Anda di halaman 1dari 278

Human

Transformation:
Beyond Digital
Adoption

Mitos dan Fakta


Periklanan Masa Kini
Mengulik Tren Baru Gen Z
Building Brand is Painful

Strategy Options in 2021:


Traditional & Startup
By Hermawan Kartajaya

June 2021 issue


Rp.50.000,-

www.marketeers.com
www.marketeers.com/tv
I N T E R A C T I V E

E A S Y T O
N AV I G A T E

E A S Y T O
R E A D

D O W N L O A D A D O B E T M
A C R O B AT T M

F O R B E T T E R E X P E R I E N C E
Learn More
Marketing 50_21x27,5.pdf 1 01/03/21 22.03

The wait is over


Get it now!

MARKETING 5.0
Technology for
Humanity

IDR 420.000*
bit.ly/POmarketing50

Information

Tinus 0811 1581 088


Mulyadi 0852 9457 0003
Abe 0813 1555 649

*Exclude Shipping

Order Now
P R O L O G U E

From The Editor

Tak Sebatas Digital

D
unia yang cepat berubah menuntut
perusahaan tangkas menghadapinya.
Perubahan-perubahan tersebut mendorong
mereka melakukan serangkaian transformasi.
Yang jamak dilakukan oleh perusahaan adalah
transformasi teknologi.
Pandemi telah mengakselerasi program digitalisasi
perusahaan. Namun, secanggih apa pun transformasi-
transformasi yang sifatnya teknis, tidak akan berjalan
optimal bila tidak didukung oleh sumber daya manusia.
Perusahaan yang memiliki infrastruktur berbasis teknologi
canggih sekalipun tak akan bergerak optimal tanpa
dukungan manusia dalam perusahaan itu.
Mengutip sebuah artikel di Harvard Business Review
(2019), digital transformation is not about technology.
Transformasi digital bukan sesempit adopsi teknologi.
Lebih utama dari itu adalah kultur dan paradigma
manusia-manusia dalam perusahaan tersebut. Buat apa
perusahaan memiliki infrastruktur canggih tetapi sumber
daya manusianya tidak memiliki literasi digital, tidak
tangkas, dan berparadigma konvensional.
Untuk itu, Marketeers di edisi yang Anda baca ini
mengangkat tema besar Human Transformation: Beyond
Digital Adoption. Intinya, transformasi ini melampaui
adopsi teknologi. Transformasi ini membutuhkan
semangat Entrepreneurial Marketing. Di dalamnya
Entrepreneurial Marketing ini terdapat sinergi antara
spirit CI-EL (Creativity, Innovation, Entrepreneurship, dan
P R O L O G U E

From The Editor

Leadership) dengan PI-PM (Productivity, Improvement,


Professionalism, dan Management).
Proses mengelola talenta perusahaan meliputi tahapan-
tahapan dasar yang dikemas secara kekinian. Ada enam
tahapan yang jamak dilakukan perusahaan dalam
manajemen talenta, yakni, planning, attracting, selecting,
developing, retaining, dan transitioning.
Di era pascapandemi seperti sekarang, banyak
perusahaan sedang berjuang melakukan pemulihan
bisnis. Mengingat lanskap industri yang sedemikian
berubah, perusahaan melakukan pemulihan dengan
beragam penyesuaian. Percepatan digitalisasi, kerja jarak
jauh (remote working), perubahan perilaku customer,
perkembangan generasi, dan sebagainya menuntut
perubahan melakukan adaptasi. Salah satunya, perubahan
dalam pengelolaan sumber daya manusia dalam
perusahaan atau talent management.
Ingat, saat ini kita memasuki era workspace baru yang
tak sama lagi dengan workspace saat prapandemi. Tak
bisa lagi memakai cara-cara lama untuk hal-hal baru.
Bagaimana dengan perusahaan Anda?
Selamat membaca!
P R O L O G U E

From The Editor

Publisher Hermawan Kartajaya


Chief Executive Stephanie Hermawan • Chief Business Officer Ence • Editor In Chief Iwan
Setiawan • Managing Editor Hendra Soeprajitno. hendra@marketeers.com • Editor: Sigit
Kurniawan. sigit@marketeers.com Ign. Eko Adiwaluyo. eko@marketeers.com • Editorial
Secretary redaksi@marketeers.com, info@marketeers.com • Assistant Editor: M. Perkasa
Al Hafiz. hafiz@marketeers.com - Ramadhan Triwijanarko. ardhan@marketeers.com •
Reporter: Annisa Bella. abel@marketeers.com - Ellyta Rahma. ellyta@marketeers.com -
Clara NT. clara@marketeers.com • Illustration: Bedoel Achmad • Photographer Rizky
Priya • Layout: M. Ottyawan Firdaus - Sanny Ismail • Advertisement: Taufik Abe. abe@
marketeers.com +62 813 1555 6493 - Aulia Fasya. +62 856 9170 0203 • TV: Aji Radhyantomo.
aji@marketeers.com - Nugraha Satia Permana. nugraha@marketeers.com - Reza
Rahardian. +62 811 279 1818 • Activation: Era Lawyera. +62 877 7131 4959 - Rachman Julistia.
rachman.julistia@marketeers.com +62 823 1616 5931 - M. Irvan Maulana. irvan.maulana@
marketeers.com +62 813 1550 9848 • Circulation: Mulyadi. mulyadi@marketeers.com
P +62 852 9457 0003 +62 21 5790 2338 ext 409, F +62 21 5795 1103. • Printing: Gramedia Printing.
Jl. Palmerah Selatan 22-28, Gelora, Jakarta 10270

Marketeers Magazine
EightyEight@Kasablanka 8th floor
Jl. Casablanca Raya Kav. 88
Jakarta 12870
Toll Free: 0 800 188 1111
JMW_MARKETEERS_V2.pdf 1 05/05/21 10.13

SPECIAL CLASS
by MarkPlus, Inc.
OMNI JMW Privilege Card Learning Session

2021 Online Event Via

KNOWLEDGE
NETWORKING Featuring
ENTERTAINMENT

WINNING
IN THE Hermawan Kartajaya
Founder & Chairman
MarkPlus, Inc.
Jacky Mussry
CEO & Dean
MarkPlus Institute
Iwan Setiawan
CEO
MarkPlus, Inc.
Ardhi Ridwansyah
Associate Dean
MarkPlus Institute
Yosanova Savitry
Senior VP
MarkPlus Institute

RECOVERY
PERIOD
Rai Falihah Melati Arum Ekasari Rhesa Dwi Prabowo Raditya Tanu H. Giovanni Alexander
Senior Manager Principal/Associate VP Head of High Tech, Manager Senior Associate

9 13 14.00 - 16.30 WIB


MarkPlus Institute MarkPlus, Inc. Property & Consumer MarkPlus Institute
Goods Industry
MarkPlus, Inc.
MarkPlus, Inc.

JUNE 2021

TIME Wed, 9 June Thu, 10 June Fri, 11 June Sat, 12 June Sun, 13 June

Recovery Time: Converting


Building a Culture Creativity & OMNI Marketing
14.00 - 15.00 Adaptive to conversation
of Innovation Rateral Thinking Research
Transformative to conversion

SPEAKER Hermawan Kartajaya Melati Arum Ekasari Rhesa Dwi Prabowo Raditya Tanu Hutama Rai Falihah

15.00 - 15.30 AFTERNOON BREAK

15.30 - 16.30 Marketing 5.0 Marketing Digital Incorporating Startup:


Viral Marketing
Experiments Transformation Stages and Challenges

SPEAKER Iwan Setiawan Giovanni Alexander P. Yosanova Savitry Ardhi Ridwansyah Jacky Mussry

Online Registration
Kartu Kredit
KARTU KREDIT BCA

shop.marketeers.com

Information
Get Your
JMW ONLINE
PRIVILEGE CARD
For only

IDR 1.000.000 Online


Class
MIA +62 811-1220-0999

*Syarat dan ketentuan berlaku. Lembaga Jasa Keuangan yang bekerja sama terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Bank merupakan peserta penjaminan LPS.

Learn More
0 6

2 0 2 1 R O A D M A P

Prologue

Roadmap

Creativity

Innovation

Entrepreneurship

Compass
Proses human
transformation dalam
perusahaan membutuhkan
pengelolaan sumber
daya manusia dengan
pendekatan kekinian.
Teknologi memainkan
peranan di era workspace
baru ini.

Leadership

Momentum

Update

Lifestyle
PUBLIC TRAINING
JUNE 2021 JULY 2021
2D Animation Video Editing
Program Program
Facilitator : Facilitator :

Bayu Ajie Aribowo Syarifudin Ibrahim


Graphic Development Section Head Metro TV Senior Video Editor Metro TV
Rp 300.000,- / one session Rp 250.000,- / one session
Investasi : Investasi :
Rp 500.000,- / all sessions Rp 450.000,- / all sessions

Topics : Topics :

• Basic 2D Animation • Basic Video Editing


8 June 2021 | 10.00 - 12.00 WIB 8 July 2021 | 10.00 - 12.00 WIB
• Creative 2D Animation • Creative Video Editing
22 June 2021 | 10.00 - 12.00 WIB 15 July 2021 | 10.00 - 12.00 WIB

Public Speaking 3D Animation


16 June 2021 | 10.00 - 12.00 WIB Program
Facilitator : Facilitator :

Fifi Aleyda Yahya Roni Aprianto


VP Corporate Communications Media Group Supervisor of Motion Graphic Artist Metro TV

Investasi : Rp 500.000,- / one session Rp 300.000,- / one session


Investasi :
Rp 500.000,- / all sessions

Topics :

Creating Innovative Layout • Basic 3D Animation


13 July 2021 | 10.00 - 12.00 WIB
for Print Media • Creative 3D Animation
24 June 2021 | 10.00 - 12.00 WIB 22 July 2021 | 10.00 - 12.00 WIB
Facilitator :

How To Be A Great
Briyanbodo Hendro
Redaktur Artistik Media Indonesia Camera Person
Investasi : Rp 300.000,- / one session 27 July 2021 | 10.00 - 12.00 WIB
Facilitator :

REGISTRATION Munfadli
Camera Person Desk Head Metro TV
0815 8463 2315 (WA Media Academy)
Investasi : Rp 300.000,- / one session
021 583 000 77 ext. 28007 (Office)

https://bit.ly/linktr.ee/mediaacademyid Peserta akan mendapatkan materi


pelatihan, sertifikat, dan konsultasi
No. Rekening Media Academy : dengan narasumber.
Bank Mandiri 165-00-144-1000-6
a.n. Yayasan Surya Citra Bangsa

@media_academyid Media Academy @media_academyid Media Academy ID www.media-academy.id

Registration
WINNING IN THE
RECO ERY ERA
DIGITAL | HUMAN | LOCAL | GLOBAL | BALANCE

CONNECTOR ROADSHOW SCHEDULE

JATENG BALI
GAYENG BANGKIT
22 July 2021 29 July 2021

HERMAWAN KARTAJAYA JACKY MUSSRY


FOUNDER & CHAIRMAN DEAN MARKPLUS INSTITUTE JABAR SOLO
MARKPLUS, INC. DEPUTY CHAIRMAN MARKPLUS, INC. JUARA BERSERI
12 August 2021 5 August 2021
Pada tahun ini, Indonesia Marketeers Festival hadir dengan tema “WINNING IN
THE RECOVERY ERA: 5 Jurus Memenangkan Persaingan Pasar”. MarkPlus akan
mengupas tuntas mengenai bagaimana mengoptimalkan 5 jurus memenangkan
persaingan pasar melalui 5 magic words yaitu Digital, Human, Local, Global,
Balance. Pada IMF 2021 terdapat 3 sesi pembahasan yang tak kalah menarik JATIM
yaitu Marketing compass session, Year of Opportunity & Investment Session, dan
Entrepreneurial Marketing Session dengan menghadirkan banyak pembicara
CETAR
dari berbagai industri, dan tentunya akan lebih banyak melibatkan partisipasi 19 August 2021
peserta. Pada acara ini juga akan di umumkan beberapa penghargaan
bergengsi tahun ini, diantaranya : Industry Marketing Champion 2021, + +
apresiasi bagi pemasar terbaik dari berbagai industri. C I T I E S SPEAKERS H O U R S
AT TEN D EES

INVESTMENT
FOR YOUR INFORMATION:
0811-1220-0999
Online Registration

Rp. 150.000 / peserta


Rp. 1.000.000 / 10 Peserta shop.marketeers.com

Powered by: Organized by:

Learn More
0 6

2 0 2 1 C R E A T I V I T Y

HILDA KITTI
BUILDING
TERUS BRAND IS
MELANGKAH PAINFUL
MAJU
C R E A T I V I T Y

Hilda Kitti
VP of Marketing Tokopedia
Terus Melangkah Maju

Dunia marketing bukanlah sesuatu yang baru baginya.


Selama lebih dari 12 tahun berada di dunia pemasaran,
Hilda Kitti kini dipercaya mengemban tugas sebagai VP
of Marketing Tokopedia. Setiap kampanye pemasaran
yang dilakukan di Tokopedia sekarang menjadi
tanggung jawab perempuan yang akrab disapa Kitti ini.
C R E A T I V I T Y

Sejak bergabung pada November 2020, Kitti


menghadirkan sejumlah inovasi serta kampanye di
Tokopedia. Ia menegaskan, kunci keberhasilan dari
strategi pemasaran yang dilakoninya adalah relevansi
dengan kebutuhan konsumen. Pemasar baginya harus
memahami tren di sekeliling mereka. Tidak hanya itu,
selain fokus pada konsumen, Kitti menekan pentingnya
inovasi, khususnya bagi usaha mikro, kecil, dan
menengah (UKM) lokal.
Terlepas dari kiprahnya di perusahaan-perusahaan
yang pernah atau saat ini menaunginya, Kitti harus
menghadapi berbagai tantangan yang datang bahkan
dari dalam dirinya sendiri. Namun, nyatanya hal
tersebut tidak membuatnya berhenti melangkah dan
mengembangkan kariernya. Berikut ini, kisah Hilda Kitti
kepada Clara Ermaningtiastuti dari Marketeers.

MY BEST
Perjalanan karier saya yang berawal dari industri fast-
moving consumer goods (FMCG) ke teknologi memang
sangat menarik. Selama lebih dari 12 tahun di FMCG, saya
memutuskan pindah ke Facebook. Padahal FMCG sendiri
dunianya sangat berbeda jika dibandingkan dengan
sektor teknologi yang sedang rising. Meski begitu, saya
bersyukur hal ini mampu memperkaya pengalaman saya.
Terkait brand building dan marketing, saya punya
pengalaman cukup yang saya dapatkan dari FMCG.
Kedua bidang ini cukup berbeda. Saat di FMCG, saya bisa
melihat banyak produk fisik. Namun tidak demikian di
sektor teknologi. Saya yakin hal ini mampu memperkaya
C R E A T I V I T Y

pengalaman. Di perusahaan teknologi, saya mampu


mengembangkan diri. Di sini, journey yang saya alami
berbeda dan lebih kaya.
Ketika memutuskan untuk bekerja di suatu perusahaan,
saya mencari personal development. Sebab itu, saya
berani mengambil tantangan dari industri berbeda. Saya
mencari the next S-curve, perjalanan dari hal yang tak
biasa hingga pada akhirnya bisa dikuasai.
Pindah ke Tokopedia sendiri berawal dari ketertarikan
saya terhadap bisnis dari perusahaan ini. Saya merasa
Tokopedia ini keren karena merupakan perusahaan lokal
yang selama 11 tahun terus survive sampai bisa diterima
oleh masyarakat Indonesia.
Saya sempat berbicara dengan salah satu founder
Tokopedia dan lewat perbincangan itu saya melihat
mereka yang bekerja di Tokopedia memegang misi untuk
pemerataan ekonomi lewat UKM. Itulah yang membuat
saya benar-benar tertarik dengan Tokopedia. Apalagi,
sebelumnya saya juga sudah terpapar misi serupa yang
diusung Facebook.
Sebagai profesional, saya melihat Tokopedia beserta
Nakama, sebutan untuk karyawan Tokopedia, sangat
serius melakukan upaya untuk membantu perekonomian
Indonesia. Meski memiliki fokus yang serupa untuk
membantu UKM, Tokopedia lebih fokus ke Indonesia.
Inilah yang menjadi pembeda.

MY WORST
Perjalanan karier saya tidak selalu berjalan mudah.
Tantangan pasti ada. Berat namun tetap harus dijalani.
Ada satu tantangan yang berkesan bagi saya. Tantangan
C R E A T I V I T Y

ini berkaitan dengan kehidupan pribadi dan profesional.


Salah satunya, ketika saya harus pindah ke luar negeri
menjalani hubungan jarak jauh dengan suami. Hal
tersebut tambah terasa sulit karena saat itu saya sedang
mengandung anak kami.
Saya harus melakukan double adjustment. Tidak hanya
dengan pekerjaan, tapi juga terhadap kegiatan mengasuh
anak. Proses ini awalnya sangat menantang karena di
satu sisi saya harus membiasakan fisik untuk melakukan
kegiatan tersebut.
Saya memikirkan tujuan akhir. Memang sulit untuk
menyiapkan long term plan, tapi saya selalu punya
bayangan ke depannya saya ingin menjadi pribadi seperti
apa. Selain itu, target apa yang saya miliki saat ini dan
nanti.
Saya sebenarnya cukup beruntung karena sepanjang
perjalanan karier, saya bertemu dengan line manager
yang memiliki karakter berbeda. Melalui mereka, saya
banyak belajar mulai dari kreativitas hingga dalam
mempersiapkan strategi.
Pada dasarnya, di dunia marketing tantangan paling
utama yang saya hadapi adalah menebak kebiasaan
konsumen. Ini yang sangat penting.
Di Tokopedia, saya masuk ketika orang-orang masih
berkegiatan di rumah. Saya bergabung ke dalam tim
secara virtual. Kendati demikian, tim kami sangat
kooperatif dan menyambut saya dengan baik. Di sisi lain,
saya memahami pentingnya membuat hubungan virtual
yang kuat. Membangun hubungan one-on-one dengan
tim maupun kolega menjadi sangat dibutuhkan.
Dengan begitu, saya dapat mengenal mereka dengan
C R E A T I V I T Y

lebih baik secara personal maupun profesional. Ke


depannya, hal tersebut dapat membantu hubungan kerja
kami. Sebab, saya sendiri memiliki empati dengan apa
yang sudah mereka kerjakan dan siapkan.
Pada era yang membuat segalanya berubah dan serba
tak pasti ini, kami yang berada di posisi marketing harus
sepintar mungkin menguatkan antena untuk mencari
tahu ke mana arah konsumen kami. Selanjutnya, barulah
kami bisa selangkah lebih maju. Jika tidak bergerak
sebagai yang pertama, kami bisa kehilangan momentum.

QUOTES

“Saya memikirkan tujuan akhir. Memang sulit


untuk menyiapkan long term plan, tapi saya
selalu punya bayangan ke depannya saya ingin
menjadi pribadi seperti apa.”
C R E A T I V I T Y

Building Brand is Painful

Membangun merek seperti halnya membentuk


kepribadian. Memperkuat dan teguh memegang
brand purpose serta brand spirit akan membuat merek
semakin autentik dan jujur.

Oleh

Ignasius Untung

Praktisi Marketing & Behavioral Science


C R E A T I V I T Y

P
ada tahun 2018, Nike mengeluarkan kampanye
baru berbunyi Believe in something.
Kampanye ini diluncurkan bersamaan dengan
peringatan 30 tahun penggunaan slogan Just
do it. Kampanye ini menggunakan seorang atlet yang
dipensiunkan dini oleh klubnya akibat tingkahnya yang
berlutut pada saat lagu kebangsaan Amerika Serikat
dikumandangkan tepat sebelum pertandingan. Itu ia
lakukan sebagai protes kepada negara atas aksi brutal
polisi-polisi Amerika Serikat pada warga Afrika-Amerika
beberapa waktu terakhir.
Saat kampanye Nike meluncur, Colin Kaepernick sudah
menganggur beberapa tahun akibat kelakuannya itu.
Sejak dipensiunkan dini dari klubnya, Colin tidak kunjung
mendapat kontrak dari klub lain. Ia sempat melayangkan
tuntutan kepada klub dan otoritas terkait hal tersebut
dengan tuduhan ada campur tangan mereka, sehingga
tidak ada satu pun klub yang mau mengajukan kontrak
kepada Colin.
Hadir dengan brand purpose, to unleash the athlete
in all of us, Nike menghubungi Colin dan menawarinya
kontrak endorsement dengan kampanye yang memiliki
punch line, believe in something, even if it means
sacrificing everything. Nike memang sudah lama
terobsesi dengan semangat kerja keras, determinasi akan
apa pun yang menjadi impian mereka, terutama dalam
hubungannya dengan olahraga.
Tidak butuh waktu lama bagi Nike dan Colin Kaepernick
untuk menghadapi penentangan besar-besaran. Orang-
orang yang begitu kecewa pada Colin, karena dianggap
tidak hormat pada bendera dan lagu kebangsaaan
C R E A T I V I T Y

Amerika Serikat dengan mengambil sikap berlutut


ketimbang berdiri, mulai melakukan serangkaian protes.
Tagar #NikeBoycott menggema di mana-mana.
Gerakan bakar sepatu Nike melanda seluruh pelosok
Amerika Serikat. Berbagai tokoh juga tidak ketinggalan
mengungkapkan kekecewaannya. Presiden Donald
Trump bahkan sempat mengeluarkan komentar yang
menantang dan memandang rendah Nike. Ia berujar
bahwa pada akhirnya kita semua akan menang melawan
semua kontroversi ini. Beberapa saat sejak kampanye itu
diluncurkan, Nike kehilangan nilai kapitalisasi pasarnya
sebesar US$ 3,75 miliar dan gelombang protes tampak
tidak kunjung mereda.
Menariknya, dengan penentangan sebesar itu, Nike
tidak menyurutkan langkahnya sedikit pun. VP Nike
Gino Fisanotti merespons secara optimistis dengan
mengatakan mereka percaya bahwa Colin adalah salah
satu atlet yang inspirasional pada generasinya dengan
menggunakan pengaruhnya di dunia olahraga untuk
menggerakkan nilai-nilai sosial yang lebih baik.
Setelah beberapa waktu menghadapi gelombang
protes, akhirnya Nike mulai menuai hasil yang
diharapkannya. Beberapa selebriti tidak hanya mereka
yang berasal dari ras Afrika-Amerika, namun juga ras
lainnya mulai menyerukan dukungannya kepada Nike dan
Colin Kapernick.
Mereka muncul di layar televisi, secara terang-terangan
memberi dukungan, baik melalui pernyataan verbal
maupun dengan bukti nyata, yaitu menggunakan
sepatu Nike dan memamerkannya. Semua itu dilakukan
tanpa bayaran dari Nike. Sentimen negatif mulai
C R E A T I V I T Y

diimbangi dengan sentimen positif hingga akhirnya


Nike mendapatkan peningkatan nilai merek sebesar
US$ 6 miliar, media coverage senilai US$ 163 juta, dan
peningkatan penjualan sebesar 31%. Harga saham
Nike yang sejak 2015 terus merosot mulai rebound,
menembus titik tertinggi sebelum tahun 2015, dan
bahkan mencatatkan nilai tertinggi sepanjang masa. Tidak
berlebihan jika saya menyebut kampanye ini sebagai yang
terbaik sepanjang abad.
Kisah Nike dan kampanye Believe in something ini
meninggalkan beberapa pelajaran bagi kita semua.
Berikut beberapa yang berhasil saya analisis dan catat.

Brand butuh dukungan dari orang no.1


Saya membayangkan kita berada di situasi ketika
inisiatif kampanye ini dilontarkan. Menyadari tantangan
yang begitu besar di depan mata yang sudah terbukti
dari bagaimana karier Colin Kapernick berakhir dan tidak
tertolong hingga beberapa tahun selanjutnya menjadi
risiko yang amat sangat nyata dan harus dihadapi.
Perusahaan pada umumnya akan melibatkan team
risk untuk melakukan assessment risiko dari kampanye
ini dan hasilnya sudah bisa diduga. Rekomendasi bahwa
kampanye ini harus dibatalkan tentunya akan menjadi
kemungkinan paling besar yang muncul dari analisis team
risk. Dengan segala hormat kepada teman-teman yang
bertugas di bidang risk management, bisnis itu sendiri
adalah risiko. Anda yang pernah berhadapan dengan
team risk tentunya paham bagaimana inisiatif-inisiatif
merek dan pemasaran sesekali harus dikubur sebelum
sempat berkembang atas nama risiko.
C R E A T I V I T Y

Keberhasilan kampanye ini meluncur menunjukkan


bagaimana orang nomor satu di Nike mengerti tentang
merek dan mendukung penuh tumbuh kembang merek,
termasuk ketika harus bermanuver di tengah risiko yang
mungkin muncul. Lihatlah merek-merek besar dunia,
seperti Nike, Apple, Lego, dan IKEA. Mereka bisa besar
karena orang nomor satu di perusahaan mengerti tentang
merek dan mengadopsi merek sebagai konsep yang lebih
besar dari pemasaran.
Merek-merek besar dunia menempatkan brand
framework sebagai panglima di bisnis mereka melebihi
tanggung jawab tim pemasaran. Ketika itu terjadi, maka
kampanye-kampanye brilian super berani seperti ini bisa
muncul. Mungkin tidak semuanya berhasil, namun bisnis
mana yang tidak pernah gagal?

Bukan hiasan dinding


Keteguhan hati Nike tampak diuji dengan kampanye itu.
Saya membayangkan akan sangat sulit untuk mengambil
keputusan dengan kampanye semacam itu di masa
seperti itu. Pesan kampanye Believe in something even if
it means sacrificing everything benar-benar diuji. Menarik
mundur kampanye tersebut bukan hanya secara otomatis
membatalkan keberhasilan kampanye tersebut, tapi juga
menjadi bukti nyata kegagalan Nike dalam membuktikan
semangat keteguhan, kerja keras, dan determinasi yang
selama ini disuarakan Nike. Bagaimana keteguhan Nike
dalam menjalankan kampanye itu adalah testament atas
kampanye itu sendiri.
Hal ini juga menggambarkan bahwa company vision
bukanlah sekadar hiasan dinding. Mereka yang berpikir
C R E A T I V I T Y

bahwa brand purpose, brand spirit, dan personality adalah


sesuatu yang flowery dan “sekadar bagus” adalah salah
besar. Merek besar selalu mengadopsi brand spirit yang
berasal dari company vision-nya. Hanya dengan itu, brand
purpose dan brand spirit bisa menjadi nyata, autentik,
jujur, dan teguh.
Kampanye Believe in something adalah pesan yang
mengakar pada visi Nike sebagai perusahaan. Menolak,
menarik, atau membatalkan kampanye tersebut menjadi
dilematis karena secara otomatis akan mempertontonkan
bagaimana visi perusahaan gagal dijalankan.

Authentic brand purpose last longer


Seringkali, kita sebagai pemasar membuat brand
purpose yang penuh kompromi dan tidak mengakar kuat
dari visi perusahaan. Dari itu, brand purpose yang dimiliki,
creative articulation yang dipunyai, dan brand story telling
yang dinarasikan tidak bertahan lama. Nike adalah satu
dari sedikit merek yang memiliki brand purpose yang
sebegitu mengakar. Ini dibuktikan dengan slogan Just
do it yang bisa bertahan hingga 30 tahun lebih tanpa
kehilangan relevansi. Pesan Just do it Nike masih terasa
segar menyemangati audiensnya hingga lintas generasi.

Mengelola merek adalah tentang mengelola sentimen


Kampanye Believe in something tidak serta merta
berbuah positif sejak awal mula, namun menukik menuai
tentangan sebelum akhirnya berbuah manis. Kampanye
ini membuktikan bahwa mengelola sentimen itu penting
bagi merek.
Seringkali kita sebagai manusia tidak tahu mana
C R E A T I V I T Y

yang benar dan salah. Ketika ini terjadi, kita mengambil


banyak tanda dan informasi dari sekeliling kita untuk bisa
memutuskan mana yang benar dan salah. Salah satunya
dari cara orang merespons sesuatu. Kampanye ini pada
awalnya tampak akan gagal total ketika gelombang
sentimen negatif menguat. Bahkan, Presiden Donald
Trump ikut berkontribusi terhadap sentimen yang tidak
menguntungkan Nike ini.
Namun, karena satu dan lain hal situasi berbalik,
terutama ketika suara-suara positif dan dukungan mulai
mengalir. Ketika sentimen positif mulai menyeruak
mereka yang selama ini sebenarnya mendukung, tapi
takut untuk bersuara mulai bersuara. Teknik mengelola
sentimen ini banyak digunakan di era media sosial ini.
Pasukan buzzer yang sering disebut panasbung dan
panastak sejatinya bertugas mengelola atau bahkan bisa
dikatakan merekayasa sentimen. Terbukti, di berbagai
kesempatan, strategi ini berhasil. Mereka berprinsip teguh
pada sesuatu yang berlawanan dengan sentimen publik
mungkin tidak akan mengubah pendiriannya. Namun,
mereka akan berpikir dua kali untuk bersuara menentang
sentimen publik. Setidaknya hingga sentimen mulai lebih
seimbang.

Merek adalah konsensus publik


Manusia pada dasarnya butuh dukungan
lingkungannya. Dalam berbagai kesempatan kita
bertanya, atau lebih tepatnya minta dukungan, pada
orang dekat kita ketika tertarik membeli sesuatu. Berbagai
merek dibeli bukan sekadar fungsinya. Lebih jauh lagi,
untuk menjadi lebih percaya diri, lebih nyaman melakukan
C R E A T I V I T Y

sesuatu, lebih antusias terlihat di depan orang lain. Ini


bisa terjadi ketika merek sudah menjadi konsensus
publik. Khususya terkait dengan kualitas dan dampak
psikologisnya yang ditimbulkan untuk konsumen.
Mengadopsi merek yang banyak digunakan orang
adalah bentuk nyata bahwa kita butuh dukungan orang
untuk memilih yang baik. Merek-merek besar selalu
memiliki courage to be bold karena setiap orang butuh
support system untuk menjadi percaya diri, to be bold.
Nike memiliki lebih dari sekadar courage untuk menjadi
berbeda, tapi bold yang pada akhirnya akan membantu
meningkatkan kepercayaan diri penggunanya.
Merek besar memiliki courage to take the risk.
Sementara mereka yang mediocre muncul seperti
pahlawan kesiangan dengan follow the trend dan baru
ikut menunggangi isu yang sudah hangat.

Konsumen adalah manusia yang memiliki suara hati


Isu yang digunakan oleh Nike dalam kampanye ini amat
sangat sejalan dengan moral positif kita sebagai manusia.
Berbagai penelitian psikologi menunjukkan bahwa
manusia sejak lahir memiliki suara hati yang baik. Oleh
karena itu, bayi bisa menangis dekat dengan orang yang
tidak simpatik tanpa alasan yang bisa dijelaskan. Sebab
itu, kita tidak merasa tenang ketika berbuat salah atau
berbuat curang kepada orang lain. Suara hati manusia
pula yang seringkali menuntun kita untuk merasa lebih
nyaman pada seseorang dan merasa ada yang salah
dengan yang lain, bahkan tanpa kita bisa menjelaskannya.
C R E A T I V I T Y

Merek adalah tentang believe


Di berbagai potongan hidup, kita menyukai sosok
yang memiliki believe lebih dari mereka yang sekadar
bagus di bidangnya saja. Christiano Ronaldo, misalnya,
dikenal karena kehebatannya di lapangan hijau. Namun,
ia dihormati karena sikap rendah hati dan dermawannya
pada lingkungan sosial. Bill Gates dihormati karena
kepandaian dan kekayaannya. Namun, dia disukai karena
kedermawanannya dalam menyumbangkan sebagian
besar hartanya. Steve Jobs dan Elon Musk dikenal akan
kepintarannya. Namun, mereka dihormati dan dipuja
karena visi dan determinasinya. Merek bukan cuma soal
pemasaran transaksional, tapi juga believe yang sejalan
dengan moral masyarakat.
Nah, dari segala pelajaran itu, beranikah Anda mengikuti
jejak Nike?
0 6

2 0 2 1 I N N O V A T I O N

PERAN
ESPORTS
KUNCINYA ADA SUKSESKAN
DI CERITA EKONOMI
KREATIF
INDONESIA
I N N O V A T I O N

Pahamify
Kuncinya Ada di Cerita

Education technology (edtech) menjadi tren


yang tengah berkembang pesat di masa pandemi.
Pahamify hadir tidak hanya sebagai penyedia
layanan, tapi juga menyuguhkan terobosan-
terobosan di lanskap edtech Indonesia.

Oleh Ellyta Rahma

P
emain di Industri pendidikan harus
beradaptasi dengan kondisi terkini. Terutama,
dengan perilaku generasi saat ini yang dekat
dengan teknologi mutakhir. Kehadiran pemain
edtech dalam lima tahun terakhir membuat wajah
industri pendidikan berubah.
I N N O V A T I O N

Pahamify menjadi salah satu pemain edtech yang


mengusung inovasi dan ide menarik. Pahamify
menciptakan cara belajar yang menyenangkan dengan
memanfaatkan hiburan dan teknologi sebagai kanal
belajar. Startup pendidikan ini dibangun oleh Rousyan
Fikri selaku Chief Executive Officer dan Mohammad Ikhsan
selaku Chief Product Officer Pahamify. Keduanya lulusan
Ph.D dari salah satu institut teknologi di Singapura.
Pahamify ini bermula dari kanal Hujan Tanda Tanya di
YouTube yang diampu oleh Fikri dan Ikhsan. Lewat kanal
ini, mereka berupaya mewujudkan apa yang telah mereka
pelajari di kampus, yaitu metode belajar berbasis cerita
atau storytelling. Model ini tergolong jarang digunakan di
lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia.
Dengan model belajar yang berbeda, ternyata video
pembelajaran mereka sangat diminati para pelajar di
Indonesia. Mereka menyukai belajar, asal menyenangkan.
Pada tahun 2017, kanal ini terus berkembang hingga
memiliki 100.000 subscriber dalam waktu singkat.
“Kanal ini terus mendapatkan permintaan. Ini yang
mendorong kami mewujudkan ide dan menciptakan
platform belajar yang berbeda dengan yang sudah ada,”
ungkap Ikhsan.
Sebelum membangun platform tersebut, mereka
mencari insight-insight terkait kebutuhan pembelajaran
dari orang tua dan anak-anak. Banyak dari mereka
menginginkan layanan belajar yang menyenangkan ala
Hujan Tanda Tanya. Mereka ingin bisa belajar dengan
komprehensif dan terjadwal.
Riset mandiri ini terus berlangsung hingga akhirnya
Hujan Tanda Tanya meluncurkan aplikasi belajar Pahamify
I N N O V A T I O N

pada akhir tahun 2018. Saat itu, Pahamify masih berstatus


Beta dan hanya dikenalkan kepada subscriber dan
komunitas Hujan Tanda Tanya saja. Aplikasi belajar ini
baru diluncurkan secara resmi pada awal tahun ajaran
2019/2020.

Terus Berinovasi
Setelah meluncurkan platform belajar Pahamify dan
mendapatkan tanggapan yang baik dari pengguna baru
maupun komunitas Hujan Tanda Tanya, Pahamify tidak
serta merta mengalami keberhasilan. Startup ini tentu
mengalami tantangan yang bahkan datang dari industri
itu sendiri.
Sebagai pemain yang terjun langsung ke lanskap
bisnis edtech Indonesia, Ikhsan mengakui ketertinggalan
Indonesia dalam industri ini. Jika dibandingkan dengan
Cina dan India, Indonesia masih ada di tingkat balita.
Kedua negara tersebut sudah mencatat perkembangan
industri edtech yang sangat canggih dengan proses
inovasi selama sepuluh tahun.
QUOTES

“Masyarakat Indonesia baru saja merasakan


teknologi edukasi pada tiga tahun terakhir. Masih
banyak hal yang harus dikembangkan. Tidak
hanya sistem pembelajaran berbasis teknologi,
tapi juga memeratakan akses belajar berbasis
teknologi ini ke seluruh Indonesia.”

Mohammad Ikhsan
Chief Product Officer Pahamify
I N N O V A T I O N

“Masyarakat Indonesia baru saja merasakan teknologi


edukasi pada tiga tahun terakhir. Masih banyak hal yang
harus dikembangkan. Tidak hanya sistem pembelajaran
berbasis teknologi, tapi juga meratakan akses belajar
berbasis teknologi ini ke seluruh Indonesia,” kata Ikhsan,
Melihat keadaan tersebut, Pahamify mencoba fokus
pada distribusi konten kepada audiensnya. Termasuk
memahami segmen pasar dan mengembangkan
metode belajar agar tetap relevan, khususnya untuk siswa
Sekolah Menengah Atas (SMA). Menurut Ikhsan, siswa
SMA cenderung lebih eksploratif. Mereka lebih paham
apa yang mereka butuhkan dan lebih fokus pada materi
pengajaran. Hasilnya, pembelajaran menjadi lebih optimal.
Pahamify juga menggarap tes-tes persiapan atau
simulasi ujian (tryout). Pahamify berusaha mengetahui
apa yang dibutuhkan oleh siswa-siswa tingkat akhir
untuk mempersiapkan diri masuk ke universitas.
Ikhsan dan timnya berupaya mengumpulkan soal ujian,
menyusunnya sesuai prediksi ujian yang beragam, dan
menghadirkan pengalaman tryout yang menarik.
Melalui strategi ini, Pahamify dapat mengklaim bahwa
platformnya berhasil menjadi pemimpin pasar edtech
kategori tryout. “Engagement di kategori ini selalu tinggi,
setidaknya 25% di atas pasar dan sangat diminati oleh
siswa yang sedang bersiap masuk ke perguruan tinggi
negeri,” ujar Ikhsan.
Ada alasan unik mengapa Pahamify hanya berfokus
pada niche market di lanskap edtech yang sangat luas ini.
Ikhsan mengakui strategi ini merupakan langkah yang
pelan, tapi pasti untuk perusahaannya. Ia mengatakan
Pahamify masih memiliki tim yang kecil. Sehingga untuk
I N N O V A T I O N

mencakup seluruh peluang, Pahamify memerlukan upaya


lebih besar.
“Setelah membaca kondisi ini, kami berusaha tap
in dengan menghadirkan pengalaman belajar yang
menyenangkan dan mudah dipahami. Pahamify berusaha
menghadirkan proses belajar dua arah. Kami mendorong
siswa untuk membuat rencana belajar agar hasilnya
maksimal tanpa menjadikan belajar sebagai beban,” papar
Ikhsan.
Untuk itu, perlu adanya pengelolaan bisnis yang
bijaksana. Pahamify ingin mengembangkan bisnisnya
seiring dengan kemajuan perusahaan. Prinsip inilah
yang membuat Pahamify bertumbuh konsisten setiap
tahunnya. Termasuk, berhasil dipercaya untuk meraih
pendanaan Seri A di umurnya yang baru dua tahun.
Pandemi menyebabkan akselerasi yang begitu cepat
pada industri digital, termasuk edtech. Awalnya, banyak
pelaku industri ini yang kaget dengan perubahan yang
terjadi. Namun, seiring waktu, terlihat bahwa guru, siswa,
dan orang tua mulai terbiasa dengan kebiasaan belajar
daring.
“Kami percaya perilaku ini masih akan terjadi, bahkan
ketika pandemi berakhir. Belajar daring masih akan
dilakukan, baik dalam metode pengajaran maupun
untuk belajar tambahan. Perlu ada kesiapan pemain
industri agar edtech di Indonesia terus berkembang dan
memberikan solusi terbaik,” kata Ikhsan.
Tantangan terbesar edtech adalah guru yang masih
tidak maksimal dalam beradaptasi terhadap sistem
belajar daring. Untuk itu, pemain di industri ini harus
bisa mendukung kreativitas guru untuk menciptakan
I N N O V A T I O N

ekosistem pendidikan daring yang lebih familiar dan


menyenangkan.
“Ke depannya, kami membutuhkan riset dan
pengembangan terkait pemberdayaan guru dalam sistem
belajar daring. Selain itu, kami akan mengembangkan
layanan belajar daring yang lebih terpesonalisasi. Seperti
aplikasi musik dengan konten dan genre yang disesuaikan
dengan preferensi audiens,” pungkas Ikhsan.
I N N O V A T I O N

Peran Esports Sukseskan


Ekonomi Kreatif Indonesia

Bisnis esports di Indonesia makin berkembang


pesat di masa pandemi. Dukungan pemerintah,
mulai terbentuknya ekosistem hingga
kemudahan untuk dimainkan menempatkan
Indonesia sebagai negara dengan pasar game
dan esports terbesar ke-12 di dunia.

Oleh

Rangga Danu Prasetyo

VP KINCIR & Co-Founder IESPL


I N N O V A T I O N

I
ndustri game dan esports telah menunjukkan
peningkatannya dalam beberapa tahun terakhir.
Indonesia masuk jajaran negara dengan populasi
gamer terbesar di Asia. Kini, Indonesia masuk dalam
urutan ke-12 dari sisi market dan memiliki revenue sebesar
US$ 1 miliar atau setara Rp 16 triliun per tahun.
Sebenarnya, esports di Indonesia sudah ada sejak
hampir 20 tahun yang lalu. Sayangnya, pada masa itu
skalanya hanya dalam komunitas. Walaupun hidup, tapi
bisnis ini tidak bergerak ke mana-mana. Sebab, belum ada
ekosistem yang mendukung secara penuh.
Ketika Indonesia Esports Premier League (IESPL)
mengadakan sebuah turnamen liga yang bernama
Battle of Friday (TBoF) pada 2018, industri ini masih
dapat dikatakan “bayi”. Akhirnya, dalam ajang ini dibuat
regulasi-regulasi yang diharapkan tim-tim esports harus
berbadan hukum. Para tim menggaji pemain dengan
layak, mengajarkan tentang bagaimana berpromosi dan
menyadarkan masyarakat tentang ranah esports. Untuk
bisa menjalankan tahapan tersebut, IESPL tak hanya
memberikan regulasi, tapi juga memberikan subsidi
kepada 12 tim yang saat itu bergabung dalam liga yang
dijalankan.
Esports kini sudah semakin populer di dunia, terutama
di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari media-media
mainstream yang sudah melirik industri esports, seperti
esportstainment hingga adanya ajang penganugerahan
Esports Awards. Tak hanya itu, pihak swasta mulai melirik
industri ini dengan mengadakan turnamen-turnamen
esports. Hal ini mengindikasikan bahwa esports telah
diterima di masyarakat.
I N N O V A T I O N

Secara statistik, masa pandemi justru memberikan


akselerasi yang baik bagi industri esports. Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB) dan social distancing
memberikan dampak dan membuat industri ini semakin
ramai. Masyarakat yang tidak bisa ke mana-mana hanya
mengandalkan gadget dan game untuk bersosialisasi
sehingga mencari hiburan ketika berada di rumah. Akses
masyarakat terhadap media yang menggeluti dunia
esports juga semakin diminati. Salah satu contohnya trafik
terhadap KINCIR.com yang naik sebesar 60%.
Jika melihat dari data 2020, 68% penjualan dunia mobile
esports berasal dari Asia. Angka itu setara US$ 700 juta.
Di Asia Tenggara sendiri, total hadiah meningkat sebesar
224% selama 2018-2019. Pada tahun 2020 lalu, sektor ini
mengadakan ajang Piala Menpora Esports 2020. Zainudin
Amali, Menteri Pemuda dan Olahraga mengatakan,
esports adalah salah satu cabang olahraga yang dapat
dijalankan di waktu pandemi.
Sama seperti cabang olahraga lainnya, esports juga
dituntut memiliki ekosistem yang sehat dan regulasi
yang baik. Untuk itu, para pemilik tim, pemerintah, pihak
penyelenggara, publisher game dan brand diharapkan
saling mendukung satu sama lain untuk menciptakan
ekosistem yang lebih sehat.
Pemerintah memiliki andil yang sangat penting untuk
ekosistem ini. Beruntungnya, pemerintah Indonesia
tanggap dengan kepopuleran dan dampak positif
yang dihadirkan oleh esports. Hal ini bisa dilihat dari
terselenggaranya turnamen besutan pemerintah, Piala
Presiden Esports 2019 dan 2020 hingga Piala Menpora
2020.
I N N O V A T I O N

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif


(PAREKRAF) sudah memerhatikan potensi esports di
Indonesia. Apalagi, game dan esports tourism telah masuk
di dalam sektor ekonomi kreatif.
Kementerian Pemuda dan Olahraga (KEMENPORA)
juga berperan besar, mulai dari pencarian bakat dan
mengembangkan atlet-atlet esports yang ada di
Indonesia. Kementerian Komunikasi dan Informatika
(KOMINFO) juga telah turun tangan untuk pembangunan
infrastruktur agar seluruh masyarakat Indonesia
bisa menikmati esports. Saat ini, pemerintah telah
membentuk sebuah pengurus besar esports Indonesia
yang menjadi wujud insiatif dan keseriusan pemerintah
mengembangkan industri ini.
Tidak kalah penting untuk perkembangan esports
di Indonesia adalah peranan dari pihak penyelenggara
turnamen di luar publisher, seperti pihak ketiga. Sekadar
informasi, jika publisher fokus terhadap pengembangan
komunitas game itu sendiri; maka third party bersifat
overview lintas antar game.
Jika berbicara ekosistem dan komunitas, peran third
party memang sangat penting. Misalnya IESL, Perfect
World, dan DreamHack yang sudah besar. Indonesia
Esports Premier League misalnya, ingin membuat
penggemar esports datang ke Indonesia untuk
menyaksikan turnamen yang dibuat.
Tak lagi seperti dulu, kini ranah esports sudah didukung
oleh pihak swasta dan brand-brand yang ada di Indonesia.
Bukan hanya brand dari produk gaming yang cocok
untuk masuk ke ranah ini. Nyatanya, tidak sedikit produk
lain yang ingin bergabung dam memajukan esports,
I N N O V A T I O N

misalnya perusahaan atau brand dari dunia perbankan.


