Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PROFESI KEPENDIDIKAN

“ MEMAHAMI INTEGRITAS DAN SIKAP PERFESIONAL DALAM


PENDIDIKAN“

Dosen Pengampung : Deddy Rahmat Saputra M.Pd

Kelompok 5

1. Musdah Mulya
2. Ilhamsyah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN


REKREASI MUHAMMADIYAH MUARA BUNGO
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,
atas rahmat dan hidayah-Nya., sehingga penyusunan makalah yang berjudul
“Integritas Kependidikan dan Sikap Professional dalam Profesi Kependidikan”
dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Kiranya dalam penulisan ini,
kami masih menghadapi cukup banyak kendala dan selesainya makalah ini tidak
lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu. Kami menyadari bahwa
masih banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini menjadi lebih baik
lagi. Kami berharap semoga makalah dapat menambah wawasan pengetahuan
tentang pendidikan yang dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap
pembaca.

Muara Bungo, 2 Oktober 2021

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................i


DAFTAR ISI ...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Jenis – Jenis organisasi profesi kependidikan di indonesia..................2
B. Pengembangan organisasi profesi dan pengembangan sikap
professional kependidikan di indonesia................................................4
C. Peran organisasi profesi kependidikan di indonesia.............................8
D. Sikap professional kependidikan di indonesia......................................10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................17
B. Saran.....................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta perubahan sosio-kultural yang terkadang sulit diprediksi, profesi
pendidikan seakan-akan dihadapkan pada dilema yang kompleks. Di satu
pihak, masyarakat pengguna jasa kependidikan menuntut akan kualitas
layanan jasa kependidikan secara lebih baik, tetapi di pihak lain para
penyandang profesi kependidikan dihadapkan pada berbagai keterbatasan.
Bahkan secara individual mereka dihadapkan pula pada suatu realitas
bahwa kesejahteraannya perlu mendapat perhatian khusus. Imbalan jasa
kependidikan yang kurang sesuai menurut ukuran kebutuhan hidup
realistis masih menjadi topik diskusi keseharian masyarakat. Padahal
masyarakat yakin betul bahwa kelangsungan hidup bangsa ini akan sangat
ditentukan oleh keberhasilan proses sistem pendidikan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa sajakah jenis – jenis organisasi profesi kependidikan di
Indonesia?
2. Bagaimanakah pengembangan organisasi profesi & pengembangan
sikap profesional kependidikan di Indonesia?
3. Apakah peran organisasi kependidikan di Indonesia?
4. Bagaimanakah pengertian tentang sikap profesional kependidikan?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui jenis–jenis organisasi profesi kependidikan di
Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengembangan organisasi profesi &
pengembangan sikap profesional kependidikan di Indonesia.
3. Untuk mengetahui peran organisasi kependidikan di Indonesia.
4. Untuk mengetahui pengertian sikap profesional kependidikan.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Jenis-jenis Organisasi Profesi Kependidikan di Indonesia


Berikut ini jenis-jenis organisasi profesi kependidikan yang ada di
Indonesia :
1. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
PGRI lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari
proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI
adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB)
tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru
Indonesia (PGI) tahun 1932. Tujuan utama pendirian PGRI adalah:
a) Membela dan mempertahankan Republik Indonesia (organisasi
perjuangan)
b) Memajukan pendidikan seluruh rakyat berdasar kerakyatan
(organisasi profesi) Pendirian PGRI sama dengan EI: “education
as public service, not commodity”.
c) Membela dan memperjuangkan nasib guru khususnya dan nasib
buruh pada umumnya (organisasi ketenagakerjaan).
2. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
MGMP merupakan suatu wadah asosiasi atau perkumpulan
bagi guru mata pelajaran yang berada di suatu sanggar/kabupaten/kota
yang berfungsi sebagai sarana untuk saling berkomunikasi, belajar dan
bertukar pikiran dan pengalaman dalam rangka meningkatkan kinerja
guru sebagai praktisi/perilaku perubahan reorientasi pembelajaran di
kelas.
Menurut Mangkoesapoetra, MGMP merupakan forum atau
wadah profesional guru mata pelajaran yang berada pada suatu
wilayah kebupaten/kota/kecamatan/sanggar/gugus sekolah.
Tujuan diselenggarakannya MGMP menurut pedoman MGMP
adalah:

