memberikan laporan proses
pelaksanaannya kepada KASN. KASN melakukan
pengawasan pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi baik
berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian maupun atas inisiatif sendiri;

h. Pegawai ASN dapat menjadi pejabat Negara. Pegawai


ASN dari PNS yang diangkat menjadi Pejabat Negara
diberhentikan sementara dari jabatannya dan tidak
kehilangan status sebagai PNS;

i. Pegawai ASN berhimpun dalam wadah korps profesi


Pegawai ASN Republik Indonesia. Korps profesi Pegawai
ASN Republik Indonesia memiliki tujuan: menjaga kode
etik profesi dan standar pelayanan profesi ASN; dan
mewujudkan jiwa korps ASN sebagai pemersatu bangsa;

j. Untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi


pengambilan keputusan dalam Manajemen ASN
diperlukan Sistem Informasi ASN. Sistem Informasi

ASN diselenggarakan secara nasional dan terintegrasi antar-


Instansi
Pemerintah;
k. Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya
administratif. Upaya administratif terdiri dari keberatan
dan banding administratif

3. Latihan/Tugas
Agar Anda bisa lebih memahami apa yang sudah Anda
baca dan pelajari dari modul ini, latihan berikut bisa memperkuat
pemahaman Anda tentang Mekanisme Pengelolaan ASN. Anda
dapat mengerjakan latihan berikut sendiri atau mendiskusikan
dengan teman Anda.

1. Jelaskan perbedaan antara manajemen PNS dan


Manajemen PPPK.
2. Bagaimana perbedaan mekanisme pengisian jabatan
pimpinan tinggi ASN dan penggantian jabatan pimpinan
tinggi ASN?

3. Diskusikan peranan sistem informasi ASN dalam


pengelolaan ASN.
MODUL
PELATIHAN DASAR CALON PNS
PELAYANAN PUBLIK

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA


NATIONALINSTITUTE of PUBLIC
ADMINISTRA
TION
MODUL
PELATIHAN DASAR CALON PNS
PELAYANAN PUBLIK
Kata Pengantar

Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara


mengamanatkan Instansi Pemerintah Untuk wajib memberikan
Pendidikan dan Pelatihan terintegrasi bagi Calon Pegawai Negeri
Sipil (CPNS) selama satu (satu) tahun masa percobaan. Tujuan dari
Pelatihan terintegrasi ini adalah untuk membangun integritas
moral, kejujuran, semangat dan motivasi nasionalisme dan
kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan
bertanggungjawab, dan memperkuat profesionalisme serta
kompetensi bidang. Dengan demikian UU ASN mengedepankan
penguatan nilai-nilai dan pembangunan karakter dalam mencetak
PNS.

Lembaga Administrasi Negara menterjemahkan amanat


UndangUndang tersebut dalam bentuk Pedoman
Penyelenggaraan Pelatihan yang tertuang dalam Peraturan Kepala
Lembaga Administrasi Negara Nomor 21 Tahun 2016 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Dasar Calon PNS Golongan
III dan Nomor 22 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelatihan Dasar Calon PNS Golongan I dan II. Pelatihan ini
memadukan pembelajaran klasikal dan non-klasikal di tempat

Pelatihan serta di tempat kerja, yang memungkinkan peserta


mampu untuk menginternalisasi, menerapkan, dan
mengaktualisasikan, serta membuatnya menjadi kebiasaan
(habituasi), dan merasakan manfaatnya, sehingga terpatri dalam
dirinya sebagai karakter PNS yang professional.
Demi terjaganya kualitas keluaran Pelatihan dan kesinambungan
Pelatihan di masa depan serta dalam rangka penetapan standar
kualitas Pelatihan, maka Lembaga Administrasi Negara berinisiatif
menyusun Modul Pelatihan Dasar Calon PNS ini.

Atas nama Lembaga Administrasi Negara, kami mengucapkan


penghargaan yang setinggi-tingginya kepada tim penyusun yang
telah bekerja keras menyusun Modul ini. Begitu pula halnya
dengan instansi dan narasumber yang telah memberikan review
dan masukan, kami ucapkan terimakasih.

Kami sangat menyadari bahwa Modul ini jauh dari sempurna.


Dengan segala kekurangan yang ada pada Modul ini, kami mohon
kesediaan pembaca untuk dapat memberikan masukan yang
konstruktif guna penyempurnaan selanjutnya, semoga modul ini
dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.
Jakarta, Februari 2017
Kepala Lembaga Administrasi Negara

ttd

Dr. Adi Suryanto, M.Si


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................ i


DAFTAR ISI .............................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................... 1
A. Latar Belakang ...................................... 1
B. Deskripsi Singkat .................................. 5
C. Hasil Belajar .......................................... 5
D. Indikator Hasil Belajar ..............................6
E. Materi Pokok ............................................6
F. Waktu .......................................................6
BAB II KONSEP DAN PRINSIP PELAYANAN
PUBLIK ................................................................. 7
A. Indikator Keberhasilan .......................... 7
B. Konsep Pelayanan Publik ..................... 7
1. Pengertian Pelayanan Publik ........... 7
2. Jenis Barang/Jasa
….........................11 3. Pelayanan
Publik dari Sederhana Menjadi
Kompleks …................. ....... 15

C. Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik .......... 30

iii
Rangkuman ................................................ 35
Soal Latihan ................................................. 37
BAB III POLA PIKIR ASN SEBAGAI PELAYAN
PUBLIK ................................................................. 39
A. Indikator Keberhasilan ........................... 39
B. Pola Pikir ASN sebagai Pelayan
Publik .................................................... 39
Rangkuman ................................................. 72
Soal Latihan ................................................ 74

BAB IV PRAKTIK ETIKET PELAYANAN


PUBLIK ................................................................. 75
A. Indikator Keberhasilan ………………….. 75
B. Pengertian Etiket dan Etika ................... 75
C. Dasar-Dasar Etiket ................................ 79
D. Manfaat Etiket ....................................... 81
E. Praktik Etiket Pelayanan ..........................84
1. Etiket dalam Menyampaikan

Salam dan Tegur Sapa ..........................84


2. Etiket Bersalaman/Berjabat
Tangan ..................................................87
3. Etiket Bertamu dan Menerima Tamu ....89
4. Etiket Bertelepon ................................. 91

iv
5. Etiket Menangani Keluhan
Pelanggan ........................................... 96
Rangkuman ................................................. 98
Soal Latihan ................................................ 99
DAFTAR PUSTAKA .............................................. 101

v
CII. BAB I

CIII. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dunia pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan
kehidupan manusia. Setiap manusia bahkan ketika
masih di rahim ibunya sudah mendapatkan pelayanan
berupa asupan nutrisi dan do‟a, fase selanjutnya adalah
setelah cukup waktu untuk lahir ke dunia ia juga
mendapatkan pelayanan. Proses melahirkan bagi
seorang ibu tentu juga membutuhkan pelayanan (sarana
prasarana transportasi, puskesmas atau rumah
sakit, perawat dan dokter). Seiring dengan berjalannya
waktu, ia pun tumbuh dan berkembang menjalani
kehidupannya, dalam menjalankan aktivitas
kesehariannya, manusia tetap mendapatkan pelayanan.
Fase selanjutnya, setelah meninggal dunia pun ia masih
mendapatkan pelayanan yang spesial hingga ke liang
lahat atau proses pemakaman selesai. Karena itu dunia
pelayanan merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dengan kehidupan manusia.

Untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya


setiap orang (individu) membutuhkan barang dan jasa
tertentu, seperti: makan, minum, pakaian (sandang),

1
Pelayanan Publik

rumah (papan), pendidikan, dan sebagainya. Sesuai


dengan derajat urgensinya bagi kelangsungan hidup
manusia, berbagai barang dan jasa yang perlu tersedia
tersebut dapat diklasifikasikan sebagai kebutuhan
primer, sekunder dan tersier. Kebutuhan primer
merupakan kebutuhan pokok, artinya barang/jasa yang
dibutuhkan individu tersebut harus tersedia atau
pemenuhannya (konsumsinya) tidak dapat ditunda agar
individu tetap dapat hidup. Sedangkan kebutuhan
sekunder merupakan jenis barang/jasa yang
pemenuhannya dapat ditunda karena tidak secara
langsung berkaitan dengan upaya mempertahankan
kelangsungan hidup individu.

Individu-individu memenuhi kebutuhan barang/jasa


untuk menjaga kelangsungan hidup mereka dengan
berbagai cara. Salah satu cara yang paling sering
dipakai oleh individu untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya adalah melalui mekanisme pasar. Dengan
cara ini individu-individu memenuhi kebutuhan hidup
mereka dengan membeli barang/jasa yang disediakan
oleh pasar. Mekanisme pasar sebagai cara pemenuhan
kebutuhan hidup individu memberikan banyak

2
kemudahan karena sifatnya yang transaksional.
Maknanya, selama barang/jasa yang dibutuhkan oleh
3 Pelayanan Publik

individu tersedia di pasar (ada produsen atau penjual


yang menyediakannya) dan individu memiliki uang untuk
membeli barang/jasa yang dibutuhkannya maka masalah
individu untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya
dapat terselesaikan segera dengan membeli barang/jasa
yang mereka butuhkan.

Namun demikian, pemenuhan kebutuhan hidup


individuindividu dengan menggunakan mekanisme pasar
ternyata tidak selamanya berjalan mulus. Karena
berbagai alasan (dalam literatur disebut sebagai
kegagalan pasar) mekanisme pasar tidak berjalan
dengan baik sehingga produsen tidak mau menyediakan
barang/jasa yang dibutuhkan oleh individu-individu
karena akan merugikan mereka sebagai produsen.
Dalam situasi yang lain individu-individu tidak mungkin
membeli barang/jasa yang tersedia di pasar karena
harganya yang tidak rasional. Dalam kondisi yang
demikian individu-individu ini menjadi tidak bisa membeli
barang/jasa yang mereka butuhkan di pasar, meskipun
mereka memiliki uang untuk bertransaksi. Jika
barang/jasa yang dibutuhkan oleh individu-individu
tersebut termasuk kategori barang/jasa untuk memenuhi
kebutuhan primer, tentu dalam situasi yang demikian 4
Pelayanan Publik

mengakibatkan kelangsungan hidup individu-individu


tersebut menjadi terancam.

Dalam kondisi sebagaimana digambarkan di atas,


pertanyaan yang dapat diajukan adalah: siapa yang
kemudian bertanggung jawab untuk menyediakan
barang dan jasa yang sangat dibutuhkan oleh para
individu tersebut? Pada akhirnya negara (pemerintah)
yang harus bertanggung jawab menyediakan
barang dan jasa yang dibutuhkan oleh para individu atau
warga negara. Berbagai kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah untuk menyediakan barang/jasa yang
dibutuhkan oleh warga negara ketika pasar tidak bisa
menyediakannya kemudian memunculkan kegiatan yang
disebut sebagai pelayanan publik.

Dalam modul ini Saudara akan diajak untuk memahami


konsep dan prinsip pelayanan publik, pola pikir PNS
sebagai pelayan publik, praktik etiket pelayanan publik.
Sebagai kegiatan yang dimaksudkan untuk memenuhi
berbagai kebutuhan barang/jasa yang diperlukan oleh
warga negara untuk menjaga kelangsungan hidupnya
maka pelayanan publik merupakan kegiatan yang
sangat penting sebab kualitas pelayanan publik yang
diberikan oleh sebuah negara pada gilirannya akan
5 Pelayanan Publik

4
sangat mempengaruhi kesejahteraan warganya. Kualitas
pelayanan publik itu sendiri sangat dipengaruhi oleh
banyak hal, seperti: kecukupan anggaran, organisasi
penyelenggara yang efektif dan efisien, dan di atas itu
semua adalah aparatur pemerintah (birokrat) yang cakap
untuk memberikan pelayanan bagi seluruh warga
negara.

B. Deskripsi Singkat

Mata Pelatihan ini membekali peserta dengan


kemampuan untuk memberikan pelayanan publik yang
berkualitas melalui konsep dan prinsip pelayanan publik,
pola pikir PNS sebagai pelayan publik, dan praktik etiket
pelayanan publik.

C. Hasil Belajar

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan


mampu mengaktualisasikan pelayanan publik yang
berkualitas sesuai jabatannya kepada
masyarakat/stakeholder yang dilayaninya.

D. Indikator Hasil Belajar


Pelayanan Publik

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta dapat:


6

1) menjelaskan konsep dan prinsip pelayanan publik;


2) menjelaskan pola pikir PNS sebagai pelayan publik;
3) mempraktikan etiket pelayanan publik;

E. Materi Pokok

Materi pokok mata Pelatihan ini adalah sebagai berikut :


1) konsep dan prinsip pelayanan publik;
2) pola pikir PNS sebagai pelayan Publik; dan
3) praktik etiket pelayanan publik

F. Waktu
Alokasi waktu: 4 sesi (12 JP)
BAB II
KONSEP DAN PRINSIP PELAYANAN PUBLIK

A. Indikator Keberhasilan

Pembahasan pada bab ini difokuskan pada materi


konsep dan prinsip-prinsip pelayanan publik. Setelah
mempelajari seluruh materi pada Bab ini, diharapkan
Saudara dapat:

1. mendeskripsikan pengertian pelayanan publik;


6
2. mendeskripsikan jenis barang/jasa publik;
3. mendeskripsikan pelayanan publik dari sederhana
menjadi kompleks;

4. mendeskripsikan prinsip-prinsip pelayanan publik.

B. Konsep Pelayanan Publik

1. Pengertian Pelayanan Publik

Untuk menyegarkan pengetahuan peserta mengenai


pengertian pelayanan dan pelayanan publik, modul ini
menguraikan secara singkat beberapa pengertian
pelayanan publik yang dikutip dari para ahli dan
Pemerintah.

7
8

Pelayanan publik adalah “Sebagai segala bentuk


kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh
Instansi Pemerintahan di Pusat dan Daerah, dan di
lingkungan BUMN/BUMD dalam bentuk barang dan /atau
jasa, baik dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat.
(Lembaga Administrasi Negara: 1998)

Sementara Departemen Dalam Negeri


menyebutkan bahwa: Pelayanan publik adalah suatu
proses bantuan kepada orang lain
Pelayanan Publik

dengan cara-cara
tertentu yang
memerlukan
kepekaan dan
hubungan interpersonal tercipta kepuasan dan
keberhasilan. Setiap pelayanan menghasilkan produk,
baik berupa barang dan jasa (Pengembangan

Kelembagaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, 2004).

Sedangkan definisi yang saat ini menjadi rujukan utama


dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana
termuat dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
Tentang Pelayanan Publik, dijelaskan bahwa pelayanan
publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai

8
9 Pelayanan Publik

dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap


warga negara dan penduduk atas barang, jasa,
dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.

Siklus pelayanan itu sendiri menurut A. Imanto, 2002,


adalah “Sebuah rangkaian peristiwa yang dilalui
pelanggan sewaktu menikmati atau menerima layanan
yang diberikan Dikatakan bahwa siklus layanan dimulai
pada saat konsumen mengadakan kontak pertama kali
dengan service delivery system dan dilanjutkan dengan
kontak-kontak berikutnya sampai dengan selesai jasa
tersebut diberikan”.

Beberapa definisi lain dari pelayanan publik yang banyak


digunakan dalam adalah:

a. Lovelock, Christoper H, 1991:7, mengatakan bahwa


”service adalah produk yang tidak berwujud,
berlangsung sebentar dan dirasakan atau dialami”
Artinya service merupakan produk yang tidak ada
wujud atau bentuknya sehingga tidak ada bentuk
yang dapat dimiliki, dan berlangsung sesaat atau
Pelayanan Publik

tidak tahan lama, tetapi dialami dan dapat dirasakan


oleh penerima layanan.

10

b. Davit Mc Kevitt; dalam bukunya Managing Core


Public Services (1998), membahas secara spesifik
mengenai inti pelayanan publik yang menjadi tugas
pemerintah dan pemerintah daerah, menyatakan
bahwa “Core Public Services maybe defined as those
sevices which are important for the protection and
promotion of citizen well-being, but are in are as
where the market is in capable of reaching or even
approaching a socially optimal state; heatlh,
education, welfare and security provide the most
obvious best know example”.

Dari beberapa pengertian pelayanan publik yang


diuraikan tersebut, maka pelayanan publik dapat
disimpulkan sebagai pemberian layanan atau melayani
keperluan orang atau masyarakat dan/atau organisasi
lain yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu,
sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang
ditentukan dan ditujukan untuk memberikan kepuasan
kepada penerima pelayanan.

10
11 Pelayanan Publik

Dengan demikian, terdapat 3 unsur penting dalam


pelayanan publik, yaitu unsur pertama, adalah organisasi
penyelenggara pelayanan publik, unsur kedua, adalah
penerima layanan (pelanggan) yaitu orang, masyarakat
atau organisasi yang berkepentingan, dan unsur ketiga,
adalah kepuasan yang diberikan dan atau diterima oleh
penerima layanan (pelanggan).

2. Jenis Barang/Jasa

Selain dengan pendekatan sebagaimana dijelaskan di


atas, para ahli menggunakan pendekatan cara individu
mengkonsumsi barang/jasa yang mereka butuhkan dan
implikasinya pada individu yang lain dalam membedakan
mana yang disebut sebagai barang/jasa publik dan
barang/jasa privat. Menurut para ahli tersebut,
barang/jasa publik adalah barang/jasa yang memiliki
rivalry (rivalitas) dan excludability (ekskludabilitas) yang
rendah. Rivalitas yang rendah maknanya adalah
barang/jasa tertentu yang telah dikonsumsi (digunakan)
oleh seorang individu tidak akan habis dan masih akan
dapat digunakan oleh individu yang lain; tanpa
mengurangi manfaat dari barang/jasa tersebut serta
kepuasan individu yang menggunakannya kemudian.
Pelayanan Publik

Sedangkan ekskludabilitas yang rendah maknanya,


produsen atau “pemilik” barang/jasa tersebut sulit untuk
melakukan upaya guna mencegah banyak orang untuk
dapat menikmati 12

barang/jasa yang dihasilkannya, sebab biaya untuk


mencegah individu-individu lain tidak dapat menikmati
barang/jasa yang mereka hasilkan jauh lebih mahal
dibanding keuntungan yang akan mereka peroleh. Jika
ada barang/jasa yang memenuhi dua karakteristik
tersebut maka kemudian disebut sebagai barang/jasa
publik. Dengan kata lain, barang/jasa publik dapat
dikonsumsi secara bersama-sama (joint consumption)

Kebalikannya, barang/jasa yang memiliki ciri-ciri tingkat


ekskludabilitas dan rivalitas yang tinggi maka
barang/jasa tersebut dimasukan dalam kategori sebagai
barang/jasa privat. Cara konsumsi yang demikian disebut
sebagai individual consumption.

Diantara dua jenis barang/jasa tersebut, ada barang/jasa


yang kita sebuat sebagai barang/jasa semi privat, yaitu
barang/jasa yang memiliki karakter tingkat ekskludabilitas
tinggi tetapi rivalitasnya rendah. Sedang barang/jasa

12
13 Pelayanan Publik

yang ekskludabilitasnya rendah tapi rivalitasnya tinggi


kita sebut sebagai barang/jasa semi publik.

Tabel 1. Klasifikasi Barang/Jasa


EKSKLUDABILITAS
RIVALITAS
Tinggi Rendah

Barang semi Barang Publik


privat • Udara
• Jalan bersih
Rendah
tol • Jaminan
• Fasilitas keamanan
bandara TNI dan Polri
Barang Privat Barang Semi
• Rumah Publik
• Mobil • Sumber
Tinggi air bawah
tanah
• Hasil
hutan

Para ahli lain juga mengatakan bahwa suatu barang/jasa


dapat disebut sebagai barang/jasa publik ketika, karena
kepentingan strategis di masa yang akan datang, negara
memutuskan suatu jenis barang/jasa tertentu sebagai
barang/jasa publik. Dengan demikian, meskipun menurut
Pelayanan Publik

berbagai klasifikasi sebagaimana telah di paparkan di


depan suatu barang/jasa termasuk sebagai kategori
barang/jasa privat, barang/jasa tersebut bisa menjadi
barang/jasa publik ketika keputusan politik
mengubahnya. Contohnya, pendidikan di masa lalu
dianggap sebagai barang privat sehingga setiap individu
harus memenuhi kebutuhan pelayanan 14

pendidikan dengan biaya sendiri dari penyelenggara


pelayanan pendidikan, baik swasta maupun pemerintah.
Namun demikian, seiring berjalannya waktu pemerintah
mengganggap pendidikan sebagai hal yang penting
untuk masa depan pembangunan bangsa sehingga
diputuskan bahwa pendidikan dijadikan sebagai barang
publik dengan memberikan subsidi terhadap biaya yang
harus dibayar individu untuk memperoleh layanan
pendidikan, bahkan pemerintah membebaskan biaya
pelayanan pendidikan untuk jenjang pendidikan dasar
sampai menengah melalui Program Wajib Belajar
(WAJAR) sembilan tahun.

Contoh lain dari pergeseran barang privat menjadi


barang publik adalah keterbukaan informasi. Informasi
terkait kepemilikan kekayaaan pribadi pada mulanya
merupakan hal pribadi yang tidak perlu diketahui oleh
banyak pihak, namun kondisi menjadi perubahan apabila

14
15 Pelayanan Publik

pribadi seseorang mengalami pergeseran posisi, dari


seorang pegawai biasa, pengusaha, bahkan rakyat
jelata, ketika yang bersangkutan bergeser posisi menjadi
pejabat negara, maka informasi harta kekayaan menjadi
kewajiban untk dilaporkan bahkan dipublikasikan ke
masyarakat umum. Disisi lain terdapat pula kasus
informasi publik yang menjadi ranah pribadi (dianggap
informasi pribadi), seperti misalnya informasi terkait
perubahan kebijakan dalam penyelenggaraan
pemerintahan (pelayanan), atau informasi terkait adanya
lowongan beasiswa, yang seharusnya terinformasikan
ke publik tetapi hanya disimpan sendiri. Kasus yang
terakhir merupakan

pergeseran antara publik ke privat namun tidak dapat


dibenarkan.

3. Pelayanan Publik dari Sederhana Menjadi Kompleks

Sebagaimana telah Saudara pelajari pada Kegiatan


Belajar sebelumnya, adanya fenomena barang publik
menuntut kehadiran negara untuk menyediakan
berbagai barang/jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Negara dalam hal ini juga bisa dipahami sebagai aksi
kolektif, ketika seluruh warga negara, baik secara
langsung maupun melalui wakil mereka yang duduk di
Pelayanan Publik

kursi parlemen, mencari solusi atas kegagalan upaya


individual dalam memenuhi kebutuhan barang/jasa yang
mereka butuhkan.

Melihat tiga alasan yang menyebabkan munculnya


barang/jasa publik tersebut maka Saudara dapat 16

menduga bahwa jenis barang/jasa yang dapat


dikategorikan sebagai barang/jasa publik memiliki
spektrum yang sangat luas, yaitu dari jenis barang/jasa
yang dapat dikategorikan sebagai barang publik murni
(pure public goods) sampai barang/jasa yang
sebenarnya masuk kategori sebagai barang privat
(private goods).

Adanya fenomena barang/jasa publik menuntut


kehadiran pemerintah untuk bertanggung jawab
menyediakan barang/jasa publik yang dibutuhkan oleh
masyarakat tersebut dalam bentuk pelayanan publik.

Namun demikian karena luasnya spektrum yang disebut


sebagai barang/jasa publik tersebut maka tidak
mengherankan jika tidak selalu mudah mendefinisikan
apa yang disebut pelayanan publik. Gambar 2 berikut ini
menunjukkan luasnya spektrum pelayanan publik karena

16
17 Pelayanan Publik

munculnya fenomena barang/jasa publik. Gambar


tersebut menunjukkan bahwa di ujung kiri adalah
barang/jasa publik yang murni yang memiliki ciriciri: tidak
dapat diproduksi oleh sektor swasta karena adanya free
rider problem, non-rivalry, dan nonexcludable, serta cara
mengkonsumsinya dapat dilakukan secara kolektif.
Semakin ke kanan karakteristik barang/jasa tersebut
semakin mendekati barang privat yang memiliki ciri-ciri
yang berkebalikan dengan barang/jasa publik yang
murni.

Gambar 2. Spektrum Pelayanan Publik

Manfaat social Manfaat


Dominan Individu

Di masa yang lalu, para ilmuwan mendefinisikan


pelayanan publik sebagai semua jenis pelayanan
yang diselenggarakan oleh pemerintah. Pameo yang
Pelayanan Publik

terkenal pada saat itu adalah: “whatever government


does is public service”. Artinya semua barang/jasa publik
yang dibutuhkan oleh masyarakat dan diselenggarakan
oleh negara disebut sebagai pelayanan publik (Dwiyanto,
2010:14). Paradigma yang melihat pelayanan publik
seperti ini sering disebut 18

sebagai paradigma kuno atau Old Public Administration


(OPA). Dalam paradigma OPA tersebut negara dianggap
sebagai satu-satunya lembaga yang paling mampu
menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi oleh
masyarakat. Cara pandang yang demikian tidak
mengejutkan karena pada saat itu sektor swasta dan juga
masyarakat sipil belum berkembang dan mampu menjadi
alternatif untuk membantu pemerintah dalam
menyelasaikan masalah publik. Perkembangan
paradigma pelayanan publik yang sudah mulai
memnuculkan peran swasta dalam menyediakan
pelayanan publik terjadi pada masa New Publik
Management (NPM). Pada masa ini para manajer
pelayanan publik dan penyedia jasa layanan publik
diprogram dan dididik untuk menjalankan pelayanan yang
berorientasi pada keuntungan (profit). Karena itu
misalnya pelayanan jasa seperti di rumah sakit yang dulu
masih tinggi keberpihakannya kepada masyarakat dan
cenderung gratis atau murah, berubah menjadi

18
19 Pelayanan Publik

pelayanan yang untuk mendapatkannya harus dengan


mengeluarkan sejumlah biaya yang cukup mahal.
Beberapa negara Eropa seperti contoh di Inggris, akibat
ketidakmampuan membayar asuransi kesehatan yang
sangat mahal untuk mendapatkan pelayanan di rumah
sakit, membuat banyak masyarakat tidak mampu
berusaha mengobati penyakitnya sendiri tanpa
mendapatkan pelayanan dari penyedia layanan
kesehatan. Setelah kenyataan ini terungkap ke publik,
maka banyak mempertanyakan serta menggugat
keberadaan, posisi, peran dan tujuan pembentukan
negara (birokrasi). Untuk menjawab tantangan tersebut
muncullah paradigma baru pelayanan yang disebut New
Public Service (NPS). Paradigma ini menekankan
pentingnya keberadaan negara dalam menyiapkan
pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Negara
ada dan menunjukkan eksistensi dan keberpihakan
terhadap penyediaan layanan dasar bagi masyarakatnya.
Di Indonesia, paradigma ini dapat dilihat melalui
penyediaan layanan pendidikan dasar yang gratis,
layanan kesehatan dasar dan dibeberapa tempat
termasuk gratis opname sampai kelas III bagi masyarakat
tidak mampu, dan banyak lagi layanan lainnya.
Semuanya untuk menunjukkan eksistensi negara dalam
melayani masyarakat.
Pelayanan Publik

Perkembangan perubahan paradigma pelayanan dari


Old Public Administration (OPA) kemudian berubah
menjadi New Public Management (NPM) dan 20

seterusnya menjadi New Public Service (NPS) dapat dilihat


pada gambar 3.