Jika di negeri lain game PC lebih banyak digemari,
lain halnya Indonesia di mana game mobile yang lebih
menguasai. Maklum, game PC menuntut adanya effort
yang besar, mulai dari perangkat keras, kestabilan jaringan
dan tempat. Bandingkan dengan game mobile yang
tidak membutuhkan device mahal dan bisa dimainkan
di mana saja. Hal itulah yang membuat industri esports
di Indonesia memiliki audiens yang besar dan terus
berkembang pesat. Pertanyaannya, sudahkah brand Anda
mendukung perkembangan sektor ini?

QUOTES

“Tak lagi seperti dulu, kini ranah esports sudah


didukung oleh pihak swasta dan brand-brand
yang ada di Indonesia. Bukan hanya brand dari
produk gaming yang cocok untuk masuk ke ranah
ini.”
MTV ADS APR 21.pdf 1 25/03/21 19.34

Fresh from the Oven


Only On Marketeers TV – YouTube Channel
Spill the tea and get the idea!

CI-EL CORNER tampil dengan lebih fresh, Membuka dapur para KOL, influencer, dan
youth, and vibrant. Dikemas dengan konsep entrepreneur untuk mengulik resep kesuk-
chit-chat bersama para pembicara, sesan mereka dalam berbagai bidang.
program ini membahas mengenai
konsep-konsep CI-EL dan implementasinya
bagi para pebisnis.

Ulasan ter-update dan transparan menge- Memotret berbagai macam sudut


nai ragam jenis produk, servis, hingga pandang mengenai isu-isu terhangat
lokasi-lokasi menarik.
yang dikemas dalam bentuk social
experiment.

LIKE, COMMENT,
SUBSCRIBE

ON YOUTUBE

Subscribe
0 6

2 0 2 1 E N T R E P R E N E U R

MERAIH
MENGGALI UKM HARUS
UNTUNG DI
POTENSI VANILI TANGKAS
ARUS SUNGAI
E N T R E P R E N E U R S H I P

La Dame in Vanilla
Menggali Potensi Vanili

Indonesia termasuk negara terbesar penghasil vanili.


Potensi ini mendorong La Dame in Vanilla untuk
meningkatkan nilai tambah vanili dengan mengolah
menjadi produk jadi yang siap ekspor.

Oleh Clara Ermaningtiastuti

N
egara ini memiliki kekayaan alam yang
sangat besar. Namun, pengelolaannya
masih kurang maksimal dan minim
sentuhan teknologi. Salah satu komoditas
yang punya potensi besar tapi masih belum optimal
pengembangannya adalah vanili.
Indonesia termasuk dalam negara penghasil vanili
terbesar di dunia. Meski begitu, negara ini masih
melakukan impor untuk sejumlah produk berbahan dasar
E N T R E P R E N E U R S H I P

vanili. Harga produk impor tersebut cukup tinggi jika


dibandingkan dengan produk lokal. Melihat potensi yang
masih bisa dieksplorasi dari vanili, Lidya Angelina Rinaldi
kemudian membangun La Dame in Vanilla.
Lidya menemukan terlepas dari produksi yang tinggi
setiap tahunnya, vanili di Indonesia banyak diekspor ke
luar negeri secara mentah. Padahal, nilai jualnya akan
jauh lebih tinggi ketika sudah diolah menjadi produk siap
konsumsi lalu diekspor.
“Kehadiran La Dame in Vanilla berangkat dari passion
saya membuat kue. Untuk kebutuhan membuat kue ini,
sangat sulit menemukan vanili yang alami. Karena, yang
banyak beredar di pasaran adalah produk vanili artifisial
dan impor,” ujar Lidya.
Lidya memulai bisnisnya pada tahun 2015. Saat itu,
kondisi vanili Indonesia sedang berada di titik terendah.
Pasalnya, para petani enggan menanam vanili. Namun, ia
tidak menyerah dan terus berusaha meyakinkan petani
untuk menanam vanili.
Untuk itu, ia tidak hanya menawarkan keuntungan
bisnis saja untuk para petani tadi, tapi melakukan
pendekatan berbeda dengan menciptakan ikatan
dengan petani. Selama ini, sambung Lidya, kebanyakan
petani hanya berpikir mereka menanam hanya untuk
mendapatkan uang. Hal tersebut seperti terpatri di pikiran
mereka yang biasa didatangi tengkulak dan ekspatriat
yang menawarkan kerja sama.
“Kami menyadari petani menjadi tulang punggung
kami. Sehingga, kami melakukan pendekatan yang
berbeda dari pebisnis lain. Kami tidak hanya memberikan
mereka bibit untuk ditanam, tapi mengajak mereka
E N T R E P R E N E U R S H I P

bergabung dalam lingkaran kami,” tutur Lidya.


Salah satu cara membangun kedekatan tadi adalah
dengan memperbaiki infrastruktur, seperti jalan. Hal ini
lantaran tidak sedikit tempat petani yang susah untuk
disambangi, bahkan memerlukan waktu perjalanan
selama tiga jam. Pengadaan infrastruktur ini tidak hanya
membantu petani untuk mobilitas sehari-hari mereka,
namun juga meningkatkan efisiensi bisnis bagi La Dame
in Vanilla.

Pengembangan Produk
Sejak tahun 2015, La Dame in Vanilla telah melakukan
research and development (R&D), namun baru resmi
meluncur pada Februari 2016. Setelah peluncuran merek
ini, Lidya masih harus bekerja keras. Ia mengaku pada tiga
bulan pertama, hanya beberapa produk yang laku terjual.
Hal ini tampaknya dipengaruhi minimnya pengetahuan
masyarakat Indonesia tentang vanili.
“Banyak konsumen, biasanya ibu rumah tangga, sempat
mengeluhkan warna produk yang tidak putih karena yang
mereka tahu vanili yang beredar saat ini berwarna putih.
Padahal, warna vanili yang asli sendiri berwarna hitam,”
terang Lidya.
Selain itu, masyarakat Indonesia terbiasa dengan
penggunaan vanili artifisial. Konsumen mengenal vanili
sebagai bahan makanan yang memiliki aroma khas. Hal
itulah yang dilihat sebagai masukan konsumen pada La
Dame in Vanilla.
“Masyarakat Indonesia terbiasa dengan aroma kuat. Itu
juga terbawa dari kebiasaan mereka. Komplain yang kami
terima di awal didapat karena pada dasarnya produk kami
E N T R E P R E N E U R S H I P

nonalcohol base dan memang aromanya tidak cukup


kuat,” jelas Lidya.
Mempelajari masukan tersebut, La Dame in Vanilla
mengembangkan vanilla bean paste yang memiliki
aroma lebih kuat. Dengan sedikit saja penggunaan,
konsumen sudah bisa mendapatkan aroma yang
diinginkan, sehingga penggunaannya juga lebih hemat.
Untuk core product, La Dame in Vanilla menawarkan
ekstrak dan biji vanili. Namun, dengan perkembangan
kebutuhan dan permintaan konsumen, mereka juga
menghadirkan vanilla sea salt, gula, dan poundcake mix.
Dalam memasarkan produknya sendiri, La Dame in
Vanilla terus berusaha menjangkau pasar yang lebih luas.
Berbagai platform digunakan mulai dari media sosial
hingga marketplace. Selain itu, mereka juga bekerja sama
dengan distributor untuk ekspor. Pasalnya, minat dari luar
negeri terhadap vanili Indonesia cukup besar.
Kini, La Dame in Vanilla telah bekerja sama dengan
sepuluh petani. Mereka tersebar di berbagai wilayah
di Indonesia, seperti Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah,
Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, hingga Papua.
Lidya melihat potensi masih terus ada dan bisa
dioptimalkan. Namun, tantangan juga tidak kalah besar.
Salah satunya, petani yang harus diyakinkan untuk tetap
konsisten menanam vanili. Sepanjang perjalanan La Dame
in Vanilla, Lidya banyak menemukan petani yang kurang
konsisten.
“Ketika suatu komoditas sedang menurun nilai jualnya,
mereka akan beralih menanam komoditas lainnya. Ini
yang membuat suatu komoditas menjadi oversupply dan
justru membuat nilai dari komoditas tersebut rendah,”
E N T R E P R E N E U R S H I P

ujarnya.
Selain itu, hal lain yang perlu diperhatikan adalah
quality control. Apalagi, saat ini tingkat kesadaran
masyarakat tentang kesehatan juga meningkat.
“Melalui La Dame in Vanilla, kami ingin vanili Indonesia
semakin mendunia. Jika sebelumnya orang-orang hanya
mengenal vanili dari Madagaskar, semoga ke depannya
kami bisa membawa nama vanili Indonesia. Kami juga
ingin memperkenalkan opsi yang lebih baik kepada para
pelaku usaha untuk menggunakan real vanilla,” tutup
Lidya.

QUOTES

“Kami menyadari petani menjadi tulang


punggung kami. Sehingga, kami melakukan
pendekatan yang berbeda dari pebisnis lain.
Kami tidak hanya memberikan mereka bibit
untuk ditanam, tapi mengajak mereka bergabung
dalam lingkaran kami.”

Lidya Angelina Rinaldi


Founder La Dame in Vanilla
E N T R E P R E N E U R S H I P

Arus Liar
Meraih Untung di Arus Sungai

Sungai-sungai bisa dimanfaatkan sebagai wisata alam


yang menjanjikan. Di tengah kejenuhan masyarakat
akibat pandemi, arung jeram bisa menjadi alternatif
wisata yang menarik.

Oleh Bianca Astira

H
obi bisa diubah menjadi lahan peruntungan.
Paling tidak ini yang dilakoni oleh Amalia
Yunita, Founder dan Managing Director
Arus Liar. Perempuan ini gemar melakukan
olahraga arung jeram sejak muda. Jejak petulangannya
tak hanya di Indonesia, tapi juga di pelosok Amerika dan
Afrika, khususnya saat ia masih kuliah. Perempuan yang
suka tantangan ini melihat arung jeram tak sekadar
E N T R E P R E N E U R S H I P

pilihan hobi, tapi juga memiliki potensi bisnis wisata alam


yang besar.
Kejeliannya melihat peluang tersebut mendorong
Amalia bersama rekan-rekannya membangun bisnis
wisata alam dengan merek Arus Liar. Saat mendirikan
wisata bagi kaum petualang, ia tergolong berani. Pasalnya,
saat mendirikan Arus Liar, olahraga arung jeram masih
belum begitu populer, kecuali di kalangan pecinta alam.
Namun, keberaniannya mengambil risiko menjadi modal
utama dalam mengembangkan bisnis tersebut.
Setelah proses panjang, Amalia memilih Sungai Citarik,
Sukabumi, Jawa Barat sebagai kawasan tepat untuk Arus
Liar. Pilihan ini tentu tidak tanpa alasan. Sungai Citarik
berhulu pada taman nasional yang memiliki daya tarik
wisata tinggi. Selain itu, sungai ini memiliki jeram yang
menantang, tapi tidak membahayakan.
Membuka bisnis wisata ini, bagi Amalia, bukan hanya
membuat sebuah kawasan menjadi bagus, namun perlu
dukungan masyarakat sekitar. Tak hanya itu, ia sejak
awal ingin turut memberdayakan masyarakat setempat.
Baginya, ini merupakan tantangan tidak mudah.
“Lingkungan sekitar Sungai Citarik ini dulunya merupakan
daerah tertinggal. Sulit merekrut orang yang pas. Kami
harus memulai dari nol dengan edukasi intensif, termasuk
dalam mengelola dan melayani pelanggan di sana,”
katanya.
Ia menambahkan, butuh 20 tahun untuk mengedukasi
masyarakat sekitar untuk tidak membuang sampah di
sungai, termasuk mengajari mereka mendaur ulang
sampah. Kebersihan menjadi elemen penting dari sebuah
destinasi, terutama sungai. Sungai yang penuh dengan
E N T R E P R E N E U R S H I P

sampah akan kehilangan daya tariknya, selain tentu


membahayakan mereka yang melakukan arung jeram.
Tantangan lain yang dihadapi oleh Amalia adalah
perizinan. Pada akhir tahun 1990-an saat memulai Arus
Liar, ia kesulitan mendapatkan izin dari pemerintah
setempat. Tidak mudah baginya juga untuk
menggandeng perusahaan asuransi untuk berkolaborasi.
Namun, berkat kegigihan dan sikap supelnya dalam
berjejaring, semua itu bisa terselesaikan.
Saat ini, Arus Liar menyuguhkan beragam paket
kegiatan alam bebas, salah satunya one-stop adventure.
Selain di Sungai Citarik, perusahaan ini telah mengelola
wisata arung jeram di Sungai Pekalen, Regulo,
Probolinggo, Jawa Timur.
Selain itu, Arus Liar juga memiliki banyak aktivitas selain
arung jeram. Masing-masing dikemas dengan paket dan
harga rasional. Di antaranya, kegiatan outbond dengan
harga Rp 125.000 per orang, mountain bike Rp 319.000
per orang, paintball and archery Rp 75.000 per orang, off
road/jeep tour Rp 149.000 per orang, untuk paket family
camp seharga Rp 529.000, dan rope course Rp 39.000 per
orang.
Ia menambahkan, Arus Liar beroperasi dengan
mengutamakan keselamatan dan kenyamanan
pengunjung. Mengingat, konsumen Arus Liar bukan
hanya dari kelompok orang yang sudah biasa dengan
petualangan alam bebas, namun juga konsumen keluarga
hingga perkantoran.
“Kami memiliki pemandu bersertifikat pemerintah dan
bahkan lisensi internasional,” ujar Amalia.
E N T R E P R E N E U R S H I P

Siasati Dampak Pandemi


Pandemi COVID-19 berdampak pada bisnis Arus Liar.
Pembatasan sosial di berbagai wilayah membuat arus
pengunjung wisata tersendat. Hal ini cukup berdampak
mengingat 80% pengunjung adalah masyarakat dari
Jakarta. Tentunya, ini berdampak pada pemasukan
perusahaan.
Sebagai ketua Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI),
Amalia tidak mau tinggal diam melihat dampak dari
pandemi. FAJI kemudian membuat protokol khusus
agar bisnis arung jeram tetap berlangsung. Hal ini
didukung oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif. “Kami berhasil mendapat izin beroperasi dari
pemerintah daerah setelah empat bulan terpaksa tutup.
Kami beroperasi dengan sistem seadil mungkin. Kami
melakukan pembagian hasil berdasarkan pemasukan dan
pengeluaran secara terbuka,” katanya.
Setelah beberapa saat, sektor pariwisata mulai kembali
bangkit perlahan. Wisata alam menjadi salah satu yang
mulai dilirik kembali. Ia melihat, banyak orang sudah
mulai jenuh dengan aktivitas terbatas di rumah. Selain
itu, orang-orang yang sibuk dengan gawai dan teknologi
mulai menggemari wisata alam ini.
“Mereka ingin hidup seimbang. Banyak orang butuh
tantangan dan melihat arung jeram ini sebagai pilihan
pelepas stres mereka,” kata Amelia.
Lantaran banyak orang menjadi digital nomad, Amelia
memiliki ide kreatif yang kemudian diterjemahkan
dalam paket MEWAH atau meeting di pinggir sawah.
Paket ini menyediakan fasilitas audio, layar, hingga
konektivitas wi-fi. Selain itu, ia juga menyediakan layanan
E N T R E P R E N E U R S H I P

glamping atau glamorous camping. Hanya dengan


Rp 600.000, pengunjung bisa menginap dalam tenda
ber-AC, mendapatkan coffee maker, serta suasana dan
pemandangan alam megah.
“Pandemi merupakan momentum. Terutama
momentum untuk memperbaiki apa yang masih kurang
dan mengembangkan ide-ide baru. Saya berharap,
pandemi segera berakhir dan wisata petualangan
di Indonesia kembali bergairah, termasuk di mata
internasional,” pungkas Amalia.

QUOTES

“Pandemi merupakan momentum. Terutama


momentum untuk memperbaiki apa yang masih
kurang dan mengembangkan ide-ide baru. Saya
berharap, pendemi segera berakhir dan wisata
petualangan di Indonesia kembali bergairah,
termasuk di mata internasional.”

Amalia Yunita
Founder and Managing Director Arus Liar
E N T R E P R E N E U R S H I P

Indonesia Council for Small Business


UKM Harus Tangkas

Pada era digital ini, usaha mikro, kecil, dan menengah


(UKM) harus selalu tanggap pada perubahan yang
terjadi di ruang lingkup bisnisnya. Untuk itu, mereka
harus siap sedia berubah dan bergerak tangkas.

Oleh

Hasan Abdul Rozak

Executive Regional Director – Central ICSB


E N T R E P R E N E U R S H I P

E
ra digital memberikan tantangan sekaligus
peluang bagi para pelaku usaha mikro, kecil,
dan menengah (UKM). Tantangannya adalah
bagaimana meningkatkan aksesibilitas dan
kapabilitas UKM pada dunia digital. Di sisi lain, dengan
go digital UKM bisa menghasilkan produk yang mampu
bersaing dengan produk-produk asing yang telah
membanjiri e-commerce Indonesia.
Digitalisasi dalam bidang ekonomi ini berpotensi
memberikan kemudahan bagi UKM untuk
mempermudah memasarkan produknya. Tidak hanya
di pasar domestik namun juga pasar regional dan
internasional atau setidaknya cross border. Melalui
digitalisasi ini, harapannya UKM akan memiliki ekosistem
bisnis digital yang terintegrasi dengan baik sehingga
mampu terus bersaing.
Tulisan ini mendeskripsikan dan menganalisis
hubungan antara kesiapan untuk berubah dengan
kepemimpinan tangkas dalam dunia UKM. Termasuk
mengkaji pengaruh kapabilitas dinamis pada penguatan
ekosistem digital UKM.
Jika UKM memiliki kesiapan untuk berubah dan
memiliki kepemimpinan yang tangkas, mereka akan
mampu meningkatkan kapabilitas dinamisnya. Kapabilitas
dinamis ini pada akhirnya akan meningkatkan kehidupan
dan keberlangsungan jangka panjang UKM di dunia
digital. Tidak kalah penting, kemampuan dinamis
juga dianggap sebagai pendekatan yang cocok untuk
mempelajari efek sistem informasi atau kemampuan
spesifik teknologi informasi pada organisasi.
Dengan kemampuan dinamis ini, UKM mampu
E N T R E P R E N E U R S H I P

menerapkan digitalisasi bisnisnya. Selain itu, mereka


harus siap menjalankan transformasi bisnis. Di sini,
respons karyawan pada perubahan memainkan peranan
penting. Sebab itu, kecepatan dan fleksibilitas organisasi
menanggapi perubahan menjadi langkah menentukan.

Kesiapan Berubah
Ada beberapa dimensi untuk mengukur kesiapan
berubah tersebut. Dimensi itu, antara lain kepemimpinan,
budaya organisasi, komunikasi, pelatihan, pengukuran,
dan sistem penghargaan. Di samping itu, ada lima faktor
kesiapan utama, yaitu kepemimpinan dan visi, komitmen
dan sumber daya manajemen, korelasi lean six sigma
dengan strategi perusahaan, fokus pelanggan, serta
memilih sumber daya yang tepat.
Kepemimpinan yang lincah mengacu pada
kepemimpinan yang mampu memengaruhi orang lain
dan membuat perubahan yang diinginkan. Kelincahan
(agility) dianggap sebagai salah satu keterampilan utama
bagi para manajer saat ini. Seorang manajer yang tangkas
tentunya memiliki banyak keterampilan. Ia mampu
membimbing tim dan terus-menerus memengaruhi
perilaku mereka.
Kepemimpinan yang lincah terdiri atas beberapa
dimensi. Di antaranya, kemampuan intrinsik untuk
menghadapi perubahan. Kemampuan menyelesaikan
masalah dengan pendekatan humanis. Dalam hal ini,
mereka memiliki tim otonom untuk memecahkan
masalah bersama-sama. Mereka juga perlu memiliki
kemampuan beradaptasi dengan keadaan.
Sementara, kapabilitas dinamis mengacu pada
E N T R E P R E N E U R S H I P

kemampuan organisasi beradaptasi. Kemampuan ini


bisa dipakai untuk memberdayakan sumber daya dalam
organisasi agar tetap kompetitif. Khususnya, dalam
menghadapi lingkungan pasar yang sarat perubahan.
Kesimpulannya, kesiapan untuk berubah dan
kepemimpinan yang lincah mampu meningkatkan
kapabilitas dinamis UKM tersebut. Meningkatnya
kapabilitas dinamis yang dimiliki oleh para UKM terbukti
mampu memperkuat ekosistem digital pada UKM. Di sini,
kepemimpinan memainkan peranan penting.
Akhirnya, untuk maju, UKM harus memiliki kesiapan
berubah dan kepemimpinan yang lincah. Organisasi
sekelas UKM pun harus memiliki kapabilitas dinamis. Mau
tidak mau, di tengah perubahan, UKM harus bergerak
tangkas.

Indonesia Council for Small Business


Indonesia Council for Small Business adalah organisasi yang
berfungsi sebagai Integrator dan Agregator UKM Indonesia,
bersama dengan 4 pilar yaitu Pemerintah, Pebisnis, Peneliti
dan Pendidik untuk mewujudkan UKM Kompetitif. Berpartner
dan berpartisipasi aktif dengan International Council for Small
Business.
WEBHK1_MARKETEERS.pdf 1 12/04/21 11.23

H E R M AWA N K A R TA JAYA
M E N GAWA L A N DA D I 2 02 1
After Successful with HK WEBINAR S1 / E1, E2, E3
with Total 3k participants in 2020

S2: E2

8 Apr 2021

S2: E1

RETHINKING UNIFYING 14 Oct 2021

NAVIGATING
S2: E3

THE COMPETITION
THE CORPORATION THE CUSTOMER

Live streaming via

Thursday, 8 July 2021


7pm - 9pm Jakarta Time (GMT+7)

IDR 500K for 1 Person IDR 750K for 1 ticket 1 episode &
IDR 2.250K for 5 Persons Hermawan Kartajaya webinar 2020 SPA series
IDR 4.000K for 10 Persons (E1,E2,E3) video playback + 1 Month MarkPlus
IDR 1.000K for Webinar 1,2, & 3 Institute e-Learning Process

Register at bit.ly/HKwebinar21 & Get your E-Certificate

BOOK YOUR
KARTU KREDIT

Promocode
TICKET NOW! shop.marketeers.com
BCA50

For further information and corporate package please contact +62 811 1220 0999

Virtual
Studium
Generale

Registration
0 6

2 0 2 1 C O M P A S S

Human Transformation:
Beyond Digital Adoption

Solusi Pengelolaan Karyawan


Saat Krisis

Marketing Yourself

Tahap Mengelola SDM Kekinian

Akselerasi Dunia Kerja Masa


Depan

Andalkan Kultur Perusahaan

Semakin Selektif

Biarkan Karyawan Berkembang

Loyalitas Berbasis Employee


Experience

Transisi Harus Matang


C O M P A S S

Human Transformation:
Beyond Digital Adoption
2021年的战略选择:传统与初创

By Hermawan Kartajaya
Chairman and Founder, MarkPlus, Inc.

By 陈就学

PRE:
FROM MARKETING 3.0 TO MARKETING 5.0
Awal tahun 2021 ini, saya bersama Profesor Philip Kotler
dan Iwan Setiawan kembali meluncurkan buku baru yang
diterbitkan oleh Wiley. Buku yang berjudul Marketing 5.0
ini merupakan sekuel dari dua buku sebelumnya yang juga
dipublikasikan oleh penerbit yang sama. Ketiganya sukses
luar biasa.
Buku yang pertama, Marketing 3.0, telah diterjemahkan
ke dalam 27 bahasa. Buku lanjutannya, Marketing 4.0, tidak
kalah laris. Sudah ada 24 penerbit yang menerjemahkannya
ke dalam Bahasa lokal. Dan buku yang terbaru, Marketing
5.0, sudah tersedia dalam 15 bahasa sejak diluncurkan 9
Januari 2021 (lihat grafik 1).
C O M P A S S

Graph 1.
Marketing Book X.0 Trilogy

John Wiley, US
John Wiley, US 15 languages
24 languages Published 9 Jan 2021
John Wiley, US
27 languages 2017
2010

Buku Marketing 3.0 membahas tentang perubahan


pemasaran menjadi lebih human-centric. Perusahaan
tidak lagi cukup hanya mengandalkan manfaat fungsional
dan emosional, tetapi juga harus memberikan manfaat
spiritual/sosial. Berikutnya adalah Marketing 4.0 yang
membahas transformasi pemasaran ketika memasuki
era digital. Di buku ketiga, Marketing 5.0, kami berusaha
menggabungkan dua buku sebelumnya, sehingga jadilah
subjudul “Technology for Humanity”.
Di bagian-bagian awal buku Marketing 5.0 kami
menegaskan bahwa perkembangan teknologi saat ini tidak
akan menggeser peran manusia, namun melengkapinya.
Meskipun secara fungsional ada beberapa peran manusia
C O M P A S S

yang sudah bisa digantikan oleh teknologi, namun tetap


saja sinergi keduanya akan bisa menghasilkan dampak
yang lebih besar.
Di dalam artikel ini, saya akan kembali membahas kaitan
antara human dengan technology, terutama terkait
dengan satu fenomena yang sangat populer saat ini: digital
transformation.

WHY:
DIGITAL TRANSFORMATION IS ACCELERATING!
Digital transformation telah menjadi kata yang trending
di dunia bisnis dalam lima tahun terakhir. Seiring dengan
perkembangan teknologi yang semakin maju—artificial
intelligence, big data, 3D printing, blockchain, augmented
reality, dan sebagainya—tren digitalisasi pelan namun pasti
terus masuk ke hampir semua lini kehidupan.
Meskipun tidak sedikit organisasi yang sekadar ikut-
ikutan euforia ini, manfaat digital transformation bagi
organisasi tentu tidak perlu diragukan lagi. Kaur &
Bath (2019) menyebutkan setidaknya empat manfaat
pengadopsian teknologi digital: pengurangan biaya,
peningkatan akurasi, peningkatan kecepatan, dan efisiensi.
Namun, manfaat yang besar tersebut tidak menjamin
bahwa semua organisasi bersedia melakukan transformasi
digital secara serius. Sebelum pandemi COVID-19, salah
satu hambatan terbesar dari digital transformation adalah
rasa berpuas diri. “Tanpa digitalisasi bisnis kami tetap
bisa tumbuh kok!”demikian alasan mereka yang masih
setengah hati bertransformasi secara digital.
Sebagai contoh, sebuah survei yang dilakukan oleh
Fitzgerald et al. (2013) di perguruan tinggi menemukan
C O M P A S S

bahwa kurangnya sense of urgency adalah masalah utama


dalam transformasi digital. Meskipun banyak perguruan
tinggi yang sudah mengembangkan online learning
platform sendiri, pemanfaatannya masih jauh dari optimal.
Kemudahan dan kenyamanan kegiatan belajar-mengajar
melalui tatap muka fisik memang sulit digantikan oleh
kelas virtual.
Mengacu pada model 4C Diamond yang saya
kembangkan (lihat grafik 2), perubahan teknologi (Change)
akan memengaruhi pelanggan (Customer) dan kompetitor
(Company). Selanjutnya perusahaan (Company) akan
meresponsnya dengan melakukan tindakan-tindakan
proaktif maupun reaktif. Meskipun teknologi digital sudah
mengubah perilaku pelanggan dan pola kompetisi, namun
dampaknya masih terbatas. Pengalaman emosional
yang diberikan melalui sentuhan secara fisik menjadikan
pelanggan masih banyak yang bertahan dengan pola-pola
interaksi tradisional. Karenanya, perusahaan pun masih
banyak yang bertahan dengan cara-cara interaksi lama
(nondigital).

Graph 2.
4C Diamond model
C O M P A S S

Lalu, tiba-tiba dunia dikejutkan oleh wabah COVID-19.


Tragedi ini telah mengubah banyak hal dan memaksa
manusia untuk mengadopsi jenis perilaku baru. Namun
di balik tantangan yang muncul akibat pandemi ini, ada
juga berkah tersembunyi. Pandemi ini telah menciptakan
burning platform untuk proses transformasi digital. Siap
atau tidak, saat ini semua institusi dipaksa untuk lebih
serius memanfaatkan teknologi digital. CEO Microsoft Satya
Nadella bahkan meyakini bahwa transformasi digital yang
terjadi selama dua bulan di masa pandemi menyamai
proses serupa selama dua tahun di masa normal.
Pertanyaannya, bagaimana perusahaan Anda bisa
memanfaatkan momentum ini secara optimal? Apa kunci
sukses dari proses transformasi digital ini agar organisasi
Anda tidak ketinggalan? Apakah cukup hanya dengan
mengadopsi teknologi yang tepat maka organisasi Anda
akan langsung melesat?

WHAT:
BEYOND DIGITAL ADOPTION
Sebelumnya perlu saya luruskan bahwa istilah digital
transformation sendiri cenderung menyederhanakan
fenomena ini. Proses transformasi yang terjadi sebenarnya
tidak sekadar dalam aspek teknologi. Jauh lebih luas dari
itu. Teknologi hanyalah salah satu bagian kecilnya saja.
Dari sisi bisnis, transformasi yang terjadi akibat adopsi
teknologi digital ini bisa dikategorikan dalam empat
kelompok besar sebagaimana tergambar di grafik 3.
C O M P A S S

Graph 3.
Digital Transformation

Reevaluate Your Value Proposition


Ini adalah transformasi yang terjadi pada manajemen
produk (barang maupun jasa) yang ditawarkan
perusahaan. Produk yang tradisional dipoles ataupun
dirombak hingga menjadi lebih digital. Teknologi digital
“disuntikkan” ke dalam produk agar memberikan value
(manfaat) yang lebih besar bagi pelanggan. Jadi lebih
cepat, lebih fleksibel, lebih nyaman, dan lebih-lebih lainnya.
Contohnya, saat ini hampir semua bank besar sudah
memiliki aplikasi mobile banking sebagai pendukung
produk tabungan yang dimilikinya. Dengan aplikasi ini,
transaksi-transaksi keuangan bisa dilakukan secara lebih
praktis: kapan saja, dari mana saja. Bahkan, ada pula bank
yang meluncurkan produk digital yang benar-benar baru,
contohnya adalah Jenius dari BTPN (Bank Tabungan
Pensiun Nasional). Tidak sekadar tabungan, Jenius diklaim
sebagai aplikasi untuk membantu pengelolaan keuangan
personal nasabah.
C O M P A S S

Contoh lainnya adalah toko-toko ritel yang


“menyuntikkan” teknologi digital ke dalam outletnya. Ada
yang menggunakan augmented reality seperti IKEA dan
Louis Vuitton sehingga pengunjung bisa mencoba produk
secara virtual. Ada pula yang menggunakan computer
vision seperti Amazon Go sehingga pengunjung toko tidak
perlu mengantre untuk melakukan pembayaran.

Reconnect with Your Customers


Teknologi digital juga telah mengubah cara kita
terhubung dengan pelanggan. Ini adalah transformasi
dalam manajemen pelanggan. Teknologi digital
menjadikan pelanggan memperoleh alternatif-alternatif
cara baru dalam berinteraksi dengan perusahaan. Cara
baru mendapatkan informasi produk, cara baru melakukan
pemesanan, cara baru melakukan pembelian, cara
baru melakukan pembayaran, bahkan juga cara baru
menyampaikan keluhan.
Kenal dengan Sabrina dari BRI, Vira dari BCA dan
Cinta dari BNI? Itulah nama-nama chatbot yang telah
menggantikan peran petugas customer service untuk
menjawab pertanyaan dan keluhan dari nasabah. Sabrina
merupakan singkatan dari Smart BRI New Assistant,
Vira merupakan kepanjangan dari Virtual Assistant Chat
Banking BCA, dan Cinta adalah Chat with your INTelligent
Advisor. Nama-nama yang cantik untuk sebuah robot, kan?
Di dunia penjualan, beberapa tahapan sekarang
sudah mulai digantikan teknologi, agar waktu dan
pikiran salesperson bisa lebih difokuskan untuk aktivitas
penjualan yang paling krusial. Untuk tahap prospecting,
analisa big data ataupun artificial intelligence digunakan
C O M P A S S

untuk menyaring calon pelanggan yang benar-benar


potensial. Harley Davidson di New York salah satu yang
sudah mempraktikkannya. Dengan cara ini, mereka bisa
mendapatkan calon pelanggan potensial hingga 2,930%
lebih banyak! Keren, bukan?

Rebuild Your Business


Nah, ini perubahan yang lebih stratejik: transformasi
model bisnis perusahaan. Sederhananya, ini adalah
perubahan dari cara perusahaan mendapatkan uang.
Teknologi digital memang memungkinkan ada bisnis-
bisnis baru yang bisa menghasilkan pundi-pundi tambahan
bagi perusahaan.
Tengok saja industri media. Media massa seperti televisi
maupun surat kabar sekarang merambah ke dunia maya
dalam bentuk portal berita dan YouTube Channel. Sumber
pemasukan baru dari Google Ads dan YouTube Ads pun
sudah mulai menjadi andalan.
Perusahaan game yang dahulu mendapatkan
pemasukan dari penjualan peralatan game console,
sekarang banyak yang menggunakan model bisnis
baru berbasis aplikasi digital. Ada yang benar-benar
menggratiskan produknya dan mendapatkan penghasilan
dari iklan. Ada pula yang menggunakan konsep freemium,
di mana pemain game bisa melakukan pembelian di dalam
aplikasi jika ingin lebih cepat menyelesaikan permainan.

Reimagine Your Organization


Produk berubah, interaksi dengan pelanggan berubah,
model bisnis berubah, tentunya harus pula diikuti
dengan perubahan pola kerja di dalam perusahaan.
C O M P A S S

Inilah transformasi struktur organisasi. Ada beberapa opsi


struktur baru yang bisa diadopsi oleh perusahaan. Menurut
Neuhauser, Bender, dan Stromberg di dalam bukunya
yang bertajuk Culture.com: Building Corporate Culture in
the Connected Workplace, perusahaan bisa melakukannya
dengan tiga cara, yakni terintegrasi secara menyeluruh
(integrated), berbarengan (paralel), atau campuran dari
keduanya (hybrid).
Pendekatan integrated berarti digitalisasi dilakukan
terhadap struktur organisasi yang sudah ada, tidak perlu
ada struktur baru yang dibuat. Sedangkan cara pararel
berarti tidak perlu “mengganggu” struktur yang sudah
ada. Buatlah struktur atau tim baru yang terpisah untuk
mengeksekusi transformasi digital di dalam perusahaan,
dan biarkan struktur yang lama tetap berjalan dengan cara
konvensional. Contoh pendekatan pararel ini antara lain
digunakan oleh BTPN saat membentuk tim khusus untuk
mengeksekusi proyek Jenius mereka.

HOW:
HUMAN TRANSFORMATION
Cukupkah transformasi-transformasi di atas? Saya
katakan, belum. Keempat transformasi di atas hanya
mencakup hal-hal yang sifatnya teknis. Produk, manajemen
pelanggan, model bisnis dan struktur organisasi itu ibarat
hardware-nya saja. Masih ada software yang juga harus
diubah mengikuti perkembangan teknologi digital yang
diadopsi organisasi.
Apa software dari sebuah organisasi? Manusianya!
Secanggih apa pun transformasi-transformasi “teknis” yang
dilakukan organisasi, tidak akan berjalan optimal jika tidak
C O M P A S S

didukung sumber daya manusia yang tepat. Itulah kenapa


artikel ini saya beri judul Human Transformation. Dengan
teknologi digital, dandani produk Anda. Ubah cara Anda
berinteraksi dengan pelanggan. Temukan model bisnis
baru. Bentuk struktur baru jika diperlukan. Namun yang
lebih penting, siapkan tim Anda untuk bisa mengawal
perubahan besar itu.
Bukan saya saja yang berpendapat seperti ini. Tabrizi et
al. (2019) di dalam sebuah artikelnya di Harvard Business
Review secara tegas mengatakan; “digital transformation is
not about technology!”. Artikel tersebut menyatakan bahwa
transformasi digital bisa berjalan sukses jika pemimpin di
organisasi mau kembali ke hal yang paling mendasar. Apa
itu? Perubahan mindset dan budaya. Perubahan manusia!

“You need to lead the technology,


don’t let it lead you”
George Westerman,
Principal Research Scientist di MIT Sloan.

Ada beberapa pertanyaan penting yang perlu Anda


jawab untuk menjalankan proses Human Transformation
tersebut: siapa (who), di mana (where) dan apa lagi (what
else).

Siapa Talent Digital yang Anda Perlukan?


Untuk mengawal transformasi digital di sebuah organisasi
bisnis, ada tiga tim utama yang harus Anda persiapkan. Tim
ini sebenarnya sudah ada di dalam organisasi-organisasi
tradisional, namun seiring transformasi digital yang Anda
lakukan, perlu ada peran baru yang ditambahkan.
C O M P A S S

Graph 4.
Traditional vs Digital Team

Knowledge Team
Mereka adalah tim yang berkutat dengan data, analisa
dan perencanaan. Mereka mengumpulkan data tentang
pesaing dan pelanggan lalu menganalisisnya sebagai
rekomendasi untuk penyusunan strategi dan program.
Sederhananya, ini tim bagian mikir.
Posisi-posisi yang terkait dengan tim ini sudah ada sejak
sebelum era digital. Market analyst, product manager
dan strategic planner adalah contoh-contohnya. Sekarang
pun peran mereka mungkin masih diperlukan. Namun,
perkembangan bentuk data yang semakin kompleks
tentu membutuhkan kemampuan analisa yang semakin
“canggih” pula. Teknik perencanaan pun mungkin sudah
C O M P A S S

tidak seperti dahulu lagi. Perlu kemampuan membuat plan


yang lebih fleksibel alias lincah (agile).
Karena itu, Anda perlu terus mencermati perkembangan
di industri Anda. Apakah ada peran lama (tradisional) di
knowledge team ini yang perlu digantikan atau dilengkapi
dengan peran baru yang lebih digital? Contoh-contoh
peran atau posisi baru ini bisa Anda lihat di grafik 4.

Business Team
Ini adalah tim yang tugasnya terkait dengan manajemen
hubungan dengan pelanggan (customer relationship).
Ada yang bertugas untuk mendapatkan pelanggan baru,
ada juga yang fokus mempertahankan loyalitas pelanggan
lama.
Di era tradisional, contoh dari business team adalah
sales executive, customer service, account manager dan
posisi-posisi lain yang sejenis. Perkembangan teknologi
menjadikan sebagian proses penjualan mulai didigitalisasi.
Konsekuensinya, peran para tim bisnis tradisional pun mulai
dilengkapi atau bahkan digantikan dengan teknologi. Chat
bot adalah contoh teknologi yang menggantikan peran
customer service, sedangkan online community adalah
contoh teknologi yang melengkapi peran tim penjualan.
Silakan cermati proses penjualan dan dinamika
pelanggan Anda. Tentukan peran-peran tradisional yang
perlu diperkuat dengan business team digital. Atau jika
memang diperlukan, sebagian peran tradisional bahkan
mungkin sudah saatnya “dipensiunkan”.

Service Team
Mereka ini adalah tim pendukung yang lebih banyak
C O M P A S S

bekerja di belakang layar. Namun tanpa kehadiran mereka,


operasional bisnis Anda bisa berantakan. Di era tradisional,
contoh service team ini mencakup tim produksi/operasi,
administrasi, supply chain, dan sejenisnya.
Dengan kemunculan teknologi baru, muncul pula
berbagai jenis produk dan promosi baru yang dibalut
teknologi digital. Ketika perusahaan beramai-ramai
mengembangkan aplikasi sebagai penunjang produk
mereka, maka diperlukan peran app developer. Demikian
pula ketika konten promosi di media sosial sudah bisa
dilakukan dengan beragam bentuk (tulisan, imej, audio
dan video) maka peran-peran baru seperti content creator,
animation specialist dan digital studio producer juga
semakin diperlukan.

Dari Mana Talent Tersebut Bisa Anda Dapatkan?


Ketika Anda menjawab pertanyaan sebelumnya tentang
“siapa”, bisa jadi jawabannya adalah daftar peran-peran
atau posisi-posisi baru yang Anda perlukan. Nah, saat
itu terjadi, jangan langsung berpikir untuk melakukan
perekrutan karyawan-karyawan tetap baru.
Ada 4 jenis status yang bisa Anda pilih untuk digtal talent
yang akan direkrut. Agar beda, saya mengumpamakan
talent ini ibarat warga negara. Ada 4 tingkatan status yang
didasarkan pada seberapa penting peran yang mereka
jalankan (job role) dan seberapa sering pekerjaan yang
akan dilakukan (job frequency) (Lihat grafik 5).
C O M P A S S

Graph 5.
People (Talent) Categories

Citizen
Ini adalah karyawan tetap Anda. Mereka mendapatkan
benefit yang paling lengkap karena melakukan peran yang
paling strategis. Dan umumnya, pekerjaan yang mereka
lakukan memang bagian dari aktivitas rutin (regular)
perusahaan.

Green Card
Status berikutnya adalah karyawan kontrak. Mereka
melakukan aktivitas yang frekuensinya rutin namun secara
peran tidak terlalu strategis. Benefit yang didapatkan dari
perusahaan tentu berbeda dengan karyawan tetap.
C O M P A S S

Resident
Ini adalah karyawan magang. Biasanya mereka direkrut
untuk mendukung peran dari karyawan tetap maupun
kontrak. Tentu saja peran yang dijalankan bukan yang
bersifat strategis. Kompensasi yang diberikan umumnya
dihitung harian.