2
a) Tujuan umum.
Tujuan MGMP adalah untuk mengembangkan kreativitas dan
inovasi dalam meningkatkan profesionalisme guru.
b) Tujuan khusus.
c) Memperluas wawasan dan pengetahuan guru mata pelajaran
dalam upaya mewujudkan pembelajaran yang efektif dan efisien.
d) Mengembangkan kultur kelas yang kondusif sebagai tempat
proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan dan
mencerdaskan siswa.
e) Membangun kerjasama dengan masyarakat sebagai mitra guru
dalam melaksanakan proses pembelajaran.
3. Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)
Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) lahir pada
pertengahan tahun 1960-an. Pada awalnya organisasi profesi
kependidikan ini bersifat regional karena berbagai hal menyangkut
komunikasi antaranggotanya. Keadaan seperti ini berlangsung cukup
lama sampai kongresnya yang pertama di Jakarta 17-19 Mei 1984.
Kongres tersebut menghasilkan tujuh rumusan tujuan ISPI,
yaitu: (a) Menghimpun para sarjana pendidikan dari berbagai
spesialisasi di seluruh Indonesia; (b) meningkatkan sikap dan
kemampuan profesional para angotanya; (c) membina serta
mengembangkan ilmu, seni dan teknologi pendidikan dalam rangka
membantu pemerintah mensukseskan pembangunan bangsa dan
negara; (d) mengembangkan dan menyebarkan gagasan-gagasan baru
dan dalam bidang ilmu, seni, dan teknologi pndidikan; (e) meindungi
dan memperjuangkan kepentingan profesional para anggota; (f)
meningkatkan komunikasi antaranggota dari berbagai spesialisasi
pendidikan; dan (g) menyelenggarakan komunikasi antarorganisasi
yang relevan.
Pada perjalanannya ISPI tergabung dalam Forum Organisasi
Profesi Ilmiah (FOPI) yang terlealisasikan dalam bentuk himpunan-

3
himpunan. Yang telah ada himpunannya adalah Himpunan Sarjana
Pendidikan Ilmu Sosial Indonesia (HISPIPSI), Himpunan Sarjana
Pendidikan Ilmu Alam, dan lain sebagainya.
4. Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI)
Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) didirikan di
Malang pada tanggal 17 Desember 1975. Organisasi profesi
kependidikan yang bersifat keilmuan dan profesioal ini berhasrat
memberikan sumbangan dan ikut serta secara lebih nyata dan positif
dalam menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai guru
pembimbing. Organisasi ini merupakan himpunan para petugas
bimbingan se Indonesia dan bertujuan mengembangkan serta
memajukan bimbingan sebagai ilmu dan profesi dalam rangka
peningkatan mutu layanannya.
Secara rinci tujuan didirikannya Ikatan Petugas Bimbingan
Indonesia (IPBI) adalah sebagai berikut ini.
a) Menghimpun para petugas di bidang bimbingan dalam wadah
organisasi.
b) Mengidentifikasi dan mengiventarisasi tenaga ahli, keahlian dan
keterampilan, teknik, alat dan fasilitas yang telah dikembangkan
di Indonesia di bidang bimbingan, dengan demikian
dimungkinkan pemanfaatan tenaga ahli dan keahlian tersebut
dengan sebaik-baiknya.
c) Meningatkan mutu profesi bimbingan, dalam hal ini meliputi
peningkatan profesi dan tenaga ahli, tenaga pelaksana, ilmu
bimbingan sebagai disiplin, maupun program layanan bimbingan
(Anggaran Rumah Tangga IPBI, 1975).
B. Pengembangan Organisasi Profesi & Pengembangan Sikap
Profesional Kependidikan di Indonesia
1. Pengembangan Organisai Profesi
Kalau kita ikuti perkembangan profesi keguruan di Indonesia,
jelas pada mulanya guru-guru Indonesia diangkat dari orang-orang