CIV. Gambar 3:

Dalam definisi yang lebih sempit lagi, pelayanan publik


bahkan sering kali disalahpahami sebagai pelayanan
administratif yang diselenggarakan oleh pemerintah
terkait dengan pelaksanaan undang-undang atau

20
21 Pelayanan Publik

peraturan yang dalam klasifikasi Ripley (1985) masuk


dalam ranah protective regulatory policy (kebijakan
protektif) dan competitive regulatory policy (kebijakan
kompetitif). Kebijakan protektif dibuat oleh pemerintah
dengan cara membatasi ruang gerak individu agar tidak
merugikan individu yang lain, sementara itu kebijakan
kompetitif mengatur kompetisi diantara sektor swasta agar
cara kerja mereka tidak merugikan masyarakat sebagai
konsumen. Instrumen untuk mewujudkan tujuan
melindungi warga negara dari perilaku warga negara yang
lain maka dilakukan oleh pemerintah dengan membuat
peraturan tentang: perijinan, lisensi, pemberian sertifikat,
pemberian akte, dan lain-lain. Dengan aturan tersebut,
maka seorang warga negara tidak dapat melakukan suatu
aktivitas, misalnya membuka usaha, sebelum pemerintah
memberikan ijin usaha. Ijin usaha tersebut di dalamnya
terkandung dimensi perlindungan terhadap warga yang
lain sebab sebelum pemerintah memberikan ijin usaha
maka instansi pemberi ijin akan melakukan evaluasi
terhadap kelayakan usaha dari berbagai segi,
misalnya mengganggu ketertiban umum atau tidak,
peralatan yang dipakai memenuhi syarat keamanan kerja
atau tidak, jika menghasilkan limbah apakah sudah ada
rencana pengolahan limbah, dan seterusnya.
Pelayanan Publik

Karena berbagai peraturan yang dikeluarkan pemerintah


untuk memberikan perlindungan terhadap warganya,
maka konsekuensinya pemerintah harus memberikan
pelayanan administratif terhadap warga yang
membutuhkan pelayanan perijinan tersebut.
22

Sebagai contoh, karena undang-undang mensyaratkan


setiap warga negara harus memiliki identitas
kewarganegaraan, agar setiap warga negara
memperoleh pengakuan dari negara akan hak-hak
mereka, maka pelayanan publik kemudian dipahami
sebagai pelayanan pengurusan Kartu Tanda Penduduk
(KTP).

Sejenis dengan KTP, maka pelayanan publik juga


diartikan sebagai pelayanan pengurusan Surat Ijin
Mengamudi (SIM), Surat Ijin Usaha Perdagangan
(SIUP), Surat Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), pelayanan
memperoleh Paspor, dll.

Dalam kasus yang lain, pelayanan publik juga dipahami


sebagai pelayanan penyediaan barang/jasa publik yang
pelaksanaannya dibiayai oleh anggaran pemerintah, baik

22
23 Pelayanan Publik

APBN maupun APBD. Karena cara memahami


pelayanan publik yang demikian, maka yang termasuk
kategori sebagai pelayanan publik menjadi sempit.

Bahkan, dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009


tentang Pelayanan Publik, definisi tentang pelayanan
publik yang oleh pemerintah cenderung lebih sempit lagi.
Dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2009 Pasal 1 ayat
(1) disebutkan bahwa “Pelayanan Publik adalah
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan bagi setiap warga
negara dan penduduk atas barang, jasa, dan atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik”. Coba Saudara
perhatikan uraian berikut yang menjelaskan mengapa
definisi pelayanan publik dalam UU No. 25 Tahun 2009
sangat sempit. Sebelum membaca uraian berikut, ada
baiknya Saudara membuka Undang-undang No. 25
Tahun 2009 agar memahami persoalan yang akan
didiskusikan dalam dua paragraf berikut.

Pertama, ruang lingkup pelayanan yang disebut sebagai


pelayanan publik sangat terbatas, yaitu sebagaimana
diatur dalam Pasal 5 ayat 2, yang menyebut bahwa
pelayanan publik meliputi: pendidikan, pengajaran,
Pelayanan Publik

pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan


informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial,
energi, perinstansi pemerintahan, perhubungan, sumber
daya alam, dan pariwisata. Padahal, sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Dasar 1945 (hasil amandemen
keempat) terdapat beberapa jenis pelayanan publik 24

yang dijanjikan oleh negara dan wajib diberikan kepada


warganya. Jenis pelayanan tersebut meliputi bidang:
hukum, lapangan kerja, politik, keamanan, agama,
sosial, pendidikan, pekerjaan, administrasi, perumahan,
komunikasi, perumahan, asuransi jiwa dan kesehatan,
perlindungan hak asasi manusia, pendidikan, dan
ekonomi.

Kedua, bentuk kegiatan pelayanan publik


sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat 3 dan 4 juga
sangat sempit karena pelayanan kebutuhan barang
publik bagi masyarakat hanya diartikan sebagai
pengadaan barang/jasa di instansi pemerintah. Padahal,
sebagaimana diuraikan di depan, yang disebut sebagai
barang publik memiliki cakupan yang sangat luas tidak
hanya terbatas pada kegiatan pengadaan barang dan
jasa oleh pemerintah saja, melainkan semua barang yang
dibutuhkan oleh masyarakat karena amanat konstitusi
yang pengadaannya bisa saja dilakukan oleh sektor

24
25 Pelayanan Publik

swasta yang manfaatnya dapat dinikmati oleh


masyarakat.

Kotak 1. Hak Warga Negara Terhadap Pelayanan


Publik

Diskusi

Coba Saudara buka UUD 1945 dan dilihat secara


cermat berbagai pasal yang mengatur hak-hak warga
negara dan negara wajib memenuhinya dalam bentuk
pelayanan publik. Pasal-pasal tersebut mulai dari pasal
27-34.

Dengan adanya berbagai kelemahan yang dilakukan oleh


para ahli terdahulu dan juga yang dilakukan oleh
pemerintah dalam mengatur apa yang disebut sebagai
pelayanan publik, maka kita perlu mendefinisikan kembali
pelayanan publik secara lebih tepat. Untuk mengatasi
kelemahan-kelemahan definisi pelayanan publik yang ada
Pelayanan Publik

selama ini, Dwiyanto (2010:21) menawarkan alternatif


definisi pelayanan publik sebagai: semua jenis pelayanan
untuk menyediakan barang/jasa yang dibutuhkan oleh
26

masyarakat yang memenuhi kriteria yaitu merupakan


jenis barang atau jasa yang memiliki eksternalitas tinggi
dan sangat diperlukan masyarakat serta penyediaannya
terkait dengan upaya mewujudkan tujuan bersama yang
tercantum dalam konstitusi maupun dokumen
perencanaan pemerintah, baik dalam rangka memenuhi
hak dan kebutuhan dasar warga, mencapai tujuan
strategis pemerintah, dan memenuhi komitmen dunia
internasional. Bahkan, dalam penjelasan lebih lanjut
Dwiyanto (hal. 22) mengatakan bahwa dari segi
mekanisme penyediaannya pelayanan publik tersebut
tidak harus dilakukan oleh pemerintah sendiri, akan tetapi
dapat dilakukan oleh sektor swasta (mekanisme pasar).
Justru, dengan definisi tersebut, aktivitas pemerintah
dalam bentuk apa pun, meskipun dibiayai APBN
maupun APBD, mestinya tidak dimasukkan sebagai
pelayanan publik ketika tidak memenuhi kriteria di atas,
yaitu: pelayanan untuk memenuhi kebutuhan barang/jasa
publik, memenuhi kebutuhan dan hak dasar warga
negara, merupakan kewajiban pemerintah dan negara,
dan hal tersebut menjadi komitmen nasional untuk

26
27 Pelayanan Publik

mencapai tujuan-tujuan strategis di masa yang akan


datang.

Kotak 2. Pelayanan Publik Bukan Dicirikan


dari Sumber Pembiayaannya Saja

Diskusi

Coba Saudara identifikasi kegiatan pemerintah yang


dibiayai APBN maupun APBD yang tidak termasuk
sebagai pelayanan publik.

Dengan penjelasan tersebut, meskipun dilihat dari


lembaganya penyedia layanan publik dapat
dilakukan oleh pemerintah maupun sektor swasta,
namun demikian kita sudah semestinya tidak perlu
bingung membedakan antara pelayanan publik dengan
pelayanan privat. Bagi Aparatur Sipil Negara (ASN)
kebingungan tersebut akan sangat merugikan
masyarakat karena Saudara sebagai ASN di masa
yang akan datang memiliki kewenangan mengatur
Pelayanan Publik

lingkup pelayanan publik. Apabila tidak memiliki


pemahaman yang baik, maka akibatnya Saudara akan
membuat undang-undang 28

yang tidak mampu menyelesaikan persoalan nyata yang


sedang dihadapi oleh masyarakat dalam hal perlunya
memperoleh pelayanan publik yang lebih baik.

Agar memiliki pegangan yang kuat dalam membedakan


mana pelayanan publik dan mana pelayanan privat
sehingga tidak mengulang kesalahan dalam perumusan
Undang-Undang Pelayanan Publik sebagaimana terjadi
saat ini, berikut Saudara diberikan ringkasan yang dapat
dijadikan panduan untuk membedakan pelayanan publik
dibanding pelayanan privat.

28
29 Pelayanan Publik

Tabel 2. Perbedaan Antara Pelayanan Publik dan


Privat

Sumber: Dwiyanto (2010:24).


Dengan menggunakan tiga kriteria sebagaimana telah
didiskusikan di Kegiatan Belajar 1, bahwa barang/jasa
publik dapat dilihat dari tiga kriteria, yaitu: (1) siapa
penyedianya (pemerintah vs swasta); (2) bagaimana cara
mengkonsumsinya (kolektif vs individual) dan; (3)
strategis tidaknya terhadap perwujudan visi dan misi
suatu bangsa di masa yang akan datang (strategis vs
non-strategis) maka Tabel 2 secara gamblang
menjelaskan ciri-ciri pelayanan publik vs pelayanan privat
sebagai upaya untuk memberikan pelayanan 30
Pelayanan Publik

kepada masyarakat terhadap kebutuhan barang/jasa


publik. Dengan mencermati Tabel 2 tersebut diharapkan
Saudara saat ini tidak mengalami kebingungan lagi
dalam mendefinisikan pelayanan publik.

C. Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik

Setelah mempelajari materi ini diharapkan Saudara


memahami bagaimana seorang ASN yang berada di
garis depan dalam memberikan pelayanan publik bagi
masyarakat dan Saudara sebagai ASN yang baru akan
memulai perubahan dengan mempraktikan prinsipprinsip
pelayanan yang sudah Saudara pelajari tersebut.

Para pakar administrasi publik menjelaskan bahwa ada


banyak prinsip yang perlu dipenuhi agar pelayanan publik
dapat diselenggarakan lebih baik. Namun demikian,
sebelum kita mendiskusikan bagaimana prinsip-prinsip
penyelenggaraan pelayanan publik yang baik, sebagai
seorang ASN Saudara perlu memahami berbagai hal
yang menjadi fundamen pelayanan publik.

Selain hal-hal yang mendasar yang perlu dijadikan


pegangan dalam memberikan pelayanan publik, Saudara

30
31 Pelayanan Publik

sebagai seorang ASN perlu mengetahui bahwa pelayanan


publik yang baik juga didasarkan pada prinsip-prinsip
yang digunakan untuk merespon berbagai kelemahan
yang melekat pada tubuh birokrasi. Berbagai literatur
administrasi publik menyebut bahwa prinsip pelayanan
publik yang baik untuk mewujudkan pelayanan prima
adalah:

1) Partisipatif. Dalam penyelenggaraan pelayanan


publik yang dibutuhkan masyarakat pemerintah perlu
melibatkan masyarakat dalam merencanakan,

melaksanakan, dan mengevaluasi hasilnya;

2) Transparan. Dalam penyelenggaraan pelayanan


publik, pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan
publik harus menyediakan akses bagi warga negara
untuk mengetahui segala hal yang terkait dengan
pelayanan publik yang diselenggarakan tersebut, seperti:
persyaratan, prosedur, biaya, dan sejenisnya.
Masyarakat juga harus diberi akses yang
sebesarbesarnya untuk mempertanyakan dan
menyampaikan pengaduan apabila mereka merasa tidak
puas dengan 32
Pelayanan Publik

pelayanan publik yang diselenggarakan oleh


pemerintah;

3) Responsif. Dalam penyelenggaraan pelayanan


publik pemerintah wajib mendengar dan memenuhi
tuntutan kebutuhan warga negaranya. Tidak hanya
terkait dengan bentuk dan jenis pelayanan publik yang
mereka butuhkan akan tetapi juga terkait dengan
mekanisme penyelenggaraan layanan, jam pelayanan,
prosedur, dan biaya penyelenggaraan pelayanan.
Sebagai klien masyarakat, birokrasi wajib
mendengarkan aspirasi dan keinginan masyarakat yang
menduduki posisi sebagai agen;

4) Tidak diskriminatif. Pelayanan publik yang


diselenggarakan oleh pemerintah tidak boleh dibedakan
antara satu warga negara dengan warga negara
yang lain atas dasar perbedaan identitas warga
negara, seperti: status sosial, pandangan politik, enisitas,
agama, profesi, jenis kelamin atau orientasi seksual,
difabel, dan sejenisnya;

5) Mudah dan Murah. Penyelenggaraan pelayanan


publik dimana masyarakat harus memenuhi berbagai
persyaratan dan membayar fee untuk memperoleh

32
33 Pelayanan Publik

layanan yang mereka butuhkan harus diterapkan prinsip


mudah, artinya berbagai persyaratan yang dibutuhkan
tersebut masuk akal dan mudah untuk dipenuhi. Murah
dalam arti biaya yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk
mendapatkan layanan tersebut terjangkau oleh seluruh
warga negara. Hal ini perlu ditekankan karena pelayanan
publik yang diselenggarakan oleh pemerintah tidak
dimaksudkan untuk mencari keuntungan melainkan
untuk memenuhi mandat konstitusi;

6) Efektif dan Efisien. Penyelenggaraan pelayan publik


harus mampu mewujudkan tujuan-tujuan yang hendak
dicapainya (untuk melaksanakan mandat konstitusi dan
mencapai tujuan-tujuan strategis negara dalam jangka
panjang) dan cara mewujudkan tujuan tersebut
dilakukan dengan prosedur yang sederhana, tenaga
kerja yang sedikit, dan biaya yang murah;

7) Aksesibel. Pelayanan publik yang diselenggarakan


oleh pemerintah harus dapat dijangkau oleh warga
negara yang membutuhkan dalam arti fisik (dekat,
terjangkau dengan kendaraan publik, mudah dilihat,
gampang ditemukan, dan lain-lain.) dan dapat dijangkau
dalam arti non-fisik yang terkait dengan biaya dan 34
Pelayanan Publik

persyaratan yang harus dipenuhi oleh masyarakat untuk


mendapatkan layanan tersebut.

8) Akuntabel. Penyelenggaraan pelayanan publik


dilakukan dengan menggunakan fasilitas dan sumber
daya manusia yang dibiayai oleh warga negara melalui
pajak yang mereka bayar. Oleh karena itu semua bentuk
penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat
dipertanggung-jawabkan secara terbuka kepada
masyarakat. Pertanggungjawaban di sini tidak hanya
secara formal kepada atasan (pejabat atau unit
organisasi yang lebih tinggi secara vertikal) akan tetapi
yang lebih penting harus dipertanggungjawabkan secara
terbuka kepada masyarakat luas melalui media publik
baik cetak maupun elektronik. Mekanisme
pertanggungjawaban yang demikian sering disebut
sebagai social accountability.

9) Berkeadilan. Penyelenggaraan pelayanan publik


yang dilakukan oleh pemerintah memiliki berbagai tujuan.
Salah satu tujuan yang penting adalah melindungi warga
negara dari praktik buruk yang dilakukan oleh warga
negara yang lain. Oleh karena itu penyelenggaraan
pelayanan publik harus dapat dijadikan sebagai alat
melindungi kelompok rentan dan mampu menghadirkan

34
35 Pelayanan Publik

rasa keadilan bagi kelompok lemah ketika berhadapan


dengan kelompok yang kuat.

Rangkuman

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan


Publik menyatakan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan
atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan bagi setiap warga negara dan


penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif
yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Tiga unsur penting dalam pelayanan publik, yaitu pertama,


organisasi penyelenggara pelayanan publik, kedua, penerima
layanan (pelanggan) yaitu orang, masyarakat atau organisasi
yang berkepentingan, dan ketiga, kepuasan yang diberikan
dan atau diterima oleh penerima layanan (pelanggan).

Barang/jasa publik adalah barang/jasa yang memiliki


rivalry (rivalitas) dan excludability (ekskludabilitas) yang
rendah. Barang/jasa publik yang murni yang memiliki ciri-ciri:
tidak dapat diproduksi oleh sektor swasta karena adanya 36
Pelayanan Publik

free rider problem, non-rivalry, dan non-excludable, serta cara


mengkonsumsinya dapat dilakukan secara kolektif.

Perkembangan paradigma pelayanan: Old Public


Administration (OPA), New Public Management (NPM) dan
seterusnya menjadi New Public Service (NPS).

Definisi pelayanan publik dalam UU No. 25 Tahun 2009


sangat sempit, karena ruang lingkup pelayanan yang disebut
sebagai pelayanan publik sangat terbatas, dan bentuk
kegiatan pelayanan publik sebagaimana diatur dalam pasal
5 ayat 3 dan 4 juga sangat sempit karena pelayanan
kebutuhan barang publik bagi masyarakat hanya diartikan
sebagai pengadaan barang/jasa di instansi pemerintah.

Sembilan prinsip pelayanan publik yang baik untuk


mewujudkan pelayanan prima adalah: Partisipatif,
Transparan, Responsif, Non Diskriminatif, Mudah dan Murah,
Efektif dan Efisien, Aksesibel, Akuntabel, dan Berkeadilan.

Soal Latihan
1) Berikan contoh beberapa jenis barang/jasa yang
termasuk kategori barang/jasa publik.
2) Diskusikan mengapa monopoli membuat individu
tidak dapat memperoleh barang dan jasa yang
mereka butuhkan di pasar.

36
37 Pelayanan Publik

3) Jelaskan maksud barang/jasa publik adalah


barang/jasa yang memiliki rivalry (rivalitas) dan
excludability (ekskludabilitas) yang rendah.

4) Apa yang dimaksud individual consumption


dalam barang/jasa.

5) Jelaskan tiga cara dalam membedakan barang/jasa


public disbanding dengan barang/jasa privat.

6) Jelaskan karakteristik perkembangan perubahan


paradigma pelayanan dari Old Public Administration
OPA) kemudian berubah menjadi New Public
Management (NPM) dan seterusnya menjadi New

Public Service.
7) Sebutkan ruang lingkup pelayanan yang termuat
dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009.

8) Jelaskan dan berikan contoh maksud pameo yang


terkenal tentang pelayanan publik: “whatever
government does is public service”.

9) Jelaskan perbedaan antara pelayanan publik


dengan pelayanan privat.
38
Pelayanan Publik

10) Mengapa istilah pelayanan publik dalam


UndangUndang No.25 Tahun 2009 disebut definisi
yang sangat sempit?

11) Diskusikan bagaimana Saudara sebagai seorang


ASN dapat berkontribusi dalam memperbaiki kualitas
pelayanan publik?

13) Sebut dan jelaskan prinsip-prinsip pelayanan publik yang


baik.

38
39 Pelayanan Publik

CV. BAB III

CVI. POLA PIKIR ASN SEBAGAI PELAYAN PUBLIK

A. Indikator Keberhasilan

Pembahasan pada Bab ini difokuskan pada materi pola


pikir ASN sebagai pelayanan publik. Setelah
mempelajari seluruh materi pada Bab ini, diharapkan
Saudara dapat:

1. mendeskripsikan pola pikir ASN dalam pelayanan publik;

2. memberi contoh pola pikir ASN pelayanan publik.

B. Pola Pikir ASN sebagai Pelayanan Publik

Apa yang akan Saudara lakukan sebagai seorang ASN


dengan mengetahui kurang baiknya kualitas pelayanan
publik di Indonesia. Apakah hanya akan Saudara
biarkan saja? Diam saja? Atau justru akan larut dalam
kondisi birokrasi yang patologis di mana Saudara
bekerja? Atau Saudara sebagai seorang ASN baru yang
dididik dan dibesarkan dalam suasana demokratis dan
penuh idealisme kemudian bertekad untuk melakukan
perbaikan. Kami semua sangat yakin 40
Pelayanan Publik

Saudara akan memilih jalan sulit untuk berkontribusi


memperbaiki birokrasi di Indonesia yang bertugas untuk
menyelenggarakan pelayanan publik di Indonesia.

Apabila Saudara sebagai ASN harus berkontribusi dalam


memperbaiki kualitas pelayanan publik, lantas
bagaimana cara kita agar dapat berkontribusi dalam
memperbaiki pelayanan publik. Kontribusi yang paling
minimal adalah melalui tindakan-tindakan atau perilaku
Saudara sebagai seorang ASN.

Sebagai seorang ASN tentu Saudara akan terlibat,


baik langsung maupun tidak langsung, dalam
penyelenggaraan pelayanan publik. Dengan demikian
tindakan dan perilaku Saudara sebagai ASN yang baik
akan sangat mempengaruhi upaya perbaikan kualitas
pelayanan publik. Kesadaran seluruh anggota ASN untuk
memberikan kontribusi terhadap upaya perbaikan kualitas
pelayanan publik di Indonesia akan memiliki implikasi
strategis jangka panjang yang penting bagi upaya untuk
mengubah kinerja birokrasi dalam memberikan pelayanan
publik. Mengapa demikian? Hal ini secara sederhana
dapat dijelaskan dengan logika berikut: kalau seluruh
anggota ASN memiliki niat yang sama maka agregat dari
individu tersebut akan sangat dahsyat. Saudara bisa

40
41 Pelayanan Publik

membayangkan apabila seluruh ASN yang saat ini


berjumlah sekitar 4,7 juta orang melakukan hal yang sama
maka perubahan kualitas pelayanan publik yang kita cita-
citakan akan terwujud.

Lantas bagaimana sebagai seorang ASN dapat


berkontribusi dalam memperbaiki kualitas pelayanan
publik? Untuk dapat berkontribusi dalam melakukan
perubahan Saudara harus mengenal prinsip-prinsip
pelayanan publik yang baik yang dianjurkan oleh literatur
adminstrasi publik maupun best practices yang telah
mempraktikan dan memiliki pelayanan publik yang baik.

Apa prinsip-prinsip pelayanan publik yang baik?


Prinsipprinsip tersebut tentu saja yang dapat digunakan
untuk memperbaiki berbagai penyakit yang mendera
birokrasi publik di Indonesia sebagaimana sudah
Saudara pelajari di kegiatan belajar sebelumnya.

Sebelum kita mendiskusikan pola pikir ASN sebagai


pelayanan publik, sebagai seorang ASN Saudara perlu
memahami berbagai hal yang menjadi fundamen
pelayanan publik.
42
Pelayanan Publik

1) Pelayanan publik merupakan hak warga negara


sebagai amanat konstitusi. Dengan demikian
menjadi kewajiban pemerintah untuk
menyelenggarakannya baik dilakukan sendiri (oleh
birokrasi pemerintah) maupun bekerja sama dengan
sektor swasta;

Gambar 4. Citra PNS yang Buruk

Sumber : https://www.google.com/url?
sa=i&rct=j&q=&esrc=s &source=images&cd=&ved=0ahU

KEwid8eSQs8rQAhUDso8KHc90BwgQjRwIBw&url
=http%3A%2F%2Faccounting-08.blogspot.com

2) Pelayanan publik diselenggarakan dengan


pajak yang dibayar oleh warga negara. Artinya,
para birokrat penyelenggara pelayanan publik
harus paham bahwa semua fasilitas yang
mereka nikmati (gedung, peralatan, gaji bagi ASN,

42
43 Pelayanan Publik

protokoler, dsb.) dibayar dengan pajak yang


dibayarkan oleh warga negara. Oleh karena itu,
Saudara sebagai ASN harus paham bahwa warga
negara adalah agent (tuan) dan Saudara adalah
client (pelayan). Konsekuensinya, Saudara sebagai
ASN yang harus mengikuti kehendak masyarakat
pengguna layanan, bukan sebaliknya masyarakat
yang harus mengikuti kehendak Saudara.

3) Pelayanan publik diselenggarakan dengan tujuan


untuk mencapai hal-hal yang strategis bagi kemajuan
bangsa di masa yang akan datang. Karena sifatnya
yang demikian, sebagai seorang ASN Saudara harus
paham bahwa kegagalan dalam berkontribusi untuk
menyelenggarakan pelayanan publik yang
berkualitas akan berakibat pada kegagalan kita
sebagai bangsa dalam mewujudkan cita-cita
bersama. Dalam konteks dunia yang dihadapkan
pada tantangan globalisasi maka kegagalan
Saudara sebagai ASN dalam membantu
mewujudkan kualitas pelayanan publik yang baik
juga berarti berdampak pada kegagalan Indonesia
dalam memenangkan pertarungan
44
Pelayanan Publik

memperebutkan supremasi globalisasi. Jika ini


terjadi, masa dengan bangsa Indonesia menjadi
taruhannya.