Diaspora
Mereka ini adalah freelancer atau karyawan lepas yang
direkrut untuk proyek-proyek tertentu saja. Lazimnya,
pekerjaan yang mereka lakukan hanya temporer saja. Saat
ini, para pekerja lepas menjamur di mana-mana karena
adanya fleksibilitas kerja yang dijanjikan oleh teknologi.
Dalam menjalani transformasi digital, perlu kejelian
untuk mengidentifikasi talent pool yang bisa menyediakan
sumber daya manusia di atas. Citizen (karyawan tetap)
dan Green Card (karyawan kontrak) bisa direkrut dari
luar melalui media sosial, career site, virtual event, online
platform maupun referensi. Mereka juga bisa didapatkan
melalui pengembangan knowledge dan skills di bidang
digital terhadap karyawan yang sudah ada (internal
recruitment).
Sementara resident (karyawan magang) bisa Anda
dapatkan dari kampus-kampus teknologi dan media. Untuk
kebutuhan yang bersifat teknis, Anda bisa mengandalkan
mahasiswa-mahasiswi dari kampus vokasi (D3 dan D4).
Mereka memang sudah dibekali dengan ketrampilan
praktis sejak perkuliahan, jadi lebih siap “terjun ke
lapangan” untuk menangani hal-hal yang teknis.
Beda lagi dengan diaspora (karyawan lepas). Anda
bisa merekrut mereka dari komunitas-komunitas online
C O M P A S S

ataupun market place yang memang beranggotakan para


freelancer dengan beragam kompetensi. Ada kalanya Anda
juga bisa merekrut “alumni” perusahaan yang memiliki
kemampuan teknis yang dibutuhkan.

Apa Lagi yang Dibutuhkan?


Saat tim digital yang dibutuhkan sudah didapatkan,
apakah itu berarti tugas Anda sudah selesai? Tentu saja
belum. Human transformation bukan hanya masalah
pemahaman (knowledge) dan keterampilan (skills), tetapi
juga masalah mindset.
Perlu ada spirit baru di dalam tim knowledge,
business dan service Anda. Kami menyebutnya spirit
Entrepreneurial Marketing. Di dalamnya Entrepreneurial
Marketing ini terdapat sinergi antara spirit CI-EL (Creativity,
Innovation, Entrepreneurship dan Leadership) dengan
PI-PM (Productivity, Improvement, Professionalism, dan
Management).
Semua tim tentu perlu mengadopsi spirit Entrepreneurial
Marketing tersebut, hanya “dosis”-nya yang berbeda-
beda. Tim knowledge yang berkutat dengan data, analisa
dan perencanaan lebih membutuhkan creativity dan
innovation. Dengan ini mereka bisa memanfaatkan
teknologi digital untuk menghasilkan ide-ide baru dan
mengubahnya menjadi solusi nyata bagi pelanggan.
Sedangkan tim business perlu menonjolkan spirit
entrepreneurship dan leadership. Dengan ini, mereka
bisa lincah melihat peluang serta berani mengambil
risiko untuk memasarkan produk-produk baru yang lebih
digital. Semangat entrepreneurship dan leadership juga
C O M P A S S

akan mendorong tim business untuk mau berkolaborasi


dengan berbagai pihak yang bisa mendukung kesuksesan
organisasi.
Terakhir adalah tim service. Mereka memegang
peranan penting untuk memastikan proses operasional
perusahaan berjalan dengan efektif, efisien, produktif
dan sistematis. Karenanya, mereka lebih membutuhkan
semangat productivity, improvement, professionalism, dan
management.
Semangat CI-EL akan menjadikan organisasi menjadi
lincah (agile) dan cepat beradaptasi di tengah dinamika
perubahan. Layaknya startup yang sekarang jadi
“primadona” di dunia bisnis kita. Namun, adanya spirit
PI-PM akan menjaga organisasi agar tetap memiliki
sistem internal yang kokoh dan rapi. Lincah namun
memiliki fondasi yang kokoh. Itulah Technology-Human
Organization.

Figure 6.
Technology-Human Organization
C O M P A S S

POST:
TECHNOLOGY IS COOL, BUT….
Manusia dan teknologi memang harus saling
melengkapi. Saya meyakini prinsip ini tidak hanya berlaku
di tataran individu, namun juga organisasi. Untuk itulah,
dalam rangka menjalankan digital transformation secara
optimal, human transformation tidak boleh dilupakan.
Bahkan, human transformation itulah inti yang sebenarnya
dari proses perubahan yang dilakukan perusahaan di era
digital ini.
Saat pelaksanaan MarkPlus Conference beberapa
tahun yang lalu (sebelum pandemi), di hadapan sekitar
5.000 peserta yang hadir secara offline, saya sudah
mendeklarasikan bahwa technology is cool, but human
is warm. Prinsip yang sama saya yakini berlaku pula di
organisasi kita. Adopsi teknologi digital secara besar-
besaran tanpa dikawal perubahan knowledge, skill dan
mindset dari sumber daya manusia perusahaan bisa
mengakibatkan gagalnya transformasi yang dicita-citakan.
Perusahaan mungkin kelihatan keren (cool) dari luar
karena berkoar-koar sudah go digital. Namun faktanya,
manusia yang ada di dalamnya dingin-dingin saja, masih
berpikir dan bertindak dengan cara-cara lama. Itulah
pentingnya human transformation, agar secara internal
organisasi ikut “menghangat” (warm) dan bahkan
memanas untuk terus menggerakkan perubahan.
C O M P A S S

PRE:
FROM MARKETING 3.0 TO MARKETING 5.0
In early 2021, Professor Philip Kotler, Iwan Setiawan, and I,
together launched a new book published by Wiley. The book
entitled Marketing 5.0 is a sequel to the 2 previous books which
were also published by the same publisher. All three were extremely
successful.
The first book, Marketing 3.0, has been translated into 27
languages. The follow-up book, Marketing 4.0, is no less in
demand. There are already 24 publishers who translate it into local
languages. And the latest book, Marketing 5.0, has been available in
15 languages ​​since it was launched on January 9, 2021 (see graph 1)

Graph 1.
Marketing Book X.0 Trilogy

John Wiley, US
John Wiley, US 15 languages
24 languages Published 9 Jan 2021
John Wiley, US
27 languages 2017
2010
C O M P A S S

Marketing 3.0 discusses marketing changes toward the human-


centric perspective. It is no longer relevant for companies to rely
solely on functional and emotional benefits, but they also have
to rely on spiritual/social benefits. The next one is Marketing
4.0 which discusses marketing transformation especially when it
enters the digital era. For the third book, Marketing 5.0, we tried
to combine the two previous books, so we could come up with the
subtitle “Technology for Humanity”.
In the first sections of the Marketing 5.0 book, we emphasized
that today’s technological developments will not replace the role
of humans, but they will complement them instead. Although
functionally several human roles can be replaced by technology, the
synergy of the two will still have a bigger impact.
In this article, I will re-discuss the relationship between humans
and technology, especially about one phenomenon that is very
popular today: digital transformation.

WHY:
DIGITAL TRANSFORMATION IS ACCELERATING!
Digital transformation has been a trending word in the business
world in the last 5 years. Along with the development of increasingly
advanced technology — artificial intelligence, big data, 3D
printing, blockchain, augmented reality, and so on — the trend of
digitalization is slowly but surely impacting almost all lines of life.
Even though many organizations just follow the euphoria, the
benefits of digital transformation for organizations certainly cannot
be doubted. Kaur & Bath (2019) mentions at least 4 benefits of
adopting digital technology: reduced costs, increased accuracy,
increased speed, and efficiency.
However, these substantial benefits do not guarantee that all
organizations are willing to take digital transformation seriously.
C O M P A S S

Before the COVID-19 pandemic, one of the biggest obstacles to


digital transformation was complacency. “Without digitizing our
business, we can still grow!”, That is the reason for those who are
still half-hearted in transforming digitally.
For example, a survey conducted by Fitzgerald et al. (2013) has
found that a lack of a sense of urgency is a major problem major
problem in a university’ digital transformation. Even though many
universities have developed their online learning platforms, the
utilization itself is still far from optimal. The ease and convenience
aspects of regular face-to-face teaching and learning are indeed
difficult to replace by virtual classes.

Graph 2.
4C Diamond model

Referring to the 4C Diamond model that I developed (see graph


2), technological Changes will affect Customers and Competitors
(companies). Furthermore, the Companies will show their responses
by taking proactive and reactive actions. Although digital technology
is already changing customer behavior and competition patterns,
but their impact is still limited. Therefore, there are still many
companies that persist with the old (non-digital) ways of interaction.
C O M P A S S

Then, suddenly the world was shocked by the COVID-19 outbreak.


This tragedy has changed many things and forced humans to
adopt new types of behavior. But behind the challenges that have
arisen due to this pandemic, there are also blessings in disguise.
This pandemic has created a burning platform for the digital
transformation process. Ready or not, nowadays all institutions are
forced to consider digital technology more seriously. Microsoft CEO,
Satya Nadella, even believes that the digital transformation that
occurred during the 2 months of the pandemic equaled a similar
process for 2 years in normal times!
The question is, how can your company take advantage of this
momentum optimally? What is the key to the success of this digital
transformation process so that your organization does not fall
behind? Is it enough just to adopt the right technology that your
organization will automatically take off?

Graph 3.
Digital Transformation
C O M P A S S

WHAT:
BEYOND DIGITAL ADOPTION
Beforehand, I need to clarify that the term “digital
transformation” itself tends to simplify this phenomenon. The
transformation process that occurs is not only in the technological
aspect. It is much broader than that. Technology is only one small
part.
From the business side, the transformations that have occurred
due to the adoption of digital technology can be categorized into 4
major groups as illustrated in Graph 3.

Reevaluate Your Value Proposition


This is a transformation that occurs in the management of
products (goods and services) that the company offers. Traditional
products are polished or revamped to make them more digital.
Digital technology is “injected” into the product to provide greater
value (benefits) to customers.
For example, currently, almost all large banks have already
established a mobile banking application to support their savings
products. With this application, financial transactions can be done
more practically: anytime, anywhere. There are even banks that
have launched completely new digital products, for example, Jenius
from BTPN (Bank Tabungan Pensiun Nasional). More than just
savings, Jenius is claimed to be an application to help manage
customers’ finances.
Another example is retail shops that “inject” digital technology
into their outlets. Some are using augmented reality such as IKEA
and Louis Vuitton so that their visitors can try products virtually.
Some use computer vision such as Amazon Go so that shop visitors
don’t have to queue to make payments.
C O M P A S S

Reconnect with Your Customers


Digital technology has also changed the way we connect with
customers. This is a transformation in customer management.
Digital technology makes customers get new alternatives to interact
with companies. New ways to get product information, new ways of
placing orders, new ways of making purchases, new ways of making
payments, and even new ways of submitting complaints.
Do you know Sabrina from BRI, Vira from BCA, and Cinta from
BNI? Those are the names of chatbots that have replaced the role
of customer service officers to answer questions and complaints
from customers. Sabrina stands for Smart BRI New Assistant, Vira
stands for Virtual Assistant Chat Banking BCA, and Cinta stands for
Chat with your INTelligent Advisor. What a pretty name for a robot,
right?
In the world of sales, technology has now begun to replace several
stages, so that salesperson’s time and thoughts can be more focused
on the most crucial sales activities. For the prospecting stage, big
data or artificial intelligence analysis is used to screen potential
customers. Harley Davidson in New York has practiced it. This way,
they can get up to 2,930% potential leads increase Cool, right?

Rebuild Your Business


Now, here’s a more strategic change: the transformation of the
company’s business model. Simply put, it’s a change from how
companies get their money. Digital technology does allow for new
businesses that can generate additional value for companies.
Just look at the media industry. Mass media such as television
and newspapers are now penetrating cyberspace in the form of news
portals and Youtube Channels. New sources of income from Google
Ads and Youtube Ads have also started to become a mainstay.
Game companies that used to get their income from selling game
C O M P A S S

console equipment, are now using a new business model based on


digital applications. Some make their products completely free and
get their income from advertising. Some use the freemium concept,
where game players can make in-app purchases if they want to
finish the game faster.

Reimagine Your Organization


Products are changing, so does interactions with customers and
business models, of course, it must also be followed by changes
in work patterns within the company. This is the transformation
of the organizational structure. There are several new structural
options that companies can adopt. According to Neuhauser, Bender,
and Stromberg, from their book, Culture.com: Building Corporate
Culture in the Connected Workplace, companies can do it in three
ways, they are parallel, or a mixture of the two (hybrid).
The integrated approach means that digitization is carried out
on the existing organizational structure, there is no need for a new
structure to be created. Meanwhile, the parallel method means that
there is no need to “disturb” the existing structure. Create a new,
separate structure or team to execute digital transformation within
the company, and let the old structure continue conventionally. One
example of this parallel approach was used by BTPN when forming
a special team to execute their Jenius project.

HOW:
HUMAN TRANSFORMATION
Is it enough for the above transformations? I said; “Not
enough!”. The four transformations above only cover the technical
aspects. Products, customer management, business models, and
organizational structures are like hardware. As for there is the
“software” that must also be changed under the development of
C O M P A S S

digital technology adopted by the organization.


What is the software of an organization? It is the humans! No
matter how sophisticated the “technical” transformations an
organization makes, they will not run optimally if they are not
supported by the right human resources. That’s why I titled this
article The Human Transformation. With digital technology, dress
up your product! Change the way you interact with customers! Find
a new business model! Create new structures if needed! But more
importantly, prepare your team to oversee that big change!
I am not the only one who has this opinion. Tabrizi et al. (2019)
in their article of Harvard Business Review, boldly says; “Digital
transformation is not about technology!”. The article states that
digital transformation can be successful if leaders of organizations
are willing to go back to the basics. What is that? Mindset and
culture change! Human change!

“You need to lead the technology,


don’t let it leads you”
George Westerman,
Principal Research Scientist at MIT Sloan.

There are several important questions that you need to answer


to carry out the Human Transformation process: who, where, and
what else.

Who Digital Talent Do You Need?


To oversee digital transformation in a business organization,
there are 3 main teams that you must prepare. These teams already
exist in traditional organizations, but as you go through your digital
transformation, new roles need to be added.
C O M P A S S

Knowledge Team
They are a team that deals with data, analysis, and planning.
They collect data on competitors and customers and analyze it for
recommendations to compile strategy and programming. Let’s say,
this is the think-tank team.
The positions associated with this team already exist before the
digital time. Market analysts, product managers, and strategic
planners are examples. Even now, their role may still be needed.
However, the development of increasingly complex forms of data
certainly requires increasingly “sophisticated” analytical skills.
Planning techniques may not be what they used to be. It needs the
ability to make plans that are more flexible and agile.

Graph 4.
Traditional vs Digital Team
C O M P A S S

Therefore, you need to keep a close watch on developments in


your industry. Is there an old (traditional) role in this knowledge
team that needs to be replaced or equipped with a new, more digital
role? You can see examples of these new roles or positions in graph
4.

Business Team
This is a team whose job is related to customer relationship
management. Some are in charge of acquiring new customers, some
are focused on maintaining the loyalty of old customers.
In the traditional era, the examples of business teams are sales
executive, customer service, account manager, and other similar
positions. Technological developments made part of the sales
process begun to be digitalized. As a consequence, the role of
traditional business teams has begun to be complemented or even
replaced by technology. Chatbots are examples of technology that is
replacing the role of customer service, whereas online communities
are examples of technology that complement the role of a sales
team.
Please take a closer look at your sales process and customer
dynamics. Determine traditional roles that need to be strengthened
by a digital business team. Or if it is necessary, some traditional
roles may even be “retired”.

Service Team
They are a support team that mostly works behind the scenes.
But without them, your business operations can fall apart. In the
traditional era, the examples of this service team are including
production/operations teams, administration, supply chains, and
the like.
With the emergence of new technologies, various types of new
C O M P A S S

products and promotions that are wrapped in digital technology


have also emerged. When companies develop applications to
support their products, an app developer is needed. Likewise, when
promotional content on social media can be carried out in various
forms (writing, image, audio, and video), new roles such as content
creator, animation specialist, and digital studio producer are also
increasingly needed.

Where Can You Get Your Talent From?


When you answered the previous question about “who,” it
could be that the answer is a list of new roles or positions that you
will need. So, when that happens, don’t immediately think about
recruiting new permanent employees.

Graph 5.
People (Talent) Categories
C O M P A S S

There are 4 types of status that you can choose for the digital
talent to be recruited. To be different, I liken this talent to citizens.
There are 4 levels of status based on how important the role they
play (job role) and how often the job will be done (job frequency)
(See graph 5).

Citizen
Those are your permanent employees. They get the most complete
benefits because they play the most strategic role. And generally, the
work they do is part of the company’s routine (regular) activities.

Green Card
The next status is a contract employee. They carry out activities
whose frequency is routine but the role is not too strategic. The
benefits obtained from the company are of course different from
permanent employees.

Resident
This is the intern. Usually, they are recruited to support the roles
of both permanent and contract employees. Of course, the role
that is carried out is not a strategic one. The compensation given is
generally calculated daily.

Diaspora
They are freelancers or freelance employees who are recruited for
certain projects only. Usually, the work they do is only temporary.
Nowadays, freelancers can be found everywhere because of the
flexibility of work that technology promises.
Under digital transformation, carefulness is needed to identify the
talent pool that can provide the human resources above. Citizens
(permanent employees) and Green Cards (contract employees) can
C O M P A S S

be recruited from outside through social media, career sites, virtual


events, online platforms, and references. They can also be obtained
through the development of knowledge and skills in the digital field
for existing employees (internal recruitment).
You can get residents (interns) from technology and media
schools. For technical needs, you can rely on students from
vocational campuses (D3 and D4). They have been equipped with
practical skills since college, so they are better prepared to “go into
the field” to handle technical matters.
It’s different from the diaspora (freelance employees). You can
recruit them from online communities or market places where
freelancers with various competencies are members. There are times
when you can also recruit company “alumni” who have the required
technical skills.
Once the digital team you need has been found, does that mean
your job is done? Of course not. Human transformation is not just a
matter of understanding (knowledge) and skills, but also a matter of
mindset.
There needs to be a new spirit in your knowledge, business, and
service team. We call it the spirit of Entrepreneurial Marketing. On
the inside, Entrepreneurial Marketing is a synergy between the spirit
of CI-EL (Creativity, Innovation, Entrepreneurship, and Leadership)
and PI-PM (Productivity, Improvement, Professionalism, and
Management).
All teams certainly need to adopt the entrepreneurial marketing
spirit, only the “dosage” is different. Knowledge teams that deal with
data, analysis, and planning require more creativity and innovation.
With these, they can take advantage of digital technology to generate
new ideas and turn them into real solutions for customers.
Meanwhile, the business team needs to highlight the spirit of
entrepreneurship and leadership. With these, they can be agile at
C O M P A S S

seeing opportunities and dare to take risks to market new digital


products. The spirit of entrepreneurship and leadership will also
encourage the business team to collaborate with various parties that
can support the success of the organization.
Lastly is the service team. They play an important role in ensuring
the company’s operational processes run effectively, efficiently,
productively, and systematically. Therefore, they need to have
the spirit of productivity, improvement, professionalism, and
management.
The spirit of CI-EL will make the organization agile and quickly
adapt to the dynamics of change. It is like a startup that is now the
“rising star” in our business world. However, the existence of the
PI-PM spirit will keep the organization maintaining a strong and
neat internal system. Lively but has a solid foundation. That is the
Technology-Human Organization.

Figure 6.
Technology-Human Organization
C O M P A S S

POST:
TECHNOLOGY IS COOL, BUT….
Humans and technology must complement each other. I believe
this principle applies not only at the individual level but also
at the organizational level. For this reason, to carry out digital
transformation optimally, human transformation must not be
forgotten. Human transformation is the true essence of the change
process that companies carry out in this digital era.
During the MarkPlus Conference several years ago (before the
pandemic), in front of around 5000 participants who attended the
event, offline, I had declared that technology is cool, but human
is warm. The same principles I believe apply to our organization.
The adoption of digital technology on a large scale without being
guarded by changes in knowledge, skills, and the mindset of the
company’s human resources can fail in the desired transformation.
Companies may look cool from the outside because they say
they have gone digital. But in fact, the humans inside were cold,
still thinking and acting in the old ways. That is the importance
of human transformation so that internally the organization will
“warm-up” and even heat up to persist in driving the change.
C O M P A S S

前言:
从营销革命3.0到营销革命5.0
2021年初,菲利普·科特勒教授,Iwan Setiawan和我共同推出了由
威利出版社出版的新书。 这本题为《营销革命 5.0》的书是前2本书的
续集。 这三者都非常成功。
第一本书《营销革命3.0》已被翻译成27种语言。 后续的《营销革
命4.0》的需求也不少。 已经有24家出版商将其翻译成当地语言。 自
2021年1月9日发布以来,最新的《营销革命5.0》已提供13种语言(参
见Graph 1)。

Graph 1.
Marketing Book X.0 Trilogy

John Wiley, US
John Wiley, US 15 languages
24 languages Published 9 Jan 2021
John Wiley, US
27 languages 2017
2010

《营销革命3.0》讨论了以人为中心的市场营销变化。 公司不再仅
仅依靠功能和情感上的好处,而是必须依靠精神/社会上的好处。 下
一个《营销革命4.0》,讨论了营销转型,尤其是在进入数字时代时。
第三本书《营销革命5.0》,我们尝试将之前的两本书结合起来,因此
C O M P A S S

我们可以生成副标题为“人类技术”。
在《营销革命5.0》一书的第一部分中,我们强调了当今的技术发展
不会取代人类的角色,而是会对其进行补充。 尽管在功能上可以用技
术代替几个人的角色,但两者的协同作用仍将产生更大的影响。
在本文中,我将重新讨论人与技术之间的关系,特别是关于当今非
常流行的一种现象:数字化转型。

WHY:
数字转换正在加速!
在过去的五年中,数字化转型已成为商业界的流行词。随着人工智
能,大数据,3D打印,区块链,增强现实等日益先进的技术的发展,数
字化趋势正在缓慢但必将影响几乎所有生活领域。
即使许多组织只是欣喜若狂,但数字转型对组织的好处无疑是不容
置疑的。 Kaur&Bath(2019)提到采用数字技术的至少4个好处:降
低成本,提高准确性,提高速度和效率。
但是,这些巨大的好处并不能保证所有组织都愿意认真对待数字化
转型。在新冠之前,自满是数字化转型的最大障碍之一。 “不对我们
的业务进行数字化,我们仍然可以增长!”,这就是那些仍然不愿进行
数字化转型的人的原因。
例如,Fitzgerald等人2013年进行的大学级调查发现,缺乏紧迫感
是数字化转型中的一个主要问题。尽管许多大学已经开发了在线学习
平台,但其利用率仍然远未达到最佳水平。常规的面对面教学和学习
的便利性和便利性确实很难用虚拟课堂代替。
参照我开发的4C Diamond模型(参见Graph 2),技术变革将影响
客户和竞争对手(公司)。此外,公司将通过采取积极和被动的行动来
表明他们的反应。尽管许多大学都开发了在线学习平台,但其利用率
仍远未达到最佳水平。通过物理接触提供的情感体验使许多客户坚持
使用传统的交互方式。因此,仍然有许多公司坚持使用旧的(非数字)
交互方式。
C O M P A S S

Graph 2.
4C Diamond model

然后突然,震惊了世界的新冠爆发。 这场悲剧改变了许多事情,并
迫使人类采取新的行为方式。 但是由于新冠而产生的挑战背后,也
有变相的祝福。 这种新冠为数字化转型过程创造了一个助燃平台。
是否准备就绪,如今,所有机构都被迫更认真地考虑数字技术。 微软
CEO Satya Nadella 甚至认为,新冠2 个月期间发生的数字化转型相
当于正常时期 2 年的类似过程!
问题是,贵公司如何才能最佳地利用这一势头? 该数字化转型过程
成功的关键是什么,这样您的组织就不会落伍? 仅采用适合您公司
的需求的正确技术就足够了吗?

WHAT:
超越数字采用
在此之前,我需要澄清一下,
“数字转换”一词本身倾向于简化这种
现象。 发生的转换过程不仅在技术方面。 它比那更广泛。 技术只是
一小部分。
从业务方面来看,由于采用数字技术而发生的转型可以分为4个主要
类别,如Graph 3所示。
C O M P A S S

Graph 3.
Digital Transformation

重新评估您的价值主张
这是公司提供的产品(商品和服务)管理中发生的一种转变。传统
产品经过抛光或翻新,以使其更具数字感。数字技术被“注入”到产品
中,以为客户提供更大的价值(收益)。因此,它更快,更灵活,更舒适
等等。
例如,目前,几乎所有大型银行都已经建立了移动银行应用程序以
支持其储蓄产品。使用此应用程序,可以更实际地在任何时间,任何地
点进行金融交易。甚至有一些银行已经推出了全新的数字产品,例如
BTPN(国家养老金储蓄银行)的Jenius。 Jenius不仅可以节省资金,
还可以帮助管理客户的财务状况。
另一个例子是零售商店,这些商店将数字技术“注入”到他们的商店
中。有些正在使用增强现实,例如宜家和路易威登,以便他们的访客可
以虚拟试用产品。有些使用诸如Amazon Go之类的计算机视觉技术,
从而使商店访客不必排队进行付款。

重新与您的客户联系
数字技术也改变了我们与客户联系的方式。这是客户管理的一种转
变。数字技术使客户获得了与公司互动的新选择。获取产品信息的新
C O M P A S S

方法,下订单的新方法,购买的新方法,付款的新方法,甚至是投诉的
新方法。
你知道 BRI 的 Sabrina、BCA 的 Vira 和 BNI 的 Cinta 吗?这些
就是聊天机器人的名称,这些聊天机器人已经取代了客户服务人员
的角色,以回答客户的问题和投诉。 Sabrina代表Smart BRI New
Assistant,Vira代表Virtual Assistant Chat Banking BCA,Cinta代
表与您的INTelligent Advisor聊天。机器人有名字,对吗?
在销售领域,技术现已开始取代多个阶段,因此销售人员的时间
和思想可以更加集中在最关键的销售活动上。在勘探阶段,使用大
数据或人工智能分析来筛选潜在客户。纽约的哈雷戴维森(Harley
Davidson)曾实践过。这样,他们可以获得多达2,930%的潜在客户!
太酷了吧?

重建您的业务
现在,这是更具战略意义的变化:公司业务模式的转变。 简而言
之,这是公司赚钱方式的一种变化。 数字技术确实允许可以为公司创
造附加价值的新业务。
只看媒体行业。 电视和报纸等大众媒体现在正以新闻门户网站和
Youtube频道的形式渗透网络空间。 Google Ads和Youtube Ads的
新收入来源也开始成为主流。
过去通过销售游戏机设备获得收入的游戏公司现在正在使用基于
数字应用程序的新商业模式。 有些使他们的产品完全免费,并从广告
中获得收入。 有些人使用免费增值概念,如果游戏玩家想更快地完
成游戏,他们可以在应用程序内进行购买。

重新构想您的组织
产品在变化,与客户和业务模型的交互也在变化,当然,公司内部
的工作模式也必须随之变化。这是组织结构的转变。公司可以采用
几种新的结构选择。根据Neuhauser,Bender和Stromberg的书
《Culture.com:在互联的工作场所中建立企业文化》,公司可以通过
三种方式来做到这一点,即集成,并行或混合(混合)三种方式。 )。
C O M P A S S

集成方法意味着可以在现有的组织结构上进行数字化,而无需创建
新的结构。同时,并行方法意味着不需要“干扰”现有结构。创建一个
新的,独立的结构或团队以在公司内部执行数字化转型,并让旧的结
构按常规继续进行。 BTPN在组建特别团队执行其Jenius项目时使用
了这种并行方法的一个示例。

HOW:
人类转变
以上转换就足够了吗?我说:
“还没有!”。上面的四个转换仅涵盖技
术性质的事项。产品,客户管理,业务模型和组织结构就像硬件。至于
该组织采用的数字技术的发展,还必须更改其软件。
组织的软件是什么?是人类!无论组织进行的“技术”转换多么复
杂,如果没有合适的人力资源支持,它们也将无法最佳运行。这就是
为什么我将这篇文章命名为“人的转变”。借助数字技术,打扮您的产
品!改变您与客户互动的方式!寻找新的商业模式!根据需要创建新结
构!但更重要的是,准备让您的团队监督这一重大变化!
我不是唯一拥有这一观点的人。 Tabrizi等(2019)在其《哈佛商业
评论》的文章中大胆地说; “数字化转型与技术无关!”。该文章指出,
如果组织的领导者愿意回到基础上,数字化转型将是成功的。那是什
么?心态和文化改变!人类的改变!

“您需要引领技术,不要让它引领您”
麻省理工学院斯隆分校的首席研究科学家George Westerman。

要执行“人类转型”过程,您需要回答几个重要问题:谁,在哪里以
及其他什么。

您需要什么样的数字人才?
要监督业务组织中的数字化转型,您必须准备3个主要团队。 这些
团队已经存在于传统组织中,但是当您进行数字化转型时,需要添加
C O M P A S S

新角色。

知识团队
他们是一个处理数据、分析和计划的团队。 他们收集有关竞争对
手和客户的数据,并对其进行分析以提出建议,以编制策略和程序。
假设这是智囊团。
在数字时间之前,与该团队相关的职位已经存在。 市场分析师,产
品经理和战略规划师就是例子。 即使是现在,他们的作用可能仍然
需要。 但是,日益复杂的数据形式的发展当然需要越来越“复杂”的
分析技能。 规划技术可能不再像以前那样。 它需要具有制定更加灵
活和敏捷的计划的能力。
因此,您需要密切关注行业发展。 这个知识团队中是否有旧的(
传统的)角色需要替换或配备新的,更具数字化的角色? 您可以在
Graph 4中看到这些新角色或职位的示例

Graph 4.
Traditional vs Digital Team
C O M P A S S

业务团队
这是一个团队,其工作与客户关系管理有关。 有些负责获取新客
户,有些则专注于维护老客户的忠诚度。
在传统时代,业务团队的例子包括销售主管,客户服务,客户经理和
其他类似职位。 技术发展使部分销售流程开始数字化。 因此,传统
业务团队的作用已开始被技术补充或什至被其取代。 聊天机器人是
取代客户服务角色的技术示例,而在线社区是补充销售团队角色的技
术示例。
请仔细查看您的销售流程和客户动态。 确定需要由数字业务团队
加强的传统角色。 或者,如果有必要,甚至可以“退役”一些传统角
色。

服务团队
他们是一个主要在后台工作的支持团队。 但是如果没有它们,您的
业务运营可能会崩溃。 在传统时代,此服务团队的示例包括生产/运
营团队,管理,供应链等。
随着新技术的出现,数字技术中包装的各种新产品和促销也应运而
生。 当公司开发应用程序以支持其产品时,需要一个应用程序开发人
员。 同样,当社交媒体上的促销内容可以以各种形式(写作,图像,音
频和视频)执行时,也越来越需要新的角色,例如内容创建者,动画专
家和数字演播室制作人。

您可以从哪里获得人才?
当您回答上一个有关“谁”的问题时,答案可能是您将需要的新角色
或职位的列表。 因此,当发生这种情况时,不要立即考虑招聘新的永
久雇员。
您可以选择4种状态来招聘数字人才。 与众不同,我将此才能比喻
为公民。 根据他们所扮演的角色的重要程度(工作角色)和完成工作
的频率(工作频率),可以分为4种状态(参见Graph 5)。
C O M P A S S

Graph 5.
People (Talent) Categories

公民
这些是您的永久雇员。 他们发挥最大的战略作用,因此能获得最
全面的收益。 通常,他们所做的工作是公司日常(常规)活动的一部
分。

绿卡
下一个身份是合同工。 他们进行的活动是例行的,但作用不太大。
从公司获得的收益当然不同于正式雇员。

居民
这是实习生。 通常,他们被招募来支持长期雇员和合同雇员的角
色。 当然,所扮演的角色不是战略角色。 给出的补偿通常每天计
算。
C O M P A S S

外来人
他们是仅为某些项目而招募的自由职业者或自由雇员。通常,他们
所做的工作只是暂时的。如今,由于技术所承诺的灵活性,随处可见自
由职业者。
在数字化转型下,需要谨慎地确定可以提供上述人力资源的人才
库。可以通过社交媒体,职业网站,虚拟事件,在线平台和参考资料从
外部招聘公民(永久雇员)和绿卡(合同雇员)。也可以通过为现有员
工开发数字领域的知识和技能(内部招聘)来获得这些知识。
您可以从技术和媒体园区获得居民(实习生)。对于技术需求,您可
以依靠来自职业校园的学生。自大学毕业以来,他们就已经具备实践
技能,因此他们为“进入该领域”处理技术问题做好了更好的准备。
它与外来人(自由职业者)不同。您可以从具有各种能力的自由职业
者加入的在线社区或市场中招聘他们。有时候,您也可以招聘具有所
需技术技能的公司“校友”。

还需要什么?
找到所需的数字团队之后,这是否意味着您的工作已经完成?当然
不是。人的转变不仅是理解(知识)和技能的问题,而且还是思维方式
的问题。
您的知识、业务和服务团队需要有新的精神。我们称之为企业家营
销精神。在内部,企业家营销是CI-EL(创造力,创新,企业家精神和领
导力)和PI-PM(生产力,改进,专业精神和管理)的精神之间的协同作
用。
当然,所有团队都需要采取企业家式的营销精神,只是“用量”有所
不同。处理数据,分析和计划的知识团队需要更多的创造力和创新。
借助这些工具,他们可以利用数字技术来产生新的想法,并将其转变
为真正的客户解决方案。
同时,业务团队需要强调企业家精神和领导才能。有了这些,他们可
以敏捷地看到机会,并敢于冒险推销新的数字产品。企业家精神和领
导精神还将鼓励业务团队与可以支持组织成功的各方合作。
最后是服务团队。它们在确保公司的运营流程有效,高效,高效和系
C O M P A S S

统地运行方面发挥着重要作用。因此,他们需要具有生产力,改进,专
业和管理的精神。
CI-EL的精神将使组织变得敏捷,并迅速适应变化的动态。它就像一
家创业公司,现在已经成为我们商业世界中的“原始人”。但是,PI-PM
精神的存在将使组织保持强大而整洁的内部系统。活泼但有坚实的基
础。那就是技术人组织。

Figure 6.
Technology-Human Organization

后记:
技术很酷,但是……
人与技术必须相辅相成。我认为这一原则不仅适用于个人,而且适
用于组织。因此,为了最佳地进行数字化转型,一定不要忘记人性化的
转型。人的变革是公司在这个数字时代进行的变革过程的真正实质。
几年前(新冠发生之前)的MarkPlus大会期间,在大约5000名离线
参加该活动的参与者面前,我宣布技术很酷,但是人类却很温暖。我
认为相同的原则也适用于我们的组织。在不受知识,技能和公司人力
C O M P A S S

资源观念变化影响的情况下,大规模采用数字技术可能会导致预期的
转换失败。
公司可能从外部看起来很酷,因为他们说他们已经数字化了。但是
实际上,里面的人很冷,仍然以旧的方式思考和行动。这就是人类变革
的重要性,这样组织内部就会“热身”甚至热身,以持续推动变革
C O M P A S S

Solusi Pengelolaan
Karyawan Saat Krisis

Pengelolaan sumber daya manusia (SDM) mengalami


perubahan signifikan sejak pandemi COVID-19 melanda.
Perusahaan harus memiliki sistem tata kelola SDM yang
adaptif dengan situasi terkini.

Oleh Ryan F. Nasution


Industry Head
Consumer, Property, and Retail MarkPlus, Inc.
Pengajar di Human Resources Hub
C O M P A S S

P
andemi COVID-19 membuat situasi
mencekam pada segala aspek khususnya
bagi perusahaan. Terutama, saat pemerintah
memberlakukan kebijakan pembatasan sosial
berskala besar (PSBB). Betapa tidak, dalam sekejap terjadi
pembatasan dan berdampak pada perubahan perilaku
yang signifikan dan berlaku masif, baik di tingkat bisnis
maupun masyarakat. Banyak industri yang mengalami
penurunan performa yang berujung pada penghematan
cost, pengurangan gaji, penutupan kantor/cabang,
pemutusan hubungan kerja (PHK), hingga tak jarang
pailit. Hal ini tentunya membuat moral dan motivasi
karyawan menurun. Hal itu membuat perusahaan
tambah sulit dalam menjaga performa. Khususnya dalam
menghadapi tuntutan untuk agile dalam menghadapi
perubahan dan ketidakpastian.
Seluruh bagian di perusahaan menghadapi kondisi
sulit, termasuk divisi human capital. Mereka menghadapi
tantangan bagaimana meningkatkan motivasi karyawan,
melakukan improvisasi kompetensi, meningkatkan
performa, dan mengelola talenta dengan semua
perubahan dan limitasi.

Performance Management
Pendekatan-pendekatan dan metode yang biasanya
digunakan human capital selama masa normal, kini
banyak yang tidak lagi relevan. Para ahli human capital
di dunia mencoba mentransformasi pendekatan
baru yang lebih adaptif dalam perannya membantu
perusahaan agar mampu survive melalui krisis. Salah
satunya adalah performance management. Dalam situasi
C O M P A S S

normal, banyak perusahaan yang memandang dan


mengimplementasikan performance management hanya
sebatas performance review dan performance appraisal.
Padahal performance management memiliki fungsi
yang luas. Menurut Aguinis, performance management
sangat penting untuk talent management karena
membantu karyawan menjadi lebih kompeten,
berkomitmen, dan termotivasi. Lalu, memfasilitasi
perubahan organisasi, menjelaskan tujuan organisasi,
membedakan yang baik dan yang berkinerja buruk.
Kemudian, membantu organisasi membuat tindakan
administratif yang lebih adil dan tepat yang pada
gilirannya melindungi organisasi dari tuntutan hukum.
Ketika masa krisis seperti masa pandemi COVID-19
ini, implementasi performance management juga
harus disesuaikan. Akibat pandemi, banyak perusahaan
terpaksa mengubah arah dengan menyesuaikan kembali
prioritas, lini produk dan layanan, serta job-description
karyawan. Seiring dengan kondisi tersebut, performance
management dalam sebuah perusahaan harus adaptif
dan mencakup berbagai aspek.
Pertama, pengukuran harus diprioritaskan pada hasil
ketimbang perilaku. Pembatasan sosial dalam perusahaan
yang memberlakukan proporsi work from home (WFH)
dan work at office (WAO) membuat situasi untuk menilai
perilaku menjadi sulit dilakukan. Dalam situasi tersebut,
didukung oleh tranformasi digital dalam pekerjaan,
perilaku tidak lagi memiliki korelasi yang kuat terhadap
hasil.
Mungkinkah perusahaan menilai perilaku karyawan
saat mereka bekerja dari rumah? Tentu hal ini akan
C O M P A S S

sulit dilakukan. Perusahaan lebih baik mengandalkan


pendekatan hasil. Perusahaan harus mampu menetapkan
tujuan kinerja yang dapat dicapai, realistis, fleksibel, dan
sepenuhnya dikomunikasikan kepada karyawan. Atasan
dan bawahan harus berkomunikasi secara jelas mengenai
target dan hasil yang ingin dicapai secara fleksibel, ditinjau
dan diperbarui lebih intensif ketimbang selama waktu
normal.
Kedua, mengukur adaptive performance menjadi
penting karena kemampuan karyawan untuk belajar
dengan cepat dan berinovasi sangat penting untuk
kelangsungan perusahaan. Semasa pandemi seperti ini,
perusahaan dihadapkan pada ketidakpastian. Sebab itu,
kemampuan beradaptasi menjadi keterampilan penting
yang harus dievaluasi untuk menentukan tingkat kinerja
karyawan.
Dalam sebuah jurnal psikologi, Pulakos memaparkan
bahwa terdapat delapan elemen yang berhubungan
dengan adaptive performance, yaitu menangani situasi
darurat dan krisis dan menangani stres di tempat kerja.
Lalu memecahkan masalah secara kreatif, menangani
situasi kerja yang tidak pasti dan tidak dapat diprediksi.
Mereka juga harus mempelajari dan menguasai teknologi,
tugas, serta prosedur baru. Selanjutnya, menunjukkan
kemampuan beradaptasi antarpribadi, termasuk
menunjukkan kemampuan beradaptasi antarbudaya dan
menunjukkan kemampuan beradaptasi yang berorientasi
fisik.
Ketiga, lakukan komunikasi secara kontinu untuk
mempelajari cara meraih dan mempertahankan
kinerja yang terbaik dalam kondisi krisis seperti saat ini.
C O M P A S S

Alasannya, mampu bertahan saat krisis dan mendapatkan


competitive advantage menjadi hal penting agar
karyawan dapat memberikan kontribusi yang jauh lebih
berdampak bagi perusahaan.
Keempat, menerapkan sistem performance
management yang multisumber. Dalam situasi normal,
banyak perusahaan menerapkan evaluasi performance
hanya berdasarkan penilaian manajer dan karyawan. Pada
sistem performance management yang multisumber
berlaku model 360 degrees. Komunikasi, penilaian kinerja,
dan feedback dilakukan secara lebih komprehensif. Ini
melibatkan rekan kerja, bawahan langsung, mitra, vendor,
hingga pelanggan. Karyawan akan cenderung tidak
bersikap defensif ketika umpan balik berasal dari berbagai
sumber.
Kelima, gunakan Performance Promoter Scores (PPS).
Pandemi membuat arah strategis perusahaan dapat
berubah dengan cepat, waktu menjadi terbatas, situasi
sering kali tidak terkendali, dan perilaku karyawan sulit
diamati. Perusahaan perlu menyesuaikan performance
management dengan menggunakan ukuran yang
sederhana, ringkas, relevan, informatif, komprehensif, dan
jelas.
Aguinis dan Burgi-Tian dari George Washington
University pada tahun 2021 ini memperkenalkan PPS
yang terdiri dari beberapa pertanyaan sederhana, namun
kuat. Misalnya, seberapa besar kemungkinan Anda akan
merekomendasikan bekerja dengan (nama individu,
kelompok kerja, atau unit) kepada teman atau kolega?
Mengapa Anda memberikan peringkat yang Anda
berikan? Apa yang diperlukan untuk menaikkan skor
C O M P A S S

hanya dengan satu poin? PPS dapat digunakan untuk


mengukur individu, kelompok kerja, unit fungsional,
hingga organisasi.
Secara prinsip, performance management sangat
cocok untuk mengatasi banyak tantangan pengelolaan
karyawan, khususnya talent management akibat krisis
pandemi COVID-19. Alasannya, karena dapat memenuhi
tujuan administrasi dan fungsi dokumentasi yang penting,
bersifat strategis dan komunikatif, serta mendukung
pengembangan dan pemeliharaan organisasi.
C O M P A S S

Marketing Yourself

Persaingan di dunia kerja semakin ketat dan keras.


Di sisi lain, kondisi perekonomian sedang dalam
tahap pemulihan yang artinya ada peluang untuk
terlibat sebagai profesional. Namun, agar dilirik oleh
perusahaan, membangun personal brand menjadi
sangat penting.