4
yang tidak berpendidikan khusus untuk memangku jabatan guru.
Dalam bukunya Sejarah Pendidikan Indonesia, Nasution (1987) secara
jelas melukiskan sejarah pendidikan di Indonesia terutama dalam
zaman colonial Belanda, termasuk juga sejarah profesi keguruan.
Guru-guru yang pada mulanya diangkat dari orang-orang yang tidak
dididik menjadi guru, secara berangsur-angsur dilengkapi dan
ditambah dengan guru-guru yang lulus dari sekolah guru
(kweekschool) yang pertama kali didirikan di Solo tahun 1852.
Karena kebutuhan guru yang mendesak maka pemerintah Hindia
Belanda mengangkat lima macam guru, yakni:
a) Guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru yang
berwenang penuh.
b) Guru yang bukan lulusan sekolah guru, tetapi lulus ujian yang
diadakan untuk menjadi guru.
c) Guru bantu yakni yang lulus ujian guru bantu.
d) Guru yang dimagangkan kepada seorang guru senior, yang
merupakan calon guru.
e) Guru yang diangkat karena keadaan yang amat mendesak yang
berasal dari warga yang pernah mengecap pendidikan.
Tentu saja yang terakhir ini sangat beragam dari satu daerah
dengan daerah lainnya. Walaupun sekolah guru telah dimulai dan
kemudian juga didirikan sekolah normal, namun pada mulanya bila
dilihat dari kurikulumnya dapat kita katakanhanya mementingkan
pengetahuan yang akan diajarkan saja. Kedalamnya belum dimasukan
secar khusus kurikulum ilmu mendidik dan psikologi. Sejalan dengan
pendirian sekolah-sekolah yang lebih tinggi tingkatnya dari sekolah
umum seperti Hollands Inslandse School (HIS), Meer Uitgebreid
Lagere Onderwijs (MULO), Hogere Burger School (HBS), dan
Algemene Middlebare School (AMS) maka secara berangsur-angsur
didirikan pula lembaga pendidikan guru atau kursus-kursus untuk
mempersiapkan guru-gurunya seperti Hogere Kweekschool

5
(HKS)untuk guru HIS dan kursus Hoofdacte (HA) untuk calon kepala
sekolah (Nasution,1987).
Keadaan yang demikian berlanjut sampai zaman pendudukan
jepang dan awal perang kemerdekaan, walaupun dengan nama dan
bentuk lembaga pendidikan guru yang disesuaikan dengan keadaan
waktu itu. Selangkah demi selangkah pendidikan guru meningkatkan
jenjang kualifikasi dan mutunya, sehingga saat ini kita hanya
mempunyai lembaga pendidikan guru yang tunggal, yakni Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
Walaupun jabatan guru tidak harus disebut sebagai jabatan
profesional penuh, statusnya mulai membaik. Di Imdonesia telah ada
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang mewadahi
persatuan guru, dan juga mempunyai perwakilan di DPR / MPR.
Apakah para wakil dan organisasi ini telah mewakili semua keinginan
para guru, baik dari segi profesional ataupun kesejahteraan? Apakah
guru betul-betul jabatan profesional, sehingga jabatan guru
terlindungi, mempunyai otoritas tinggi dalam bidangnya, dihargai dan
mempunyai status yang tinggi dalam masyarakat, semuanya akan
tergantung kepada guru itu sendiri dan unjuk kerjanya, serta
masyarakat dan pemerintah yang memakai atau mendapatkan layanan
guru itu.
Dalam sejarah pendidikan guru di Indonesia, guru pernah
mempunyai status yang sangat tinggi dalam masyarakat, mempunayi
wibawa yang sangat tinggi, dan dianggapsebagai orang yang serba
tahu. Peranan guru saat itu tidak hanya mendidik anak di depan kelas,
tapi mendidik masyarakat, tempat bagi masyarakat untuk bertanya,
baik untuk memecahkan masalah pribadi ataupun masalah sosial.
Namun, kewibawaan guru mulai memudar sejalan dengan kemajuan
zaman, perkembangan ilmu dan teknologi, dan kepedulian guru yang
meningkat tentang imbalan atau balas jasa. Dalam era teknologi yang
maju sekarang, guru bukan lagi satu-satunya tempat bertanya bagi

