Anda di halaman 1dari 75

PE T UN J U K TE K N I S

PENGUATAN MODAL SOSIAL

BERSAMA MEMBANGUN KEMANDIRIAN

PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ( PNPM ) MANDIRI PERKOTAAN


PETUNJUK TEKNIS
PENGUATAN MODAL SOSIAL

PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM)


MANDIRI - PERKOTAAN

Diterbitkan Oleh:

Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  i 
  ii  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
DAFTAR ISI
Daftar Isi ..................................................................................................................... ..... 1

I. PENDAHULUAN .................................................................................................... .….. 1


1.1. Latar Belakang ........................................................................................... ..... 2
1.2. Dasar Pemikiran ......................................................................................... ..... 3
a. Modal Sosial.......................................................................................... ..... 3
b. Jaringan Kerjasama ............................................................................... ..... 4
c. Modal Sosial Menunjang Pemerintahan yang Baik …………………… .............. ..... 4
d. Organisasi Masyarakat Warga (OMW) dan Kedaulatan Pengelolaan Sumberdaya 4
e. Kelembagaan Lokal sebagai Pembentuk Modal sosial masyarakat ……………. 5
f. Otonomi komunitas dan Pembangunan dari dalam (development from within) 9
g. Menguatnya Modal Sosial Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat………….. 10

1.3. Ketentuan Dasar ......................................................................................... …. 11


1.3.1. Roadmap dan Tujuan Strategis …………………………………………………………….. 11
1.3.2. Isu-isu Strategis ………………………………………………………………………………….. 13
a. Lambannya Perkembangan Organisasi BKM dan UP-UP………………………… 13
b. Partisipasi Belum diikuti oleh Peningkatan Kinerja…………………………………… 14
c. KSM sebatas Pengelola BLM, belum terintegrasi meningkatkan IPM………… 15
d. KBK…………………………………………………………………………………………………… 17
e. Kelemahan Pengelolaan Transparansi dan Akuntabilitas………………………… 17
f. Pengelolaan Kegiatan Kemitraan…………………………………………………………… 17
1.4. Prinsip dan Pendekatan................................................................................ ..... 18

II. MEKANISME PENGUATAN KELEMBAGAAN MASYARAKAT PNPM MP ............ ….. . 21


2.1. Pengertian ..................................................................................................... 22
2.2. Tujuan ...................................................................................................... .... 22
2.3. Sasaran .................................................................................................... .... 22
2.4. Elemen dan Substansi Penguatan Kelembagaan Masyarkat ............................ .... 22
2.4.1 Penguatan Lembaga Masyarakat ........................................................ .... 22
2.4.2 Penguatan Kepranataan Lokal Masyarakat .......................................... .... 23
2.5. Prasyarat Keberlanjutan Kelembagaan Masyarakat ....................................... .... 24
2.6. Manajemen Pelaksanaan Penguatan Kelembagaan Masyarakat ...................... .... 25
2.6.1. Indikator dan target …………………………………………………………………………….. 25
2.6.2. Langkah-langkah …………………………………………………………………………………. 25
2.6.3. Delivery System …………………………………………………………………………………… 26
2.6.4. Mekanisme Pengendalian ……………………………………………………………………… 27

III. KEGIATAN BERBASIS MODAL SOSIAL DAN ORIENTASI IPM ........................... 29


3.1 Urgensi Kegiatan Berbasis Modal Sosial ............................................................. 30
3.2 Tujuan Kegiatan Berbasis Modal Sosial ............................................................... 30
3.3 Keluaran (output) Kegiatan Berbasis Modal Sosial .............................................. 30
3.4 Strategi Pelaksanaan ....................................................................................... 31
3.5 Sasaran Kegiatan ............................................................................................ 34
3.6 Komponen Pendampingan dan Fasilitasi Kegiatan................................................ 35

LAMPIRAN – LAMPIRAN……………………………………………………………………………. 39

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  iii 
  iv  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB   I 
PENDAHULUAN 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  1 
1.1. Latar Belakang
Dunia menargetkan delapan tujuan penting pembangunan untuk menjadikan masyarakat lebih
sejahtera dan terbebas dari kemiskinan. Kedelapan tujuan pembangunan tersebut dikenal dengan
Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals - MDGs), yang memuat 8 target yang
dijadikan sebagai tujuan pembangunan setiap negara, termasuk Indonesia. Di Indonesia semua
program pembangunan nasional, termasuk PNPM Mandiri Perkotaan (PNPM MP) mengacu pada
target-target MDGs tersebut; yaitu : 1) Pemberantasan kemiskinan dan kelaparan ekstrim, 2)
Pemerataan pendidikan dasar, 3) Mendukung adanya persaman gender dan pemberdayaan
perempuan, 4) Mengurangi tingkat kematian anak, 5)Meningkatkan kesehatan ibu, 6) Perlawanan
terhadap HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya, 7) Menjamin daya dukung lingkungan hidup,
8)Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.

Di dalam PNPM Mandiri Perkotaan, hampir seluruh target MDGs dapat dikategorikan sebagai target
kegiatan social, karena PNPM Mandiri Perkotaan hanya mengenal 3 pembidangan untuk
menyederhanakan pendampingan. Bidang-bidang tersebut adalah Prasarana Lingkungan, Ekonomi
dan Sosial atau yang dikenal dengan Tridaya. Dalam konteks ini yang dimaksud dengan Kegiatan
adalah segenap aktivitas masyarakat yang dilandasi oleh hubungan kekerabatan, solidaritas,
tenggang rasa dan saling percaya. Pola hubungan semacam ini dikenal dengan modal sosial.
Bagaimanapun modal sosial di Indonesia telah terbentuk dan mengakar melalui perjalanan
sejarahnya sendiri seperti gotong royong, guyub rukun dan tepa slira.

Adalah Lyda Judson Hanifan (1916) yang pertama kali memperkenalkan istilah modal sosial untuk
menggambarkan pusat masyarakat sekolah di pedesaan yang menggunakan norma-norma sebagai
pengikatnya. Kondisi serupa juga terjadi di kawasan permukiman padat Amerika yang memiliki ikatan
norma yang lebih kuat ketimbang perumahan yang baru dibangun belakangan sebagaimana
digambarkan oleh Jane Jacobs (The Death and Life of Great American Cities). Mereka memiliki
jaringan sosial yang berhasil membentuk modal sosial untuk mendorong terwujudnya rasa aman
dalam kehidupan komunitasnya (Fukuyama; 2005, 33)

Jaringan sosial yang mengakar sering dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan pembangunan negeri
kita. Salah satunya untuk menunjang demokratisasi, dimana masyarakat menjadi mudah
mengorganisir diri, membangun jaringan kerjasama dan membentuk kelompok-kelompok pada saat
mendukung kandidat tertentu atau partai tertentu menjelang Pemilu. Gerakan-gerakan tersebut
mustahil berhasil jika tidak memanfaatkan jaringan sosial yang sudah ada kecuali melalui
pendekatan-pendekatan yang menyimpangi nilai-nilai sosial seperti money politics. Artinya, jika
demokrasi bisa dijalankan di atas jaringan sosial yang ada maka pembangunan dan penanggulangan
kemiskinan termasuk PNPM Mandiri Perkotaanpun niscaya dapat berjalan memanfaatkan jaringan
sosial yang mengakar di masyarakat sebagaimana telah berlangsung selama ini sejak tahun 1999.

Tercatat 665.026 orang relawan telah membantu keberlangsungan program ini dan berhasil
membangun 10.958 BKM/LKM dengan kekuatan modal sosialnya melalui Pemilu demokratis demi
memfasilitasi 281.901 KK Miskin. BKM/LKM adalah salah satu produk penguatan modal sosial. Hingga
2012 (Final report NMC 2012), jaringan kerja relawan lintas sector seperti relawan pendidikan,
relawan kesehatan dan pengorganisir kegiatan masyarakat (local community organizer) telah berhasil
mengagendakan sejumlah event pengembangan kapasitas yang menghasilkan output penting
pemberdayaan masyarakat dengan terlatihnya 276.922 orang melalui pelatihan-pelatihan SDM,
terbangunnya 243.077 m sarana air bersih, 2.038.488 m drainase, 4863896 m jalan, 269.788
menikmati perguliran dana untuk meningkatkan income, 689 unit sarana kesehatan, 387.249 orang
dibantu mengakses layanan kesehatan berkualitas, dan 91.879 pelajar mendapatkan bantuan
beasiswa.

  2  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
Angka-angka tersebut mengindikasikan keberhasilan kuantitatif yang cukup memuasskan meski harus
dibarengi dengan perbaikan disana-sini. Pekerjaan rumah para relawan dan pelaku adalah
memperkuat modal sosial, meningkatkan partisipasi dan memperluas jaringan kemitraan untuk
keberlanjutan program. Beberapa hal yang harus diperbaiki pada aspek kelembagaan adalah
peningkatan kapasitas SDM BKM yang baru mampu mencapai 47%. Hal ini membuktikan bahwa
aksesibilitas BKM untuk menjaring kemitraan diluar menu-menu kegiatan yang disuguhkan BLM masih
rendah. Apalagi BKM/LKM yang menyandang status mandiri baru mencapai 53 % mesti dipersiapkan
secara serius agar segera berproses menuju madani dengan menjalin sinergi dengan Pemda yang
hingga saat ini baru mencapai 3,25 %.

1.2. Dasar Pemikiran

a. Modal Sosial
Modal sosial adalah seperangkat nilai atau norma yang dibawa oleh anggota kelompok di dalam
komunitas yang memungkinkan kerjasama di antara mereka. Jika anggota komunitas yakin bahwa
anggota yang lain dapat dipercaya dan jujur, maka mereka akan saling percaya. Kepercayaan itu
seperti pelumas yang membuat komunitas atau organisasi dapat dijalankan lebih efisien. Norma-
norma yang menghasilkan modal sosial meliputi nilai-nilai kejujuran, menunaikan kewajiban, dan
berlangsung secara timbal-balik (Fukuyama; 2005; 21).

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  3 
Norma-norma positif tersebut berasal dari keluarga dan mempengaruhi motivasi individu untuk
berkelompk, membangun keakraban dan saling membantu. Potret tersebut terlihat dalam kehidupan
di lingkungan RT, lorong, kelompok arisan, pengajian, posyandu dsb.

Secara tidak langsung norma-norma keluarga tersebut akan dibawa keluar oleh anggota keluarga dan
terlembaga melalui proses internalisasi menjadi nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat. Norma-
norma keluarga yang awalnya dipengaruhi tata nilai sosial dan lingkungan sebaliknya bisa berbalik
arah mempengaruhi nilai-nilai sosial secara positif (Tallcot Parson; 1973;79). Demikianlah timbal balik
diantara norma keluarga dan nilai sosial yang makin memperkuat modal sosial. Program-program
pemerintah yang hadir untuk memberdayakan masyarakat hanya berfungsi untuk mempercepat
pencapaian target pembangunan dari aspek dukungan teknis, karena jaringan kerjasama telah
bekerja alami di masyarakat.

b. Jaringan Kerjasama
Masyarakat berkelompok untuk memenuhi kebutuhan social dan memperbaiki kehidupannya. Tujuan
sosial dapat dicapai secara alamiah melalui kerjasama antar anggota kelompok maupun antar
komunitas berdasar norma-norma kerjasama yang telah membudaya. Lambat laun kebiasaan
kerjasama akan melahirkan kemampuan membagi peran (job deskripsi), kemampuan memberikan
penghargaan (reward) bagi yang dinilai berprestasi dan sanksi (punishment) bagi yang melanggarnya
serta kemampuan mengatur diri sendiri (self governance). Dengan demikian pemerintah dalam
menjalankan pembangunan niscaya terbantu oleh kemampuan komunitas-komunitas tersebut.
Himpunan masyarakat atau komunitas tersebut menurut Alexis de Tocqueville (Fukuyama 2005; 24))
merupakan tempat belajar untuk memerintah sendiri dan mengajarkan kepada anggotanya kebiasaan
bekerjasama yang kemudian dibawa ke dalam kehidupan bermasyarakat. Kerjasama merupakan
substansi modal social. Tanpa modal sosial tidak akan ada masyarakat sipil, dan tanpa masyarakat
sipil tidak ada demokrasi yang berhasil (Fukuyama; 2005; 24). PNPM Mandiri Perkotaan sebagai salah
satu program penanggulangan kemiskinan mempertaruhkan keberhasilannya di atas jaringan norma
dan jaringan kerjasama yang dibangun oleh masyarakat tersebut.

Jaringan kerjasama yang diimplementasikan dalam PNPM Mandiri Perkotaan diorientasikan untuk
memperkuat aspek kemitraan, baik dengan lembaga-lembaga desa/kelurahan, organisasi
kemasyarakatan, asosiasi KSM, SKPD (Pemda) maupun dunia usaha. Jaringan kerjasama dimaksud
diintegrasikan ke dalam sebuah program-program jangka panjang yang menunjang peningkatan
kapasitas SDM dan kesejahteraan setidaknya terukur sesuai standar IPM.

c. Modal Social menunjang Pemerintahan Yang Baik


Tidak dipungkiri bahwa modal sosial adalah aset, karena telah menumbuhkan rasa saling percaya
dalam bekerjasama. Kerjasama berperan penting mewujudkan model pemerintahan yang baik dan
masyarakat madani. Selama ini dalam kehidupan masyarakat berlangsung beragam aktivitas yang
didasari modal sosial. Seluruh aktivitas tersebut berjalan dalam keteraturan karena diikat oleh norma-
norma yang berlaku. Norma-norma tersebut berfungsi sebagai pengatur, penggerak dan pembatas
interaksi. Semakin lama masyarakat semakin terbiasa mengatur perilaku dan pola hubungan antar
mereka, baik itu hubungan ekonomi, sosial maupun politik. Kebiasaan itu dalam kurun waktu yang
panjang akan membudaya dan melembaga. Dalam perkembangannya masyarakat makin terorganisir,
teruji kemampuannya untuk mengatur diri sendiri dan terampil memecahkan aneka persoalan.
Masyarakat yang demikian ini disebut sebagai masyarakat sipil (civil society) atau yang dalam
nomenklatur PNPM Mandiri Perkotaan disebut dengan Organisasi Masyarakat Warga (OMW).
Program-program pemerintah yang dijalankan dalam masyarakat yang memiliki trust (tingkat
kepercayaan) dan kemampuan kerjasama yang kuat dipercaya akan berjalan lebih optimal.

d. Organisasi Masyarakat Warga (OMW) dan Kedaulatan Pengelolaan Sumberdaya


Masyarakat yang telah memiliki OMW -- dalam hal ini BKM/LKM yang dibentuk melalui Pemilu
demokratis -- memiliki kesempatan lebih untuk meningkatkan kesejahteraan dan menggapai status
masyarakat madani dimana kekuasaan (otoritas) dan kedaulatan sepenuhnya ada di tangan mereka.

  4  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
Keberadaan BKM/LKM membuat pengorganisasian kegiatan lebih terarah. BKM/LKM yang
merepresentasikan nilai-nilai sosial secara tidak langsung mewakili luasnya aktivitas warga dalam
“bermasyarakat”. Seluruh aktivitas itu dilangsungkan dalam keteraturan jaringan sosial (jaringan
kerjasama yang dilandasi solidaritas sosial) yang telah melembaga. Masyarakat yang berkualitas
adalah masyarakat yang memiliki modal sosial kuat. Sebab dengan modal sosial tersebut kekuasaan
(otoritas) dan kedaulatan dapat dijalankan untuk mengelola sumberdaya-sumberdaya ekonomi dan
sosial untuk pembangunan. Organisasi Masyarakat Warga berperan mengatur atau mengelola
(governance) masyarakat bekerjasama dengan Pemda dan Dunia Usaha.
Gambar 2
Peran Modal Sosial dalam Civil Society (OMW)

10.958 BKM 

KBK

Jaringan Relawan dari 
665.026 relawan 

Diadaptasi dari : Rob Grey, Bebbington and Collison 2006; NGOs, civil society and accountability: making the people
accountable to capital http://www.emeraldinsight.com/journals.htm?articleid=1558155&show=html

Menurut Bank Dunia, governance is manner in which power is excercised in the management of a
country’s economic and social rescources for development. Fokus pengertian konsep governance
tersebut adalah bagaimana menggunakan kekuasaan untuk mengelola sumberdaya dalam proses
pembangunan, agar menghasilkan kesejahteraan. Salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan
adalah dengan mencegah kemiskinan melalui penanggulangan kemiskinan. Konsep governance
muncul seiring meningkatnya kesadaran bahwa fungsi dan peran pemerintah dalam pembangunan
tidak dapat bergerak sendirian. Jika pada masa lalu, pemerintah identik dengan birokrasi yang tidak
fleksibel, tertutup, sibuk dengan dirinya sendiri, merencanakan semua kebijakan public, dan tidak
menyelesaikan masalah maka ketika kehidupan sosial, ekonomi, politik begitu dinamis, maka pola
pemerintahan demikian harus ditinggalkan.

Dengan demikian, governance dapat diartikan bahwa pengelolaan sumberdaya tidak bisa dilakukan
oleh pemerintah sendiri, melainkan harus dibantu oleh institusi-institusi yang bukan berasal dari
pemerintah, baik itu institusi sosial maupun swasta. Dalam governance, tanggung jawab untuk
menghadapi isu-isu sosial dan ekonomi adalah tanggung jawab bersama yang bersifat lintas batas
antar tiga relasi, yaitu pemerintah (Pemda), dunia usaha, dan masyarakat. Ketiga relasi tersebut
berhubungan saling tergantung dan saling melengkapi, sehingga kemampuan untuk mencapai tujuan
tidak tergantung pada pemerintah saja (Gerry Stoker; 2010). Karena sejauh ini, dalam banyak hal
governance digerakkan oleh jaringan kerja para pelaku yang otonom dan bisa mengatur dirinya
sendiri (self governing). BKM/LKM, Jaringan relawan sector dan Komunitas Belajar Kelurahan bekerja
di dalam lingkaran Civil Society (lihat Gambar 2). Lebih lanjut mengenai KBK dan Jaringan Relawan
diatur dalam Pedoman Teknis KBK.

e. Kelembagaan lokal sebagai pembentuk modal sosial masyarakat lokal


Di dalam perkembangan pembangunan lembaga istilah lokal sulit didefinisikan. Pada tataran makro
lokal adalah lawannya dari global. Sehingga istilah lokal dapat digunakan untuk menyebut peradaban

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  5 
suatu negara sedang global untuk menyebut peradaban pada tataran antarnegara (regional dan
internasional). Lokal menurut pemahaman UU No. 22 Tahun 1999 adalah pada tataran mikro artinya
istilah lokal untuk menyebut kawasan daerah tingkat satu/propinsi, daerah tingkat dua/ kabupaten
atau kota, dan dimungkinkan lokal untuk menyebut yang lebih spesifik yaitu kecamatan dan desa.
Jadi institusi lokal merupakan asosiasi komunitas setempat yang bertanggung jawab atas proses
kegiatan pembangunan setempat (Esman dan Uphoff, 1982:9), seperti rukun tetangga, arisan trah,
kelompok pengajian, kelompok ronda dan sejenisnya. Yang jelas institusi ini memberikan manfaat
bagi masyarakat dan pemerintah setempat.
Institusi lokal dalam komunitas harus dilihat sebagai suatu sistem yang saling silang menyilang
(cross-cutting affiliation) dan institusi lokal telah menyediakan jaring pengaman sosial (sosial safety
net) ketika komunitas lokal berada dalam situasi krisis. Kehadiran institusi lokal bukan atas
kepentingan pribadi/individu tetapi atas kepentingan bersama, sehingga institusi lokal lama kelamaan
menduduki pada posisi penting dalam penyelenggaraan pemerintahan lokal. Rasa saling percaya
warga komunitas lokal yang digalang dan diasah melalui institusi ini semakin hari semakin
didambakan sebagai modal sosial (sosial capital).
Institusi lokal ternyata mampu menjadi bingkai etika komunitas lokal (Purwo Santoso, 2002: 6).
Institusi lokal pada dasarnya adalah regulasi perilaku kolektif, di mana sandarannya adalah etika
sosial, sehingga institusi lokal mampu menghasilkan kemampuan mengatur diri sendiri dari kacamata
normatif.
Di atas telah dibahas pengertian institusi lokal dan modal sosial maka berikut akan kita telusuri
dimana titik temu antara institusi lokal dengan modal sosial. Kita pahami bahwa institusi lokal
merupakan salah satu modal sosial sehingga institusi lokal di mana saja keberadaannya tetap
mempunyai nilai positif bagi komunitas yang bersangkutan. Ternyata institusi lokal dijadikan dasar
berpijak masyarakat lokal oleh karenanya modal sosial dapat berkembang dan mengalami erosi dan
melemah serta menguatnya modal sosial pada masyarakat dapat dipotret melalui institusi lokal.
 Potret Positif modal sosial dapat digambarkan dalam formulasi kepercayaan (trust) yang meliputi
kohesi sosial, empati, transparansi, militan (inklusif) yang kesemuanya itu akan berdampak pada
memunculkan kontrol sosial baru, revitalisasi modal sosial baru, perlu membangun kerjasama
dengan pihak luar, demokrasi dan desentralisasi. Norma harus diwujudkan dalam bentuk
kesetaraan dan kemitraan sehingga tidak muncul perbedaan perlakuan antarwarga, dalam alokasi
ini akan muncul kendala kebudayaan luar, anomalis primordialisme dan vested interest sehingga
perlu dipersiapkan jawaban kedepan guna membenteng tantangan yang akan muncul.
 Potret Negatif modal sosial dapat digambarkan dalam formulasi melemahnya modal sosial
sehingga modal sosial mengalami erosi dalam bentuk: interaksi sosial, ditandai dengan
pelanggaran norma, krisis kepemimpinan, kerenggangan hubungan sosial dan dehumanisasi.
Kondisi ini disebabkan oleh lemahnya kontrol sosial, sentimen kelompok, meningkatnya semangat
individualisme dan merebahnya nilai budaya material. Bila kondisi ini dibiarkan maka akan
berakibat pada anomalis, pembangkangan, konflik dan perilaku menyimpang. Komunitas, muncul
sikap baru dari komunitas dalam bentuk apatis, pragmatis, pengingkaran dan budaya potong
kompas (menerobos). Sikap ini muncul karena disebabkan oleh tidak ada kepercayaan, rendahnya
rasa handarbeni, egoisme, menghalalkan segala cara dan pelayanan birokrasi yang rendah. Jika
kondisi ini tidak segera diantisipasi, maka yang muncul adalah stagnan (kemandegan),
menurunkan partisipasi, pelanggaran nilai sosial dan dimungkinkan terjadi KKN.
 Apabila erosi modal sosial dalam interaksi sosial dan komunitas benar-benar terjadi, maka institusi
lokal akan kehilangan social trust yang ditandai dengan rasa kecurigaan, rasa tidak aman,
menurunnya rasa kebersamaan, pembangkangan, dan akan menyebabkan rendahnya
keterbukaan sehingga intensitas komunikasi rendah, tingginya manipulasi publik dan dampak yang
paling parah adalah disintegrasi sosial.
Institusi lokal dan modal sosial ternyata mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap komunitas
lokal oleh karena itu perlu ada penguatan terhadap institusi lokal.
Pemupukan institusi lokal dan modal sosial dapat dilakukan melalui beberapa alternatif berikut:
 Pengorganisasian institusi diarahkan dalam rangka memfasilitasi komunitas lokal.