Oleh Marthani
Industry Head,
Resources, Infrastructure, Utilities MarkPlus, Inc.
C O M P A S S

G
enerasi Z sedang menjadi bahan diskusi
menarik oleh berbagai kalangan, dari
akademisi hingga pemasar. Generasi
ini punya banyak sebutan, seperti Post-
Milennials, Homeland Generation, iGen, The Founders, dan
Centennials. Ada pula sebutan Deltas yang berasal dari
Professor GSM London Jonathan Wilson.
Ada berbagai batasan dalam menentukan periode
kelahiran generasi ini. Akhirnya, Marketeers mengambil
periode yang paling tengah, yakni antara tahun 1997
hingga 2015. Artinya, tahun ini usia tertua dari generasi ini
adalah 24 tahun.
Mengacu pada tahun lahir tersebut, tidak salah
jika generasi ini juga layak disebut dengan digital
natives.  Mereka nyaman berinteraksi melalui media
sosial. Gen Z merupakan para generasi yang menghargai
karya seni dan juga adaptif pada era normal salah satu
karakteristik yang diidentifikasi para pemasar adalah
kecenderungan Gen Z sebagai generasi yang tak loyal,
namun royal.
Managing Director Technology Consulting Lead
Accenture Indonesia Leonard Nugroho mengatakan
generasi ini cenderung berupaya mengejar apa yang
mereka mau. Dalam dunia kerja, Gen Z sering dianggap
sebagai kelompok yang tidak loyal karena sering berpindah
kerja dalam waktu relatif singkat. Hal ini lantaran mereka
ingin menggapai apa yang mereka inginkan.
Pada saat pandemi ini, banyak dari anak muda yang
mengalami tingkat stres lebih tinggi. Stres tersebut
dikarenakan di usia ketika sedang aktif mengejar mimpi,
namun kondisi sedang terbatas. Termasuk, pada Gen
C O M P A S S

Z yang baru lulus atau fresh graduate, namun susah


mencari pekerjaan.
Khoon Tee Tan, Senior Partner McKinsey & Company
Indonesia menyatakan ada tiga faktor untuk mendorong
ekonomi Indonesia kembali seperti sebelum pandemi.
Bahkan, bisa menempatkan negara ini menjadi ekonomi
terbesar ke-7 di dunia pada tahun 2030. Ketiganya adalah
ketahanan (resiliance), kreativitas (creativity), dan faktor
pendukung (enabling). “Pemerintah harus memastikan
keterampilan apa yang dibutuhkan di masa depan untuk
sumber daya manusia (SDM) di dalam negeri,” ungkapnya,
seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Terkait kondisi generasi saat ini, konsep 4C- Diamond,
TOWS, dan PDB yang biasa digunakan untuk menganalisis
business landcape dalam penyusunan strategi marketing
dapat diaplikasikan untuk menyusun strategi marketing
yourself.
Ada berbagai keuntungan bagi Gen Z ketika
menerapkan dengan framework 4C-Diamond, TOWS, dan
PDB. Pertama seorang Gen Z, dapat mengetahui apa saja
perubahan yang terjadi di sekitarnya. Kedua, Gen Z dapat
mengetahui ancaman (threats) dan peluang (opportunity)
yang merupakan external factor. Ketiga, mengenali
kelemahan (Weakness) dan kekuatan (Strength) yang
merupakan internal factor. Selanjutnya, seorang Gen Z
dapat menyusun strategi bagaimana membawa diri dalam
konteks yang tepat serta lebih siap dalam menempatkan
diri di dunia kerja maupun di masyarakat serta lebih fokus
dalam mengejar impian.
Tahapan awal dari penyusunan strategi marketing adalah
mengetahui faktor eksternal dan internal. Namun, dalam
C O M P A S S

hal ini saat memutuskan mencari pekerjaan. Analisis


yang pertama adalah 4C-Diamond yang terdiri Change,
Customer, Competitor, Company.
Gen Z dapat menganalisis perubahan apa saja yang
terjadi di lingkungan sekitar atau industri yang diminati.
Change terdiri dari value migrator yang terdiri dari
perubahan teknologi, perubahan politik-legal, perubahan
ekonomi baik secara makro dan mikro, socio-culture dan
market.
Perubahan ini dapat membantu Gen Z untuk
mengetahui knowledge dan skill apa yang cocok, demand
seperti apa yang dibutuhkan di dunia kerja, dan lainnya.
Selanjutnya, adalah analisis siapa calon pelanggan
(customer). Pelanggan yang dimaksud adalah calon
perusahaan tempat di mana Gen Z akan bekerja dan
calon internal customer (rekan kerja). Berikutnya adalah
analisis siapa pesaing (competitor) baik sesama Gen Z yang
memiliki latar belakang pendidikan dan ketrampilan yang
sama atau yang berbeda, namun bisa menjadi potential
competitor.
Mengetahui pesaing sama pentingnya dengan
mengenali pelanggan karena di situlah letak
keseimbangan analisis. Setelah mengetahui perubahan
di sekitar, kita perlu mempersiapkan strategi untuk
menghadapi perubahan itu. Inilah tahapan mengenal diri
sendiri atau company.
Untuk menjawab 4C-Diamond, Gen Z haruslah
membuat analisis yang berikutnya, yakni TOWS (threats,
opportunity, weakness, strength). Dalam analisis TOWS
ini, Gen Z diajak untuk melihat dari dua sisi yang berbeda,
sama seperti mata uang, setiap kelebihan ada kelemahan,
C O M P A S S

begitu juga setiap ancaman ada peluang.


Dua faktor yang pertama adalah threats dan opportunity
yang merupakan uncontrollable factor karena berupa
external factor. Sedangkan dua faktor yang berikutnya
adalah weakness dan strength adalah controllable factor
yang merupakan internal factor.
Buatlah analisis berdasarkan matrik yang terdiri dari
empat variabel TOWS. Tulislah di setiap matrik tersebut
setiap ancaman yang berpotensi menjadi halangan untuk
maju. Lalu, peluang apa saja yang bisa saja timbul dari
ancaman tersebut. Buatlah daftar dari kelemahan baik dari
pengetahuan, ketrampilan yang nantinya akan perlu kita
terima, antisipasi dan upgrade.
Pada setiap kelemahan, pastilah timbul kekuatan,
buatlah daftar kekuatan tersebut. Daftar kekuatan yang
ada pada diri akan menentukan langkah berikutnya
dalam menyusun positioning, differentiation dan
personal brand. Sebagai contoh, thread dengan adanya
digitalisasi yang menuntut Gen Z untuk lebih melek
teknologi. Opportunity-nya adalah adanya peluang untuk
meningkatkan kualitas diri yang lebih tinggi dengan
adanya keterbukaan informasi yang luas dan mudah.
Langkah yang ketiga adalah menyusun positioning,
differentiation, brand (PDB). Setelah mengetahui
perubahan yang terjadi dan mengetahui sumber daya
yang dimiliki, maka langkah berikutnya adalah menyusun
strategi yang diawali menentukan positioning diri.
Mengutip buku Marketing Basic dari MarkPlus Institute,
positioning digunakan untuk memosisikan diri di benak
pelanggan dengan membangun kepercayaan, keyakinan
dan kompetensi bagi pelanggan yang terkait dengan
C O M P A S S

bagaimana menciptakan being di dalam benak pelanggan


dan membimbing mereka dengan kredibilitas. Jadi bisa
disimpulkan, positioning adalah bagaimana seorang Gen
Z ingin dipersepsikan, sebagai apa dan siapa di benak
pelanggan dan masyarakat secara luas.
Differentiation merupakan elemen kedua yang terdiri
dari konten, konteks, dan infrastruktur. Pada sisi konten
adalah apa saja yang akan ditawarkan sebagai pribadi
untuk menarik calon pelanggan (perusahaan) yang akan
merekrut. Konteks adalah bagian kedua dari diferensiasi
yang mencakup bagaimana cara menawarkan kepada
calon pelanggan.
Lalu, infrastruktur adalah elemen yang akan
mengombinasikan konten dan konteks. Langkah terakhir
adalah menentukan brand, tentukanlah brand integrity,
brand image, dan brand identity yang ingin dibentuk oleh
Gen Z.
Sosok yang lekat dalam ingatan dan memiliki PDB
sangat kuat adalah almarhum Bapak Ahmad Bambang,
peraih penghargaan Marketeers of The Year 2016 yang
meninggal pada 10 Mei 2021. Saat meraih penghargaan
tersebut, ia adalah Direktur Marketing PT Pertamina
(Persero). Sebagai tim dari MarkPlus, Inc., saya mendapat
kesempatan bekerja sama dengannya sejak tahun 2016.
Dalam berbagai kesempatan Pak AB, begitu ia akrab
disapa, merupakan sosok yang mampu membangun
PDB dan implementasi Ikigai secara apik. Pak AB mampu
mengorkestrasikan berbagai elemen yang beliau pimpin.
Secara personal, Pak AB memiliki positioning seorang
pemasar sejati. Ia juga memiliki gaya khas dan humoris
serta selalu berusaha dekat dengan pelanggan internal
C O M P A S S

dan eksternal. Ia juga selalu berusaha mengerti anxiety


dan desire pelanggan dan punya network sangat luas dari
berbagai elemen masyarakat.
Untuk differentiation, beliau adalah seorang visioner
berjiwa CI-EL alias memiliki creativity, innovation,
entrepreneurship, dan leadership yang kuat. Pak AB selalu
mempunyai konsep untuk setiap rencana strategi dan
mengawal implementasi sebuah pekerjaan yang mana
fase implementasi merupakan 95% porsi penting yang
menentukan berhasil atau tidaknya sebuah rencana.
Sosok ini juga sangat jelas dalam mengimplementasikan
konsep Ikigai yang ditulis oleh  Akihiro Hasegawa dalam
kesehariannya. Inti dari konsep tersebut adalah melakukan
self-evaluation melalui beberapa pertanyaan, seperti apa
yang saya sukai? Apa yang bisa saya lakukan dengan baik?
Apakah kemampuan saya itu layak mendapat bayaran?
Apa yang dibutuhkan dunia dari saya?
Tidak cukup dengan berbuat, Pak AB juga
mendokumentasikan pemikirannya dalam sebuah buku
berjudul d’Gill Marketing: Think Like There is No Box! yang
diterbitkan oleh penerbit Gramedia. Buku ini berisi
pemikiran dan pengalamannya di Pertamina. Lewat buku
ini, pembaca diajak untuk berkreasi seluas mungkin dan
tak lelah menggali ide-ide dan terobosan gila, sehingga
tercipta inovasi baru.
Sukses dengan buku pertama, ia meluncurkan sekuel
kedua, saat ia bekerja di Kementerian BUMN. Secara
khusus, buku kedua ini ditujukan kepada pengelola BUMN.
Buku ini berjudul Marketing Platform for BUMN: d’Gil
Marketing II yang juga diterbitkan oleh Gramedia pada
tahun 2017. Baginya, agar tetap eksis di masa depan, BUMN
C O M P A S S

harus berpikir secara CRAZY. CRAZY yang merupakan


akronim dari Combining, Reducing, Adventuring,
Zooming, dan Yoyo-ing.
Singkatnya, positioning dan differentiation yang kuat
menghasilkan personal brand Ahmad Bambang dengan
equity yang sangat tinggi. Sehingga, pada akhirnya
menghasilkan brand loyalty dan brand advocacy yang tak
akan lekang oleh waktu.
Tulisan ini saya tutup dengan kutipan dari Chris
Ducker. “Your personal brand is what people say about
you when you are not in the room–remember that. And
more importantly, let’s discover why!”  Nah, siapkan Anda
memarketingkan diri Anda?
C O M P A S S

Tahap Mengelola SDM Kekinian

Proses human transformation dalam perusahaan


membutuhkan pengelolaan sumber daya manusia
dengan pendekatan kekinian. Teknologi memainkan
peranan di era workspace baru ini.

Oleh Sigit Kurniawan


C O M P A S S

D
i era pascapandemi seperti sekarang, banyak
perusahaan sedang berjuang melakukan
pemulihan bisnis. Mengingat lanskap industri
yang sedemikian berubah, perusahaan
melakukan pemulihan dengan beragam penyesuaian.
Percepatan digitalisasi, kerja jarak jauh (remote working),
perubahan perilaku customer, perkembangan generasi,
dan sebagainya menuntut perubahan melakukan
adaptasi. Salah satunya, perubahan dalam pengelolaan
sumber daya manusia dalam perusahaan atau talent
management.
Talent management menjadi langkah penting
bagi perusahaan untuk melakukan transformasi
bisnis pascapandemi. Siap tidak siap, perusahaan
harus membenahi sistem pengelolaan SDM tersebut.
Perusahaan memasuki era workspace baru yang tak sama
lagi dengan workspace saat prapandemi.
Dalam konteks baru ini, Redaksi Marketeers pada edisi
Juni mengulas mendalam pengelolaan talenta di era
workspace baru tersebut. Tentu banyak tantangan dan
peluang yang diambil oleh perusahaan – khususnya
bagian Human Resources (HR). Meski banyak perubahan,
substansi pengelolaan talenta ini masih sama.
Mengacu pada konsep talent management dari
MarkPlus Institute, redaksi membahas enam proses
pengelolaan SDM. Masing-masing proses disajikan
dengan serangkaian contoh kasus di perusahaan. Keenam
proses itu, antara lain planning, attracting, selecting,
developing, retaining, dan transitioning.
Pada tahap planning, perusahaan merancang desain
pengelolaan SDM sesuai dengan arah perusahaan. Di sini,
C O M P A S S

diperlukan manpower planning sekaligus pengelolaan


workface yang jelas sesuai dengan kebutuhan saat
ini. Tren work-from-home maupun remote working
menjadi bahan pertimbangan. Termasuk dengan regulasi
komposisi jumlah SDM yang boleh masuk kerja. Hal ini
akan menentukan desain workspace yang baru. Di tahap
awal ini, perusahaan menentukan persyaratan atau kriteria
orang-orang yang akan direkrutnya. Jumlah Gen Z yang
makin mewarnai dunia kerja harus dipertimbangkan.
Tahap attracting mengacu pada strategi employer
branding perusahaan. Employer branding sederhananya
dimengerti sebagai upaya perusahaan meningkatkan
reputasi sehingga menjadi tempat dan pilihan terbaik
dalam bekerja. Ada upaya perusahaan memarketingkan
dirinya ke luar. Nilai tambah apa saja yang didapatkan
orang ketika bekerja di sebuah perusahaan. Nilai-nilai
tersebut dikomunikasikan ke luar. Tahap ini menyangkut
juga bagaimana perusahaan mengiklankan lowongan
kerja – situs pencarian kerja, aktivasi online/offline, dsb.
Tahap selecting mengacu pada proses seleksi. Ini
menyangkut kriteria dan cara merekrutnya. Proses
rekrutmen dilakukan secara online atau gabungan antara
online dan offline. Termasuk tahapan dalam proses seleksi
– dari awal sampai penerimaan karyawan. Akselerasi
digital yang terjadi sekarang yang mana proses kerja lebih
didominasi dengan pekerjaan daring memengaruhi jobs
description yang dicari. Dan, jejak digital juga menjadi
salah satu bahan pertimbangan perusahaan untuk
merekrut seorang karyawan.
Tahap developing menyangkut pengembangan talent
perusahaan. Ini terbagi dua, karyawan baru dan karyawan
C O M P A S S

lama. Pengembangan pertama menyangkut proses


internalisasi nilai dan kultur perusahaan pada karyawan
baru. Pengembangan kedua menyangkut pemberdayaan
karyawan lama. Caranya beragam, entah itu learning,
training, coaching, hingga counseling. Tak boleh
dilupakan, role modeling juga berperan dalam proses
pengembangan ini. Termasuk sistem apresiasi pada
karyawan-karyawan yang berperforma bagus.
Tahap retaining menyangkut upaya perusahaan
mempertahankan karyawan agar kerasan bekerja.
Biasanya, hal ini terkait dengan kultur atau lingkungan
kerja yang membuat karyawan kerasan. Selain career
path jelas, juga sistem remunerasi yang jelas sekaligus
fair. Termasuk fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh
perusahaan agar karyawannya makin betah. Misalnya,
fasilitas kerja, olahraga, entertainment, bonus, asuransi,
kompensasi, dan sebagainya.
Tahap terakhir adalah transitioning. Perusahaan pada
tahap ini memiliki sistem mengatur karyawan yang
sudah pensiun. Termasuk memiliki succession plan untuk
menjawab karyawan yang resign. Seperti memikirkan
sistem penggantian karyawan, pemutusan hubungan
kerja, pesangon, dan sebagainya.
Seperti apa? Simak kisah-kisah perusahaan dalam
menerapkan keenam langkah pengelolaan talenta
tersebut.
C O M P A S S

The Talent Management Model


Comprises Six Talent Processes

PLANNING
• Business strategy understanding
• Measurement and evaluation
• Workforce plan development

TRANSITIONING ATTRACTING
• Succession planning
• Retirement • Employee value proposition
• Exit interview • Marketing

SELECTING
RETAINING
• Talent and acquisition
• Freelancers and Consultants

• Culture

DEVELOPING
• Remuneration strategy

• Onboarding
• Performance appraisals
• Learning and development
C O M P A S S

Planning
Akselerasi Dunia Kerja Masa Depan

Sebelum pandemi melanda, Revolusi Industri 4.0 telah


menjadi topik hangat di dunia bisnis. Sebagian pelaku
bisnis bahkan telah mengimplementasikan. Sehingga,
perencanaan pengembangan SDM pascapandemi
menjadi lebih cepat.

Oleh Ign. Eko Adiwaluyo, Annisa Bella, Clara Ermaningtiastuti


C O M P A S S

T
erjadi perubahan lanskap bisnis di berbagai
industri semenjak pandemi COVID-19 melanda.
Perubahan juga terjadi pada operasional bisnis.
Terutama, disebabkan oleh kebijakan work from
home (WFH) yang diterapkan hampir di semua kantor.
Kondisi tersebut tak urung juga membuat human
resource departement (HRD) harus melakukan review
pada berbagai rencana yang telah mereka susun sebelum
pandemi. Bagian ini menjadi sangat vital bagi operasional
bisnis. Perusahaan harus membuat sebuah sistem kerja
baru dan menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang
bisa langsung adaptif dengan kondisi dan lingkungan
kerja model baru selama pandemi.
Bisa dikatakan, tidak semua perusahaan langsung
siap dengan perubahan ini. Terutama, perusahaan yang
belum melakukan transformasi digital dalam berbagai
proses bisnis, termasuk pada sistem pendukung, seperti
keuangan, SDM, dan lainnya.
Salah satu perusahaan yang terbilang bisa dengan
cepat beradaptasi alias memiliki kesiapan menghadapi
kondisi ini adalah PT Astra International, Tbk. (Grup
Astra). Sejak beberapa tahun lalu, Grup Astra sudah
mengimplementasikan berbagai inisiatif dalam
pengelolaan SDM modern.
“Kami sudah melakukan berbagai antisipasi, tidak
terkait dengan pandemi, tapi lebih ke Revolusi Industri
4.0 yang sudah ramai dibicarakan sekitar lima tahun lalu.
Lebih spesifik lagi pada future of work. Tim kami sudah
melakukan riset tentang future of work. Hasilnya, kami
sudah menerapkan berbagai inisiatif, seperti organization
agility, requirement leadership competencies, hingga
C O M P A S S

membangun digital learning roadmap, dan sebagainya,”


kata A. Budi Santoso, Chief Corporate Human Capital
Development PT Astra International Tbk.
Adanya pemikiran dan perencanaan yang jauh ke depan,
membuat Grup Astra dapat langsung melakukan adaptasi
dengan perubahan ketika pandemi melanda. Bagi salah
satu grup usaha terbesar di negara ini, pandemi justru
menjadi momentum akselerasi terhadap persiapan future
of work yang telah mereka lakukan.
“Bila dulu kami masih menyebutnya future of work,
sekarang ini sudah terjadi. Bagi kami ini merupakan
akselerasi pada apa yang sudah kami siapkan untuk
mengantisipasi future of work sejak tahun 2017,”
tambahnya.
Menurut laporan Deloitte, future of work didefinisikan
sebagai hasil dari banyak kekuatan perubahan yang
memengaruhi tiga dimensi yang sangat terkait dari
sebuah organisasi, pekerjaan (apa) tenaga kerja (siapa),
dan tempat kerja (di mana). Kekuatan perubahan yang
dimaksud salah satunya adalah teknologi yang semakin
maju pesat dan mengubah wajah dunia kerja dan
pekerjaan.
Terkait future of work ini, pada tahun 2019 McKinsey
& Company pernah menerbitkan sebuah analisis yang
mengkaji tentang dampak teknologi otomasi pada
perekonomian dunia kerja. Pada dasarnya, teknologi
berdampak positif pada perekonomian.
Teknologi, khususnya, otomasi berpotensi meningkatkan
produktivitas dan pertumbuhan PDB di Indonesia. Tidak
hanya itu, meningkatkan penghasilan bagi tenaga kerja
serta memberikan peluang bisnis bagi pelaku usaha.
C O M P A S S

Memang, teknologi otomasi akan mengikis beberapa


jenis pekerjaan. Namun, di sisi lain teknologi dipercaya
akan menciptakan lapangan kerja bagi 25 juta angkatan
kerja baru di Indonesia pada tahun 2030. Diperkirakan
akan ada penambahan 23 juta pekerjaan, termasuk
sepuluh juta pekerjaan yang belum ada saat ini.
Penambahan jumlah lapangan pekerjaan ini menjadi
sangat penting lantaran pada tahun 2030 Indonesia akan
mendapat bonus demografi.
Sederhananya, pandemi COVID-19 telah membuat
proyeksi-proyeksi tentang future of work menjadi
kenyataan. Dengan kata lain, apa yang dianggap baru
akan terjadi dalam dunia kerja beberapa tahun lagi,
sekarang sudah terjadi. Pandemi telah mengakselerasi
penerapan teknologi di lingkungan kerja yang awalnya
diprediksi baru akan terjadi beberapa tahun lagi.
Setidaknya pada sisi penerapan WFH yang
kemungkinan besar akan terus berlanjut dan penggunaan
teknologi untuk transaksi, kolaborasi, konsultasi, edukasi,
otomasi, dan teknologi lain berbasis artificial intelligence
(AI). Pada Februari tahun 2021, McKinsey Global Institute
menerbitkan sebuah laporan berjudul The Future of Work
After COVID-19. Pada laporan tersebut menyatakan bahwa
model bekerja dari rumah akan terus berlangsung. Pada
sistem ekonomi maju, sekitar 20%-25% jenis pekerjaan bisa
sama efektifnya dilakukan secara jarak jauh, antara tiga
hingga lima hari, dibanding dengan bekerja di kantor.

Akselerasi
Seperti halnya Grup Astra, sebelum pandemi terjadi,
berbagai perusahaan di Indonesia juga sudah mulai
C O M P A S S

bersiap menyambut kehadiran Revolusi Industri 4.0 yang


memunculkan future of work. Di antaranya, PT Pegadaian
(Persero) yang pada dasarnya sudah mulai melakukan
digitalisasi sebelum pandemi.
Bisa dikatakan, pandemi bukan satu satunya pemicu
bagi perusahaan pelat merah ini untuk mengembangkan
roadmap pengembangan human capital untuk
menyongsong perubahan akibat teknologi. Sebelum
masa transformasi Pegadaian sudah mempunyai rencana
bahwa pada tahun 2020 akan menerapkan platform baru.
Perencanaan ini sudah mereka siapkan sejak tahun 2019
untuk masa hingga tahun 2023.
“Pandemi ini menjadi akselerator, jadi ada platform yang
direncanakan digunakan tahun 2022, tapi akhirnya maju
ke tahun 2020 akibat pandemi. Di antaranya, menerapkan
model work from home WFH. Memang, sempat struggle
dengan anggapan bahwa WFH itu tidak bekerja, tapi pada
akhirnya semua berjalan lancar,” kata Wahid Abdi, Head Of
HR Department PT Pegadaian (Persero).
Begitu juga dengan BCA yang tetap menjalankan
berbagai strategi pengembangan kompetensi karyawan
dan produktivitas selama pandemi. Hal tersebut dilakukan
dengan perbaikan IT system yang mempermudah akses
dan kontrol.
“Kami juga melakukan up-skilling, re-skilling dan, re-
deployment karyawan untuk menjalankan peran yang
berbeda sesuai perkembangan dan ekspansi bisnis
akan terus dilakukan. Hal itu didukung oleh berbagai
program pelatihan dan pengembangan, khususnya
yang dilaksanakan secara online selama masa pandemi,”
kata Rudi Lim, Executive Vice President Human Capital
C O M P A S S

Management BCA.

Otomasi dan masa depan pekerjaan di Indonesia


Masa depan pekerjaan cukup positif untuk Indonesia: lebih banyak pekerjaan baru yang akan
tercipta pada tahun 2030 daripada pekerjaan yang akan hilang dikarenakan otomasi

23 juta Layanan kesehatan, konstruksi,


Lapangan pekerjaan dapat digantikan
oleh proses otomasi manufaktur dan ritel
akan memperoleh manfaat dari meningkatnya kebutuhan tenaga kerja
27 juta hingga
46 juta 1:5 Juta

lapangan kerja baru dapat diciptakan


dalam periode tersebut BARU BARU

10 juta
dari lapangan kerja tersebut
merupakan jenis pekerjaan baru yang
tidak ada sebelumnya

Sumber: Mckinsey & Company, Otomasi dan Masa Depan Pekerjaan di Indonesia

Berbagai program pelatihan dan pengembangan ini


dimulai dari program trainee, program onboarding.
Kemudian, dilanjutkan dengan program-program
yang membekali pekerja pada aspek teknis, (skill dan
knowledge). Ditambah dengan pengembangan perilaku
kerja agar karyawan dapat memaksimalkan kinerja
sesuai bidangnya serta mempersiapkan mereka untuk
melangkah ke jenjang karier yang lebih tinggi di dalam
organisasi.
Rudi menambahkan, BCA terus berupaya menanamkan
pola pikir dan cara kerja agile agar setiap karyawan
siap menghadapi berbagai tantangan dan dinamika
perkembangan bisnis. Termasuk, menyikapi kemajuan
teknologi, baik yang saat ini tengah terjadi maupun di
masa yang akan datang.
Untuk membangun budaya kerja yang inovatif
dan responsif terhadap perubahan (agile), BCA juga
C O M P A S S

melakukan penyesuaian model bisnis. Bank ini sudah


menerapkan layanan operasional bank yang banyak
menerapkan teknologi otomasi maupun pada person in
charge relationship dengan meningkatkan kapabilitas
para karyawan.
“Selain itu, para pemimpin juga dibekali dengan
program-program terkait dengan agile leadership
agar SDM di BCA dapat menjalankan perannya dengan
menggunakan metode kerja agile dan collaborative,”
tambah Rudi.
Bisa dikatakan, sebagian perusahaan-perusahaan
konvensional sudah mempunyai perencanaan dalam
pengelolaan SDM di era teknologi yang dipercepat oleh
pandemi. Sudah sewajarnya, perusahaan rintisan teknologi
juga memilikinya karena pada dasarnya startup adalah
model sekaligus kontributor dari future of work.
Sejak pandemi melanda di Maret 2020, DANA, startup
dompet digital, dengan sigap memitigasi kondisi
lewat beberapa perencanaan operasional. Termasuk,
memberlakukan kerja dari rumah.
Penerapan pola kerja campuran (hybrid) sebenarnya
telah diterapkan di DANA sebelum pandemi terjadi.
Pola kerja tersebut memungkinkan karyawan untuk
menerapkan sistem bekerja dari rumah tanpa dibatasi
jumlahnya selama setahun. Karena itu, manakala
keputusan pembatasan sosial diberlakukan, DANA dapat
dengan mudah menyesuaikan diri dan segera mungkin
mengimbau seluruh karyawan untuk bekerja dari rumah
sepenuhnya.
Guna mendukung kebijakan tersebut, DANA juga
membentuk tim BCP (Business Continuity Plan) yang
C O M P A S S

terdiri dari gabungan karyawan dari beberapa divisi. Tim


ini berwenang dalam memberikan arahan protokol kerja
dan kesehatan yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan
DANA.
Selama kebijakan bekerja dari rumah berlaku
sepenuhnya, DANA meningkatkan panduan dan aturan
bagi seluruh karyawan. Tujuannya, untuk memastikan
kontribusi SDM tetap maksimal dan operasional berjalan
dengan baik. Untuk itu, DANA menerapkan kebijakan
daily check in and check out. Setiap pemimpin dalam
divisi masing-masing bertanggungjawab untuk
memastikan tim bekerja dari rumah masing-masing
hingga tugas dan tanggung jawab dapat tetap terlaksana
dengan baik.
“Seiring bekerja dari rumah terus berlanjut hingga saat
ini, DANA tidak lagi menerapkan kebijakan daily check
in and check out, kami mengalihkannya menjadi weekly
check in and check out. Hal ini turut merefleksikan
kepercayaan DANA kepada seluruh karyawan dalam
bekerja serta membuktikan operasional yang berjalan
dengan baik selama pandemi,” kata Agustina Samara,
Chief People & Corporate Strategy Officer DANA.
Terkait peningkatan kapabilitas SDM, DANA mencoba
menyesuaikan beberapa hal terkait pengelolaan SDM
di masa pandemi. Dimulai dengan meninjau kembali
pemenuhan SDM di masing-masing departemen dan
divisi serta menentukan skala prioritas untuk posisi yang
dibutuhkan dalam jangka waktu pendek.
Mengingat pandemi masih berlangsung, DANA juga
memodifikasi perencanaan kerja dari kantor menjadi kerja
dari rumah dan mengembangkan berbagai konsep baru
C O M P A S S

yang bisa dilakukan oleh seluruh karyawan meskipun dari


tempat masing-masing. “Beberapa inisiatif baru untuk
menunjang kinerja karyawan dalam memaksimalkan
kontribusi individu juga dilakukan selama pandemi. Insiatif
baru tersebut di antaranya pelatihan daring, webinar, dan
banyak lagi,” pungkas Agustina.

QUOTES

“Bila dulu kita masih menyebutnya future of


work, sekarang ini sudah terjadi. Bagi kami ini
merupakan akselerasi pada apa yang sudah kami
siapkan untuk mengantisipasi future of work
sejak tahun 2017.”

A. Budi Santoso,
Chief Corporate Human Capital Development PT Astra
International Tbk.
C O M P A S S

Attracting
Andalkan Kultur Perusahaan

Di tengah keterbatasan jumlah talenta potensial,


perusahaan harus bersaing dengan perusahaan lain
untuk mendapatkan talenta terbaik. Employer branding
dibutuhkan untuk menarik talenta-talenta potensial
sebagai bagian dari business continuity plan.

Oleh Annisa Bella, Clara Hermaningtiastuti, Ellyta Rahma


C O M P A S S

P
eople merupakan elemen terpenting
dalam business continuity plan. Untuk bisa
berkembang, perusahaan tidak bisa sekadar
memanfaatkan teknologi yang mumpuni.
Mereka harus memiliki talenta-talenta terbaik yang bisa
menjalankan hal itu. Tantangan terbesar yang muncul
adalah how to make sure that we have the right people to
run the business. Untuk itu, perusahaan harus bisa menarik
para talenta terbaik untuk mau bergabung menjadi bagian
dari perusahaan tersebut.
Employer branding merupakan salah satu strategi yang
bisa digunakan perusahaan untuk memarketingkan diri
ke luar. Melalui cara ini, perusahaan dapat meningkatkan
reputasi mereka sebagai pilihan terbaik dalam bekerja.
Keseluruhan proses dalam Talent Management dapat
digunakan sebagai bahan untuk melakukan employer
branding. Setiap proses yang terjadi di setiap tahap Talent
Management penting untuk dikomunikasikan. Pasalnya,
hal ini yang akan memengaruhi talenta-talenta di luar
untuk bergabung dengan perusahaan tersebut.
Bahan utama yang harus dipasarkan perusahaan dalam
melakukan employer branding adalah budaya perusahaan
tersebut. Menurut VP of Human Resource Business Partner
Indosat Ooredoo Tito Dipokusumo, daya jual utama yang
dimiliki perusahaan untuk melakukan employer branding
adalah keunggulan budaya perusahaan, bukan benefit.
“Jika ada ketidakcocokan budaya, bisa dipastikan talenta
dalam perusahaan tersebut akan kesulitan meningkatkan
kinerja. Jika perusahaan telah mengetahui budaya apa
yang mereka bangun, maka akan lebih mudah bagi
perusahaan untuk menyeleksi kandidat yang sesuai dari
C O M P A S S

generasi apa pun untuk masuk ke dalam perusahaan,”


terang Tito.
Menilik data Deloitte Global Human Capital Trends pada
2020, kultur menjadi faktor utama yang memengaruhi
kemampuan organisasi untuk membangun rasa memiliki
(belonging) terhadap perusahaan. Melebihi faktor-faktor
lain yang sifatnya lebih individual, seperti kesempatan dan
pengembangan.
Di sisi lain, Accenture Getting to Equal 2020 menemukan,
meski banyak pemimpin perusahaan yang mengakui jika
kultur merupakan prioritas mereka, namun hanya 21% yang
mengidentifikasi kultur sebagai prioritas teratas. Fokus
utama mereka adalah financial performance (76%), brand/
quality (72%), innovation (57%), talent (54%), expansion
(54%), dan diversity (34%).
Hal ini didasari oleh empat alasan utama. Mayoritas leader
mengaku, mereka belum menganggap kultur sebagai hal
yang penting (42%) karena mereka memiliki prioritas lain
dalam bisnis (38%). Selain itu, kultur juga dianggap sulit
untuk dikaitkan dengan performa bisnis (40%) lantaran
sulit untuk diukur (33%). Padahal, di era transformasi ini,
perusahaan memerlukan talenta-talenta yang memiliki
skill set dari emerging competency baru yang ada di setiap
industri.
Guna menarik talenta terbaik, Indosat melakukan
transformasi budaya dengan meremajakan diri sejak tahun
2015. Dimulai dari hal-hal kecil, seperti mengubah kebijakan
dan aturan dalam berpakaian, ruang kerja yang atraktif, dan
hal-hal lain yang berkaitan dengan look and feel.
Secara sistem, Indosat juga melakukan pembenahan
dalam hal performance management. Hal ini berbeda
C O M P A S S

dengan kondisi 10-15 tahun lalu. Saat itu, Indosat


menggunakan kriteria usia dan pengalaman dalam
melakukan promosi karyawan. Saat ini, sistem tersebut
diubah berdasarkan performa dua tahun terakhir dari
masing-masing karyawan.
Tak ada lagi promosi berdasarkan usia dan masa kerja.
Sistem kerja secara mobile melalui aplikasi-aplikasi
pendukung diberlakukan sejak tahun 2016 atau sebelum
masa pandemi COVID-19. Alhasil, Indosat menjadi
perusahaan yang autopilot dalam melakukan remote
working saat tren ini berkembang di tengah pandemi.
Kerangka employer branding serupa dengan model
marketing, yakni attention, interest, desire, dan action
(AIDA). Bagaimana membangun atensi, ketertarikan,
keinginan, dan tindakan. Sama seperti orang marketing
dalam menentukan produk. “Ada segmen, targeting,
dan positioning. Menentukan produk di satu segmen
yang pas, kemudian dengan program marketing yang
pas. Hal ini juga berlaku di dunia Human Resources (HR).
Tentu, dengan koridor yang tetap sesuai dengan value
perusahaan,” ungkap Tito.
Pada tahap membangun atensi, Indosat hadir di media
sosial melalui kampanye Kerja Seru. Sementara, pada
tahap membangun ketertarikan para talenta, Indosat
menghadirkan workshop mengenai perkembangan
teknologi terhadap dunia pekerjaan agar fresh graduates
mengetahui mengenai apa saja yang dimiliki dan
ditawarkan oleh Indosat.
Pada tahap membangun keinginan dan tindakan,
Indosat memberikan pengalaman bekerja terbaik yang
bisa didapatkan para karyawan. Misalnya, bekerja selama
C O M P A S S

lima hari dari rumah tanpa perlu ke kantor, budaya yang


egaliter, dan berbagai hal menarik lain. Dalam membangun
atensi, Indosat lebih banyak menggunakan cara above the
line melalui media sosial. Sedangkan tahap membangun
ketertarikan lebih banyak menggunakan strategi below the
line.
Hampir serupa dengan Indosat, Bukalapak juga
melakukan employer branding. Namun, perusahaan
ini lebih sering bergerak melalui komunitas-komunitas.
Bukalapak berkolaborasi dengan berbagai komunitas
dan organisasi di dalam maupun luar negeri. Misalnya,
mengadakan kegiatan bersama asosiasi perkumpulan
profesional di Amerika Serikat, hingga menggandeng
perhimpunan pelajar Indonesia di berbagai belahan dunia.
Suryo Sasono selaku VP of Talent Bukalapak menjelaskan,
upaya early engagement tersebut tidak hanya dibangun
bagi Gen Z yang telah memasuki dunia kerja, melainkan
juga terhadap para mahasiswa yang tertarik dengan
industri teknologi. Pada kesempatan itu, Bukalapak berbagi
ilmu kepada para Gen Z dan mempromosikan perusahaan
mereka sebagai tujuan tempat kerja pilihan.
Selain Bukalapak, praktik employer branding yang
dilakukan DANA Indonesia juga tak kalah menarik.
Perusahaan ini, bahkan memiliki tim khusus yang bertugas
memantau perkembangan tren dan karakteristik setiap
generasi. DANA memantau Gen Z sebagai generasi fasih
teknologi yang mampu adaptif dalam berbagai situasi yang
begitu cepat.
Sementara, generasi X dan Y cenderung memiliki
pengalaman kerja yang lebih lama dan bijak. Meski dibatasi
dengan perbedaan usia yang jauh, kehadiran generasi
C O M P A S S

X, Y, dan Z dalam sebuah perusahaan akan mampu


memperkuat kondisi perusahaan dalam berkolaborasi.
DANA selalu menanamkan nilai Embrace Change agar
setiap karyawan sadar terhadap perubahan dan perbedaan
di sekitar. Penanaman nilai ini diharapkan dapat membawa
perubahan positif yang mampu mendukung kinerja
perusahaan. Nilai ini yang kemudian dipasarkan DANA ke
luar perusahaan untuk menarik talenta-talenta terbaik
bergabung dengan perusahaan mereka.
Melalui program DANApprentech dan Kampus Merdeka
Internship, DANA berupaya menemukan talenta-talenta
terbaik tersebut. Program magang DANApprentech
ditujukan untuk mencari the next word class tech engineer
selama setahun. Sedangkan program Kampus Merdeka
Internship ditujukan untuk mengembangkan talenta-
talenta muda. Ini dilakukan dengan menggandeng
Kemendikbud.
Awal tahun lalu, DANA juga menggelar program internal
virtual hackathon yang diikuti oleh hampir 100 karyawan
DANA untuk menghasilkan puluhan ide bisnis dan
pengembangan aplikasi DANA yang baru. “We want to
make impact and be a part of bigger purpose. Beberapa
strategi yang dilakukan adalah program BicaraDANA dan
webinar DANAID8,” kata Agustina Samara, Chief People &
Corporate Strategy Officer DANA.
BicaraDANA merupakan program yang dirancang untuk
mengembangkan kemampuan dan keilmuan masing-
masing karyawan dengan menjadi pembicara di acara
eksternal secara gratis. Sementara, webinar DANAID8
merupakan acara yang diselenggarakan oleh DANA selama
tahun 2020 untuk berbagi pengalaman dan ilmu dari
C O M P A S S

internal DANA. Tak sendiri, DANA berkolaborasi dengan


pembicara dari perusahaan lain, seperti tiket.com, TikTok,
Starbucks, staf khusus Presiden RI, dan masih banyak lagi.

Culture, leadership, and personal relationship are the biggest factors


influencing an organization’s ability to create belonging
what factors most influence your organization’s ability to create
a sense of belonging? select up to two

Organizational culture
43%

Leadership behaviors
33%

Personal relationships
24%

Organizational purpose
20%

Opportunity and growth


15%

The nature of the work


14%

Fairness
8%

Sumber: Deloitte Global Human Capital Trends Survey, 2020

Our research examines


the root causes of why
culture is low on the list
and reveals the hurdles to
progress:

We asked leaders who do not have targets in


place around building a more inclusive 42% 40% 38% 33%
environment—but who think they should
said not all of their said it’s hard to said they have said it’s too
have them—what is limiting their organization’s link to business other priorities hard to
organizations’ ability to set those targets. leaders believe it’s performance as a business measure
important

Sumber: Accenture Getting to Equal 2020


C O M P A S S

Leader priorities:
76%
72%
57% 54% 54%

34%
21%
17%

Diversity Culture Environmental


Financial Brand/Quality Innovation Talent Expansion
(Increasing (Building a more (Reducing the
Performance (Building the (Driving (Retaining your (Growing
leadership inclusive carbon footprint of
(Growing profits, reputation of your innovation, best people/ market share,
diversity, workplace your operations)
maximizing organization, developing new talent, expanding into
increasing environment/
shareholder/owner increasing products/ improving new
workforce culture)
returns, reducing responsiveness to services/ employee geographic
costs) customer/citizen content) productivity) markets) diversity)
needs, improving
quality)

Sumber: Accenture Getting to Equal 2020

Pendekatan Inside-Out
Kesadaran untuk melakukan employer branding
memang perlu dimiliki perusahaan. Namun sayang, banyak
perusahaan yang lupa jika employer branding yang baik
perlu dilakukan secara inside-out, bukan outside-in.
Sejumlah perusahaan memilih untuk meningkatkan
citra positif melalui program corporate social responsibility
(CSR) yang disebarluaskan di berbagai kanal. “Strategi
ini memang masif untuk membangun citra, namun
sayangnya tidak sustainable. Perusahaan harus memahami
bahwa strategi yang sustainable dan lebih efektif dalam
membangun citra perusahaan,” ujar Irwan Dewanto, VP
Human Resources Taco Group.
Strategi employer branding yang sustainable bergerak
secara inside-out. Branding dibangun dari karyawan yang
merasa senang dan bangga bekerja di perusahaan. Untuk
itu, perusahaan perlu menghadirkan program, kultur, dan
interaksi kerja yang menarik.
C O M P A S S

“Dengan demikian, karyawan akan bercerita dengan


orang-orang sekitar. Mereka akan bercerita meskipun di
tengah pandemi, perusahaan tetap peduli terhadap well-
being dan kondisi karyawan. Cerita-cerita langsung seperti
ini akan terus berputar dan proses branding akan terus
terjadi. Dari sisi bujet, strategi ini lebih murah dan memiliki
efektivitas tinggi,” terang Irwan.
Ia menilai strategi employer branding inside-out efektif
untuk digunakan di setiap generasi. Dasar employer
branding inside-out adalah membangun interaksi
yang baik antara perusahaan dan kayawan. Sehingga,
perusahaan didorong untuk kenal dan berempati dengan
karyawan mereka.
Dalam proses mencari tahu ciri unik dan keinginan
karyawan dari setiap generasi, perusahaan bisa merujuk
pada sejumlah data yang menggambarkan perbedaan
karakter dari masing-masing generasi. Contohnya,
sejumlah penelitian menemukan jika Gen Y dan Gen
Z ternyata bukan generasi yang tergolong matre. Gaji
memang penting, namun mereka juga memerhatikan
nilai-nilai apa yang dianut oleh perusahaan.
“Sebagai contoh, visi Taco Group yang ingin menjadi
rahmat dan saluran berkah bagi stakeholder Taco. Pesan ini
yang dikomunikasikan kepada generasi muda. Nilai mulia
seperti ini sangat engaging untuk mereka,” imbuh Irwan.
Tak hanya Taco Group, BCA pun menyadari hal yang
sama. BCA mencermati jika setiap generasi memiliki
karakter yang berbeda-beda, sehinga perlu dilakukan
pendekatan dengan cara yang berbeda. Executive Vice
President Human Capital Management BCA Rudi Lim
mengatakan, BCA tidak pernah berhenti melakukan
C O M P A S S

adaptasi dan riset agar tetap relevan dengan setiap


generasi. Hal ini juga bertujuan untuk menciptakan work
environment yang holistik.
Untuk mendekatkan karakter dari generasi yang berbeda,
BCA mengembangkan pelatihan bagi para leader,
terutama yang berasal dari Gen X mengenai pengenalan
dan pemahaman dari generasi yang lebih muda. Dengan
cara ini, BCA membangun lingkungan kerja yang nyaman
dan menyenangkan bagi setiap generasi. Hal ini yang
kemudian dipasarkan BCA secara aktif melalui kegiatan
corporate branding. Bentuknya berupa pengenalan profil
perusahaan dan pengalaman kerja di industri perbankan
dengan mengkampanyekan Employer Value Proposition
(EVP) yang terdiri dari Friendly Environment dan
Continuous Improvement.
“EVP ini akan menjadi value utama yang akan dilihat oleh
para talenta sebagai suatu advantage jika bekerja di BCA.
Kegiatan corporate branding tersebut dilaksanakan melalui
campus hiring, job fair, dan seminar daring,” terang Rudi
Lim.
Perlu disadari, perusahaan saat ini harus bersaing dengan
perusahaan-perusahaan lain untuk menemukan talenta
terbaik. Namun, bukan hanya dengan menawarkan
pendapatan yang besar. Agar talenta terbaik mau
melabuhkan diri di perusahaan Anda, aktivitas employer
branding perlu dilakukan dengan menjelaskan nilai-nilai
positif yang variatif dari perusahaan Anda. Ingat, bukan
hanya perihal materi, namun budaya perusahaan yang
kemudian menjadi pertimbangan utama para talenta
untuk bergabung dan loyal terhadap suatu perusahaan.
C O M P A S S

QUOTES

“Jika ada ketidakcocokan budaya, bisa dipastikan


talenta dalam perusahaan tersebut akan
kesulitan meningkatkan kinerja. Bila perusahaan
punya kutur kuat, maka akan lebih mudah
menyeleksi kandidat, siapa pun mereka.”