6
masyarakat. Pendidikan masyarakat mungkin lebih tinggi dari guru,
dan kewibawaan guru berkurang antara lain karena status guru
dianggap kalah gengsi dari jabatan lainnya yang mempunyai
pendapatan yang lebih baik.
2. Pengembangan Sikap Profesional Kependidikan
Seperti yang telah dijelaskan, bahwa dalam rangka
meningkatkan mutu, baik mutu profesional, maupun mutu layanan,
guru harus pula meningkatkan sikap profesionalnya. Ini jelas berarti
bahwa ketujuh sasaran penyikapan yang telah dibicarakan harus selalu
dipupuk dan dikembangkan. Pengembangan sikap profesional ini
dapat dilakukan baik selagi dalam pendidikan prajabatan maupun
setelah bertugas (dalam jabatan).
a) Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Prajabatan
Dalam pendidikan prajabatan seorang guru harus dididik
dalam segala hal (ilmu, pengetahuan, sikap dan keterampilan)
karena tugasya bersifat unik, guru selalu menjadi panutan
sekelilingnya. Oleh sebab itu, bagaimana guru 10 bersikap
terhadap pekerjaan dan jabatannya selalu menjadi perhatian siswa
dan masyarakat. Pembentukan sifat yang baik tidak mungkin
muncul begitu saja, tetapi harus dibina sejak calon guru memulai
pendidikannya di lembaga pendidikan perguruan tinggi. Berbagai
usaha dan latihan, contoh-contoh dan aplikasi penerapan ilmu,
keterampilan dan bahkan sikap profesional di rancang dan
dilaksanakan selama calon guru berada dalam pendidikan
prajabatan.
b) Pengembangan Sikap Selama dalam Jabatan
Pengembangan sikap profesional tidak berhenti apabila
calon guru selesai mendapatkan pendidikan prajabatan. Akan
tetapi peningkatan harus terus dilakukan dengan cara formal
seperti mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan
ilmiah lainnya. Memperhatikan kualitas guru di Indonesia

7
memang jauh berbeda dengan dengan guru-guru yang ada di
Amerika Serikat atau Inggris.
C. Peran Organisasi Profesi Kependidikan di Indonesia
Jabatan professional harus memiliki wadah untuk menyatakan
gerak langkah dan mengendalikan keseluruhan profesi yaitu organisasi
profesi guru di negara kita wadah ini telah ada dan dikenal dengan
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Organisasai ini didirikan
sebagai wujud aspirasi guru Indonesia dalam mewujudkan cita-cita
perjuangan bangsa. Salah satu tujuan organisasi ini adalah mempertinggi
kesadaran sikap, mutu dan kegiatan profesi guru serta meningkatkan
kesejahteraan guru. Organisasi profesi kependidikan selain sebagai ciri
suatu profesi kependidikan, sekaligus juga memiliki fungsi tersendiri yang
bermanfaat bagi anggotanya. Organisasi profesi kependidikan Organisasi
profesi kependidikan selain sebagai ciri suatu profesi kependidikan
berfungsi sebagai pemersatu seluruh anggota profesi dalam kiprahnya
menjalankan tugas keprofesiannya, dan memiliki fungsi peningkatan
kemampuan profesional profesi ini. Kedua fungsi tersebut dapat diuraikan
seperti berikut ini :
1. Fungsi Pemersatu
Kelahiran suatu organisasi profesi tidak terlepas dari motif
yang mendasarinya, yaitu dorongan yang menggerakkan para
profesional untuk membeantuk suatu organisasi keprofesian. Motif
tersebut begitu bervariasi, ada yang bersifat sosial, politik, ekonomi,
kultural, dan falsafah tentang sistem nilai. Namun, umumnya dilatar
belakangi oleh dua motif, yaitu motif intrinsik dan ekstrinsik.[ Abin
Syamsudin, 1999. hlm. 95 ] Secara intrinsik, para profesional
terdorong oleh keinginannya medapatkan kehidupan yang layak,
sesuai dengan tugas profesi yang diembannya, bahkan mungkin
mereka terdorong oleh semangat menunaikan tugasnya sebaik dan
seikhlas mengkin. Secara ekstrinsik mereka terdorong oleh tmntutan