4) Pelayanan publik memiliki fungsi tidak hanya


memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar warga
negara sebagai manusia, akan tetapi juga berfungsi
untuk memberikan perlindungan bagi warga negara
(proteksi). Coba Saudara bayangkan ketika
pemerintah tidak memberikan pelayanan yang baik
untuk memberikan perlindungan kepada warga
negaranya? Masyarakat menjadi korban

main hakim sendiri karena polisi tidak hadir. TKI


menjadi korban kekejaman para tuan mereka di
negara asing, bahkan ketika menginjakkan kaki di
bandara tanah airnya sendiri karena pemerintah
gagal memberikan pelayanan untuk melindungi
mereka. Dan banyak contoh lagi penderitaan warga

negara ketika pemerintah gagal menyelenggarakan


pelayanan publik yang baik.

Empat hal pokok yang menjadi dasar


penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia tersebut
perlu Saudara pahami betul sebagai seorang ASN.
Dengan memahami empat hal pokok tersebut maka

44
45 Pelayanan Publik

diharapkan Saudara akan memposisikan diri Saudara


secara tepat ketika berhadapan dengan warga yang
membutuhkan pelayanan publik. Mulai saat ini Saudara
diharapkan paham bahwa warga negara yang
membutuhkan pelayanan publik perlu Saudara layani
dengan baik karena: (1) mereka adalah pembayar pajak
yang membiayai kegiatan pelayanan publik; dan (2) dia
adalah tuan Saudara karena mereka yang menyediakan
semua fasilitas kerja dan gaji yang

Saudara terima tiap bulannya

Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana


tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD 1945), diperlukan ASN yang memiliki
pola pikir sebagai pelayanan publik profesional, bebas
dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi,
dan nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan
publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran
sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Tujuan nasional
seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan 46
Pelayanan Publik

bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang


berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial.

Untuk mewujudkan tujuan nasional, dibutuhkan


Pegawai ASN. Pegawai ASN diserahi tugas untuk
melaksanakan tugas pelayanan publik, tugas
pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu. Tugas
pelayanan publik dilakukan dengan memberikan
pelayanan atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administratif yang disediakan Pegawai ASN. Adapun
tugas pemerintahan dilaksanakan dalam rangka
penyelenggaraan fungsi umum pemerintahan yang
meliputi pendayagunaan kelembagaan, kepegawaian,
dan ketatalaksanaan. Sedangkan dalam rangka
pelaksanaan tugas pembangunan tertentu dilakukan
melalui pembangunan bangsa (cultural and political
development) serta melalui pembangunan ekonomi dan
sosial (economic and social development) yang
diarahkan meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran seluruh masyarakat.

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Aparatur


Sipil Negara, ASN sebagai profesi berlandaskan pada
prinsip sebagai berikut:

46
47 Pelayanan Publik

a. nilai dasar;
b. kode etik dan kode perilaku;
c. komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab pada
pelayanan publik;

d. kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang


tugas;

e. kualifikasi akademik;
f. jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas; dan

g. profesionalitas jabatan.

ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan


pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan
dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan
kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas
dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme.

Sebagai ASN tentu Saudara akan terlibat dalam


penyelenggaraan pelayanan publik. Kesadaran seluruh
anggota ASN untuk memperbaiki kualitas pelayanan
publik di Indonesia berimplikasi pada perbaikan birokrasi.

48
Pelayanan Publik

Birokrasi sebagai Penyelenggara Pelayanan Publik yang


selanjutnya disebut penyelenggara adalah setiap institusi
penyelenggara Negara. Aktor lain sebagai penyelenggara
pelayanan publik adalah korporasi, lembaga independen
yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang untuk
kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang
dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik
(Pasal 1 ayat (2) UU No. 25 Tahun 2009).

Sayangnya, birokrasi yang selama ini dianggap lebih


efektif dan lebih efisien dalam mengelola urusan publik
dibanding bentuk organisasi yang ada sebelumnya
bukannya tanpa kelemahan. Berbagai ahli menjelaskan
problem yang menjerat birokrasi tersebut sebagai
patologi birokrasi. Bentuk-bentuk patologi birokrasi
tersebut, antara lain:

1) Penggelembungan organisasi. Birokrasi yang


dirancang untuk memberikan pelayanan publik
secara efektif dan efisien cenderung untuk
memperbesar struktur dan juga merekrut lebih
banyak anggota. Hal ini terjadi karena besarnya
ukuran akan berpengaruh terhadap kewenangan
yang dimiliki oleh pimpinan birokrasi dan besaran
sumber daya keuangan yang dikontrol.

Penggelembungan birokrasi yang seperti ini dalam literatur


juga disebut sebagai Parkinsonian Birokrasi. Nama
tersebut merujuk pada penulis gagasan tersebut, yaitu

48
49 Pelayanan Publik

Cyril Northcote Parkinson (1958) dalam bukunya yang


berjudul Parkinson’s Law: The Pursuit of Progress. Dalam
buku tersebut Parkinson mempostulatkan bahwa
pertumbuhan birokrasi membengkak sebesar 57% setiap
tahunnya;

Gambar 5. Birokrasi Gendut

50

Sumber: http://media.gosanangelo.com/media/
img/photos/2010/03/31/ 20100331-094007-pic-

272351652_t607.jpg
Pelayanan Publik

2) Duplikasi tugas dan fungsi. Birokrasi yang


cenderung membengkak tersebut menimbulkan
masalah lain berupa duplikasi tugas dan fungsi
yang dijalankan oleh unit-unit dalam organisasi
birokrasi tersebut. Akibatnya unit dan orang-orang
yang ada di dalamnya mengerjakan pekerjaan-
pekerjaan yang sama sehingga mengakibatkan

terjadinya inefisiensi;

3) Red tape. Cara kerja birokrasi yang prosedural,


lamban dan berbelit-belit mengakibatkan para
pengguna layanan harus memberikan additional
cost (biaya tambahan berupa suap, sogok, uang
pelicin, atau uang rokok) untuk mempercepat proses
atau mem-bypass prosedur yang

dibutuhkan untuk memperoleh;

4) Konflik Kewenangan. Birokrasi yang cenderung


membengkak dari waktu ke waktu mengakibatkan
demarkasi antara kewenangan unit organisasi yang
satu dengan yang lain menjadi makin kabur
dan bahkan tumpang tindih. Hal tersebut sering
menimbulkan konflik kewenangan.

50
51 Pelayanan Publik

5) Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Birokrasi


yang strukturnya tertutup, hierarkhis, kaku, dan
penuh dengan aturan membuat masyarakat awam
sulit memahami apalagi mengontrol cara kerja
birokrasi. Hal tersebut membuat para birokrat yang
ada di dalamnya dengan mudah melakukan praktik
KKN dibalik tampilan birokrasi. Kolektivisme birokrasi
untuk tujuan-tujuan negatif melanggengkan
kekuasaan mereka yang seperti ini sering disebut
sebagai Orwellian Bureaucracy. Istilah tersebut
merujuk pada nama George Orwell yang
mengangkat isu tentang oligarki kolektif dalam buku
fiksinya yang berjudul Nineteen EightyFour.

6) Enggan untuk melakukan perubahan. Dengan


postur organisasi yang besar dan bekerja atas dasar
berbagai peraturan yang rumit cenderung membuat
birokrasi enggan untuk melakukan perubahan atau
inovasi. Penyakit ini sering
52

disebut sebagai bureaucratic inertia. Oleh karena


itu tidak heran jika birokrasi cenderung
mempertahankan pola pikir, pola kerja, dan pola
tindah yang sudah diadopsi dan dilakukan terus
Pelayanan Publik

menerus. Situasi yang sepeti ini membuat mereka


selalu dalam zona nyaman dan menikmati status
quo tersebut.

Sebagai seorang ASN, coba bayangkan apa yang akan


terjadi dengan kualitas pelayanan publik di Indonesia
ketika birokrasi sebagai organisasi yang diandalkan untuk
menyelenggarakan pelayanan publik dihinggapi berbagai
penyakit tersebut. Sudah dapat diduga, kualitas
pelayanan publik di Indonesia masih jauh dari harapan.
Seperti jenis penyakit yang menggerogoti tubuh birokrasi
di Indonesia, pelayanan publik di Indonesia juga
dicirikan dengan berbagai macam persoalan, seperti:

1) Biayanya yang mahal;


2) Prosedurnya sulit dipenuhi dan harus melalui tahapan
yang berbelit-belit;

3) Pemberi layanan tidak ramah;


4) Diskriminatif;
5) Tidak ada kepastian kualitas dan waktu penyelesaian
layanan;

6) Tidak transparan;
7) Tidak responsif terhadap kebutuhan warga negara; 8)
Ditandai praktik KKN.

52
53 Pelayanan Publik

Gambar 6. Rumitnya Pelayanan Publik

Sumber:http://togarsilaban.files.wordpress.com/2012/02/
pelayanan-publik.jpg

Buruknya kualitas pelayanan publik di Indonesia secara


nyata juga tercermin dari hasilnya. Di dalam hal
pelayanan dasar, misalnya bidang pendidikan dan
kesehatan, buruknya kualitas pelayanan publik yang
diselenggarakan oleh birokrasi membuat kualitas SDM
54

Indonesia menduduki posisi buncit di Asean. Apabila


ukuran kualitas tersebut diukur dengan indikator Human
Development Index (HDI), skor HDI kita lebih rendah
dibanding Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina.
Pelayanan Publik

Bukan hanya itu, studi yang dilakukan oleh Programme


for International Student Assessment (PISA) untuk
mengetahui kualitas pendidikan di seluruh dunia juga
menempatkan Indonesia di rangking 64 dari 65 negara
lain anggota PISA. Maknanya kualitas pendidikan di
Indonesia merupakan yang terburuk kedua di dunia.

Pelayanan publik dalam bidang kesehatan kondisinya


juga tidak jauh berbeda dengan bidang pendidikan. Jika
hasil pelayanan bidang kesehatan yang

diselenggarakan oleh suatu negara dinilai dari


peningkatan Angka Harapan Hidup warga negaranya
maka rata-rata harapan hidup orang Indonesia adalah
yang terendah dibanding Singapura, Malaysia, Thailand
dan Filipina. Hal ini berarti menunjukkan bahwa sistem
yang dibangun untuk memberikan pelayanan publik
dalam bidang kesehatan di Indonesia kalah jauh dengan
negara-negara Asean yang lain. Oleh karena itu tidak
mengherankan jika dari waktu ke waktu masyarakat
Indonesia makin banyak yang memilih berobat
keSingapura dan Malaysia karena di negaranegara
tersebut kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan
jauh lebih baik dibanding dengan yang diselenggarakan
di Indonesia.

54
55 Pelayanan Publik

56

Kotak 4. Fakta Tentang Ketidakpuasan Pelayanan


Kesehatan

Dalam bidang pelayanan publik sebagai konsekuensi


kebijakan pemerintah untuk memberikan perlindungan
kepada warga negara dan mengatur kompetisi diantara
warganya, kualitas pelayanan publik yang diberikan
oleh pemerintah juga masih jauh dari memuaskan.
Banyak keluhan yang disampaikan oleh masyarakat
terkait masih buruknya pelayanan untuk memperoleh
Pelayanan Publik

KTP, SIM, Akter kelahiran, Akte Tanah, dan lain


sebagainya. Kasus KKN dalam bidang pelayanan IMB
yang ditemukan di kota Surabaya berikut hanyalah sedikit
dari ribuan kasus lain yang dengan mudah dapat
ditemukan di Indonesia apabila berbicara tentang praktik
KKN dalam pelayanan administratif.

Kotak 5. Praktik KKN dalam Penyelenggaraan


Pelayanan Perizinan IMB

56
57 Pelayanan Publik

58

Kasus KKN dalam pengurusan IMB tersebut


mengkonfirmasi salah satu dari berbagai patologi
birokrasi sebagaimana telah diuraikan di atas.
Banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi untuk
memperoleh IMB serta tahapan-tahapan yang harus

dilalui yang sangat panjang dan berbelit-belit sering kali


mengkondisikan terjadinya demand-supply korupsi.
Pelayanan Publik

CVII. Gambar 7. Suap dalam Pelayanan Publik

Sumber: http://2.bp.blogspot.com/-Gid-
45fzPDI/UNdvaORjayI/AAAAAAAABI4/Neavggra-
0o/s1600/phoca_thumb_l_morality3.jpg

Pada sisi pengusaha, mereka membutuhkan kepastian


dan kecepatan agar pekerjaan mereka dapat segera
selesai sesuai dengan permintaan konsumen. Di sisi
yang lain para birokrat membutuhkan tambahan
penghasilan untuk menutup rendahnya insentif yang
mereka terima. “Pasar” korupsi sebagaimana
ditemukan dalam kasus pelayanan IMB dapat terjadi di
berbagai pelayanan publik yang lain. Semakin penting
pelayanan publik tersebut, dalam arti implikasi
keuntungan yang akan diperoleh dengan

58
59 Pelayanan Publik

dikeluarkannya ijin tersebut, maka semakin besar pula


harga yang harus dibayar oleh masyarakat untuk
memperoleh ijin yang mereka butuhkan. Oleh karena
itu tidak mengherankan apabila izin usaha dalam
bidang pertambangan, investasi modal asing, dan
berbagai izin usaha untuk perusahaan besar selalu
ditemukan praktik korupsi di dalamnya.

Celakanya, kondisi yang demikian tersebut justru


mendatangkan keuntungan bagi para birokrat dari sisi
ekonomi maupun status sosial. Dengan berbagai
prosedur yang rumit dan struktur yang hirarkhis boleh
dikatakan semua orang “takut” pada birokrat yang
menduduki puncak tangga struktur tersebut karena 60

dia yang akan menentukan mati atau hidupnya nasib


banyak orang. Sehingga siapapun yang berurusan
dengan birokrasi akan dengan sukarela memberikan
berbagai bentuk ekspresi ucapan terima kasih apabila
urusan mereka terselesaikan. Dengan kedudukan
yang tinggi tersebut seorang birokrat juga mengontrol
sumber daya, terutama anggaran, yang sangat
besar. Kewenangan yang besar terhadap anggaran,
sementara seorang birokrat bekerja dalam organisasi
birokrasi yang tertutup dan rumit dengan berbagai
Pelayanan Publik

peraturan yang tidak dapat dipahami oleh masyarakat


awam sehingga membuat masyarakat sulit melakukan
kontrol, jelas akan menimbulkan peluang-peluang
penyalahgunaan anggaran.

Oleh karena itu tidak mengherankan apabila cara


kerja birokrasi yang demikian dipertahankan dari
generasi ke generasi. Situasi demikian menimbulkan
dorongan untuk menjaga status quo dikalangan para
birokrat, sebab mereka terlanjur menikmati situasi
yang ada. Karena telah melewati durasi waktu yang
panjang, cara kerja birokrasi yang demikian kemudian
terinternalisasi dan telah menjadi budaya birokrasi
dan para birokrat yang ada di dalamnya.
Budaya birokrasi yang berkembang selama ini tentu
saja tidak cocok untuk dipertahankan, apalagi
dikembangkan bila kita ingin melihat kualitas
pelayanan publik yang lebih baik di Indonesia di masa
mendatang.

Setelah prinsip dasar pelayanan dipahami, seorang


ASN baru akan dapat menjalankan prinsip-prinsip
pelayanan sebagai panduan agar pelayanan publik
yang baik dapat diwujudkan, yaitu: (i) partisipatif; (ii)
transparan; (iii) responsif; (iv) tidak diskriminatif;

60
61 Pelayanan Publik

(v) mudah dan murah; (vi) efektif dan efisien; (vii)


aksesibel; (viii) akuntabel; dan (ix) berkeadilan.

Prinsip-prinsip dasar dan prinsip-prinsip pelayanan


publik yang baik tersebut tentu tidak akan dengan
mudah dapat dilaksanakan tanpa didukung oleh
perubahan poa pikir ASN terhadap cara kerja birokrasi
yang selama ini mengidap berbagai “penyakit”
sebagaimana sudah dijelaskan di depan.

Birokrasi pemerintah wajib bertanggung jawab untuk


memberikan pelayanan kepada masyarakat,
profesional, tidak diskriminatif, dan melihat publik
sebagai customer dan citizen. Karena itu perlu 62

dikembangkan adanya kesadaran tentang siapa yang


melayani dan siapa yang dilayani. Dalam
perkembangannya budaya pelayanan harus
dipandang sebagai sebuah proses belajar yang
menghasilkan bentuk baru serta pengetahuan dan
kepandaian yang baru. Sebagai sebuah proses
belajar budaya pelayanan harus dapat melakukan
perubahan kebiasaan, perubahan nilai, dan perubahan
pola pikir atau paradigma pelayanan. Perubahan
paradigma pelayanan dari peningkatan kepuasaan
Pelayanan Publik

internal birokrasi ke arah peningkatan kepuasaan


masyarakat, yaitu ukuran keberhasilan kinerja
pelayanan adalah sampai sejauh mana masyarakat
merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh
para pegawai ASN. Budaya pelayanan itu terartikulasi
melalui sikap, nilai-nilai kepentingan bersama, dan
tingkah laku dari para pegawai ASN dalam
memberikan pelayanan.

Apa turunan secara lebih operasional dalam


menerjemahkan budaya birokrasi yang melayani
masyarakat tersebut?

1. Birokrasi harus memiliki kode etik untuk mengatur


hal-hal apa saja yang secara etis boleh dan tidak
boleh dilakukan, misalnya yang terkait dengan
konflik kepentingan. Dalam menyelenggarakan
pelayanan publik jika terjadi konflik kepentingan
maka aparatur ASN harus mengutamakan
kepentingan publik dari pada kepentingan dirinya
sendiri.

2. Pegawai ASN harus menerapkan budaya


pelayanan, dan menjadikan prinsip melayani
sebagai suatu kebanggaan. Munculnya rasa
kebanggaan dalam memberikan pelayanan akan

62
63 Pelayanan Publik

menjadi modal dalam melaksanakan


pekerjaan. Semakin banyak orang memberi, maka
akan semakin banyak yang kita peroleh, semakin
banyak melayani akan semakin banyak pula kita
mendapatkan pelayanan. Prinsip melayani juga
menjadi dasar dalam memberikan pelayanan dan
harus diatur dengan prosedur yang jelas.

3. Birokrasi harus memiliki code of conduct,


bagaimana cara birokrasi bertingkah laku
dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat (warga negara). Birokrasi harus
memiliki SOP yang jelas dalam memberikan
pelayanan, misalnya dengan menerapkan prinsip
3S = senyum, sapa, salam.
64

4. Birokrasi harus memiliki etika profesionalisme


sebagai seorang birokrat. Sebagai sebuah profesi,
birokrat dituntut mengikuti sumpah profesinya
sebagai seorang pelayan publik. Dalam
membuat keputusan yang terkait pelayanan publik
seorang birokrat harus menggunakan judgement
profesionalnya, bukan judgment emosional terkait
dengan ikatan primordial dan kepentingan pribadi
birokrat tersebut.
Pelayanan Publik

Budaya pelayanan akan sangat menentukan kualitas


pemberian layanan kepada masyarakat. Menurut
Ancok et.al (2014) budaya pelayanan yang baik akan
berdampak positif terhadap kinerja organisasi dengan
mekanisme sebagai berikut:

1. Budaya pelayanan akan berjalan dengan


baik apabila terbangun kerja tim didalam internal
organisasi. Sebagaimana diketahui sukses sebuah
organisasi bersumber dari kerjasama yang baik
semua karyawan. Melalui kerjasama yang baik
pekerjaan dalam memberikan pelayanan dapat
diselesaikan dengan lebih cepat dan
memberikan hasil terbaik bagi pengguna layanan.
Fokus utama untuk memberikan kepuasan kepada
masyarakat harus menjadi prinsip utama ASN
dalam bekerja.

2. Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam


membangun budaya pelayanan, adalah
pemahaman tentang pelayanan prima. Budaya
pelayanan prima inilah yang harus menjadi dasar
ASN dalam penyediaan pelayanan. Pelayanan
Prima adalah memberikan pelayanan sesuai atau
melebihi harapan pengguna layanan. Berdasarkan

64
65 Pelayanan Publik

pengertian tersebut, dalam memberikan pelayanan


prima terdapat beberapa tingkatan yaitu: (1).
Memenuhi kebutuhan dasar pengguna, (2).
Memenuhi harapan pengguna dan (3). Melebihi
harapan pengguna jasa, mengerjakan apa yang
lebih dari yang diharapkan.

3. Pemberian pelayanan yang prima akan


berimplikasi pada kemajuan organisasi, apabila
pelayanan yang diberikan prima (baik), maka
organisasi akan menjadi semakin maju. Implikasi
kemajuan organisasi akan berdampak antara lain:
(1). Makin besar pajak yang dibayarkan pada

Negara (2). Makin bagus kesejahteraan bagi


66

pegawai dan (3). Makin besarnya fasilitas yang


diberikan pada pegawai.

4. Pemberian budaya pelayanan prima menjadi


modal utama dalam memberikan kepuasan
pelanggan. Pemberian kepuasan kepada
pelanggan menjadi salah satu kewajiban dan
tanggung jawab organisasi penyedia pelayanan.
Fokus kepada pelayanan merupakan modal utama
untuk menunjukkan kinerja organisasi. Melalui
pemberian pelayanan yang baik, pelanggan atau
Pelayanan Publik

pengguna jasa layanan kita akan secara sukarela


menginformasikan kepada pihak lain akan kualitas
pelayanan yang diterima, hal ini secara
langsung akan memperomosikan kinerja
oragnisasi penyedia pelayanan publik. Penilaian
positif dari pelanggan menjadi semakin penting
mengingat saat ini kita pelanggan turut menjadi
penilai utama organisasi penyedia pelayanan
publik. Contoh: salah satu unsur dalam penilaian
pelaksanaan reformasi birokrasi, sebagaimana
diatur dalam PERMENPANRB No. 14 Tahun
2014 tentang

Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi


Birokrasi, survei kepuasan pelanggan menjadi
salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan
reformasi birokrasi. Terkait survei kepuasan ini
diperkuat pula dalam PERMENPANRB No. 16
Tahun 2014 tentang Survei Kepuasan

Masyarakat (SKM).

Implikasi yang akan muncul apabila terjadi


ketidakpuasan pelanggan antara lain: setiap
pelanggan yang tidak puas akan menceritakan tentang
rasa ketidakpuasannya kepada pihak lain. Selanjutnya
orang yang diceritakan akan

66
67 Pelayanan Publik

menceritakan kembali ke orang yang lain lagi,


apabila sudah terjadi semacam ini, akan sulit untuk
melakukan pembersihan nama baik. Hal ini yang
sampai sekarang masih menjadi penyebab citra buruk
pelayanan yang dikelola pemerintah, meskipun sudah
cukup banyak organisasi pemerintah yang melakukan
perubahan dalam pengelolaan pelayanan publik.

Beberapa perilaku pelayanan prima yang perlu


dibudayakan dalam organisasi antara lain (1).
Menyapa dan memberi salam, (2). Ramah, (3).
Cepat dan tepat waktu, (4). Mendengar dengan
sabar dan aktif, (5). Penampilan yang rapi, (6).
Jangan lupa mengucapkan terimakasih, (7).

Mengingat nama pelanggan, dan (8). Perlakukan


68

pelanggan dengan baik. Selain ke delapan perilaku


tersebut, yang dapat dijadikan acuan dalam pemberian
pelayanan adalah prinsip tender loving care
(memperlakukan orang lain/pelanggan sebagaimana
ingin diperlakukan). Misalnya: seseorang yang ingin
diperlakukan dengan senyum, dan pemberian
pelayanan yang cepat, maka berikanlah senyum ketika
Pelayanan Publik

memberikan pelayanan dan lakukan pelayanan


dengan cepat.

Prinsip-pinsip pelayanan prima antara lain:


1) Responsif terhadap pelanggan/memahami
pelanggan.

Agar kita bisa memahami pelanggan dan lebih


responsif dalam memberikan pelayanan terlebih
dahulu kita harus tahu siapa pelanggan kita, dan
apa yang diperlukan dari pelayanan yang kita
sediakan. Pelaksanaan survei pelanggan,
penyediaan kotak saran dan pengaduan untuk
menjaring informasi dan keluhan, merupakan
salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk
memahami kebutuhan pelanggan.

2) Membangun visi dan misi


pelayanan.
Pembangunan visi dan misi pelayanan penting
untuk mempermudah pelaksanaan pengukuran
kinerja. Visi dan misi pelayanan dapat dibuat
tersendiri, dengan mengacu pada visi misi
organisasi. Namun dapat pula menggunakan visi
dan misi organisasi yang sudah ada, sepanjang
visi dan misi tersebut memperhatikan pemberian
pelayanan yang berkualitas.

68
69 Pelayanan Publik

3) Menetapkan standar pelayanan dan ukuran


kinerja pelayanan, sebagai dasar pemberian
pelayanan.

4) Pemberian pelatihan dan pengembangan


pegawai terkait bagaimana memberikan
pelayanan yang baik, serta pemahaman tugas
dan fungsi organisasi.

5) Memberikan apresiasi kepada pegawai


yang telah melaksanakan tugas pelayanannya
dengan baik.

Budaya pelayanan merupakan cerminan dari praktek


komunikasi yang dibangun antara pemberi layanan dan
penerima layanan. Komunikasi yang terjadi mempunyai
andil dalam membangun iklim organisasi, juga
berdampak pada membangun budaya organisasi
(Organization Culture) dalam memberikan pelayanan, 70

yaitu nilai dan kepercayaan yang menjadi titik pusat


organisasi.

Iklim organisasi pelayanan adalah iklim organisasi yang


menggambarkan suasana kerja organisasi atau sejumlah
keseluruhan perasaan dan sikap orangorang yang
Pelayanan Publik

bekerja dalam organisasi, sedangkan budaya pelayanan,


merupakan sistem nilai, dan akan mempengaruhi cara
pekerjaan dilakukan dan cara para orang berperilaku.
Iklim dan budaya organisasi pelayanan tersebut pada
akhirnya berpengaruh terhadap efisiensi dan
produktivitas pelayanan para pegawai ASN.