Tito Dipokusumo
VP of Human Resource Business Partner Indosat Ooredoo
C O M P A S S

Selecting
Semakin Selektif

Pelaku bisnis kian dituntut adaptif pada perkembangan


teknologi. Penguatan di sumber daya manusia (SDM)
mutlak dibutuhkan untuk memuluskan transformasi
perusahaan. Proses seleksi jadi kian penting dan
krusial.

Oleh Muhammad Perkasa Al Hafiz, Annisa Bella, Clara

Ermaningtiastuti, Ellyta Rahma, Ign. Eko Adiwaluyo


C O M P A S S

T
ahun 2020 meninggalkan pola baru bagi
perusahaan dalam menjalankan operasional
bisnis. Terlepas ada pandemi atau tidak,
perusahaan memang harus segera melakukan
transformasi digital. Namun, kehadiran pandemi
membuka mata banyak organisasi untuk mempercepat
proses transformasi tersebut. Termasuk proses digitalisasi,
kerja jarak jauh (remote working), dan adaptasi lainnya.
Untuk mendukung proses tersebut, perusahaan harus
memiliki tenaga kerja mumpuni. Sehingga, bagian proses
talent management mendapat pembenahan. Tidak
hanya itu, perusahaan juga harus memerhatikan proses
rekrutmen atau seleksi.
Tahapan seleksi ini berkaitan dengan kriteria dan
cara melakukan rekrutmen. Umumnya, perusahaan
kini melakukan proses rekrutmen secara daring atau
gabungan antara daring dan luring atau yang populer
dikenal dengan omni.
Di tengah kondisi sulit seperti setahun belakangan
ini, proses rekrutmen tidak melulu soal mencari talenta
baru dari luar. Tidak sedikit, perusahaan yang melakukan
rekrutmen internal untuk mengisi posisi tertentu atau bisa
juga disebut sebagai proses mutasi karyawan. Bahkan,
proses rekrutmen internal ini akan didahulukan sebelum
memutuskan untuk menarik talent baru. Hal tersebut
telah dilakukan oleh PT Pupuk Indonesia (Persero) dan PT
Pegadaian (Persero).
“Sebelum pandemi, ada management development
program (MDP) untuk merekrut 1.000 orang setahun.
Sejak ada pandemi, rekrutmen kami lebih selektif. Bahkan,
kami akan cari di internal dulu baru kemudian eksternal.
C O M P A S S

Intinya, kami lebih selektif,” ujar Wahid Abdi, Head of HR


Department PT Pegadaian (Persero).
Proses seleksi karyawan juga semakin ketat di Pupuk
Indonesia. Pasalnya, saat ini perusahaan sedang
melakukan moratorium atau penundaan melakukan
rekrutmen karyawan tetap. Moratorium ini dilakukan
seiring dengan proses transformasi bisnis yang dilakukan
oleh perusahaan. Sebab itu, perusahaan gencar
melakukan rekrutmen internal.
“Kementerian BUMN memberikan KPI untuk Pupuk
Indonesia agar memiliki program pengembangan talenta
yang dapat menjawab tantangan saat ini. Kini, kami
sedang melakukan seleksi talenta untuk mendapatkan
top talent dari pekerja milenial dan perempuan. Ini yang
menjadi target KPI tahun 2021,” ujar Winardi Sunoto,
Direktur SDM dan Tata Kelola PT Pupuk Indonesia
(Persero).
Top talent ini ditujukan untuk mengisi posisi jajaran
direksi. Penunjukkan milenial menduduki kursi jajaran
direksi menjadi salah satu eksperimen Kementerian
BUMN untuk menjadikan BUMN sebagai pabrik talenta.
Kementerian ini menerapkan strata mulai dari BOD, BOD
minus 1, BOD minus 2, dan seterusnya sampai tingkatan
paling bawah.
Winardi menambahkan, top talent milenial dan
perempuan diprioritaskan untuk posisi tertentu.
Diharapkan top talent perempuan ini bisa mencapai
5% dari jumlah karyawan perempuan yang dimiliki
perusahaan. Khusus top talent milenial, talent akan
mengisi kebutuhan di BOD minus 1 dan BOD minus 2.
Tahun ini, perusahaan sudah mendapatkan 400 calon
C O M P A S S

talent yang akan diseleksi.


Lain hal yang terjadi di PT Astra International Tbk.
Sebagai grup usaha yang menerapkan sistem stategic
management holding, pada tahun 2020 perusahaan
mengeluarkan kebijakan freeze recruitment. Kebijakan
terkait SDM ini datang dari holding dan diterapkan ke
anak-anak usaha. “Lalu, tahun ini kebijakannya adalah
open recruitment tapi prudent approach alias terbatas.
Kebijakan ini dilakukan oleh semua anak usaha sesuai
dengan kondisi masing-masing anak usaha,” kata A. Budi
Santoso, Chief Corporate Human Capital Development PT
Astra International Tbk.
Saat ini, metode rekrutmen dilakukan secara daring,
seperti yang dilakukan oleh Tokopedia, Bukalapak, DANA,
dan Bank BCA. Banyak perusahaan yang memanfaatkan
teknologi digital untuk melakukan wawancara virtual,
penyediaan informasi seputar peluang karier, proses
aplikasi kerja, hingga tahapan seleksi awal dan wawancara.
“Selama pandemi, kami berusaha memaksimalkan
penggunaan sistem dan teknologi dalam menjalankan
proses rekrutmen. Seluruh metode yang sebelumnya
offline diubah menjadi online. Kami juga menggunakan
beberapa metode baru untuk meningkatkan success rate
dari kandidat yang bergabung ke perusahaan,” papar VP
of Talent Bukalapak Suryo Sasono.
Teknologi digital juga jamak digunakan untuk
memperluas jangkauan pencarian talenta. Misalnya,
Pegadaian yang menggunakan applicant talent
system. Platform ini bukan hanya terhubung ke portal
rekrutmen perusahaan tapi hampir ke semua portal yang
mengakomodir job vacancy, sehingga jangkauannya lebih
C O M P A S S

luas.
“Dalam meningkatkan kualitas dan kecepatan proses
rekrutmen, BCA memanfaatkan perkembangan teknologi,
seperti penerapan robotic process automation (RPA) serta
aplikasi tracking system yang saat ini telah digunakan,”
jelas Rudi Lim, Executive Vice President Human Capital
Management PT Bank Central Asia Tbk.

Indonesian companies’ transformation plans


are focused on immediate priorities
Target workforce upskilling/reskilling toward critical talent pools 74%
Reinvent flexibility 55%
Expand our talent and learning ecosystem 49%
Target reskilling toward those ”most at risk” of job displacement 36%
Undertake significant workforce transformation 35%

54% Collaboration skills 7% Internal political influence/networking/brokering

49% Adaptability/growth mindset (open to change)


8% Market sensing (commercial empathy)

48% Self-management/prioritization skills


11% Inspiration and engagement skills

Sumber: Mercer 2020 Global Talent Trends Study – Local Companion Report (Indonesia Edition)

Prasyarat Utama
Pengalaman kerja jarak jauh (remote working) dan
kebutuhan perusahaan untuk menyesuaikan kapasitas
pekerja dengan cepat telah membentuk rencana
transformasi pada tahun 2021. Sebagian besar perusahaan
berfokus untuk membangun ulang atau meningkatkan
keterampilan di talent pool. Lalu membangun budaya
fleksibilitas dan menambah talent serta ekosistem
pembelajaran untuk mengakselerasi fleksibilitas tersebut.
C O M P A S S

Hanya sekitar 35% pemimpin HR di Indonesia yang


bertekad melakukan transformasi tenaga kerja secara
besar-besaran. Hal ini merupakan survei dari lembaga
riset Mercer bertajuk 2020 Global Talent Trends Study –
Local Companion Report (Indonesia Edition) kepada 88
pemimpin human resource (HR) di Indonesia.
Tentu, individu yang cakap dalam menggunakan
teknologi digital kian dicari oleh perusahaan. Di sisi lain,
survei juga menemukan bahwa para pemimpin tersebut
khawatir terhadap keterampilan yang dimiliki oleh para
karyawan mereka. Keterampilan berkolaborasi (54%) dan
kemampuan beradaptasi (49%) menempati urutan teratas
sebagai keterampilan yang wajib dimiliki karyawan di
tengah kondisi saat ini.
Hal ini diakui oleh Bank BCA. Bank ini telah melakukan
berbagai inisiasi demi mengasah dan mengembangkan
talenta karyawan BCA. Kebutuhan karyawan yang berlatar
belakang IT dan akan bekerja dalam lingkup IT juga
meningkat sejalan dengan proses digitalisasi dan otomasi
yang merambah di berbagai bidang.
Bagi karyawan yang bukan bekerja di bidang IT ataupun
bukan berlatar belakang IT juga diberi kesempatan
mengembangkan diri untuk lebih memahami dunia
digital dan programming. Di antaranya, dengan
mengaplikasikan pelatihan dan penerapan low code
programming bagi karyawan dari berbagai bidang.
Selain itu, BCA juga meluncurkan program Digital
Buddy (D-dy) guna mendukung inisiatif transformasi
digital di BCA. Program ini menggunakan metode reverse
mentoring dengan pendekatan bottom up, karena Digital
Buddy pada umumnya adalah generasi milenial. Mereka
C O M P A S S

dipilih untuk memandu para karyawan non-digital savvy


agar siap memasuki dunia digital, serta belajar tentang
berbagai ekosistem digital dan tren kerja baru di era
digital. “Program ini juga bertujuan untuk memperkuat
budaya inovasi dan kolaborasi perusahaan,” ujar Rudi Lim.
Sudut pandang lain disampaikan oleh DANA.
Perusahaan layanan keuangan digital ini melihat
pentingnya kecakapan calon SDM dalam mengantisipasi
pola kerja di masa yang akan datang, seperti kemampuan
menyelesaikan masalah dengan lebih kritis, ketahanan,
dan kerja tim.
“Kecakapan tersebut semakin dominan dibutuhkan
untuk memastikan suksesnya sebuah tim dan
perusahaan. Selama masa pandemi, DANA tetap
melakukan rekrutmen sesuai dengan kebutuhan dan
urgensi dari setiap tim di departemen atau divisi terkait,
baik untuk karyawan tetap, kontrak, maupun magang,”
ujar Agustina Samara, Chief People & Corporate Strategy
Officer DANA.

Jejak Digital
Dalam proses rekrutmen, psikotes dan wawancara
adalah snapshot. Proses ini sangat dipengaruhi oleh
kondisi calon karyawan pada hari itu. Bisa jadi karyawan
sedang tidak baik mood-nya, sedang dalam kondisi tidak
fit, kurang tidur, panik, cemas, atau gugup bisa sangat
memengaruhi hasil dari rekrutmen. Faktor-faktor tersebut
sangat memengaruhi pembacaan personality calon
karyawan. Padahal, bisa jadi sebenarnya mereka tidak
memiliki sifat yang ia tunjukkan saat proses rekrutmen
tersebut.
C O M P A S S

Di Tokopedia, secara umum, prinsip penentuan status


kepegawaian dan kebutuhan rekrutmen bergantung pada
kebutuhan SDM untuk mendukung pertumbuhan bisnis
secara dinamis. Tokopedia juga mempertimbangkan
segala aspek dalam rekrutmen, mulai dari kesesuaian
kompetensi serta kapabilitas calon karyawan, pengalaman
kerja, dan sebagainya.
“Rekam jejak digital juga dapat menjadi salah satu
pertimbangan, mengingat karyawan juga akan berperan
sebagai brand ambassador perusahaan. Namun, hal
terpenting adalah memiliki kesamaan visi dan misi
dengan Tokopedia dalam mendorong pemerataan
ekonomi Indonesia melalui teknologi,” kata Libertha
Hutapea, AVP of People Partner & Talent Development
Tokopedia.
Sementara itu, Irwan Dewanto, VP Human Resources
Taco Group menilai media sosial memiliki kekuatan untuk
membaca orang dari interaksi yang bersifat longitudinal.
Perekrut bisa melihat perilaku calon karyawan dalam
berinteraksi, mengekspresikan diri, memilih kata-kata
untuk disampaikan dengan jejak yang berasal dari
kondisi emosi beragam. “Penelusuran jejak digital sangat
diperlukan untuk membaca apakah calon karyawan ini
benar-benar cocok dengan apa yang dicari perusahaan
atau tidak,” kata Irwan Dewanto, VP Human Resources
Taco Group
Berbagai pendekatan ini diharapkan dapat membantu
perusahaan dalam menemukan talenta yang cocok.
Mencari kecocokan di awal sangat penting. Pasalnya,
perusahaan di Indonesia kerap kesulitan untuk memutus
hubungan kerja dengan karyawan apabila terjadi
C O M P A S S

ketidakcocokan, meskipun karyawan tersebut terbukti


tidak dapat memenuhi ekspektasi. Selain itu, aturan
perundang-undangan dan moral yang hidup di Indonesia
tidak mendukung perusahaan untuk bersikap demikian.
“Proses rekrutmen sama halnya dengan mencari jodoh.
Proses ini harus benar-benar dilakukan menyeluruh dalam
menemukan talenta yang tepat,” tutup Irwan.

QUOTES

“Proses rekrutmen sama halnya dengan mencari


jodoh. Proses ini harus benar-benar dilakukan
menyeluruh dalam menemukan talenta yang tepat.”

Irwan Dewanto
VP Human Resources Taco Group
C O M P A S S

Developing
Biarkan Karyawan Berkembang

Karyawan merupakan salah satu stakeholder


utama perusahaan. Mereka harus dirawat sekaligus
dikembangkan. Sebab itu, mengembangkan kehidupan
karyawan menjadi kunci sebuah perusahaan tetap
berkesinambungan. Caranya tak lagi konvensional.
Perlu pendekatan kekinian.

Oleh Clara Ermaningtiastuti, Ellyta Rahma


C O M P A S S

S
aat ini, perusahaan harus semakin jeli
dalam menjalankan manajemen talenta
dan akuisisinya. Mengingat, perkembangan
teknologi kian pesat dan konsumen dari
generasi baru yang punya tuntutan pada produk yang
jauh lebih personal.
Agar mendapatkan output yang baik, perusahaan
membutuhkan karyawan yang mampu beradaptasi cepat
dengan perubahan. Kebutuhan akan talenta semacam itu
semakin besar di era sekarang. Namun, perusahaan justru
kesulitan untuk mempertahankan talenta yang serba bisa
tersebut.
Sebagai salah satu perusahaan teknologi di Indonesia,
DANA menyiapkan strategi employer branding dengan
mengusung employee value proposition. Salah satu di
dalamnya adalah pilar untuk memastikan karyawan DANA
sebagai smartest crowd.
“DANA memastikan setiap karyawan yang bekerja di
DANA dapat mencapai potensi terbaik dalam dirinya
dengan menyediakan pelatihan internal maupun
eksternal, aktivitas, dan sertifikasi untuk pengembangan
diri di dalam perusahaan,” tutur Chief People & Corporate
Strategy Officer DANA Agustina Samara.
Ia menambahkan, pengembangan talenta di
DANA memang berlaku kepada semua karyawan
tanpa terkecuali. Namun, jenis pengembangan yang
diberikan kepada masing-masing karyawan akan
dibuat mengerucut. Sehingga, semakin spesifik dan
menyesuaikan dengan kebutuhan karyawan. Selain
menyediakan pelatihan untuk pengembangan diri,
DANA juga menganalisis dan memastikan bahwa
C O M P A S S

pengembangan talenta ini mampu menunjang dan


meningkatkan kinerja karyawan.
Pada perkembangannya, upaya mengembangkan
talenta di dalam perusahaan terbagi menjadi dua, yaitu
karyawan baru dan karyawan lama. Pengembangan
pertama pada karyawan baru tentunya menyangkut
proses internalisasi nilai dan kultur perusahaan.
Sedangkan untuk karyawan lama, lebih kepada
pemberdayaan mereka. Cara yang dilakukan pun
beragam. Mulai dari learning, training, coaching, bahkan
counseling.
Sejak pandemi COVID-19, banyak perusahaan yang
mengalami kesulitan untuk mengurus perubahan
yang cepat. Pada survei Deloitte bertajuk 2020 Global
Human Capital Trends, sebanyak 53% responden
mengungkapkan setidaknya separuh atau seluruh
karyawan di perusahaan harus meningkatkan
kemampuan mereka dalam waktu tiga tahun ke depan.
Memahami pentingnya peningkatan kemampuan
karyawan terlepas dari situasi yang ada. Taco Group
berusaha memberikan solusi untuk memastikan sistem
pengembangan talenta karyawan terus berjalan.
Taco Group menghadapi ini dengan berusaha tetap
agile dan fleksibel dengan kondisi ini. Di tengah
tantangan work from home (WFH), perusahaan tidak
hanya menciptakan suasana dan sistem kerja yang
fleksibel melalui kanal-kanal digital. Perusahaan juga
menyediakan kanal belajar yang dibuat lebih personal
untuk karyawannya.
Bersamaan dengan pembatasan yang berlaku saat
COVID-19 pertama kali melanda Indonesia, Irwan Dewanto,
C O M P A S S

VP Human Resources Taco Group mengungkapkan


bahwa perusahaannya berusaha hadir lebih dekat dengan
karyawan. Salah satunya dengan memahami kebutuhan
karyawan untuk mengembangkan diri, namun dengan
terms and condition yang berlaku akibat kerja di rumah.
“Kami menyadari bekerja dari rumah sangat berbeda
dengan kerja di kantor. Sering kami menemukan kasus di
mana karyawan tidak bisa bekerja karena diganggu oleh
anak. Sehingga, mereka baru bisa bekerja saat anaknya
tidur,” kata Irwan.

Companies making significant progress on upskilling


see most progress on building employee engagement
Question:
How much progress has your

27% 26%
organisation made in the following
areas related to upskilling?
(showing only those who
24% responded “significant progress”)

20%
18%

13%

Building employee Strategy to attract Defining skills needed Improving workers’ Establishing upskilling Collaborating with
engagement by diverse talent and to drive future growth and leaders’ knowledge programme to develop academic and
communicating future ensuring inclusiveness of tech mix of soft, technical government institutions
skills needs and digital skills on skills of the future

Base: Global respondents (2020=1,581)

Sumber: PwC, 23rd Annual Global CEO Survey

How would you rate your organization’s


performance in developing leaders?
Excellent or “world class” 21%
6%
24%
Very good
20%
24%
Good
25%
15%
Fair
27%
18% Consumer Products
Poor
20% All sectors

Talent 2020: Surveying the talent paradox from the employee perspective – The view from the Consumer Products sector

Sumber: Deloitte, Talent 2020: Surveying the talent paradox from the employee prospective
C O M P A S S

Trend importance by region

Nordic countries

Western Europe
Latin and South
All respondents

Eastern Europe

North America
Central and

Middle East
America

Oceania
Africa

Asia

Creating and
preserving 75.1% 76.3% 83.2% 73.0% 81.7% 80.7% 64.1% 70.4% 71.3% 72.1%
knowledge

Ethics and the


74.9% 84.0% 83.2% 68.4% 88.2% 76.7% 70.4% 70.3% 70.4% 66.8%
future of work

Belonging 79.0% 84.8% 83.0% 78.4% 86.2% 85.8% 75.0% 73.6% 86.1% 73.1%

Measuring
71.3% 75.6% 82.8% 73.2% 78.7% 72.7% 56.9% 64.4% 73.1% 65.8%
workforce strategies

Postgenerational
69.9% 75.7% 81.0% 65.0% 81.6% 77.8% 57.2% 65.1% 62.0% 63.5%
workforce

Reskilling 74.2% 80.0% 88.7% 63.1% 84.8% 79.0% 66.4% 66.9% 73.1% 70.7%

Compensation 69.4% 73.5% 80.4% 75.7% 78.6% 76.7% 42.8% 63.8% 55.6% 62.3%

HR’s evolving role 74.6% 78.7% 87.1% 72.8% 84.0% 78.4% 64.7% 67.2% 75.0% 68.6%

AI and superjobs 59.3% 59.8% 75.0% 54.0% 72.4% 65.3% 47.1% 55.3% 50.9% 52.2%

Well-being 79.9% 83.3% 84.0% 77.0% 87.2% 84.1% 76.4% 73.9% 86.1% 76.7%

Note: Figures represent the proportion of respondents rating each trend “important” or “very important.”

Sumber: Deloitte Global Human Capital Trends Survey, 2020

81.6%
81.6% of respondents said that they are
confident that their contribution is meaningful
towards the organisation’s goals

Sumber: HR Asia, Indonesia Best Companies to Work 2020


C O M P A S S

Taco Group akhirnya mengenalkan platform e-learning


baru di tengah sibuknya transformasi cara kerja work from
home. Sama seperti cara pembacaan kerja yang fleksibel,
sistem e-learning ini dibuat sefleksibel mungkin di mana
karyawan bisa memilih topik yang mereka butuhkan
kapan saja. “Kami membuka akses e-learning selama 24
jam sehingga karyawan bisa belajar kapan saja dan tetap
bisa berkembang meskipun bekerja dari rumah,” ujar
Irwan.
Head of HR Departement Pegadaian Wahid Abdi
mengungkapkan Pegadaian memiliki panduannya
sendiri untuk karyawan. Ia menjelaskan semangat 3E
yang ditekankan di sini, yaitu education, experience, dan
environment. Sedangkan, untuk pendidikan dasar yang
wajib dikuasai karyawan, Wahid menekankan ada sale dan
business equipment. Untuk edukasi terkait leadership,
Pegadaian mengembangkannya secara berjenjang.
“Setelah dua tahun, kami akan lihat bagaimana
perkembangannya. Kami cek apakah mereka sudah di
level yang diharapkan. Kami mengembangkannya dengan
pola dari BUMN integrated development system,” jelas
Wahid.
Dalam praktiknya, untuk level supervisor, Pegadaian
memberikan kesempatan pada mereka untuk
menunjukkan leadership yang baik. Tidak tanggung-
tanggung untuk mengembangkan kompetensi
karyawannya, Pegadaian melakukan proper test dan
mengirimkan karyawan yang terpilih untuk menjalani
pendidikan di luar negeri. Setelah merampungkan
pendidikan tersebut, karyawan bisa mengikuti individual
development program yang membantu mereka
C O M P A S S

mengeksplorasi pekerjaan yang sesuai dengan passion


mereka.
Berdasarkan 23rd Annual Global CEO Survey dari PwC,
perusahaan yang membuat kemajuan signifikan dalam
peningkatan keterampilan karyawannya cenderung
memperoleh employee engagement yang lebih kuat.
Survei tersebut dilakukan pada September hingga
Oktober 2019. Meski belum menghadapi masa pandemi,
sejumlah pemimpin perusahaan yang disurvei
mengungkapkan bahwa kurangnya kemampuan
karyawan menjadi permasalahan di masa depan.
Kekhawatiran tersebut tampaknya kian relevan saat
ini. Karena, kurangnya karyawan dengan keterampilan
yang tepat dan kemampuan adaptasi yang baik dapat
menghambat upaya perusahaan untuk menangani
dampak pandemi.
Sebagai salah satu perusahaan teknologi, Tokopedia
menyadari pentingnya upaya perusahaan dalam
mengasah kompetensi talentanya. Menaungi lebih
dari 6.000 karyawan yang disebut Nakama, Tokopedia
menghadirkan berbagai program pengembangan talenta.
“Kami memotivasi karyawan terus belajar
mengembangkan diri secara berkala. Pada praktiknya,
kami menyediakan kesempatan pelatihan, coaching/
mentoring, rotasi pekerjaan, challenge program, dan
sebagainya,” kata Libertha Hutapea, AVP of People Partner
& Talent Development Tokopedia.
Tokopedia meyakini peran teknologi sangat penting
untuk mendukung pekerjaan Nakama. Teknologi ini juga
menjadi bagian dalam pengembangan kemampuan
C O M P A S S

mereka, terutama di ranah digital.


Karena itu, Tokopedia banyak menggunakan teknologi
dalam keberlangsungan bisnis. Hal ini juga dilakukan
untuk menjaga kepercayaan masyarakat. Misalnya,
dengan menggunakan platform cloud dan shared
document repository, karyawan bisa dengan mudah
mengakses data secara aman dan efisien.
Selain itu, platform digital juga digunakan sebagai
sarana edukasi. Contohnya, kegiatan pelatihan dan
pengembangan karier secara digital. Hal ini tentunya
mempermudah Nakama mengasah kompetensinya serta
pengembangan diri.

QUOTES

“Kami memotivasi karyawan terus belajar


mengembangkan diri secara berkala. Pada
praktiknya, kami menyediakan kesempatan
pelatihan, coaching/mentoring, rotasi pekerjaan,
challenge program, dan masih banyak lagi.”

Libertha Hutapea
AVP of People Partner & Talent Development Tokopedia
C O M P A S S

Retaining
Loyalitas Berbasis Employee
Experience

Saat ini, retensi karyawan tidak hanya berbicara


tentang kenyamanan, tapi juga pengalaman kerja yang
engaging antara karyawan dan perusahaan. Employee
Experience (EX) harus dikedepankan.

Oleh Ellyta Rahma, Annisa Bella, Clara Ermaningtiastuti


C O M P A S S

S
etelah rangkaian Planning, Attracting,
Selecting, Developing talenta yang ada di
perusahaan, tidak berarti pekerjaan pengelolaan
karyawan ini selesai. Perusahaan harus
memahami bahwa proses pencarian hingga rekrutmen
karyawan membutuhkan ongkos tinggi. Untuk itu,
karyawan harus dipertahankan. Tentu tidak hanya untuk
mengefisiensi ongkos, melainkan juga demi efiktivitas
kerja jangka panjang.
Bisa dikatakan mempertahankan karyawan tidak
semudah merekrutnya. Di tengah era yang penuh
persaingan ini, karyawan bisa membangun personal
branding sendiri. Mereka juga akan lebih mudah
untuk mendapatkan tawaran posisi baru yang lebih
menguntungkan.
Untuk itu, perusahaan perlu menyusun strategi agar
karyawan merasa betah bekerja. Bahkan, tidak tergoda
jika ditawarkan oleh perusahaan baru dengan tawaran
yang lebih menarik.
Mari kita lihat apa yang terjadi di lanskap human
resources secara global untuk melihat tren yang
berkembang. Dari sisi retention, ada tren baru yang
menjadi faktor loyalitas karyawan terhadap perusahaan.
Riset LinkedIn berjudul 2020 Global Talent Trends
menyebutkan bahwa kini retention karyawan sangat
bergantung pada bagaimana perusahaan membangun
employee experience (EX). Sekitar 96% talent professionals
secara global setuju employee experience menjadi
semakin penting. Perusahaan mulai memosisikan dirinya
di posisi karyawan, sehingga mereka bisa lebih cermat
membaca apa yang dibutuhkan dan diinginkan karyawan
C O M P A S S

terhadap perusahaan untuk mempertahankan loyalitas


karyawan terhadap perusahaan.
Hal ini tentu unik. Di tengah perkembangan perusahaan
teknologi yang mengandalkan user interface, user
experience, dan customer experience, EX hadir sebagai
cara perusahaan memperlakukan karyawan sebagai
pelanggan yang harus dipuaskan. EX menjadi jendela
untuk mengobservasi, merasakan, dan berinteraksi
dengan karyawan. Tujuannya, membangun engagement,
sehingga karyawan lebih berkomitmen dan produktif.
“Employee experience merupakan upaya melakukan
beberapa hal dengan dan untuk karyawan dan tak
menjadikan mereka objek,” kata Mark Levy, Former Head
of Employee Experience Airbnb and Allbirds seperti dikutip
dalam riset tersebut.
LinkedIn membuktikan bahwa EX berhasil
meningkatkan tingkat retensi karyawan hingga 77%.
Aspek-aspek lain yang meningkat adalah produktivitas
71%, ekspektasi karyawan Gen Y dan Gen Z 40%, dan
menarik perhatian kandidat hingga 29%.
Dampak EX terhadap performa perusahaan memang
sudah terbukti. Pada kenyataannya, secara global baru
68% yang mengakui bahwa EX dalam perusahaannya
mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir.
Bahkan, hanya 52% perusahaan yang mengatakan bahwa
strategi yang didesainnya memberikan EX yang positif.
Lalu, apa yang dilakukan perusahaan untuk menyusun
EX agar tumbuh retensi yang baik di kalangan karyawan?
EX berbicara tentang pengalaman kerja dan hal tersebut
sangat luas. Di antaranya, proses perekrutan, interaksi
yang dibangun antara perusahaan dan karyawan, sistem
C O M P A S S

apresiasi, kultur kerja, sikap atasan, proses pengembangan


talenta, hingga empati perusahaan terhadap karyawan.
Untuk itu, perusahaan perlu melakukan sejumlah
langkah meretensi karyawannya. Laporan LinkedIn
tersebut merekomendasikan lima cara meningkatkan EX.
Pertama, mendengarkan karyawan dan melakukan aksi
terhadap insight-insight tersebut. Kedua, susun employee
journey lewat kegiatan seperti focus grup discussion
atau wawancara berjangka. Ketiga, share ownership
yang mana perusahaan berupaya melibatkan karyawan
ke dalam penyelesaian masalah dalam perusahaan.
Keempat, mewujudkan ekspektasi karyawan sedikit demi
sedikit namun pasti. Kelima, bersikap transparan.
Dalam konteks perusahaan di Indonesia, meretensi
karyawan menjadi salah satu kebutuhan penting
yang harus dipenuhi perusahaan. Irwan Dewanto, VP
Human Resources Taco Group mengatakan aturan
ketenagakerjaan di Indonesia masih mempersulit
perusahaan untuk memberhentikan hak kerja karyawan
(PHK). Retensi karyawan menjadi satu-satunya jalan untuk
menjadi perusahaan ideal yang sehat dari sisi kultur dan
bisnis.
Irwan membagi strategi retensi menjadi reaktif dan
proaktif. Menurutnya, karyawan merupakan manusia yang
harus ditanggapi ketika melakukan sesuatu dan didorong
untuk menumbuhkan sesuatu dari dalam dirinya.
Strategi retensi reaktif menjadi cara untuk menahan
karyawan yang kurang loyal agar menjadi loyal dengan
perusahaan. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana karyawan
masih mencari pekerjaan baru dan mudah ditawarkan
oleh kesempatan baru dari perusahaan lain.
C O M P A S S

Where
Australia

98%
employee
experience
is most Canada
96%

important
Percentage of talent professionals
who say employee experience
will be “very important” in shaping
the future of HR and recruiting. U.K.
95%
U.S. France Southeast Asia
96% 83% 95%
Global Average Top 3 Mexico Germany China

94%
94% 92% 94%
Mid-range
Brazil Middle East India
Bottom 3 94% 93% 95%

Sumber: LinkedIn Global Talent Trends 2020|Employee experience

Employee
experience
Companies are beginning to work for employees, not just
the other way around. HR teams are going all in on employee
experience to improve retention and employer brand. Beyond
collecting feedback, companies need to actively collaborate
with employees to create an experience that works for
everyone.

77%
of companies focus on employee
experience to increase retention.

Sumber: LinkedIn Global Talent Trends 2020

“Reaktif artinya perusahaan harus memiliki fungsi


kontrol. Karyawan yang mudah berpaling harus
dipertahankan dengan peraturan. Termasuk pengalaman
kerja yang baik dibangun dengan berbagai program
proaktif,” kata Irwan.
C O M P A S S

Why companies invest in employee experience


Percentage of talent professionals who say they’re increasingly focused
on employee experience for the following reasons:

Increase employee
77%
retention

Increase employee
71%
productivity

Meet expectations of 40%


Millennials and Gen Z

Attract more 29%


candidates

0% 25% 50% 75% 100%

96%
of talent professionals say employee
experience is becoming more important.

Sumber: LinkedIn, 2020 Global Talent Trends

Irwan memberikan contoh strategi retensi proaktif


seperti employer branding. Dalam konsep ini, ia
mendorong perusahaan menciptakan pengalaman
kerja yang membangun empati karyawan. Melalui
program kerja, program aktivitas, dan cara perusahaan
mengapresiasi karyawannya. Misalnya, bonus dan
pemberian fasilitas yang fleksibel.
Contohnya, saat pandemi melanda, Taco Group dengan
proaktif menyediakan hand sanitizer dan masker untuk
karyawan dan keluarganya sebagai tindakan kepedulian
terhadap pencegahan virus. Tidak hanya itu, perusahaan
ini memastikan fasilitas dan apresiasi yang seharusnya
didapatkan karyawan, namun terhalang pandemi tetap
bisa dinikmati. Salah satunya konversi program mudik
C O M P A S S

menjadi tambahan uang makan meskipun kerja dari


rumah.
Taco Group juga mengapresiasi karyawan di bagian
operasional yang menanggung risiko tertular virus akibat
tidak bisa bekerja dari rumah. Tahun lalu, perusahaan ini
menambah bonus karyawan operasional hingga enam kali
lipat.
“Dilihat dari harga, biaya yang dikeluarkan tidak mahal
untuk perusahaan. Namun, karena dilakukan pada waktu
yang tepat, emotional benefit yang terbangun antara
karyawan dan perusahaan jadi lebih besar. Karyawan
mereka dirinya diperhatikan, dipedulikan, dan diapresiasi
yang dampaknya secara pertumbuhan bisnis bisa lebih
besar,” kata Irwan.
Atas komitmennya ini, bisnis Taco Group berhasil
tumbuh positif sepanjang tahun 2020. Di tengah masa
sulit, perusahaan ini berhasil menciptakan EX yang sangat
baik. Dengan ini, hubungan karyawan dan perusahaan
semakin erat.
“Put employee first. Kalau dilakukan terus-menerus,
hal ini akan bisa membuat karyawan lebih mudah
menginternalisasi kultur perusahaan. Budaya dialog
menjadi penting. Hanya dengan ini, karyawan akan sulit
untuk berpindah ke lain hati,” ujarnya.
Keberhasilan penciptaan EX yang baik untuk
meningkatkan retensi karyawan dilakukan oleh
Indosat Ooredoo. Pada periode tahun 2015-2016,
Indosat melakukan culture transformation. Indosat
percaya daya jual perusahaan tak lain adalah kultur dari
perusahaan itu sendiri. Kultur lebih penting dibandingkan
benefit. Pasalnya, benefit hanya salah satu bagian dari
C O M P A S S

transformasi budaya.
Indosat mengedepankan kultur kolaborasi yang mana
kerja sama antarkaryawan dan antartim diutamakan.
Dalam hal ini, apresiasi pada karyawan menjadi penting.
Untuk itu, salah satu upaya yang dilakukan Indosat adalah
mengubah manajemen performa mereka.
Kini, promosi jabatan di Indosat didasarkan pada
performa individu. Hal ini sudah berjalan selama dua
tahun terakhir. Tidak ada lagi ukuran usia ataupun lama
masa kerja. Semua murni berdasarkan performa masing-
masing individu. Ini menjadi bagian dari penilaian objektif
yang mampu meretensi karyawan.
“Manajemen performa dilakukan dengan transparan
sehingga karyawan merasa adil dan tumbuh kepercayaan
terhadap perusahaan. Faktor ini penting dalam
membangun retensi karyawan di Indosat Ooredoo,” kata
Tito Dipokusumo, VP of Human Resource Business Partner
Indosat Ooredoo.
Pada akhirnya, engagement yang baik antara
karyawan dan perusahaan menjadi kunci retensi paling
ampuh. Dengan komunikasi yang baik, perusahaan bisa
berinteraksi secara sehat dengan karyawannya. Interaksi
dibangun dari pengalaman kerja atau EX yang baik
sehingga tumbuh empati dan rasa betah untuk bertahan
di sebuah organisasi.
“Di tengah dunia yang semakin digital, karyawan
tetap menginginkan perusahaan yang peduli dengan
karyawannya. Perusahaan harus bersikap humanis.
Karyawan merupakan bagian utama kehidupan dari
perusahaan tersebut,” tutup Irwan.
C O M P A S S

QUOTES

“Put employee first. Kalau dilakukan terus-


menerus, hal ini bisa membuat karyawan
lebih mudah menginternalisasi kultur
perusahaan. Budaya dialog menjadi penting.
Hanya dengan ini, karyawan akan sulit untuk
berpindah ke lain hati.”

Irwan Dewanto
VP Human Resources Taco Group
C O M P A S S

Transitioning
Transisi Harus Matang

Perusahaan akan terus meregenerasi susunan orang di


dalamnya. Karyawan akan datang silih berganti. Untuk
itu, perusahaan perlu mengatur bagaimana proses
transitioning itu agar berjalan baik.

Oleh Ellyta Rahma, Clara Ermaningtiastuti,

Muhammad Perkasa Al Hafiz


C O M P A S S

S
etiap perusahaan pasti mengalami proses
mencari, merekrut, mengembangkan,
mempertahankan, hingga melepas talenta.
Proses tersebut bukanlah sebuah siklus baku.
Namun, normalnya urutannya seperti itu.
Transitioning menjadi fase final di dalam siklus talent
management,. Tahap ini bisa berbentuk naik posisi,
berpindah, atau keluar dari organisasi. Secara internal,
fase ini fokus pada upaya perusahaan mendukung
succession planning dari karyawannya. Pada sisi eksternal,
transitioning bisa dalam bentuk resigning dari posisinya,
PHK, maupun pensiun. Fase ini kemudian mengantarkan
proses talent management kembali ke titik awal
rekrutmen karyawan.
Pada fase transitioning ini yang paling sering terjadi
loncatan baru dalam karier seorang karyawan. Tapi,
perusahaan tidak boleh menilai ini sebagai ketidakloyalan
karyawan. Perlu dipahami, proses ini adalah alami yang
mana karyawan sebagai manusia tentu menginginkan hal
lebih baik untuk diri mereka. Di sisi lain, perusahaan tidak
bisa mencap dirinya tidak dapat memenuhi ekspektasi
karyawan bila ada yang memutuskan keluar. Terlalu
banyak faktor yang memengaruhi proses ini.
Transitioning memiliki posisi yang penting sebagai
penentu kultur kerja dalam perusahaan. Fase ini harus
didesain dengan sangat baik karena sangat berpengaruh
pada employer branding. Dikutip dari Forbes, ada
beberapa langkah yang dapat dilakukan perusahaan
untuk mendesain transitioning karyawan yang baik.
Pertama, memiliki rencana offboarding yang detail.
Langkah ini dapat memastikan karyawan memahami apa
C O M P A S S

yang harus mereka penuhi saat keluar dari organisasi,


sehingga perusahaan bisa menyediakan pengganti
pada posisi yang kosong dengan segera. Dengan
demikian, status quo tidak berlangsung lama dan tidak
mengganggu proses bisnis.
Kedua, jalin hubungan yang baik dengan mereka yang
pernah kerja di perusahaan. Transitioning memang
melepas karyawan lama, namun tidak berarti hubungan
baik berakhir saat itu juga. Proses ini dapat mengurangi
disrupsi saat transisi karyawan sekaligus menghadirkan
sumber daya eksternal untuk keperluan perusahaan di
masa depan.

Why employees leave jobs


The top three reasons why employees left their job, by generation, according
to a LinkedIn survey. Gen Z not included due to limited sample size.

Millennials Generation X Baby Boomers

1. Better 1. More challenge 1. More challenge


compensation
and benefits 2. Better 2. Better fit for skills
compensation and interests
2. More and benefits
advancement 3. More impact
3. More
3. More challenge advancement

Sumber: LinkedIn, 2020 Global Talent Trends

37.6%
37.6% of respondents do not feel
that the organisation they work for
communicates effectively with them
once they leave.

Sumber: HR Asia, Indonesia Best Companies to Work 2020


C O M P A S S

Meski menjalin hubungan baik dengan diaspora


menjadi suatu hal yang cukup penting dalam fase
transisi. Namun, hingga saat ini tampaknya belum banyak
perusahaan yang bisa mempraktikkan dengan baik.
Hal tersebut tampak dari hasil survei HR Asia bertajuk
Indonesia’s Best Employers 2020.
Sebanyak 37,6% responden mengaku tidak merasa
perusahaan tempat mereka bekerja telah berkomunikasi
dengan efektif ketika mereka pergi atau meninggalkan
perusahaan. Walau banyak karyawan resign dengan
ragam alasan, memutus hubungan bukanlah keputusan
yang bijak secara profesional.
Pasalnya, eks karyawan masih mungkin memiliki niat
baik terhadap perusahaan. Bahkan, jika bicara lebih jauh
lagi, tidak sedikit kemungkinan, karyawan yang pernah
resign suatu saat akan kembali.
Ketiga, desain program onboarding yang efisien. Dalam
hal ini, perusahaan harus mendesain program onboarding
yang hadir dalam satu paket lengkap. Mulai dari aturan
perusahaan, sistem penggajian, job desk, hingga
sistem HR. Desain yang seperti ini mempercepat proses
onboarding sekaligus memastikan tim yang mengalami
kekosongan siap lebih cepat untuk memulai flow kerjanya
kembali.
Program onboarding sendiri bahkan menjadi program
loyalitas karyawan di perusahaan dompet digital, DANA.
Pada program ini, karyawan baru mendapat kesempatan
untuk dipandu oleh karyawan DANA lainnya untuk
mendapatkan informasi tentang perusahaan dalam
program Becoming DANAM8s. “Program ini juga memberi
kesempatan bagi karyawan baru untuk mengobrol santai
C O M P A S S

dengan executive commitee dalam program Keeping Up


with The Ex,” Chief People & Corporate Strategy Officer
DANA Agustina Samara.
Di Indonesia, batas antara transitioning, retention, dan
attraction sangat tipis. Perusahaan cenderung memilih
untuk mempertahankan karyawannya, sehingga proses
transitioning terjadi hanya pada pensiun. Perusahaan
banyak yang menyikapi fase ini dengan dua cara,
yaitu lewat komunikasi untuk mencegah terjadinya
transitioning atau memastikan karyawan memiliki
independensi setelah keluar dari organisasi.
Opsi transitioning pertama diambil oleh sebagian besar
perusahaan di Indonesia. Contohnya, Bukalapak yang
terang-terangan akan berupaya mengomunikasikan
alasan karyawan yang ingin keluar dari organisasi.
Perusahaan e-commerce ini bahkan tidak ragu untuk
memberikan tawaran lebih tinggi untuk mencegah
terjadinya proses transitioning.
“Bukalapak mengutamakan komunikasi yang
transparan. Jika terdapat indikasi adanya pegawai
yang akan atau sedang dalam proses perpindahan ke
perusahaan lain, maka baik dari direct supervisor maupun
tim human resources akan berdiskusi dengan pegawai
yang bersangkutan,” kata Suryo Sasono, Vice President of
Talent Bukalapak.
Riset LinkedIn bertajuk Global Talent Trends 2020
menemukan ada sejumlah alasan di balik alasan seorang
pegawai meninggalkan pekerjaannya. Tentu ada banyak
faktor yang memengaruhi. Namun, dalam riset ini,
LinkedIn membagi alasan-alasan teratas yang diberikan
pegawai per generasi.
C O M P A S S

Untuk generasi milenial sendiri, mereka dianggap


sebagai generasi yang sedang menaiki tangga. Mereka
adalah generasi yang biasanya sedang memiliki banyak
tanggungan, dan mereka menabung untuk pensiun
atau biaya pendidikan anak. Tidak heran, mereka
mengutamakan kompensasi dan benefit saat ditanya
mengenai alasan perpindahan kerja.
Berbeda dengan milenial, baby boomers lebih fokus
pada kontribusi, kecocokan dari segi kemampuan dan
minat, serta pekerjaan yang lebih menantang. Jadi,
sebaiknya perusahaan harus memikirkan kembali ketika
ingin mengistirahatkan karyawan di usia 55 tahun atau
lebih. Sebabnya, mereka di generasi tersebut nyatanya
masih bersemangat untuk berkembang.
Seakan menyerap dua alasan dari generasi sebelum dan
sesudah mereka. Gen X yang berada di tengah keduanya
cenderung menyukai lebih banyak tantangan. Namun,
mereka juga membutuhkan kompensasi dan benefit
yang lebih baik dari apa yang mereka dapatkan di tempat
mereka bekerja saat ini. Alasan lain dari gen X adalah
promosi yang lebih baik.
Kejadian karyawan mengundurkan diri tidak hanya di
perusahaan swasta, di BUMN juga terjadi. Sebagai contoh,
PT Pupuk Indonesia (Persero) yang juga mengalami turn
over karyawan. Ada banyak alasan di balik turn over ini.
Winardi Sunoto, Direktur SDM dan Tata Kelola PT
Pupuk Indonesia (Persero) mengatakan biasanya
karyawan mendapatkan penawaran yang lebih tinggi
dari perusahaan atau BUMN lain, meniti karier di
pemerintahan atau kembali mengikuti passion mereka.
“Namun kami tidak berusaha memaksa mereka untuk
C O M P A S S

bertahan. Kami justru mendukung perkembangan


karier mereka di manapun. Namun, tetap ada strategi
retention dan transitioning yang detail, sehingga tercipta
lingkungan kerja yang kondusif,” tambah Winardi.
Sementara itu, ada beberapa perusahaan yang telah
memperhatikan fase transitioning karyawannya jauh
sebelum fase tersebut terjadi. QM Financial menyoroti
ada sejumlah fenomena transitioning yang terjadi di
Indonesia. Biasanya terjadi akibat kesehatan finansial
karyawan yang kurang baik. Riset yang dilakukan QM
Financial menemukan ada 51% karyawan yang merasa
penghasilannya kurang dan 45,5% karyawan tidak siap
pensiun karena kemampuan finansial yang lemah.
“Ada hambatan jika perusahaan tidak memerhatikan
aspek ini dan membuat karyawannya tidak beregenerasi.
Untuk itu, perlu adanya strategi transitioning yang diambil
dari developing yang mana perusahaan membangun
intelegensi finansial karyawannya, sehingga siap untuk
menyongsong hidup selepas pensiun,” kata FWV
Wulansari, Financial Trainer QM Financial.
Perusahaan yang mulai melirik potensi ini adalah
tiket.com. Menurut Dudi Arisandi, Chief People Officer
tiket.com perlu ada pelatihan finansial khusus untuk
menyiapkan masa pensiun karyawan. Pelatihan tersebut
mulai dari pengelolaan gaji, perencanaan tujuan finansial,
dan persiapan pensiun jauh sebelum waktu ini terjadi.
“Kesehatan dan kesejahteraan karyawan menjadi hal
penting yang harus diperhatikan perusahaan, bahkan
setelah karyawan tersebut tidak lagi menjadi bagian dari
organisasi. Pelatihan finansial ini menjadi cara tiket.com
memperhatikan kesehatan karyawan yang tidak berhenti
C O M P A S S

di fisik dan mental, tapi juga kesehatan finansial untuk


kesejahteraan pascapensiun,” pungkas Dudi.