8
masyarakat pengguna jasa suatu profesi yang semakin hari semakin
klompleks.
Kedua motif tersebut sekaligus merupakan tantangan bagi
pengemban suatu profesi, yang secara teoritis sangat sulit dihadapi
dan diselesaikan secara individual. Kesadaran atas realitas ini
menyebabkan para profesional membentuk organisasi profesi.
Demikian pula organisasi profesi kependidikan , merupakan
organisasi profesi sebagai wadah pemersatu pelbagai potensi profesi
kependidikan dalam menghadapi kopleksitas tantangan dan harapan
masyarakat pengguna pengguna jasa kependidikan. Dengan
mempersatukan potensi tersebut diharapkan organisasi profesi
kependidikan memiliki kewibawaan dan kekuatan dalam menentukan
kebijakan dan melakukan tindakan bersama, yaitu upaya untuk
melindungi dan memperjuangkan kepentingan para pengemban
profesi kependidikan itu sendiri dan kepentingan masyarakat
pengguna jasa profesi ini.
2. Fungsi Peningkatan Kemampuan Profesional
Fungsi kedua dari organisasi profesi adalah meningkatkan
kemampuan profesional para pengemban profesi kependidikan.
Fungsi ini secara jelas tertuang dalam PP No. 38 tahun 1992,
pasal 61 yang berbunyi : Tenaga kependidikan dapat membentuk
ikatan profesi sebagai wadah untuk meningkatkan dan
mengembangkan karier, kemampuan, kewenangan profesional,
martabat, dan kesejahteraan tenaga kependidikan. PP tersebut
menunjukkan adanya legalitas formal yang secara tersirat
mewajibkan para anggota profesi kependidikan untuk selalu
meningkatkan kemampuan profesionalnya melalui organisaasi
atau ikatan profesi kependidikan. Bahkan dalam UUSPN Tahun
1989, Pasal 31; ayat 4 dinyatakan bahwa : Tenaga kependidikan
berkewajiban untuk berusaha mengembangkan kemampuan

9
profesionalnya sesuai dengan perkembangan tuntutan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi serta pembangunan bangsa.
Kemampuan yang dimaksud dalam konteks ini adalah apa
yang disebut dengan istilah kompetensi , yang oleh Abin
Syamsuddin dijelaskan bahwa kopetensi merupakan kecakapan
atau kemampuan mengerjakan pekerjaan kependidikan. Guru
yang memiliki kemampuan atau kecakapan untuk mengerjakan
pekerjaan kependidikan disebut dengan guru yang kompeten.
Program tidak terstruktur adalah program pembinaan dan
pengembangan tenaga kependidikan yang dibuka berdasarkan
kebutuhan tertentu sesuai dengan tuntutan waktu dan lingkungan
yang ada. Terlingkup dalam program tidak terstruktur ini adalah:
a) Penataran tingkat nasional dan wilayah;
b) Supervisi yang dilaksanakan oleh pengawas atau pejabat
yang terkait seperti Kepala Sekolah, Kepala Bidang,
Kakandep;
c) Pembinaan dan pengembangan sejawat, yaitu dengan sesama
tenaga kependidikan sejenis melalui forum konunikasi,
seperti MGI.
d) Pembinaan dan pengembangan individual, yaitu upaya atas
inisiatif sendiri dengan partisipasi dalam seminar, loka karya,
dan yang lainnya.
D. Sikap Profesional Kependidikan di Indonesia
Sebelum menguraikan definisi Sikap Profesional Guru, terlebih
dahulu kita mengetahui apa sebenarnya definisi dari ketiga kata tersebut.
Thursthoen dalam Walgito (1990: 108) menjelaskan bahwa, “Sikap”
adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik
dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek.
Sedangkan Berkowitz, dalam Azwar (2000:5) menerangkan Sikap
seseorang pada suatu objek adalah Perasaan atau emosi, dan faktor kedua
adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk bereaksi. Sebagai reaksi