Karena itu merupakan satu hal yang sangat penting


untuk terus memelihara dan mengembangkan budaya
pelayanan. Sebuah budaya yang kuat akan mewarnai
sifat hubungan antar instansi atau organisasi pemberi
pelayanan dengan pelanggannya. Budaya pelayanan
dibentuk oleh sikap karyawannya serta manajemen
organisasi pemberi pelayanan. Sikap pelayanan dapat
digambarkan melalui 7 P sebagai berikut:

1. Passionate (Sangat bergairah = Bersemangat,


Antusias)
2. Progressive (Memakai cara yang terbaik = termaju)
3. Proactive (Antisipatif, proaktif dan tidak menunggu)
4. Prompt (Positif = tanpa curiga dan kekhawatiran)
5. Patience (Penuh rasa kesabaran)
6. Proporsional (Tidak mengada-ada)
7. Punctional (Tepat waktu)

Sikap pelayanan bagi Pegawai ASN berarti pengabdian


yang tulus terhadap bidang kerja dan yang paling utama
adalah kebanggaan atas pekerjaan. Sikap Saudara dapat

70
71 Pelayanan Publik

menggambarkan instansi/ organisasi Saudara. Saudara


adalah perwakilan organisasi secara langsung maupun
tidak langsung. Karena itu budaya pelayanan dalam
birokrasi pemerintahan akan sangat ditentukan oleh sikap
pelayanan yang ditunjukkan oleh Pegawai ASN.

Rangkuman

Hal-hal fundamental dalam pelayanan publik, antara lain:


Pelayanan publik merupakan hak warga negara sebagai
amanat konstitusi, Pelayanan publik diselenggarakan
dengan pajak yang dibayar oleh warga Negara,
Pelayanan publik diselenggarakan dengan tujuan untuk
mencapai hal-hal yang strategis bagi kemajuan bangsa di
masa yang akan datang, Pelayanan publik memiliki fungsi
72

tidak hanya memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar warga


negara sebagai manusia, akan tetapi juga berfungsi
sebagai proteksi bagi warga negara.

Bentuk-bentuk patologi birokrasi antara lain:


Penggelembungan Organisasi, Duplikasi Tugas dan
Fungsi, Red Tape, Konflik Kewenangan, Korupsi Kolusi
dan Nepotisme, dan Enggan Berubah.
Pelayanan Publik

Budaya birokrasi yang melayani masyarakat dapat


dioperasionalisasikan dengan cara: memiliki kode etik
untuk mengatur hal-hal apa saja yang secara etis boleh
dan tidak boleh dilakukan, menjadikan prinsip melayani
sebagai suatu kebanggaan, memiliki code of conduct atau
SOP yang jelas dalam memberikan pelayanan, memiliki
etika profesionalisme sebagai seorang birokrat.

Prinsip-pinsip pelayanan prima antara lain: Responsif


terhadap pelanggan/memahami pelanggan, Membangun
visi dan misi pelayanan, Menetapkan standar pelayanan
dan ukuran kinerja pelayanan, Pemberian pelatihan dan
pengembangan pegawai terkait bagaimana memberikan
pelayanan yang baik, Memberikan apresiasi kepada
pegawai.

Tujuh Sikap pelayanan, antara lain: Passionate,


Progressive, Proactive, Promt, Patience, Proporsional,
Puctional.

Soal Latihan
1. Berikan contoh kasus praktik patologi birokrasi yang terjadi
dewasa ini!

72
73 Pelayanan Publik

2. Sebut dan jelaskan tujuh karakteristik kultur


organisasi menurut Robbins.

3. Uraikan perkembangan budaya birokrasi publik di


Indonesia!

4. Jelaskan code of conduct yang harus dimiliki seorang


birokrat.

5. Jelaskan mekanisme yang dapat berdampak positif


pada kinerja organisasi yang berujung pada pelayanan
publik yang baik.
CVIII. BAB IV

PRAKTIK ETIKET PELAYANAN PUBLIK

A. Indikator Keberhasilan

Pembahasan pada bab ini difokuskan pada materi


praktik etiket pelayanan publik. Setelah mempelajari
seluruh materi pada Bab ini, diharapkan Saudara dapat:

1. mendeskripsikan praktik etiket dalam pelayanan


publik;

2. memberi contoh praktik etiket pelayanan publik ;

B. Pengertian Etiket dan Etika

Secara etimologi kata Etika berasal dari bahasa Yunani


yaitu "Ethos", yang berarti watak kesusilaan atau adat
kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat
dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari
bahasa Latin, yaitu "Mos" dan dalam bentuk jamaknya
"Mores", yang berarti juga adat kebiasaan atau cara
hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang
baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang
buruk. Sedangkan etiket berasal dari bahasa Perancis
etiquette yang berarti aturan sopan santun dan tata cara
pergaulan yang baik antara sesama manusia. Biasanya
orang yang mengerti dan menghayati etiket akan lebih
74
75 Pelayanan Publik

berhasil dalam pergaulan dan pekerjaan. Etiket


mengajarkan kita untuk memelihara hubungan baik,
bahkan memikirkan kepentingan dan keinginan orang
lain. Pemahaman tentang etiket dapat dijadikan alat
pengendali. Hal ini juga membuat diri kita disegani,
dihormati, disenangi, percaya diri, dan mampu
memlihara suasana yang baik di lingkungan.

Seringkali dua istilah tersebut disamakan artinya,


padahal perbedaan antara keduanya sangat mendasar.
Dari asal katanya saja berbeda, yakni Ethics dan
Ethiquetle. Etika berarti moral sedangkan etiket berarti
sopan santun. Namun meskipun berbeda, ada
persamaan antara keduanya, yaitu: keduanya
menyangkut perilaku manusia. Etika dan etiket mengatur
perilaku manusia secara normatif, artinya memberi
norma bagi perilku manusia dan dengan demikian
menyatakan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh
dilakukan.

Perbedaannya Etika dan Etiket menurut (Bertens, 2007)


antara lain:

a. Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus


dilakukan manusia. Diantara beberapa cara yang
76
Pelayanan Publik

mungkin, etiket menunjukkan cara yang tepat, artinya


cara yang diharapkan serta ditentukan dalam suatu
kalangan tertentu. Etika tidak terbatas pada cara
dilakukannya suatu perbuatan. Etika menyangkut
pilihan yaitu apakah perbuatan boleh dilakukan atau
tidak.

b. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Bila tidak ada


saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Etika selalu
berlaku meskipun tidak ada saksi mata, tidak
tergantung pada ada dan tidaknya seseorang.

c. Etiket bersifat relatif artinya yang dianggap tidak


sopan dalam suatu kebudayaan, bisa saja diangap
sopan dalam kebudayaan lain. Etika jauh lebih
bersifat absolut. Prinsip-prinsipnya tidak dapat
ditawar lagi.

d. Etiket hanya memadang manusia dari segi lahiriah


saja. Etika menyangkut manusia dari segi dalam.
Orang yang bersikap etis adalah orang yang
sungguh-sungguh baik. Etiket sebagai ketentuan
tidak tertulis yang mengatur tindak dan gerak ASN
dalam melayani pengguna jasa sangat perlu
mendapat perhatian dari organisasi, dengan tujuan:

1) Untuk menciptakan keakraban, keramahtamahan,


dan menjaga sopan santun pelayanan;

76
77 Pelayanan Publik

2) Untuk dapat menyenangkan dan memuaskan


pengguna jasa;

3) Untuk membina dan menjaga hubungan baik


dengan pengguna jasa;

4) Untuk tidak menyinggung perasaan pengguna


jasa;

5) Untuk dapat menjadi daya tarik, termasuk


membujuk atau mempertahankan
kepuasan pengguna jasa.

Etiket pelayanan yang perlu diperhatikan oleh ASN


terhadap pengguna jasa pada umumnya adalah sebagai
berikut:

a. Sikap / perilaku
b. Ekspresi wajah
c. Penampilan
d. Cara berpakaian
e. Cara berbicara
f. Cara mendengarkan
g. Cara bertanya

Beberapa kata kunci yang perlu diketahui


dan dilaksanakan dalam praktek
pelayanan kepada pengguna jasa antara lain: a.
Atensi

b. Senyum
Pelayanan Publik

78

c. Salam
d. Tolong
e. Maaf
f. Terima kasih

C. Dasar-Dasar Etiket

Dalam pemberian pelayanan kepada pengguna jasa ada


beberapa dasar etiket yang seharusnya dilakukan oleh
ASN (Alam, 1989; Simongkir, 1982), yaitu:

a. Politeness, yaitu sikap sopan yang harus


diperlihatkan kepada pihak lain dalam suatu
komunikasi antara lain :

1. Perlu diatur kata-kata yang akan diucapkan


2. Penyampaian kata-kata lemah lembut
3. Tidak menggunakan kata-kata yang meremehkan
orang lain

4. Jauhilah menggunakan kata “kamu”, tetapi


gunakan kata “anda / Bapak / Ibu”

5. Menyambut pengguna jasa dengan salam dan


tegur sapa yang ramah

6. Sesama ASN saling tegur sapa


78
79 Pelayanan Publik

b. Respectful, yaitu sikap menghormati dan


menghargai
pihak lain (pengguna jasa) secara baik dan wajar 1.
Menghargai pendapat dan usul pengguna jasa

2. Mematuhi perintah atasan dan


tidak suka membantah

3. Seorang atasan hendaknya juga mau mendengar


pendapat bawahan

c. Attentive, yaitu sikap penuh perhatian yang


diperlihatkan kepada pihak lain dan diberikan secara
baik dan wajar

1. Mendengar dengan sungguh-sungguh apa yang


dikatakan pengguna jasa

2. Seorang atasan hendaknya memperhatikan


kondisi ASN

d. Cooperatif, yaitu sikap suka menolong pihak lain


yang memang membutuhkan pertolongan,
sementara kita sebenarnya sanggup dan mampu
memberikan pertolongan

1. Membantu pengguna jasa dalam kesulitan


mengisi formulir
Pelayanan Publik

2. Membantu sesama karyawan dalam kesulitan


kerja

80

e. Tolerance, yaitu sikap tenggang rasa terhadap orang


lain agar dapat diterima dan disukai dimana saja kita
berada

f. Informality, yaitu sikap ramah yang kita perlihatkan


kepada pihak lain, bukan sikap formal atau resmi,
melainkan familiar, akrab, dan bersahabat.

g. Self Control, adalah sikap menguasai diri dan


mengendalikan emosi dalam setiap situasi. Kita
selalu berusaha tidak menyinggung perasaan atau
mengganggu pikiran orang lain. Dengan kata lain kita
harus memiliki kesabaran dalam menghadapi para
pelanggan, terutama bersikap sabar terhadap
pengguna jasa yang mungkin merepotkan, agar ia
tidak kecewa, gusar atau membuat orang lain marah.
Sebaliknya kita sama sekali tidak terpancing oleh
sikap emosional pihak yang kita hadapi.

D. Manfaat Etiket

Ada beberapa manfaat dari etiket, (Alam, 1989;

80
81 Pelayanan Publik

Simongkir, 1982), yaitu:


a. Communicative, adalah memudahkan berhubungan
baik dengan setiap orang dan pandai membaca
situasi
1. Dapat membantu dalam berkomunikasi dengan
pengguna jasa, sesama pegawai, dan dengan
atasan

2. Dapat mengenali kesukaaan lawan bicara


3. Banyak mendengarkan lebih baik daripada banyak
bicara, karena akan memperoleh banyak masukkan
dari pihak lain

b. Attractive, adalah mampu mencari bahan


pembicaraan tanpa melukai perasaan pihak lain
dengan diimbangi sense of humor yang tinggi.
Kemampuan Attractive ini dapat kita peroleh dengan
berbagai cara, antara lain :

1. Banyak membaca pengetahuan umum dengan


tujuan dapat memberikan wawasan yang luas

2. Rajin mengikuti perkembangan dunia sehingga


dapat memperkaya informasi

3. Tekun membaca sejarah tokoh dunia yang sukses


dibidangnya masing-masing agar dapat memotivasi
diri sendiri
Pelayanan Publik

4. Tidak mudah tersinggung dengan bersikap dewasa


dan pemaaf

82

c. Respectable, adalah lebih dahulu kita menghargai


orang lain dan jangan menuntut untuk dihargai orang
lain terlebih dahulu

1. Hati-hati menjaga perasaan orang lain


2. Menjaga panggilan yang terhormat bagi orang lain
3. Tahu apa yang menjadi tabu

d. Self Confidence, adalah untuk memupuk


kepercayaan dan keyakinan pada diri sendiri dalam
setiap situasi. Untuk itu, kita memerlukan beberapa
kegiatan, antara lain:

1. Tekun membaca pengetahuan umum


2. Berani melakukan diskusi
3. Ikhlas dan terbuka dalam menerima kritik dan saran
dari orang lain

4. Bergaul dengan berbagai lapisan masyarakat

E. Praktik Etiket Pelayanan

82
83 Pelayanan Publik

1. Etiket dalam Menyampaikan Salam dan Tegur


Sapa

Salam berarti pernyataan dari seseorang kepada orang


lain atau dalam bahasa Inggris “Greeting”. Ucapan salam
merupakan tegur sapa yang mutlak diperlukan dalam
pergaulan, baik pergaulan biasa apalagi pergaulan
terhormat. Setiap bangsa, suku, dan kelompok pergaulan
memiliki salam dengan keunikan dan keragaman
masing-masing, dan salampun dapat disampaikan tanpa
kata-kata, hanya dengan gerakan tertentu atau mimik
wajah tertentu.

Salam dan tegur sapa merupakan pintu gerbang


pergaulan. Tanpa salam dan tegur sapa berarti akan
tertutupnya sebuah tujuan, dan merupakan hambatan
besar dalam berkomunikasi. Ucapan salam dan tegur
sapa bukanlah berarti mengucapkan kata-kata yang
sudah menjadi ketentuan saja, namun salam dan tegur
sapa dapat diperlihatkan dengan sikap, mimik, dan
gerak-gerik tertentu. Salam dan tegur sapa bermanfaat
untuk memulai suatu komunikasi, sedangkan komunikasi
mutlak diperlukan dalam aktivitas pelayanan yang
berhubungan dengan pelayan jasa.

Sambutlah kedatangan pengguna jasa dengan hangat,


sopan, dan komunikatif.
Pelayanan Publik

a. Bagaimana harus bersikap


Ucapan salam adalah pembuka simpati dalam
pandangan pertama. Ingatlah kesan pertama
merupakan penentu lancar atau tidaknya komunikasi.
84

Adat sopan santun dan tegur sapa yang manis akan


meningkatkan citra organisasi di hadapan pengguna
jasa. Seorang ASN harus tahu bagaimana bersikap
dan apa yang harus diucapkan. Dalam tugas
melayani, hendaklah dihayati benar-benar sopan
santun, karena itu semua akan sangat berpengaruh
terhadap kepuasan pengguna jasa.

b. Apa yang tidak boleh dilakukan?


Sebagai ASN harus tahu apa yang harus dilakukan
dan apa yang tidak boleh dilakukan, karena hal ini
menyangkut nama baik instansi pemerintah. Dalam
kondisi apapun, pelanggan atau pengguna jasa
jangan sampai tersinggung perasaannya. Ia boleh
kecewa oleh suatu peraturan yang berlaku, tetapi ia
jangan sampai kecewa dan tersinggung oleh sikap
ASN dalam memberikan pelayanan.

84
85 Pelayanan Publik

Karena itu harus diingat, beberapa hal yang tidak boleh


dilakukan:

a. Tetap duduk dalam sikap tidak acuh, apalagi dengan


wajah yang tanpa senyum dan angker. Ingat,
seseorang ASN yang memberikan pelayanan tidak
membutuhkan wibawa dalam menghadapi publik,
karena ia bukan penjaga keamanan yang harus
menjaga ketertiban para pengguna jasa.

b. Berbicara dengan pengguna jasa, sementara mulut


mengunyah sesuatu atau rokok masih terselip dibibir

c. Menggunakan kata “Anda” atau “Saudara” untuk


pengganti orang kedua, apalagi “Kamu” atau
“Engkau”. Karena kata-kata ini mengandung makna
meremehkan lawan bicara

d. Berbenah diri di ruang pelayanan, rapihkanlah diri


dulu di ruang khusus, berkacalah seteliti mungkin.

e. Memperlihatkan roman muka yang suram dan


mendung, bagaimanapun sedang merasa jengkel
kepada seseorang, atau sedang dirundung malang

f. Memandang pengguna jasa dengan air muka rasa


jijik, hanya karena pengguna jasa tersebut
berpenampilan jorok.

g. Mengucapkan kata “Haa” sebagai isyarat bahwa


kurang mengerti atau kurang mendengar apa yang
Pelayanan Publik

dikatakan pengguna jasa, apalagi membentak


pengguna jasa disertai kata “ulangi”.

2. Etiket Bersalaman/Berjabat Tangan

Jabat tangan dengan mantap dan sambil menatap


lawannya akan memiliki kesan pertama yang baik. Di

86
87 Pelayanan Publik

86

bawah ini beberapa gaya berjabat tangan yang akan


kami jelaskan.

a. Berjabat tangan dengan lemah


Gaya bersalaman yang terlalu lembut alias lemah,
menunjukkan rasa percaya diri yang kurang, selain
juga tampak malas-malasan dan kurang
menunjukkan minat. Latihlah untuk menjabat tangan
lawan dengan genggaman lebih kuat dan erat.

b. Berjabat tangan dengan sentuh jari


Gaya berjabat tangan yang hanya menyentuhkan
ujung jarinya saja dapat menggambarkan kita lemas
dan seperti tidak niat, ini adalah kesan yang
ditangkap bila menjabat tangan, karena biasanya
hanya menyodorkan empat ujung jarinya dengan
sekilas.

c. Berjabat tangan dengan full contact


Gaya berjabat tangan ini biasanya genggamannya
erat dan mantap, tapi tidak terlalu kencang. Sambil
menggenggam tangan lawan, biasanya juga diikuti
dengan eye contact yang ramah. Ini gaya berjabat
tangan yang bagus untuk menunjukkan rasa percaya
diri yang cukup bagus tapi tidak berlebihan.
Pelayanan Publik

Bersalaman adalah suatu kebiasaan yang baik dalam


setiap kali manusia bertemu. Cara bersalaman yang
wajar adalah dengan saling bergenggaman tangan, lalu
digoyang-goyangkan sekedarnya, sebagai sambutan
hangat, lalu dilepas dan tangan kembali pada posisi
semula. Hal-hal yang perlu diingat dalam etiket
bersalaman/berjabat tangan:

a. Tangan tidak perlu dikatupkan ke dada setelah


bersalaman;

b. Tidak perlu mencium tangan atasan, rasa hormat


cukup ditampakkan dengan membungkukkan sedikit
badan;

c. Tataplah mata lawan bersalaman, jangan


bersalaman sementara mata melihat ke arah lain, ini
kesannya meremehkan lawan;

d. Genggaman jangan asal-asalan saja, apalagi asal


menyentuh ujung tangan, salam ini terasa kurang
hangat, dan hambar dalam pergaulan;

e. Dalam acara resmi, sebaiknya menunggu atasan


menyodorkan tangannya, baru menyambutnya.

3. Etiket Bertamu dan Menerima Tamu

88
89 Pelayanan Publik

Cara menerima tamu harus dipelajari menurut sopan


santun yang berlaku umum dan dilaksanakan secara
baik agar dapat memberikan kesan yang profesional, 88

menyenangkan, dan memuaskan yang pada gilirannya


akan memberikan citra yang baik instansi pemerintah
yang bersangkutan. Jika ada pengguna jasa ataupun
tamu datang, ASN harus menyambutnya dengan
seramah mungkin dan memberikan perhatian
sepenuhnya. Hal-hal yang harus dilakukan oleh ASN
antara lain:

a. Segera bangun dari tempat duduk;


b. Tersenyumlah;
c. Sapa pengguna jasa dengan ucapan “selamat”;
d. Tanyakan “apa yang bisa dibantu”
e. Jika tamu atau pengguna jasa ingin menemui
pimpinan, minta ia untuk mengisi form atau buku
tamu;

f. Jika ia terpaksa menunggu, segera katakana “maaf”;


g. Jika ia bisa masuk, segera antarkan ia ke ruang
pimpinan.
Pelayanan Publik

Seorang ASN harus mengetahui dan menguasai etiket


bertamu dan menerima tamu pada jam kerja. Hal-hal
yang perlu diperhatikan antara lain, yaitu: a. Buatlah janji
bertemu;

Sebelum bertemu dengan klien, buatlah perjanjian


terlebih dahulu. Usahakan untuk tidak membuat
perjanjian-perjanjian di jam-jam kerja yang sibuk.

90
91 Pelayanan Publik

Berkompromilah untuk menetapkan waktu temu yang


menyenangkan bagi kedua belah pihak.

b. Konfirmasi Ulang sebelum bertemu;


Untuk mendapat kepastian dari klien mengenai jadi
tidaknya pertemuan, sebaiknya dilakukan konfirmasi ulang
sebelum bertemu.

c. Cek tempat pertemuan;


Cek dan pastikan tempat pertemuan. Hindari kemungkinan
tersesat dan terlambat memenuhi janji.

d. Pembicaraan singkat, jelas dan padat;


e. Perhatikan penampilan;
Ketika kita bertemu dengan setiap orang, kita harus
berpenampilan rapi, segar dan bersih.

f. Jaga sikap Bersikaplah ramah dan tulus agar suasana


menyenangkan.

4. Etiket Bertelepon

Siapapun sudah tahu cara menggunakan dan berbicara di


telepon. Karena benda yang satu ini memang sangat familiar
di antara alat komunikasi lainnya. Tetapi, meskipun berbicara
di telepon itu mudah, ada etiket dan aturan tersendiri. Kita
Pelayanan Publik

tidak bisa langsung 'nyerocos' ini itu begitu ada nada 'hallo' di
seberang sana.
90

Sekalipun ASN bukan operator telepon, ASN perlu tahu aturan


dalam bertelepon. Karena apapun pekerjaan kita, pasti tak
terlepas dari urusan komunikasi terutama melalui media
telepon. Kegunaan telepon di sebuah kantor sangat begitu
penting. Dengan telepon, kita dapat memperoleh informasi
penting dari luar dan juga sebaliknya. Kita dapat memberikan
informasi ke luar secara lisan tanpa perlu bertatap muka.
Untuk seorang ASN, kegunaan telepon sangat dibutuhkan
sekali. Oleh karena itu, seorang ASN harus mengetahui
beberapa hal mengenai etiket bertelepon.

Berikut ini etiket bicara di telepon, baik dalam menelepon


maupun 'menjawab' telepon menurut (Martono, 1991):

1. Menelepon
a. Ucapkan salam begitu telepon diangkat di seberang
sana. Misalnya 'selamat pagi', 'selamat siang'. Jangan
sampai ketika telepon diangkat kita langsung pada
pembicaraan, karena bisa dianggap kurang sopan.

92
93 Pelayanan Publik

b. Setelah mengucapkan salam, sebutkan identitas diri kita


dengan jelas lalu kemukakan keinginan kita untuk
berbicara dengan orang yang kita tuju.
c. Ucapkan terima kasih jika kita disuruh menunggu.
Jangan menggerutu atau ingin buru-buru, misalnya
"Cepetan ya penting nih..!" Jika ternyata orang yang kita
cari tidak ada di tempat, sampaikan keinginan kita untuk
meninggalkan pesan. Sebelumnya tanyakan dulu
"Apakah saya bisa meninggalkan pesan..?. Jika bisa,
beritahukan pesan kita dengan jelas. Jangan lupa
sebutkan identitas diri kita sekali lagi, seperti nama,
nomor telepon, dan alamat kantor.

d. Ucapkan terima kasih dan salam untuk mengakhiri


pembicaraan.

2. Menjawab Telepon
a. Ucapkan salam begitu kita mengangkat telepon. Jangan
mengangkat telepon sebelum lebih dari tiga kali
deringan. Kemudian sebutkan nama kita dan instansi
kita. Misalnya, "Selamat siang, Lembaga Administrasi
Negara dengan Bela, bisa saya bantu?"

b. Bila si penelepon menanyakan keberadaan orang lain,


tanyakan terlebih dulu siapa namanya sebelum kita
Pelayanan Publik

memberitahukan keberadaan orang yang dicarinya.


Seperti, "Maaf dengan siapa saya bicara..?"
92

c. Bila orang yang dituju tidak ada di tempat, beritahukan


dengan sopan dan tawarkan padanya untuk
meninggalkan pesan. "Maaf Pak Rudi sedang tidak ada
di tempat. Anda mau meninggalkan pesan..?" Jika ia
meninggalkan pesan, catat isi pesannya dengan jelas.
Jangan pernah lupa mencatat nama dan nomor telepon
si penelepon

d. Pastikan si penelepon percaya bahwa kita akan


menyampaikan pesannya dengan baik. "Saya akan
segera sampaikan pesan Anda.." Kemudian ucapkan
salam ketika mengakhiri pembicaraan. Pada intinya
usahakan untuk selalu sopan dalam berbicara di
telepon. Ingat, meskipun tidak bertatap muka secara
langsung, dari nada dan cara kita bicara di telepon,
orang akan mudah membaca karakter kita.

Hal-hal yang harus dilakukan atau diperhatikan oleh ASN


dalam etiket bertelepon antara lain:

94
95 Pelayanan Publik

a. Menyiapkan bahan pembicaraan sebelum


menelepon.

b. Mengucapkan salam sebagai pembuka kata.


c. Menggunakan nada suara yang ramah dan wajar.
d. Menyebutkan identitas diri atau instansi pemerintah kita.

e Melakukan pembicaraan yang ringkas dan tertuju pada soal


yang penting saja.

f. Menggunakan kalimat atau kata-kata yang jelas, tidak


bertele-tele, dan mudah dipahami.

g. Menggunakan bahasa yang baik dan volume suara yang


cukup.

h. Mengakhiri setiap pembicaraan dengan ucapan terima


kasih ataupun “selamat pagi/siang/sore”.