QUOTES

“Bukalapak mengutamakan komunikasi


transparan dengan karyawan. Jika terdapat
indikasi adanya pegawai yang akan atau sedang
dalam proses perpindahan ke perusahaan
lain, maka baik dari direct supervisor maupun
tim human resources akan berdiskusi dengan
pegawai yang bersangkutan.”

Suryo Sasono
Vice President of Talent Bukalapak
Learn More
0 6

2 0 2 1 L E A D E R S H I P

Dewi Muliaty
President Director 
PT Prodia Widyahusada Tbk.

Never Stop Innovating

MISSION
To Promote the Strategic Role of
Marketing in Indonesia

VISION
JAKARTA CHIEF MARKETING OFFICER CLUB To become the premiere community for
The Jakarta CMO Club was officiated by the Philip Kotler Marketing Executives who have strong
Center for ASEAN Marketing (PK-CAM) and was established as passion for Marketing in Indonesia
a platform to empower marketing to a higher level beyond
function. Only highly regarded business and marketing leaders TRI-FOUNDERS OF PKCAM
will be invited for its membership. The Jakarta CMO Club was Philip Kotler, Hermawan Kartajaya,
launched on February 25, 2008 Hooi Den Huan

www.marketeers.com Email:cmoclub@markplusinc .com www.jakartacmoclub.com


L E A D E R S H I P

Dewi Muliaty
President Director PT Prodia Widyahusada Tbk.
Never Stop Innovating

Healthcare services are turning out to be an industry


with rapid acceleration and digital transformation
movements. The players on the services are swift to
make changes to meet the high market demand during
the current pandemic situation. Business competition
is getting tighter, but Prodia has not lost its way under
the leadership of Dewi Muliaty as President Director PT
Prodia Widyahusada Tbk.
L E A D E R S H I P

Prodia has invested up to Rp. 50 billion to increase


their competitive advantage in the technology sector.
Innovations are also built by paying attention to the
customer journey and patient-centric model. These
various innovations led Prodia to score a net profit
of Rp. 268.75 billion or significant growth of 27.8%
compared to the previous year.
Altogether with Annisa Bella from Marketeers,
Dewi Muliaty also shared seven meanings (CEO of 7
Messages) which she carries in leading the company.
These seven points were treated as the guidelines
that led her to build Prodia to success. Check out the
following conversation with Dewi Muliaty below.

What the viewpoint of Dewi Muliaty is like regarding


the changing trends and public sentiment in the
healthcare services industry today?
The COVID-19 pandemic has become an accelerator for
the digital transformation of health services in Indonesia.
To adjust to these changing dynamics, we are determined
to persist in developing digital-based services.
This is done by paying attention to the customer journey
and patient-centric model, improving e-Prodia services
through Prodia Apps, e-registration and e-payment
services, and online examination results services (HPSL
Online). Prodia also develops health record data for
Prodia customers and makes use of other information
technologies that have been included in Prodia’s IT
Blueprint.
The utilization of technology is also included in the
Business and Marketing section. Prodia educates target
L E A D E R S H I P

consumers by providing market education of Prodia


services through webinars or Webex meetings, and virtual
customer visits (e-Visit).
We believe that the development we have carried
out can provide convenience for customers and bring a
positive impact on Prodia’s business performance.

So, how do these matters impact Prodia’s business


performance?
In 2020, we managed to record a net profit of Rp. 268.75
billion or significant growth of 27.8% compared to the
previous year. The Company’s net profit has increased
along with the increase in the Company’s net income. Net
income growth increased by 7.4% to Rp 1.87 trillion.

That’s very interesting. Then, how is your current


customer behavior tend to be? What services have
undergone an increase or decrease in demand?
The COVID-19 pandemic has also had an impact on
consumer behavior patterns in accessing health services.
Most people still have concerns about visiting health care
facilities during the pandemic. There has been an increase
in demand for home services, and testing for COVID-19.
This encourages us to provide facilities that make
it easy for customers to access Prodia’s services by
optimizing the use of technology during the COVID-19
pandemic. The services we provide include Home Service,
Teleconsultation, live chat, and Prodia in Your Car.

Can you describe each function of the service


innovation?
L E A D E R S H I P

Teleconsultation and live chat services aim to make it


easier for customers to consult about health conditions
without having to come to Prodia. If further action is
needed, the doctor will provide a referral according to the
customer’s condition, such as providing an introduction for
examinations at Prodia, vaccination, and prescribing.
Prodia in Your Car service allows blood sampling to be
carried out in the customer’s car so that they don’t have to
get out of the car, officers will approach and take samples
while still implementing the applicable security and safety
protocols.

The competitors in this industry are regarded as


very nimble in innovating. How do you respond to
the competition, and what is Prodia’s competitive
advantage compared to other competitors?
Since its establishment 48 years ago, Prodia has
persisted to innovate in the field of health services. We
are aware that the dynamics of changing economic and
business conditions occur very quickly and require us to be
L E A D E R S H I P

agile and adaptive in dealing with these situations. Prodia’s


competitive advantage is one of which, to build the largest
health service network in Indonesia, which is spread across
127 cities and 34 provinces.
We are also the only clinical laboratory in Indonesia that
is accredited by the College of American Pathologists
(CAP). Moreover, we are listed as the first laboratory
in Indonesia to have NGSP certification for HbA1c
examination and SNI ISO 15189 certification, and the first
laboratory to use the fully automatic Cobas 6800 system
for testing COVID-19. With these various advantages, it’s no
wonder we have a market share of 39.2%.

Customer experience is the important point that


business people must pay attention to in providing
services to customers. What are your attempts to
provide the best customer experience and what is
Prodia’s CRM strategy?
The goal of Prodia’s CRM strategy is to provide solutions
to customer needs by responding to changes in customer
behavior and voices. The methods we do include lab
services and facilities, online marketing and education
activities, product innovation, and inspection services
during the COVID-19 pandemic.

To what extent have you used technology in Prodia’s


business, and what kind of digital transformation
scheme have you designed? How much is the
investment that has been disbursed and how are the
results so far?
The investment value used for IT development to
L E A D E R S H I P

support digital transformation at Prodia reaches Rp


50 billion. This investment is directed at developing IT
security, IT infrastructure, and developing applications.
We launched an online registration and payment system
for Prodia customers. This online registration and payment
service helps customers who will carry out health checks
at Prodia’s clinical laboratories, so they are no longer need
to queue and make payments at the clinical laboratory.
Through this service, customers can easily register
themselves, consult Prodia doctors via live chat, choose the
type of examination they want, determine the location of
the examination, and pay in the desired way.
The company also launched the Tanya Prodia chatbot
(TANIA) which operates 24 hours every day and can be
accessed online via LINE, telegram, Facebook messenger,
and the Prodia website. The last but not least, Prodia
has a teleconsultation service by utilizing online medical
technology (telemedicine).

If projected, what is the future outlook for this industry


in your viewpoint? What challenges and opportunities
will the players face?
We believe that public awareness of health will also
persist to increase after the COVID-19 pandemic. The focus
of health management will be more towards preventive
rather than curative action. This is in order with the
development of services and health checks carried out by
Prodia in promoting a healthy paradigm. We will persist to
develop Prodia Genomics, which is an esoteric test based
on human genes
L E A D E R S H I P

What strategy will you use to deal with this concern?


We will persist to execute strategies for long-term
growth for Prodia’s business and to adapt to technological
developments to increase productivity and efficiency
of the work process, improve services for customers,
accelerate the digital transformation of health services,
and to contribute the health ecosystem in Indonesia.

So, you are being optimistic about Prodia’s future


business, aren’t you?
Regarding government policies in the health sector
and the prospects for Indonesia’s economic recovery
in 2021, we are optimistic that Prodia will record good
performance in the coming year. Prodia’s business model
has proven robust and resilient during this pandemic. The
company remains focused on operational excellence and
the strengths of Prodia’s core business.

How do you interpret leadership?


I classify the meanings of leadership into seven points
which I call CEO 7 Messages. Be an empathetic brand;
practice business ethics; maintain trustworthiness in
safety; quality and cleanness; deliver the solution for
customer needs; going digital; provide job security for best
employee and stay productive; continue to innovate. These
seven points were treated as my guidelines to build Prodia
to success.
0 6

2 0 2 1 M O M E N T U M

ASIA
MARKETING
DAY 2021

HADIRKAN
TRI HITA
KARANA

31TH
ANNIVERSARY
MARKPLUS,
VAKSINASI, PURWARUPA
INC.
ANGIN SEGAR MANUSIA
PEMULIHAN KOMPETITIF
TAK ADA
EKONOMI 2030
DIKOTOMI
VOKASI DAN
AKADEMIK
M O M E N T U M

Asia Marketing Day 2021


Hadirkan Tri Hita Karana

Bertepatan dengan hari lahir Philip Kotler ke-90, Asia


Marketing Day hadir dengan konsep berbeda. Hadir
secara omni, perhelatan ini mengangkat filosofi
tradisional Bali Tri Hita Karana.

Oleh Clara Ermaningtiastuti, Delia Amanda

P
andemi COVID-19 masih melanda dunia.
Namun, keinginan untuk bersilaturahmi dan
membahagiakan orang-orang yang kita kenal
tidak ada habisnya. Hal itulah yang mendorong
Founder and Chairman MarkPlus Inc., sekaligus Honorary
M O M E N T U M

Founding Chairman Indonesia Marketing Association (IMA)


serta Founder Asia Marketing Federation (AMF) Hermawan
Kartajaya menjadikan hari ulang tahun Philip Kotler pada
27 Mei sebagai Asia Marketing Day (AMD).
Perayaan AMD pertama kali diselenggarakan pada 27
Mei 2020. Philip Kotler mengungkapkan rasa senangnya
karena tetap bisa bersilahturami dengan para pemasar
di Asia. Menyusul kesuksesan acara tahun lalu, AMD hadir
kembali dengan tema Tri Hita Karana Forever!. “Tri Hita
Karana merupakan filosofi tradisional kehidupan di Pulau
Bali. Dan, jika diterjemahkan berarti tiga penyokong
kesejahteraan. Ketiganya adalah harmoni dengan Tuhan,
sesama manusia, dan alam,” ujar Hermawan.
Selain merayakan ulang tahun Bapak Marketing Modern,
AMD digelar bertepatan dengan sepuluh tahun Museum
Marketing 3.0 di Ubud, Bali. Museum ini terinspirasi
dari buku Marketing 3.0 yang ditulis oleh Philip Kotler,
Hermawan Kartajaya, dan Iwan Setiawan.
Museum yang berada di Kompleks Puri Lukisan Ubud ini,
sering digunakan untuk menggelar acara. Mulai dari Ubud
Royal Weekend hingga sejumlah acara dari Kementerian
Pariwisata.
“Di ulang tahun saya yang ke-90 ini, saya mengucapkan
terima kasih karena acara ini diterima baik di Asia. Saya
bangga bisa bekerja dengan Hermawan selama lebih dari
30 tahun. Saya juga ingin berterima kasih kepada keluarga
kerajaan Bali karena telah membantu kami bekerja sama
untuk membangun museum marketing ini,” tutur Kotler.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno
yang turut hadir di Bali mengungkapkan tema acara AMD
sendiri sangat bagus untuk diterapkan dalam menghadapi
M O M E N T U M

situasi pandemi. Menurutnya, sangat penting memiliki


hubungan dengan Sang Pencipta, sesama manusia, dan
alam.
Sandiaga mengatakan sosok Kotler merupakan guru
marketing yang penuh inspirasi. Pemikiran Kotler,
sambung Sandiaga, selalu maju ke depan untuk
mengetahui apa yang harus dilakukan di tengah situasi
menantang.
“Kami di pemerintah, terutama dari Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sendiri melihat ada tiga hal
yang harus disiapkan untuk menghadapi pandemi,” tutur
Sandiaga.
Pertama, pemerintah harus memfasilitasi masyarakat
untuk memaksimalkan kemampuan mereka. COVID-19
mendorong orang berinovasi, beradaptasi, dan
berkolaborasi dengan bantuan teknologi.
“Saya ingin masyarakat tidak hanya mampu menjual
barang secara online tetapi juga membuat konten dan
mempromosikan potensi Indonesia ke seluruh dunia,”
katanya.
Kedua, pemerintah harus bisa memberikan proposisi
ekonomi yang adil. Proposisi ekonomi yang saat ini terus
didorong sesungguhnya justru semakin membuat adanya
jarak. Pandemi bahkan membuat situasi semakin buruk.
Perusahaan besar semakin besar dan perusahaan kecil
justru terpaksa menurun. Karena itu, pemerintah harus
menciptakan kerangka ekonomi dengan memberikan
keterampilan bagi masyarakat.
Ketiga, jutaan masyarakat Indonesia saat ini menderita
karena pandemi dan perlambatan ekonomi. Ini tugas
pemerintah menolong masyarakat yang membutuhkan.
M O M E N T U M

Di Bali, ada banyak masyarakat yang kehilangan


pekerjaannya. Jadi, pemerintah harus bisa menghadirkan
program yang dapat membantu aneka sektor untuk
bertahan dan berkembang.
Acara AMD 2021 tidak hanya melibatkan pemasar dari
18 asosiasi pemasaran Asia, tetapi juga melibatkan Asia
Council for Small Business (ACSB). Selain itu, acara ini juga
dihadiri Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana
Sukawati, Tjokorda Gde Putra Sukawati, Tjokorda Gde Raka
Sukawati, President AMF Kim Boo Jong, dan President IMA
Suparno Djasmin.
Dalam acara ini, dilakukan pula penandatangan
MOU Meditation Center antara Golden Space dengan
pemerintah daerah Gianyar dan Karanganyar. Golden
Space diwakili oleh Co-Founder & Director of The Golden
Space Indonesia Stephanie Hermawan, Bupati Gianyar
I Made Agus Mahayastra, dan Bupati Karanganyar
Juliyatmono.
M O M E N T U M
M O M E N T U M

31th Anniversary MarkPlus, Inc.


Tak Ada Dikotomi Vokasi dan
Akademik

Pendidikan menjadi hal utama untuk membangun


generasi yang berkelanjutan di masa depan. Memasuki
usia yang ke-31 tahun, MarkPlus, Inc. hadir lebih dekat
kepada penyelenggara pendidikan Indonesia, terutama
untuk kemajuan industri pemasaran.

Oleh Annisa Bella, Ellyta Rahma

M
enapaki usia baru, MarkPlus, Inc. ingin
hadir sebagai kampus kehidupan. Pada
umur yang ke-31 tahun, MarkPlus, Inc.
memperluas kehadirannya di kampus-
kampus di Indonesia. Kali ini, bekerja sama dengan tiga
universitas dan institut dalam menghadirkan program
pendidikan pemasaran yang tidak hanya mengajarkan
M O M E N T U M

teori, tapi memberikan pengalaman praktis langsung


untuk menciptakan pendidikan pemasaran yang lebih
adaptif dan aplikatif.
Kerja sama ini diwujudkan dalam bentuk program
Creative Marketing Academy di Institut Teknologi Sepuluh
November (ITS), School of Entrepreneurial Marketing
di Universitas Surabaya (UBAYA), dan Program Sarjana
Terapan Pemasaran Digital Universitas Padjajaran.
Langkah kerja sama ini disambut baik oleh Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indoneisa (Kemendikbud-Ristek).
Nizam, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi
Kemendikbud-Ristek RI, menyampaikan apresiasinya
dalam upaya MarkPlus, Inc. yang mengawinkan
pendidikan dan praktis untuk menciptakan sumber
daya manusia yang berkualitas dan berkelanjutan.
Dalam sambutannya, Nizam menyampaikan bahwa
apa yang dilakukan MarkPlus, Inc. menjadi bagian dari
program Kampus Merdeka yang sedang digalakkan
Kemendikbudristek RI.
“Kampus Merdeka merupakan visi proaktif untuk
mendorong kolaborasi kampus dan berbagai pihak untuk
mengembangkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.
Melalui semangat ini, Kampus Merdeka ingin mewujudkan
Indonesia yang maju, kompeten, kreatif, inovatif, dan
mampu beradaptasi dengan perubahan,” kata Nizam.
Pada tahun 2021, kualitas pendidikan tinggi di Indonesia
memang menjadi sorotan. Dilihat dari Global Knowledge
Index yang digunakan untuk mengukur kesiapan negara
dalam berinovasi untuk masa depan, Indonesia berada di
peringkat 81. Artinya, peluang pengembangan pendidikan
M O M E N T U M

tinggi masih sangat besar.


“Melihat hal ini, kampus harus melakukan lompatan-
lompatan besar. Salah satunya lewat kolaborasi dengan
pihak praktis seperti pelaku industri pemasaran, teknologi,
dan media. Sehingga, mahasiswa tidak dikekang
dalam sistem pendidikan yang ketat dan sulit untuk
berkembang,” tambahnya.
Kolaborasi lintas industri dan kampus, menurut Dosen
Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada ini menjadi kunci
untuk membuka kesempatan bagi mahasiswa untuk
menuangkan kreativitas dan inovasinya. Dengan kanal-
kanal belajar baru, mahasiswa pasti bisa mengembangkan
potensi, bakat, dan passion yang dimilikinya.
Kampus merdeka harus dibawa ke semua perguruan
tinggi untuk membuat sejarah baru untuk menciptakan
pendidikan tinggi yang kreatif, inovatif, dan adaptif,
sehingga kualitas pendidikan bisa meningkat. “Lagi pula,
Indonesia telah memiliki warisan kreativitas yang tidak
terbatas jika dilihat dari warisan budaya yang kita miliki.
Potensi itu sebaiknya tidak dimatikan dengan mengotak-
kotakkan sistem pendidikan menjadi sempit. Potensi itu
harus dikembangkan dengan membuka selebar-lebarnya
kesempatan mahasiswa untuk belajar ilmu yang lebih
luas,” tegasnya.
Sementara itu, pendidikan vokasi juga tidak kalah
penting. Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
(Kemendikbud-Ristek) RI Wikan Sakarinto menyoroti, ada
ruang kolaborasi dan sinergi yang bisa menjadi kekuatan
baru bagi dunia pendidikan Indonesia.
“Seluruh pendidikan vokasi di Indonesia tidak bisa berdiri
M O M E N T U M

sendiri dalam dikotomi antara vokasi dan akademik.


Bersinergilah dalam setiap aspek karena ini yang menjadi
kekuatan sesungguhnya dari Indonesia, yakni persatuan,”
jelas Wikan
Kemendikbud-Ristek telah membuat skema
transformasi Pendidikan Tinggi Vokasi dengan merancang
delapan poin Indikator Kinerja Utama Perguruan Tinggi
(IKU PT), dan Link and Match Vokasi (8+i). Adapun delapan
poin IKU PT mencakup, menjamin lulusan mendapat
pekerjaan yang layak dengan upah di atas UMR, menjad
wirausaha, atau melanjutkan studi, dosen berkegiatan
di luar kampus, praktisi mengajar di dalam kampus;
mahasiswa mendapat pengalaman di luar kampus,
program studi bekerja sama dengan mitra kelas dunia,
kelas yang kolaboratif dan inspiratif, serta program studi
berstandar internasional.
Sementara, skema Link and Match Vokasi (8+i)
terdiri dari kurikulum yang disusun bersama. Skema
ini mencakup project-based learning, pengajar atau
dosen tamu yang ditingkatkan secara signifikan sampai
50 jam per semester per prodi, magang di industri
minimal satu semester, sertifikasi kompetensi sesuai
standar dan kebutuhan DUDIKA bagi lulusan dan
dosen, update teknologi dan pelatihan rutin bagi dosen
atau instruktur, riset terapan mendukung, dan komitmen
serapan lulusan oleh DUDIKA.
“Saya harap, kerja sama MarkPlus, Inc. dan sejumlah
kampus ini akan diikuti oleh lebih banyak kampus. Kami
berharap lulusan akan lebih kompeten. Saya yakin, kerja
sama ini tidak hanya dapat meningkatkan kemampuan
kognitif, melainkan juga soft skills, seperti leadership,
M O M E N T U M

communications, team work, problem solving, critical


thinking, creativity, dan integritas,” tutup Wikan.
M O M E N T U M

QUOTES

“Seluruh pendidikan vokasi di Indonesia tidak


bisa berdiri sendiri dalam dikotomi antara vokasi
dan akademik. Bersinergilah dalam setiap aspek
karena ini yang menjadi kekuatan sesungguhnya
dari Indonesia, yakni persatuan.”

Wikan Sakarinto
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek)
M O M E N T U M

Vaksinasi, Angin Segar Pemulihan

Ekonomi

Setahun lebih pandemi COVID-19 melanda dunia,


termasuk Indonesia. Setelah berbulan-bulan percobaan,
awal tahun lalu menjadi momentum besar sebagai
awal distribusi vaksin. Harapannya, vaksin bisa menjadi
motor pemulihan ekonomi nasional.

Oleh Clara Ermaningtiastuti, Ellyta Rahma

2021
M O M E N T U M

P
engamat memproyeksikan pertumbuhan
ekonomi akan lebih baik pada tahun 2021. Hal
tersebut sejalan dengan hasil survei McKinsey
yang menemukan fakta bahwa masyarakat
Indonesia menjadi orang-orang yang paling optimistis
terkait pemulihan ekonomi yang cepat. Konsumen
Indonesia juga diketahui tidak sabar untuk melakukan
spending setelah cukup lama menahan diri memastikan
kondisi finansial aman di tengah situasi yang tidak pasti.
“Faktor utama pertumbuhan ekonomi tahun 2021
adalah vaksin. Kami melihat perkembangannya sejak
Januari tahun ini. Pemberitaan mengenai vaksin nyatanya
membangkitkan gairah konsumen untuk bersiap
melakukan belanja,” ujar Ketua Umum Kamar Dagang
dan Industri Indonesia Rosan P. Roeslani.
International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan
pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada tahun ini. Ada
dua hal positif yang memengaruhinya, yakni penerapan
protokol kesehatan dan vaksin.
Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN)
melihat kabar mengenai vaksin sejak awal tahun 2021 ini
membangkitkan motivasi masyarakat. Ada berbagai jenis
vaksin, mulai dari vaksin Gotong Royong, pribadi, hingga
yang tidak berbayar.
Rosan menjelaskan, vaksin Gotong Royong dijadwalkan
didistribusikan mulai minggu ketiga Mei 2021 dengan
target 40 juta vaksin sampai September mendatang. Bagi
perusahaan yang ingin mendaftarkan karyawannya harus
dipastikan tidak melakukan komersialisasi.
April lalu, tercatat sudah delapan juta orang yang
didaftarkan oleh perusahaannya. Biayanya ditentukan
M O M E N T U M

oleh Kementerian Kesehatan dengan nilai yang berbeda


dilatarbelakangi faktor fasilitas kesehatan dan vaksin itu
sendiri.
Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) hingga
kini terus digenjot oleh pemerintah. Tidak tanggung-
tanggung, pemerintah menyiapkan sekitar Rp 600
triliun, terutama untuk penguatan usaha mikro, kecil,
dan menegah (UKM). Pasalnya, setidaknya 47% UKM di
Indonesia terkena dampak pandemi.
Tidak sedikit yang terpaksa gulung tikar dan yang
lainnya masih bertahan hingga saat ini. Roll out vaksin
ini diharapkan mampu membantu akselerasi pemulihan
ekonomi.
“Walaupun kita tahu vaksin ini tidak hanya sekali, tetapi
tiap tahun mungkin dilakukan. Kami dari badan usaha
tidak bisa membebankan ini kepada pemerintah saja.
Sebab itu, dunia usaha berinisiatif ikut menanggung
beban supaya tidak semua dibebankan pada pemerintah,”
tambah Rosan.
Semangat pemulihan yang tinggi harus dibarengi
dengan upaya penyelesaian pandemi yang serius.
Menurut data Kementerian Kesehatan, kondisi COVID-10
di Indonesia memang sudah membaik. Per 28 April 2021,
angka rata-rata kasus konfirmasi mulai menurun. Angka
konfirmasi yang menurun ini diikuti dengan pemeriksaan
spesimen yang terus meningkat.
Namun kita tentu perlu waspada, terutama terhadap
varian virus baru dari luar negeri. Kementerian kesehatan
sudah menerapkan strategi pengendalian skala besar.
Di antaranya, 3T (testing, tracing, treatment) dan 3M
(memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan
M O M E N T U M

pakai sabun) sebagai upaya pencegahan penularan.


Selanjutnya, diikuti dengan melaksanakan vaksinasi.
“Tujuan vaksinasi itu ada beberapa, yaitu menurunkan
kesakitan dan kematian, mencapai kekebalan
kelompok, dan memperkuat sistem kesehatan holistik.
Tujuan berikutnya adalah menjaga produktivitas serta
meminimalkan dampak sosial ekonomi,” kata Prima
Yosephine Hutapea, Plt. Direktur Surveilans dan Karantina
Kesehatan Kemenkes RI.
Konsep vaksin memang diarahkan untuk
mengendalikan virus dengan membangun imunitas
tubuh masyarakat. Sehingga, saat terjadi penularan, virus
bisa dilawan dan mati sebelum menyerang organ tubuh
targetnya.
Prima melanjutkan, strategi ini bersifat masif demi
tercapainya kekebalan kelompok (herd immunity). Dalam
praktiknya, proses vaksinasi mengalami kendala. Salah
satunya keterbatasan sumber daya untuk memasifkan
dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap
vaksinasi di Indonesia.
Pemerintah akhirnya melakukan double work. Satu
sisi, mereka membangun literasi kesehatan bahwa
vaksinasi aman dan halal. Di sisi lainnya, pemerintah
membagi proses vaksin menjadi beberapa tahap dengan
menargetkan orang-orang dengan kerentanan tinggi
untuk divaksin lebih awal.
“Indonesia perlu memvaksin 181,5 juta orang dari total
jumlah penduduk untuk mencapai herd immunity.
Jumlah ini besar, sehingga perlu dibagi di antaranya
menyasar kelompok paling berisiko, seperti tenaga
kesehatan, tenaga lapangan, dan lansia untuk gelombang
M O M E N T U M

pertama. Sementara masyarakat umum akan divaksin


pada gelombang kedua,” jelas Prima.
Kementerian Kesehatan telah melangsungkan
gelombang vaksinasi pertama sejak Januari dan akan
berakhir pada Juni 2021. Setidaknya, sudah ada 1,46
juta tenaga kesehatan; 21,5 juta lansia; dan 17,3 juta
petugas publik yang sudah divaksin. Gelombang kedua
akan digelar mulai bulan Juni hingga Desember 2021
dengan target 63,9 juta masyarakat rentan dan 77,7 juta
masyarakat umum.
“Sebisa mungkin, kami menentukan dan menjalankan
strategi yang tepat dalam memvaksinasi masyarakat.
Alasannya, untuk mencapai herd immunity, vaksinasi
harus dilakukan dalam tempo yang sesingkat mungkin,”
tutup Prima.

QUOTES

“Kami dari badan usaha tidak bisa membebankan


ini kepada pemerintah saja. Sebab itu, dunia
usaha berinisiatif ikut menanggung beban supaya
tidak semua dibebankan pada pemerintah.”

Rosan P. Roeslani
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia
M O M E N T U M

Purwarupa Manusia Kompetitif


2030

Faktor manusia masih menjadi penentu utama untuk


membawa suatu organisasi menjadi kompetitif. Untuk
suatu perusahaan, faktor ini penting sebagai sumber
berbagai gagasan dan inovasi. Namun, sejalan dengan
semakin besarnya peran teknologi digital, perusahaan
juga memerlukan orang-orang dengan literasi
teknologi. Tentunya, faktor karakter tetap diperlukan.

Oleh Jacky Mussry

Deputy Chairman, MarkPlus, Inc.

CEO, MarkPlus Institute


M O M E N T U M

R
asanya sudah sejak beberapa dekade kita
membahas mengenai pentingnya peran orang
dalam suatu perusahaan, bahkan negara.
Namun sejauh ini, masih banyak juga yang
belum serius memahaminya, apalagi menerapkannya
di suatu organisasi. Padahal sudah sangat nyata bahwa
faktor manusia adalah sangat menentukan dalam
proses penciptaan nilai. Hal ini pada gilirannya dapat
membawa suatu organisasi—baik bisnis maupun non-
bisnis—mencapai kinerja yang lebih tinggi dibanding
dengan organisasi lainnya. Lebih lanjut lagi, apabila kinerja
tersebut dapat dipertahankan secara konsisten, maka
suatu organisasi dikatakan memiliki daya saing kuat.
Daya saing kuat ini tentunya harus bisa dipertahankan
dalam jangka panjang, antara lain dengan
mengembangkan kapabilitas dinamis organisasi sehingga
suatu organisasi dapat secara progresif menyesuaikan diri
dengan perubahan lingkungan. Organisasi yang adaptif
seperti inilah yang diharapkan bisa terus bertahan dalam
jangka panjang. Transformasi organisasi yang tidak pernah
berhenti seperti ini memerlukan orang-orang yang juga
adaptif dan tidak baperan supaya tidak menimbulkan
resistensi jika setiap kali terjadi perubahan yang seringkali
tidak enak rasanya.
Jadi, faktor manusia memang sangat penting.
Bayangkan jika salah satu pihak yang bertugas untuk
membentuk manusia-manusia masa kini dan masa
depan—katakanlah perguruan tinggi sebagai contohnya—
ternyata tidak memiliki visi mumpuni, apalagi jika masih
terpaku pada kejayaan masa lalu. Jika perguruan tingginya
tidak future-oriented dan masih inward-looking, jangan
M O M E N T U M

berharap perguruan tinggi tersebut dapat melahirkan


manusia-manusia berkualitas yang kompatibel pada
kondisi masa kini, apalagi masa depan. Apabila perguruan
tinggi masih memberikan materi dan pendekatan
pembelajaran yang mengacu pada masa lalu kepada para
mahasiswa masa kini, maka perguruan tinggi tersebut
tidak dapat menjamin masa depan para mahasiswa
tersebut.

Dari Personalia ke Talent Management


Di berbagai perusahaan, kita mengenal fungsi yang
sangat penting, yang zaman dulu kita kenal dengan
istilah personalia dan ditangani oleh bagian personalia.
Setelah sekian lama kemudian berkembang menjadi
bagian sumber daya manusia (SDM), lalu “naik kelas”
menjadi direktorat SDM. Setelah itu, berkembang menjadi
direktorat human capital dan belakangan ini kemudian
bertransformasi untuk mengelola talent. Perkembangan
ini menunjukkan betapa peran manusia dalam suatu
organisasi menjadi semakin penting dari waktu ke waktu.
Di era personalia, kesannya kuat sekali bahwa manusia
yang bekerja dalam suatu perusahaan adalah murni
sebagai faktor produksi. Sebenarnya tidak masalah jika
memang pada masanya memang cukup sejauh itu yang
diperlukan. Sekarang, kita tidak bisa hanya melibatkan
orang-orang dalam organisasi perusahaan sekadar
sebagai “pegawai” dengan mental pegawai yang sangat
kental. Perusahaan tidak akan bisa berkelanjutan apabila
isinya sebagian besar orang-orang seperti ini.
Repotnya, masih banyak juga mental “numpang hidup”
di berbagai organisasi yang fokus para pekerjanya hanya
M O M E N T U M

semata mementingkan urusannya sendiri. Masih bagus


kalau yang dikerjakannya itu memang berkualitas dan
tidak asal-asalan. Kuatnya mentalitas yang hanya berfokus
pada kepentingan sendiri dan bukan kepentingan
bersama inilah yang menjadi bibit unggul pembentukan
silo di berbagai organisasi yang menyulitkan kolaborasi
antarbagian dan akan menghambat berbagai proses
pengambilan keputusan. Padahal semestinya organisasi
zaman sekarang sudah tidak waktunya lagi terdiri dari
kerajaan-kerajaan kecil seperti itu. Sayangnya, masih
banyak orang yang sengaja mempertahankan kondisi ini
karena merasa nyaman untuk kepentingan diri sendiri
atau kelompoknya. Orang-orang seperti ini harus segera
ditangani sebagaimana mestinya karena merupakan
kanker paling parah dalam suatu organisasi dan
organisasinya pun juga harus segera di-overhaul.
Kalau sebutannya saja adalah “sumber daya manusia”
maka haruslah berdaya. Kalau tidak berdaya maka
sebaiknya dibuat supaya berdaya melalui berbagai
program pelatihan yang tidak semata berfokus pada skill
dan knowledge namun juga attitude, bahkan karakter.
Kalau sudah dicoba dibentuk namun masih kembali lagi
pada kebiasaan lamanya maka sebaiknya diajak bicara
baik-baik, maunya apa. Kalau sudah dilakukan bongkar-
pasang terhadap orang-orang seperti ini namun juga
tetap resisten dan tidak produktif maka jangan salahkan
organisasi, apalagi perusahaan, jika dengan sangat
terpaksa membebastugaskan mereka bahkan kemudian
memberhentikannya.
Lingkungan makro selalu berubah dengan cepat dan
semua organisasi termasuk perusahaan harus juga cepat
M O M E N T U M

menyesuaikan melalui proses transformasi berkelanjutan


agar menjadi organisasi yang progresif. Konsekuensinya,
orang-orang dalam organisasi tersebut juga harus
berubah. Tidak bisa sekadar menggerutu terus. Kalau
mau tetap relevan, ikuti proses belajar (learning). Kalau
yang dipelajari tiba-tiba sudah kedaluwarsa, maka harus
melakukan unlearning, kemudian relearning. Siklus ini
tidaklah boleh berhenti.
Kalau kita mengacu pada istilah “capital,” maka
langsung saja kita membayangkan suatu modal atau
aset atau sumber daya tadi. Sehingga kalau ada istilah
human capital, maka itu adalah modal manusia. Modal
di mana pun haruslah bisa dikonversikan menjadi nilai
yang pencapaiannya mengacu pada berbagai ukuran
kinerja baik secara finansial maupun non-finansial.
Kalau kompetensi manusia sebagai aset—tepatnya aset
nirwujud—ternyata tidak bisa menghasilkan sesuatu maka
bisa dianggap sebagai aset yang tidak efektif. Di berbagai
organisasi, sejumlah aset yang tidak efektif haruslah
dilepaskan, karena jika dipertahankan maka justru akan
menjadi liabilities. Inilah benih-benih kanker versi lain lagi
dalam suatu perusahaan.
Dalam suatu negara, jika orang-orangnya—dari berbagai
jenjang, jabatan, dan peran sosial—tidak berkualitas,
maka jangan harap negara tersebut menjadi negara yang
kompetitif. Dari presiden sampai dengan rakyat jelata
harus berkualitas sesuai dengan konteksnya masing-
masing. Dari politisi sampai dengan pengusaha harus
berkualitas dalam konteksnya masing-masing. Dari
pegawai negeri sampai dengan pegawai swasta harus
berkualitas sesuai dengan konteksnya masing-masing.
M O M E N T U M

Dari profesor sampai dengan mahasiswa harus berkualitas


juga.
Kalau Anda secara objektif sudah merasa berkualitas
maka syukurlah. Namun, jika merasa belum maka tidak
perlu tersinggung dan banyak menggerutu ke mana-
mana—apalagi mencari-cari kesalahan berbagai pihak
lain—karena masih ada waktu untuk mentransformasi
diri menjadi orang berkualitas. Kalau tidak bisa
mentransformasi diri, jangan salahkan lingkungan jika
Anda menjadi orang yang terpinggirkan dan nyaris tak
terdengar.
Apa yang dijelaskan di atas juga berlaku untuk
berbagai bentuk organisasi, baik yang berorientasi pada
laba maupun nirlaba. Dari tingkat kementerian sampai
dengan kelurahan memerlukan orang-orang berkualitas.
Di perusahaan, dari C-Level sampai dengan frontliners,
memerlukan orang-orang berkualitas. Ini bukan untuk
semata menciptakan suatu value chain yang dapat
berjalan dengan baik namun juga agar dapat berinteraksi
secara seamless dengan semua pihak, baik di hulu dan
hilir, dalam suatu supply chain.
Pada skala yang lebih luas lagi, perusahaan yang
berkualitas tersebut mempunyai kesempatan lebih besar
untuk dapat diterima dalam suatu ekosistem bisnis,
apalagi ekosistem bisnis digital. Akan lebih baik lagi
apabila bisa menjadi yang dominan dalam ekosistem
tersebut. Intinya, kualitas manusia dalam suatu organisasi
menentukan masa depan organisasi tersebut, baik dari
yang ukuran usahanya kecil dan menengah sampai
perusahaan raksasa dan bahkan suatu negara.
M O M E N T U M

Era Strategic Talent Management


Lebih dalam satu dekade terakhir ini menurut Silzer dan
Dowell (2010) kita sudah memasuki era yang bukan saja
dalam tingkatan talent management saja, namun sudah
pada tingkatan strategic talent management. Menurut
mereka, ada suatu integrasi sangat kuat antara bakat
[dan minat] setiap orang dalam suatu organisasi dengan
strategi bisnis. Karena itu, siklus perencanaan terkait
dengan para talent tersebut harus selalu selaras dengan
jadwal penerapan strategi organisasi.
Terkait dengan hal ini, perusahaan misalnya dapat
memberikan kesempatan kepada para talent untuk
mengejar aktualisasi diri mereka masing-masing, bukan
hanya memberikan kompensasi berupa gaji bulanan,
apalagi yang sifatnya fixed. Di sisi lain, perusahaan
juga harus berani berinvestasi untuk menyediakan
berbagai teknologi yang dapat mendukung kualitas
kehidupan kerja para talent tersebut agar mereka bisa
optimal produktivitasnya. Hal ini pada gilirannya akan
menimbulkan komitmen dari para talent tersebut untuk
mencurahkan semua kompetensi relevan yang dimilikinya
kepada perusahaan.

Experiential Learning dan Employee Engagement


Tidak bisa lagi pengelolaan orang dalam suatu organisasi
dilakukan melalui pendekatan reaktif. Hal ini, kalau pun
bisa, hanya dapat mengatasi permasalahan taktis dan
jangka pendek. Sayangnya, di sejumlah organisasi, masih
sering ditemukan berbagai kondisi di mana proses belajar
belum memberikan suatu pengalaman mengesankan
dan menyenangkan bagi para talent.
M O M E N T U M

Terkait dengan pendekatan experiential learning


menurut Kolb (2015), pembelajaran haruslah dimaknai
sebagai suatu proses yang tidak bisa serta merta dilihat
hasilnya. Semua learning adalah relearning yang
membutuhkan resolusi konflik antara moda adaptasi
yang bertentangan dengan dunia dialektis. Sinergi antara
orang dan lingkungan akan menentukan apa yang harus
dipelajarinya dan bagaimana proses belajar tersebut
akan dijalankan agar memang benar-benar menciptakan
pengetahuan yang relevan.
Jika pendekatan kita keliru dalam suatu proses
pembelajaran di organisasi kita, janganlah berharap
akan terjadi employee engagement yang kuat. Mengacu
pada hasil riset Gallup, Inc. (2017), hanya 15% karyawan di
seluruh dunia yang benar-benar engaged sepenuhnya
dengan pekerjaan mereka. Sementara, 85% sisanya
disebut sebagai actively disengaged. Menurut Forbes
(2014), disengagement ini antara lain terletak pada tidak
adanya dukungan kepada karyawan dalam mencapai
apa yang mereka anggap sebagai hasil yang berarti. Hal
ini bisa gawat karena menurut Amabile (2014), tingkat
disengagement rendah menyebabkan kinerja perusahaan
yang lebih rendah yang terlihat dari indikator pendapatan
dan profitabilitas yang menurun.
Apa yang dijelaskan di atas terkait dengan pendapat
dari Katha (2018) yang menjelaskan bahwa menjaga
engagement karyawan sangat penting bagi perusahaan.
Ada beberapa alasan. Pertama, karyawan akan berkenan
untuk bekerja esktra keras memenuhi tanggung jawab
mereka sehingga meningkatkan produktivitas. Kedua,
akan meningkatkan retensi karyawan karena karyawan
M O M E N T U M

akan betah untuk menetap di suatu perusahaan


ketika mereka merasa dihargai jerih payahnya. Ketiga,
meningkatnya profitabilitas sesuai dengan sebuah studi
oleh Wyatt Watson yang menunjukkan bahwa perusahaan
dengan employee engagement yang kuat akan
menghasilkan pendapatan 26% lebih tinggi. Keempat,
penurunan tingkat kemangkiran (absen) karyawan karena
karyawan yang lebih bersemangat dan antusias jarang
ingin meninggalkan pekerjaannya. Kelima, kepuasan
pelanggan akan meningkat karena ketika karyawan
merasa senang maka mereka akan memperlakukan para
pelanggan dengan baik. Ini pada gilirannya menghasilkan
pelanggan yang juga senang.