10
maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like)
atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakan atau menghindari
sesuatu.
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan
keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memiliki standar mutu atau
norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (UU Nomor 14 tahun
2005 tentang Guru dan Dosen). Pekerjaan yang bersifat profesional adalah
pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka khusus dipersiapkan
untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka karena tidak
dapat memperoleh pekerjaan lain (Nana Sudjana, 1988 dalam usman,
2005).
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada
penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta
strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa
profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen
tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari
seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi
memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan. Menurut PP No. 74
Tahun 2008 pasal 1.1 Tentang Guru, guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak
usia dini jalar pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Selanjutnya dijelaskan menurut Arifin (2000), bahwa guru
Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai:
a) Dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat
teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21;
b) Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan
yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan
konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di

11
lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya
diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia;
c) Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi
guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan
berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan.
Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya
program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis
yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.
Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi
akan mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif
dan dinamis. Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1991) bahwa
pemenuhan persyaratan guru profesional akan mengubah peran guru yang
semula sebagai orator yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam
menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang invitation learning
environment. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki
multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator,
transformator, change agent, inovator, konselor, evaluator, dan
administrator (Soewondo, 1972 dalam Arifin 2000).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas ditambah dengan pendapat
para ahli, dapat ditarik kesimpulan bahwa, Sikap Guru Profesional adalah
Suatu Kepribadian atau respon yang menggambarkan kecenderungan
untuk bereaksi sebagai seorang guru yang memiliki kompetensi yang
dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran yang
ahli dalam menyampaikannya Kompetensi di sini meliputi pengetahuan,
sikap, dan keterampilan profesional, baik yang bersifat pribadi, sosial, dan
akademis. Dengan kata lain, Guru profesional adalah orang yang memiliki
kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia
mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan
maksimal.

12
1. Sasaran Sikap Profesional Kependidikan
Sikap dan Pola tingkah laku seorang guru yang berhubungan
dengan profesionalisme haruslah sesuai dengan sasarannya, Sasaran
Sikap Profesional Guru diantaranya:
a. Sikap Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Pada butir sembilan kode etik guru Indonesia disebutkan
bahwa: “guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah
dalam bidang pendidikan”. (PGRI, 1973). Kebijaksanaan
pendidikan dinegara kita dipegang oleh pemerintah, dalam hal ini
oleh departemen pendidikan dan kebudayaan. Dalam rangka
pembangunan dibidang pendidikan di Indonesia, departemen
pendidikan dan kebudayaan mengeluarkan ketentuan-ketentuan
dan peraturan-peraturan yang merupakan kebijaksanaan yang
akan dilaksanakan oleh aparatnya, yang meliputi antara lain:
pembangunan gedung-gedung pendidikan, pemerataan
kesempatan belajar antara lain dengan melalui kewajiban belajar,
peningkatan mutu pendidikan, pembinaan generasi muda dengan
menggiatkan kegiatan karang taruna, dan lain-lain.
b. Sikap Terhadap Organisasi Profesi
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan
mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
Dasar ini menunjukan kepada kita betapa pentingnya peranan
organisasi profesi sebagai wadah dan sarana pengabdian. PGRI
sebagai organisasi profesi memerlukan pembinaan, agar lebih
berdayaguna dan berhasil guna sebagai wadah usaha untuk
membawakan misi dan memantapkan profesi guru. Keberhasilan
usaha tersebut sangat bergantung kepada kesadaran para
anggotanya, rasa tanggung jawab dan kewajiban para anggotanya.
Organisasi PGRI merupakan suatu sistem, dimana unsur
pembentuknya adalah guruguru. Organisasi harus membina
mengawasi para anggotanya, yang dimaksud dengan organisasi