Hal-hal yang jangan atau tidak boleh dilakukan oleh ASN


dalam etiket bertelepon antara lain:

a Menganggap bahwa panggilan telepon merupakan


gangguan pekerjaan.

b. Membiarkan pesawat telepon berdering terlalu lama.


c. Menggunakan kalimat bernada perintah.
d. Menggunakan suara yang keras dan bernada
kesal/marah.
Pelayanan Publik

e. Membicarakan hal-hal yang bersifat rahasia.


f. Melakukan pembicaraan dengan seseorang sambil
menelepon dengan orang lain.

g. Melakukan pembicaraan terlalu cepat sehingga sulit


dipahami.
94

h. Menghentikan pembicaraan yang masih belum selesai


secara tiba-tiba, dan

i. Menutup gagang telepon dengan keras sehingga


menimbulkan suara.

5. Etiket Menangani Keluhan Pelanggan Berikut adalah


beberapa etiket dalam menangani keluhan menurut Kevin
Stirtz yang seharusnya Anda lakukan:

a. Mendengarkan dengan baik.


Berikan perhatian Anda secara penuh. Jangan
mengerjakan hal lain. Jangan „separo mendengarkan‟.
Tuliskan apa yang mereka katakan pada Anda dan
dapatkan hal-hal yang spesifik. Pastikan Anda
memahaminya. Hanya fokus pada mereka.

96
97 Pelayanan Publik

b. Biarkan mereka berbicara.


Jangan menyela. Jangan menjelaskan, mempertahankan
diri, atau memberikan penilaian. Mereka tidak peduli
dengan masalah yang terjadi pada organisasi Anda dan
mereka tidak menginginkan cerita versi Anda. Mereka
marah dan ingin melampiaskannya, jadi biarkan demikian.

c. Meminta maaf dengan tulus.


Ini sulit dilakukan terlebih jika Anda bukan yang
menyebabkan masalah. Jika dalam situasi ini Anda
meminta maaf, Anda tidak dipersalahkan karena telah
menyebabkan masalah. Anda meminta maaf karena
pelanggan mengalami hal yang tidak menyenangkan.
Posisikan diri Anda pada posisi mereka. Bersikap tulus.

d. Tanyakan pada mereka bagaimana Anda bisa


memperbaikinya. Dan lakukan dengan lebih. Terlalu
banyak pegawai yang tidak menangapi baik keluhan atau
generik, stok respon, Cara yang lebih baik adalah
menanyakan apa yang mereka inginkan dengan berrsikap
sopan.

e. Meyakinkan mereka Anda akan memperbaiki


masalah.
Pelayanan Publik

Karena Anda sudah mendengarkan dan memahami


keluhan mereka, Anda mengerti mengapa mereka begitu
kesal. Ambil langkah berikutnya dan yakinkan mereka
bahwa Anda akan mengambil tindakan 96

pencegahan agar tidak terulang kembali. Jika tidak,


mengapa mereka harus kembali lagi? (Namun, Anda juga
harus memperbaiki masalah tersebut.)

f. Berterima kasih pada mereka.


Tanpa feedback langsung dari pelanggan, kita tidak tahu
apa yang bisa kita berikan pada pelanggan. Saat mereka
mengatakan bahwa kita gagal mereka memberikan
informasi yang berharga bagaimana kita bisa
meningkatkan kinerja organisasi kita. Mereka mengatakan
pada kita apa yang perlu dilakukan agar pelanggan
kembali lagi. Jadi, berterimakasihlah atas bantuan mereka.
Sangat jarang menemukan pelanggan yang bersedia
meluangkan waktu dan upayanya untuk memberikan
feedback. Berterima kasih pada mereka akan membuat
mereka akan selalu kembali pada Anda.

Jika pegawai menangani setiap keluhan pelanggan


dengan menggunakan langkah-langkah ini, akan lebih

98
99 Pelayanan Publik

banyak pelanggan yang kembali pada Anda. Anda akan


memiliki kinerja yang lebih baik karena keadaannya yang
membaik. Pelanggan yang loyal adalah dasar dari usaha
yang sehat dan bertahan lama.
Rangkuman

Etika dan etiket mengatur perilaku manusia secara normatif,


artinya memberi norma bagi perilku manusia dan dengan
demikian menyatakan apa yang harus dilakukan atau tidak
boleh dilakukan. Etiket pelayanan yang perlu diperhatikan oleh
ASN terhadap pengguna jasa pada umumnya adalah sebagai
berikut: Sikap/ perilaku, Ekspresi wajah, Penampilan, Cara
berpakaian, Cara berbicara, Cara mendengarkan, Cara
bertanya.

Beberapa etiket dasar yang seharusnya dilakukan oleh ASN


antara lain: Politeness, Respectful, Attentive, Cooperatif,
Tolerance, Informality, Self Control.

Beberapa manfaat dari etiket antara lain: Communicative,


Attractive, Respectable, dan Self Confidence.

Beberapa praktik etiket dalam pelayanan: Etiket dalam


menyampaikan salam, Etiket dalam berjabat tangan, Etiket
dalam menerima tamu, Etiket dalam bertamu/menerima tamu,
dan Etiket dalam menangani keluhan pelanggan.
Pelayanan Publik

Soal Latihan

98

1. Jelaskan perbedaan antara etiket dan etika.


2. Jelaskan dasar-dasar etiket dalam pemberian pelayanan
publik.

3. Jelaskan tujuan dan manfaat etiket dalam pemberian


pelayanan publik.

4. Berlatih praktik penerapan etiket pelayanan publik:


b. Menyampaikan salam;
c. Berjabat tangan;
d. Bertemu dan menerima tamu;
e. Bertelepon;
f. Menangani keluhan pelanggan.

100
101 Pelayanan Publik

CIX. DAFTAR PUSTAKA

Alam, G. Surya, Etika dan Etiket bergaul, Semarang:


Aneka Ilmu, 1989..

Ancok, D. Hendrojuwono, W. dan Hartanto, F.D., (2014).


„Mengapa Kita Perlu Memberikan Pelayanan yang Baik‟.
Makalah dipresentasikan dalam Focus Group Discussion,
LAN-RI, Jakarta, Juni.

Bartens, K, 2007. Etika : Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Ilmu.

D. Martono, 1991. Etika Komunikasi Kantor. Jakarta:


Karya Utama.

Denhardt, J.V dan Denhardt, R.B., (2003). The New


Public Service: Serving, not Steering. York and London:
M.E. SharpeNew.

Dwiyanto, Agus (2010). Manajemen Pelayanan Publik:


Pelayanan Publik

Peduli, Inklusif, dan Kolaboratif.


Yogyakarta:
Gamapress.

Guasch, J.L. (2004). Granting and Renegotiating


Infrastructure Concessions. Washingtong DC.: World
Instansi pemerintah.
100

Kasmir, 2000, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya :


Jakarta, PT. Raja Grafindo.

----------, 2004, Etika Customer Service : Jakarta, PT. Raja


Grafindo

Simongkir, O.P., Drs., Etiket Kantor, Jakarta ; Jagfar


Simongkir, O.P., Drs., Etiket Perbankan, Ind. Hill, Co., 1982.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009, tentang


Pelayanan Publik.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, tentang Aparatur


Sipil Negara http://smk-1-lppm-ri-
xperbankan.blogspot.co.id/2012/03/dasar-dasar-
etiketpelayanan-1.html, diunduh tanggal 28 November

102
103 Pelayanan Publik

2016 https://www.scribd.com/doc/309263614/Dasar-
DasarEtika-Pelayanan-Nasabah, diunduh tanggal 28
November 2016
Pelayanan Publik

MODUL
PELATIHAN DASAR CALON PNS
HABITUASI

LEMBAGA ADMINISTRASI
104 NEGARA
NATION INSTITUTE of PUBLIC
ADMINISTRA
TION
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

KATA PENGANTAR

Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil


Negara mengamanatkan Instansi Pemerintah Untuk wajib
memberikan Pendidikan dan Pelatihan terintegrasi bagi
Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) selama satu (satu)
tahun masa percobaan. Tujuan dari Pelatihan terintegrasi
ini adalah untuk membangun integritas moral, kejujuran,
semangat dan motivasi nasionalisme dan kebangsaan,
karakter kepribadian yang unggul dan bertanggungjawab,
dan memperkuat profesionalisme serta kompetensi
bidang. Dengan demikian UU ASN mengedepankan
penguatan nilai-nilai dan pembangunan karakter dalam
mencetak PNS.

Lembaga Administrasi Negara menterjemahkan amanat


UndangUndang tersebut dalam bentuk Pedoman
Penyelenggaraan
Pelatihan yang tertuang dalam Peraturan Kepala Lembaga
Administrasi Negara Nomor 21 Tahun 2016 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Dasar Calon PNS
Golongan III dan Nomor 22 Tahun 2016 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelatihan Dasar Calon PNS Golongan I
dan II. Pelatihan ini memadukan pembelajaran klasikal
dan non-klasikal di tempat Pelatihan serta di tempat kerja,
yang memungkinkan peserta mampu untuk
menginternalisasi, menerapkan, dan mengaktualisasikan,
serta membuatnya menjadi kebiasaan (habituasi), dan
merasakan manfaatnya, sehingga terpatri dalam dirinya
sebagai karakter PNS yang professional.

Demi terjaganya kualitas keluaran Pelatihan dan


kesinambungan Pelatihan di masa depan serta dalam
rangka penetapan standar kualitas Pelatihan, maka
Lembaga Administrasi Negara berinisiatif menyusun
Modul Pelatihan Dasar Calon PNS ini.

Atas nama Lembaga Administrasi Negara, kami


mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada tim penyusun yang telah bekerja keras menyusun
Modul ini. Begitu pula halnya dengan instansi dan
narasumber yang telah memberikan review dan masukan,
kami ucapkan terimakasih.

Kami sangat menyadari bahwa Modul ini jauh dari


sempurna. Dengan segala kekurangan yang ada pada
Modul ini, kami mohon kesediaan pembaca untuk dapat
memberikan masukan yang konstruktif guna
penyempurnaan selanjutnya, semoga modul ini dapat
bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Jakarta, April 2017

Kepala
Lembaga Administrasi Negara,

ttd

Adi suryanto
DAFTAR ISI
hal
Kata Pengantar ............................................................... i
Daftar isi ......................................................................... ii
Daftar Gambar ................................................................. iii
2
Daftar Formulir ............................................................... iv

Bab I. Pendahuluan ........................................................ 1


A. Latar belakang .................................................... 1
B. Deskripsi singkat ................................................. 5
C. Tujuan Pembelajaran .......................................... 5
D. Indikator Keberhasilan ......................................... 6
E. Materi pokok dan sub materi pokok ..................... 6

Bab II. Konsepsi Pembelajaran Aktualisasi ..................... 7


A. Konsep Habituasi ................................................. 7
B. Konsep Pembelajaran Aktualisasi ...................... 13

Bab III. Tahap Pembelajaran Aktualisasi ....................... 35


A. Merancang Aktualisasi ....................................... 36
B. Mempresentasikan Rancangan Aktualisasi ........ 53
C. Melakukan Aktualisasi ....................................... 55
D. Melaporkan Aktualisasi ...................................... 59
E. Mempersentasikan Laporan Aktualisasi ............. 61
F. Latihan ............................................................... 63 G.
Rangkuman ....................................................... 64 H.
Evaluasi ............................................................. 65
I. Umpan Balik dan Tindak lanjut........................... 65

Bab IV. Penutup ............................................................ 67

Daftar Istilah ................................................................. 69


Daftar Pustaka .............................................................. 71
DAFTAR GAMBAR

hal
Gambar 1: The Power of Goals Setting ......................... 12
Gambar 2: Keterkaitan Habituasi dan Akatualisasi ........ 13
Gambar 3: Paradigma Pengertian Aktualisasi ................ 16
Gambar 4: Kerangka Pikir Pemilihan Isu ........................ 20
Gambar 5: Keterkaitan Isu, Kegiatan dan Output dengan
Mata Pelatihan (1) ........................................ 24
Gambar 6: Keterkaitan Isu, Kegiatan dan Output dengan
Mata Pelatihan (2) ........................................ 24
Gambar 7: Tahapan Pembelajaran Aktualisasi .............. 35
DAFTAR FORMULIR

hal
Formulir 1: Rancangan Aktualisasi ............................... 37
Formulir 2: Pengendalian Aktualisasi Oleh Mentor ....... 57
Formulir 3: Pengendalian Aktualisasi Oleh Coach ......... 58
Daftar Tabel.......................................................................

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam sistem pembelajaran Pelatihan Dasar Calon
PNS pada kurikulum yang menekankan pada
pembentukan karakter PNS, setiap peserta
pelatihan dituntut untuk mampu mengaktualisasikan
substansi materi pembelajaran yang telah dipelajari
melalui proses pembiasaan diri yang difasilitasi
dalam pembelajaran agenda Habituasi.
Pembelajaran Agenda Habituasi memfasilitasi
peserta melakukan kegiatan pembelajaran
aktualisasi mata-mata Pelatihan khususnya pada
pembelajaran agenda kedudukan dan peran PNS
dalam NKRI dan pembelajaran agenda nilai-nilai
dasar PNS yang telah dipelajari.

Pengalaman belajar pada agenda habituasi


dirancang agar peserta mendapatkan pemahaman
tentang konsepsi habituasi melalui kegiatan
pembelajaran aktualisasi di tempat kerja dan
penjelasan tentang kegiatan pembelajaran
aktualisasi sehingga peserta akan memiliki
kemampuan mensintesakan substansi mata
Pelatihan ke dalam rancangan aktualisasi,
pembimbingan pembelajaran aktualisasi,
melaksanakan seminar rancangan aktualisasi,
melaksanakan aktualisasi di

1
tempat kerja dan menyusun laporan aktualisasi,
menyiapkan rencana presentasi laporan pelaksanaan
aktualisasi, dan melaksanakan seminar aktualisasi.
Khusus bagi peserta Pelatihan Dasar Calon PNS
Golongan III dituntut suatu kemampuan untuk
mendeskripsikan analisis dampak apabila nilai-nilai
dasar PNS tidak diterapkan dalam pelaksanaan tugas
jabatan yang dituangkan di dalam laporan
aktualisasinya.

Pembelajaran agenda habituasi didalam


struktur kurikulum pembentukan karakter PNS
merupakan pembelajaran agenda ke-IV (terakhir),
namun dalam pelaksanaanya terdapat satu sesi
pembelajaran yang disampaikan sebelum
pembelajaran agenda I, II, dan III dipelajari peserta.
Sesi pembelajaran dimaksud adalah penjelasan
konsepsi aktualisasi. Sesi pembelajaran ini
ditempatkan lebih awal dengan tujuan memberikan
bekal kemampuan berpikir konseptual kepada
peserta tentang keterkaitan konsepsi habituasi dan
aktualisasi, tuntutan kemampuan peserta
mensintesakan substansi mata-mata pelatihan
yang telah dipelajari khususnya pada pembelajaran

6
agenda III dan agenda II ke dalam suatu rancangan
aktualisasi. Disamping itu, disampaikan juga
tentang tahapan pembelajaran aktualisasi dan
taget tujuan pembelajaranya, peran dan tugas
pembimbing

(coach dan mentor), dan diberikan penekanan tentang


persentase bobot penilaian sebesar 50% (persen) yang
akan menentukan kelulusan peserta.
Pembelajaran agenda habituasi selanjutnya
diberikan setelah peserta menyelesaikan seluruh
agenda pembelajaran secara berurutan (agenda I,
II, dan III), melalui sesi pembelajaran penjelasan
aktualisasi dengan tujuan mengingatkan kembali
sesi pembelajaran penjelasan konsepsi aktualisasi
dan mengarahkan peserta menyiapkan diri untuk
melakukan setiap tahapan pembelajaran
aktualisasi. Selanjutnya peserta akan dibimbing
menyusun rancangan aktualisasi dan
“mensintesakan” substansi mata-mata pelatihan
agenda kedudukan dan peran PNS dalam NKRI
dan nilai-nilai dasar PNS ke dalam rancangan
aktualisasi.

Kemampuan peserta melaksanakan


pembelajaran aktualisasi dapat peroleh melalui
proses pembimbingan dari coach (pembimbing
yang ditunjuk dari lembaga pelatihan) dan mentor
(atasan peserta atau pegawai lainnya yang ditujuk
oleh pejabat pembina kepegawaian instansi
peserta), sehingga peserta mampu menyusun
kertas kerja rancangan aktualisasi, melaksanakan
seminar rancangan aktualisasi, menerapkan
rancangan aktualisasi dan menyusun laporan
aktualisasi selama masa pembelajaran non klasikal
(off campus) di tempat kerja, menyiapkan rencana
presentasi laporan aktualisasi, melaksanakan
seminar aktualisasi, dan di penghujung
pembelajaran peserta mampu melaksanakan
pekerjaan sebagai pelayan publik secara
profesional.

Pada saat pembelajaran non klasikal (off


campus) di tempat kerja untuk menerapkan
rancangan aktualisasi, peserta dimungkinkan akan
difasilitasi untuk belajar pada kurikulum penguatan
kompetensi teknis bidang tugas sesuai dengan
tuntutan kompetensi teknis jabatan peserta pada
satu tahun masa percobaan. Pembelajaran
tersebut dilakukan melalui proses pembimbingan
dari coach di tempat kerja yang ditunjuk oleh
pejabat pembina kepegawaian instansi peserta dan
mentor yang telah ditunjuk. Keduanya bertugas
membimbing peserta melakukan kegiatan
pembelajaran pada kurikulum penguatan
kompetensi teknis bidang tugas. Dalam kondisi
tertentu coach yang dimaksud pada paragraf ini,

8
peran dan tugasnya dapat dirangkap oleh mentor
peserta.

Selanjutnya, terkait dengan system


perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran pada kurikulum penguatan
kompetensi teknis bidang tugas sesuai dengan
tuntutan kompetensi teknis jabatan peserta dalam 1
(satu) tahun masa percobaan, akan dijelaskan lebih
lanjut pada pedoman teknis khusus diluar modul
aktualisasi ini.

B. Deskripsi Singkat
Mata Pelatihan aktualisasi membekali peserta
tentang konsepsi aktualisasi dan habituasi, tahapan
pembelajaran aktualisasi, penyusunan dan
penyajian rancangan aktualisasi, melaksanakan
aktualisasi, dan penyajian hasil aktualisasi. Mata
Pelatihan ini disajikan dengan metode penulisan
kertas kerja, dengan pendekatan pembelajaran
experiential learning, dan presentasi yang bersifat
mandiri. Keberhasilan peserta dinilai dari
kemampuan menyusun dan menyajikan rancangan,
melaksanakan aktualisasi di tempat kerja,
menyusun laporan, dan menyajikan hasil
aktualisasi.

C. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran ini, Peserta
Pelatihan Dasar Calon PNS diharapkan mampu :

1. Memahami konsepsi pembelajaran aktualisasi


dan habituasi;

2. Memahami tahapan pembelajaran aktualisasi;


dan
3. Melaksanakan tahapan pembelajaran aktualisasi:
a. menyusun rancangan aktualisasi
b. mempresentasikan rancangan aktualisasi;
c. melaksanakan aktualisasi;
d. menyusun laporan aktualisasi;
e. mempresentasikan laporan aktualisasi.
D. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini, Peserta
mampu:

1. menjelaskan konsepsi aktualisasi dan habituasi;


2. menjelaskan tahapan pembelajaran aktualisasi;
3. menyusun rancangan aktualisasi;
4. mempresentasikan rancangan aktualisasi;
5. melaksanakan aktualisasi di tempat kerja;
6. menyusun laporan pelaksanaan aktualisasi;
7. menyiapkan rencana presentasi laporan
aktualisasi; dan

8. mempresentasikan laporan aktualisasi.

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok

10
1. Konsepsi aktualisasi dan habituasi;
2. Tahapan pembelajaran aktualisasi;
3. Pembimbingan penulisan rancangan aktualisasi;
4. Seminar rancangan aktualisasi;
5. Aktualisasi di tempat kerja;
6. Laporan aktualisasi;
7. Pembimbingan persiapan pra seminar
aktualisasi; dan

8. Seminar aktualisasi.
12
BAB II
KONSEPSI PEMBELAJARAN AGENDA
HABITUASI

A. Konsepsi Habituasi

Habituasi secara harfiah diartikan sebagai


sebuah proses pembiasaan pada/atau dengan
“sesuatu” supaya menjadi terbiasa atau terlatih
untuk melakukan “sesuatu” yang bersifat instrisik
pada lingkungan kerjanya.

Mengadaposi pendapatnya Samani dan


haryanto (2011:239) tentang habituasi, peserta
Pelatihan Dasar Calon PNS dalam pembelajaran
agenda habituasi difasilitasi untuk menghasilkan
suatu penciptaan situasi dan kondisi (persistence
life situation) tertentu yang memungkinkan peserta
melakukan proses pembiasaan untuk berperilaku
sesuai kriteria tertentu. Penciptaan tersebut
diarahkan pada pembentukan karakter sebagai
karakter diri ideal melalui proses internalisasi dan
pembiasaan diri melalui intervensi (stimulus)
tertentu yang akan dilakukan pada pelaksanaan
tugas jabatan di tempat kerja.

Intervensi diciptakan agar bisa memicu


timbulnya suatu respon berupa tindakan tertentu
yang diawali dari hal-hal kecil atau yang paling
mendasar dibutuhkan di tempat kerja, khususnya
untuk mendukung pelaksanaan tugas jabatan
peserta. Hal-hal kecil atau mendasar yang

1
dimaksud adalah sebagai upaya untuk
mendekatkan peserta dengan tuntutan lingkungan
kerja, misalnya aktivitas rutin dalam menyelesaikan
pekerjaan, kualitas kerja, jam kerja, kedisiplinan,
cara dan etika memberikan pelayanan kepada
konsumen/tamu/stakeholders, strategi komunikasi
dengan sesama pegawai atau dengan

pimpinan, situasi atau lingkungan budaya kerja,


atau halhal lainnya yang dapat menarik perhatian
dan layak dibicarakan/didiskusikan.

Indikator keberhasilan pembelajaran agenda


Habituasi adalah teridentifikasinya suatu kondisi
nyata yang terjadi di dalam lingkungan kerja dan
secara spesifik terkait dengan tuntutan pelaksanaan
tugas jabatannya, sebagai suatu isu yang muncul
dan harus dipecahkan. Berdasarkan kondisi
tersebut peserta menunjukkan prakarsa kreatif
untuk berkontribusi memecahkan isu dengan
menginisiasi kegiatan-kegiatan pemecahan isu dan
melakukannya secara konsisten, sebagai suatu
kebiasaan untuk selalu melakukan aktivitas yang
menghasilkan manfaat yang dapat dirasakan oleh
unit/organisasi, stakeholders atau sekurang-
14
kurangnya oleh individu peserta, sehingga
terbentuk menjadi karakter dalam mendukung
pelaksanaan tugas dan jabatan secara profesional
sebagai pelayan masyarakat.
Faktor-faktor yang berperan dalam
menentukan kualitas mengidentifikasi isu adalah
kepekaan peserta terhadap tuntutan dan kondisi
lingkungan kerja, konsistensi dan keakraban
terhadap motif bekerja lebih baik, dan kemampuan
peserta menunjukannya ditempat kerja. Untuk
menjaga keberlangsungan proses habituasi, sangat
disarankan peserta menemukan role model yang
akan dijadikan figure atau contoh teladan atau
model mirroring. Tidak menutup kemungkinan role
model yang ditemukan dan ditetapkan peserta
dapat lebih dari satu orang. Terkait dengan hal
tersebut di atas, muncul dua pertanyaan besar,
yaitu: (1) Siapa yang dimaksud role model
tersebut?, maka jawabannya yaitu pegawai atau
siapa saja. sosok tokoh yang akan dijadikan
panutan sebaiknya adalah orang yang bekerja di
unit kerja atau instansi peserta, yang menurut
peserta layak menjadi contoh atau teladan
berdasarkan materi-materi yang telah dipelajari
pada pembelajaran agenda nilai-nilai dasar PNS
dan agenda kedudukan dan peran PNS dalam
NKRI.
Pertanyaan selanjutnya adalah (2) apa yang
akan ditiru?. jawabannya adalah contoh sikap dan
perilaku yang menggambarkan sosok pegawai
ideal, yang karena karakter kepribadian dan/atau
kompetensinya dalam menyelesaikan pekerjaan
mendekati kondisi ideal dan sangat dibutuhkan di
tempat kerja, sehingga dipandang layak untuk
dijadikan teladan. Memang perlu diakui, bahwa
tidak mudah menemukan role model seperti itu,
namun peserta harus yakin bahwa akan ada
seseorang atau pegawai yang menurut penilaian
peserta atau berdasarkan rekomendasi dari pihak
tertentu layak untuk dijadikan role model. Hal
terpenting yang perlu ditegaskan, siapa pun role
model yang akan dipilih, maka dia harus bersifat
(eksis) ada dalam kondisi nyata bukan tokoh
imaginative terlepas dari berbagai kelemahannya.

Dalam menetapkan role model, langkah yang


harus dilakukan peserta adalah mendalami atau
menggali data atau informasi tentang kriteria
pegawai tersebut, sehingga layak mendapatkan
predikat pegawai yang ideal/terbaik dan layak ditiru.
Langkah mendalami atau menggali data atau
informasi tentang kriteria pegawai tersebut, penting
dilakukan peserta agar dalam menetapkan kriteria
atau indikator yang akan ditiru sesuai dengan
substansi materi mata pelatihan yang telah

16
dipelajari. Kriteria atau indikator tersebut kemudian
dijadikan alat atau kriteria penentu keberhasilan
peserta melakukan habituasi bersama partner atau
role model yang telah dipilih, disamping
pembimbingnya.

Pentingnya peserta mendapatkan role model


yang akan dijadikan partner dalam pembelajaran
agenda habituasi dan pentingnya peran role model
sebagai partner pembelajaran agenda habituasi,
didasarkan atas konsep penelitian yang diadopsi
dari teori the power of goals setting dari Locke &
Latham (1994). Konsep tersebut digambarkan
sebagai berikut:

Gambar 1
The Power of Goals Setting

Gambar di atas secara garis besar


menunjukkan, bahwa jika peserta memiliki tujuan
yang ingin dicapai, kemudian menuliskan tujuan
tersebut dalam satu rumusan kalimat yang terukur
maka keberhasilan mencapai tujuan sebesar 25-
30%, jika kemudian peserta mendiskusikan
rumusan tujuan tersebut dan strategi pencapaian
tujuan tersebut dengan pihak-pihak yang relevan
maka keberhasilan mencapai tujuan sebesar
5560%, dan jika peserta mendapatkan rekan kerja
yang

“berakuntabilitas” untuk bersama-sama mencapai


tujuan tersebut maka kemungkinan keberhasilan
peserta mencapai tujuan lebih dari 85 %.
B. Konsepsi Pembelajaran Aktualisasi

Setelah Peserta memahami tentang konsepsi


pembelajaran habituasi, maka selanjutnya akan
dijelaskan bagaimana penciptaan suatu intervensi
yang akan digunakan dalam pembelajaran habituasi
yaitu konsep (intervensi) AKTUALISASI.