Learning Organization
Dengan kondisi lingkungan bisnis yang selalu berubah
maka akan menjadi tantangan yang sangat luar biasa
bagi tim di berbagai organisasi dalam menyusun cetak
biru SDM-nya yang sudah mengarah pada pendekatan
talent tersebut. Sebagaimana telah sering disinggung
bahwa kalau mau kompetitif maka haruslah memiliki
kompetensi. Di sinilah, awal mula penyusunan cetak biru
tersebut, yaitu memetakan dengan akurat kompetensi
apa yang diperlukan oleh organisasinya agar bisa
kompetitif dan bahkan sustainable dalam jangka panjang.
Setelah dipetakan, haruslah jelas apa definisi dari setiap
kompetensi yang harus dimiliki. Ini menjadi landasan
dalam mencari para talent yang memang memiliki skill
dan knowledge—dan tentu juga sikap dan karakter—yang
sesuai.
Terkait dengan kecakapan para talent tersebut menurut
M O M E N T U M

Araoz, Roscoe, dan Aramaki (2017), kita harus melihat


tidak semata pada tingkat kecakapan seseorang pada
saat ini saja namun juga melihat sejauh mana potensi
pengembangannya di masa mendatang sesuai dengan
lini waktu tertentu. Jika kita hanya berorientasi pada saat
ini, tidak heran apabila dalam waktu singkat para talent
tersebut menjadi kedaluwarsa kecakapannya dan tidak
bisa dikembangkan lebih lanjut karena memang telah
mencapai batas maksimum potensinya. Hal ini akan
menyebabkan perusahaan kehilangan momentum karena
harus terhambat dengan ketidaksiapan orang-orang di
perusahaan tersebut dan harus mengatur ulang banyak
hal melalui suatu proses yang tidak instan.
Semua orang seringkali dan bahkan sangat
paham dengan apa yang dimaksud dengan learning
organization. Namun pertanyaannya apakah organisasi
kita ini sudah merupakan learning organization?
Pertanyaan ini sempat dibahas secara mendalam oleh
Garvin, Edmondson, dan Gino (2008) yang kemudian
melihat bahwa untuk merealisasikan itu diperlukan
tiga building blokcs. Pertama, suatu lingkungan
pembelajaran yang mendukung yang secara psikologis
dapat memberikan rasa aman, adanya sikap menghargai
perbedaan, keterbukaan terhadap berbagai gagasan
baru, serta cukupnya waktu untuk melakukan refleksi.
Kedua, proses dan praktik pembelajaran yang konkret.
Ketiga, adanya bentuk kepemimpinan yang memang
memperkuat pembelajaran, yaitu suatu kepemimpinan
yang terbuka terhadap berbagai perspektif yang berbeda-
beda sehingga para karyawan menjadi berani untuk
mengemukakan berbagai ide baru.
M O M E N T U M

Apabila kita membahas mengenai learning


organization, maka tidak mungkin lepas dari seorang
tokoh bernama Peter Senge yang melihat bahwa esensi
dari suatu organisasi adalah bagaimana orang-orang yang
berada di dalamnya secara konsisten terus meningkatkan
kapabilitas agar dapat tetap mampu melakukan berbagai
penciptaan nilai. Memang Senge sangatlah benar, karena
jika katakanlah kita sudah memiliki sumber daya—baik
wujud maupun nirwujud—yang memadai namun tidak
memiliki kapabilitas untuk memanfaatkannya maka
tidak akan dapat membentuk suatu kompetensi inti
perusahaan, apalagi dictinctive competence. Tanpa
kompetensi, kita tidak dapat berkompetisi. Titik.
Tokoh penting lain yang juga sering menjadi acuan
terkait konsep learning organization adalah Nonaka dan
Takeuchi yang meyakini bahwa knowledge merupakan
aset atau sumber daya nirwujud bagi perusahaan untuk
menghadapi suatu lingkungan yang sangat kompetitif
dan oleh karenanya proses knowledge creation menjadi
hal krusial di suatu perusahaan agar dapat menjamin
masa depannya.
Nonaka dan Takeuchi memfokuskan perhatian pada
konsep explicit dan tacit knowledge. Mereka kemudian
mengembangkan model SECI yang terdiri dari empat
elemen, yaitu: socialization, externalization, combination,
dan internalization. Dalam tahap socialization, terjadi
proses tacit to tacit melalui berbagai praktik, observasi,
dan sebagainya. Pada tahap externalization terjadi
proses tacit to explicit di mana tacit knowledge
didokumentasikan dengan baik dan bisa menjadi
semacam panduan. Proses ini tidaklah mudah karena
M O M E N T U M

sejumlah tacit knowledge memang sangat sulit dijelaskan


secara harafiah. Pengetahuan untuk menentukan kualitas
tembakau berdasarkan indra penciuman misalnya,
sangatlah sulit untuk dideskripsikan secara tertulis dan
akhirnya hanya dapat diturunkan melalui proses berbagi
pengalaman secara intensif dari seorang pakar ke anak
didiknya melalui praktik di lapangan yang memakan
waktu relatif lama.
Tahap combination adalah tacit to tacit dengan
memadukan satu tacit knowledge dengan tacit
knowledge lainnya sehingga bisa menciptakan suatu
pengetahun baru lagi. Pada tahap internalization terjadi
proses explicit to tacit di mana explicit knowledge yang
telah ada diinternalisasikan dan dapat memodifikasi tacit
knowledge yang telah ada dan telah dipakai sekian lama.
Menyambung model SECI di atas, maka tidak pelak
lagi bahwa kapabilitas knowledge management juga
menjadi faktor esensial di berbagai organisasi, apalagi
organisasi yang berada dalam suatu lingkungan yang
sangat kompetitif. Kita semua pasti sudah sangat
sering mendengar semboyan dari Francis Bacon yang
diturunkannya dari ucapan Plato, yaitu “knowledge
is power.” Sekarang, kita melihat betapa knowledge
terhadap berbagai hal—terutama yang didukung dengan
kemampuan analitis yang kuat karena adanya artificial
intelligence, big data, dan sebagainya—akan menentukan
kuat-lemahnya eksistensi suatu organisasi, khususnya
organisasi bisnis baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang.
M O M E N T U M

Kapabilitas Knowledge Management


Jika mengacu pada berbagai definisi mengenai
knowledge management maka setiap organisasi harus
memiliki kemampuan untuk mengorganisasikan,
mengumpulkan, mempergunakan, dan menganalisa
dampak dari pengetahuan kolektif dalam suatu organisasi.
Pada kenyataannya, tidak semua pengetahuan itu
penting dan relevan bagi organisasi. Oleh karenanya,
perlu dipetakan atau didefinisikan dengan jelas apa
pengetahuan yang sebenarnya bisa menjadi aset
nirwujud yang efektif bagi perusahaan. Kita juga
harus bisa mengembangkan sistematika atau struktur
pengorganisasian pengetahuan tersebut sehingga
dapat dengan mudah diperbarui, disesuaikan, dan
didiseminasikan kepada berbagai pihak yang memang
memerlukannya secara tepat waktu.
Dengan penerapan knowledge management yang baik,
maka dapat menghemat banyak waktu dan tenaga di
suatu organisasi sehingga kinerja organisasi akan menjadi
lebih efisien. Dalam perjalanan suatu organisasi, tentunya
akan terjadi akumulasi pengetahuan. Akumulasi yang
semakin banyak memerlukan upaya melakukan kurasi
untuk menentukan mana sekiranya pengetahuan yang
masih dan akan relevan yang pantas dimasukkan dalam
sistem knowledge management. Jika tidak dilakukan
proses kurasi maka tidak akan dapat memberikan
manfaat yang optimum dan akhirnya akan memakan
banyak tempat penyimpanan baik secara fisik maupun
digital di suatu organisasi. Hal ini akan menimbulkan
biaya penanganan yang semakin tinggi namun tidak
memberikan manfaat sebagaimana diharapkan.
M O M E N T U M

Diseminasi pengetahuan juga akan terganggu karena


perlu proses pencarian yang lebih lama.
Pendeknya, knowledge management yang tidak
mumpuni akan menyebabkan turunnya tingkat efisiensi
dalam proses berorganisasi yang ditandai dengan kurang
cepatnya proses pengambilan keputusan. Kadang para
pekerja dalam suatu organisasi juga mengalami kesulitan
dalam mengakses berbagai pengetahuan yang antara
lain disebabkan oleh prosedur yang berbelit, sistematika
knowledge management yang amburadul, teknologi
yang sudah kuno, dan berbagai kendala lainnya. Hal ini
bisa membuat para pekerja tersebut menjadi frustrasi
dan pada akhirnya kehilangan motivasi karena sulitnya
mengakses apalagi melakukan utilisasi berbagai
pengetahuan tersebut. Apabila kondisi buruk ini berjalan
terus maka pada suatu titik akan mengancam daya saing
organisasi.

Menuju Tahun 2030


Terlepas dari semua penjelasan yang telah disampaikan
tadi, banyak yang bertanya belakangan ini apa sekiranya
bekal yang diperlukan oleh seseorang atau tipikal orang
yang seperti apa yang diperlukan oleh suatu organisasi
khususnya perusahaan dalam menghadapi tahun 2030.
Sudah menjadi kesepakatan kita semua bahwa
faktor manusia masih menjadi penentu utama untuk
membawa suatu organisasi menjadi kompetitif. Untuk
suatu perusahaan, faktor manusia penting sebagai
sumber berbagai gagasan dan juga inovasi. Namun
demikian sejalan dengan semakin besarnya peran
teknologi digital maka kita semakin memerlukan orang-
M O M E N T U M

orang yang memahami teknologi digital itu sendiri.


Pemahaman teknologi digital ini penting agar orang-
orang ini pada gilirannya bisa memanfaatkan teknologi
tersebut untuk memperkuat kapabilitasnya dalam
menghadapi berbagai tantangan yang semakin banyak
dan kompleks. Pengembangan kapabilitas berbasis
teknologi memerlukan perhatian yang sangat besar dan
oleh karena itu setiap organisasi perlu mengukur kembali
sudah sekuat apa orientasi digitalisasinya.
Menurut OECD, menuju tahun 2030—sejalan dengan
semakin berperannya teknologi komputer dalam
menggantikan peran manusia di berbagai pekerjaan
yang rutin serta membosankan—maka organisasi
harus menggeser perhatian mereka dengan membuka
kesempatan bagi para pekerjanya untuk meningkatkan
kecakapan kognitif yang sifatnya non-rutin, seperti
kreativitas, sosial, dan emosional. OECD juga menyatakan
bahwa agar tetap kompetitif (dan relevan), pekerja harus
secara berkelanjutan mendapatkan berbagai kecakapan
baru. Karena itu, setiap pekerja harus memiliki pola pikir
yang fleksibel dan dapat mengadopsi sikap positif untuk
terus belajar.
Sejalan dengan semakin terdigitalisasinya semua aspek
dalam kehidupan sehari-hari, literasi digital menjadi
suatu keharusan. Berbagai teknologi digital akan menjadi
pembantu utama bagi para pekerja dalam setiap langkah
pertimbangan mereka yang merupakan landasan penting
dalam berbagai proses pengambilan keputusan, baik
untuk urusan personal maupun profesional, baik sebagai
atasan maupun bawahan.
Dengan terus mengembangkan kapabilitas
M O M E N T U M

manusia dalam suatu organisasi, berarti kita akan


dapat meningkatkan peran manusia sebagai penentu
differentiator dalam value chain suatu organisasi. Dan,
selama diferensiasi tersebut dapat memberikan solusi
bagi para pemangku kepentingan dan sekaligus dapat
meningkatkan kinerja organisasi, setidaknya sebagian
dari visi sebagai suatu organisasi masa depan sudah mulai
tampak di depan mata. Namun, para pemimpin dalam
organisasi jangan cepat berpuas diri karena hal ini akan
memicu sikap abai yang merupakan bahan baku suatu
kelengahan.
Ingat, bahwa kita berada di era yang menuntut kondisi
no margin for error karena suatu kesalahan dapat
membuat organisasi kehilangan momentum yang belum
tentu bisa terulang kembali, bahkan bisa membawa
organisasi pada suatu kegagalan. Kita harus selalu
mengingat ucapan Gene Kranz—NASA Flight Director
legendaris yang mengantar Apollo 11 mendarat di bulan
dan menyelamatkan Apollo 13 yang mengalami kerusakan
parah—yaitu “failure is not an option.”
Dari pengalaman Gene Kranz, kita mendapat suatu
pelajaran berharga bahwa orang berkualitas seperti dia
dengan anggota timnya merupakan kunci keberhasilan
berbagai misi besar yang sangat rumit dan tinggi tingkat
kesulitannya. Orang-orang berkualitas dalam bidangnya
seperti mereka secara nyata memberikan manfaat besar
bagi banyak orang lain. Pesan moralnya, marilah kita
menjadi orang berkualitas agar bermanfaat bagi banyak
orang lain dan tidak gagal menjalankan misi kita menuju
tahun 2030.
M O M E N T U M

QUOTES

“Dengan penerapan knowledge management


yang baik, maka dapat menghemat banyak
waktu dan tenaga di suatu organisasi sehingga
kinerja organisasi akan menjadi lebih efisien.”
0 6

2 0 2 1 I N D U S T R Y U P D A T E

PINTAR
BELANJA
DARING

BONGKAR BRAND
SEMAKIN
MITOS VALUES
MERATA
PERIKLANAN BAGI GEN Z
I N D U S T R Y U P D A T E

Shopping Behaviour
Pintar Belanja Daring

Tren belanja daring naik pesat saat pandemi. Di tengah


fenomena ini, pemain industri e-commerce tidak
boleh asal menikmati. Mereka harus cepat mengenali
perubahan yang ada sekaligus mempersiapkan diri
ketika masa pandemi berakhir.

Oleh Ellyta Rahma

S
udah menjadi pengetahuan umum jika
pandemi mendorong perubahan perilaku
konsumen. Selama satu tahun terakhir,
sejumlah pelaku bisnis berusaha memutar
otak untuk menghadapi perubahan yang begitu drastis.
Salah satunya, turunnya tingkat konsumsi masyarakat,
khususnya di momentum besar seperti Idul Fitri, natal,
dan tahun baru.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada akhir tahun 2020
mengungkapkan penurunan daya beli yang sangat jauh
dibandingkan masa prapandemi. Konsumsi rumah tangga
nasional berada di level -2,36% pada tahun tersebut.
Riset Kebiasaan Belanja Online Q1 2021 yang dirilis
oleh ShopBack pada April 2021 mengungkap perilaku
konsumen dalam berbelanja daring selama pandemi.
Riset ini juga memprediksi perilaku belanja saat pandemi
berakhir.
ShopBack menemukan konsumen Indonesia melakukan
penghematan cukup besar selama pandemi melanda.
I N D U S T R Y U P D A T E

Uniknya, penghematan ini dilakukan dengan tidak


mengurangi konsumsi, tapi lewat pengaturan belanja
yang cermat.
Hal ini terbukti dengan jumlah cashback yang
berhasil diberikan ShopBack pada kuartal kedua tahun
2020. Setidaknya pengguna ShopBack menghemat
pembelanjaan mereka hingga Rp 144 miliar lewat fitur
cashback yang ada di platformnya dan e-commerce.
Angka ini sejalan dengan apa yang ditemukan oleh
McKinsey dalam risetnya yang berjudul Sentimen
Konsumen Indonesia Selama Krisis Virus Corona. Riset
ini mengungkapkan 62% konsumen Indonesia berusaha
untuk menjadi lebih bijak dalam menggunakan uang
mereka. Sekitar 56% konsumen aktif mencari cara untuk
berhemat ketika berbelanja.

PERUBAHAN POLA PIKIR SEJAK COVID-19

Menjadi lebih bijak dalam


menggunakan uang 6% 33% 62%

Mencari cara untuk berhemat


7% 37% 56%
ketika berbelanja

Memilih produk yang lebih


murah untuk berhemat 8% 39% 53%

Menghabiskan waktu
merencanakan/membuat 6% 52% 42%
daftar belanja

Riset pilihan merek dan produk


sebelum membeli 6% 53% 41%

TOP MARKETPLACE

Sumber: Kebiasaan Belanja Online Q1 2021, ShopBack


I N D U S T R Y U P D A T E

Lebih lanjut, McKinsey menyebutkan bahwa konsumen


di Indonesia cenderung tidak mengurangi konsumsinya
saat terjepit masa sulit. Tapi, mereka berusaha memilih
produk yang lebih murah untuk berhemat. Cara ini
dilakukan oleh 53% responden untuk tetap memenuhi
kebutuhan hidup secara penuh meskipun kondisi
ekonomi sedang sulit.
Pandemi juga membuat konsumen lebih cermat
dalam berbelanja. Mencari solusi untuk menjaga agar
pendapatan dapat memenuhi kebutuhan menjadi dasar
kecermatan konsumen Indonesia. Hal ini dilihat dari
42% responden yang memilih untuk membuat rencana
belanja atau daftar belanja. Cara ini juga dilakukan untuk
mempercepat proses belanja, sehingga tidak terpapar
COVID-19 di tempat belanja.
Kecermatan ini hingga ke tingkat riset merek dan
produk sebelum berbelanja. Ada 41% orang yang mencari
tahu merek dan produk sebelum membeli dengan tujuan
beragam. Di antaranya, nilai tambah yang diberikan
produk dan kecocokan harga dengan bujet belanja yang
akan dikeluarkan.
Pandemi juga mendorong akselerasi teknologi yang
memaksa konsumen untuk beradaptasi, bahkan untuk
melakukan konsumsi. Namun di samping itu, kondisi ini
juga mendorong mereka menjadi konsumen yang lebih
pintar dalam berbelanja.
“Kondisi ini mendorong pelaku industri digital
untuk berkembang. Salah satunya ShopBack yang
terus menambah fitur. Kini, ShopBack telah memiliki
fitur perbandingan harga, rewards, dan voucer yang
memungkinkan konsumen untuk lebih bijak dalam
I N D U S T R Y U P D A T E

berbelanja,” jelas Galuh Chandra Kirana, Country Manager


ShopBack Indonesia.
Dalam melihat kebiasaan belanja daring konsumen,
ada empat hal yang tidak bisa dilepaskan. Di antaranya,
metode pembayaran, frekuensi belanja, media sosial yang
digunakan, dan pilihan marketplace.

5 ALASAN UTAMA KONSUMEN


BERKUNJUNG KE TOP MARKETPLACE

56% 52% 48%


Banyak promo Proses memesan dan Aplikasi atau
menarik membayar mudah situs web mudah
digunakan

53% 51%
Terpercaya Gratis ongkir
Pembayaran Favorit
Berdasarkan Generasi

Digital Payment (E-Wallet)


Digital payment (e-wallet) menjadi pilihan
semua generasi, dari rentang usia 18-55+

Apa metode pembayaran favorit


lainnya di luar e-wallet?
Transfer via internet/Mobile Banking
Baby Boomers (1946-1964) &
Millennials (1981-1996)

Cash on Delivery (CoD)


Gen X (1965-1980) & GenZ (1997 - 2009)

METODE PEMBAYARAN FAVORIT

11% 9% 1%
Jasa cicilan di luar Kartu Kredit Lain-lain
cicilan kartu kredit

26% 65% 65%


Pembayaran via Pembayaran/ Transfer via ATM
minimarket/ Dompet Digital
supermarket (OVO, Go-Pay,
ShopeePay,
DANA, dsb)

45% 48%
Transfer via Internet/ Bayar tunai
Mobile Banking di tempat (CoD)

Sumber: Kebiasaan Belanja Online Q1 2021, ShopBack


I N D U S T R Y U P D A T E

TOTAL CASHBACK YANG JAM PUNCAK BELANJA


DIBERIKAN DI Q2 2020
11 am - 2 pm Puncak kunjungan belanja
merchant via ShopBack

RP 144 Miliar 12 pm Puncak kunjungan tertinggi

KATEGORI TERLARIS

FESYEN PRIA GROCERIES TRAVEL


1 2 +164% 4 6 +53%
IBU &
+197% ANAK
Kenaikan order Fesyen Pria Groceries memuncak di Travel meningkat H-4 hingga
lebih tinggi dibanding Minggu 2 & 3 Ramadan H-2 Lebaran, menandakan
kenaikan fesyen perempuan dibanding sebelum konsumen cenderung

5
Ramadan PENATAAN membeli tiket last minute
FESYEN WANITA RUMAH
GADGET
+92% 3 +164%
Fesyen memuncak di
Minggu 2 & 3 Ramadan Gadget memuncak terutama
dibanding sebelum Ramadan di minggu 3 Ramadan dibanding
sebelum Ramadan

Sumber: Kebiasaan Belanja Online Q1 2021, ShopBack

Selama pandemi, naiknya tren belanja daring dibarengi


dengan naiknya tren pembayaran uang digital. ShopBack
mengungkapkan ada 65% responden melakukan
pembelanjaan daring dengan metode pembayaran
digital. Peningkatan frekuensi metode pembayaran ini
menandakan semakin dipercayanya uang digital sebagai
alat transaksi yang aman dan efisien. Sebagian besar
pengguna metode pembayaran ini muncul dari generasi
muda berusia 18–55 tahun. Hal ini menandakan generasi
digital native memiliki peran besar dalam menentukan
perilaku belanja daring di masa depan.
Sementara itu, metode cash on delivery (COD) dan bank
transfer tetap diminati, walaupun angkanya turun. Jika
tahun sebelumnya urusan pembayaran menggunakan
metode transfer bank, kini metode itu hanya dilakukan
oleh 45% konsumen. Sementara itu, COD dilakukan oleh
48% konsumen. Lebih detail, kebanyakan konsumen yang
memanfaatkan fitur ini datang dari Gen X dan pembelanja
laki-laki. Hal ini tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat
kepercayaan. Namun, juga oleh perilaku belanja yang
I N D U S T R Y U P D A T E

cenderung ingin memastikan kualitas barang sebelum


membayar.
Sepanjang tahun 2020, kenaikan frekuensi belanja
daring menjadi faktor terbesar naiknya tren belanja daring
di Indonesia. Sekitar 70% konsumen berbelanja daring
minimal satu bulan sekali. Bahkan, saat pandemi satu
dari lima orang di Indonesia berbelanja daring setidaknya
seminggu sekali. Alasannya beragam, mulai dari
memenuhi kebutuhan mingguan hingga mengisi waktu
luang.
Media sosial berperan besar dalam memengaruhi
kebiasaan belanja konsumen. Hal ini bisa dilihat dari
tingginya pengguna Facebook dan Instagram yang
merupakan pelaku aktif belanja daring. Facebook dan
Instagram kerap digunakan oleh konsumen untuk
melakukan riset sebelum belanja. Hal ini didorong dengan
terbukanya akses belanja kedua platform ini lewat fitur
advertisement dibandingkan dengan media sosial lain.
Terakhir, konsumen memiliki cara sendiri dalam memilih
tempat belanja daringnya. Sebagai aplikasi agregator
belanja, ShopBack mencatat lima marketplace yang
paling sering digunakan oleh konsumen di Indonesia.
Mereka adalah Shopee, Tokopedia, Lazada, Bukalapak, dan
Blibli. Ada banyak alasan yang memengaruhi pemilihan
ini.
Ada 56% konsumen memilih marketplace berdasarkan
tawaran promonya. Lalu, 52% melihat dari sisi kemudahan
transaksi, terutama dalam proses pemesanan dan
pembayaran. Perlu diingat, bahwa keunggulan belanja
daring adalah efisiensi dan efektivitasnya. Tidak heran jika
faktor ini begitu dipertimbangkan oleh konsumen.
I N D U S T R Y U P D A T E

Lebih lanjut, 48% konsumen mempertimbangkan


kemudahan menggunakan aplikasi belanja dalam
memilih marketplace-nya. Dalam hal ini, mereka
menginginkan user interface (UI) dan user experience (UX)
yang lebih bersahabat. Sisanya, pilihan marketplace jatuh
pada mereka yang bisa memberikan jaminan kepercayaan
terhadap konsumennya.
“Konsumen semakin pintar dalam berbelanja. Tidak
hanya menginginkan pembelanjaan yang lebih hemat
dengan berbagai diskon, tapi mereka juga menuntut
komitmen penyedia layanan belanja daring. Untuk itu,
e-commerce dan seller harus membaca perkembangan
perilaku mereka dan beradaptasi,” tutup Galuh.

QUOTES

“Konsumen semakin pintar berbelanja. Tidak


hanya menginginkan pembelanjaan yang lebih
hemat dengan berbagai diskon, tapi mereka juga
menuntut komitmen penyedia layanan belanja
daring. Untuk itu, e-commerce dan seller harus
membaca perkembangan perilaku mereka dan
beradaptasi.”

Galuh Chandra Kirana


Country Manager ShopBack Indonesia
I N D U S T R Y U P D A T E

Digital Competitiveness Index


Semakin Merata

Selama pandemi, terjadi perlambatan pertumbuhan


ekonomi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Namun
begitu, terjadi percepatan proses digitalisasi di hampir
semua provinsi.

Oleh Ign. Eko Adiwaluyo

P
enetrasi internet di negara ini meningkat
pesat selama pandemi. Menurut laporan
SEA eConomy 2020, satu dari tiga pengguna
layanan daring di Tanah Air sepanjang 2020
adalah pengguna baru. Adapun, menurut Digital Indonesia
2021, kini sudah ada lebih dari 202,6 juta pengguna internet
di Indonesia yang setara 73,7% populasi.
Selama masa pandemi COVID-19, berbagai institusi,
I N D U S T R Y U P D A T E

baik pemerintahan dan swasta, juga mempercepat


proses transformasi digital. Hal ini bertujuan untuk
menjaga keberlangsungan layanan yang dibutuhkan oleh
masyarakat atau konsumen.
Menurut studi East Ventures dan Katadata Insight Centre
(KIC), proses digitalisasi yang serentak ini membuat daya
saing digital antarprovinsi di Indonesia makin merata. East
Ventures merupakan perusahaan venture capital yang
memelopori investasi pada berbagai startup digital
di Indonesia. Studi bertajuk East Ventures Digital
Competitiveness Index (EV-DCI) 2021 yang kedua ini juga
untuk memetakan dampak perkembangan ekonomi
digital di seluruh penjuru Indonesia.
Pemerataan tersebut tampak dari kenaikan skor median
indeks daya saya saing digital (EV-DCI) dari 27,9 pada tahun
2020 menjadi 32,1 pada tahun 2021. Berdasarkan temuan
dari perhitungan indeks EV-DCI, ada dua faktor utama
yang mendorong perkembangan dan pemerataan daya
saing digital di Indonesia di tengah pandemi.
Pertama, pembangunan infrastruktur yang makin
merata. Infrastruktur merupakan pilar EV-DCI dengan
kenaikan skor tertinggi, yakni 7,5 poin menjadi 54,3 poin
pada tahun 2021. Sejumlah indikator yang menopang
kenaikan skor ini adalah rasio desa yang mendapatkan
sinyal 3G dan 4G, rasio rumah tangga yang memiliki
sambungan telepon tetap, serta tingkat gangguan listrik.
Kedua, peningkatan pengeluaran untuk teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) yang mengindikasikan
bahwa penduduk Indonesia di seluruh provinsi makin
banyak menggunakan layanan dan transaksi berbasis
digital. Pilar pengeluaran TIK dalam indeks EV-DCI naik 6,3
I N D U S T R Y U P D A T E

poin. Sejumlah indikator yang menopang kenaikan skor


ini adalah peningkatan rasio rumah tangga yang memiliki
pengeluaran untuk TIK, pengeluaran rata-rata rumah
tangga untuk TIK, serta balas jasa dan upah pekerja di
sektor TIK.
Perkembangan signifikan pada kedua pilar EV-DCI
tersebut melengkapi kekuatan daya saing Indonesia dalam
hal penggunaan TIK. Meskipun hanya naik 2,7 poin pada
2021, penggunaan TIK di Indonesia adalah pilar EV-DCI
dengan daya saing paling tinggi dan memiliki skor yang
paling merata dibandingkan dengan pilar lain
“Adanya pandemi sedikit mengerem pertumbuhan
pesat ekonomi digital Indonesia. Namun, pandemi juga
membantu mengakselerasi adopsi layanan digital di
Indonesia. Seperti ketapel yang ditarik ke belakang,
ekonomi digital Indonesia bakal melesat menuju era
keemasan setelah setelah pandemi bisa teratasi,” kata
Willson Cuaca, Co-Founder & Managing Partner East
Ventures.

Naik peringkat   
Pada hasil pemetaan EV-DCI 2021, untuk level provinsi di
Indonesia, terlihat bahwa provinsi DKI Jakarta memimpin
daya saing digital dengan skor EV-DCI 77,6. Kemudian,
diikuti Jawa Barat dengan skor 57,1, dan Jawa Timur
dengan skor 48,0. Sementara itu, provinsi Papua berada di
urutan terbawah dengan skor 22,0.
“Hampir semua provinsi mengalami kenaikan skor
infrastruktur. Ini sejalan dengan upaya pemerintah
menggenjot pembangunan infrastruktur digital. Kami
berharap agar seluruh masyarakat Indonesia di 34 provinsi
I N D U S T R Y U P D A T E

ikut menikmati era keemasan ekonomi digital Indonesia,”


lanjutnya.
Survei ini juga menyebutkan, Bali dan Kepulauan Riau
menjadi provinsi yang mencatatkan peningkatan skor
secara signifikan. Bahkan, menembus dominasi provinsi-
provinsi dari Jawa. Bali berada di peringkat keempat
dengan skor 47,7 atau naik dari peringkat ketujuh dengan
skor 40,6 pada tahun lalu. Sedangkan Kepulauan Riau naik
ke peringkat ketujuh dengan peningkatan skor dari 35,9
menjadi 43,0 pada tahun ini. Pada kedua provinsi, semakin
banyak penduduk yang bergantung pada internet dalam
pekerjaan atau menjalankan usahanya.
Selain itu, peningkatan skor Bali tidak lepas dari faktor
infrastruktur digital di provinsi tersebut yang memiliki
skor terbaik kedua setelah DKI Jakarta (82,42). Tingginya
skor Infrastruktur ini didukung oleh sejumlah indikator
penyusunnya, seperti rasio desa yang sudah mendapatkan
sinyal 3G dan 4G.
Naiknya peringkat dan skor ekonomi digital di daerah
tersebut tidak terlepas dari faktor geografis. Faktor jarak
yang dekat dengan Singapura membuat Kepulauan Riau,
khususnya Batam menjadi salah satu tujuan investasi dari
Singapura, termasuk investasi di sektor ekonomi digital.
Salah satunya adalah Nongsa Digital Park, yang kini telah
diisi oleh sekitar 150 perusahaan dan 1.000 pengembang
teknologi dan pelaku industri kreatif.
Pilar penyusun EV-DCI lainnya juga mengalami kenaikan
skor. Pilar sumber daya manusia (SDM), perekonomian,
kewirausahaan dan produktivitas, keuangan, serta regulasi
dan kapasitas Pemda naik di kisaran 3-5 poin. Adapun
pilar ketenagakerjaan naik 0,8 poin. Pemerataan daya
I N D U S T R Y U P D A T E

saing digital Indonesia adalah hasil kerja gotong royong


pemerintah, korporasi, dan startup.
Pada sisi lain, EV mencatat ada beberapa bidang yang
tumbuh positif selama pandemi, yaitu infrastruktur
digital, e-commerce, dan edutech. Infrastruktur digital
terdongkrak misalnya oleh pengeluaran pulsa dan durasi
waktu online. Durasi meningkat dari 4–6 jam pada 2019
menjadi 7–10 jam pada 2020. Di sektor e-commerce,
jumlah merchant bertambah. Misalnya, Tokopedia pada
kuartal II 2019 tumbuh 36%, sedangkan tahun 2020
tumbuh menjadi 87%. Sementara itu, edutech mengalami
peningkatan jumlah murid daring dari 22 juta orang pada
2019 menjadi 30 juta orang pada tahun 2020.
“Presiden Joko Widodo telah mendorong agar segala
macam hambatan yang muncul akibat pandemi justru
dimanfaatkan sebagai momentum dalam mempercepat
transformasi digital. Teknologi menjadi kunci terpenting
agar Indonesia lebih efisien dan produktif,” kata Willson.

QUOTES

“Hampir semua provinsi mengalami kenaikan


skor infrastruktur. Ini sejalan dengan upaya
pemerintah menggenjot pembangunan
infrastruktur digital. Kami berharap agar
seluruh masyarakat Indonesia di 34 provinsi
ikut menikmati era keemasan ekonomi digital
Indonesia.”

Willson Cuaca
Co-Founder & Managing Partner East Ventures
I N D U S T R Y U P D A T E

PERINGKAT EAST VENTURES - DIGITAL COMPETITIVENESS INDEX 2021

Perubahan dari 2020


Peringkat Provinsi Skor EV-DCI Peringkat Skor EV-DCI
1 DKI Jakarta 77.6 = -2.1
2 Jawa Barat 57.1 = +2.2
3 Jawa Timur 48.0 = -1.7
4 Bali 47.7 3 +7.1
5 Banten 47.7 = +2.9
6 DI Yogyakarta 47.5 2 +0.8
7 Kep. Riau 43.0 3 +7.1
8 Jawa Tengah 42.6 2 0.0
9 Sulawesi Selatan 40.7 = +4.5
10 Kalimantan Timur 39.5 2 +1.6
11 Sulawesi Utara 35.9 4 +5.7
12 Sumatera Barat 34.5 1 +3.5
13 Sumatera Utara 34.2 1 +2.9
14 Kalimantan Utara 32.8 3 -1.3
15 Kalimantan Selatan 32.6 1 +1.9
16 Gorontalo 32.3 4 +4.7
17 Riau 32.1 1 +3.4
18 Sulawesi Tenggara 32.0 8 +5.4
19 Bengkulu 31.3 11 +6.2
20 Jambi 30.9 3 +3.9
21 Sumatera Selatan 30.8 3 +3.1
22 Nusa Tenggara Barat 30.7 3 +4.0
23 Sulawesi Tengah 30.7 6 +5.4
24 Maluku 30.1 3 +3.8
25 Kep. Bangka Belitung 29.8 6 +2.1
26 Lampung 29.6 2 +2.8
27 Aceh 29.4 5 +2.1
28 Kalimantan Tengah 29.4 4 +5.7
29 Nusa Tenggara Timur 29.3 2 +5.6
30 Papua Barat 27.6 2 +1.4
31 Kalimantan Barat 26.6 10 -0.8
32 Maluku Utara 26.5 15 -1.6
33 Sulawesi Barat 22.9 = +1.8
34 Papua 22.0 = +4.2

Jawa Bali-Nusra Sumatera Naik Turun = Tetap


Kalimantan Sulawesi Maluku-Papua

Sumber: Digital Competitiveness Index 2021, East Ventures


I N D U S T R Y U P D A T E

Media
Bongkar Mitos Periklanan

Jumlah screen yang digunakan masyarakat kian


meningkat seiring dengan berbagai perubahan yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Uniknya, jumlah
konsumen media cetak justru meningkat di masa
pandemi.

Oleh Clara Ermaningtiastuti

I
ndustri media menjadi salah satu sektor yang
harus beradaptasi dengan berbagai dinamika
yang disebabkan oleh pandemi COVID-19. Di saat
bersamaan, beberapa anggapan berkaitan dengan
efektivitas belanja iklan oleh para merek muncul selama
masa pandemi. Contohnya, belanja iklan luar ruang
dianggap menurun efektivitasnya karena sebagian besar
masyarakat masih beraktivitas di rumah. Sehingga,
beriklan dirasa tidak diperlukan karena pola konsumsi
masyarakat yang berubah.
“Laporan ini kami buat berdasarkan sumber data yang
kami dapat melalui survei. Seperti consumer media
view, television audience measurement, radio audience
measurement, Nielsen advertising intelligence, dan traffic
number management. Kami berusaha menjawab mitos
selama pandemi. Sebab, muncul banyak pertanyaan
mengenai apakah benar para pengiklan memotong bujet
iklan,” ujar Executive Director Nielsen Hellen Katherina.
Pemotongan anggaran belanja iklan oleh pengiklan
I N D U S T R Y U P D A T E

menjadi mitos pertama. Banyak yang beranggapan merek


fokus pada hal-hal yang dapat membawa keuntungan
saja. Sebab itu, pada kondisi seperti pandemi ini, dana
yang disiapkan untuk kebutuhan iklan dianggap menjadi
korban pemangkasan.
Pada tahun 2019, belanja iklan di televisi, media cetak,
radio dan media digital menyentuh Rp 182 trilliun jika
dilihat dari gross rate card, bonus, promo, diskon, dan lain
sebagainya. Sedangkan pada tahun 2020, angka belanja
iklan justru mencapai Rp 229 trilliun dengan tren yang
perlahan mulai stabil semenjak memasuki paruh kedua
tahun 2020.
“Kepemirsaan televisi selama masa pandemi tetap
kuat karena konsumen ada di rumah. Sehingga, jumlah
iklan yang muncul di televisi tidak turun. Walau 20% dari
kenaikan belanja iklan televisi disebabkan oleh kenaikan
rate card, tetapi stasiun televisi mampu bertahan di masa
pandemi ini,” jelas Hellen.
Tidak dapat dipungkiri para pengiklan masih sangat
berhati-hati ketika mengeluarkan dana untuk beriklan.
Kendati demikian, sejumlah merek besar masih cukup
percaya diri untuk menaikkan angka belanja iklannya.
Mereka hadir dari kategori produk layanan daring,
pemerintahan dan organisasi politik, kecantikan, rokok,
serta perawatan rambut. Sedangkan kategori seperti
snack, kopi atau teh, pasta gigi, hingga korporasi terlihat
tidak mengalami perubahan signifikan.
Mitos berikutnya adalah iklan di luar ruang tidak
diperlukan karena semua orang berada di rumah. Mitos ini
harus dibantah karena meski trafik di beberapa kawasan
seperti kawasan bisnis menurun, trafik di lokasi lain
I N D U S T R Y U P D A T E

mengalami peningkatan.
Hal ini hampir serupa dengan perubahan trafik
internet yang berpindah dari lokasi perkantoran ke lokasi
pemukiman. Daerah sentral bisnis mengalami perubahan
trafik sebesar 30% pada tahun 2020 bila dibandingkan
dengan tahun 2019. Jumlah tersebut cukup besar bagi
para pengiklan.
Tetapi, trafik di lokasi pemukiman penduduk justru
menunjukkan angka yang mirip dengan tahun 2019.
Ini mengindikasikan banyak orang masih keluar rumah
untuk berbagai urusan. Misalnya, untuk berbelanja bahan
makanan, beribadah, dan lainnya.
“Ini cukup menarik. Meski media luar ruang sebenarnya
terdampak karena situasi pandemi. Tapi, kita masih bisa
melihat ada pengiklan yang memanfaatkan media luar
ruang untuk berkomunikasi dengan konsumennya,” tutur
Hellen.
Melihat dinamika tersebut, sejumlah merek masih setia
untuk menggunakan media luar ruang untuk beriklan.
Misalnya, kategori pemerintahan dan organisasi politik,
properti, layanan daring, layanan sosial, transportasi, serta
jasa logistik.
Mitos selanjutnya adalah radio sudah ketinggalan
zaman. Meski radio amplitude modulation (AM)/frequency
modulation (FM) dianggap tidak lagi relevan dengan
masa kini, radio justru menunjukkan grafik penetrasi yang
naik sepanjang tahun 2020. Hellen melihat hal ini tidak
sepenuhnya mengejutkan.
“Selama bertahun-tahun, radio dipersepsikan sebagai
media yang menemani selama perjalanan. Ini tidak
sepenuhnya salah. Tetapi, perlu diingat, kepemilikan mobil
I N D U S T R Y U P D A T E

di Indonesia kurang dari 10% dan tingkat keterdengaran


radio sebenarnya lebih terjadi di rumah. Sehingga,
peningkatan keterdengaran selama periode stay at home
tidaklah mengherankan,” ungkapnya.
Dengan banyaknya orang yang tinggal di rumah, radio
bisa didengarkan lebih lama di rumah. Riset Nielsen
menemukan, sejak Juli tahun lalu terjadi peningkatan
keterdengaran radio secara bulanan. Sehingga, pengiklan
dan pemilik radio harus melakukan penyesuaian lebih
cepat untuk strategi bisnisnya.
Peningkatan keterdengaran radio sepanjang tahun
2020 nyatanya juga disumbang oleh radio AM/FM. Namun,
mengikuti perkembangan zaman, platform digital seperti
JOOX dan Spotify ikut ambil bagian dalam pertumbuhan
kependengaran radio. Ada peningkatan sebesar 65% dari
platform-platform ini.
Jika dibandingkan dengan radio digital, angka belanja
iklan radio AM/FM memang bisa dikatakan lebih tinggi.
Pada kuartal pertama tahun 2020, belanja iklan radio AM/
FM cukup stabil. Sedangkan pada kuartal dua, jumlahnya
mengalami peningkatan signifikan.
Hal itu mengindikasikan terjadinya pemulihan bisnis
setelah sempat dikejutkan dengan hadirnya pandemi.
Pada akhir November 2020, rata-rata angka belanja iklan
radio di wilayah Jakarta bahkan mencatat angka Rp 55
miliar dan untuk wilayah luar Jakarta Rp 65 miliar.
Mitos lain adalah media cetak sudah tamat. Banyak yang
beranggapan bahwa dengan pembatasan aktivitas untuk
mengurangi penularan COVID-19, maka berakhir sudah
minat membaca untuk media cetak. Namun, temuan
berbeda datang dari survei Nielsen Consumer and Media
I N D U S T R Y U P D A T E

View yang mewawancarai lebih dari 17.000 orang di 11 kota


besar yang tersebar di Indonesia.
Jumlah total pembaca diketahui naik dua kali lipat
dalam satu tahun terakhir. Nielsen mencatat total populasi
pembaca mencapai angka 6,9 juta orang pada kuartal
empat tahun 2019. Sebanyak 70% di antaranya adalah
pembaca media digital dan 23% atau sekitar 2,1 juta
orang masih setia dengan format cetak, dan 7% lainnya
membaca baik format digital maupun cetak.
Angka ini mengalami perubahan pada tahun 2020. Total
pembaca naik hingga 12,9 juta orang dengan 2,6 juta di
antaranya pembaca media cetak (10%). Sedangkan 80%
lainnya merupakan pembaca digital, dan 10% lainnya
membaca keduanya.

Gender & Age

FEMALE MALE
49.60% 50.40%

36.20% 35.80%
34.30%

21.10% 20.10%
14.40% 14.00%
7.60% 7.70%
5.00% 2.70% 1.00%

18-24 25-34 35-44 45-54 55-64 65+

Sumber: Digital Media Landscape 2021, Dable


I N D U S T R Y U P D A T E

Most Used Device

Tablet Others
1.25% 0.30%
Mobile PC
71.81% 26.64%

Sumber: Digital Media Landscape 2021, Dable

Artinya, selama pandemi berlangsung, masyarakat


sangat ingin tahu banyak informasi sehingga konsumsi
media mereka tidak berhenti di satu tipe saja. Mereka
memanfaatkan format digital maupun cetak. Kenaikan
angka pembaca cetak sendiri bukan berarti ada kenaikan
penjualan untuk media cetak tersebut. Tetapi, dapat
terjadi pass on readership di rumah.
Misal, di suatu rumah sang ayah membeli koran
dan membacanya. Selesai membaca, ia meletakkan
koran tersebut di meja. Anaknya yang work from
home kemudian membaca koran tersebut. Anak ini
yang sebelumnya bukan pembaca kemudian masuk
dan terhitung sebagai pembaca karena fenomena
pembatasan aktivitas di luar rumah.
Mitos selanjutnya, masyarakat tidak lagi menonton
televisi. Seperti yang diketahui, selama pandemi semua
kegiatan berlangsung di rumah. Kondisi tersebut baru
dalam beberapa waktu terakhir berubah sejak peraturan
I N D U S T R Y U P D A T E

batas minimum kapasitas gedung perkantoran serta


pusat perbelanjaan. Namun, terlepas dari banyaknya
waktu luang di rumah, pengiklan justru berpikir bahwa
kebanyakan dari konsumen sudah meninggalkan televisi.
Bicara mengenai tentang perilaku konsumsi media,
Dable, platform content discovery merilis Digital Media
Landscape 2021 yang mengungkap lanskap media online
dan perlaku konsumsi konten. Perilaku konsumsi konten
yang dirilis Dable ini dikelompokkan berdasarkan gender,
usia, dan perangkat yang dimiliki pengguna.
“Terjadinya pandemi secara luar biasa telah mengubah
perilaku pengguna dalam mengonsumsi konten.
Konsumsi konten secara online telah meningkat secara
signifikan dan kebanyakan konten yang dikonsumsi oleh
pengguna juga berubah. Ini semua menyajikan peluang
baru bagi industri media,” kata General Manager Dable
Hoyoung Lee.
Di antara 50,4% responden yang 49,6% di antaranya
adalah perempuan, Dable menemukan pengguna di
rentang usia 25-34 tahun berada di urutan teratas dalam
hal konsumsi konten sebesar 35%. Berikutnya, di posisi
kedua, usia 18-24 tahun dengan tingkat konsumsi konten
sebesar 28,6%.
Temuan menarik lainnya adalah secara khusus
perempuan yang berusia 18-24 tahun dan 25-34 tahun
berada di peringkat pertama dan kedua dalam hal
konsumsi konten. Sedangkan terkait perangkat yang
digunakan, sebanyak 71,81% pengguna mengonsumsi
konten melalui perangkat mobile.
Hadirnya ragam hiburan dan informasi digital dianggap
menjadi pendorong konsumen meninggalkan televisi.
I N D U S T R Y U P D A T E

Data dari Nielsen TV Audience Audience Measurement


di kuartal pertama 2019 menunjukkan rata-rata lamanya
orang menonton adalah 5:05:27. Sedangkan, rata-rata di
kuartal keempat 2020 menunjukkan angka yang sedikit
menurun, di 5:00:41.
Hasil yang senada juga dihasilkan dari survei Nielsen
Media and Consumer View, yang mana porsi penonton
ringan atau light viewers meningkat. Sedangkan
penonton loyal cenderung tetap menonton dengan
jumlah paling tinggi pada jam 19.00 - 22.00. Penonton
ringan ini cenderung datang dari konsumen yang berusia
lebih muda.
“Jumlah penonton televisi dan durasi menonton jika
dibandingkan secara year-on-year masih cukup stabil.
Dengan banyaknya waktu di rumah, pemirsa masih tetap
memanfaatkan televisi sebagai sumber informasi dan
hiburan utama,” jelas Hellen.