  6  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
 Mengembangkan kerangka fikir re-lingking (menyambung kembali) tindakan ini diarahkan untuk
menyambung kembali titik temu dimensi formal dengan dimensi nonformal yang ada di dalam
masyarakat.
 Perbaikan infrastruktur dalam suasana religius dan cultural
Definisi Kelembagaan memang cukup membingungkan, makna dan artinya sering dipertukarkan
dengan organisasi. “What contstitutes an ‘institution’ is a subject of continuing debate among social
scientist….. The term institution and organization are commonly used interchangeably and this
contributes to ambiguityand confusion” (Norman Uphhof. 1986).
Menurut Syahyuti yang dikutip dari http://websyahyuti.blogspot.com/2007/08/kelembagaan-dan-
lembaga-dalam.html, Sebagian besar literatur hanya membanding-banding apa beda “kelembagaan”
dengan “organisasi”. Setidaknya ada empat bentuk cara membedakan yang terlihat selama ini, yaitu:
(1) Kelembagaan cenderung tradisional, sedangkan organisasi cenderung modern (Uphoff, 1986).
Menurut Horton dan Hunt: “... institution do not have members, they have followers” (Horton
dan Hunt, 1984).
(2) Kelembagaan dari masyarakat itu sendiri dan organisasi datang dari atas. Tjondronegoro: ”…
lembaga semakin mencirikan lapisan bawah dan lemah, dan organisasi mencirikan lapisan
tengah dengan orientasi ke atas dan kota” (Tjondronegoro, SMP. 1999).
(3) Kelembagaan dan organisasi berada dalam satu kontinuum, dimana organisasi adalah
kelembagaan yang belum melembaga (Uphoff, 1986). Pendapat ini sedikit banyak juga berasal
dari dari Huntington yang menyatakan: “Organization and procedures vary in their degree of
institutionalization……Institutionalization is the process by which organizations and procedures
acquire value and stability” (Huntington, 1965). Serta,
(4) Organisasi merupakan bagian dari kelembagaan (Binswanger dan Ruttan, 1978). Dalam konteks
ini, organisasi merupakan organ dalam suatu kelembagaan. Keberadaan organisasi menjadi
elemen teknis penting yang menjamin beroperasinya kelembagaan.
Meskipun belum sepakat, namun dapat diyakini bahwa kelembagaan adalah social form ibarat
organ-organ dalam tubuh manusia yang hidup dalam masyarakat. Kata “kelembagaan”
(Koentjaraningrat, 1997) menunjuk kepada sesuatu yang bersifat mantap (established) yang hidup
(constitued) di dalam masyarakat. Suatu kelembagaan adalah suatu pemantapan perilaku (ways)
yang hidup pada suatu kelompok orang. Ia merupakan sesuatu yang stabil, mantap, dan berpola;
berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat; ditemukan dalam sistem sosial tradisional
dan modern, atau bisa berbentuk tradisional dan modern; dan berfungsi untuk mengefisienkan
kehidupan sosial.
Norman T Uphoff1 dengan gamblang menggambarkan perbedaan yang jelas antara Organisasi dan
kelembagaan, sebagai berikut:

Organizations are structures of recognized and accepted roles, Institutions are complexes of
norms an behaviours that persist over time by serving collectively (socially) valued purposed.
(Organisasi adalah struktur peran yang telah dikenal dan diterima. Kelembagaan/pranata adalah
serangkaian norma dan perilaku yang sudah bertahan atau digunakan selama periode waktu
tertentu - yang relatif lama- untuk mencapai maksud/tujuan bernilai kolektif/bersama atau
maksud-maksud yang bernilai sosial)

Agung Pramono PW 2 sebagaimana mengutip dari Simanjuntak:2001, mengilustrasikan dengan


sangat jelas perbedaan Organisasi dan lembaga sebagai berikut:

1
Uphoff, Norman T. 1986. Op.Cit (p.8)
2
Pramono PW, Agung, 2011, Pengembangan Kelembagaan Lokal, Management Studio & Clinic. (p.69)

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  7 
Lembaga yang bukan Lembaga yang juga Organisasi yang bukan
organisasi organisasi lembaga
Contoh: Contoh: Contoh:
UU Perbankan Bank Arisan RT

Ada beberapa tipe kelembagaan (pranata), yaitu:


1. Ada kelembagaan yang bukan organisasi (institutions that are not organizations)
2. Ada kelembagaan yang juga merupakan organisasi (Institutions that are organizations)
3. Dan ada organisasi yang bukan kelembagaan (Organizations that are not institutions)
Bila dicontohkan dalam sistem pengelolaan keuangan dan perbankan, berdasarkan skema tersebut,
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Undang-undang perbankan sebagai suatu kelembagaan (institution) dalam rangka penyediaan
layanan jasa keuangan sudah menjadi kebutuhan warga bahkan juga masyarakat di dunia. Segala
peraturan didalamnya "membingkai" norma dan perilaku untuk kegiatan simpan pinjam uang,
akan tetapi UU Perbankan tidak memiliki struktur yanbg dikenal seperti Ketua (direktur) dsb. Oleh
karena itu UU perbankan adalah kelembagaan tapi bukanlah organisasi.
2. Adalagi organisasi yang bukan lembaga, yaitu Arisan ibu-ibu di suatu RT. Sudah merupakan
organisasi mengingat di dalamnya sudah ada, ketua, sekretaris, bendahara, dan diakui serta
dikenal oleh warga disitu. Akan tetapi keberadaannya bisa bubar setelah seluruh anggota arisan
mendapat giliran memperoleh uang arisan.
3. Sedangkan satu lagi adalah Bank. Bank bisa disebut sebagai organisasi, karena di dalamnya ada
sturktur peran yang sudah dikenal dan diterima oleh semua pihak seperti adanya Direktur, ada
Bagian Kredit dan adapula bagian pelayanan nasabah. Sebagai sebuah kelembagaan, Bank
sebagai penyedia jasa untuk melakukan "simpan-pinjam" uang, penggunaan jasa Bank sudah
menjadi norma dan perilaku masyarakat luas yang memiliki dan memerlukan uang. Karenanya
Bank adalah kelembagaan yang juga organisasi.
Menyimak hal ini maka sebuah organisasi suatu saat dapat saja menjadi sebuah kelembagaan,
bilamana fungsi dan perannya dalam kaitannya dengan kepentingan warga diakui luas sebagai suatu
norma dan perilaku bersama.
Syahyuti dalam blognya juga menulis bahwa ilustrasi pembeda antara organisasi dan
lembaga/kelembagaan adalah sebagai berikut:

Secara sederhana kita dapat membedakan dengan begini, Kata "kelembagaan" mesti
diikuti oleh kata kerja, contohnya "kelembagaan penyediaan modal" dst. Sedangkan,
"Organisasi" selalu diikuti oleh kata benda, misalnya lembaga koperasi, lembaga
Gapoktan, dst.
Maka, untuk kelembagaan penyediaan input usahatani misalnya dapat dijalankan
lembaga kelompok tani, Gapoktan, KUAT, koperasi, dan UPJA. Kelembagaan
penyediaan jasa informasi dapat dilakukan oleh petani secara individual, atau melalui
lembaga, yaitu bisa kelompok tani, bisa Gapoktan, bisa Posyanluh Desa, Klinik
Agribisnis, atau Kelompencapir.

  8  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
f. Otonomi komunitas dan Pembangunan dari dalam (development from within)
Jika masyarakat telah mampu mengatur dirinya sendiri secara otonom, merencanakan masa depan
komunitasnya dan menyelesaikan sejumlah persoalan dengan potensi yang dimiliki maka Pemerintah
dan dunia usaha tinggal melengkapi bagian-bagian yang memerlukan support, seperti kebijakan,
pelayanan, pendampingan teknis (technical assistance), keahlian, pengetahuan maupun pendanaan.

Gambar 3
Pembangunan dari Dalam

MELALUI PROYEK MEMBANGUN PROGRAM DARI,


OLEH & UTK MASYARAKAT INTERVENSI KE
MASYARAKAT LUAS
MEMBANGUN
TATANAN YG
PEDULI DGN
MASY KELURAHAN NILAI-NILAI
YG MEMBANTU LUHUR SEHINGGA
TERBANGUN IKLIM
YG KONDUSIF
YG 
DIBANTU
(PS2)
INTERVENSI
PROYEK KE YG
DIBANTU AGAR
MAMPU
MENSINERGIKAN
ENERGI
INTERNAL & INTERVENSI PROYEK
EKSTERNAL KE MASY KELURAHAN
AGAR PEDULI &
MAMPU MEMBANTU YG
HRS DIBANTU
MODEL PEMBERDAYAAN

Pada bagian-bagian tersebut pemerintah dan dunia usaha memainkan peran untuk melengkapi
segitiga relasi Pemerintah-dunia usaha-masyarakat yang merupakan ciri utama organisasi masyarakat
warga (civil society).

Dalam PNPM Mandiri Perkotaan, BKM/LKM mengajak masyarakat miskin untuk meningkatkan
kemampuannya, dibantu oleh kelompok peduli di kelurahan setempat, Pemda dan dunia usaha. Pola
semacam ini disebut dengan pola pembangunan manusia melalui penerapan paradigma
pembangunan manusia secara konsisten. Paradigma tersebut melihat pembangunan sosial sebagai
upaya terstruktur untuk meningkatkan otonomi manusia untuk berbuat dan menentukan sejarahnya
sendiri sehingga pada gilirannya akan terbangun kemandirian. Oleh sebab itu dalam tautan
pemberdayaan sering dirumuskan sebagai membangun dari dalam (development from within)

Salah satu kebijakan yang diprogramkan oleh pemerintah adalah pelayanan kesehatan dan
pendidikan. Agar tepat sasaran maka kebijakan tersebut dirancang berlandaskan pada proses
penggalian kebutuhan yang dilakukan partisipatif. Oleh sebab itu pelayanan pendidikan dan
kesehatan yang menunjang pencapaian target IPM-MDGs diposisikan sebagai kegiatan pendorong
tercapainya kesejahteraan di tingkat masyarakat. Dengan kata lain PNPM Mandiri Perkotaan berfungsi
mensupport dari sisi kebijakan, program, pendampingan teknis dan dukungan financial untuk
memperlancar program penanggulangan kemiskinan, yang dapat meliputi; 1) peningkatan kapasitas
SDM/relawan sektor, 2)pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan, 3)pembangunan infrastruktur,
4)peningkatan taraf hidup, daya beli dan pertumbuhan ekonomi masyarakat, 5)membuka lapangan
kerja 6)mitigasi dan penanggulangan bencana.

Secara teknis, ketentuan, mekanisme dan pemanfaatan BLM sebagai wujud dukungan berbagai
aktivitas yang menguatkan modal social. Ketentuan tersebut untuk selanjutnya akan dijabarkan
dalam Petunjuk Operasi Baku (POB) kegiatan Sosial. Secara teknis, PNPM Mandiri Perkotaan
mendorong Kegiatan sebagai kegiatan yang difokuskan untuk menunjang modal sosial, jaringan

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  9 
kerjasama dan solidaritas sosial tetap bekerja lebih inovatif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
miskin terkait pembangunan infrastruktur (prasarana lingkungan), pelayanan pendidikan, kesehatan,
peningkatan kapasitas serta kegiatan pengelolaan ekonomi produktif (bergulir) yang disupport oleh
BLM maupun pendanaan dari berbagai sumber. Seluruh kegiatan di dalam MDGs tersebut berupaya
meningkatkan angka harapan hidup masyarakat miskin, membuatnya lebih terdidik dan meningkat
daya belinya. Ketiga upaya tersebut diukur menggunakan Indeks tahunan yang dinamakan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang dalam Bahasa Inggris disebut Human Development Index (HDI).

g. Menguatnya Modal Sosial Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Menurut Sjafri Mangkuprawira (Guru Besar Manajemen Sumber Daya Manusia, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen IPB) Dalam prakteknya, pengembangan masyarakat merupakan salah satu model
pendekatan pembangunan dengan upaya melibatkan peran aktif masyarakat beserta sumber daya
lokal yang ada. Selain itu dalam pengembangan masyarakat hendaknya diperhatikan sisi kearifan
lokal dimana masyarakat punya tradisi, dan adat-istiadat sebagai potensi yang dapat dikembangkan
sebagai modal sosial. Berikut Gambar 1 dan 2 secara hipotetis menunjukkan hubungan modal positif
dan negatif dengan kesejahteraan masyarakat.

Jejaring  Biaya 
Sosial  Transaksi
Sumber 
Modal  Saling  Daya  Output 
Sosial  Percaya  Optimal 
Biaya 
Kebersamaan  Kesejahteraan 
Kendali
Masyarakat 

Gambar 4 Hubungan modal sosial positif dengan kesejahteraan masyarakat

Gambar 4 menunjukkan bahwa modal sosial yang positif akan memiliki hubungan positif dengan
kesejahteraan masyarakat. Hal ini ditandai oleh jejaring sosial yang luas, tingginya saling percaya
sesama anggota masyarakat, dan jiwa kebersamaan yang tinggi. Modal sosial ini akan memerkecil
biaya transaksi dan biaya kendali untuk suatu kegiatan pengembangan masyarakat. Dengan kata lain
akan mampu menciptakan pengelolaan sumber daya optimum dan kemudian menghasilkan output
yang semakin besar bagi kesejahteraan masyarakat.
Berbeda dengan Gambar 4, maka Gambar 5 memperlihatkan bahwa modal sosial yang negatif akan
menurunkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini disebabkan kurangnya saling percaya sesama warga
yang menyebabkan perangkat kendali semakin berlapis. Hal ini berkait dengan meningkatnya perilaku
kepentingan diri dan menurunnya sifat saling memberi. Mengapa? Karena timbulnya saling curiga dan
antipasti. Akibatnya masyarakat mengalami stagnasi yang dicirikan oleh rendahnya kreativitas dan
inovasi yang ditemukan. Dalam situasi seperti itu berarti terjadi pemborosan sumber daya dan pada
gilirannya akan menurunkan kesejahteraan masyarakat.

  10  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
Modal  Saling  Perangkat  Kepentingan 
Sosial  Percaya  Kendali  Diri  
Rendah  Berlapis  (+) 

Saling Memberi  
(‐) 

Kreativitas
Curiga 
(‐) 
Pemborosan 
Sumber Daya 
Antipati  Inovasi
(‐) 
Kesejahteraan
(‐) 

1.3. Ketentuan dasar

1.3.1. Road Map dan tujuan Strategis


Sebagai bagian dari Rencana Kerja Pembangunan-RKP 2010-2014, penanggulangan kemiskinan
menggunakan pendekatan pemberdayaan yang mengorganisir masyarakat dalam sebuah gerakan
social. Cara untuk menggerakkan masyarakat menjadi berdaya disebut dengan pengorganisasian
masyarakat (Community Organization). Pengorganisasian Masyarakat bertujuan untuk meningkatkan
kapasitas masyarakat agar mandiri dalam meningkatkan taraf hidupnya, tidak tergantung kepada
pihak lain.

Demikian juga dengan kebijakan dan strategi PNPM Mandiri Perkotaan yang mengacu pada Peta jalan
(road map) PNPM Mandiri, menghendaki kemandirian dan keberlanjutan. Deputi Menko Kesra Bidang
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat/Ketua Pokja Pengendali
PNPM Mandiri pada Rapat Koordinasi Nasional PNPM Mandiri Perkotaan di Denpasar tanggal 23 April
2012 menyampaikan bahwa agar seluruh sistem yang telah dibangun tidak hanya berjalan pada saat
program tapi juga menjadi sebuah sistem yang berkelanjutan, dan menjadi sebuah gerakan nasional
penanggulangan kemiskinan, maka diperlukan sejumlah pendekatan spesifik yaitu:
1. Memberi kepercayaan penuh pada semua pihak dan lembaga terutama lembaga masyarakat
agar berjalan sesuai dengan kemampuannya dan
2. Menghargai inisiatif dari masyarakat, pemerintah daerah, lembaga mitra dan pemangku
kepentingan lainnya.

Secara skematis ilustrasi dari proses pengembangan PNPM Mandiri ke depan, digambarkan sebagai
berikut:

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  11 
Gambar 6
Proses Pengembangan PNPM Mandiri ke depan

MADANI
(Community
MANDIRI Engagement)
(Community
Institution)

BERDAYA
(community
participation)

Melalui serangkaian diskusi dengan sejumlah stakeholders PNPM Mandiri, ditetapkanlah 5 pilar arah
dan kebijakan peta jalan PNPM Mandiri sebagai berikut:

1. Integrasi Program Pemberdayaan Masyarakat


2. Penguatan Kelembagaan Masyarakat
3. Peningkatan dan Keberlanjutan Pendampingan
4. Peningkatan Peran Pemerintah Daerah Secara Bertahap
5. Penguatan Tata Kelola (Good Governance)

Kelima pilar tersebut nantinya diharapkan menjadi orientasi seluruh pihak dalam pengembangan
PNPM Mandiri ke depan. Disebutkan secara jelas bahwa Penguatan Kelembagaan masyarakat menjadi
salah satu pilarnya. Penguatan kelembagaan masyarakat dalam peta jalan tersebut merujuk kepada
action plan sebagai berikut:
1. Menyusun Mekansime Penetapan status hukum lembaga bentukan PNPM seperti BKAD, UPK,
BKM/LKM termasuk kepemilikan aset & pemanfaatan lembaga-lembaga tersebut bagi seluruh
program pemberdayaan. (Untuk PNPM Mandiri Perkotaan diprioritaskan pada perlindungan hukum
lembaga BKM/LKM, sedangkan penguatan status hukum diberikan kepada gugus tugas BKM/LKM,
yaitu UP-UP).
2. Perubahan sistem, mekanisme dan indikator bagi UPK yang sehat secara kelembagaan dan
keuangan sebagai lembaga yang berorientasi pemberdayaan.
3. Membangun mekanisme akuntabilitas di tingkat kelompok masyarakat melalui peningkatan
kemampuan pengawasan dan kesadaran hukum masyarakat.

Untuk menerjemahkan kebijakan tersebut serta sesuai dengan tujuan strategis (strategic goals) yang
ada di lingkungan Ditjen Cipta Karya, maka PNPM Mandiri Perkotaan memiliki setidaknya 3 strategi
yaitu 1)Implementasi Tridaya, 2)Pemberdayaan Masyarakat dan 3)Pengembangan Penghidupan dan
kawasan produktif dan sustainable yang kemudian diterjemahkan ke dalam 3 (tiga) kegiatan yang
diharapkan mampu membangun kemandirian masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan,
yaitu1). Penguatan Kelembagaan Masyarakat, 2) Peningkatan Penghidupan masyarakat dan 3)
Pengembangan Kawasan Permukiman Produktif, sebagaimana digambarkan dalam skema berikut:

  12  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
Gambar 7

Strategic Goal Dirjen Cipta Karya kementrian PU

Merujuk kepada kebijakan nasional PNPM Mandiri dan Strategi PNPM Mandiri Perkotaan tersebut,
jelas bahwa untuk menjamin keberlanjutan upaya penanggulangan kemiskinan, maka penguatan
kelembagaan masyarakat harus menjadi agenda penting dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan
ke depan.

Untuk menggambarkan sejauhmana perkembangan kelembagaan masyarakat di dalam PNPM Mandiri


Perkotaan, program ini sudah mengembangkan instrumen terkait dengan hal tersebut, antara lain
adalah instrumen pengukuran tingkat perkembangan organisasi BKM/LKM. Potret nasional pada akhir
tahun 2012 (rekap data April 2013), menyebutkan sebanyak 47,37 % BKM telah mencapai kategori
Mandiri, sementara BKM Berdaya 50,06%. Sedangkan BKM yang berstatus menuju madani meningkat
menjadi 2 %. Status berdaya menuju mandiri adalah status transisi sebelum mencapai taraf Madani.
Dalam setahun kedepan diharapkan lebih banyak lagi BKM yang keluar dari zona transisi tersebut
untuk menuju madani. Dengan demikian PNPM Mandiri Perkotaan masih memiliki PR untuk
menguatkan kelembagaan masyarakat agar pada tahun 2014 nanti seluruh BKM/LKM sudah pada
tingkat organisasi yang dikatakan mandiri. Dengan demikian upaya penanggulangan kemiskinan
diharapkan dapat terus berlanjut.

1.3.2. Isu-isu Strategis


a. Lambatnya Perkembangan Organisasi BKM dan UP-UP
Pertumbuhan LKM/BKM menuju mandiri setiap tahun lambat, diperkirakan BKM Mandiri sulit tercapai
100% pada tahun 2014. Kelemahan utama terletak pada aspek system manajemen, manajemen SDM
dan hubungan eksternal(data mengenai status kemandirian BKM/LKM terlampir) Sehingga
untuk meningkatkan kemandirian BKM sedapat mungkin difokuskan pada aspek system manajemen,
manajemen SDM dan hubungan eksternal (kemitraan). Sedangkan pada aspek ketaatan terhadap
AD/ART, manajemen keuangan dan kepemimpinan, BKM telah dinilai memadai. Namun demikian
keenam aspek tersebut tetap harus diperkuat.

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  13 
Kinerja BKM bagus pada aspek kepemimpinan, hal ini dapat dipahami mengingat proses pemilu
BKM/LKM dijalankan dengan serius secara periodik untuk memperoleh pemimpin yang benar-benar
dipercaya dan merepresentasikan nilai dan prinsip kemasyarakatan. Kepemimpinan yang bagus
mempengaruhi implementasi visi dan misi melalui berbagai kegiatan. Sehingga visi dan misi yang
tertuang dalam statute (AD/ART) menunjukkan capaian yang lebih bagus ketimbang yang lain.

Demikian juga pada aspek manajemen keuangan yang menunjukkan capaian positif, disebabkan
PNPM Mandiri Perkotaan memberikan porsi lebih dalam pendampingan pengelolaan keuangan selama
ini. Oleh sebab itu statuta, kepemimpinan dan manajemen keuangan adalah aspek-aspek yang telah
tercapai lebih baik. Namun tiga aspek yang lain selalu rendah, yaitu system manajemen (manajemen
organisasi), pengelolaan SDM dan hubungan eksternal mengisyaratkan perlu perbaikan.

Hal ini berarti bahwa proses pengembangan kelembagaan masyarakat tidak boleh berhenti pada
terpilihnya angggota BKM/LKM melalui pemilu yang demokratis, tapi juga harus diiringi dengan
pengembangan kapasitas BKM/LKM dari aspek organisasi, sistem manajemen, pengelolaan SDM dan
hubungan eksternal, dikarenakan BKM/LKM mengelola kelembagaan untuk mengatasi problematika
penanggulangan kemiskinan di perkotaan yang relatif rumit

Masih sedikit penelitian tentang kapasitas lembaga UP-UP dalam mengelola kegiatan penanggulangan
kemiskinan, akan tetapi beberapa indikasi dapat ditunjukan dengan informasi yang ada. Informasi
berikut dapat dijadikan patokan, laporan akhir KMP PNPM MP 2009-2011 (hal 3-14)

a. Masih kurangnya pemahaman BKM/LKM (masyarakat) bahwa kegiatan ekonomi


adalah bagian penting dalam menggerakan keberdayaan ekonomi masyarakat (miskin)
sehingga perhatian dan upaya-upaya untuk menyelesaikan persoalan yang muncul
masih belum cukup kuat dan belum intensif.
b. UPK sebagai pengelola pinjaman dana bergulir idealnya dikelola oleh 2-4 orang
sehingga ada ruang untuk melakukan pembinaan kepada KSM, saat ini secara nasional
50% UPK hanya dikelola oleh 1 orang.
c. Peran pengawas belum efektif dalam membantu BKM/LKM melakukan pengendalian
terhadap kinerja UPK maupun dalam menyelesaikan persoalan tunggakan di tingkat
masyarakat
d. Turnover personil UPK relative cukup tinggi, insentif yang diberikan belum sebanding
dengan beban pekerjaan yang cukup tinggi.