Keterkaitan habituasi dengan Aktualisasi


digambarkan sebagai berikut:

18
Role
Models

Gambar 2
Keterkaitan Habituasi dan Aktualisasi

Pembelajaran aktualisasi pada Pelatihan


Dasar Calon PNS terbagi kedalam dua kegiatan
pembelajaran utama yaitu; pembelajaran
merancang aktualisasi dan pembelajaran
melaksanakan rancangan aktualisasi. Kedua
kegiatan pembelajaran tersebut, tandai dengan
kemampuan yang harus dikuasai peserta
berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut:

1. merancang aktualisasi yang akan diukur


berdasarkan kemampuan peserta
mendeskripsikan; kualitas penetapan isu,
jumlah kegiatan pemecahan isu, kualitas
rencana kegiatan, relevansi rencana kegiatan
dengan aktualisasi, dan kemampuan
menyampaikan rancangan aktualisasi kepada
penguji (teknik komunikasi).

2. melaksanakan rancangan aktualisasi yang


akan diukur berdasarkan kemampuan peserta
mendeskripsikan kualitas pelaksanaan
kegiatan, kualitas aktualisasi, dan kemampuan
menyampaikan rancangan aktualisasi kepada
penguji (teknik komunikasi).

20
3. Disamping kemampuan yang perlu dikuasai
peserta berdasarkan dua kriteria di atas,
khusus bagi Peserta Pelatihan Dasar Calon
PNS Golongan III dituntut untuk mampu
menganalisis dampak apabila nilai-nilai dasar
PNS tidak diaplikasikan dalam pelaksanaan
tugas jabatannya yang dituangkan pada
laporan aktualisasi.

Pemahaman mendalam terkait ketiga


kemampuan yang harus dikuasai dalam
pembelajaran aktualisasi tersebut, akan duiraikan
lebih lanjut pada Bab III tentang tahapan
pembelajaran aktualisasi.

Untuk lebih memudahkan Peserta memahami


pembelajaran aktualisasi, terlebih dahulu peserta
perlu memahami esensi kata ‘aktualisasi’.

‘Aktualisasi’ berasal dari kata dasar ‘aktual’


yang berarti nyata/ benar-benar terjadi/
sesungguhnya ada. Dengan mengacu kepada
pengertian tersebut, maka aktualisasi memiliki
pengertian sebagai suatu proses untuk menjadikan
pengetahuan dan pemahaman yang telah dimiliki
terkait substansi mata pelatihan yang telah
dipelajari dapat menjadi aktual/ nyata/ terjadi/
sesungguhnya ada. Proses yang perlu dilakukan
berdasarkan pengertian aktualisasi dalam suatu
proses pembelajaran atau pelatihan adalah bentuk
kemampuan Peserta dalam menerjemahkan teori
ke dalam praktik, mengubah konsep menjadi
konstruk, menjadikan gagasan sebagai kegiatan
(realita) memperhatikan tuntutan pembelajaran
yang telah dipelajari. Penjelasan tersebut
digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3
Paradigma Pengertian Aktualisasi

Berdasarkan pengertian aktualisasi di atas


dan kontekstualisasi dalam Pelatihan Dasar Calon
PNS khususnya pada pembelajaran aktualisasi
agenda habituasi, maka dapat disimpulkan bahwa
kemampuan mengaktualisasikan substansi mata

22
pelatihan yang telah dipelajari adalah hal utama
yang perlu ada dalam suatu rancangan aktualisasi.

Dalam belajar menyusun rancangan aktualisasi,


terdapat beberapa pertanyaan-pertanyaan pokok
yang perlu dijawab peserta. Dengan menjawab
pertanyaanpertanyaan di bawah ini secara berurutan,
dapat memandu peserta lebih mudah merancang
aktualisasi.

Pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud tersebut


adalah:
1. Isu-isu apa yang dapat diidentifikasi di tempat
kerja?
2. Isu apa yang berkenaan erat dengan
pelaksanaan tugas jabatan dan layak dijadikan
isu?

3. apa yang akan diaktualisasikan pada


pembelajaran agenda III di dalam proses
mengidentifikasi dan menetapkan isu yang
akan dipecahkan?

4. Gagasan “kreatif” apa yang akan diusulkan


untuk memecahkan isu?

5. Kegiatan “kreatif” apa yang akan diusulkan


untuk dapat memecahkan isu?

6. bagaimana tahapan kegiatan yang perlu


dilakukan dalam menyelesaikan setiap kegiatan
secara terukur untuk dapat memecahkan isu?
7. Apakah hasil kegiatan (output) telah
memberikan kontribusi terhadap penyelesaian
isu?

8. apa yang akan diaktualisasikan pada


pembelajaran agenda II dalam proses
pelaksanaan kegiatan dalam rangka
penyelesaian isu?,

9. bagaimana cara mengaktualisasikannya?, dan


10. bagaimana membuktikan bahwa telah
terjadi aktualisasi?.

Aktivitas peserta berdasarkan jawaban dari


setiap pertanyaan di atas dan dilakukan berulang-
ulang maka pada akhirnya akan menggambarkan
adanya proses habituasi. Habituasi yang
diharapkan muncul sehingga terbentuk menjadi
karakter pada pembelajaran aktualisasi adalah:

1. kepedulian peserta terhadap permasalahan


yang terjadi di lingkungan kerjanya, baik pada
level organisasi, unit kerja, atau sekurang-
kurangnya dalam pelaksanaan tugas
jabatannya; dan

2. kemampuan peserta untuk


berkontribusi/berpartisipasi dengan melakukan
aktivitas yang memberikan manfaat atas dasar

24
keyakinan kuat terhadap sesuatu yang ideal
atau seharusnya terjadi.

Peserta Pelatihan Dasar Calon PNS perlu


menyadari bahwa, kemampuan mengidentifikasi
dan menetapkan isu adalah hal pertama yang
harus ditunjukkan atau sebagai pintu gerbang
pertama menuju keberhasilan menyusun
rancangan aktualisasi. Oleh karena itu, untuk
menjaga kesamaan penyamaan persepsi tentang
apa yang dimaksud dengan isu, maka selanjutnya
akan diuraikan tentang pengertian isu.
Pengertian isu secara umum adalah suatu
phenomena/kejadian yang diartikan sebagai
masalah. Pengertian isu menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah masalah yang
dikedepankan untuk ditanggapi; kabar yang tidak
jelas asal usulnya dan tidak terjamin kebenarannya;
kabar angin; desas desus. Selanjutnya

Kamus “Collins Cobuild English Language


Dictionary” (1993), mengartikan issue sebagai :

(1). “An important subject that people are


discussing or arguing about” (2). “When you talk
about the issue, you are referring to the really
important part of the thing that you are
considering or discussing”.

Masih banyak pengertian lainnya tentang isu,


Peserta dipersilahkan untuk menemukan pada
berbagai literature lainnya dan mendalaminya
secara mandiri atau dengan bantuan pembimbing.
Di dalam modul ini yang perlu ditekankan terkait
dengan pengertian isu adalah adanya/disadarinya
suatu fenomena atau kejadian yang dianggap
penting atau dapat menjadi menarik perhatian
orang banyak, sehingga menjadi bahan yang layak
untuk didiskusikan.

Terdapat 3 (tiga) kemampuan yang


mempengaruhi dalam mengidentifikasi dan/atau
menetapkan isu dan perlu mendapatkan perhatian
dari peserta, yaitu kemampuan melakukan:
1. Enviromental Scanning  peduli terhadap
masalah dalam organisasi dan mampu
memetakan hubungan kausalitas
2. Problem Solving  mampu mengembangkan
dan memilih alternatif, dan mampu memetakan
aktor terkait dan perannya masing-masing
3. Analysis  mampu berpikir
konseptual
(mengkaitkan dengan substansi Mata
Pelatihan), mampu mengidentifikasi implikasi /
dampak / manfaat dari sebuah pilihan
kebijakan / program / kegiatan/ tahapan
kegiatan.

Ketiga kemampuan tersebut dalam


penerapannya dapat dianalogikan dalam kerangka
berpikir sebagai berikut:

26
Gambar 4
Kerangka Pikir Pemilihan Isu

Perlu dipahami, bahwa dalam penetapan isu


di tempat kerja perlu mendapatkan dukungan
konseptual dari mata pelatihan yang telah dipelajari
pada agenda Kedudukan dan Peran PNS dalam
NKRI. Setiap mata Pelatihan yang telah dipelajari
memiliki keterkaitan, baik secara keseluruhan atau
masing-masing mata pelatihan sesuai konteks isu.
Kemampuan peserta mengenali dan memahami
dengan baik tuntutan pelaksanaan pekerjaan dan
lingkungan kerja, dibantu dengan inspirasi dari
pengampu mata pelatihan, dan proses
pembimbingan dari pembimbing yang berkualitas
akan dapat membantu peserta menggambarkan
dengan jelas kesesuaian atau ketidaksesuaian
antara situasi nyata di tempat kerja dengan tuntutan
situasi yang seharusnya terjadi sehingga menjadi
isu yang layak diajukan dan harus segera ditangani.

Pada saat peserta melakukan enviromental


scanning dalam organisasi dan memetakan
hubungan kausalitas aktor dan peran aktor, tidak
menutup kemungkinan peserta mampu menemukan
isu lebih dari satu. Untuk kebutuhan menyusun
rancangan aktualisasi, peserta cukup memilih satu
isu yang disebut core isu untuk dijadikan bahan
pembelajaran merancang aktualisasi dengan
persetujuan mentor dan dikonsultasikan kepada
coach. Isu lainnya yang belum dipilih dapat
digunakan untuk menyusun rancangan aktualisasi
pada sisa waktu masa off campus atau pasca
pelatihan sebagai bentuk komitmen peserta
melakukan habituasi.

Langkah selanjutnya, setelah peserta


menetapkan core isu, maka selanjutnya
mengusulkan rumusan gagasan kreatif dalam
bentuk kegiatan yang dapat dilakukan dan diyakini
gagasan atau kegiatan tersebut dapat
memecahkan isu. Pada kondisi tertentu
dimungkinkan ada peserta yang merumuskan
gagasan berdasarkan isu yang diangkat, namun

28
tidak dapat diselesaikan/dilakukan terkait dengan
keterbatasan

“tetap” dalam jabatan peserta dan posisinya sebagai


CPNS. Kepada peserta tersebut sangat disarankan
untuk melakukan dua hal (lihat gambar 3):

1. tetap menyelesaikan gagasan pemecahan isu


tersebut, melalui penulisan atau penggambaran
penyelesaian isu secara komprehensif dan
dapat dipertanggung jawabkan. Di dalam modul
ini masuk pada kategori inisiatif pemikiran
konseptual; dan

2. menetapkan isu kedua yang gagasan


pemecahan isunya yang aktivitas-aktivitasnya
dapat diselesaikan.

Gagasan pemecahan isu dan penetapan


kegiatan untuk mewujudkan gagasan tersebut
sangat dituntut adanya aspek kreatifitas sehingga
akan memberikan hasil berbeda dan memberikan
manfaat atau manfaat yang lebih dari biasanya.
Kegiatan yang diusulkan sebagai langkah
pemecahan isu perlu dirumuskan hasil capaian
kegiatannya, untuk mengukur ketercapaian hasil
kegiatan maka disusun tahapan kegiatan untuk
dapat menjelaskan bagaimana melakukan kegiatan
tersebut. Pelaksanaan usulan kegiatan dan/atau
tahapan kegiatan yang diusulkan dalam rangka
pemecahan isu yang diangkat harus
mengaktualisasikan substansi mata pelatihan
agenda Internalisasi Nilai-Nilai Dasar PNS yang
telah dipelajari.

Untuk memudahkan peserta memahami


penjelasan tentang aktualisasi substansi mata
pelatihan agenda kedudukan dan peran PNS dalam
NKRI sebagai dasar penetapan isu dan aktualisasi
substansi mata pelatihan agenda nilai-nilai dasar
PNS dalam pelaksanaan kegiatan yang akan
dituangkan dalam kertas kerja rancangan
aktualisasi, harap perhatikan kedua gambar berikut
ini:

Gambar 5
Keterkaitan Isu, Kegiatan dan Output dengan
Mata Pelatihan (1)

30
Gambar 6
Keterkaitan Isu, Kegiatan dan Output dengan
Mata Pelatihan (2)

Aplikasi kedua gambar tersebut dalam situasi


nyata, dijelaskan dengan contoh berikut ini:

Misalnya ditempat kerja Peserta terdapat


situasi dimana para pegawai selalu patuh (disiplin)
untuk datang setiap hari sesuai ketentuan yang
berlaku. Dalam hal ini Peserta dapat menyimpulkan
telah terjadi kesesuaian situasi nyata di tempat
kerja, antara materi yang dipelajari pada agenda
sikap dan perilaku dan/atau nilai-nilai dasar PNS.
Kesimpulan tersebut tidak salah, namun tidak
sesuai dengan tuntutan pembelajaran aktualisasi
yaitu harus mengkaitkan dengan aktualisasi agenda
kedudukan dan peran PNS dalam NKRI, strategi
yang perlu dilakukan peserta adalah dengan
menelaah lebih dalam terkait motif kepatuhan
tersebut, sehingga peserta akan mendapatkan data
lain, yaitu bahwa kepatuhan yang ditunjukkan
pegawai/beberapa pegawai tersebut hanya terkait
dengan kedisplinan datang tepat waktu, namun
tidak didukung dengan profesionalitas penyelesaian
pekerjaan, dan hal ini tidak relevan dengan mata
manajemen ASN dan pelayanan publik, dst.

Contoh lainnya, misalnya Peserta bekerja


pada unit kerja yang menangani pekerjaan
mengolah data akreditasi, Peserta melihat atau
mungkin merasakan adanya konflik kepentingan
dimana ada ‘keinginan’ pimpinan lembaga Pelatihan
baik pusat ataupun daerah (pengusul akreditasi)
yang subyektif dengan kepentingan obyektifitas
pengolahan data yang merupakan tugas dan
tanggungjawabnya, dan hal ini juga telah
melibatkan kolega dan pimpinan. Berdasarkan
situasi tersebut, maka Peserta mendapatkan dilema
dari ketidaksesuaian antara situasi yang terjadi
dilihat dari mata Pelatihan Akuntabilitas dan
Antikorupsi. Kesimpulan tersebut tidak salah,
namun tidak sesuai dengan tuntutan pembelajaran
aktualisasi yaitu harus mengkaitkan dengan
aktualisasi agenda kedudukan dan peran PNS
dalam NKRI, strategi yang perlu dilakukan peserta
adalah dengan menelaah lebih dalam terkait motif
tersebut sehingga mendapatkan simpulan bahwa
hal tersebut akan mengganggu proses layanan dan

32
menimbulkan motif ketidak percayaan stakeholders
terhadap layanan dan wibawa organisasi dan hal ini
terkait dengan mata pelatihan Pelayanan Publik dan
Whole of Government, dst.

Masih banyak contoh-contoh lain yang dapat


peserta gali di dalam diskusi bersama peserta
lainnya atau dengan pembimbing atau dengan
Pengampu materi (pengajar) agenda III.

Dengan memperhatikan kedua contoh di


atas, sesungguhnya Peserta sedang melakukan
langkah mensintesakan materi dengan menjadikan
konsep matamata Pelatihan sebagai landasan
dalam menemukan isu atau permasalahan yang
sedang terjadi atau diprediksi akan terjadi di tempat
kerja.

Agar mampu melakukannya, setiap peserta


Pelatihan Dasar Calon PNS dituntut untuk memiliki
kepekaan dan kepedulian terhadap masalah yang
terjadi, baik berasal dari kinerja individu/ unit kerja/
organisasi, selanjutnya peserta dituntut untuk
mampu memetakan hubungan kausalitas dan
menjadikannya sebagai isu yang diangkat.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, untuk
kebutuhan merancang aktualisasi, peserta cukup
memilih satu isu yang berkualitas dan
menyelesaikannya dengan memperhatikan masa
off campus di tempat kerja.
Didalam proses penetapan isu yang
berkualitas, sebaiknya peserta menggunakan
kemampuan berpikir kiritis yang ditandai dengan
penggunaan alat bantu penetapan kriteria kualitas
isu. Alat bantu penetapan kriteria isu yang
berkualitas, misalnya dapat menggunakan kriteria;
Aktual, Kekhalayakan,

Problematik, dan Kelayakan. Aktual artinya Benar-


benar terjadi dan sedang hangat dibicarakan dalam
masyarakat. Kekhalayakan artinya Isu yang
menyangkut hajat hidup orang banyak.
Problematik artinya Isu yang memiliki dimensi
masalah yang kompleks, sehingga perlu dicarikan
segera solusinya, dan Kelayakan artinya Isu yang
masuk akal dan realistis serta relevan untuk
dimunculkan inisiatif pemecahan masalahnya.

Alat bantu lainnya, misalnya menggunakan


kriteria analisis USG dengan menetapkan rentang
penilaian (1-5) dari mulai sangat USG atau tidak
sangat USG. Urgency: seberapa mendesak suatu
isu harus dibahas, dianalisis dan ditindaklanjuti.
Seriousness: Seberapa serius suatu isu harus
dibahas dikaitkan dengan akibat yang akan
ditimbulkan. Growth: Seberapa besar
kemungkinan memburuknya isu tersebut jika tidak
ditangani segera.

34
Alat bantu lainnya misalnya menggunakan
system berpikir mine map, fishbone, SWOT, tabel
frekuensi, analisis kesenjangan, atau sekurangnya-
kurangnya menerapkan kemampuan berpikir
hubungan sebab-

akibat. Alat-alat bantu tersebut digunakan sebagai


bukti telah menunjukan kemampuan berpikir analisis
dalam diri peserta yang didukung data atau fakta yang
relevan dan dapat dipertanggung jawabkan.

Jika isu telah ditetapkan dengan persetujuan


mentor dan dikonsultasikan kepada coach, maka
langkah selanjutnya adalah merumuskan isu dalam
suatu pernyataan yang ditulis secara singkat dan
jelas dengan memuat focus dan locus.

Contoh:
Masih lambatnya proses pemberian nomor
registrasi STTPP Diklat Prajabatan pada Sub
Bidang Diklat

Prajabatan Pusat P3D LAN RI

Langkah selanjutnya adalah mengidentifkasi


akar permasalahan berdasarkan sumber utama isu,
aktor yang terlibat, dan peran dari setiap aktor,
kemudian dideskripsikan keterkaitannya dengan
mata Pelatihan yang relevan (langsung dan/atau
tidak langsung) berdasarkan konteks isu.

Isu yang dipilih tersebut, kemudian diuraikan


dengan menggunakan formulir alat bantu
rancangan aktualisasi, namun yang perlu diketahui
peserta untuk strategi penulisan rancangan
aktualisasi dapat disusun sesuai contoh atau
dengan sistem casecade, atau jika ada bentuk lain
yang dianggap lebih sederhana dan komunikatif
dipersilahkan untuk mengembangkannya.

Selanjutnya peserta mengusulkan gagasan


kreatif pemecahan isu dan strateginya melalui
pikiran konseptual dan/atau aktivitas-aktivitas
kegiatan (sangat disarankan) yang tujuannya
sebagai upaya peserta untuk memberikan
kontribusi terhadap pencapaian tujuan organisasi
dan memberikan nilai manfaat dengan terciptanya
suatu

“peningkatan, penyederhanaan, penyempurnaan,


perbaikan, dll”. Usulan tersebut disampaikan
kepada coach dan meminta validasi dann
persetujuan dari mentor sebagi pembimbing
pembelajaran aktualisasi. Kegiatan kreatif yang
diusulkan didasarkan atas pertimbangan sesuai
dengan lingkup pekerjaan peserta dan secara
realistis dapat dilaksanakan selama masa
aktualisasi di tempat kerja dengan persetujuan
atasan peserta.

36
Telah disinggung pada penjelasan
sebelumnya, bahwa disadari kondisi peserta
sebagai CPNS memiliki keterbatasan
menyelesaikan gagasan karena faktor dukungan
anggaran, sarana dan prasarana, juga otoritas
(kewenangan/tanggung jawab), namun hal tersebut
tidak berarti menjadi penghambat bagi peserta
untuk berpikir dan bertindak kreatif dan inovatif.
Peserta dapat mengusulkan kegiatan operasional
sesuai dengan konteks dan cakupan isu yang
peserta akan mencoba untuk dipecahkan,
walaupun menurut sebagian orang hal itu
sederhana atau mungkin sangat sederhana
sehingga tidak diperhitungkan, namun yakinlah
kesederhanaan (simplifikasi) adalah dasar
keterukuran sebuah proses.

Berikut ini disajikan beberapa contoh,


bagaimana kesederhaan gagasan mampu
memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan
tugas pada unit kerja.

Contoh
Pertama, Peserta bekerja pada unit pelayanan,
dan Peserta menyaksikan di ruang tunggu terjadi
antrian yang panjang setiap harinya, serta tidak
ada informasi kepastian pelayanan. Peserta
memiliki gagasan agar masyarakat selama
mengantri merasakan nyaman dan disampaikan
kepada pimpinan untuk; membagi ruang tunggu
bagi masyarakat perokok dan bukan perokok,
memaksimalkan penempatan kursi di ruang
tunggu, membuat tulisan yang terang dan
sederhana tentang jenis dan proses pelayanan
yang akan ditempatkan pada tempat-tempat
strategis di ruang tunggu, dan seterusnya.

Kedua, Peserta yang berkerja di unit pelayanan,


menyaksikan masyarakat yang datang ke tempat
pelayanan namun tidak bisa terlayani karena
waktu pendaftaran pelayanan sudah tutup, hal ini
Peserta pahami penyebabnya karena jauhnya
jarak antara tempat tinggal masyarakat dengan
tempat pelayanan dan mereka tidak mungkin
menginap. Peserta memiliki gagasan dan
disampaikan kepada pimpinan untuk;
mengantisipasi hal tersebut dengan menyiapkan
box sederhana penerimaan permohonan atau
pendaftaran yang dilengkapi dengan berbagai
informasi persyaratan dan proses pelayanan yang
akan dilakukan, sehingga bagi masyarakat yang
datang jauh dapat memanfaatkkan box tersebut.
Formulir didalam box tersebut akan menjadi
pekerjaan prioritas ada keesokan harinya.

Masih banyak contoh-contoh lainnya, Peserta


dapat menggali contoh-contoh lain termasuk
gagasan-gagasan lainnya dengan mendiskusikan
hal tersebut dengan sesama peserta dan/atau
dengan pembimbing.

Gagasan kreatif pemecahan isu kemudian


disebut dengan kegiatan. Kegiatan (beberapa
kegiatan) langkah selanjutnya diuraikan ke dalam
tahapan-tahapan kegiatan yang terukur dan dapat
38
diamati, sehingga menghasilkan output kegiatan
yang relevan dengan pemecahan isu. Pada saat
menetapkan hasil kegiatan, Peserta diminta
mengaktualisasikan nilai-nilai dasar PNS yang
menurut Peserta relevan dengan pelaksanaan
kegiatan atau tahapan kegiatan di bawah
bimbingan coach sehingga menjadikan nilai-nilai
dasar tersebut berwujud dan kaya makna. Dengan
kata lain penerapan (aktualisasi) nilainilai dasar
PNS pada pelaksanaan kegiatan atau tahapan
kegiatan akan menggambarkan kualitas output
kegiatan atau gambaran kualitas proses tahapan
kegiatan.

Simak contoh pertama di atas, kegiatan yang


diusulkan adalah:

1). membagi ruang tunggu bagi masyarakat


perokok dan bukan perokok. Aktivitas yang akan
dilakukan adalah; berkonsultasi dengan pimpinan,
mendesain layout ruang pelayanan, berkoordinasi
dengan pihakpihak terkait. Selanjutnya Peserta
merencanakan nilainilai dasar yang relevan dengan
pelaksanaan tahapan kegiatan tersebut, misalnya
menerapkan nilai-nilai yang terdapat pada mata
pelatihan Etika publik, komitmen mutu, dan
nasionalisme dalam menyampaikan gagasan dan
berkoordinasi dengan pimpinan atau pihak-pihak
terkait lainnya.
2). memaksimalkan penempatan kursi di ruang
tunggu. Misalnya tahapan yang akan dilakukan
adalah; berkonsultasi dengan pimpinan,
berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, bersam-
sama dengan pegawai lainnya menata ruang
tunggu. Selanjutnya Peserta merencanakan nilai-
nilai dasar yang relevan dengan pelaksanaan
kegiatan tersebut, misalnya menerapkan nilai-nilai
yang terdapat pada mata pelatihan Akuntabilitas
PNS, etika publik, komitmen mutu, dan
nasionalisme dalam menyampaikan gagasan,
berkoordinasi dengan pimpinan atau pihak-pihak
terkait lainnya, dan pada saat melakukan penataan
kursi.
3). membuat tulisan yang terang dan sederhana
tentang jenis dan proses pelayanan yang akan
ditempatkan pada tempat-tempat strategis di
ruang tunggu. Misalnya tahapan yang akan
dilakukan adalah; berkonsultasi dengan pimpinan,
berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, membuat
tulisan (poster sederhana), menempatkannya di
tempat yang mudah dilihat.
Selanjutnya Peserta merencanakan nilai-nilai dasar
yang relevan, misalnya menerapkan nilai-nilai yang
terdapat pada mata pelatihan Akuntabilitas PNS,
etika publik, komitmen mutu, dan anti korupsi dalam
menghasilkan dan menyimpan tulisan tersebut.