Most Used Browser

PC Mobile

SAFARI OPERA
IE/EDGE Others SAFARI 0.30%
2.85% FIREFOX
3.69% 0.50% 95.70%
0.08%
OTHERS
0.07%

Firefox
17.21%

Chrome Chrome
75.75% 95.70%

Sumber: Digital Media Landscape 2021, Dable


I N D U S T R Y U P D A T E

Most Used OS

PC Mobile
Linux iOS Others
1.90%
MacOS Others 3.89% 0.02%
5.33% 0.25%

Windows Android
92.51%
96.09%

Sumber: Digital Media Landscape 2021, Dable

Mitos yang terakhir adalah perubahan pola konsumsi


dari konvensional ke digital. Mitos ini tampaknya
menjadi rangkuman dari mitos-mitos sebelumnya. Meski
secara umum, penetrasi teknologi di Indonesia terus
berkembang, nyatanya pola konsumsi masyarakat masih
belum sepenuhnya bergeser.
Pada kuartal empat tahun 2019, Nielsen menemukan
bahwa masyarakat yang menggunakan internet dan
televisi secara bersamaan mencapai angka 28%. Setahun
setelahnya masih di periode yang sama pada tahun 2020,
angka tersebut naik menjadi 36%.
Kebijakan untuk stay at home telah menyebabkan
kenaikan konsumsi video daring sebesar dua kali lipat.
Rata-rata penggunaan tertinggi di akhir pekan dan pada
saat bersamaan konsumen melakukan double screening
I N D U S T R Y U P D A T E

dengan menonton televisi.


Jika dilihat dari sisi pengiklan, belanja di media
konvensional masih terlihat menjanjikan. Pasalnya,
konsumen masih menikmati semua tipe media.
Kepemirsaan televisi masih tinggi, radio dan internet
juga terus tumbuh. Media luar ruang yang berada di
dekat pemukiman masyarakat juga mulai menunjukkan
pemulihan.
Bisa disimpulkan pandemi memang mendorong adanya
perubahan jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Pemain di industri media tidak bisa lagi mengotak-
ngotakkan strategi antara media konvensional dan
digital. Semua punya andil besar dan harus dilihat secara
menyeluruh dan tidak dipisahkan. Cross media is new
mantra,” tutup Hellen.

QUOTES

“Jumlah penonton televisi dan durasi menonton


jika dibandingkan secara year-on-year masih
cukup stabil. Dengan banyaknya waktu di rumah,
pemirsa masih tetap memanfaatkan televisi
sebagai sumber informasi dan hiburan utama.”

Hellen Katherina
Executive Director Nielsen
I N D U S T R Y U P D A T E

Customer Behaviour
Brand Values Bagi Gen Z

Gen Z adalah generasi yang unik yang banyak


menerima stereotip, sehingga membuat generasi
sebelumnya gagal menjalin komunikasi harmonis
dengan mereka. Untuk itu, merek harus mengenal lebih
dekat generasi digital native ini.

Oleh Ellyta Rahma

P
embicaraan mengenai Generasi Z sudah
mulai ramai sejak tahun 2019. Namun, kini
pembicaraan itu semakin santer dengan
semakin berperannya mereka dalam
kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya. Tahun 2020
bahkan digadang sebagai tahun the rise of Gen Z yang
mana peran anak muda semakin besar dalam tatanan
kehidupan.
Sebelum membicarakan seberapa peran Gen Z
terhadap tatanan kehidupan dan bagaimana merek bisa
membangun komunikasi yang efektif dengan mereka,
sebaiknya kita berkenalan dulu dengan mereka. Generasi
Z atau Gen Z adalah mereka yang lahir pada tahun 1997-
2021.
Sebuah riset dari Hakuhodo berjudul Now You Z
Me: Debunking Myths about ASEAN’s Generation Z
menyebutkan, pada tahun 2020 setidaknya ada 2 miliar
orang yang termasuk ke dalam kategori Gen Z secara
global. Jumlah ini yang menjadikan mereka sebagai
I N D U S T R Y U P D A T E

gelombang sosial baru di kehidupan. Generasi ini menjadi


penentu masa depan dunia dengan ciri khasnya yang unik
dan berbagai perubahan yang mereka bawa.

(Veryimportant)

Sumber: Now You Z Me: Debunking Myths about ASEAN’s Generation Z, Hakuhodo 2021
I N D U S T R Y U P D A T E

Sumber: Now You Z Me: Debunking Myths about ASEAN’s Generation Z, Hakuhodo 2021

QUOTES

“Generasi milenial dan Gen X yang menganggap


Gen Z cenderung individualis dan tidak peduli
dengan penilaian sekitar. Anggapan itu
salah. Mereka hanya jauh lebih baik dalam
mengekspresikan diri dan ini menjadi indikasi
yang bagus untuk masa depan. Gen Z lebih berani
dalam menunjukkan kemampuan diri.”

Devi Attamimi
Institute Director HILL ASEAN dan Executive Director Strategy
Hakuhodo International Indonesia.
I N D U S T R Y U P D A T E

What do Gen Zers


“ideal life” pie charts look like?

GOALS FINANCIAL
STABILITY

INNER PEACE
FAMILY

EMOTIONAL
FRIENDS STABILITY

FINANCE FUN

First-jobber, 23, Indonesia University student, 22 Malaysia

Sumber: Now You Z Me: Debunking Myths about ASEAN’s Generation Z, Hakuhodo 2021

Kehidupan yang berjalan kini merupakan dunia yang


nyaman untuk Gen Z. Dikelilingi oleh perkembangan
teknologi, koneksi internet yang mulai merata. Mereka
memang generasi digital native dan tech-savvy. Gen Z
lahir dan tumbuh bersama perkembangan teknologi yang
masif. Teknologi adalah bagian dari diri mereka.
Diperkirakan, pada tahun 2030, generasi ini akan
menguasai 25% tenaga kerja global di dunia. Artinya,
dalam sepuluh tahun ke depan, mereka akan menjadi
pihak yang mengatur dunia. Generasi ini akan menjadi
pembelanja dan konsumen seiring dengan masuknya
mereka ke jenjang dewasa.
I N D U S T R Y U P D A T E

Bagaimana cara menaklukkan generasi ini? Hanya satu


jawabannya, merek dan perusahaan harus relevan dengan
mereka. Caranya tak lain dengan mengenal generasi ini
lebih jauh lagi.
Sayangnya, Gen Z menerima banyak penilaian yang
salah dari generasi-generasi sebelumnya. Gen Z dianggap
memiliki karakter unik yang tidak terjadi pada generasi
sebelumnya. Setidaknya ada tiga stereotip yang melekat
pada generasi ini. Pertama, Gen Z selalu mementingkan
dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum orang lain. Mereka
cenderung apatis dan tidak peduli. Kedua, Gen Z menjadi
generasi kompleks dan ekstrem. Prioritas mereka bersifat
individu, bukanlah sosial. Ketiga, Gen Z sangat bergantung
dengan media sosial. Membuat mereka menciptakan cara
berkomunikasi sendiri dengan kehidupan sekitar.
Pada kenyataannya, stereotip ini justru tidak bisa
mewakili apa yang sebenarnya terjadi di kalangan Gen Z.
Dalam temuannya, Hakuhodo justru mendapatkan hasil
yang 180 derajat berbeda. Responden Gen Z tidak melihat
diri mereka seperti bagaimana lingkungan melihat
mereka. Gen Z di kawasan ASEAN, termasuk Indonesia
mengakui diri mereka tergolong konservatif dan sangat
peduli dengan kehidupan sosial di sekitarnya.
“Pada titik tertentu, saya rasa kami masih tergolong
konservatif. Saya melihat banyak di antara kami yang
lebih memilih untuk memiliki kehidupan sederhana dan
nyaman,” kata salah satu responden riset yang merupakan
first-jobber.
Mari melihat lebih jauh bagaimana generasi ini melihat
lingkungan sekitarnya yang ternyata bertolak belakang
dengan penilaian orang pada Gen Z selama ini. Pada sisi
I N D U S T R Y U P D A T E

kehidupan sosial, Gen Z yang kerap dinilai individualis


nyatanya sangat menghargai kehidupan harmoni
dengan orang lain. Ada 61% Gen Z di ASEAN mengaku
kebahagiaan adalah dengan diterima oleh banyak orang.
Sementara, 70% Gen Z menyetujui bahwa kebahagiaan
adalah memiliki hubungan dengan orang-orang yang
mereka sayangi.
“Banyak milenial dan Gen X yang menganggap Gen Z
cenderung individualis dan tidak peduli dengan penilaian
sekitar. Anggapan itu salah. Mereka hanya jauh lebih
baik dalam mengekspresikan diri dan ini adalah indikasi
yang bagus untuk masa depan. Gen Z lebih berani dalam
menunjukkan kemampuan diri,” jelas Devi Attamimi,
Institute Director HILL ASEAN dan Executive Director
Strategy Hakuhodo International Indonesia.
Pernyataan Devi disetujui oleh salah satu responden
riset ini di Indonesia. Dalam riset, responden ini
mengungkapkan bahwa hidup adalah tentang
bersosialisasi dengan orang lain. Berkolaborasi dan bekerja
sama akan menimbulkan isu A dan B yang dapat menjadi
bahan pengembangan diri. “Orang yang independen
mungkin akan memiliki isu sosial yang lebih sedikit,
namun rendahnya interaksi dengan orang lain bukanlah
gaya Gen Z,” katanya dikutip dalam laporan Hakuhodo.
Akhirnya, Gen Z lebih pintar dalam menentukan
kehidupan idealnya masing-masing. Mereka cenderung
berpikir menyeluruh tentang interaksi sosial. Ini
menjadi model Gen Z mampu menentukan ke mana
hidup mereka akan berjalan. Salah satu responden dari
Indonesia memperlihatkan chart kehidupan ideal baginya.
Untuk responden ini, keluarga menempati urutan teratas,
I N D U S T R Y U P D A T E

diikuti dengan pemenuhan tujuan hidup, teman, dan


keberhasilan keuangan.
Berlanjut ke kebiasaan konsumsi, Gen Z ternyata jauh
lebih teliti dalam menentukan merek pilihannya. Mereka
menjadi pembelanja rasional yang memiliki keinginan
besar untuk memiliki sesuatu. Artinya, generasi ini
memiliki kecenderungan belanja besar, namun memiliki
terms and condition sendiri dalam memilih produk.
Gen Z sangat memerhatikan brand values. Mereka
sangat memerhatikan nilai tambah yang ditawarkan
oleh merek terhadap masyarakat. Uniknya, generasi ini
bersedia membayar lebih jika memang merek tersebut
memperlihatkan komitmen yang kuat.
Setidaknya, ada lima nilai yang sangat diperhatikan
Gen Z dalam berbelanja. Kelimanya antara lain merek
bisa membantu meningkatkan kemampuan (55%),
memberikan kebahagiaan untuk hidup orang lain
(53%), berkontribusi terhadap kehidupan lokal (52%),
mempromosikan inklusivitas (52%), dan membantu
menghilangkan beban dalam menentukan pilihan (49%).
“Merek tidak bisa berpihak oleh satu pihak saja. Merek
harus berdiri di tengah dan menerima semua kondisi
masyarakat serta memahaminya. Inilah ekspektasi Gen Z
terhadap merek kini,” tambah Devi.
Generasi ini memiliki kedekatan yang intim dengan
media sosial. Mereka memiliki kesepakatan bahwa tiap
aplikasi media sosial memiliki aturan masing-masing. Jadi,
merek harus berhati-hati dalam memanfaatkan media
sosial untuk beriklan.
Ada 86% Gen Z di ASEAN menganggap Facebook
digunakan untuk mengikuti berita global. Sementara
I N D U S T R Y U P D A T E

itu, 72% setuju bahwa Instagram digunakan untuk


menunjukkan apa yang terjadi di kehidupan pribadi
kepada semua orang. Lalu, 66% mengatakan Twitter
sebagai tempat untuk didengar dan 82% menganggap
TikTok sebagai tempat untuk menghibur diri dan
bersantai.
“Satu lagi yang menangkal stereotip Gen Z. Nyatanya,
mereka menggunakan media sosial jauh lebih bijak
dengan fungsinya masing-masing sekaligus hadir di tiap
isu sosial yang tengah terjadi," kata Devi.

Siasat Merek
Sebuah riset berjudul The Youth Equation Report dari
Hill+Knowlton Strategies Indonesia merangkum strategi
epik yang dapat digunakan merek agar bisa menarik hati
Gen Z. Seperti yang sudah diungkapkan, Gen Z cenderung
menghargai pengakuan, apresiasi, dan relevansi dalam
menjalin hubungan. Hal itulah yang harus dilakukan oleh
merek.
Merek harus menyadari bahwa mereka menginginkan
merek yang memiliki nilai serta tujuan sosial yang kuat.
Merek tidak lagi bisa berfokus pada keuntungan semata,
tapi juga membawa manfaat untuk kehidupan di sekitar.
Contohnya merek-merek yang mulai memunculkan
pesan cruely free atau sustainability pada produknya.
H&M misalnya, yang meluncurkan koleksi mode ramah
lingkungan atau Danone-AQUA yang hadir dengan inovasi
100% botol daur ulang. Sehingga, produknya memiliki
kontribusi terhadap kelestarian lingkungan.
“Merek pun harus bisa beresonansi dengan anak muda
ini. Mereka merupakan audiens sensitif dengan apa
I N D U S T R Y U P D A T E

yang dibicarakan dan bagaimana merek menyampaikan


pesannya. Merek tidak bisa asal menggunakan kanal
digital. Tapi, merek juga harus memahami bagaimana
mereka menggunakan kanal-kanal komunikasi tersebut
dan ikut ke dalam obrolan mereka,” tutup Mariane
Admardatine, CEO H+K Strategies Indonesia.

Emphasis on “Harmony” between self and others

Myths about ASEAN’s Gen Z:

Sumber: Now You Z Me: Debunking Myths about ASEAN’s Generation Z, Hakuhodo 2021
I N D U S T R Y U P D A T E

QUOTES

Merek pun harus bisa beresonansi dengan anak


muda ini. Mereka merupakan audiens sensitif
dengan apa yang dibicarakan dan bagaimana
merek menyampaikan pesannya. Merek tidak
bisa asal menggunakan kanal digital. Tapi,
merek juga harus memahami bagaimana mereka
menggunakan kanal-kanal komunikasi tersebut
dan ikut ke dalam obrolan mereka.”

Mariane Admardatine
CEO H+K Strategies Indonesia
Learn More
0 6

2 0 2 1 L I F E S T Y L E

VONG KITCHEN

CITA RASA MOVIE &


PRODUCT
PRANCIS, MUSIC
SUASANA NEW
YORK
L I F E S T Y L E
Food

VONG Kitchen
Cita Rasa Prancis,
Suasana New York

Menyantap hidangan di restoran ala koki 3 Michelin


Star kini bisa dicoba di Alila Hotel, SCBD. Tidak hanya
menikmati menu besutan dari koki andal, tamu juga
diajak merasakan pengalaman makan seperti di kota
New York.

Oleh Clara Ermaningtiastuti


L I F E S T Y L E
Food

S
atu lagi restoran dengan konsep dan cita rasa
yang unik bisa dikunjungi di Jakarta. VONG
Kitchen bisa menjadi pilihan menarik bagi
foodies yang ingin merasakan ragam sajian
dengan perpaduan Prancis dan Amerika.
Bukan sembarang restoran, VONG Kitchen merupakan
salah satu restoran yang didirikan oleh Jean-Georges
Vongerichten. Ia mencatat riwayat panjang di dunia
kuliner dengan gelar 3-Michelin Star Chef. VONG Kitchen
yang hadir di Jakarta merupakan salah satu restoran sang
koki yang sudah ada di Amerika Serikat dan Singapura.
Bersama putranya, Cedric, Jean-Georges
memperkenalkan VONG Kitchen di jantung kesibukan
Ibukota, SCBD. Tidak kalah dari sang ayah, Cedric juga
memiliki karier gemilang di dunia kuliner. Ia banyak
menciptakan hidangan yang menarik dengan perpaduan
Prancis-Amerika. Dengan keahliannya tersebut, resto
ini menawarkan cita rasa modern yang dibalut dengan
pengalaman makan berkelas.
L I F E S T Y L E
Food

“Kesempurnaan dalam menciptakan hidangan kelas


dunia selalu menjadi fokus kami. Namun, kami ingin
menggunakan produk lokal untuk menciptakan kualitas
makanan tetap konsisten. Kami terus menggali inspirasi
dari cita rasa Indonesia,” tutur Cedric.
Penggunaan produk lokal ini bukan hanya lip service
dari koki. Sebelum resmi membuka restorannya di
Indonesia, Jean-Georges bahkan melakukan penyesuaian
resep agar bisa menggunakan bahan lokal.
Keunikan lain hadir dari konsep menunya. VONG
Kitchen saat ini banyak melakukan pendekatan yang
musiman seperti halnya restoran di Amerika Serikat.
Hidangan klasik yang ada di restoran memang tidak
pernah meninggalkan daftar menu. Namun, setiap
beberapa bulan, VONG Kitchen menciptakan kreasi baru
dengan mengambil inspirasi dari Indonesia dan negara di
sekitarnya untuk memberikan pengalaman makan yang
tidak membosankan bagi tamu.
Hasilnya, sejak dibuka pada tahun 2018, VONG Kitchen
mendapatkan respons positif. Terus mengembangkan
layanan dan menu menjadi kunci dari perjalanan VONG
Kitchen di Indonesia. Tentunya, dengan mendengarkan
feedback dari tamu.
Tidak hanya memberikan pilihan hidangan dari koki
andal, pengalaman dining tamu juga diperkaya dengan
tempat yang cozy dan layanan yang ramah. Untuk desain
tempat sendiri, VONG Kitchen benar-benar membawa ciri
khas New York yang bergaya dengan menonjolkan sisi
industri.
VONG Kitchen sebenarnya mengambil konsep klasik
restoran di New York. Dalam perancangannya, pihak
VONG Kitchen memercayakannya kepada perusahaan
L I F E S T Y L E
Food

desain Rockwell Group yang berbasis di Manhattan, New


York.
Untuk bagian dalam restoran, palet warna hadir yang
didominasi cokelat tua khas kayu-kayuan, hitam dengan
aksen brass, dan tone biru yang hangat. Sedangkan
tempat duduk berlapis kulit menambah kesan industri
tetapi tetap dengan nuansa berkelas. Desain ini dibawa
ke dalam restoran untuk mengajak tamu merasakan
pengalaman makan seperti di Kota yang Tak Pernah
Tidur, New York.
Jika bicara soal menu yang dijagokan, General Manager
VONG Kitchen Jean Mario mengungkapkan akan sulit
untuk memilih. Bahkan, bila Chef de Cuisine Matt Byk
yang mendapatkan pertanyaan tersebut.
“Koki Matt Byk punya beberapa menu andalan yang
sangat populer. Seperti Truffle Pizza dengan tiga jenis
pizza yang dipanggang dengan telur atau Gargantuan
Australian Stockyard Tomahawk Steak dengan Soy Yuzu,
Salsa Verde, dan sambal merah,” jelas Mario.
Namun, menu lain yang tidak bisa dilewatkan adalah
menu orisinal dari Jean-Georges dan Cedris, yaitu Rice
Cracker Tuna dengan Saus Sriracha-Citrus Emulsion. Mario
mengatakan, menu tersebut menjadi favoritnya yang
dinikmatinya dua kali seminggu.
Restoran yang menyajikan hidangan Barat mungkin
sudah banyak ditemukan. Tetapi, VONG Kitchen
menawarkan layanan yang lebih dipersonalisasi. Resto ini
memastikan sistem reservasi dengan mencatat preferensi
tamu. Khususnya, bila tamu tersebut sudah berkunjung
dua hingga tiga kali ke VONG Kitchen.
Informasi tersebut melengkapi profil tamu yang
L I F E S T Y L E
Food

nantinya dapat membantu VONG Kitchen melayani tamu


dengan lebih baik. Tidak hanya disuguhi makanan enak,
VONG Kitchen juga memiliki opsi koktail serta starter
untuk menggugah selera makan.
“Apa yang membuat kami berbeda dengan yang lain?
Kami memiliki tim profesional yang berdedikasi. Kami
yakin konsistensi, komunikasi, latihan, dan tanggung
jawab membuat kami menjadi lebih baik dari hari ke hari,”
tutup Mario.
Tidak hanya memikirkan bagaimana menarik tamu
dengan makanan dan minuman yang disajikan, VONG
Kitchen menawarkan profesionalitas para koki dan tim
untuk menyuguhkan hidangan terbaik. Anda tertarik
bertandang ke sini?

VONG KITCHEN
Alila Hotel, Lot 11 Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53
SCBD, Jakarta

HOURS
Monday – Sunday: 11:00 – 24:00

AVG COST
Rp 800.000 for two people (approx.)
Without alcohol
L I F E S T Y L E
Product

Toyota Raize & Daihatsu Rocky


1 Si Kembar Tak Sama yang Kaya
akan Fitur

PT Toyota-Astra Motor (TAM) kembali menghadirkan


produk kolaborasi bersama PT Astra Daihatsu Motor
(ADM). Kali ini, keduanya memperkenalkan Toyota
Raize dan Daihatsu Rocky. Keduanya mengisi segmen
kendaraan low sport utility vehicle (LSUV) berkapasitas
lima penumpang.
Daihatsu Rocky merupakan produk kolaborasi ke-5
dari Daihatsu & Toyota. Seperti kolaborasi sebelumnya,
produk ini diproduksi di pabrik PT Astra Daihatsu Motor
(ADM). Research and Development ADM juga terlibat
dalam pengembangannya sehingga Rocky cocok dengan
pasar Indonesia.
Meski dikembangkan secara bersamaan, keduanya
memiliki ciri khas dan positioning yang berbeda.

Toyota Raize
Pada bagian eksterior Toyota menerapkan konsep Bold
and Active berdesain gagah yang diwakilkan melalui
bentuk bumper trapezoidal.
L I F E S T Y L E

Sementara di dalam kabin, Toyota


menganut konsep Comfort and Utility. Toyota
menyematkan fitur steering switch, interior
illumination. Ditambah, interactive 9 inch head
unit dengan floating design.
Sementara untuk fitur keselamatan, di seluruh varian
Toyota Raize telah dilengkapi dengan Anti-lock Braking
System (ABS), Vehicle Stability Control (VSC), Hill Start
Assist (HSA), Seatbelt Warning, Rear Parking Sensor, Rear
Parking Camera, serta Alarm + Immobilizer.
Toyota memperkenalkan Raize ke dalam delapan varian
dengan harga mulai dari Rp 219,9 juta hingga Rp 265,9
juta.

Daihatsu Rocky
Daihatsu Rocky mengusung teknologi DNGA (Daihatsu
New Global Architecture). Platform terbaru dari Daihatsu
ini dikembangkan dengan konsep kualitas tinggi dengan
memerhatikan hingga ke detail terkecil seperti ukuran,
berat, harga, dan waktu, untuk menghasilkan kendaraan
yang lebih efisien.
Pada sisi eksterior, Rocky dilengkapi dengan fitur LED
Headlamp, Auto retractable mirror dan Key Free. Di
bagian interior, dashboard Rocky didesain seperti kokpit
yang memberikan kesan modern.
Hadir dengan mesin 1.0L berteknologi turbocharger,
Daihatsu Rocky menawarkan performa dan akselerasi
layaknya mesin dengan kapasitas lebih besar. Mesin 1.0L
ini dilengkapi dengan teknologi CVT terbaru Daihatsu,
Dual Mode CVT, yang menghadirkan pengalaman
berkendara yang nyaman, bertenaga sekaligus tetap
L I F E S T Y L E

hemat bahan bakar.


Daihatsu Rocky 1.0L memiliki lima varian yang tersedia di
semua outlet Daihatsu di seluruh Indonesia dengan harga
mulai dari Rp 214, 2 juta hingga Rp 236,1 juta.

Ecovacs DEEBOT T9
2 Vakum Robotik Pintar

Perusahaan pembuat robot layanan rumah tangga


Ecovacs Robotics belum lama ini meluncurkan inovasi
terbarunya. Diberi nama DEEBOT T9, Ecovacs Robotics
membuat model pertama pembersih vakum robotik
cerdas. Robot ini diperkuat dengan sembilan fitur.
Misalnya, fitur menghindari rintangan, menggabungkan
fungsi penyedot debu, hingga mengepel dengan
penyegar udara yang terpasang. Robot ini menggunakan
teknologi TrueDetect 3D 2.0 dari Ecovacs yang mampu
mendeteksi dan menghindari rintangan strategis secara
real time.
L I F E S T Y L E
Product

Dengan teknologinya, DEEBOT T9 dapat menavigasi


berbagai area dalam ruangan dan kondisi pencahayaan
tanpa gangguan apa pun. Teknologi TrueDetect 3D 2.0,
memungkinkan robot pembersih vakum menghindari
tabrakan, belitan, atau gangguan. Dengan ini, pengguna
tidak perlu memantau robot dan membersihkannya terus-
menerus.
DEEBOT T9 dibanderol dengan harga Rp 8,29 juta dan
tersedia secara resmi di berbagai toko e-commerce,
seperti Shopee, Lazada, Tokopedia, dan Blibli.

Adidas Stan Smith X Disney


3 I Am Groot

adidas Originals belum lama ini memperkenalkan siluet


Stan Smith yang dipadukan dengan material daur ulang.
Mempercantik siluet eksklusif ini, adidas memperkenalkan
koleksi produk dengan desain unik yang terinspirasi dari
beberapa karakter terkenal Disney, Pixar, Star Wars, dan
Marvel. adidas mengambil detail dan elemen yang terkait
dengan karakter tersebut dan mengaplikasikannya pada
alas, tali, hingga tali sepatu.
L I F E S T Y L E
Product

Seri Stan Smith ini secara resmi sudah hadir di gerai-


gerai di Indonesia. Stan Smith x Disney juga dilengkapi
dengan koleksi pakaian yang diperkirakan menjadi salah
satu produk yang paling dinantikan pada tahun ini.
adidas Originals menawarkan 
sneaker Stan Smith yang menge-depankan aspek
keberlanjutan (sustainability). Dengan upper dari
PRIMEGREEN serta alas sepatu karet berwarna putih yang
didaur ulang. Koleksi PRIMEGREEN sendiri dapat dilihat
ciri khasnya dengan lis tumit berwarna hijau.
Dalam koleksi eksklusif ini, konsumen dapat
menemukan karakter dari sepatu yang dibanderol mulai
dari Rp 1,8 juta hingga Rp 2 juta ini, seperti Hulk (Marvel),
Rex (Toy Story), Yoda (Star Wars), Tinker Bell (Peter Pan),
Kermit The Frog (The Muppets), Mike Wazowski (Monster,
Inc.), serta “si lucu” Groot (Guardian of The Galaxy).

The Perfection
4 HMNS Perfumery X Christian Sugiono

Merek parfum lokal HMNS Perfumery belum lama ini


menggandeng aktor beken Christian Sugiono untuk
menghadirkan parfum dengan nama The Perfection.
Sesuai namanya, The Perfection diposisikan sebagai
parfum yang sempurna untuk penggunanya, mengingat
proses panjang pengembangan parfum ini. Christian
mengatakan, ia dan HMNS Perfumery setidaknya
melewati 145 percobaan formulasi sampai menemukan
formula wangi yang pas untuk The Perfection.
L I F E S T Y L E
Product

The Perfection memiliki karakter parfum maskulin.


Dengan tipe arome spicy fougere, parfum ini memiliki sifat
wangi yang kuat, segar, dan berkarisma. Seperti ciri khas
parfum HMNS lainnya, parfum ini menggunakan formula
wangi lokal. Racikan parfum ini bersifat rahasia yang
diambil dari sebuah hutan di Jawa Barat.
Parfum berjenis Eau de Perfume ini memiliki aroma
atas (top notes) jeruk purut, biji pala, cengkih, dan elemi.
Sehingga, menghadirkan nuansa musk yang maskulin
saat pertama digunakan. Sementara dari middle
notes, ada lavender, lily of the valley, pir hijau, dan tagetes.
Aroma bawah ditutup dengan driftwood (aquatic),
cendana, kulit, dan musk. The Perfection cenderung
menghadirkan wangi lembut yang meninggalkan kesan
kuat setelah dipakai beberapa waktu.
Dalam peluncurannya, The Perfection berhasil terjual
hingga 2.000 botol dalam waktu singkat. Parfum ini
dibanderol dengan harga Rp 400.000 untuk ukuran EDP
100ml.
L I F E S T Y L E
Product

Vivo X60 Pro


5 Kolaborasi dengan ZEISS

Pada pertengahan April 2021, Vivo merilis X60 Series di


Indonesia. Lini unggulan Vivo ini hadir lebih istimewa
berkat kerja sama dengan merek lensa optik ZEISS.
Kolaborasi ini digelar untuk memaksimalkan kualitas
gambar yang dihasilkan dari kamera X60 Series.
Teknologi yang ditawarkan Vivo X60 Series
memungkinkan fotografi malam hari mendapatkan
hasil yang maksimal bahkan dalam keadaan gelap gulita
sekalipun dengan fitur Extreme Night Vision 2.0.
L I F E S T Y L E
Product

Khusus pada Vivo X60 Pro, Vivo menyempurnakan


Gimbal Stabilization 2.0 untuk mengimbangi guncangan
kamera agar tetap dapat merekam dan menangkap
gambar dengan mulus dan tidak buram meskipun dalam
keadaan bergerak. Penyempurnaan Gimbal Stabilization
2.0 ini dilakukan dengan peningkatan pada teknologi Pixel
Shift Ultra HD Imaging dan stabilisasi gambar 5-Axis VIS
Ultra Clear Shifting.
Performa ponsel ini disempurnakan dengan chipset
Qualcomm Snapdragon 870 untuk memberikan
kecepatan, kapasitas, dan aksesibilitas lebih luas dengan
jaringan 5G. Vivo menyediakan memori 8GB RAM + 128GB
ROM dan dukungan baterai sebesar 4.300 mAh. Untuk
pengisian dayanya, kedua seri dari vivo X60 Series ini
sudah ditunjang dengan kemampuan 33W FlashCharge.
Seluruhnya ditawarkan dengan banderol harga Rp 9, 9
juta.
L I F E S T Y L E
Movie & Music

Luca
Petuala-
ngan Anak
Laut

Oleh Ellyta Rahma

Berlatar
belakang sebuah
kota pantai
bernama Riviera,
Italia, film ini
bercerita tentang
anak lelaki
yang tengah
beranjak dewasa.
Luca, nama
panggilannya.
Ia mengalami musim semi yang tidak terlupakan. Penuh
dengan gelato, pasta, dan mengendarai skuter tanpa
henti.
Layaknya film animasi besutan Disney dan Pixar, Luca
juga menghadirkan keajaiban. Selama petualangannya di
kota Riviera, ia dihantui rahasia dari luar dalam. Monster-
monster laut dari dunia lain, mengintainya tepat dari
bawah permukaan air.
Disney menggandeng Jacob Trembley sebagai Luca
Paguro dan Jack Dylan sebagai Alberto Scorfano. Film ini
akan tayang pada 18 Juni 2021 di bioskop.
L I F E S T Y L E
Movie & Music

Ghostbusters:
Afterlife
Kembalikan
kisah klasik

Oleh Ellyta Rahma

Para ghostbuster
tidak patah
semangat.
Ghostbuster
kembali
meneruskan
waralabanya
meskipun sekuel
yang dirilis pada
tahun 2016 lalu
dianggap gagal.
Ghostbuster: Afterlife akan menghadirkan cerita para
pemburu hantu kembali pada kisah aslinya. Film ini akan
bercerita tentang ibu tunggal dan dua anaknya yang
baru saja pindah ke Oklahoma dan mengalami berbagai
kejadian aneh di sekitar mereka.
Tidak disangka, kejadian aneh ini berhubungan erat
dengan leluhur mereka yang memiliki hubungan dengan
ghostbuster asli. Di sinilah cerita dimulai. Carrie Coon, Finn
Wolfhard, McKenna Grace, dan Paul Rudd akan membawa
nostalgia komedi supranatural ke bioskop pada 11 Juni
2021.
L I F E S T Y L E
Movie & Music

girl in red
if i could make it go quiet
Oleh Clara Ermaningtiastuti

Marie Ulven atau yang lebih dikenal dengan girl in


red meluncurkan album debutnya if i could make it
go quiet. Album ini seakan menjadi gambaran dari
perkembangannya di dunia musik dari lo-fi indie pop
ke genre yang lebih luas lagi. Serotonin sebagai lagu
pembuka sukses menarik perhatian dengan quasi-
dubstep electronic beat dan gitar rock indie.
L I F E S T Y L E
Movie & Music

Rendy Pandugo
see you someday (stripped)
Oleh Clara Ermaningtiastuti

Rendy Pandugo memanjakan para penggemarnya


dengan versi terbaru dari album see you someday. Album
ini merupakan cara Rendy mengekspresikan rasa rindunya
untuk manggung. Kali ini, pada versi stripped, Rendy
menyajikan lima lagu yang dikemas dengan aransemen
berbeda. Secret menjadi focus track dengan instrumen
petikan gitar yang dreamy dan bercerita tentang
bagaimana seseorang ingin move on.
L I F E S T Y L E
Movie & Music

Porter Robinson
Nurture
Oleh Clara Ermaningtiastuti

Menghadirkan nuansa baru di dalam musiknya, Porter


Robinson yang dikenal dengan musiknya di seputar EDM,
memamerkan vokalnya dengan percampuran pop dan
musik klasik. Nurture menonjolkan permainan instrumen
yang manis. Salah satunya ditampilkan dengan baik
pada Blossom yang memiliki latar musik klasik gitar
menenangkan
L I F E S T Y L E
Movie & Music

Julia Michaels
Not In Chronological Order
Oleh Clara Ermaningtiastuti

Dengan genre pop yang ringan dan sangat dekat dengan


banyak pendengar, Julia Michaels menyajikan 10 lagu
yang menceritakan tentang percintaan. Namun, berbeda
dengan kisah dari albumnya yang lain, kali ini Michaels
banyak menggambarkan hubungan yang sehat. Album ini
ditutup dengan That’s The Kind of Woman yang dibalut
musik akustik.
EMBA_OMNIBATCH4_MARKETEERS.pdf 1 22/02/21 10.49

STRATEGIC
MARKETING
BATCH 4

4 JUNE -24 JULY 2021

KEUNGGULAN PROGRAM
FACULTY MEMBERS FACULTY MEMBERS
FACILITATORS TEAM FACILITATORS TEAM
TOP ACADEMICIANS OF TOP ACADEMICIANS
EXPERIENCED OF OF
CONSULTANTS EXPERIENCED CONSULTANTS OF
SBM-ITB SBM-ITB INC.
MARKPLUS, MARKPLUS, INC.
Merupakan satu-satunya program eksekutif di Dibawakan dalam Bahasa Indonesia oleh tim
Indonesia dalam ranah strategic marketing yang fasilitator yang merupakan paduan antara
aplikatif praktisi dan akademisi berpengalaman
Setiap sesi terdiri dari pemaparan konsep,
Membantu peserta
FACULTYPROF.
MEMBERS untuk memahamiFACILITATORSesensi TEAM FACULTY dan
MEMBERS
pemasaran stratejik pembicaraDR.(H.C.)
tamu,HERMAWAN
sesi diskusi studi kasus, sesi
OF dalam waktu relatif singkat
KUNTORO MANGKUSUBROTO PROF. KUNTORO
DR.(H.C.) MANGKUSUBROTO
HERMAWAN KARTAJAYA KARTAJAYA
TOP ACADEMICIANS EXPERIENCED CONSULTANTS OF TOP ACADEMICIANS OF
Founder andand
Chairman of Founder and Chairman
SBM ITB pembahasan case study Inc.
Founder and Chairman of Founder Chairman SBM-ITB
SBM-ITB MARKPLUS, INC.
School Advisory Council
School Advisory Council SBM ITB of MarkPlus, Inc. of MarkPlus,

Biaya sangat terjangkau dan tidak mengganggu Setiap peserta akan memperoleh sertifikat dari
jam kerja peserta SBM-ITB/MarkPlus Institute (syarat & ketentuan
berlaku)
FACILITATORS TEAM
PROF. KUNTORO MANGKUSUBROTO DR. AGUNG WICAKSONO DR. JACKY MUSSRY PROF. KUNTORO MANGKUSUBROTO
DR. AGUNG WICAKSONO DR.(H.C.) HERMAWAN DR. JACKY
KARTAJAYA MUSSRY
EXPERIENCED CONSULTANTS OF Academic Committee Founder and Chairman of
COO, MarkPlus, Inc.
BEBERAPA FACULTY MEMBER
MARKPLUS, INC.
Founder and Chairman of
Academic Committee Founder and Chairman
COO, MarkPlus, Inc.
School Advisory Council
SBMSBM ITB
ITB Jakarta Campus of MarkPlus,SBM
Inc. ITB MarkPlus
Dean, Jakarta Campus
Institute Dean, MarkPlus Institute School Advisory Council SBM ITB

DR. (H.C.) HERMAWAN KARTAJAYA


DR. AGUNG WICAKSONO
DR. YOS SUNITIYOSO DR.
DR. JACKY MUSSRY IWANYOSSETIAWAN,
SUNITIYOSO
YUDO ANGGORO, PH.D
MBA IWAN SETIAWAN, MBA DR. AGUNG WICAKSONO
Founder and ChairmanAcademic CommitteeAcademic Committee CEO & Dean Director Director Chief Executive Officer Academic Committee
MarkPlus, Inc. SBM ITB Jakarta Campus
SBM ITB Jakarta Campus SBM ITB
MarkPlus Institute Jakarta Campus
MarkPlus, SBM ITB Jakarta Campus
Inc. MarkPlus, Inc. SBM-ITB Jakarta Campus

Selain yang disebutkan di atas, program ini juga melibatkan banyak faculty members lainnya yang pakar dalam bidangnya masing-masing.

RINCIAN SESI TIPIKAL


AGENDA DURASI (MENIT)
DR. JACKY MUSSRYDR. YOS SUNITIYOSOPRIYANTONO RUDITO, PH.D PRIYANTONO
IWAN SETIAWAN, Live streaming
MBA RUDITO, PH.D via DR. YOS SUNITIYOSO
COO, MarkPlus, Inc. JUMAT 18.30 – 21.30 WIB
Director C-Level Marketer and C-Level Marketer and PRESENTATION OF CONCEPTS 60 Director
SBM ITB Jakarta CampusAcademia
Dean, MarkPlus Institute MarkPlus, Inc. Academia GUEST SPEAKER SBM ITB
30 Jakarta Campus
SABTU 09.00 – 12.00 WIB Q&A W/ GUEST SPEAKER 15
CASE STUDY DISCUSSION 30
CASE STUDY ANALYSIS 45

IWAN SETIAWAN,PRIYANTONO
MBA RUDITO, PH.D WIBOWO, MBA
SATYA ADITYA SATYA ADITYA WIBOWO, MBA PRIYANTONO RUDITO, PH.D
BIAYA PARTISIPASI
C-Level Marketer Marketing
and ONLINE REGISTRATION:
Practitioner Marketing Practitioner INFORMATION: C-Level Marketer and

RP15.000.000
MarkPlus, Inc. Academia Academia

PER PESERTA Naya: +62 812 1847 066


(BELUM TERMASUK PAJAK 10%) shop.marketeers.com nathaya.rattu@markplusinc.com

SATYA ADITYA WIBOWO, MBA SATYA ADITYA WIBOWO, MBA


Marketing Practitioner Marketing Practitioner

Learn More
OMNI
CX STRATEGY
Designing The Best Customer-Company Interaction in Contactless Society

Senin - Jumat
21 – 25 Juni 2021
Tuntutan terbesar perusahaan adalah
untuk tetap bisa melayani, menjaga dan
memahami customer. 09.00 – 17.00 WIB
Di sisi lain, customer adalah pihak yang
kompleks dan menerima banyak sekali
informasi dan berpotensi besar untuk
pindah dari layanan perusahaan.

Topik ini akan membahas cara perusahaan


membuat service blueprint yang sesuai
dengan rencana strategic marketing yang
dimiliki perusahaan.

Philip Kotler scan disini


Live Webinar Seat
Theater Seat
Rp 12.000.000 Rp 5.000.000 *syarat dan ketentuan berlaku

BOOK NOW: INFORMATION:


markplusinstitute.com Anggun 0812-1233-6502

@markplusinstitute MarkPlus Institute markplusinstitute.com

Learn More
2021
KNOWLEDGE
NETWORKING
ENTERTAINMENT
ke-9
2021 DIGITAL
TRANSFORMATION
IN MARKETING

BUMN DAY
Wednesday, 09 June 2021
10.00 - 12.15 WIB

Online Event Via

Offline Event
Marketeers Studio & Open for Public
Hermawan Kartajaya Town Hall, More info: MARTHANI 081325773339
Kota Kasablanka 8th Floor Jakarta Registration: bit.ly/mpjmw2021

Registration
Complete Range Products

2011 - 2020

Tidak Menggunakan PVC
&
Reg. 12.PPLES.06.20
( ORDNER )

Bahan greyboard berkualitas, dilapisi PP (polyproplyene)


Tidak Menggunakan PVC Tidak Menggunakan PVC Tidak Menggunakan PVC Tidak Menggunakan PVC Tidak Menggunakan PVC Tidak Menggunakan PVC Tidak Menggunakan PVC
Reg. 12.PPLES.06.20 Reg. 12.PPLES.06.20 Reg. 12.PPLES.06.20 Reg. 12.PPLES.06.20 Reg. 12.PPLES.06.20 Reg. 12.PPLES.06.20 Reg. 12.PPLES.06.20
( ORDNER ) ( ORDNER ) ( ORDNER ) ( ORDNER ) ( ORDNER ) ( ORDNER ) ( ORDNER )

yang ramah lingkungan


Sistem penguncian Rado, ordner dapat berdiri untuk
kerapihan dan menghemat tempat penyimpanan

2011 - 2020 


Bahan greyboard berkualitas berlapis kertas glossy. Tampilan
mengkilap dan menarik
Sistem penguncian Rado dan finger ring, ordner dapat berdiri untuk
kerapihan dan menghemat tempat penyimpanan

6
pilihan warna
6

2011 - 2020  


Kombinasi bahan greyboard berkualitas yang kokoh dan
lapisan plastik PVC pada bagian punggung
Sistem penguncian Rado, ordner dapat berdiri untuk
kerapihan dan menghemat tempat penyimpanan

4
pilihan warna
4 &

+62 811-1125-468 customercare@bantex.co.id www.bantex.co.id

Learn More
Learn More
Learn More

Anda mungkin juga menyukai