Dengan demikian dapat dikatakan selain daripada kualitas SDM yang bersangkutan, jumlah orang
yang mengelola kegiatan di UP-UP juga masih relatif sedikit, tidak sebanding dengan lingkup tugas
yang bersangkutan. Patut diduga bahwa UP-UP selain UPK juga mengalami problem yang sama,
padahal sebagai lembaga yang dianggap bertugas secara profesional yang diangkat oleh
BKM/LKM/LKM, UP-UP diharapkan dapat mengelola implementasi seluruh kegiatan penanggulangan
kemiskinan, menjadi eksekutor kegiatan berdasarkan kebijakan/keputusan yang dikeluarkan
BKM/LKM/LKM.

b. Partisipasi belum diikuti peningkatan kinerja


Bila melihat capaian kuantitatif yang telah dicapai melalui proses-proses demokrasi yang dicapai oleh
BKM/LKM, indikator kinerja BKM/LKM dalam membangun partisipasi tidak diragukan lagi, terbukti
indicator 40% partisipasi perempuan, 40% partisipasi warga miskin, 30 % partisipasi penduduk
dewasa dalam Pemilu BKM, terbangunnya BKM/LKM di setiap Desa, tersusunnya dokumen PJM
Pronangkis di setiap BKM, dan terlaksananya kegiatan tridaya telah tercapai (terlampir data-data
mengenai capaian KPI 2012)

  14  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
Namun dibalik kesuksesan upaya mendorong proses partisipasi masyarakat tersebut (yang diukur
dengan Key Performance indicator), masih tersisa sejumlah agenda penting peningkatan kinerja
BKM/LKM sebagaimana disinggung di atas, yaitu penguatan manajemen internal organisasi, SDM dan
hubungan eksternal (baik dengan Pemda, kelompok peduli, dunia usaha, masyarakat dan KSM).
Ketiga hal tersebut juga harus ditingkatkan mengikuti kesuksesan meningkatnya partisipasi
masyarakat.

Sebagai salah satu contoh bagaimana proses demokratis dalam siklus (termasuk Pemilu
BKM/LKM) belum ditransformasikan kepada masyarakat terlihat dalam fasilitasi kegiatan
infrastruktur. Disana demokratisasi dalam pemilihan anggota BKM belum ditularkan oleh BKM/LKM
kepada masyarakat. Temuan konsultan evaluasi (studi dampak P2KP-2-2/8 studi kajian; 2010)
menyebutkan bahwa Kapasitas BKM/LKM dalam mengelola kegiatan yang didanai melalui dana BLM
PNPM Mandiri Perkotaan masih menjadi catatan dan perlu diperbaiki, yaitu :
 BKM/LKM kurang bisa memprioritaskan dan menerapkan intervensi kegiatan infrastruktur
infrastruktur dalam hal: (1) sesuai dengan kebutuhan masyarakat obyektif (khususnya kaum
miskin setempat), dan (2) sesuai dengan standar teknis yang diperlukan, tanpa bimbingan
substantif dan kompeten, serta pengawasan melalui proyek manajemen
 Manajemen BKM/LKM (yang secara informal memiliki ikatan yang kuat dengan RT/RW),
cenderung untuk menghindari kecemburuan antar wilayah dengan membagi rata semua BLM ke
semua wilayah bukan berdasarkan prioritas
 Demikian juga dalam Pengelolaan Kegiatan Sosial, yang ternyata, sebagian besar berjalan baik,
apabila dijalankan dengan pola-pola yang sama seperti ketika dikerjakan oleh lembaga-lembaga
lama seperti PKK atau Ormas seperti lembaga muslimat NU. Hal ini sering terjadi akibat masih
minimnya pengakuan masyarakat atas BKM/LKM sebagai lembaga kemasyarakatan setempat,
BKM/LKM masih dipandang sebagai penyalur dana BLM saja
 Dalam proses sikluspun ternyata diperoleh bukti bahwa laki-laki lebih berpendidikan, kaya, dan
pejabat lebih mungkin untuk terpilih menjadi anggota BKM/LKM - organisasi masyarakat di
kelurahan yang bertanggung jawab untuk mengalokasikan sumber daya UPP2. Demikian juga
dengan keterlibatan perempuan yang pada umumnya di KSM ekonomi lebih memungkinkan,
sedangkan di BKM/LKM masih relatif sedikit. Disini terlihat partisipasi belum sepenuhnya
berhasil dibangun tanpa diskriminasi.

c. KSM sebatas pengelola BLM; Tridaya belum terintegrasi meningkatkan IPM


Bagaimana dengan KSM? banyak temuan menunjukan bahwa KSM belum menjadi wadah utama
penanggulangan kemiskinan di tingkat komunitas yang paling kecil. Keberadaannya masih banyak
berhenti pada pengelolaan dana BLM kegiatan. Sehingga KSM sering disebut juga sebagai pengelola
kegiatan instan karena kehadiran BLM tidak dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat. Padahal melalui
KSM lah diharapkan tumbuhnya nilai-nilai kebersamaan, kepedulian dan menjadi wadah bagi seluruh
masyarakat utamanya masyarakat miskin untuk memecahkan persoalan-persoalan kemiskinan
mereka secara mandiri.

BKM/LKM yang bagus adalah kunci bagi terciptanya keberlanjutan program dan kepuasan penerima
manfaat warga miskin baik yang tergabung dalam KSM maupun tidak. Salah satu indicator kepuasan
adalah meningkatnya taraf hidup. Peningkatan taraf hidup ditandai dengan terpenuhinya sejumlah
kebutuhan dasar seperti perumahan, lingkungan hidup, kesehatan dan pendidikan seperti yang
disebutkan dalam MDGs. Sedangkan untuk mengukur pencapaian kualitas manusianya, digunakan
ukuran IPM (Indeks Pembangunan Manusia) yang terdiri dari peningkatan angka harapan hidup,
pendidikan dan daya beli. Kebutuhan dasar dan kualitas SDM tersebut didorong untuk dicukupi
menggunakan potensi yang dimiliki masyarakat sendiri. Potensi-potensi tersebut beragam bentuknya,
ada yang berupa dana, gagasan, tenaga, modal sosial maupun jaringan kerjasama.

Melalui PNPM Mandiri Perkotaan, semua potensi (terutama jaringan kerjasama) diasah untuk
mengakses sumberdaya fisik, sumberdaya alam, aset, dan kesempatan untuk mempengaruhi
lembaga-lembaga kunci agar terlibat memikirkan cara mengurangi kemiskinan. Dengan demikian,

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  15 
kegiatan tridaya, baik infrastruktur, ekonomi produktif maupun kegiatan sosial tidak
hanya mengemban amanah untuk menguatkan kapasitas manusia (human capital) tetapi juga
menguatkan komunitas (social capital). Kekuatan kapasitas manusia dan modal social merupakan
landasan bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatan, daya beli dan taraf hidup.

KSM-KSM yang bekerja pada tiga bidang tridaya, baik infrastruktur, ekonomi maupun social
seharusnya memikirkan bagaimana output kegiatannya berdampak terhadap warga msikin PS-2
secara terintegrasi. Oleh sebab itu KSM-KSM memerlukan perluasan jaringan kerjasama antar bidang
(lingkungan-ekonomi-sosial) agar penanggulangan kemiskinan tertangani menyeluruh,
tidak parsial. Sebab semua kegiatan yang dilaksanakan oleh KSM berorientasi untuk meningkatkan
kapasitas SDM yang diukur dengan standar IPM.

Pemanfaatan kegiatan infrastruktur berkaitan dengan peningkatan daya beli masyarakat ketika
mempermudah akses warga miskin dari lokasi pengambilan hasil bumi ke lokasi pemasaran (seperti
jembatan, jalan dan sarana transportasi lain). Pembangunan infrastruktur juga meningkatkan
pelayanan kesehatan ketika sarana kesehatan (posyandu/poskesdes) yang dibangun mendekatkan
warga miskin terhadap layanan kesehatan, serta meningkatkan kesehatan warga PS-2 secara
langsung melalui pembangunan drainase, sanitasi, air bersih, pengolah limbah, daur ulang sampah
maupun MCK. Pembangunan infrastruktur juga berkontribusi pada peningkatan pendidikan melalui
pembangunan/perbaikan sarana pendidikan di PAUD, TK dan SD.

Pencapaian IPM sebagai indicator kesejahteraan manusia berada di tangan para KSM-KSM yang
menangani kegiatan tersebut. Seperti diketahui, IPM mengandung tiga komponen penting, yaitu
peningkatan angka harapan hidup, kualitas pendidikan dan peningkatan daya beli. Ketiga komponen
tersebut dapat dicapai melalui kinerja KSM-KSM, baik KSM ekonomi, KSM social maupun KSM
infrastruktur secara bersama-sama, sebab semua KSM memiliki kontribusi untuk menyumbang
pencapaian IPM dengan kadarnya masing-masing.

Untuk mencapai peningkatan IPM secara lebih komprehensif, maka seluruh kegiatan KSM mesti
dibenahi agar berkorelasi dengan IPM lebih tinggi lagi, baik secara langsung maupun tidak.
Kontribusi masing-masing KSM terhadap IPM dapat dijembatani dengan penguatan
kapasitas KSM dan mengupayakan jaringan kerjasama antar KSM secara terkoneksi dan
menjalin kerjasama dengan berbagai pihak (terutama SKPD dan Dunia Usaha) dengan
memperbaiki hubungan eksternal BKM agar KSM tidak lagi distigmasisasi sebagai
pengelola dana BLM (terlampir Data mengenai kegiatan KSM yang berkontribusi
terhadap IPM)

KSM ideal tumbuh bersama masyarakat dan menguatkan modal social. Hampir semua kegiatan
masyarakat yang bermodal social kuat dibatasi oleh norma-norma yang mengikat. Segala jenis
kegiatan social yang diselenggarakan oleh masyarakat bermaksud untuk memperkuat rasa saling
percaya, kerjasama dan kebersamaan. Sebagai contoh, jika salah seorang warga sedang
menyelenggarakan hajatan para tetangga pasti berdatangan untuk saling membantu. Sejumlah
peristiwa penting dalam kehidupan amat dihormati dan dianggap harus dibantu dengan semangat
gotong royong, baik pada saat senang maupun susah. Peristiwa yang mendapat tempat di hati
masyarakat tersebut antara lain perkawinan, khitanan, mendirikan rumah, pesta syukuran atau saat
mengalami musibah, sakit, dan meninggal dunia. Semua tetangga bahu-membahu memberikan
bantuan tanpa pamrih dengan satu alasan untuk menolong. Seluruh tradisi tersebutlah yang
melatarbelakangi kelahiran KSM-KSM untuk tumbuh dan berkembang.

Selain kejadian-kejadian penting dalam kehidupan, masyarakat juga menyelenggarakan sendiri


pertemuan-pertemuan tatap muka rutin untuk memperkuat tenggang rasa, memenuhi kebutuhan dan
memecahkan persoalan bersama. Pertemuan-pertemuan tersebut berupa arisan, pengajian,
pertemuan kelompok profesi (petani, nelayan, ojek, pedagang, tukang sayur dsb). Bahkan dewasa ini
program-program pembangunan dihamparkan di atas paguyuban-paguyuban yang berlandaskan
solidaritas dan tenggang rasa itu untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan dan pendidikan.

  16  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
Dalam bidang kesehatan melalui posyandu atau pengobatan gratis serta dalam bidang pendidikan
melalui sarana pendidikan, beasiswa maupun biaya pendidikan. Karena itu PNPM Mandiri Perkotaan
mendorong agar kegiatan social mampu menjawab peningkatan kapasitas manusia bertumpu pada
mata pencaharian, meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar pendidikan, kesehatan, serta akses
terhadap sumberdaya.

d. KBK
Komunitas Belajar Kelurahan dicita-citakan sebagai ladang persemaian modal sosial diluar BKM.
Sifatnya sebagai forum pembelajaran yang berfungsi sebagai penyeimbang BKM dalam mengambil
keputusan penanggulangan kemiskinan. Sebagai arena pembelajaran, komunitas tersebut juga
bersifat cair, fleksible, dan terbuka diikuti oleh orang-orang yang peduli persoalan kemiskinan.
Sebagai Community Learning Centre, KBK menghadapi dua hal, yang pertama, belum diyakininya
KBK oleh program sebagai salah satu instrumen penting pengelolaan penanggulangan kemiskinan di
tengah masyarakat. Kedua, konsepsi KBK belum dapat dikejawantahkan secara operasional sehingga
menyulitkan para pelaku untuk mengimplementasikan konsep tersebut.

e. Kelemahan Pengelolaan transparansi dan akuntabilitas


Secara umum program ini telah mengembangkan suatu sistem pengelolaan transparansi dan
akuntabilitas program di tingkat BKM/LKM/LKM. Ada cukup banyak instrumen yang dapat
dipergunakan untuk melihat sejauhmana BKM/LKM telah menerapkan transparansi dan akuntabilitas
dalam pengelolaan programnya, antara lain melalui:
1) Kinerja Pengelolaan Keuangan UPK dan Sekretariat
2) Audit internal (melalui Review Keuangan)
3) Audit Eksternal (oleh auditor independen)

Secara umum kinerja keuangan baik dari sisi laporan keuangan UPK dan sekretariat, Review telah
menunjukkan perkembangan yang berarti, dengan kata lain menggambarkan tumbuhnya kesadaran
transparansi dan jaminan akuntabilitas masyarakat dalam mengelola dana bantuan secara langsung.
Keterbatasan pelaksanaan audit yang terjadi adalah berkaitan dengan ketepat waktuan dalam
melaksanakan audit. Beberapa aspek yang berpengaruh kuat adalah ketersediaan KAP dan biaya
audit. Sejumlah kota/kabupaten mempunyai kontribusi yang nyata dalam kondisi ini, yaitu dengan
mendukung sebagian biaya pengauditan melalui APBD setempat. Beberapa kelemahan sebagaimana
ditulis dalam laporan akhir KMP adalah sebagai berikut:

 Kelemahan yang ada baik pada pihak konsultan maupun di masyarakat berkaitan dengan perilaku
dalam melakukan pendampingan kepatuhan terhadap aturan seperti masalah cash in hand,
tranparansi maupun akuntabilitas. Sehingga hal ini berdampak pada capaian indikator kinerja;
baik Sekretariat maupun UPK, termasuk terdapatnya kasus-kasus yang dilakukan mulai dari
masyarakat, UPK dan BKM/LKM sampai ke konsultan. Di samping itu hasil audit masih terdapat
UPK dengan opini AO dan Disclaimer.

 Kelemahan yang lain ditunjukkan oleh beberapa hal antara lain: Kerjasama tim Faskel Ekonomi
dan Tim Korkot masih lemah dalam pengendalian kegiatan. Hal ini membawa implikasi yang
besar terhadap kualitas pengembangan kapasitas masyarakat, akurasi data penilaian kinerja
keuangan, dan kemampuan memperkokoh kelembagaan BKM/LKM/LKM untuk mampu
memfasilitasi kebutuhan masyarakat miskin dengan optimal.

Perkembangan yang berarti tersebut di satu sisi, dan di sisi yang lain masih belum cukup
terinternalisasinya kelembagaan pengelolaan transparansi dan akuntabilitas di tingkat BKM/LKM/LKM,
menunjukan bahwa masih ada masalah dalam hal ini.

f. Pengelolaan Kegiatan Kemitraan


Keberlanjutan kegiatan ditentukan oleh seberapa banyak kemitraan telah dilakukan oleh BKM.
Semakin banyak mitra kerjasama, maka semakin cerah masa depan pengelolaan kegiatan sosial.
Mengingat pembangunan dan pemenuhan kebutuhan dasar tidak pernah akan ada habisnya. Mitra

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  17 
kerjasama yang berkompeten di bidang pendidikan, kesehatan dan peningkatan SDM amat diperlukan
oleh BKM untuk menjaga kesinambungan penanggulangan kemiskinan.

1.4. Prinsip dan Pendekatan

Untuk peningkatan IPM secara langsung dapat diupayakan terlebih dahulu melalui revitalisasi
kegiatan sebab pada prinsipnya seluruh kegiatan berkaitan langsung dengan peningkatan IPM
bersama dengan kegiatan ekonomi produktif. Kegiatan social yang disupport secara teknis oleh PNPM
Mandiri Perkotaan mesti mengikuti kaidah-kaidah yang telah diatur dalam ketentuan Pedoman Umum
dan Petunjuk Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan. Prinsip-prinsip yang menjadi koridor bagi
kegiatan Sosial tersebut adalah :

1. Penguatan Modal sosial melalui Penguatan Kelembagaan Masyarakat antara lain dengan:
a. Pemberdayaan masyarakat untuk kemandirian masyarakat. Strategi penanggulangan
kemiskinan nasional telah terbagi menjadi 4 klaster, yang memperjelas domain PNPM pada
klaster yang kedua sebagai program yang menggunakan pendekatan pemberdayaan. Pola
kegiatannya berupa fasilitasi pembelajaran, penyadaran, pelibatan masyarakat dan penguatan
peran Pemda secara mandiri dalam pembangunan, khususnya penanggulangan kemiskinan.
PNPM Mandiri Perkotaan menjadikan pemberdayaan masyarakat sebagai pilihan strategi
utama dengan berfokus pada jalur Tridaya (bidang sosial, infrastruktur, dan ekonomi).
Kegiatan Sosial sebagai salah satu dari tiga bidang yang difasilitasi oleh PNPM Mandiri
Perkotaan, diharapkan memberikan kontribusi positif untuk meningkatkan kemandirian
masyarakat miskin berpegang pada prinsip:
i. Pembelajaran terhadap komunitas, dan pihak terkait lainnya tentang penyelesaian masalah
dengan berpartisipasi memberi dukungan nyata dalam pelaksanaan kegiatan.
ii. pembelajaran terhadap keluarga/jiwa miskin terkait penyelesaian masalah dengan melakukan
perubahan mindset/paradigma, kebiasaan, etos, dan budaya kemiskinan, dll.
b. Penguatan Kelembagaan Masyarakat Dilakukan melalui serangkaian kegiatan pelembagaan,
agar seluruh norma dan nilai yang ditawarkan program termasuk di dalamnya organisasi
kemasyarakatan dan pranata yang sudah dibangun, menjadi bagian masyarakat. Termasuk
prinsip dalam konsteks ini ada memberikan perlindungan hukum bagi Kelembagaan masyarakat
yang sudah dibangun untuk dapat mengelola asset dan program penanggulangan kemiskinan
secara berkelanjutan
c. Kemitraan untuk menjaga kesinambungan program. Seluruh kegiatan social akan terjaga
keberlanjutannya jika dilaksanakan bermitra dengan berbagai pihak mulai dari level local,
regional bahkan global. Dalam konteks PNPM Mandiri Perkotaan yang terpenting adalah
bermitra dengan Pemda, Perguruan Tinggi dan dunia Usaha. Sebab ketiga kompartemen
tersebut yang paling realistis diajak mewujudkan kerjasama jangka panjang di level kab/kota.
Pemda, Masyarakat dan Dunia Usaha, adalah tiga pilar pembangunan yang memiliki tanggung
jawab sama untuk melayani kebutuhan masyarakat.
d. Menggunakan Jaringan Relawan. Untuk mendorong agar kegiatan social lebih berjangka
penjang maka selain menggalang kemitraan, juga mengorganisasikannya dalam jaringan
relawan yang telah mengakar. Di dalam jaringan relawan tersebut telah terdapat spesialisasi
pembagian kerja seperti relawan kesehatan, relawan pendidikan, relawan pertanian, relawan
perikanan, relawan lingkungan dst. Relawan-relawan tersebut dapat berperan sendiri sebagai
penghubung antar komunitas (bridge volunteer) maupun tergabung dalam berbagai komunitas
seperti Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), kelompok nelayan maupun paguyuban lainnya.
Upaya untuk mendidkusikan peran-peran relawan dapat dilakukan dalam Komunitas Belajar
Kelurahan (KBK) terkait pembahasan rencana kerja, masukan dan keluaran program. Untuk
memahami lebih lanjut urgensi jaringan relawan dan KBK telah tersedia Pedoman Teknis KBK.