Contoh diatas merupakan akumulasi


kemampuan yang telah ditunjukan peserta dalam
melakukan

1. Enviromental Scanning yaitu sikap peduli


terhadap isu/masalah dalam organisasi dan
sekaligus bentuk kemampuan memetakan
hubungan kausalitas yang terjadi.
2. Problem Solving yaitu kemampuan peserta
mengembangkan dan memilih alternatif
pemecahan isu/masalah, dan kemampuan
memetakan aktor terkait dan perannya masing-
masing dalam penyelesaian isu/masalah.
40
3. Analysis bentuk kemampuan peserta berpikir
konseptual yaitu kemampuan mengkaitkan
dengan substansi Mata Pelatihan dan bentuk
kemampuan mengidentifikasi implikasi / dampak
/ manfaat dari sebuah pilihan kegiatan/ tahapan
kegiatan yang dilakukan.

Hasil kegiatan atau tahapan kegiatan yang


dilandasi oleh agenda nilai-nilai dasar PNS untuk
memecahkan isu/masalah yang dilandai oleh
agenda kedudukan dan peran PNS dalam NKRI
akan membantu Peserta mendapatkan inspirasi
dan menunjukkan kebiasaan menjadi pelopor atau
keteladanan untuk menjadikan dirinya sebagai PNS
Profesional pelayan masyarakat sebagai
perwujudan 3 fungsi ASN sebagai pelaksana
kebijakan publik, pelayan publik, dan perekat dan
pemersatu bangsa.

BAB III
TAHAPAN PEMBELAJARAN AKTUALISASI

Tahapan pembelajaran aktualisasi sebagaimana


diatur didalam pedoman penyelenggaran peltihan latsar,
dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 7
Tahapan Pembelajaran Aktualisasi

Uraian lebih jelas tentang tahapan pembelajaran


aktualisasi pada setiap tahapan pembelajaranya akan
diuraikan di bawah ini.

Perlu Peserta ingat:


Kualitas pembelajaran tentang tahapan aktualisasi
sangat ditentukan oleh pemahaman tentang konsepsi
pembelajaran agenda habituasi dan pembelajaran
Aktualisasi, jika Peserta belum memiliki pemahaman
yang baik terkait kedua hal tersebut, silahkan dipelajari
kembali Bab I dan BAB II sampai paham dan berdiskusi
dengan sesama peserta atau dengan pengampu materi
dan coach.

A. Merancang Aktualisasi

42
Rancangan aktualisasi merupakan dokumen
kertas kerja sebagai salah satu produk
pembelajaran aktualisasi yang dihasilkan oleh
peserta Pelatihan Dasar Calon PNS bagi CPNS.
Rancang aktualisasi memuat aktivitas peserta
dalam hal: a) mengidentifikasi, menyusun dan
menetapkan isu atau permasalahan yang terjadi
dan harus segera dipecahkan, b) mengajukan
gagasan pemecahan isu/ masalah dengan
menyusunnya dalam daftar rencana, tahapan, dan
output kegiatan, c) mendeskripsikan keterkaitan
antara isu dan kegiatan yang diusulkan dengan
substansi persfektif mata pelatihan Manajemen
ASN, Pelayanan Publik, dan Whole of Government,
secara terpisah atau keseluruhan mata pelatihan,
baik secara langsung ataupun tidak langsung, d)
mendeskripsikan rencana pelaksanaan kegiatan
dan konstribusi hasil kegiatan yang didasari
aktualisasi nilainilai dasar PNS, serta e)
mendeskripsikan prediksi hasil kegiatan yang akan
dilandasi oleh substansi mata pelatihan agenda
nilai-nilai dasar PNS terhadap pencapaian visi,
misi, tujuan organisasi, dan penguatan nilai-nilai
organisasi.

Dalam menyusun rancangan aktualisasi


selama masa off campus, peserta dapat
menggunakan formulir alat bantu berikut ini untuk
menuangkannya dalam dokumen kertas kerja
rancangan aktualisasi, dan jika dalam proses
pembelajaran peserta dan/atau bersama dengan
pembimbing dapat menemukan format yang lebih
sederhana dan komunikatif, maka dipersilahkan
untuk melakukan perubahan atau penyempurnaan.

:
Unit Kerja:
Identifikasi Isu : Isu yang
Diangkat : Gagasan
Pemecahan Isu :

Keterkaita Kontribus
Tahapa Penguata
n i
n
N Kegiata n Output Substansi Terhadap
Nilai
o n Kegiata / Hasil Mata Visi-Misi
Organisas
n pelatihan Organisas
i
i
1 2 3 4 5 6 7

Formulir 1: Rancangan Aktualisasi

Berikut ini adalah petunjuk pengisian formulir 1


rancangan aktualisasi:
Unit Kerja : Diisikan identitas unit kerja (jabatan
peserta hingga unit kerja) tempat
bekerja dan akan melaksanakan
aktualisasi Contoh:
Pelaksana Pengelola Program Diklat,
Subbid Diklat Prajabatan Pusat
Pengembangan Program dan
Pembinaan Diklat LAN.

44
Identifikasi : Diisikan rumusan isu/ list isu
Isu Contoh:
1. Masih lambatnya proses pemberian
nomor KRA
2. Layanan Konsultasi yang
tidak terstandar
3. Pelaksanaan Monev Diklat Prajab
yang bervariasi
4. Penyajian data alumni Prajab yang
kurang responsif
5. dst
Isu yang : Diiskan satu rumusan isu yang akan
Diangkat diusulkan yang memuat fokus dan lokus
atas pertimbangan sesuai dengan
lingkup pekerjaan peserta dan secara
realistis dapat dilaksanakan selama
masa aktualisasi di tempat kerja dengan
persetujuan mentor Contoh:
Masih lambatnya proses pemberian
nomor registrasi STTPP Diklat
Prajabatan pada Sub Bidang Diklat
Prajabatan LAN

Gagasan : Diisikan gagasan kreatif pemecahan isu


Pemecahan yang diangkat dalam bentuk
Isu kegiatan yang perlu mendapat
dukungan mata pelatihan agenda III
dengan pertimbangan sesuai lingkup
pekerjaan peserta dan secara realistis
dapat dilaksanakan selama masa
aktualisasi di tempat kerja dengan
persetujuan atasan peserta Contoh:
Percepatan proses pemberian nomor
registrasi STTPP Diklat Prajabatan
pada Sub Bidang Diklat Prajabatan LAN

Kolom 1 : Diisi nomor urut kegiatan yang


diusulkan untuk memecahkan isu.
Nomor urut kegiatan ini tidak saja dapat
diartikan sebagai urutan pelaksanaan
kegiatan, karena dalam kondisi tertentu
dimungkinkan ada kegiatan yang
dilaksanakan secara paralel.
Kolom 2 : Diisi kegiatan pemecahan isu atau
aktivitas yang akan dilakukan dan telah
mendapat persetujuan mentor.
Kegiatan harus mengedepankan
munculnya gagasan kreatif yang
kemudian menjadi pembeda dengan
kegiatan yang selama ini ada.
Contoh:
1. melakukan telaahan SOP dan
kebijakan pelayanan pemberian
nomor registrasi STTPP Diklat
Prajabatan pada Sub Bidang Diklat
Prajabatan LAN;
2. mengusulkan draft SOP dan
Perangkat Pengendalian Pelayanan
pemberian nomor registrasi STTPP
Diklat Prajabatan pada Sub Bidang
Diklat Prajabatan LAN;
3. melakukan sosialisasi draft SOP,
perangkat pengendalian pelayanan
dan pembagian tugas pelayanan
pemberian nomor registrasi STTPP
Diklat Prajabatan kepada seluruh
pelaksana pada Sub Bidang Diklat
Prajabatan LAN;
4. melakukan ujicoba pemberian
Pelayanan pemberian nomor
registrasi STTPP Diklat Prajabatan
pada Sub Bidang Diklat Prajabatan
LAN
5. melakukan reveiew hasil ujicoba
pelaksanaan pemberian Pelayanan
pemberian nomor registrasi STTPP
Diklat Prajabatan pada Sub Bidang
Diklat Prajabatan LAN;
46
6. melakukan telaahan efektivitas
kegiatan percepatan pemberian
nomor registrasi STTPP Diklat
Prajabatan dengan membandingkan
pada sistem kerja yang selama ini
berjalan
7. menyusun laporan kegiatan
8. Pengusulan proses percepatan
pemberian nomor registrasi STTPP
Diklat Prajabatan dalam kegiatan
pengembangan Sistem Informasi
Diklat Aparatur (www.sida.lanri.info).

(Kegiatan 6 dan 7 adalah kegiatan


yang mencerminkan isu terpecahkan
sedangkan kegiatan 8 adalah inisiasi
memperluas cakupan penyelesaian
isu melalui kegiatan pengembangan
SIDA yang sudah lintas Bidang dan
memerlukan penanganan
khusus)
Kolom 3 : Diisi uraian tahapan kegiatan yang telah
mendapatkan persetujuan mentor,
mengacu pada kegiatan yang telah diisi
dari kolom 2.
Contoh:
Isian kolom 3 dengan kegiatan 1:
Tahapan Kegiatan:
1. meminta dokumen SOP pemberian
nomor registrasi STTPP Diklat
Prajabatan ke bagian administrasi
Pusat P3D;
2. melakukan telaahan dokumen SOP
pemberian nomor registrasi STTPP
Diklat Prajabatan dari bagian
administrasi Pusat P3D;
3. mengumpulkan informasi tentang
kebijakan dan harapan atas
pelayanan pemberian nomor
registrasi STTPP Diklat Prajabatan
kepada pimpinan dan kolega pada
Sub Bidang Diklat Prajabatan LAN,
serta stakeholders terkait (PIC);
4. melakukan telaahan tentang
kebijakan pelayanan pemberian
nomor registrasi STTPP Diklat
Prajabatan pada Sub Bidang Diklat
Prajabatan LAN dikaitkan dengan
informasi yang dikumpukan pada
tahap ke 3;
5. menyusun draft SOP dan perangkat
kerja pelaksanaan SOP pelayanan
pemberian nomor registrasi STTPP
Diklat Prajabatan pada Sub Bidang
Diklat Prajabatan LAN.

(tahapan kegiatan ke 5 sebagai


penghubung pada kegiatan ke 2)
Kolom 4 : Diisi uraian target capaian kegiatan atau
target capaian pada setiap tahapan
48
kegiatan yang dapat diamati dan diukur,
dan mendapatkan persetujuan dari
mentor.
Kolom 5 : Diisi mata pelatihan agenda II dan nilai
dasar yang relevan untuk menunjukan
keterkaitan konseptual sehingga akan
mewarnai pelaksanaan kegiatan
berbasis nilai-nilai dasar.
Contoh:
Isian kolom 5 dengan tahap kegiatan 1:
Agenda III:
WoG dan Pelayanan Publik

Agenda II”
Akuntabilitas: teliti, detail, akurat,
bertanggung jawab,
Nasionalisme: mengedepankan
kepentingan umum,
Etika Publik: sopan, ramah
Komitmen Mutu: orientasi mutu, efektif
dan efisien
Anti Korupsi: terbuka, peduli, jujur.
Kolom 6 : Diisi uraian tentang kontribusi kualitas
hasil kegiatan terhadap pencapaian visi,
misi dan/atau tujuan organisasi.
Contoh:
Isian kolom 6 dengan kegiatan 1:
dengan melakukan telaahan SOP dan
kebijakan pelayanan pemberian nomor
registrasi STTPP Diklat Prajabatan
pada Sub Bidang Diklat Prajabatan
LAN maka kualitas pelaksanaan kerja
akan teridentifikasi dengan baik
sehingga mendukung pencapaian Visi
& Misi LAN dalam menjalankan
pembinaan dan penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan aparatur
Negara dan misi Pusat P3D LAN
sebagai penjaminan kualitas
pelaksanaan NSPK Pengembangan
kompetensi bagi CPNS dapat terwujud.
Kolom 7 : Diisi uraian tentang kontribusi hasil
kegiatan terhadap penguatan nilai
organisasi.
Contoh:
Isian kolom 7 dengan kegiatan 1:
Penelaahan SOP dan kebijakan terkait
dengan pelayanan pemberian nomor
registrasi bertujuan sebagai langkah
awal untuk memahami kebijakan
pelayanan pemberian nomor registrasi
STTPP Diklat Prajabatan yang selama
ini dianggap kurang responsif terhadap
kebutuhan seluruh pemangku
kepentingan sehingga menjadi jelas
dan terukur akan menguatkan nilainilai
organisasi LAN yaitu integritas,
profesional, inovatif, dan peduli.

(nilai-nilai organisasi LAN RI ada 4


(empat, yaitu: integritas, profesional,
inovatif, dan peduli)

Kemampuan peserta mengisi formulir 1 di


atas, maka peserta dianggap telah berhasil
menyusun kertas kerja rancangan aktualisasi.
Keuntungan penggunaan formulir 1 sebagai alat
bantu dalam merancang aktualisasi adalah
penyajian dan penulisanya sederhana dapat
disajikan secara komprehensif, namun
kekuranganya, kemampuan peserta untuk meng-
eksplore tidak terlihat. Hal ini terjadi karena,

50
pertama adanya keterbatasan ruang kepada
peserta untuk memberikan uraian atau deskripsi
yang menunjukan kemampuan peserta melakukan:
environmental scanning, problem solving, berpikir
kritis sebagai media melakukan aktualisasi agenda
III melalui aktivitas peserta mengidentifikasi,
menetapkan isu, dan menentukan gagasan
pemecahan isu, dan kedua adanya keterbatasan
ruang untuk memberikan uraian atau deskripsi yang
penuh makna terhadap kualitas pelaksanaan
kegiatan pemecahan isu yang sarat dengan
aktualisasi nilai-nilai dasar.

Oleh karena itu, di dalam modul ini disajikan


contoh lainnya yang disajikan dalam bentuk narasi
sederhana dengan menggunakan contoh yang
telah dikemukakan di atas, sebagai berikut:

Jabatan:
Pelaksana pengelola pengembangan program Diklat
Prajabatan pada Subbid Diklat Prajabatan Pusat P3D
LAN

Identifikasi Isu:
Pekerjaan : 1. membuat draft surat balas
ijin prinsip penyelenggaraan pelatihan,
2. memberikan layanan konsultasi
penyelenggaraan pelatihan,
3. memberikan KRA,
4. monev penyelenggaraan pelatihan,
5. menjadi pengawas ujian,
6. menghadiri rapat persiapan dan
evaluasi penyelenggaraan pelatihan,
7. menyajikan data alumni, 8. dst .
List Isu :
Berdasarkan pengalaman bekerja selama 4
bulan membantu pimpinan dirasakan adanya hal
yang bisa diperbaiki / disempurnakan / ditingkatkan
atau sebutan lainnya, dalam pelaksanaan tugas
jabatannya (dengan menyusun list isu) sebagai
berikut:
1. Masih lambatnya proses pemberian nomor
registrasi STTPP Diklat Prajabatan
2. Layanan Konsultasi yang tidak terstandar
3. Pelaksanaan Monev yang bervariasi
4. Penyajian data alumni yang responsif
5. Dst

Isu Yang Diangkat:


Langkah selanjutnya mendeskripskan tentang
proses memetakan aktor dan peran aktor baik di
internal maupuan eksternal yang terlibat dalam
setiap daftar isu yang telah ditetapkan dengan
menggunakan teknik berpikir tertentu untuk memilih
dan menetapkan isu yang yang akang diangkat.
Berdasarkan list isu dan teknik berpikir
(contoh:analisis kausalitas) yang digunakan,
disimpulkan isu lambatnya proses pemberian nomor
registrasi STTPP Diklat Prajabatan dengan analisis
dampak jika isu tidak segera dipecahkan akan
menyebabkan:
1. keluhan lemdik atas lambatnya proses
pemberian nomor registrasi terus terjadi;
2. lambatnya penyajian data alumni,
3. sulitnya proses verifikasi data alumni,
4. tidak ada alat kontrol/ kendali kerja,
5. pembagian kerja tidak merata, dan 6. respon
PIC Lemdik akan terus lambat.

52
Gagasan Pemecahan Isu:
Pelayanan pemberian nomor registrasi STTPP
Diklat Prajabatan pada Sub Bidang Diklat
Prajabatan LAN merupakan tugas LAN berdasakan
amanah UU ASN Pasal 44 huruf (c) yaitu
merencanakan dan mengawasi kebutuhan
pendidikan dan pelatihan Pegawai ASN secara
nasional. Pelaksanaan tugas tersebut salah
satunya dilakukan melalui pengendalian Kode
Registrasi Alumni khususnya Prajabatan.
Ketentuan mengenai KRA telah diatur didalam
Peraturan Kepala LAN yang mengatur tentang
Pedoman Penyelenggaraan Diklat Prajabatan di
Indonesia yang didalamnya mengatur secara
teknis bagaimana KRA yang dimohonkan dari
lembaga penyelenggara pemerintah terakreditasi
kepada LAN sehingga berbekal KRA yang
dibubuhkan pada halaman STTPP nantinya akan
digunakan Pejabat Pembina Kepegawaian sebagai
syarat untuk memproses pengangkatan CPNS
menjadi PNS.
Pemberian layanan yang cepat dan tepat serta
memberikan kejelasan proses yang mudah diakses
oleh pengguna merupakan bagian yang harus
diperhatikan dalam pelaksanaan tugas jabatan
pelaksana khususnya di subbid Diklat Prajabatan
LAN. Maka gagasan pemecahan isu yang usulkan
adalah Percepatan Layanan Pemberian Nomor
Registrasi STTPP Diklat Prajabatan pada
Subbid Diklat Prajabatan LAN.
Kegiatan, Tahapan Kegiatan, Output,
Keterkaitan Substansi Mata pelatihan, Kontribusi
Terhadap Visi-Misi dan tujuan Organisasi, dan
Penguatan Nilai Organisasi, akan dijelaskan
berikut ini. Menyadari bahwa core isu ini bersifat
complicated atau tidak bersifat tunggal, sehingga
diusulkan berapa kegiatan pemecahan masalah
sebagai satu rangkaian kegiatan besar, Kegiatan
yang diusulkan untuk memecahkan isu adalah
sebagai berikut:
1. melakukan telaahan SOP dan kebijakan
pelayanan pemberian nomor registrasi STTPP
Diklat Prajabatan pada Sub Bidang Diklat
Prajabatan LAN; kegiatan ini penting dilakukan
untuk mengidentifikasi kelebihan dan
kekurangan dari kebijakan yang ada saat ini,
sehingga dapat dipetakan usulan
penyempurnaan kebijakan agar terjadi
keterpaduan antara kebijakan dan
kejelasan/keterukuran proses layanan
pemberian nomor registrasi STTPP Diklat
Prajabatan pada subbid Diklat Prajabatan
sehingga percepatan pemberian layanan nomor
registrasi dapat terwujud, hal ini sejalan dengan
subtansi mata pelatihan agenda yang telah
dipelajari yaitu: WoG secara mikro yang menitik
beratkan pada pentingnya sinergitas, koordinasi,
dan kolaborasi antara kebijakan dengan system
layanan yang terpadu sehingga dapat
meningkatkan efektivitas pelayanan yang
diberikan, dan Pelayanan Publik yang menitik
beratkan pada kejelasan dan keterukuran
proses pelayanan….. dst.
Pada saat pelaksanaan menelaah SOP dan
kebijakan pelayanan saya akan
mengaktualisasikan nilai-nilai dasar yang telah
dipelajari pada agenda II dengan memperhatikan
aspek ketelitian, detail, akurat, dan bertanggung
jawab sebagai aktualisasi dari mata pelatihan
Akuntabilitas, sehingga akan menjawab tuntutan
seluruh pemangku kepentingan dengan
mengedepankan kepentingan umum dan
dituangkan melalui telaahan staf yang ditulis
dengan menggunakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar (baku) sebagai aktualisasi dari
mata pelatihan Nasionalisme. Telaahan staf
yang ditulis merupakan simpulan dari kebijakan
yang ada saat ini dan disarankan untuk adanya
54
penyempurnaan yang berorientasi mutu
sehingga menggambarkan adanya efektifitas
proses dan efisien waktu layanan sebagai
aktualisasi dari mata pelatihan Komitmen Mutu.
Secara subtansi penyempurnaan yang diusulkan
secara terbuka, jujur, dan mencerminkan
kepedulian dalam pelaksanaan tugas jabatan
atas beragai keluhan yang selama ini muncul,
hal tersebut merupakan aktualisasi nilai dasar
pada mata pelatihan anti korupsi. Pada saat
melakukan telaahan, pada dasarnya diakui tidak
bisa dilakukan mandiri, oleh karena itu saya akan
bertanya dan berkomunikasi dengan pihak-pihak
terkait dengan sopan dan ramah sebagai
aktualisasi nilai dasar pada mata pelatihan Etika
Publik sehingga banyak infomasi yang dapat
diperoleh.
Media yang digunakan untuk mengaktualisaikan
nilai-nilai dasar sebagai mana dijelaskan di atas,
dilakukan pada tahapan-tahapan kegiatan
sebagai berikut:
a. meminta dokumen SOP pemberian nomor
registrasi STTPP
Diklat Prajabatan ke bagian administrasi
Pusat P3D;
b. melakukan telaahan dokumen SOP
pemberian nomor registrasi
STTPP Diklat Prajabatan dari bagian
administrasi Pusat P3D;
c. mengumpulkan informasi tentang kebijakan
dan harapan atas pelayanan pemberian
nomor registrasi STTPP Diklat Prajabatan
kepada pimpinan dan kolega pada Sub
Bidang
Diklat Prajabatan LAN, serta stakeholders terkait (PIC);
d. melakukan telaahan tentang kebijakan
pelayanan pemberian nomor registrasi
STTPP Diklat Prajabatan pada Sub Bidang
Diklat Prajabatan LAN dikaitkan dengan
informasi yang dikumpukan pada tahap ke 3;
e. menyusun draft SOP dan perangkat kerja
pelaksanaan SOP pelayanan pemberian
nomor registrasi STTPP Diklat Prajabatan
pada Sub Bidang Diklat Prajabatan LAN.

Dengan melakukan telaahan SOP dan


kebijakan pelayanan pemberian nomor
registrasi STTPP Diklat Prajabatan pada Sub
Bidang Diklat Prajabatan LAN maka kualitas
pelaksanaan kerja akan teridentifikasi dengan
baik sehingga mendukung pencapaian Visi &
Misi LAN dalam menjalankan pembinaan dan
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
aparatur Negara dan misi Pusat P3D LAN
sebagai penjaminan kualitas pelaksanaan
NSPK Pengembangan kompetensi bagi CPNS
dapat terwujud. Penelaahan SOP dan kebijakan
terkait dengan pelayanan pemberian nomor
registrasi bertujuan sebagai langkah awal untuk
memahami kebijakan pelayanan pemberian
nomor registrasi STTPP Diklat Prajabatan yang
selama ini dianggap kurang responsif terhadap
kebutuhan seluruh pemangku kepentingan
sehingga menjadi jelas dan terukur akan
menguatkan nilai-nilai organisasi LAN yaitu
integritas, profesional, inovatif, dan peduli.
2. mengusulkan draft SOP dan Perangkat
Pengendalian Pelayanan pemberian nomor
registrasi STTPP Diklat Prajabatan pada Sub
Bidang Diklat Prajabatan LAN;
……….dilanjutkan dengan deskripsi
sebagaimana dicontohkan pada kegiatan nomor
1 di atas yang disesuaikan dengan konteks
kegiatannya.
3. melakukan sosialisasi draft SOP, perangkat
pengendalian pelayanan dan pembagian tugas
pelayanan pemberian nomor registrasi STTPP
56
Diklat Prajabatan kepada seluruh pelaksana
pada Sub Bidang Diklat Prajabatan LAN;
……….dilanjutkan dengan deskripsi
sebagaimana dicontohkan pada kegiatan nomor
1 di atas yang disesuaikan dengan konteks
kegiatannya.
4. melakukan ujicoba pemberian Pelayanan
pemberian nomor registrasi STTPP Diklat
Prajabatan pada Sub Bidang Diklat
Prajabatan LAN
……….dilanjutkan dengan deskripsi
sebagaimana dicontohkan pada kegiatan nomor
1 di atas yang disesuaikan dengan konteks
kegiatannya.
5. melakukan reveiew hasil ujicoba pelaksanaan
pemberian Pelayanan pemberian nomor
registrasi STTPP Diklat Prajabatan pada Sub
Bidang Diklat Prajabatan LAN;
……….dilanjutkan dengan deskripsi
sebagaimana dicontohkan pada kegiatan nomor
1 di atas yang disesuaikan dengan konteks
kegiatannya.
6. melakukan telaahan efektivitas kegiatan
percepatan pemberian nomor registrasi STTPP
Diklat Prajabatan dengan
membandingkan pada sistem kerja yang selama
ini berjalan;
……….dilanjutkan dengan deskripsi
sebagaimana dicontohkan pada kegiatan nomor
1 di atas yang disesuaikan dengan konteks
kegiatannya.
7. menyusun laporan kegiatan
……….dilanjutkan dengan deskripsi
sebagaimana dicontohkan pada kegiatan nomor
1 di atas yang disesuaikan dengan konteks
kegiatannya.
8. Pengusulan proses percepatan pemberian nomor
registrasi STTPP Diklat Prajabatan dalam
kegiatan pengembangan Sistem Informasi Diklat
Aparatur (www.sida.lanri.info) melalui gagasan
konseptual; ……….dilanjutkan dengan deskripsi
sebagaimana dicontohkan pada kegiatan nomor
1 di atas yang disesuaikan dengan konteks
kegiatannya.

Kedelapan kegiatan tersebut digambarkan


dalam diagram alur sebagai berikut:

Kegiatan kegiatan tersebut akan dilakukan


selama masa off campus dengan jadwal sebagai
berikut:
Bulan
No Kegiatan
1 2 3 4
1 melakukan telaahan SOP dan kebijakan
pelayanan pemberian nomor registrasi
STTPP Diklat Prajabatan pada Sub Bidang
Diklat Prajabatan LAN;
2 mengusulkan draft SOP dan Perangkat
Pengendalian Pelayanan pemberian nomor
registrasi STTPP Diklat
Prajabatan pada Sub Bidang Diklat

58
Prajabatan LAN
3 melakukan sosialisasi draft SOP, perangkat
pengendalian pelayanan dan pembagian
tugas pelayanan pemberian nomor registrasi
STTPP Diklat Prajabatan kepada seluruh
pelaksana pada Sub Bidang Diklat
Prajabatan LAN
4 melakukan ujicoba pemberian Pelayanan
pemberian nomor registrasi STTPP Diklat
Prajabatan pada Sub Bidang Diklat
Prajabatan LAN
5 melakukan reveiew hasil ujicoba
pelaksanaan pemberian Pelayanan
pemberian nomor registrasi STTPP Diklat
Prajabatan pada Sub Bidang Diklat
Prajabatan LAN;
6 melakukan telaahan efektivitas kegiatan
percepatan pemberian nomor registrasi
STTPP Diklat Prajabatan dengan
membandingkan pada sistem kerja yang
selama ini berjalan
7 menyusun laporan kegiatan
8 Pengusulan proses percepatan pemberian
nomor registrasi STTPP Diklat Prajabatan
dalam kegiatan pengembangan Sistem
Informasi Diklat Aparatur
(www.sida.lanri.info) pasca pelatihan.