13
adalah semua anggota dengan seluruh pengurus dan segala
perangkat dan alat-alat perlengkapannya.
c. Sikap Terhadap Teman Sejawat
Dalam ayat 7 kode etik guru disebutkan bahwa “Guru
memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan dan
kesetiakawanan sosial”. Ini berarti bahwa :
1) Guru hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan
sesama guru dalam lingkungan kerjanya.
2) Guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat
kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar
lingkungan kerjanya.
Dalam hal ini Kode Etik Guru Indonesia menunjukan
betapa pentingnya hubungan yang harmonis perlu diciptakan
dengan mewujudkan perasaan bersaudara yang mendalam antara
sesama anggota profesi. Hubungan sesama anggota profesi dapat
dilihat dari dua segi, yakni hubungan formal dan hubungan
kekeluargaan.
d. Sikap Terhadap Anak Didik
Dalam kode etik guru indonesia dengan jelas dituliskan
bahwa : Guru berbakti membimbing peserta didik untuk
membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila, dasar ini
mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami oleh seorang
guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni : Tujuan
pendidikan nasional, prinsip membimbing, dan prinsip
pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. Tujuan pendidikan
nasional dengan jelas dapat dibaca dalam UU No. 2/1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, yakni membentuk manusia
Indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Prinsip yang lain
adalah membimbing peserta didik, bukan mengajar, atau
mendidik saja. Pengertian seperti yang dikekmukakan oleh Ki
Hajar Dewantara dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat

14
yang terkenal dari sistem itu adalah “Ing Angarso Sung Tulodo,
Ing Madyo Mangun Karso, Dan Tut Wuri Handayani”. Ketiga
kalimat itu mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat
memberi contoh, harus dapat memberikan pengaruh dan harus
dapat mengendalikan peserta didik. Dalam tut wuri terkandung
maksud membiarkan peserta didik menuruti bakat dan kodratnya
dan guru memperhatikannya.
e. Sikap Terhadap Tempat Kerja (sekolah)
Sudah menjadi perkembangan umum bahwa suasana yang
baik ditempat kerja akan meningkatkan produktivitas. Hal ini
disadari dengan sebaik-baiknya oleh setiap guru dan guru
berkewajiban menciptakan suasana yang demikian dalam
lingkungannya. Untuk menciptakan suasana kerja yang baik ini
ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu guru sendiri dan
hubungan guru dengan orang tua dan masyarakat sekeliling
Terhadap guru sendiri dengan jelas juga dituliskan dalam salah
satu butir dari kode etik yang berbunyi : “Guru menciptakan
suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang keberhasilan
proses belajar mengajar”. Oleh sebab itu, guru harus aktif
mengusahakan suasana yang baik itu dengan berbagai cara, baik
dengan penggunaan metode mengajar sesuai, maupun dengan
penyediaan alat belajar yang cukup, serta pengaturan organisasi
kelas yang mantap, ataupun pendekatan lainnya yang diperlukan.
Suasana harmonis di sekolah tidak akan terjadi apabila seluruh
pihak yang terlibat tidak menjaga hubungan baik antara satu sama
lain.
f. Sikap Terhadap Pemimpin
Sebagai salah seorang anggota organisasi, baik organisasi
guru maupun organisasi yang lebih besar, guru akan selalu berada
dalam bimbingan dan pengawasan pihak atasan. Dari organisasi