2. Pengembangan Kegiatan yang pro-poor dan berorientasi kepada IPM & MDG's, antara lain
melalui:
a. Sesuai dengan Kegiatan yang diprogramkan dalam PJM Pronangkis yang diproses melalui
Pemetaan Swadaya dan rutin diverifikasi melalui review/tinjauan partisipatif

  18  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
b. Bermanfaat langsung bagi KK Miskin yang tercatat dalam PS2, bukan pemanfaat tidak
langsung. Mereka adalah Pemanfaat Usia Sekolah, Usia Produktif dan Tidak Produktif
c. Mampu menggalang swadaya masyarakat dan merekatkan solidaritas social dalam
perencanaan, pelaksanaan dan monitoringnya. Memastikan KSM Sosial bukan kepanitiaan baru
tetapi telah berpengalaman menjalankan aktivitas sosial. Kegiatan sosial yang akan
dilaksanakan masyarakat harus dipastikan mengandung perlakuan pra dan pasca kegiatan,
sehingga kegiatan yang dilakukan tidak “numpang lewat” dalam kehidupan masyarakat.
Kegiatan ada sewaktu dilaksanakan (awal) saja, namun kemudian menghilang setelah acara
selesai. Mencegah terjadinya hal tersebut maka dilakukan Internalisasi kegiatan ke dalam
sistem sosial yang ada, antara lain sistem; keluarga, masyarakat, organisasi masyarakat,
keagamaan, dll. Tantangan utamanya adalah menjadikan aktivitas penanggulangan kemiskinan
sebagai bagian kehidupan masyarakat, sehingga pelaksanaan program akan berjalan seiring
dinamika kehidupan masyarakat pula. Pelaksanaan kegiatan mesti terpola dalam sistem,
teratur dan menggerakkan semua potensi sumber daya yang ada seperti memaksimalkan
kerjasama, mengoptimalkan keswadayaan, serta menggalang kemitraan strategis. Semua itu
merupakan langkah nyata untuk merencanakan keberlanjutan program. Indikator pelaksanaan
prinsip ini dalam pelaksanaan kegiatan KSM/panitia:
i. Pembangunan KSM/panitia melibatkan lembaga/organisasi, individu/keluarga dan jaringan
social yang sudah aktif melakukan kegiatan sosial.
ii. Pelaksanaan kegiatan sudah melakukan kerjasama dengan lembaga/organisasi
kemasyarakatan, sosial, keagamaaan, dll setempat.
iii. Menjalin kemitraan dengan pihak lain diluar komunitas: pemerintah daerah, perusahaan
swasta, dll untuk melaksanakan program, mensinergikan program, dll.
d. Berkelanjutan, artinya bukan kegiatan instant dan berjangka pendek. Sebab kebutuhan dasar
KK miskin yang harus dilayani bersifat menerus. Hal-hal yang membuat kegiatan berjangka
panjang adalah kejelasan pengelola, dukungan financial dan kemitraan dengan pihak ketiga,
baik SKPD maupun CSR atau sumber lain
e. Mendukung Program Perlindungan Sosial Cluster I seperti Beasiswa miskin, Program Keluarga
Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas),
dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Cluster IV Program Serba Murah, yaitu Program
Rumah Sangat Murah, Transportasi umum murah, air bersih untuk rakyat, listrik Murah dan
hemat, serta Program Peningkatan Kehidupan Nelayan dan Masyarakat Miskin Perkotaan. Tidak
menutup kemungkinan program di cluster I dan IV berjalan di kelurahan yang sama sehingga
akan lebih bermanfaat jika dijalankan dengan skema PNPMMP.
f. Membuka Lapangan Kerja dan meningkatkan pendapatan. Kegiatan Sosial yang membuka
lapangan kerja baru lebih diprioritaskan karena selain bermanfaat bagi banyak KK miskin juga
memberi pemasukan (income) kepada banyak jiwa yang ditanggung oleh masing-masing KK
tersebut. Pada gilirannya akan meningkatkan daya beli. Dengan daya beli yang tinggi akan
memberi kesempatan untuk memilih akses sumberdaya dan pelayanan (terutama pendidikan,
kesehatan dan asupan gizi). Bentuk kegiatan social yang meningkatkan pendapatan dan daya
beli dimulai dari pelatihan open menu sesuai kebutuhan masyarakat. Jenis-jenis pelatihan yang
disesuaikan dengan mata pencaharian dan potensi masyarakat akan berpeluang memperluas
usaha dan otomatis membuka lapangan kerja baru diprioritaskan seperti pelatihan ketrampilan
dan kewirausahaan yang harus disambung dengan pembentukan KSM ekonomi produktif
g. berkaitan dengan peningkatan kesehatan otomatis akan meningkatkan Angka Harapan Hidup
sebagamana ditargetkan IPM. Semakin sehat seseorang akan makin panjang harapan
hidupnya, sehingga makin produktif sebagai manusia sejahtera. Adapun area-area strategis
yang digarap mestinya juga berkaitan dengan target-target MDGs seperti memberantas
kelaparan (MDGs 1), mengurangi kematian anak (MDGs 4), meningkatkan kesehatan ibu
(MDGs 5), melawan penyakit menular malaria dan HIV (MDGs 6), serta menjaga daya dukung
lingkungan hidup (MDGs 7) yang sehat sebagai habitat hidup jangka panjang.
h. Berkaitan dengan pendidikan sebagai prioritas untuk meningkatkan kapasitas SDM sebagai
salah satu kebutuhan primer yang ditargetkan dalam IPM. Sebagai target ketiga, pendidikan
berniat menjadikan masyarakat terdidik sejak usia sekolah. Dalam MDGs pendidikan diletakkan
pada target ke 2 dan ke-3 yaitu pemerataan kesempatan mendapatkan pendidikan dan tidak

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  19 
ada diskriminasi gender untuk mendapatkannya. Anak perempuan dan laki-laki memiliki
kesempatan yang sama untuk sekolah.

  20  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB   II 
MEKANISME   PENGUATAN    
KELEMBAGAAN   MASYARAKAT 
PNPM MANDIRI PERKOTAAN 

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  21 
2.1. Pengertian
Yang dimaksud dengan penguatan kelembagaan masyarakat dalam PNPM Mandiri Perkotaan adalah
upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat yang telah dibangun
agar dapat diterima sebagai sebuah norma dan perilaku baru di masyarakat dalam rangka
melestarikan upaya penanggulangan kemiskinan berbasis nilai.

2.2 Tujuan
Secara prinsip penguatan kelembagaan masyarakat tidak ditujukan untuk mengembangkan
kelembagaan yang baru, akan tetapi menginternalisasi kelembagaan yang sudah berhasil dibangun
oleh PNPM Mandiri Perkotaan dan meningkatkan kapasitasnya untuk dapat melanjutkan upaya
penanggulangan kemiskinan. Tujuan dari Penguatan kelembagaan masyarakat dalam PNPM Mandiri
perkotaan adalah:
1. Memperkuat, meningkatkan dan melestarikan kapasitas kelembagaan masyarakat yang sudah
dibangun PNPM MP agar menjadi milik masyarakat
2. Meningkatkan kapasitas lembaga masyarakat yang ada agar mampu meningkatkan kualitas dan
kuantitas pelayanan dasar bagi masyarakat miskin
3. Memperkuat Pranata Lokal masyarakat yang telah terbangun sebagai dasar untuk keberlanjutan
upaya penanggulangan kemiskinan

2.3 Sasaran
Untuk mencapai tujuan tersebut, sasaran yang ingin dicapai dari penguatan kelembagaan masyarakat
ini antara lain:

Terbentuknya pranata lokal yang sudah diinisiasi oleh BKM/LKM dan terinternalisasi dengan baik di
tingkat masyakat ditunjang oleh :
a. kembalinya fungsi BKM/LKM sebagai board of trustee dan UP-UP sebagai pelaksana
operasional kegiatan
b. Terbentuknya forum relawan dan juga relawan berdasarkan minat (relawan sektoral), sebagai
mitra kerja BKM/LKM dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dasar bagi masyarakat
miskin.
c. Tumbuh kembangnya KBK sebagai sarana pembelajaran bersama masyarakat dan
pelembagaan nilai

2.4. Elemen dan Substansi Penguatan Kelembagaan Masyarakat


Sebagaimana di jelaskan sebelumnya, maka setidaknya ada 2 (dua) elemen penting penguatan
kelembagaan masyarakat dalam PNPM Mandiri Perkotaan, elemen tersebut adalah 1) Elemen
Organisasi Masyarakat dan 2) Elemen Pranata yang sudah dibangun, sebagaimana diilustrasikan
dengan skema sebagai berikut:

2.4.1. Penguatan Lembaga/Organisasi Masyarakat


Salah satu sasaran dalam PNPM Mandiri Perkotaan disebutkan terbangunnya Lembaga Keswadayaan
Masyarakat yang dipercaya, aspiratif, representatif dan akuntabel untuk mendorong tumbuh dan
berkembangnya partisipasi serta kemandirian masyarakat. Hal ini dilakukan di level desa/kelurahan,
akan tetapi sebenarnya pengembangan lembaga kemasyarakatan di PNPM Mandiri Perkotaan
dilakukan di berbagai level mulai dari komunitas yang paling kecil. Berikut adalah elemen dan
substansi penguatan lembaga di PNPM Mandiri Perkotaan diberbagai level:
1. BKM/LKM:
a. Penajaman peran BKM/LKM dalam nangkis
b. Memberikan perlindungan hukum kepada BKM melalui peraturan daerah atau surat
keputusan kepala daerah apabila diperlukan sesuai dengan kondisi masing-masing Pemda
c. Peningkatan pemahaman soal organisasi dan manajemen
d. BKM mampu menjalankan manajemen organisasi, baik dalam aspek POAC (planning,
organizing, actuating dan controlling) maupun memperkuat unsure-unsure organisasi (men,
money, material, dan time)

  22  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
e. Internalisasi AD & ART
f. Perbaikan sistem kearsipan dan sistem database BKM/LKM
g. Peningkatan kapasitas cara membuat keputusan
h. Peningkatan Pemahaman soal indikator kemandirian LKM dan juga review kelembagaan
2. UP-UP (bekerjasama dgn unit lain):
a. Peningkatan pemahaman soal organisasi dan manajemen sesuai tupoksinya
b. Peningkatan jumlah personil
c. Perbaikan sistem kearsipan dan database UP-UP
d. Peningkatan kapasitas pembinaan untuk KSM
3. KSM (a.l program PPMK):
a. Peningkatan kapasitas kelembagaan KSM (Organisasi dan manajemen)
b. Peningkatan pelatihan keterampilan
c. Pengembangan usaha produktif

Pengembangan organisasi/lembaga masyarakat di berbagai level tersebut diharapkan dapat menjadi


lembaga yang mampu melahirkan kebijakan/keputusan yang berpihak pada masyarakat miskin, dan
yang utama adalah menjadi pengelola penanggulangan kemiskinan di berbagai level. Dalam hal ini
penguatan lembaga masyarakat akan bertumpu di level kelurahan dan kecamatan.

2.4.2 Penguatan Kepranataan lokal Masyarakat


Merujuk pada pengertian tentang kelembagaan masyarakat, maka kelembagaan masyarakat dan
sering juga disebut sebagat pranata dalam PNPM Mandiri Perkotaan merupakan adalah sekumpulan
jaringan dari relasi sosial yang melibatkan orang-orang tertentu, memiliki tujuan tertentu, memiliki
aturan dan norma, serta memiliki struktur di dalam PNPM Mandiri Perkotaan dan diikuti dengan kata
kerja. Sehingga di dalam PNPM Mandiri Perkotaan, yang disebut dengan kelembagaan tentu bukan
hanya organisasi yang di bentuk saja, akan tetapi mencakup aturan main, nilai-nilai dan norma yang
membentuk relasi sosial, interaksi sosial sebagai akibat dari proses pembelajaran di masyarakat dan
kegiatan penanggulangan kemiskinan itu sendiri.

Berdasarkan pengertian tersebut, dengan asumsi bahwa kelembagaan tersebut merupakan proses
pembelajaran masyarakat dan kemudian menjadi bagian dari kebutuhan masyarakat dalam

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  23 
pengelolaan penanggulangan kemiskinan dan demikian juga tertulis di dalam Pedoman, maka ada
beberapa pranatan yang berhasil PNPM Mandiri Perkotaan bangun, antara lain :
1. Penetapan dan Penguatan Siklus Pembangunan partisipatif
2. Penetapan dan penguatan mekanisme pengelolaan kegiatan Tridaya (fokus secara eksplisit
menetapkan syarat KK miskin/PS-2 sebagai penerima manfaat BLM)
a. Pengelolaan kegiatan Infrastruktur (kerjasama dgn unit infra)
b. Pengelolaan kegiatan Sosial
c. Pengelolaan kegiatan Ekonomi (kerjasama dgn unit Kredit Mikro)
3. Penetapan dan penguatan Pengelolaan transparansi dan akuntabilitas (kerjasama dgn unit
Manajemen Keuangan)
4. Pengembangan Forum Relawan dan Relawan Sektor
5. Pengembangan kegiatan KBK
6. Pengembangan kesiapan lembaga untuk kemitraan (kerjasama dengan unit LG)

Keterkaitan antar elemen tersebut dapat diilustrasikan dengan gambar sebagai berikut:

2.5. Prasyarat Keberlanjutan Kelembagaan Masyarakat


Kelembagaan masyarakat adalah faktor penting yang dapat mendorong keberlanjutan
penanggulangan kemiskinan. Agar kelembagaan tersebut dapat menjamin keberlanjutan, maka ada
beberapa prasyarat yang harus dipenuhi, antara lain:
1. Legitimasi yang kuat; Organisasi dan juga pranata yang ada, memiliki legitimasi yang kuat di
tingkat masyarakat, dipercaya sebagai bagian dari masyarakat itu sendiri
2. Dapat diterima oleh semua pihak; Artinya kelembagaan masyarakat tersebut dapat diterima,
tidak menimbulkan resistensi oleh seluruh multipihak yang berkepentingan dalam penanggulangan
kemiskinan
3. Mudah dan dapat diaplikasikan; Tentu saja kelembagaan masyarakat tersebut, mudah dan
dapat diaplikasikan, tidak membutuhkan teknologi dan pengetahuan yang terlalu rumit

  24  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
4. Dapat direplikasikan; Hal lain adalah dapat dengan mudah direplikasi di bagian wilayah yang
lain tanpa membutuhkan fasilitasi yang terlalu rumit
5. Terinternalisasi dalam bentuk pelaksanaan kegiatan; Terinternalisasi dengan baik di
tingkat masyarakat selain secara pemahaman dan yang lebih penting diwujudkan dalam kegiatan
yang bersifat rutin

2.6. Manajemen Pelaksanaan Penguatan Kelembagaan Masyarakat


2.6.1 Indikator dan Target Penguatan Kelembagaan Masyarakat
Untuk mengukur keberhasilan proses penguatan kelembagaan masyarakat, maka perlu ada indikator
yang disepakati. Indikator ini mencakup elemen-elemen penguatan kelembagaan sebagaimana
disampaikan sebelumnya.

TARGET
NO ASPEK INDIKATOR
2012 2013

1. Organisasi

a BKM/LKM Seluruh BKM/LKM telah dilatih penguatan 100% BKM/LKM


kelembagaan BKM/LKM

Tingkat perkembangan organisasi BKM/LKM 50% BKM/LKM 70% BKM/LKM


Mandiri

Administrasi dan sekretariat BKM/LKM 50% BKM/LKM 70% BKM/LKM


tertata sesuai dengan standar yang
ditetapkan

Terdapat Rencana Kerja Tahunan BKM/LKM 50% BKM/LKM 70% BKM/LKM

b UPS Seluruh UPS telah dilatih penguatan UPS 100% UPS

Tersosialisasikannya SOP Keg sosial 100% UPS

Terlaksananya kegiatan sosial sesuai SOP 70%

1. Kepranataan lokal

a Mekanisme Ditetapkannya mekanisme pelaksanaan 50% BKM/LKM 70% BKM/LKM


Pelaksanaan kegiatan yang menjamin ketepatan sasaran
kegiatan PS-2, sebagai pranata setempat

b Penguatan Terbentuknya forum Relawan dan relawan 50% BKM/LKM 70% BKM/LKM
Relawan sektor

s KBK Terbentuknya KBK 50% BKM/LKM 100%


BKM/LKM

Terlaksananya forum pertemuan KBK rutin 50% BKM/LKM 70% BKM/LKM

2.6.2. Langkah-langkah
Langkah-langkah penguatan kelembagaan masyarakat secara umum dapat dikembangkan sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing wilayah. Langkah-langkah ini juga harus simultan dan
juga bersinergi dengan langkah-langkah pelaksanaan siklus di masyarakat, diupayakan untuk tidak
overlap dengan kegiatan yang lain. Rumusan langkah yang akan disampaikan berikut hanya sebagai
guidance yang diharapkan dapat membantu agar elemen-elemen proses penguatan kelembagaan
secara substansi terpenuhi. Langkah-langkah ini juga dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan dan proses pembelajaran di tingkat masyarakat. Langkah-langkah tersebut, secara
umum dapat digambarkan secara skematis melalui:

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  25 
2.6.3 Delivery System
Untuk menjamin bahwa seluruh pelaku dapat memahami konsep penguatan kelembagaan
masyarakat ini maka dikembangkan Sistem "delivery" sebagaimana berikut:

  26  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
2.6.4. Mekanisme Pengendalian

PELAKU QA QC & FEEDBACK

TOR KMP

Strategi Operasional
KMP

TA CO & S
KMP Pengendalian berbasis SIM
Menyusun Workplan bidang
CO & S dan WEB
Menyusun Petunjuk teknis Supervisi CB
kelembagaan dan pengelolaan Evaluasi kinerja TA KMW
keg sosial Pengendalian sosialisasi
Sosialisasi melalui EGM, konsep Kelembagaan & Keg
Pelatihan dan supervisi CB Sosial

LAPORAN
Menyusun Workplan Pengendalian berbasis SIM
tingkat KMW bidang CO dan WEB
&S Supervisi kepada Korkot
TA Sos & TA Pelatihan Mensosialisasikan SOP Evaluasi Kinerja bidang CO &
KMW kelembagaan dan keg S
sosial melalui KBIK dan Pengendalian sosialisasi bid
platihan khusus CO & S kepada tim korkot

LAPORAN
Menyusun Workplan Pengendalian berbasis SIM
tingkat KMW bidang CO dan WEB
&S Supervisi kepada tim faskel
Mensosialisasikan SOP Evaluasi Kinerja bidang CO
kelembagaan dan keg & S tim faskel
Korkot & Askot CD sosial melalui KBIK dan Pengendalian sosialisasi bid
platihan khusus CO & S kepada tim korkot

LAPORAN
Pengelolaan Kegiatan
Tim Faskel & esp penguatan
Faskel sosial kelembagaan dan keg
sosial

Implementasi
MASYARAKAT (esp Penguatan
LKM & UPS) Implementasi
kelembagaan dan
Implementasi
kegiatan sosial

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  27 
  28  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
BAB   III 
KEGIATAN   BERBASIS   MODAL   SOSIAL 
DAN   BERORIENTASI   IPM 

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  29 
3.1. Urgensi Kegiatan Berbasis Modal Sosial
Lemahnya modal sosial adalah akar pesoalan yang menggoyahkan kemandirian. Penyebabnya adalah
pengambilan keputusan terpengaruh kepentingan, tidak adil, tidak transparan, dan tidak memihak
kepada si miskin. Pengelola tidak dipilih dengan benar, hanya menjadi perpanjangan tangan pihak-
pihak yang menanamkan kepentingan. Akibatnya keputusan yang dibuat mengutamakan kepentingan
pihak-pihak yang berpengaruh, sehingga kerap diabaikan oleh masyarakat. Dampaknya lembaga
mengalami krisis kepercayaan, yang membuatnya tidak sempat mengembangkan pemimpin
berintegritas. Lambat laun lembaga semacam ini semakin sulit mengakar karena tidak diakui
(legitimate). Untuk membenahinya harus diupayakan langkah-langkah :
a. penguatan modal social (keikhlasan, kerelaan, kepercayaan, dan gotong-royong) di lokasi-
lokasi yang telah memiliki jaringan kerjasama yang kuat dan
b. membangun kembali modal social yang mulai memudar di sejumlah lokasi
c. Penanaman dan penumbuhan modal social kepada masyarakat dilakukan melalui proses
pemberdayaan.

Ketiga proses tersebut pada hakekatnya adalah rangkaian kegiatan social. Di dalamnya terdapat
upaya penguatan kelembagaan melalui peningkatan rasa saling percaya, kerelaan, keikhlasan,
keadilan dan kejujuran pada seluruh tahapan yang dikenal dengan tahapan siklus, mulai Pemetaan
swadaya, Pemilihan anggota BKM, penyusunan PJM Pronangkis hingga pembentukan KSM.
Pemberdayaan bertujuan mewujudkan perubahan social dari kondisi negative menuju positif.
Tonggaknya pada terbentuknya BKM. Harapannya, masyarakat kembali memiliki pemimpin
berintegritas dalam BKM sebagai :
1. wadah perjuangan kaum miskin untuk hidup mandiri, berkualitas, memperluas jaringan,
memperbanyak mitra dan mendorong penanggulangan kemiskinan berkelanjutan
2. lembaga yang lebih menekankan perhatian untuk menyuarakan kebutuhan masyarakat.
3. lembaga yang dalam setiap proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh kepemimpinan
yang berorientasi kepada masyarakat miskin (pro poor)
4. lembaga kepemimpinan kolektif yang menggerakkan perwujudan tata kelola pemerintahan
yang baik (good governance)

3.2. Tujuan Kegiatan Berbasis Modal Sosial


Tujuan Kegiatan Sosial terintegrasi dengan Tujuan PNPM Mandiri Perkotaan sebagaimana yang
ditetapkan dalam Pedoman Umum mengenai sifat dan rambu-rambu pengalokasian Bantuan
langsung Masyarakat untuk kegiatan sosial, yaitu :
1. Meningkatkan daya beli dan kualitas hidup masyarakat miskin
2. Menguatkan solidaritas sosial masyarakat.
3. meningkatkan angka harapan hidup masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan,
sumberdaya dan kesempatan pendidikan.
4. Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan kegiatan penanggulangan
kemiskinan.

3.3. Output Kegiatan Berbasis Modal Sosial

1. Masyarakat mendapatkan pelayanan kebutuhan dasar dengan baik, baik dari Pemda maupun
pihak lain (dunia usaha dan Perguruan Tinggi). Dengan demikian masyarakat terpenuhi
kebutuhan dasarnya dan mendapatkan manfaat dari peningkatan kondisi lingkungan serta tata
kelola pemerintahan yang baik (Good Governance).
2. Terjadinya keberlanjutan. Kegiatan Sosial menunjang fasilitasi pelayanan-pelayanan SKPD agar
tepat sampai pada kelompok sasaran. Artinya dengan terfasilitasinya pelayanan SKPD kepada
masyarakat miskin akan menunjang alih kelola kegiatan sosial, keberlanjutan program dan
memperpanjang harapan hidup masyarakat miskin.
3. Meningkatnya Modal Sosial. Dalam banyak aspek, kegiatan sosial yang dijalankan oleh KSM-KSM
Sosial yang telah mengakar akan memperkuat sambung rasa, kepedulian dan kerjasama antar

  30  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
warga menghadapi persoalan kemiskinan. Kepedulian dapat diwujudkan melalui keswadayaan. Di
sisi lain, kegiatan sosial memberikan keleluasaan kepada Pemda untuk lebih menjangkau
masyarakat sasaran, terutama pada bidang pendidikan dan kesehatan.
4. Terselesaikannya persoalan-persoalan kemasyarakatan oleh masyarakat sendiri dengan kearifan
lokal yang dimiliki. Potensi untuk menyelesaikan persoalan tersesbut akan memicu tumbuhnya
kemandirian.

3.4. Strategi Pelaksanaan


a. Transformasi Sosial dari Masyarakat Berdaya Menuju Masyarakat Mandiri

Kegiatan Sosial dalam arti luas adalah seluruh proses pemberdayaan dalam mewujudkan perubahan
social sesuai konteks PNPM Mandiri Perkotaan. Dalam proses tersebut masyarakat yang tidak berdaya
diintervensi dengan 8 aktivitas utama untuk membangkitkan modal social. Seluruh kegiatan PNPM
Mandiri Perkotaan berbasis modal social, namun kegiatan social akan sangat strategis dan
menemukan momentumnya pada saat intervensi mulai beranjak dari masyarakat berdaya menuju
masyarakat mandiri. Intervensi P2KP untuk mampu mewujudkan transformasi sosial dari Masyarakat
Berdaya menuju Masyarakat Mandiri melalui 2 hal, yaitu : pertama, Pembelajaran kemitraan antar
stakeholders strategis, yang menekankan pada proses pembangunan kolaborasi dan sinergi upaya-
upaya penanggulangan kemiskinan antara masyarakat, pemerintah kota/ kabupaten, dan kelompok
peduli setempat agar kemiskinan dapat ditangani secara efektif, mandiri dan berkelanjutan.

Kemitraan sinergis pada dasarnya bermakna bahwa jalinan kerjasama dan kolaborasi antara
masyarakat, pemerintah dan kelompok peduli/swasta tersebut harus dibangun atas dasar kebutuhan
bersama, kepentingan yang sama, dan kesetaraan peran dalam melaksanakan kegiatan bersama.
Terkait erat dengan upaya mendukung kemitraan sinergis dimaksud, maka perlu dilakukan upaya
penguatan peran pemerintah dan KPKD tingkat kota/kabupaten dalam penanggulangan kemiskinan,
sehingga mampu mendorong berfungsinya KPK-D kota/kabupaten secara efektif untuk menyusun
strategi penanggulangan kemiskinan (SPK-D) dan Program Penanggulangan Kemiskinan (Pronangkis
kota/kabupaten) di masing-masing wilayah.