Dari kedua contoh diatas, peserta dapat lebih


memahami bagaimana membuat rancangan
aktualisasi dimulai dari aktivitas melakukan
identifikasi dan penetapan isu yang terjadi ditempat
kerja dalam pelaksanaan tugas jabatannya.
Merumuskan langkahlangkah secara sistematis
sehingga menggambarkan satu kemampuan
berpikir kritis yang inovatif tanpa harus melampaui
kewenangan peserta sebagai CPNS di lingkungan
kerjanya. Coba simak usulan kegiatan terakhir,
kegiatan tersebut dirasakan tidak mampu dikerjakan
tanpa dukungan organisasi, namun peserta tersebut
tetap mengusulkan gagasannya untuk
mengembangkan dan menyempurnakan desain
system pelayanan penerbitan nomor registrasi yang
saat ini disebut dengan Kode Registrasi Alumni
(KRA) melalui laman Sistem Informasi Diklat
Aparatur LAN.
Contoh rancangan aktualisasi pada desain
yang kedua menggunakan casecading
sebagaimana disampaikan dalam formulir 1
sebagai alat bantu dengan pola narasi, peserta
bersama pembimbing (coach) dapat menentukan
atau mengembangkan sistematika penyajian atau
penulisan yang dianggap lebih sederhana
penulisannya dan mudah dipahami.

Keberhasilan peserta dalam membuat


rancangan aktualisasi adalah: memahami
komponen-komponen utama yang harus ada dalam
rancangan aktualisasi dan dapat mendeskripsikan/
menjelaskan/mengisi setiap komponen rancangan
aktualisasi tersebut, sehingga dapat dipahami oleh

60
peserta dan tim peguji seminar rancangan
aktualisasi.

Alami, Kemukakan, Olah, Simpulkan,


Aplikasikan (AKOSA) dan terus seperti itu
dengan konsisten, adalah 3 langkah menuju
keberhasilan”

“SELAMAT MENCOBA”

B. Mempresentasikan Rancangan Aktualisasi

Setelah merampungkan rancangan


aktualisasi, peserta dituntut untuk
mempresentasikan rancangan aktualisasi tersebut
dalam suatu forum seminar. Tujuan presentasi ini
adalah untuk mendapatkan masukan agar
rancangan aktualisasi tersebut layak dan logis
dapat diterapkan.

Dalam seminar rancangan aktualisasi, setiap


peserta diberi kesempatan selama 15-20 menit
untuk mempresentasikan rancangan aktualisasinya.
Komponen utama yang harus dipresentasikan
peserta adalah:
1. argumentasi terhadap core isu yang dipilih
bersifat aktual didukung konsep pokok mata
pelatihan pada agenda kedudukan dan peran
PNS dalam NKRI yang melandasi pemilihan core
isu dengan menggunaan teknik berpikir kritis
analitis dan penetapan gagasan pemecahan core
isu yang dipilih, serta prediksi level dampak
(individu, unit kerja, atau cakupan yang lebih
luas) pemecahan core isu tersebut;

2. jumlah usulan-usulan inisiatif baik berupa pikiran


konseptual dan/atau kegiatan beserta
pentahapan kegiatan yang mengandung unsur
kreatif sehingga menghasilkan ouput kegiatan
dalam rangka memecahkan core isu dengan
mengaktualisasikan

agenda nilai-nilai dasar PNS;


3. keberlangsungan inisiatif (proses dan kualitas)
dengan mengelola dan menjalankan inisiatif;

4. kontribusi hasil kegiatan atau pemecahan isu


terhadap pencapaian visi, misi, dan tujuan
organisasi;

5. kontribusi hasil kegiatan atau pemecahan isu


terhadap penguatan nilai-nilai organisasi; dan

6. komitmen menyelesaikan seluruh kegiatan dalam


rangka pemecahan isu

62
Terdapat dua pihak di dalam seminar
rancangan aktualisasi yang akan memberikan
masukan, yaitu pembimbing peserta (Mentor dan
coach) dan Penguji. Pertanyaan dan masukan dari
mentor dan penguji serta komentar dari coach
dilaksanakan selama 20-25 menit. Di samping
memberi masukan, Penguji juga bertugas memberi
penilaian yang bersifat kuantitatif dan kualitatif,
Mentor dan Coach bertugas memberi penilaian
bersifat deskriptif terkait dengan komponen
penilaian; kualitas penetapan isu, jumlah rencana
kegiatan, kualitas rencana kegiatan, relevansi
rencana kegiatan dengan aktualisasi, dan teknik
komunikasi, sesuai dengan instrumen penilaian
yang telah ditetapkan LAN.

Berdasarkan masukan yang telah diberikan


dalam seminar, setiap peserta dituntut untuk
melakukan penyempurnaan rancangan aktualisasi,
dibawah bimbingan Coach dan mentor. Hasil
penyempurnaan ini kemudian menjadi pegangan
peserta, Coach dan mentor, serta penyelenggara
Pelatihan dalam pelaksanaan aktualisasi di tempat
kerja selama masa off campus.

C. Melakukan Aktualisasi
Setelah berada di tempat kerja, peserta
dituntut untuk segera melaksanakan kegiatan-
kegiatan yang telah direncanakan dengan penuh
disiplin dan tanggung jawab, sesuai dengan jadual
yang juga telah direncanakan. Apabila terjadi
perubahan jadual atau perubahan kegiatan yang
disetujui mentor, maka peserta wajib
menyampaikan perubahan-perubahan tersebut
kepada Coach.

Coach dan Mentor berkewajiban memandu


dan mengawasi pelaksanaan kegiatan, ketepatan
aktualiasi substansi materi pokok mata pelatihan,
kualitas capaian hasil kegiatan, kontribusi hasil
kegiatan terhadap visi, misi, dan tujuan organisasi,
dan kontribusi hasil kegiatan terhadap penguatan
nilai organisasi, untuk kegiatankegiatan yang
mengalami perubahan.

Terdapat tiga aktivtas mendasar yang perlu


dilakukan peserta Pelatihan Dasar Calon PNS pada
saat off campus yaitu:

1. Melakukan pendalaman terhadap core issue


yang dipilih (jika berubah/bertambah), dan
dukungan konsep pokok mata pelatihan yang
melandasi pemilihan core issue dan penetapan
inisiatif pemecahan core issue yang dipilih,

2. Melakukan penerapan terhadap usulan-usulan


inisiatif baik berupa pikiran konseptual dan/atau
aktivitas-aktivitas dalam rangka memecahkan

64
core issue tersebut, dan proses dan kualitas
mengelola dan menjalankan inisitaif, dan

3. Melakukan analisis terhadap dampak hasil


inisiatif, (dampak yang terjadi baik pada level
individu, unit, atau organisasi), dan menjaga
keberlangsungan inisiatif yang telah dilakukan.

Untuk memastikan proses aktualisasi di


tempa kerja berjalan dengan lancar selama masa
off campus, maka Coach dan Mentor akan
mengendalikan peserta bimbingannya melalui
proses pembimbingan yang terstruktur. Mekanisme
pengendalian Coach dan Mentor dalam
mengendalikan pembelajaran aktualisasi peserta di
tempat kerja dapat menggunakan formulir berikut
ini:

KARTU BIMBINGAN AKTUALISASI MENTOR

Nama :
…………………………………
NIP :
…………………………………
Unit :
Kerja …………………………………
Jabatan :
…………………………………
Isu :
…………………………………
Gagasan :
…………………………………
Kegiatan :
1 …………………………………
Catatan Paraf
Penyelesaian Kegiatan
Mentor Mentor
✓ Tahapan Kegiatan;
✓ Output kegiatan
terhadap pemecaha
isu;
✓ Keterkaitan Substansi
Mata pelatihan;
✓ Kontribusi Terhadap
VisiMisi Organisasi ;
✓ Penguatan Nilai
Organisasi;

Kegiatan 2 : …………(dst)………………………
Catatan Paraf
Penyelesaian Kegiatan
Mentor Mentor
✓ Tahapan Kegiatan;
✓ Output kegiatan terhadap
pemecaha isu;
✓ Keterkaitan Substansi Mata
pelatihan;
✓ Kontribusi Terhadap VisiMisi
Organisasi ;
✓ Penguatan Nilai Organisasi;

Formulir 2: Pengendalian Akutualisasi oleh mentor

66
KARTU BIMBINGAN AKTUALISASI COACH

Nama :
………………………………

NIP :
………………………………

Unit :
Kerja ………………………………

Jabatan :
………………………………

Isu :
………………………………

Gagasa :
n ………………………………

Kegiatan:
1 ………………………………

Penyelesaian Catatan Waktu dan
Media
Kegiatan Coaching Coaching
✓ Tahapan Kegiatan;
✓ Output kegiatan
terhadap
pemecaha isu;
✓ Keterkaitan
Substansi Mata
pelatihan;
✓ Kontribusi
Terhadap VisiMisi
Organisasi ;
✓ Penguatan Nilai
Organisasi;

Kegiatan 2 : …………(dst)………………………
Catatan Waktu dan
Penyelesaian Kegiatan Media
Coaching Coaching
✓ Tahapan Kegiatan;
✓ Output kegiatan terhadap
pemecaha isu;
✓ Keterkaitan Substansi Mata
pelatihan;
✓ Kontribusi Terhadap VisiMisi
Organisasi ;
✓ Penguatan Nilai Organisasi;

Formulir 3: Pengendalian Akutualisasi oleh coach

Dalam pelaksanaan kegiatan, setiap peserta


dituntut untuk mendokumentasikan kegiatan-
kegiatan tersebut, dalam bentuk output kegiatan,
foto sewaktu melaksanakan kegiatan, video, dan
dokumen lain yang terkait dengan pelaksanaan
kegiatan. Dokumen-dokumen tersebut merupakan
bukti belajar yang harus dilampirkan berdasarkan
isian yang dituliskan pada formulir 2 dan 3 di atas.

D. Melaporkan Aktualisasi
Pada saat melaksanakan pembelajaran
aktualisasi di tempat kerja selama masa off
campus, peserta menyusun atau membuat laporan
aktualisasi harian atau mingguan atau periode
tertentu sesuai kesepakatan bimbingan dengan
Coach dan Mentor dengan memanfaatkan berbagai
media komunikasi yang dapat diakses untuk
68
mempermudah proses pembimbingan.
Pelaksanaan pembimbingan aktualisasi dimulai dari
hari pertama peserta kembali ke tempat kerja
hingga peserta kembali ke tempat Pelatihan dengan
menggunakan format yang sederhana dan
komunikatif di bawah bimbingan coach.

Muatan laporan aktualisasi adalah deskripsi


core issue yang terjadi dan strategi pemecahannya,
proses menerapkan inisiatif gagasan kreatif yang
telah dirancang dan dilakukan yang didukung
dengan dukungan buktibukti pembelajaran baik
berupa dokumen, notulensi, foto, rekaman, video,
dsb, serta mendeskripsikan analisis terhadap
dampak dari isu yang ditimbulkan jika tidak segera
diselesaikan.

Khusus bagi Peserta Pelatihan Dasar Calon


PNS Golongan III ditambahkan substansi
laporannya dengan mendeskripsikan analisis
dampak jika nilai-nilai dasar PNS tidak diterapkan
dalam pelaksanaan tugas jabatannya terkait
dengan gagasan pemecahan isu yang diangkat.

Note:
Selain laporan pelaksanaan aktualisasi,
peserta juga diminta untuk membuat laporan
sederhana dengan mendeskripsikan kegiatan
pembelajaran yang telah diikuti berdasarkan
kurikulum penguatan kompetensi teknis bidang
tugas, sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan
tugas dan jabatan dan melampirkan dokumen-
dokumen yang terkait, di bawah bimbingan
coach yang ditunjuk di tempat kerja dan
mentor peserta.
Selain laporan dan pendukung lainnya,
peserta juga atau mungkin melalui mentor-nya
akan dititipi rekapitulasi nilai pelaksanaan
pembelajaran penguatan kompetensi teknis
bidang tugas dari unit yang membidangi
pengelolaan SDM Instansi Peserta
untuk diserahkan kepada penyelenggara pelatihan

Pada saat peserta kembali ke tempat Pelatihan,


peserta diberikan bimbingan oleh coach yang ditunjuk
di tempat pelatihan untuk melakukan finalisasi
laporan hasil pelaksanaan aktualisasi dan melakukan
berbagai persiapan untuk mempersentasikan laporan
aktualisasi melalui pelaksanaan seminar pada
kegiatan evaluasi pelaksanaan aktualisasi.

E. Mempresentasikan Laporan Aktualisasi


Setelah merampungkan laporan aktualisasi, peserta
Pelatihan Dasar Calon PNS dituntut untuk
mempresentasikan hasil aktualisasi tersebut dalam
suatu forum seminar. Tujuan presentasi ini adalah
untuk mendapatkan penilaian atas aktualisasi yang
telah dilakukan dan mendapatkan masukan agar ke
depan kualitas aktualisasi dapat dilanjutkan dalam
pelaksanaan tugas dan jabatannya.

Dalam seminar pelaksanaan aktualisasi,


setiap peserta diberi kesempatan selama 20 menit
70
untuk mempresentasikan laporan aktualisasinya.
Komponen utama yang yang harus dipresentasikan
peserta adalah:

1. konsistensi pelaksanaan kegiatan dalam rangka


pemecahan isu dan aspek kreatifnya dalam
pelaksanaan kegiatan;

2. tingkat kemanfaatan pelaksanaan kegiatan


dalam rangka pemecahan isu dengan
mengaktualisasikan mata-mata pelatihan yang
diakui oleh stakeholder dan/atau pimpinannya
dengan didukung bukti-bukti belajar yang
relevan;

3. pemikiran konseptual kaitan aktualisasi mata-


mata pelatihan dalam penyelesaian isu
terhadap pencapaian visi, misi, dan tujuan
organisasi, serta penguatan terhadap nilai-nilai
organisasi; dan

4. khusus bagi CPNS Golongan III menyampaikan


pemikiran konseptual terkait “analisis dampak”
jika nilai-nilai dasar PNS tidak dialikasikan
dalam pelaksanaan tugas dan jabatannya.

Terdapat dua pihak di dalam seminar


pelaksanaan aktualisasi yang akan memberikan
masukan, yaitu pembimbing peserta (Mentor dan
coach) dan Penguji. Pertanyaan dan masukan dari
mentor dan penguji serta komentar dari coach
dilaksanakan selama 20-25 menit. Di samping
memberi masukan, Penguji juga bertugas memberi
penilaian yang bersifat kuantitatif dan kualitatif,
Mentor dan Coach bertugas memberi penilaian
bersifat deskriptif terkait dengan komponen
penilaian; kualitas pelaksanaan kegiatan, kualitas
aktualisasi, dan teknik komunikasi, sesuai dengan
instrumen penilaian yang telah ditetapkan LAN.

Berdasarkan masukan yang telah diberikan


dalam seminar, peserta dituntut menunjukan
komitmen untuk melakukan pembiasaan diri dengan
mengaktualisasikan substansi mata-mata pelatihan
yang telah dipelajari sebagai bentuk penguasaan
kompetensi yang telah dikuasai oleh peserta.
Komitmen tersebut kemudian menjadi pegangan bagi
peserta Pelatihan Dasar Calon PNS dan atasan
peserta dalam melaksanakan aktualisasi dalam
setiap pelaksanaan tugas jabatannya di tempat kerja,
serta dimanfaatkan oleh penyelenggara Pelatihan
dalam melaksanakan evaluasi pasca Pelatihan.

F. Latihan

Buatlah kelompok kecil sebanyak 4-5 peserta,


disarankan pengelompokan berdasarkan kelompok

72
instansi, atau kesamaan/kedekatan bidang tugas
peserta.

1. Identifikasi isu yang dapat terjadi di tempat


kerja dan lakukan analisis pemetaan dan
pemilihan isu?

2. Lakukan analisis keterkaitan substansi mata-


mata pelatihan dengan isu yang dipilih?

3. Kemukakan gagasan kreatif baik dalam bentuk


berpikir konseptual atau berupa kegiatan yang
akan dilakukan untuk menyelesaikan isu yang
dipilih!

4. Buatlah dalam desain rancangan aktualisasi?

G. Rangkuman
Melalui berbagai kegiatan pada dua agenda
pembelajaran yaitu agenda nilai-nilai dasar PNS,
dan agenda kedudukan dan peran PNS dalam
NKRI, peserta Pelatihan Dasar Calon PNS
diharapkan mampu mengaktualisasikannya dalam
pelaksanaan tugas dan jabatannya.

Aktualisasi diartikan sebagai suatu proses


untuk menjadikan substansi mata pelatihan yang
telah dipelajari tersebut menjadi
aktual/nyata/terjadi/sesungguhnya ada. Oleh
karena itu, Modul Panduan Aktualisasi ini disusun
sebagai acuan dalam penyamaan persepsi baik
peserta Pelatihan Dasar Calon PNS maupun bagi
mentor dan coach termasuk penyelenggara
Pelatihan dalam memberikan bimbingan dan
penilaian aktualisasi.

Oleh karena itu dalam melaksanakan setiap


tahap pembelajaran aktualisasi hingga
menghasilkan produkproduk pembelajaran
(learning products) kertas kerja pada setiap tahap
pembelajaran aktualisasi, yaitu mulai dari
merancang aktuliasi, mempresentasikannya dalam
suatu seminar, mengaktualisasikan di tempat kerja,
menyusun laporan aktualisasi dan menyampaikan
pelaksanaan aktualisasi dalam suatu seminar.

H. Evaluasi
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini
secara singkat. Saudara dapat mendiskusikan
jawabannya dengan sesama peserta:

1. Jelaskan bagaimana proses pembuatan


rancangan aktualisasi?

2. Di tempat aktualisasi, Saudara akan


melaksanakan berbagai kegiatan. Dari mana

74
Saudara mendapatkan informasi tentang
kegiatan-kegiatan tersebut?

3. Seminar aktualisasi dapat dianggap sebagai


ajang penentuan keberhasilan peserta
Pelatihan Dasar Calon PNS dalam aktualisasi.
Jelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
kegiatan seminar rancangan maupun seminar
pelaksanaan aktualisasi!

I. Umpan Balik dan Tindak lanjut


Rancangan aktualisasi merupakan rencana
setiap peserta Pelatihan Dasar Calon PNS dalam
pelaksanaan tugas dan jabatannya. Semakin
komprehensif rancangan aktualisasi, maka semakin
memudahkan peserta Pelatihan Dasar Calon PNS
dalam melaksanakan aktualisasinya.

Kualitas kegiatan aktualisasi dapat ditentukan


dari kemampuan peserta memahami konspesi dan
tahap pembelajaran aktualisasi, mempresentasikan
rancangan akualisasi dan juga laporan
aktualisasinya yang berisi perenungan-perenungan
yang bersumber dari fakta di sekeliling yang pada
gilirannya akan terus menerus menginspirasi untuk
selalu menunjukan jati diri Peserta sebagai PNS
profesional berkarater sebagai pelayan masyarakat.
Fokus utama kegiatan aktualisasi adalah tugas
sebagai pelayan masyarakat dimana kepentingan
masyarakatlah yang menjadi tujuan utama.
Substansi materi pokok yang diaktualisasikan pada
pelaksanaan kegiatan bertujuan untuk meningkat
efektifitas, efisiensi dan produktifitas, serta
akuntabilitas pelayanan kepada masyarakat.

Kontrol terhadap efektifitas sistem kerja


internal dengan tujuan untuk mempertahankan,
meningkatkan, menyempurnakan, bahkan
menghentikan sekalipun, semuanya berada di
tangan Anda.

Peserta dituntut untuk terus melihat ke depan


dengan sikap kreatif, inovatif, dan optimisme yang
kuat dan berintegritas. Peserta perlu meyakinkan
diri bahwa sistem internal dan eksternal
ketetanegaraan akan tumbuh dan berkembang
selama Peserta meniti karier sebagai PNS. Sistem
tersebut akan membantu Peserta menghadapi dan
mengalahkan berbagai macam godaan berbagai
macam kepentingan yang mengancam
kepentingan publik.

BAB III
PENUTUP

Tahapan pembelajaran aktualisasi Pelatihan


Dasar Calon PNS yang telah diuraikan di atas
merupakan langkah nyata untuk mewujudkan PNS

76
Profesional berkarakter sebagai pelayan
masyarakat melalui aktualisasi substansi materi
pokok yang telah dipelajari pada setiap tahap
pembelajaran, sehingga yang awalnya bersifat
konseptual, inivisible menjadi nyata, visible atau
terlihat. Sebagai bagian dari pembelajaran, tentulah
pembelajaran aktualisasi tersebut belumlah cukup
untuk menghasilkan karya yang sempurna.
Langkah-langkah nyata ini membutuhkan
konsistensi yang dilengkapi dimensi afektif atau
kepekaan dan kepedulian terhadap masalah yang
terjadi, baik berasal dari kinerja individu/ unit kerja/
organisasi.

Peserta Pelatihan Dasar Calon PNS dituntut


untuk peka terhadap lingkungan organisasinya.
Mereka perlu dibiasakan untuk melihat, mengamati,
merefleksi, dan menemukan gagasan-gasan kreatif
dalam berbagai praktik dan hasil-hasil
penyelenggaraan kegiatan di unit/organisasi
khususnya dalam konteks pelayanan publik.
Perenungan-perenungan yang bersumber
dari fakta di sekeliling Peserta pada gilirannya akan
terus menerus menjadi menginspirasi untuk
mengaktualisasikan materimateri yang diperoleh
selama mengikuti Pelatihan Dasar Calon PNS.
Perpaduan antara dimensi kognitif, dan dimensi
afektif inilah yang dapat menjadikan aktualisasi
lebih hidup dan kaya makna.
Selanjutnya, bagaimana Peserta memiliki
motivasi yang tinggi untuk menerapkan kompetensi
tersebut, tentunya sangat tergantung pada diri
Peserta. Memang di instansi Peserta telah
dibangun suatu sistem agar setiap pegawai
menerapkan kompetensi tersebut melalui
mekanisme reward/ imbalan dan punishment/
hukuman. Tetapi sistem ini belumlah cukup. Dalam
diri Anda, juga perlu dibangun suatu sistem untuk
memunculkan motivasi dari dalam atau kesadaran
dari dalam.

Untuk membangun sistem ini, Peserta perlu


mengolah dan memperdalam pengetahuan pada
dimensi kognitif, dan mengolah dan memperdalam
rasa pada dimensi afektif. Hal tersebut sudah
sesuai dengan profesi Anda sebagai PNS yaitu
sebagai pelayan masyarakat dimana kepentingan
masyarakatlah yang menjadi tujuan utama Anda
bekerja.

DAFTAR ISTILAH

AKOSA : Akronim dalam Alami, Kemukakan,


Olah, Simpulkan, Aplikasikan,
merupakan adopsi dari pendekatan
experiencial learning cycle yang
berangkat dari pengalaman yang terus
78
diolah untuk disempurnakan.
Tempat Kerja : Tempat CPNS bekerja berdasarkan
keputusan penempatan dari pengelola
kepegawaian instansi peserta.
Coach ditempat : Coach yang ditunjuk oleh pimpinan
Pelatihan lembaga penyelenggara pelatihan
pemerintah terakreditasi adalah
widyaiswara/pegawai ASN lainnya
pada Lembaga Pelatihan Pemerintah
Terakreditasi yang memiliki
kompetensi menggali potensi
pengembangan diri peserta dalam
melaksanakan pembelajaran agenda
habituasi.
Mentor : atasan langsung peserta atau pegawai
ASN lainnya yang ditunjuk oleh PPK
Instansi peserta sebagai pembimbing
yang memiliki kompetensi dalam
memberikan dukungan, bimbingan dan
masukan, serta berbagi pengalaman
keberhasilan/kegagalan kepada
peserta untuk melaksanakan
pembelajaran agenda habituasi.
Penguji : Narasumber pada seminar rancangan
aktualisasi dan seminar aktualisasi
Presentasi : Penyajian oleh peserta Diklat kepada
narasumber, mentor dan coach pada
seminar rancangan dan aktualisasi.
Isu : Kejadian-kejadian nyata atau tersamar
di tempat kerja yang diperoleh melalui
enviromental scanning terhadap
masalah yang terjadi, baik berasal dari
kinerja individu/ unit kerja/ organisasi,
(aktual dan perlu segera di atasi).
Kegiatan : Gagasan pemecahan isu melalui
aktivitas-aktivitas penyederhanaan,
penyempurnaan, perbaikan, dll”
didasarkan atas pertimbangan sesuai
dengan lingkup pekerjaan peserta dan
secara realistis dapat dilaksanakan
selama masa aktualisasi di tempat
kerja dengan persetujuan mentor.

80
DAFTAR PUSTAKA

Courtney, James et al. 2005. Inquiring Organizations,


Hersey: Idea Group Publishing.

Harvard Business School. 2007. Giving Presentation.


Boston:
Harvard Business School Publication.

Peraturan Kepala LAN Nomor 21 Tahun 2016 tentang


Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan
Dasar Calon PNS
Golongan III. Jakarta: Lembaga Admintrasi
Negara.

Peraturan Kepala LAN Nomor 22 Tahun 2016 tentang


Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan
Dasar Calon PNS Golongan I dan Golongan
II. Jakarta: Lembaga Admintrasi Negara.

Muchlas Samani & Hariyanto. 2011. Konsep dan Model


Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Modul Aktualisasi Nilai-Nilai Dasar PNS. 2014. Lembaga


Administrasi Negara

Anda mungkin juga menyukai