15
guru, ada strata kepemimpinan mulai dari pegurus cabang,
daerah,
sampai kepusat. Begitu juga sebagai anggota keluarga besar
DEPDIKBUD (Departement Pendidikan dan Kebudayaan), ada
pembagian pengawasan mulai dari kepala sekolah dan seterusnya
sampai kementrian pendidikan dan kebudayaan.
g. Sikap Terhadap Pekerjaan
Profesi guru berhubungan dengan anak didik, yang secara
alami mempunyai persamaan dan perbedaan. Tugas melayani
orang yang beragam sangat memerlukan kesabaran dan
ketelatenan yang tinggi, terutama bila berhubungan dengan
peserta didik yang masih kecil. Barang kali tidak semua orang
dikarunia sifat seperti itu, namun bila seseorang telah memilih
untuk memasuki profesi guru, ia dituntut untuk belajar dan
berlaku seperti itu. Untuk meningkatkan mutu profesi secara
sendiri-sendiri, guru dapat melakukannya secara formal maupun
informal. Secara formal, artinya guru mengikuti berbagai
pendidikan lanjutan atau kursus yang sesuai dengan bidang tugas,
keinginan, waktu, dan kemampuannya, Secara informal guru
dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya melalui
media masa seperti televisi, radio, majalah ilmiah, koran, dan
sebagainya.
Didalam Kode Etik Guru Indonesia butir keenam ditujukan
kepada guru, baik secara pribadi maupun secara kelompok, untuk
selalu meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Guru
sebagaimana juga dengan profesi lainnya, tidak mungkin dapat
meningkatkan mutu dan martabat profesinya bila guru itu tidak
meningkatkan atau menambah pengetahuan dan keterampilannya,
karena ilmu dan pengetahuan yang menunjang profesi itu selalu
berkembang sesuai dengan kemajuan zaman.

16
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Organisasi profesi kependidikan adalah sebuah wadah
perkumpulan orang–orang yang memiliki suatu keahlian dan keterampilan
mendidik yang dipersiapkan melalui proses pendidikan dan latihan yang
relatif lama, serta dilakukan dalam lembaga tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan. Ada beberapa organisasi kependidikan, antara
lain: PGRI, ISPI, IPBI dan MGMP.
Dari tahun ke tahun organisasi kependidikan terus mengalami
peningkatan jenjang kualifikasi dan mutunya, sehingga saat ini kita hanya
mempunyai lembaga pendidikan guru yang tunggal, yakni Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Oranisasi tersebut sangat
berperan kelangsungan pendidikan baik dari fungsinya sebagai pemersatu
dan sebagai peningkatan kemampuan profesional.
B. SARAN
Tanpa kita sadari ternyata begitu banyak manfaat memahami
integritas dan sikap professional dalam pendidikan untuk kehidupan
sehari-hari. Baik dalam berbagai bidang apapun. Oleh karena penulis
menyarankan agar kita lebih serius dalam memahami integritas dan sikap
professional dalam pendidikan adalah bagian sangat dekat yang tak
terpisahkan dari kehidupan kita.

17
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifuddin, 2000. Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Peraturan
Pemerintah No. 74 Tentang Guru dan UU Tahun 2008 Pasal 1 Ayat
Hamalik, Oemar. (2008). Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi.
Jakarta: Bumi Aksara.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 tentang Tenaga Kependidikan Tahun
1992.
Putra, I. R. D. (2010). Organisasi Profesi Guru Indonesia. Diakses pada
tanggal 7 April 2018 pukul 14.17 WIB melalui http://www.jarkom-
iwanriopurba.web.id/2010/11/organisasi-profesi-guru-indonesia.html
Semiawan, C.R. 1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan
Nasional Menjelang Abad 21. Jakarta: Grasindo.
Soetcipto, dkk. (2004). PROFESI KEGURUAN. Jakarta: PT RINEKA
CIPTA.
Undang Undang Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Anda mungkin juga menyukai