Kedua, Penguatan Jaringan antar Pelaku Pembangunan, dengan membangun kepedulian dan
jaringan sumberdaya dan mendorong keterlibatan aktif dari para pelaku pembangunan lain maka
dapat dijalin kerjasama dan dukungan sumberdaya bagi penanggulangan kemiskinan, termasuk akses
penyaluran (channeling) bagi keberlanjutan program-program di masyarakat dan penerapan Tridaya
di lapangan. Para pelaku pembangunan lain yang dimaksud antara lain: LSM, Perguruan Tinggi
setempat, lembaga-lembaga keuangan (perbankan), Pengusaha, Asosiasi Profesi dan Usaha Sejenis,
dll.

b. Transformasi Sosial dari Masyarakat Mandiri Menuju Masyarakat Madani

Intervensi P2KP untuk mewujudkan transformasi dari kondisi masyarakat mandiri menuju masyarakat
madani lebih dititikberatkan pada proses penyiapan landasan yang kokoh melalui penciptaan situasi
dan lingkungan yang kondusif bagi berkembangnya masyarakat madani, serta melalui intervensi
komponen Pembangunan Lingkungan Permukiman Kelurahan Terpadu (Neighbourhood
Development), yakni proses pembelajaran masyarakat dalam mewujudkan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan yang berbasis nilai menuju terwujudnya lingkungan permukiman yang
tertata, sehat, produktif dan lestari. Gambaran mengenai strategi pelaksanaan PNPM Mandiri
Perkotaan dapat dilihat pada Gambar 10.

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  31 
Gambar 10
Strategi Dasar Pelaksanaan P2KP

 
Tidak Menuju
berdaya Masyarakat Masyarakat mayarakat
(masyarakat Berdaya Mandiri Madani
miskin)

Perubahan Kelembagaan Penyusunan Aplikasi Pembelajaran Pembelajaran Pembelajaran


sikap/perilaku masyarakat yg program Pronangkis sinergi dengan optimalisasi pembangunan
masyarakat mengakar dan partisipatif oleh pro-poor dan Pemda melalui sumberdaya lingkungan
representatif masyarakat kontrol warga kemitraan eksternal permukiman
(Bank, Depsos kelurahan terpadu
Kimpraswil, dll) secara mandiri

Internalisasi
prinsip dan
nilai luhur Penguatan
universal Lembaga Pembelajaran
masyarakat Penerapan Penguatan
konsep TRIDAYA akuntabilitas Kemitraan
masyarakat Pemda &
masyarakat Penguatan
Penyiapan Pembelajaran
masyarakat jaringan dan neigborhood
oleh Faskel BKM chanelling development
PJM program berbasis good
Pronangkis BLM governance
Tridaya
PAKET

Channeling
program
Neighborhood
development

Kegiatan sosial dalam arti luas adalah penguatan modal sosial yang diintervensi melalui
pemberdayaan. Sedangkan kegiatan sosial dalam arti sempit adalah jenis-jenis kegiatan yang
digunakan oleh masyarakat sebagai wahana ekspresi modal sosial mereka. Oleh sebab itu untuk
mempercepat peningkatan kesejahteraan maka kegiatan sosial dijalankan dengan bertumpu pada
kekuatan modal sosial. Area-area kunci untuk mencapai kesejahteraan sosial tersebut didukung oleh
PNPM Mandiri Perkotaan melalui penerapan 5 aspek strategis untuk memudahkan pengendalian.
Pelaksanaan kelima aspek strategis tersebut memprioritaskan kegiatan sosial agar:

1. Relevan dengan target IPM-MDGs


Kegiatan Sosial yang relevan dengan target IPM-MDGs akan mendapatkan prioritas
penanganan. Sebab menghubungkannya dengan IPM-MDGs akan menjadikan kegiatan social
menjadi mudah untuk diukur pencapaiannya. Kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang
terkait dengan peningkatan daya beli, pemenuhan kebutuhan kesehatan, pendidikan dan
peningkatan SDM.

2. Menguatkan modal social


Apabila modal social yang tumbuh bersama kearifan local dijadikan tumpuan, maka mesti
dipastikan bahwa semua KSM Sosial terbentuk dari jaringan social yang telah lama berperan
(exist) di masyarakat. KSM Sosial yang tidak dibentuk dari bawah (bottom up) akan sulit
mempertahankan solidaritas social yang selama ini terbangun. Oleh karena itu fasilitator
social dan ascot social berkewajiban untuk memastikan bahwa KSM Sosial bukan kepanitiaan
baru tetapi dibentuk dari jaringan relawan yang telah lama mengakar melayani berbagai
kegiatan seperti pelatihan, penguatan kapasitas, pendidikan, kesehatan maupun lingkungan.
KSM-KSM Sosial yang telah mengakar selain beranggotakan para relawan yang telah
berpengalaman juga memiliki jaringan sosial yang telah mapan (establish) dan spesialis pada
bidangnya seperti relawan posyandu, BKKBN, Kader PKK, kelompok tani, kelompok nelayan,
pegiat lingkungan, PAUD, radio komunitas, relawan kemitraan yang telah terbiasa
memfasilitasi program-program SKPD. Dengan memanfaatkan relawan-relawan yang telah

  32  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
aktif dan berjaringan, maka KSM Sosial yang dibentuk akan makin merekatkan solidaritas
sosial dan menguatkan modal sosial sebagai modal penting untuk bekerjasama.

3. Menunjang Kegiatan Ekonomi


Kegiatan Sosial yang terkait dengan bidang ekonomi memungkinkan berdaya jangkau lebih
luas untuk meningkatkan kapasitas SDM menjadi lebih produktif dalam menjalankan kegiatan
ekonomi produktif dan terhindar dari kerugian. Input yang dibutuhkan terkait peningkatan
kemampuan melakukan kegiatan usaha kecil ekonomi produktif antara lain adalah :
a. Pengetahuan dan wawasan dalam mengelola usaha
b. Ketrampilan/skill yang dibutuhkan dalam menjalankan usaha dan menjaga kualitas
produk
c. Kemampuan membaca prospek usaha

Singkat kata kegiatan social yang dimasukkan dalam daftar PJM Pronangkis adalah kegiatan
yang menunjang peningkatan pendapatan melalui usaha yang selama ini telah ditekuni oleh
masyarakat. Jadi bukan usaha yang sama sekali baru dan tidak terkait dengan mata
pencaharian masyarakat. Bentuk kegiatan peningkatan kemampuan di atas adalah pelatihan,
coaching dan on the job training.

Oleh sebab itu segala bentuk pelatihan kewirausahaan maupun pelatihan-pelatihan


ketrampilan yang ditujukan untuk menguatkan skill masyarakat dalam meningkatkan
produktivitas dan pendapatan harus ditindaklanjuti dengan pembentukan KSM-KSM ekonomi
produktif sebagai konsekuensi bahwa kegiatan social berfungsi sebagai pengantar menuju
intensifikasi maupun diversifikasi usaha. Artinya, kegiatan social yang berhenti di tengah jalan
atau paska pelatihan selesai tanpa follow up, dipastikan tertolak.

4. Berkelanjutan
Dimuka sempat disinggung bahwa Kegiatan social berhubungan dengan sector-sektor yang
menjadi tanggung jawab SKPD, sehingga amat relevan dengan Program Penanggulangan
Kemiskinan cluster I, yaitu Program Perlindungan Sosial Berbasis Keluarga dan Cluster IV
Program serba murah untuk masyarakat. Program Perlindungan Sosial berbasis keluarga
antara lain Program Keluarga Harapan, Jamkesmas, Raskin, Bantuan Langsung Tunai, dan
Beasiswa Siswa Miskin. Sedangkan Program serba Murah Untuk Masyarakat adalah Air Untuk
Rakyat, Rumah Murah, Peningkatan Taraf Hidup Nelayan, Perbaikan Hidup Masyarakat
Urban. Dalam jangka panjang, kegiatan sosial tidak hanya harus bermanfaat bagi warga
miskin melainkan juga mesti meningkatkan kesejahteraan dan berkesinambungan.

Artinya semakin banyak penanggung jawab kegiatan akan semakin baik. Semakin banyak
sector-sektor pemerintahan terlibat, baik SKPD-SKPD Pemda maupun Pemerintah pusat akan
menjadikan program berjangka panjang. Kegiatan social yang ditempelkan atau
disinkronisasikan dengan program-program daerah (program-program SKPD) atau program
daerah yang dilimpahkan dari pusat seperti program-program perlindungan social di cluster I
dan IV. akan membuatnya berkesinambungan. Kegiatan social yang dikerjasamakan dengan
pihak swasta dalam alokasi program CSR mereka juga akan lebih terpelihara dengan baik
masa depannya. Namun dari segala jenis kemitraan tersebut kekuatan terbesar untuk
membuat kegiatan berkelanjutan adalah keswadayaan, modal social dan jaringan social. Oleh
sebab itu mulai saat ini kita harus mulai intensif mengidentifikasi prospek, baik kemungkinan
penyertaan swadaya maupun kemitraan strategisnya.

5. Memberikan Perlindungan Sosial


Kegiatan Sosial mestinya memberikan jaminan perlindungan sosial kepada keluarga miskin,
mendukung program-program jaminan kesehatan, pendidikan dan hari tua. Esensi kegiatan
sosial adalah pemenuhan ketiga kebutuhan dasar tersebut. Mengandalkan modal sosial,
kerjasama untuk memberikan pelayanan pendidikan, kesehatan dan hari tua akan lebih

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  33 
berkelanjutan. Perlindungan social juga dapat diberikan kepada masyarakat yang mengalami
dampak bencana.

6. Mereview PJM Pronangkis


Untuk membenahi kembali kegiatan sosial agar sesuai dengan kelima aspek di atas maka
diperlukan reorientasi dan revitalisasi kegiatan sosial sebagai entitas penting dalam
penanggulangan kemiskinan melalui PNPM Mandiri Perkotaan. Oleh sebab itu tidak menutup
kemungkinan untuk mereview kembali PJM Pronangkis hingga pada substansi kegiatan sosial.
Jika perlu dapat direvisi kembali.

3.5. Sasaran Kegiatan

Sasaran Kegiatan tentu saja adalah KK Miskin yang telah teridentifikasi dalam data PS 2 hasil
Pemetaan Swadaya. Data-data PS 2 tersebut harus dipastikan telah diupdate secara periodic minimal
setahun sekali. Data PS 2 yang telah diperoleh harus dipetakan, baik secara geografis, mata
pencaharian maupun tingkat kemiskinannya. Sehingga akan diperoleh kategori KK miskin yang
berhak mendapatkan intervensi pelayanan/kegiatan social dalam PNPM Mandiri Perkotaan. Tiga
kelompok warga PS 2 tersebut antara lain :
a. Usia Sekolah, yaitu anak-anak KK Miskin (keluarga PS2), usia sekolah yang tidak memiliki
kecukupan dana untuk mendapatkan pendidikan dan jaminan kesehatan yang layak. Kategori
anak-anak miskin usia sekolah adalah anak-anak miskin yang tidak memiliki kemampuan
mengakses pendidikan dan kesehatan karena ketidakcukupan biaya dari orang tua mereka.
Rentang usia disesuaikan dengan Balita dan Program Wajib Belajar 9 Tahun.
b. Usia Produktif, KK Miskin yang masih berusia produktif tetapi tidak memiliki pendapatan
tetap, tidak memiliki akses terhadap pekerjaan yang layak dan penguasaan aset. Di kelompok
ini berisikan kelompok umur usia bekerja, tetapi belum mempunyai kemampuan untuk
menekuni suatu pekerjaan atau belum mempunyai pekerjaan tetap.
c. KK miskin Tidak Produktif, KK Miskin tidak produktif yaitu Jiwa miskin yang telah
melewati usia produktif seperti tidak memiliki pendapatan tetap/tidak memiliki sumber
pendapatan, tidak memiliki akses kesehatan, tidak memiliki jaminan hari tua

Gambar 11
Klasifikasi Warga PS-2

• Balita dan Usia sekolah


sesuai program wajib
Usia belajar
Sekolah •Tidak memiliki
kecukupan dana untuk
mengakses pendidikan
dan kesehatan
•Tidak memiliki
pekerjaan
•pekerjaan tidak tetap
Usia •Tidak berpendidikan
PS 2 Produktif •Tidak memiliki
ketrampilan
•Tidak memiliki akses
perawatan kesehatan

•telah melewati masa


produktif
•pendapatan tidak tetap
Usia
•ketergantungan tinggi
Tidak
•Tidak memiliki akses
Produktif kesehatan
•Tidak memiliki jaminan
hari tua

  34  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
Untuk menjamin ketepatan sasaran kegiatan kepada keluarga/individu miskin yang ada dalam daftar
PS-2 maka dapat dikembangkan penggunaan register warga miskin. Jadi masing-masing jiwa
miskin (PS-2) mempunyai nomor register tersendiri dan harus jelas nama (by name) dan alamatnya
(by address)-nya. Register ini digunakan semenjak usulan kegiatan/proposal, rapat BAPPUK BKM,
sampai pada kunjungan lapang untuk menentukan kelayakan usulan. Dengan menggunakan nomor
register warga miskin maka akan mempermudah untuk mengetahui apakah penerima manfaat
kegiatan adalah warga miskin PS-2.

Sasaran dari Kegiatan secara umum adalah keluarga/jiwa miskin yang ada dalam daftar PS-2, namun
untuk Kegiatan tertentu harus ditentukan kriteria yang lebih khusus, hal ini dimaksudkan menghindari
bias orientasi dan sasaran Kegiatan. Perlu untuk terus menjaga suasana batin warga miskin agar
selalu harmoni, kondusif sehingga dalam memfasilitasi keluarga/jiwa miskin tersebut lebih strategis
dan sesuai derajat keberdayaannya. Indikator pelaksanaan prinsip ini dalam pelaksanaan kegiatan
KSM/panitia:
1. PJM pronangkis sudah diperbaiki: ada register jiwa miskin, ada katagori mendekati miskin -
miskin - sangat miskin dan miskin produktif - miskin non produktif.
2. Peserta/penerima manfaat semuanya ada dalam register PS-2 PJM Pronangkis.
3. Untuk keperluan mendukung system register tersebut di atas dapat dibuatkan kartu identitas
penerima manfaat tersendiri untuk mengidentifikasi kelompok sasaran agar mendapatkan
intervensi yang tepat, misalnya beasiswa/bantuan pendidikan untuk warga PS-2 usia sekolah
dan mendukung kartu sehat terdistribusi dengan benar melalu database PS-2

Dengan mengklasifikasikan warga PS-2 akan mempermudah pemilihan intervensi yang cocok
terhadap mereka, khususnya melalui Kegiatan. Dalam PJM Pronangkis sudah harus terlihat berapa
jumlah warga miskin, tinggal dimana dan siapa saja yang berhak menjadi penerima manfaat untuk
setiap kegiatan. Dengan demikian, BKM terhindar dari penyelenggaraan kegiatan yang tidak berkaitan
dengan penanggulangan kemiskinan, tidak jelas pemanfaatnya, instan dan kurang berkelanjutan.

3.6. Komponen dan Fasilitasi Kegiatan

Sebagaimana kegiatan yang lain, komponen Kegiatan berproses dari tahap Perencanaan,
Pelaksanaan, Monitoring dan Evaluasi. Sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa dalam
merencanakan, melaksanakan dan memonitor harus memperhatikan kesesuaian kebutuhan dan
ketepatan sasaran bagi warga miskin. Kebutuhan dan ketepatan sasaran dimuat dalam PJM
Pronangkis yang akan selalu menjadi acuan dalam pelaksanaan dan evaluasi. Dalam pelaksanaannya,
Kegiatan disesuaikan dengan tiga target utama Indeks Pembangunan Manusia (IPM). yaitu :
1. Peningkatan Angka Harapan Hidup melalui pelayanan Kesehatan.
2. Peningkatan Kapasitas SDM, melalui pelayanan Pendidikan
3. Peningkatan Daya Beli, yang didahului dengan peningkatan pendapatan sesuai mata
pencaharian

Ketiga komponen tersebut adalah criteria hidup sejahtera menurut Indeks Pembangunan Manusia
sebagaimana ditentukan oleh UNDP. Untuk mewujudkannya diperlukan aneka jenis kegiatan, antara
lain :
1. Membantu penyelenggaraan pelayanan bidang kesehatan yang difasilitasi oleh BKM
bekerjasama dengan Pemda. KSM Sosial yang memfasilitasi kegiatan tersebut diprioritaskan
para volunteer yang berpengalaman dalam pelayanan kesehatan dan memahami benar PJM
Pronangkis. Sehingga kegiatan KSM akan memiliki kekuatan visi untuk meningkatkan
kesehatan warga miskin setempat seperti; pengobatan gratis, imunisasi, perawatan ibu
hamil, penambahan gizi dan penimbangan balita, perawatan kesehatan orang tua (jompo),
dsb
2. Pembangunan prasarana kesehatan dan fasilitasi pelayanan kesehatan untuk
menyambungkan antara kebutuhan masyarakat dengan program-program Pemda yang
terkait dengan pembangunan sarana dan prasarana kesehatan seperti Posyandu, Pos

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  35 
Kesehatan Desa/Kelurahan, Puskesmas, pelayanan jamkesmas, pemanfaatan obat generic,
vaksinasi, penyuluhan kesehatan, pencegahan penyakit menular (malaria, demam berdarah,
HIV), antisipasi pandemi maupun endemi, fogging, dst
3. Pembangunan prasarana lingkungan yang menunjang peningkatan kesehatan masyarakat
dan pencegahan penyakit adalah bagian dari kegiatan untuk mengantisipasi permasalahan
social. Tidak jarang permasalahan lingkungan tersebut ditimbulkan oleh permasalahan
lingkungan seperti penumpukan sampah atau pencemaran lingkungan (udara, air, tanah dan
tanaman). Bahkan jika sudah mencapai skala tertentu, upaya pencegahan dilakukan dengan
membangun instalasi, mulai dari yang murah hingga yang mahal seperti instalasi air bersih,
sanitasi, pengolah limbah (water treatment), pengolah sampah (incinerator), hingga
pembangkit listrik untuk kesehatan (dan pendidikan).
4. Pembangunan prasarana pendidikan yang difasilitasi oleh BKM bekerjasama dengan Pemda
antara lain pemberian bantuan beasiswa berkelanjutan, bantuan seragam sekolah,
pembangunan sarana dan prasarana sekolah (PAUD, TK, SD, dan SMP), pembangunan
perpustakaan sekolah, penyediaan prasarana sekolah, penyediaan buku-buku sekolah,
pengendalian dan pengawasan pemanfaatan Biaya Operasional Sekolah (BOS), pemanfaatan
beasiswa, biaya dsb
5. Mendorong agar warga miskin (PS-2) dapat mengakses kegiatan kredit mikro (ekonomi
bergulir) setelah dberikan penguatan kapasitas melalui pelatihan-pelatihan, baik pelatihan
kewirausahaan, ekonomi rumah tangga maupun pelatihan ketrampilan. Pelatihan-pelatihan
dilaksanakan secara berkelanjutan, agar setelah pelatihan dapat membentuk KSM untuk
mengakses BLM (diprioritaskan), meski tidak menutup kemungkinan untuk dilepas ke pasar
kerja. Dukungan kepada KSM ekonomi produktif juga diberikan dalam rangka mengakses
kemitraan, termasuk dalam hal legalitas/license usaha sector informal.
6. Santunan (dapat berupa cash transfer) untuk memenuhi kebutuhan pokok, berupa makanan,
pakaian dan perumahan untuk mengurangi beban hidup generasi mendatang sesuai kondisi
yang dialami dan kemendesakan persoalan. Pemenuhan kebutuhan pokok biasanya diberikan
kepada KK Miskin yang tidak dapat memenuhinya, baik akibat bencana maupun pada saat
normal. Pemda telah memiliki alokasi bantuan social dalam APBD. Fasilitasi untuk warga
miskin tidak hanya dalam desa/kelurahan, namun bias diperluas hingga keluar batas-batas
kelurahan jika memungkinkan untuk meminimalisir kelompok sasaran yang tidak tercover
seperti anak jalanan atau tunawisma. Pihak-pihak yang dapat diajak kerjasama untuk
kegiatan ini selain Pemda adalah Dunia Usaha (CSR).

  36  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
 

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  37 
 

  38  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
 

 
 
 
 
 
 
LAMPIRAN   ‐   LAMPIRAN 
 

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  39 
Lampiran 1 

a. Perkembangan Kemandirian BKM dan KPI  

Pertumbuhan kemandirian BKM mulai tahun 2010-2012 rendah, hanya sekitar 7 % saja. Sehingga
diperkirakan bahwa pada tahun 2014 jumlah BKM/LKM yang mencapai kategori mandiri tidak
tercapai, hanya sekitar 62% saja. Padahal para pelaku PNPM Mandiri Perkotaan bertekad melalui
Resolusi Lembang agar pada tahun 2014 untuk memandirikan 100 % BKM/LKM. Belum lagi jika
diidentifikasi persoalan dalam masing-masing aspek yang memperlihatkan pola yang sama antara
tahun 2012 dengan tahun 2011.

Gambar 1
Rerata Score Setiap Aspek Kinerja BKM 2010-2011

57% 58%
60% 53% 53%
52% 51%
48% 47% 46%
50% 44% 43%
41%
40%

30%

20%

10%

0%
STATUTA KEPEMIM  SISTEM  KEUANGAN SDM HUB, 
PINAN MANAJEMEN EKSTERNAL
RATA‐2010 RATA‐2011

Sumber : Data KMP Status Mei 2012

Gambar 2
Rerata Score Setiap Aspek Kinerja BKM 2011-2012

(Range nilai : 0-25 %= awal, 26-50%=berdaya, 51-75%=mandiri, 76-100%= Menuju Madani)


Sumber : Data KMP Status April 2013

  40  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
Tabel 1
Capaian Key Performance Indikator (KPI) Nasional (SIM Maret 2013)

INDIKATOR Nilai kel  Kel tdk  % kel


tercapai tercapai (data)
Min 40% kehadiran warga miskin 44 8.206 2.719 100
Min 40% kehadiran perempuan 43 8.082 2.843 100
Min 30% pndk dewasa dalam Pemilu LKM 
31 8.355 2.570 100
tk basis
Min 90% BKM terbentuk 99 10.852 73 100
Min 90% PJM tersusun 98 10.674 251 100
Tridaya selesai di 80% kel 77 8.134 2.791 100
Min 30% anggt KSM peremp 37 7.035 3.890 100

b. Perkembangan IPM
Data perkembangan kegiatan Sosial saja mengindikasikan terjadinya peningkatan kegiatan yang
relevan dengan IPM antara bulan desember 2012 hingga Maret 2013. Sepanjang 3 bulan, komponen
kegiatan yang berkorelasi langsung dengan IPM dan MDGs mengalami kenaikan 5 %.
Kenaikan kegiatan IPM-MDGs sangat diharapkan, meskipun masih diikuti dengan peningkatan
kategori lain-lain. Berikut ini perbandingan komposisi antar komponen IPM dalam kegiatan sosial
secara nasional pada periode itu.

Tabel 2
Perbandingan Kegiatan Sosial sesuai IPM
Desember 2012 - Maret 2013

Jumlah Jenis Kegiatan


No Periode Status Kegiatan
Sosial Peningkatan
Santunan Pendidikan kesehatan Lain-lain
SDM
1. 28 Des 2012 50,363 3,182 18,414 4,853 12,225 11,142
2. 8 Maret 2013 52,796 3,293 19,667 5,219 12,758 11,321
3. Kenaikan 2433 111 1253 366 533 179
4. Prosentase 5% 3% 7% 8% 4% 2%

Prosentase peningkatan terbesar terdapat pada Pendidikan (366 kegiatan, 8%) dan diikuti oleh
Peningkatan SDM (1253 kegiatan, 7%). Sedangkan terrendah adalah kegiatan lain-lain (179 kegiatan,
2%). Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan lain-lain mulai kurang diminati, meskipun mengalami
pertumbuhan juga sekitar 2 % (dibawah santunan 3 %). Potret tersebut menunjukkan bahwa
pelatihan-pelatihan peningkatan kapasitas yang dilakukan oleh KSM-KSM Sosial masih
menjadi primadona karena menambah income dan sesuai dengan ekspektasi masyarakat
miskin.

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  41 
Sayangnya bidang pendidikan selalu menduduki posisi bawah (10 %) setelah lain-lain (22 %).
Kemungkinan urusan pendidikan sudah dihandle oleh sector (kementrian) pendidikan, sehingga PNPM
Perkotaan hanya berkontribusi 10 % saja untuk menunjangnya.

Untuk melihat kontribusi KSM-KSM secara lebih luas lagi terhadap IPM, maka dapat ditengok dari BLM
yang disalurkan kepada masyarakat. Namun cara ini tidak dapat memotret jenis-jenis kegiatan yang
dikerjasamakan dengan berbagai pihak, baik dengan SKPD maupun Dunia Usaha. Kelemahan lainnya
adalah, kegiatan yang tidak berkorelasi langsung dengan IPM juga tidak tergambar dengan baik
seperti sanitasi dan MCK (yang seharusnya dapat dikaitkan dengan kesehatan/peningkatan angka
harapan hidup). Namun demikian tetap layak untuk dipertimbangkan.

Dilihat dari dana BLM yang direalisasikan selama 5 tahun terakhir (2007-2015, dari alokasi pagu
manapun), kontribusi PNPM Perkotaan terhadap IPM hanya Rp 718 M (10,66 %). Padahal total BLM
yang direalisasikan adalah 5,4 Triliun. Artinya hampir 90 % kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan benar-
benar “pure” pada aspek infrastruktur. Terdapat dua kemungkinan mengenai hal ini. Pertama,
semua kegiatan yang terhubung langsung dengan IPM telah dihandle sector-sektor
pendidikan, kesehatan maupun peningkatan income masyarakat. Kedua, semua kegiatan
yang tidak terkait langsung dengan IPM ditunjang oleh kegiatan infrastruktur. Artinya
sedikit banyak kegiatan infrastruktur turut memberikan sumbangan terhadap peningkatan IPM
meskipun tidak seluruh jenis kegiatan infrastruktur terkait IPM.

Data-data SIM yang diambil untuk memotret IPM berasal dari dari komponen infrastruktur, ekonomi
produktif dan Sosial. Ketiga komponen tersebut di dalam SIM PNPM Mandiri Perkotaan terbagi ke
dalam beberapa bagian sebagai berikut :

  42  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
Tabel 3
Klasifikasi Sumber data IPM

No Aspek Sub komponen Komponen


Kegiatan Sosial
1 Angka Harapan Hidup Pemberian Makanan Sosial
Tambahan Balita
Pemberian Makanan
Tambahan Ibu
Pemberian Makanan
Tambahan Lansia
Pemberian Gizi
Imunisasi
Fogging
Penyediaan alat-alat
kesehatan
Pembangunan Infrastruktur
Posyandu/Poskesdes
2 Pendidikan Beasiswa Sosial
Pengadaan alat-alat
pendidikan (APE PAUD)
Revitalisasi PAUD
Pengadaan prasarana
sekolah (TK/PAUD/SD)
Peralatan Sekolah
pembangunan prasarana Infrastruktur
sekolah; PAUD dan TK
3 Peningkatan Daya Beli Pelatihan-pelatihan Sosial
peningkatan kapasitas
Semua jenis ternak
bergulir
Semua jenis kegiatan Ekonomi
Perguliran

Gambar 4
Potret Nasional BLM Nasional terhadap
IPM 2007-2012
Angka Harapan
Hidup
19%

Pendidikan
6%
Peningkatan
Daya Beli
75%

Khusus untuk peningkatan daya beli, PNPM Perkotaan melakukan intervensi melalui kegiatan kredit
mikro yang dikelola KSM. Kegiatan perguliran dana ini memberikan kontribusi paling besar dalam
IPM, yaitu sebesar 7,99 %. Tiga besar Propinsi yang menguatkan daya beli masyarakat melalui
pengelolaan dana bergulir oleh KSM ekonomi produktif adalah Kalimantan Timur (19.53%), Sulawesi
selatan (18,56%) dan Nusa Tenggara timur (17,17%). Hal ini tidak mengherankan karena

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  43 
pengendalian kegiatan yang diarusutamakan (mainstreaming) dalam PNPM Mandiri Perkotaan selama
ini ekonomi produktif dan infrastruktur.
 

c. Capaian Kemitraan BKM secara Nasional dalam PNPM Perkotaan  

Dalam Kegiatan PNPM MP sebenarnya telah dibuka peluang untuk menjalankan kegiatan social
dengan pelibatan mitra strategis, baik Pemda maupun Dunia Usaha. Secara Nasional, sejumlah BKM
berdaya telah mampu mewujudkan hal tersebut sebelum guidance dan wacana kegiatan social yang
mengedepankan kemitraan dibuat. Sejauh ini 314 BKM di 3 Propinsi (Jawa Timur, Kalimantan
Selatan dan Kalimantan Timur) telah mampu merealisasikan 569 jenis kegiatan kemitraan
dengan berbagai pihak untuk menunjang terlaksananya pembangunan infrastruktur dan kegiatan
pelayanan pendidikan, kesehatan, santunan serta peningkatan SDM di desa/kelurahannya masing-
masing.

Gambar 5
Jumlah Kegiatan Kemitraan dengan BKM
secara Nasional

Santunan Sosial
1%
Infrastruktur Peningkatan
46% SDM
48%

Lain
Beasiswa - lain Kesehatan
0% 2% 3%

Kemitraan yang paling diminati adalah untuk peningkatan kapasitas SDM, menjangkau 48 % jenis
kegiatan. Disusul kemudian dengan pembangunan infrastruktur yang mencapai 46 %.
Kecenderungan ini menunjukkan bahwa mayoritas BKM memandang bahwa kapasitas manusia hanya
dapat ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan infrastruktur yang memadai. Gambar di atas
menjelaskan potret tersebut. Sementara itu layanan kesehatan penduduk seperti pengobatan gratis,
pelayanan kesehatan murah, maupun penambahan gizi balita dan Ibu hamil menduduki peringkat
ketiga dengan capaian 3 %.
Potret pemanfaat KK miskin masih didominasi oleh pemanfaat kegiatan infrastruktur. Hal ini mungkin
berkenaan dengan fasilitas pelayanan kesehatan dan pendidikan yang membutuhkan renovasi atau
pembangunan fasilitas-fasilitas umum baru. Sedangkan untuk kegiatan peningkatan kapasitas SDM
diminati oleh lebih sedikit pemanfaat KK miskin karena meliputi aktivitas yang lebih specific
menyangkut mata pencaharian masing-masing KK miskin. Peningkatan kapasitas SDM biasanya
berbentuk pelatihan-pelatihan ketrampilan, ekonomi rumah tangga dan kewirausahaan. Jenis
peningkatan kapasitas semacam ini berkorelasi langsung dengan pemenuhan kebutuhan KK miskin
usia produktif untuk meningkatkan income keluarga.

Namun demikian pemanfaat KK miskin untuk pembangunan infrastruktur desa/kelurahan lebih


banyak (50 %) ketimbang peningkatan kapasitas SDM (41%), meskipun peningkatan kapasitas SDM
memiliki jumlah kegiatan yang lebih banyak. Sedangkan pelayanan kesehatan dimanfaatkan oleh 5%
dari total 16283 KK miskin. Selebihnya tidak begitu terlihat pemanfaat KK miskinnya, kecuali lain-lain
sebesar 3 %.

  44  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
Gambar 6
KK Miskin Pemanfaat
Kegiatan Kemitraan BKM

Santunan Sosial
1%

Peningkatan
Infrastruktur SDM
50% 41%

Beasiswa Pelayanan
0% Lain - lain Kesehatan
3% 5%

Dilihat dari sisi pendanaan, Kegiatan infrastruktur yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga diluar
dana APBN menghabiskan alokasi pembiayaan paling besar, yaitu sebesar 83 %. Angka 83 %
tersebut merupakan capaian amat besar dari realisasi pendanaan sebesar Rp 15.9 miliar. Dapat
disimpulkan bahwa jumlah dana kemitraan sebesar itu hanya dimanfaatkan 16 % saja bagi kegiatan
peningkatan SDM. Selebihnya kegiatan peningkatan layanan kesehatan sebesar Rp 1 % saja.

   

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  45 
 

Lampiran 2 
Penguatan Kelembagaan Masyarakat Melalui Review AD  

I. Latar Belakang

Dalam PNPM Mandiri Perkotaan, Upaya penanggulangan kemiskinan tidak hanya dipandang sebagai
pengentasan warga miskin menjadi lebih sejahtera, bukan hanya soal pemanfaatan dana BLM untuk
penanggulangan kemiskinan tetapi juga dilihat sebagai upaya sistemik untuk menyelesaikan
persoalan kemiskinan secara komprehensif, antara lain dengan membangun kelembagaan
masyarakat agar dapat melanjutkan upaya penanggulangan kemiskinan di wilayahnya.

Membangun kelembagaan masyarakat adalah salah satu elemen penting. Upaya pengembangan
kelembagaan masyarakat pada hakekatnya merupakan pengembangan norma dan perilaku
positif yang disepakati secara kolektif untuk mengatur pelaksanaan kegiatan pembangunan
(Agung Pramono, 2011:113). Sekalipun memang inisiasi kelembagaan tersebut dilakukan oleh
proyek, tetapi dalam proses perkembangannya, diserahkan kepada masyarakat apakah disepakati
sebagai bagian dari kelembagaan masyarakat tersebut atau tidak.

Walaupun bukan merupakan satu-satunya elemen pengembangan kelembagaan, maka AD & ART
dalam hal ini dianggap merupakan kristalisasi dari proses pelembagaan norma dan nilai atau
pengembangan kelembagaan masyarakat tersebut. Anggaran Dasar suatu BKM/LKM bukan hanya
sekedar menjadi landasan organisasi BKM/LKM semata-mata, tapi juga lebih luas lagi menjadi
landasan bagi terlaksananya upaya penanggulangan kemiskinan sesuai dengan prinsip-prinsip dan
metode pelaksanaan dalam PNPM Mandiri Perkotaan.

Salah satu elemen penting dalam konteks ini adalah peningkatan kapasitas sistem yang diantaranya
melalui review AD, agar secara organisasi memiliki kapasitas untuk memimpin warganya dalam
penanggulangan kemiskinan dengan tetap berbasis pada nilai-nilai luhur tetapi juga kapasitas untuk
bersinergi dengan pihak lain dengan tujuan yang sama.
II. Hal-hal yang harus diperhatikan

AD suatu organisasi pada prinsipnya memuat aturan-aturan dasar yang menjadi landasan
kerja/kegiatan dalam menjalankan roda organisasi tersebut. Selain menggambarkan visi dan misi
dibangunnya organisasi juga memuat bagaimana organisasi tersebut dalam menjalankan visi dan
misinya. AD dan ART juga berfungsi untuk menggambarkan mekanisme kerja suatu organisasi,
dimana:
1. Anggaran Dasar berfungsi juga sebagai DASAR pengambilan sumber peraturan/hukum dalam
konteks tertentu dalam organisasi
2. Anggaran Rumah Tangga berfungsi menerangkan hal-hal yang belum spesifik pada AD atau yang
tidak diterangkan dalam AD, Karena AD hanya mengemukakan pokok-pokok mekanisme
organisasi saja. ART adalah perincian pelaksanaan AD Ketentuan pada ART relatif lebih mudah
dirubah daripada ketentuan pada AD.
Hal-hal yang tercantum dalam setiap AD/ART suatu organisasi tergantung dari perhatian organisasi
tersebut kepada suatu hal. Ada suatu hal yang dalam suatu organisasi dimasukkan dalam AD atau
ART-nya karena dianggap penting, tetapi diorganisasi lain bisa jadi hal tersebut tidak dimasukkan
dalam AD atau ART organisasi tersebut karena dianggap tidak penting.
Sebagaimana diketahui Perjalanan BKM/LKM juga seiring dengan perjalanan dan Program PNPM
Mandiri Perkotaan yang tadinya bernama Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan.
Perkembangan program ini pun mewarnai sepak terjang BKM/LKM bukan saja di dalam melaksanakan
program tapi juga dalam upaya penanggulangan kemiskinan di daerah masing-masing. Di hampir

  46  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
semua tempat keberadaan BKM/LKM telah menjadi mitra strategis pemerintah daerah dalam
penanggulangan kemiskinan.
Akan tetapi disamping perkembangan positif tersebut, tuntutan akan peningkatan kapasitas BKM/LKM
baik secara sistem, organisasi maupun individu menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindarkan,
misalnya dari organisasi yang tadinya hanya sekedar memanfaatkan BLM untuk penanggulangan
kemiskinan menjadi organisasi yang siap bermitra secara strategis dalam penanggulangan kemiskinan
di wilayah masing-masing.
Dalam konteks pengembangan kelembagaan masyarakat PNPM Mandiri Perkotaan, maka setidaknya
ada 5 (lima) elemen yang telah dilakukan:

1. Elemen Organisasi masyarakat untuk penanggulangan kemiskinan


2. Elemen siklus pembangunan partisipatif sebagai media pembelajaran masyarakat dalam
penanggulangan kemiskinan.
3. Elemen penggalangan kegiatan kemitraan sebagai upaya untuk memperluas akses bagi
masyarakat miskin
4. Elemen unsur Relawan sebagai mitra BKM/LKM dalam upaya penanggulangan kemiskinan
5. Elemen KBIK sebagai media proses pelembagaan nilai-nilai dan juga pranata yang sudah
dikembangkan dalam program ini terutama kepada unsur pemangku kepentingan
penangggulangan kemiskinan di tingkat desa/kelurahan.

Selain daripada itu dalam PNPM Mandiri Perkotaan, seluruh upaya penanggulangan kemiskinan harus
dilaksanakan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :

a. Bertumpu pada pembangunan manusia. Pelaksanaan PNPM senantiasa bertumpu pada


peningkatan harkat dan martabat manusia seutuhnya.
b. Berorientasi pada masyarakat miskin. Semua kegiatan yang dilaksanakan mengutamakan
kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung.
c. Partisipasi. masyarakat terlibat secara aktif pada setiap proses pengambilan keputusan
pembangunan dan secara gotong royong menjalankan pembangunan.
d. Otonomi. Dalam pelaksanaan PNPM, masyarakat memiliki kewenangan secara mandiri dan
partisipatif untuk menentukan dan mengelola kegiatan pembangunan secara swakelola.
e. Desentralisasi. Kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan
dilimpahkan kepada pemerintah daerah atau masyarakat sesuai dengan kapasitasnya.
f. Kesetaraan dan keadilan gender. Laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam
perannya di setiap tahap pembangunan dan dalam menikmati secara adil manfaat kegiatan
pembangunan.
g. Demokratis. Setiap pengambilan keputusan pembangunan dilakukan secara musyarawah dan
mufakat dengan tetap berorientasi pada kepentingan masyarakat miskin.
h. Transparansi dan Akuntabel. Masyarakat harus memiliki akses yang memadai terhadap segala
informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan
secara terbuka dan dipertanggunggugatkan baik secara moral, teknis, legal, maupun administratif.
i. Prioritas. Pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan pemenuhan kebutuhan untuk
pengentasan kemiskinan dengan mendayagunakan secara optimal berbagai sumberdaya yang
terbatas.
j. Kolaborasi. Semua pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan kemiskinan didorong
untuk mewujudkan kerjasama dan sinergi antar pemangku kepentingan dalam penanggulangan
kemiskinan.
k. Keberlanjutan. Setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan kepentingan
peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak hanya saat ini tapi juga di masa depan dengan tetap
menjaga kelestarian lingkungan.
l. Sederhana. Semua aturan, mekanisme dan prosedur dalam pelaksanaan PNPM harus
sederhana, fleksibel, mudah dipahami, dan mudah dikelola oleh masyarakat.
Oleh karena itu, maka Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BKM/LKM, diharapkan mampu
mengakomodir seluruh prinsip-prinsip tersebut serta dapat menggambarkan dan mengatur elemen
pengembangan kelembagaan masyarakat yang sudah dibangun berikut kegiatan-kegiatan serta
personil di dalamnya.

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  47 
III. Kisi-Kisi Anggaran Dasar

NO Bagian Uraian
1 Mukadimah Di dalam uraian mukodimah dijelaskan tentang latar
belakang terbentuknya organisasi (misalnya diinisiasi
melalui PNPM Perkotaan). Penting juga disampaikan
konteks penanggulangan kemiskinan dalam PNPM Mandiri
Perkotaan, mulai dari akar persoalan kemiskinan dan
cara pandang program ini dalam menyelesaikan
persoalan kemiskinan, antara lain soal prinsip-prinsip
dan nilai-nilai luhur kemanusiaan dan kemasyarakatan.
2 Nama, Tujuan, tempat 1. Nama: LKM adalah nama generik, Nama LKM dapat
kedudukan, Tanggal Pendirian disepakati sesuai keinginan warga
dan kepemilikan 2. Tujuan: Tujuan organisasi harus disebutkan jelas
(misalnya untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat miskin)
3. Tempat kedudukan: Jelas di desa/kelurahan
bersangkutan
4. Tanggal Pendirian: kapan (tanggal,bulan, Tahun)
didirikan harus disebutkan dengan jelas
5. Kepemilikan: Sebagai sebuah OMW (Organisasi
Masyarakat Warga, maka pada hakekatnya BKM/LKM
dimiliki oleh seluruh masyarakat, mengingat proses
pembentukannya pun melibatkan seluruh elemen
masyarakat yang ada.
3 Visi, Misi, Prinsip dan Nilai Bagian ini jelas terkait dengan penanggulangan
(masukan: diatas tujuan, boleh kemiskinan, dan sesuai dengan visi misi BKM/LKM dalam
sesuai visi dan misi PJM Pronangkis, sedangkan prinsip dan nilai mengacu
desa/kelurahan - masuk OMW) kepada prinsip dan nilai dalam PNPM Mandiri Perkotaan:
Tentang nilai-nilai luhur kemanusiaan, prinsip sosial
kemasyarakatan dan juga keberlanjutan melalui tridaya
(refer pedoman PNPM Mandiri Perkotaan)
LKM adalah organisasi nirlaba, artinya tidak berorientasi
profit
4 Kepemimpinan, Keanggotaan,  Kepemimpinan LKM berbentuk pimpinan Kolektif yang
Kepemilikan dan Legalitas terdiri dari 9-13 orang anggota (tergantung keputusan
BKM/LKM masyarakat). Pimpinan Kolektif LKM dikoordinir oleh
seorang Koordinator yang kedudukannya setara dengan
anggota LKM yang lain. Pimpinan kolektif dipilih
masyarakat berdasarkan kriteria nilai.
 Anggota BKM/LKM adalah seluruh warga masyarakat di
desa/kelurahan tersebut, sehingga dengan demikian
LKM adalah milik masyarakat setempat. LKM dicatatkan
ke notaris untuk mendapatkan pengakuan dan
pembuktian atas adanya organisasi LKM tersebut.
 Proses pencatatan LKM dilakukan oleh pimpinan kolektif
LKM atas mandat anggota LKM/masyarakat secara
keseluruhan
5 Kedudukan  Harus ditegaskan disini, kedudukan LKM yang
independen, diluar institusi manapun
 Merupakan mitra aparat pemerintahan baik tingkat
desa/kelurahan, juga dengan kelembagaan masyarakat
yang lain
6 Organisasi, Tupoksi, Fungsi dan  BKM/LKM terdiri dari unsur Pimpinan Kolektif BKM/LKM
Peran yang merupakan board of trustee atau dewan amanah

  48  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
NO Bagian Uraian
yang juga merupakan representasi nilai masyarakat,
yang peran utamanya adalah menjadi steering
(pengarah dan pengendali) upaya penangulangan
kemiskinan dan fungsi utamanya adalah merumuskan
kebijakan penanggulangan kemiskinan di wilayahnya
dan juga melakukan kontrol.
 Untuk menjalankan roda organisasi sehari-hari Pimpinan
Kolektif BKM/LKM dibantu oleh Sekretariat BKM/LKM
yang bertanggung jawab secara teknis operasional
sehari-hari, mengelola pengaduan masyarakat dan juga
mengelola keuangan diluar kegiatan pinjaman bergulir.
 Selain daripada itu Pimpinan Kolektif BKM/LKM juga
dibantu oleh Unit-unit dibawahnya yang terdiri dari UPK
BKM/LKM yang tugas utamanya mengelola Keuangan
dan kegiatan pinjaman dana bergulir, UPL BKM/LKM
yang tugas utamanya mengelola kegiatan
lingkungan/infrastruktur dan UPS BKM/LKM yang tugas
utamanya mengelola kegiatan sosial.
 Pengawas UPK BKM/LKM yang tugas utamanya
membantu BKM/LKM dalam mengawasi kegiatan
pinjaman dana bergulir.
 Untuk melaksanakan tugas BKM/LKM, Pimpinan Kolektif
BKM/LKM dapat membentuk unit operasional lain sesuai
kebutuhan.
7 Pimpinan Kolektif BKM/LKM,  Anggota Pimpinan Kolektif BKM/LKM berjumlah 9-13
Koordinator Pimpinan Kolektif orang
BKM/LKM, Anggota Pimpinan  Dipilih berdasarkan kriteria nilai
Kolektif BKM/LKM  Dipilih melalui proses pemilu demokratis yang akan
dibahas rinci di ART
 Dipilih untuk masa bakti 3 tahun
 Keanggotaan pimpinan kolektif BKM/LKM dapat hilang,
bilamana meninggal dunia, melakukan penyimpangan,
pindah tempat tinggal, mengundurkan diri,dll
 Bilamana terjadi pergantian antar waktu, akan dipilih
berdasarkan ranking pemilu tingkat desa/kel dan
disahkan melalui Rembuk Warga tertinggi.
 Koordinator Pimpinan Kolektif (PK) BKM/LKM Fungsinya
mengkoordinir seluruh anggota PK BKM/LKM dalam
setiap pengambilan kebijakan/keputusan
 Koordinator PK BKM/LKM dapat dilakukan bergantian
dan periodik sesuai kesepakatan yang tertuang dalam
ART
 Koordinator PK BKM/LKM dapat bertindak atas nama
BKM/LKM, berdasarkan hasil kesepakatan pimpinan
kolektif BKM/LKM, untuk berhubungan dengan pihak lain
untuk mencapai tujuan BKM/LKM
 Anggota PK BKM/LKM memiliki kedudukan yang setara
dalam hal memutuskan sebuah kebijakan/pengambilan
keputusan
 Dalam hal Koordinator PK BKM/LKM berhalangan setiap
anggota PK BKM/LKM berhak mewakili
 Setiap anggota PK BKM/LKM berhak memilih dan dipilih
menjadi Koordinator PK BKM/LKM
8 Keuangan: Perolehan dan  Ada Sumber dan penggunaan dana, bisa darimanapun
Pengeluaran apakah APBN, APBD, swasta, swadaya, hasil perguliran
UPK BKM/LKM, dll masuk melalui rekening BKM/LKM

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  49 
NO Bagian Uraian
(dan akan diatur melalui ART)
 SEtiap dana yang diterima dimana pemberi dana
mempunyai persyaratan tertentu atas penggunaan dana
tersebut maka dana akan digunakan secara khusus
sesuai dengan kesepakatan yang dibuat bersama
pemberi dana dengan tetap mempertimbangkan tujuan
BKM/LKM
 Dana BKM/LKM sebesar-besarnya digunakan untuk
aktifitas penanggulangan kemiskinan Berbasis Tridaya
(Lingkungan, Sosial dan Ekonomi)
 Penerima manfaat dari kegiatan tersebut adalah
KK miskin hasil pemetaan Swadaya yang
terdaftar dalam Data PS-2
 Pengelolaan keuangan dikelola oleh Sekretariat
BKM/LKM sedangkan khusus untuk kegiatan Pinjaman
Dana Bergulir dikelola oleh UPK BKM/LKM
 Untuk penggunaan dana yang tidak termuat dalam
rencana anggaran harus disetujui oleh suara mayoritas
dalam kuorum Musyawarah PK BKM/LKM (diatur dalam
ART)
 Penggunaan Laba UPK BKM/LKM akan dialokasikan
untuk pemupukan modal UPK, Biaya operasional UPK
dan cadangan resiko pinjaman (Akan diatur lebih detil
dalam ART).
 Mekanisme Penerimaan, Pengeluaran dan pemanfaatan
dana akan diatur secara lebih detil dalam ART.
9 Kegiatan  Kegiatan utama BKM/LKM adalah upaya
penanggulangan kemiskinan, dengan siklus
pembangunan partisipatif tahunan dan 3 tahunan
 Dalam siklus tahunan kegiatan utamanya adalah
Tinjauan Partisipatif, RWT dan juga implementasi
kegiatan berbasis Tridaya
 Sedangkan siklus 3 tahunan terdiri dari RK, PS, Pemilu
BKM/LKM, PJM Pronangkis, Pengembangan KSM, RWT
 Dalam implementasi kegiatan orientasinya adalah
peningkatan pelayanan dasar bagi masyarakat miskin
(IPM & MDG's) dan juga tridaya (Ekonomi, lingkungan
dan sosial)
10 Musyawarah/Rembug Warga Ada beberapa jenjang pengambilan keputusan
Pengambilan Keputusan  Ada Musyawarah pengambilan keputusan tertinggi, yang
merupakan utusan warga hasil pemilu tingkat
basis/komunitas terkecil
(RT/RW/Dukuh/Dusun/Kampung/Banjar,dll)
Musyawarah tertinggi memiliki kewenangan mengganti
anggota BKM/LKM, merubah AD & ART, Menyusun PJM
Pronangkis, dll, Quorum tercapai bila diikuti oleh 50%+
1 utusan warga hasil pemilu tingkat basis sebelumnya.
 Ada Musyawarah Pimpinan Kolektif BKM/LKM;
Merupakan musyawarah anggota pimpinan kolektif
BKM/LKM, terutama untuk merumuskan kebijakan
penanggulangan di wilayahnya, Musyawarah pimpinan
kolektif di atur dalam ART. Pimpinan Kolektif BKM/LKM
juga dapat merumuskan Surat Keputusan sebagai
aturan pendukung yang tertuang dalam AD maupun
ART, untuk mengatur teknis operasional pelaksanaan
seluruh kegiatan. Dalam hal membuat Surat Keputusan
ini, tidak boleh bertentangan dengan AD dan ART yang

  50  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
NO Bagian Uraian
sudah disusun, Quorum tercapai bila diikuti oleh 50%+
1 Anggota Pimpinan Kolektif BKM/LKM.
 Ada Musyawarah akhir tahun, dilakukan dalam rangka
evaluasi penanggulangan kemiskinan dan
pertanggungjawaban Pimpinan Kolektif BKM/LKM,
merumuskan Rencana tahunan, teknis musyawarah
akhir tahun diatur dalam ART. Quorum tercapai bila
diikuti oleh 50%+ 1 utusan warga hasil pemilu tingkat
basis sebelumnya Ada Musyawarah luar biasa, bilamana
terjadi penyimpangan atas prinsip-prinsip pelaksanaan
penanggulangan kemiskinan, Musyawarah luar biasa
bisa dilakukan atas usulan 50%+ 1 utusan warga hasil
Pemilu BKM/LKM sebelumnya.
 Musyawarah tersebut dapat dihadiri oleh tamu
undangan yang merupakan unsur-unsur kelompok di
masyarakat (Kepala Desa/Lurah,RT,RW, Tokoh
masyarakat, PKK, Karang Taruna, Tokoh agama, dll)
11 Relawan dan KBK  Relawan merupakan mitra kerja Pimpinan Kolektif
BKM/LKM dalam nangkis, dasarnya adalah keikhlasan
dan juga kerelawanan. Siapapun berhak mengajukan
diri menjadi relawan. Pimpinan Kolektif BKM/LKM
memfasilitasi pengembangan relawan dan juga relawan
sektoral sesuai minatnya.
 KBK (Komunitas Belajar Kelurahan) adalah wadah
belajar masyarakat dan pelembagaan proses
penanggulangan kemiskinan, seluruh pemangku
kepentingan dalam nangkis berhak hadir. Terutama
membahas tema-tema penanggulangan kemiskinan di
masyarakat. Pimpinan Kolektif BKM/LKM memfasilitasi
Pengembangan KBK
12 Mekanisme Pemilu BKM/LKM  Mekanisme Pemilu BKM/LKM antara lain mengatur
langkah-langkah pemilu BKM/LKM:
o Pembentukan Panitia Pemilu yang terdiri dari Panitia
Pemilu, Pengawas dan Perumus AD & ART, tugas
Panitia diatur dalam ART
o Pemilu tingkat basis, harus mengundang seluruh
Penduduk dewasa, dan minimum diikuti oleh 30%
penduduk dewasa di wilayah tersebut.
o Pemilu tingkat basis menghasilkan utusan warga
yang berhak hadir dalam Pemilu tingkat
desa/kelurahan untuk memilih pimpinan kolektif
BKM/LKM. Jumlah utusan warga diatur dalam ART
o Akan halnya pemilu BKM/LKM tingkat basis tidak
mencapai kehadiran 30% penduduk dewasa, maka
pemilu harus di ulang, mekanisme pemilu ulang
diatur dalam ART
o Pemilu tingkat desa/kelurahan diikuti oleh seluruh
utusan warga tingkat basis yang diikuti minimal 2%
dari penduduk dewasa di desa/kelurahan tersebut.
 Pemilu BKM/LKM dilaksanakan sekurang-kurangnya 3
tahun sekali sesuai masa bakti BKM/LKM atau bilamana
terjadi musyawarah luar biasa yang diatur dalam AD
13 Pelaksanaan transparansi dan Upaya Nangkis oleh BKM/LKM harus menjamin
akuntabilitas transparansi akuntabilitas, ada beberapa instrumen terkait
dengan hal ini, yaitu:
 Seluruh hasil kegiatan Penanggulangan kemiskinan
harus dipublikasikan kepada masyarakat

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  51 
NO Bagian Uraian
 Audit tahunan, audit tahunan BKM/LKM dilakukan oleh
auditor independen, keputusan pemilihan tim audit
diambil dalam Musyawarah pimpinan kolektif BKM/LKM
 Tinjauan partisipatif yang di dalamnya ada review
keuangan
 Mekanisme Pengelolaan keuangan diatur dalam ART dan
juga Petunjuk khusus yang disepakati oleh Musyawarah
pimpinan kolektif BKM/LKM
 Termasuk di dalamnya mekanisme pertanggungjawaban
KSM yang melaksanakan kegiatan nangkis
 Laporan keuangan dan kegiatan setidak-tidaknya akan
disampaikan ke aparat pemerintah setempat dan
dipublikasikan ke masyarakat.
13 Perubahan Anggaran Dasar dan  Anggaran dasar dan ART hanya dapat dirubah melalui
ART Musyawarah tertinggi BKM/LKM
14 Sanksi  Apabila ditemukan indikasi penyimpangan dan
penyalahgunaan oleh Pimpinan Kolektif BKM/LKM, UP-
UP, KSM atau masyarakat yang tidak memenuhi kaidah
transparansi dan akuntabilitas, maka dapat dikenakan
sanksi.
 Jika penyimpangan terjadi di lingkungan UP-UP, KSM,
atau masyarakat, maka bentuk sanksi yang diberikan
ditetapkan melalui Musyawarah pimpinan kolektif
BKM/LKM.
 Jika penyimpangan terjadi di lingkungan Pimpinan
Kolektif BKM/LKM, maka bentuk sanksi yang diberikan
ditetapkan melalui Musyawarah tertinggi BKM/LKM
 Ketentuan dan bentuk sanksi akan diatur dalam ART
15 Pembubaran  Pembubaran/penutupan Lembaga Keswadayaan
Masyarakat, dapat dilakukan jika Pimpinan Kolektif
BKM/LKM sebagai dewan amanah warga sudah tidak
mampu lagi menjalankan tugas dan fungsinya.
 Jika Lembaga Keswadayaan Masyarakat ditutup, maka
kekayaan yang dimiliki yang berasal dari dana BLM
harus diserahkan kepada lembaga yang telah ditunjuk
BKM/LKM melalui Musyawarah tertinggi yang visi dan
misinya sejalan dengan visi misi penanggulangan
kemiskinan BKM/LKM. Dalam hal tidak ada lembaga
yang dimaksud, sebelumnya BKM/LKM daat
memfasiltiasi pembentukan Lembaga berbadan hukum
untuk kepentingan nangkis.
 Keputusan pembubaran harus dihadiri oleh sekurang-
kurangnya 50%+1 dari 2% penduduk dewasa.

16 ART  Anggaran Rumah Tangga Lembaga Keswadayaan


Masyarakat serta peraturan khusus yang memuat
peraturan pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan dalam
Anggaran Dasar ini, disusun oleh BKM/LKM melalui
Musyawarah pimpinan kolektif BKM/LKM dengan tidak
bertentangan dengan Anggaran Dasar ini.
 Melalui mekanisme Musyawarah pimpinan kolektif
BKM/LKM dapat mengeluarkan Surat Keputusan yang
isinya tidak boleh bertentangan dengan Anggaran
Dasar, Anggaran Rumah Tangga, serta keputusan lain
dari Musyawarah tertinggi
 Anggara Rumah Tangga sebaiknya memuat seluruh

  52  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
NO Bagian Uraian
aturan main pelaksanaan kegiatan dengan
mempertimbangkan seluruh pedoman pelaksanaan,
petunjuk teknis, POB dll. yang telah dikeluarkan oleh
PNPM Mandiri Perkotaan.
17 Penutup Demikian Anggaran Dasar Lembaga Keswadayaan
Masyarakat ini ditetapkan dan ditandatangani oleh yang
diberi kuasa oleh Musyawarah tertinggi

   

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  53 
Lampiran 3 
Sistem Arsip dan Database Organisasi BKM/LKM 
 
A. Pendahuluan 
Setiap  pekerjaan  dan  kegiatan  kantor,  baik  pemerintah  maupun  swasta,  bahkan  organisasi  sosial 
sekalipun  memerlukan  penyimpanan,  pencatatan  serta  pengolahan  surat,  baik  ke  dalam  maupun 
keluar  dengan  sistem  tertentu  dan  dapat  dipertanggungjawabkan.  Kegiatan  ini  disebut  dengan 
istilah  Administrasi  Kearsipan.  Kearsipan  sebagai  salah  satu  kegiatan  perkantoran  merupakan  hal 
yang sangat penting dan tidak mudah. Arsip yang dimiliki oleh organisasi harus dikelola dengan baik 
sebab keunggulan pada bidang kearsipan akan sangat membantu tugas pimpinan serta membantu 
mekanisme kerja dari seluruh karyawan instansi yang bersangkutan dalam pencapaian tujuan secara 
lebih  efisien  dan  efektif.  Informasi  yang  diperlukan  melalui  arsip  dapat  menghindari  salah 
komunikasi, mencegah adanya duplikasi pekerjaan dan membantu mencapai efisiensi kerja. 
Apa  sajakah  yang  perlu  dilakukan  agar  komunitas  mampu  mengelola  informasi?    Bagaimana  cara 
melakukannya?  Dari  mana  memulainya?  Banyak  pihak  memilih  untuk  memulai  dengan  melakukan 
pembenahan dokumentasi organisasi. Memang benar adanya, dokumentasi merupakan kelemahan 
umum dari banyak organisasi komunitas. Tak jarang kita menjumpai   dokumentasi BKM/LKM yang 
jauh  dari  rapi.  Beberapa  upaya  dilakukan  dengan  mendidik  beberapa  relawan  atau  pengurus 
BKM/LKM  untuk  melakukan  pencatatan  (melengkapi  lembar  isian,  menomori  surat  keluar/masuk, 
mengarsipkan,  dst).  Namun,  upaya  ini  sering  tak  memberikan  hasil  yang  memuaskan.  Meskipun 
pelatihan sudah diberikan, dokumen tetap tercerai‐berai tak beraturan. Banyak BKM/LKMtetap tidak 
sanggup  memproduksi  bahkan  dokumen  organisasi  yang  paling  sederhana,  seperti  ringkasan 
pertemuan/rapat.  Pekerjaan  dokumentasi  akhirnya  terhenti  sama  sekali,  setelah  petugas 
penanggungjawabnya  kehilangan  minat  untuk  melanjutkan  tugasnya.  Mengapa  kehilangan  minat? 
Karena  petugas  tersebut  kemudian  mengamati  bahwa  seluruh  hasil  pekerjaannya  hanya  akan 
berakhir  di  rak  penyimpanan  dokumen.  Tak  seorang  pun    berminat  memanfaatkan  hasil 
pekerjaannya. 
Pengelolaan  arsip  dan  database  organisasi  sangat  penting  dalam  kaitannya  dengan  perkembangan 
organisasi,  pengambilan  keputusan  dan  terlbih  terhadap  rekaman  proses  pembelajaran  untuk 
menjadi  lebih  baik.  BKM/LKMadalah  motor  penggerak  penanggulangan  kemiskinan,  jadi  di 
BKM/LKMlah tumpuan dokumentasi proses pembelajaran tersebut, harus mampu mengelola data 
dan informasi yang ada  untuk kepentingan proses pengembangan komunitas dan pembelajaran 
dalam jangka panjang. 
B. Pengertian Pengelolaan arsip dan database  
Banyak teori tentang arsip, tapi itu tidak penting, yang lebih penting adalah apa manfaatnya untuk 
kepentingan  organisasi.  Salah  satu  teori  yang  penting  tentang  Arsip  ini  apa  yang  disebut  Lembaga 
Administrasi Negara (LAN) dalam (Wursanto, 1991:47)  
 
  "Arsip sebagai segala kertas, buku, foto, film, rekaman suara, gambar peta,
bagan atau dokumen-dokumen lain dalam   segala macam bentuk dan sifatnya,
asli atau salinannya, serta dengan segala penciptaannya, dan yang dihasilkan
 
atau diterima oleh suatu organisasi/badan, sebagai bukti atas tujuan,
 
organisasi, fungsi-fungsi, kebijaksanaan-kebijaksanaan, keputusan-keputusan,
prosedur-prosedur, pekerjaan-pekerjaan,   atau kegiatan pemerintah yang lain,
atau karena pentingnya informasi yang terkandung
  didalamnya"
 
 

  54  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
Dalam konteks ini maka yang dimaksud dengan arsip BKM/LKMadalah segala kertas, buku, modul, 
pedoman, SOP, berita acara dan dokumen lain dengan berbagai macam bentuk dan sifatnya, yang 
dihasilkan  BKM/LKM  selama  proses  pengelolaan  penanggulangan  kemiskinan  di  wilayahnya. 
Sedangkan Pengelolaan database, kurang lebih adalah pengelolaan data‐data penting yang berguna 
yang  dapat  dikembangkan  menjadi  informasi  untuk  pengembangan  kebijakan,  keputusan,  dan 
juga evaluasi upaya penanggulangan kemiskinan.  
Secara teori pengertian arsip dan database ini berbeda, akan tetapi dalam prakteknya ini merupakan 
satu kesatuan kegiatan, sehingga sebut saja ini adalah Pengelolaan Arsip dan Database BKM/LKM. 
 
C. Maksud dan Tujuan 
Maksud  pengelolaan  arsip  dan  database  ini  tentu  dalam  rangka  menunjang  kegiatan  organisasi 
BKM/LKM  terutama  untuk  pengelolaan  penanggulangan  kemiskinan  di  wilayah  agar  berlangsung 
secara efektif dan effisien. Sedangkan tujuannya antara lain: 
 
1. Seluruh  rekaman  data,  alat  bukti,  proses,  informasi  tersusun  dengan  baik  dan  mempermudah 
siapapun untuk mengakses data dan informasi tersebut 
2. Agar  data  dan  informasi  yang  ada  tersebut  dapat  digunakan  dalam  perencanaan  dan 
pengambilan keputusan dan terlebih untuk proses pembelajaran penanggulangan kemiskinan 
D. Mengurai Kegiatan BKM/LKM 
Penting disampaikan bahwa, pengelolaan arsip tidaklah berdiri sendiri, kedudukannya sangat terkait 
erat  dengan  dinamika  organisasi  yang  ditunjukan  dengan  kegiatannya.  Oleh  karena  itu  terlebih 
dahulu  penting  di  uraikan  apa  saja  yang  menjadi  elemen‐elemen  kegiatan  BKM/LKM  dalam 
penanggulangan kemiskinan. Secara sederhana akan disampaikan dengan hal‐hal berikut: 
1. Kegiatan  siklus  pembangunan  partisipatif;  Sebagaimana  diketahui  setiap  tahun  BKM/LKM  dan 
jajarannya melaksanakan proses siklus pembangunan partisipatif, kegiatan ini bila di tahun ke 4, 
tentu  prosesnya  sangat  lengkap  mulai  dari  RK,  PS,  Pembentukan  BKM/LKM,  Penyusunan  PJM 
Pronangkis  sampai  dengan  pelaksanaan  kegiatan,  sedangkan  di  tahun  ke  2  dan  ketiga  diwakili 
oleh 2 kegiatan besar yaitu review partisipatif dan Rembuk Warga Tahunan Masyarakat; 
2. Pengelolaan kegiatan tridaya; Sebagai implementasi dari siklus pembangunan partisipatif, maka 
dilakukannya kegiatn yang berbasis tridaya, fisik, ekonomi dan lingkungan, mencakup didalamnya 
pembentukan KSM, proposal serta juga laporan pertanggjungjawaban kegiatannya. 
3. Pengelolaan  kegiatan  transparansi  dan  akuntabilitas;  yang  dimaksud  dalam  hal  ini  adalah 
pengelolaan  kegiatan  yang  terkait  untuk  menjamin  transparansid  an  akuntabilitas,  antara  lain 
kinerja UPK dan sekretariat, audit interal maupun eksternal, Monitoring dan evaluasi dl 
4. Pengambilan  keputusan;  Sebagai  dasar  pelaksanaan  kegiatannya,  BKM/LKM  mendasarkan 
kegiatannya  dengan  keputusan  yang  ada,  antara  lain  dengan  AD  &  ART,  surat  keputusan 
pengangkatan UP‐UP, Surat keputusan pengelolaan tridaya, dll 
5. Kegiatan  Pengembangan  kapasitas;  Hampir  di  setiap  saat  BKM/LKM  dan  jajarannya 
melaksanakan  kegiatan  pengembangan  kapasitas,  apakah  mencakup  pengembangan  kapasitas 
bagi  BKM/LKM  sendiri,  relawan  dan  juga  UP‐UP  bahkan  KSM,  kegiatan  ini  biasanya 
didukungdengan materi‐materi tertentu 
6. Pengelolaan surat‐menyurat; Kegiatan surat menyurat adalah kegiatan yang hampir pasti terjadi 
di  semua  organisasi,  apalagi  BKM/LKM,  misalnya  terkait  dengan  surat  undangan  pertemuan, 
pemberitahuan, permohonan, tanggapan, keputusan dll 
Kegiatan‐kegiatan tersebutlah yang nantinya kurang lebih akan didokumentasikan menjadi arsip dan 
database BKM/LKM. 
 
 

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  55 
 
E. Kaitan peran dan tugas masing‐masing unsur terhadap pengelolaan arsip database 
Berdasarkan  kegiatan  tersebut,  kegiatan  pengelolaan  arsip  dan  database,  bisa  saja  diurai 
berdasarkan obyeknya, akan tetapi akan lebih mudah bilamana dikaitkan dengan peran atau tugas 
masing‐masing unsur dalam kegiatan serta arsip dan database apa yang harus dikelola oleh masing‐
masing unsur tersebut, secara umum disampaikan bahwa peran/tugas masing‐masing adalah seagai 
berikut: 
1. BKM/LKM;  BKM/LKM  bukan  bertugas,  mengingat  memang  dipilih  berdasarkan  kerelaan  dan 
fungsi utramanya adalah menjaga norma dan nilai dalam penanggulangan kemiskinan, BKM/LKM 
Berperan  terutama  untuk  pengambilan  kebijakan  dan  juga  keputusan  umum  penanggulangan 
kemiskinan serta mengelola kegiatan rutin tahunan masyarakat seperti siklus tahunan, dan juga 
pengelolaan  kesekretrariatan  BKM/LKM,  untuk  membantu  BKM/LKM  dalam  hal  ini  ditunjuk 
sekretariat 
2. UP‐UP;  tugas  utamanya  tentu  adalah  pengelolaan  kegiatan  tridaya,  mengoperasionalisasikan 
kebijakan yang telah disusun oleh BKM/LKM 
Secara rinci peran/tugas masing‐masing akan disampaikan sebagai berikut: 
PENGELOLAAN
NO UNSUR
ARSIP DATABASE
1 BKM/LKM DAN 1. Surat Menyurat: 1. Data proses siklus: RK, PS, BKM/LKM, PJM,
SEKRETARIAT a. Surat Masuk Review Partisipatif, RWT
b. Surat Keluar 2. Data hasil PS
c. Surat Keputusan 3. Peta desa (skalatis & terlihat batas wilayah)
d. dll 4. Dokumen PJM Pronangkis
2. Pedoman/petunjuk teknis umum: 5. Rencana Kerja Tahunan BKM/LKM
Pedoman Pelaksanaan,
pedoman siklus
3. Modul pelatihan
4. Media Sosialisasi
5. AD & ART
6. Struktur Organisasi
7. Buku Keuangan Sekretariat
2 UPK 1. Surat Menyurat: 1. Buku Pinjaman Bergulir
a. Surat Masuk 2. Perencanaan: Daftar prioritas KSM yang
b. Surat Keluar layak mendapat pinjaman bergulir
c. Surat Keputusan 3. Pelaksanaan:
d. dll a. Formulir permohonan dan pengajuan
2. Bukti kegiatan sosialisasi dan pinjaman bergulir KSM dan anggotanya,
pembinaan KSM (Daftar hadir, BA KSM, Copy KTP
materi dan tanya jawab b. Hasil pemeriksaan UPK terhadap calon
pemahaman pinjaman dan peminjam dan usahanya analisa serta
tanggung enteng) usulan kepada manajer UPK terhadap
permohonan pinjaman KSM dan
anggotanya
c. Putusan Manajer UPK (setuju atau
menolak) atas pengajuan permohonan
pinjaman KSM dan anggotanya
d. Berkas realisasi pinjaman kepada KSM
dan anggotanya berupa Surat Perjanjian
Pinjaman, Bukti Kas Keluar asli, Surat
Kuasa
e. Data besar pinjaman, jasa, jangka waktu,
angsuran, anggota KSM miskin/tidak,
Laki/Perempuan dalam Reg. Sisa
Pinjaman.

  56  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
4. Tahap Pemeliharaan:
a. Data peminjam : KSM, anggota KSM,
anggota perempuan, anggota miskin,
yang memperoleh pinjaman, yang lunas,
yang aktif, yang menunggak.
b. Data pinjaman : yang direalisir, saldo
pinjaman, yang dibayar kembali, yang
dibayar maju
c. Data tunggakan pinjaman : Besar
tunggakan, Saldo pinjaman berdasarkan
kolektibilitas
d. Indikator kinerja pinjaman bergulir : LAR,
PAR, CCr, ROI
3 UPL 1. Surat Menyurat: 1. Peta permasalahan tematik lingkungan
a. Surat Masuk (listrik,jalan,saluran,air bersih,failitas sosial)
b. Surat Keluar 2. Potensi SDM/SDA terkait lingkungan
c. Surat Keputusan 3. Peta lokasi kegiatan lingkungan yg telah
d. dll dibangun oleh pihak-pihak pembangunan
2. Bukti kegiatan sosialisasi dan lain
pembinaan KSM (Daftar hadir, 4. Peta tata guna tanah
materi dan tanya jawab 5. Peta kepemilikan tanah
pemahaman pinjaman dan 6. Peta investasi kegiatan infrastruktur
tanggung enteng) 7. Perencanaan:
a. Nama KSM yang dianggap layak untuk
ikut dalam kegiatan lingkungan
b. Daftar harga satuan dari toko-toko
bangunan & kota/kabupaten
c. Proposal kegiatan yang diajukan KSM
yang akan mengerjakan kegiatan
lingkungan
d. Berita acara hasil verifikasi proposal
kegiatan
e. Nama KSM dan kegiatan sesuai
proposal yang telah diverifikasi
8. Pelaksanaan:
a. Nama pemasok bahan dan alat, tenaga
kerja
b. Form SPPD-L
c. RPD,LPD Dan BA pembayaran tiap KSM
d. Daftar calon suplier bahan dan alat
e. Data hasil opname pekerjaan di
lapangan
f. Form daftar uji dampak lingkungan
g. Form laporan harian,
mingguan,bulanan,LPJ & dokumentasi
progress
h. Daftar SPPDL yang di amandemen
i. Progress KSM
j. Data hasil opname pekerjaan di
lapangan & data inventarisasi O&M yg
terbentuk
k. Form Pemeriksaan/sertifikasi, Form
BAP2
l. Data swadaya masyarakat dari tiap
pekerjaan KSM
m. LPJ KSM
9. Pemeliharaan:
a. Rencana kerja, anggaran dan
penanggung jawab tim O&P di tiap
kegiatan infrastruktur

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  57 
b. Form dan tata cara pemanfaatan dan
Pemeliharaan kegiatan
4 UPS 1. Surat Menyurat: 1. Peta permasalahan tematik sosial
a. Surat Masuk (kesehatan, pendidikan,
b. Surat Keluar jompo,pengangguran,dll)
c. Surat Keputusan 2. Potensi SDM/SDA terkait Sosial
d. dll 3. Peta investasi kegiatan sosial
2. Bukti kegiatan sosialisasi dan 4. Perencanaan:
pembinaan KSM (Daftar hadir, a. Nama KSM yang dianggap layak untuk
materi dan tanya jawab ikut dalam kegiatan lingkungan
pemahaman pinjaman dan b. Daftar harga satuan dari toko-toko
tanggung enteng) bangunan & kota/kabupaten
c. Proposal kegiatan yang diajukan KSM
yang akan mengerjakan kegiatan
lingkungan
d. Berita acara hasil verifikasi proposal
kegiatan
e. Nama KSM dan kegiatan sesuai
proposal yang telah diverifikasi
5. Pelaksanaan:
a. Daftar SPPDS yang di amandemen
b. Progress KSM
c. Data swadaya masyarakat dari tiap
pekerjaan KSM
d. LPJ KSM

Arsip  dan  database  tersebut  tidak  baku,  bahkan  mungkin  bisa  jauh  lebih  sederhana  sesuai  dengan 
kebutuhan lapangan masing‐masing. 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

  58  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
 
F. Lay Out Ruangan Sekretariat BKM/LKM 
Penting  diilustrasikan,  bagaimana  kira‐kira  sekretariat  BKM/LKM  yang  mampu  menggambarkan 
dinamika  organisasi  yang  juga  tertata  rapih,  tapi  tentu  sekali  lagi  ini  disesuaikan  dengan  kondisi 
lapangan  masing‐masing.  Berikut  salah  satu  contoh  lay  out  ruangan  sekretariat  BKM/LKM  yang 
relatif sudah cukup baik. 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  59 
 
 
Lampiran 4 
TEKNIS DASAR LEGAL DRAFTING 
Disarikan dari Modul Penyusunan Perdes Partisipatif LSU BINA INSANI 
 
 
A. LANDASAN PEMBENTUKAN PERUNDANG‐UNDANGAN 
Dalam  pembentukan  suatu  produk  perundang‐undangan  ada  beberapa  landasan  yang  harus 
diperhatikan yaitu:  
1. Landasan  filosofis;  Landasan  filosofis  dimaksudkan  agar  produk  hukum  yang  diterbitkan  oleh 
pemerintah daerah jangan sampai bertentangan dengan nilai‐nilai yang hakiki di tengah tengah 
masyarakat. Misalnya agama dan kepercayaan atau kearifan lokal setempat . 
2. Landasan  sosiologis;  Landasan  filosofis  merupakan  pandangan  hidup,  kesadaran  dan  citacita 
moral yang luhur yang meliputi suasana kewajiban serta watak dari bangsa Indonesia. Landasan 
sosiologis  adalah  suatu  tinjauan  terhadap  gejala‐gejala  sosial,  ekonomi  dan  politik  yang 
berkembang  dalam  masyarakat  yang  mendorong  perlu  dibuatnya  naskah  akademis  (draft 
academic)  tentang  rancangan  peraturan  perundang‐undangan  yang  akan  dibuat.  Selain  itu  juga 
memuat analisa kecenderungan sosiologis‐futuristik tentang sejauh mana tingkah laku sosial itu 
sejalan  dengan  arah  dan  tujuan  perkembangan  hukum  nasional.  Landasan  sosiologis 
menghendaki  peraturan  perundang‐undangan  yang  dibuat  bisa  mencerminkan  kenyataan  yang 
hidup  dalam  masyarakat.    Suatu  peraturan  perundang‐undangan  dapat  dikatakan  mempunyai 
landasan  sosiologis  apabila  ketentuan‐ketentuannya  sesuai  dengan  kebutuhan,  keyakinan  dan 
kesadaran hukum masyarakat. 
3. Landasan yuridis; Landasan yuridis dapat dibedakan menjadi dua macam  
a. Landasan  yuridis  yang  beraspek  formal,  yaitu  ketentuan‐ketentuan  hukum  yang  memberi 
kewenangan (bevoegdheid) kepada badan pembentuknya. 
b. Landasan yuridis yang beraspek material, yaitu ketentuan‐ketentuan hukum tentang masalah 
atau persoalan apa yang harus diatur. Dengan kata lain dilihat dari segi isi (materi), yakni dasar 
hukum untuk mengaturnya. 
Landasan yuridis menghendaki agar peraturan perundang‐undangan yang dibuat menunjukkan: 
a. keharusan  adanya  kewenangan  dari  pembuat  peraturan  perundangundangan,  karena 
setiap peraturan perundang‐undangan harus dibuat oleh pejabat yang berwenang 
b. keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis dengan materi yang diatur; 
c. keharusan mengikuti tata cara tertentu; dan  
d. keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang‐undangan yang lebih tinggi. 
 

B. Teknik Drafting Peraturan di tingkat Desa 

Pada umum Kerangka struktur Peraturan Desa terdiri dari: 
 
a. Penamaan/Judul; 
b. Pembukaan; 
c. Batang Tubuh; 
d. Penutup; dan 
e. Lampiran 
 
Agar Kerangka struktur Peraturan tersebut dapat tersusun maka metodenya adalah sebagai berikut: 
 

  60  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
1. PERUMUSAN KERANGKA 
2. PERUMUSAN KONSIDERAN, KETENTUAN UMUM, BAB, BAGIAN, PARAGRAF 
3. PERUMUSAN PASAL dan Ayat 
4. PERUMUSAN PENJELASAN UMUM dan PASAL‐PASAL 
a. Penamaan / Judul 
 Setiap  Peraturan  Desa,  Peraturan  Kepala  Desa  dan  Keputusan  Kepala  Desa  mempunyai 
penamaan/judul.  
 Penamaan/judul  Peraturan  Desa,  Peraturan  Kepala  Desa  dan  Keputusan  Kepala  Desa  memuat 
keterangan  mengenai  jenis,  nomor,  tahun  dan  tentang  nama  peraturan  atau  keputusan  yang 
diatur. 
 Nama  Peraturan  Desa,  Peraturan  Kepala  Desa  dan  Keputusan  Kepala  Desa  dibuat  singkat  dan 
mencerminkan isi Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa. 
 Judul ditulis dengan huruf kapital tanpa diakhiri tanda baca. 
 
CONTOH: 
 
PERATURAN  DESA CIMANGGIS
NOMOR 13  TAHUN 2006
TENTANG
 
ANGGARAN PENDAPATAN
  DAN
BELANJA
  DESA
 
b. Pembukaan 
Pembukaan pada Peraturan Desa terdiri dari : 
 
1. Frasa " Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa"; 
2. Jabatan pembentuk Peraturan Desa. 
3. Konsiderans; 
4. Dasar Hukum; 
5. Frasa "Dengan persetujuan bersama Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa"; 
6. Memutuskan; dan 
7. Menetapkan 
 
b.1 Kata frasa yang berbunyi "Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa"; merupakan kata yang harus 
ditulis  dalam  Peraturan  Desa,  Peraturan  Kepala  Desa  dan  Keputusan  Kepala  Desa,  cara  penulisan 
seluruhnya huruf kapital dan tidak diakhiri tanda baca. 
 
Contoh: 
  DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
  MAHA ESA
 
 
Jabatan pembentuk Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa, ditulis 
dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca koma (,). 
 
Contoh: 
KEPALA DESA CIMANGGIS,
 
 
 
b.2 Konsiderans; Konsiderans harus diawali dengan kata "Menimbang" yang memuat uraian singkat 
mengenai  pokok‐pokok  pikiran  yang  menjadi  latar  belakang,  alasan‐alasan  serta  landasan  yuridis, 

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  61 
filosofis, sosiologis, dan politis dibentuknya Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan 
Kepala  Desa.  Jika  konsiderans  terdiri  dari  lebih  satu  pokok  pikiran,  maka  tiap‐tiap  pokok  pikiran 
dirumuskan  pengertian,  dari  tiap‐tiap  pokok  pikiran  diawali  dengan  huruf  a,  b,  c,  dst.  dan  diakhiri 
dengan tanda titik koma (;). 
 
Contoh : 
  Menimbang : a. …………………..;
  b. …………………..;
  c. .....……………….;
 
 
b.3 Dasar Hukum 
1. Dasar  Hukum  diawali  dengan  kata  "Mengingat"  yang  harus  memuat  dasar  hukum  bagi 
pembuatan  produk  hukum.  Pada  bagian  ini  perlu  dimuat  pula  jika  ada  peraturan  perundang‐
undangan  yang  memerintahkan  dibentuknya  Peraturan  Desa,  Peratt  ran  Kepala  Desa  dan 
Keputusan Kepala Desa atau yang mempunyai kaitan langsung dengan materi yang akan diatur. 
2. Dasar Hukum dapat dibagi 2, yaitu : 
a. Landasan  yuridis  kewenangan  membuat  Peraturan  Desa,  Peraturan  Kepala  Desa  dan 
Keputusan Kepala Desa; dan 
b. Landasan yuridis materi yang diatur. 
3. Yang  dapat  dipakai  sebagai  dasar  hukum  hanyalah  jenis  peraturan  perundang‐undangan  yang 
tingkat  derajatnya  lebih  tinggi  atau  sama  dengan  produk  hukum  yang  dibuat.  Catatan  : 
Keputusan yang bersifat penetapan, Instruksi dan Surat Edaran tidak dapat dipakai sebagai dasar 
hukum karena tidak termasuk jenis peraturan perundang‐undangan. 
4. Dasar  hukum  dirumuskan  secara  kronologis  sesuai  dengan  hierarkhi  peraturan  perundang‐
undangan,  atau  apabila  peraturan  perundangundangan  tersebut  sama  tingkatannya,  maka 
dituliskan  berdasarkan  urutan  tahun  pembentukannya,  atau  apabila  peraturan 
perundangundangan  tersebut  dibentuk  pada  tahun  yang  sama,  maka  dituliskan  berdasarkan 
nomor urutan pembuatan peraturan perundangundangan tersebut. 
5. Penulisan  dasar hukum harus lengkap  dengan Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan 
Lembaran Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, dan Tambahan Lembaran Daerah (kalau 
ada). 
6. Jika dasar hukum lebih dari satu peraturan perundang‐undangan, maka tiap dasar hukum diawali 
dengan angka arab 1, 2, 3, dst dan diakhiri dengan tanda baca titik koma (;) 
 
Contoh penulisan 
  Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
  Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
  Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik
  Indonesia Nomor 4389);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang
  Desa (Lembaran Negani Republik Indonesia Tahun 2005
  Nomor 158. Tamtahan Lembaran Negara Republik
  Indonesia Nomor 4546);
  3. Peraturan Menteri ... Nomor... Tahun ... Tentang…..
  4. Peraturan Daerah ... Nomor ... Tahun ... tentang ...
  (Lembaran Daerah Tahun ... Nomor ... , Tambahan
  Lembaran Daerah Nomor ...)
 
 

  62  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
 
b.3 Frasa "Dengan persetujuan bersama Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa" 
Kata frasa yang berbunyi  "Dengan persetujuan  bersama Badan  Permusyawaratan Desa dan Kepala 
Desa",  merupakan  kalimat  yang  harus  dicantumkan  dalam  Peraturan  Desa  dan  cara  penulisannya 
dilakukan sebagai berikut : 
 Ditulis sebelum kata MEMUTUSKAN; 
 Kata "Dengan Persetujuan Bersama", hanya huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital; 
 Kata "antara" Berta "dan", semua ditulis dengan huruf kecil; dan 
 Kata "Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa" seluruhnya ditulis dengan huruf kapital. 
 
Contoh: 
 
  Dengan Persetujuan Bersama
  BADAN PERMUSYAWARATAN
  DESA
CIMANGGIS
 
dan
 
KEPALA DESA CIMANGGIS
 
 
b.4 Memutuskan 
Kata "Memutuskan" ditulis dengan huruf Kapital, dan diakhiri dengan tanda baca titik dua ( : ).  
peletakan kata MEMUTUSKAN adalah ditengah margin. 
 
Contoh : 
  MEMUTUSKAN
 
 
 
b.5 Menetapkan 
Kata "menetapkan:" dicantumkan sesudah kata MEMUTUSKAN yang disejajarkan ke bawah dengan 
kata    "Menimbang"  dan  "Mengingat".  Huruf  awal  kata  "Menetapkan"  ditulis  dengan  huruf  kapital 
dan diakhiri dengan tanda baca titik dua (:). 
 
Contoh : 
  MEMUTUSKAN :
  Menetapkan : PERATURAN DESA CIMANGGIS TENTANG
  KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI
  ORGANISASI PEMERINTAH DESA
  CIMANGGIS
 
 
 
 
 
Jadi jika digabungkan bagian pembukaan akan tampak kurang lebih seperti berikut: 
 
 
 
 
 

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  63 
 
  PERATURAN DESA CIMANGGIS
  NOMOR 13 TAHUN 2006
  TENTANG
  ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA
 
  DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
  KEPALA DESA CIMANGGIS,
 
  Menimbang : a. ……………………………………………;
  b. ……………………………………………;
  c. ………………………………………..dst;
 
  Mengingat : 1. ……………………………………………;
  2. ……………………………………………;
  3. ………………………………………..dst;
 
  Dengan persetujuan bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA CIMANGGIS
 
Dan
 
KEPALA DESA CIMANGGIS
 
  MEMUTUSKAN:
 
  Menetapkan : PERATURAN DESA CIMANGGIS TENTANG
  ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA
  TAHUN ANGGARAN 2008
 
 
 
 
c. Batang Tubuh 
Batang  Tubuh  memuat  semua  materi  yang  dirumuskan  dalam  pasal‐pasal  atau  diktum‐diktum.  
Batang tubuh yang dirumuskan dalam pasal‐pasal adalah jenis Peraturan Desa dan Peraturar. Kepala 
Desa  yang  bersifat  mengatur  (Regelling),  sedangkan  jenis  Keputusan  Kepala  Desa  yang  bersifat 
penetapan (Besehikking), batang tubuhnya dirumuskan dalam diktum‐diktum 
 
Batang Tubuh Peraturan Desa, terdiri dari 
1. Ketentuan Umum; 
2. Materi yang diatur; 
3. Ketentuan Peralihan (kalau ada); dan 
4. Ketentuan Penutup 
 
c.1 Ketentuan Umum 
 Rumusan tentang definisi tertentu yang berlaku sama untuk seluruh materi perundang‐undangan 
 Disusun berdasar urutan angka 1, 2 dst 
 Berlaku sama terhadap perundangundangan yang lain. 
 
 
 
 
 

  64  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
 
c.2 Penulisan Bab, Bagian; Paragraf, Pasal dan ayat 
Bab diberi nomor urut dengan angka Romawi dan judul Bab semua ditulis dengan huruf kapital. 
 
Contoh : 
 
  BAB I
  KETENTUAN UMUM
  Bagian diberi nomor unit dengan bilangan yang
  ditulis dengan huruf kapital dan diberi judul.
  Huruf awal kata Bagian, urutan bilangan, dan
  judul Bagian ditulis dengan huruf kapital, kecuali
  huruf awal dari kata partikel yang tidak tax letak
  pada awal frasa.
 
  Contoh :
  BAB II
  ( ……… JUDUL BAB ……... )
  Bagian Kedua
  ..............................................................
 
Paragraf  diberi  nomor  urut  dengan  angka  arab  dan  diberi  judul.  Huruf  awal  dalam  judul  paragraf, 
dan  huruf  awal  judul  paragraf  ditulis  dengan  huruf  kapital,  sedangkan  huruf  lainnya  setelah  huruf 
pertama ditulis dengan huruf kecil. 
Contoh : 
 
  Bagian Kedua
  ( ……… Judul Bagian ………)
  Paragraf Kesatu
  (Judul Paragraf)
 
 
 
Pasal  adalah  satuan  aturan  yang  memuat  satu  norma  dan  dirumuskan  dalam  satu  kalimat.  Materi 
Peraturan Desa  lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal yang singkat dan jelas dari pada dalam 
beberapa pasal yang panjang dan memuat beberapa ayat, kecuali jika materi yang menjadi isi pasal 
itu merupakan satu serangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Pasal diberi nomor unit dengan angka 
arab, dan huruf awal kata pasal ditulis dengan huruf kapital. 
Contoh : 
 
 
  Pasal 5
 
 
Pasal dan Ayat: 
 Memuat satu konsep perbuatan/kewenangan tertentu 
 Terdiri dari beberapa ayat yang saling berkaitan (jika diperlukan) 
 Jika memuat konsep baru dibuat Pasal baru 

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  65 
Ayat  adalah  merupakan  rincian  dari  pasal,  penulisannya  diberi  nomor  unit  dengan  angka  arab  di 
antara  tanda  baca  kurung  tanpa  diakhiri  tanda  baca.  Satu  ayat  hanya  mengatur  satu  hal    dan  
dirumuskan dalam satu kalimat. 
 
Contoh :  Pasal 21
  (1) ………………….
  (2) ………………….
  (3) ………………….
 
 
 
Jika satu pasal atau ayat memuat rincian unsur, maka disamping dirumuskan dalam bentuk kalimat 
yang biasa, dapat pula dipertimbangkan penggunaan dalam bentuk tabulasi. 
 
RINCIAN;  Tiap‐tiap rincian ditandai dengan huruf a dan seterusnya. 
 
(3) …………………………… 
  a ……………………..; dan 
  b ………………………….. 
 
Jika suatu rincian memerlukan perincian lebih lanjut, maka perincian itu ditandai dengan angka 1, 2, 
dan seterusnya.  
 
(4) ……………………………………… 
  a.…………………………………; 
  b.…………………………………; dan 
  c. …………………………………; 
  1. ………………………………….; 
  2. ………………………………….; dan 
  3. ………………………………….; 
    a) …………………………………..; 
    b)…………………………………..; dan 
    c).…………………………………..; 
    1)…………………………………….; 
    2)…………………………………….; dan 
    3)…………………………………….; 
 
 
d.Penutup 
1. Rumusan tempat dan tanggal penetapan, diletakkan di sebelah kanan; 
2. Nama jabatan ditulis dengan huruf 
3. kapital, dan pada akhir kata diberi tanda baca koma; 
4. Nama lengkap pejabat yang menandatangani, ditulis dengan huruf kapital tanpa gelar dan 
pangkat; 
5. Penetapan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa  ditandatangani 
oleh Kepala Desa 
 
Lihat juga: PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI  NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN 
PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA 

  66  PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL  67 
KANTOR PUSAT
JL. Pattimura No.20 Kabayoran Baru
Jakarta Selatan, Indonesia - 12110

KANTOR PROYEK
Jl. Penjernihan 1 No. 19 F Pejompongan
Jakarta Pusat Indonesia - 10210

SEKRETARIAT TP PNPM MANDIRI


www.pnpm-mandiri.org

PENGADUAN
P.O. BOX 2222 JKPMT
SMS 0817 148048
e-mail : ppm@pnpm-perkotaan.org

www.p2kp.org | www.pnpm-perkotaan.org

Anda mungkin juga menyukai