Anda di halaman 1dari 284

Agar Branding Tidak Boring •

Industri Periklanan Masih Berjaya

t u re n ie s
e Fu mpa
h
T ech ia:C o ENDS
T s
of ndoneANDEM IC TR
n I
i T POS T-P
HO

Strategy Options in 2021:


Traditional & Startup
By Hermawan Kartajaya

May 2021 issue


Rp.50.000,-

www.marketeers.com
www.marketeers.com/tv
I N T E R A C T I V E

E A S Y T O
N AV I G A T E

E A S Y T O
R E A D

D O W N L O A D A D O B E T M
A C R O B AT T M

F O R B E T T E R E X P E R I E N C E
Learn More
Marketing 50_21x27,5.pdf 1 01/03/21 22.03

The wait is over


Get it now!

MARKETING 5.0
Technology for
Humanity

IDR 420.000*
bit.ly/POmarketing50

Information

Tinus 0811 1581 088


Mulyadi 0852 9457 0003
Abe 0813 1555 649

*Exclude Shipping

Order Now
P R O L O G U E

From The Editor

Unicorn Jadi Lokomotif

P
erkembangan perusahaan rintisan teknologi
(tech startup) di negara ini semakin pesat. Para
startup ini membentuk sebuah ekosistem
ekonomi digital yang nilainya sangat fantastis.
Sebuah laporan berjudul e-Conomy SEA yang disusun
oleh Google, Temasek, dan Bain & Company menyebutkan
bahwa tahun 2020 lalu ekonomi digital di Indonesia
mencapai US$ 44 miliar atau setara Rp 624,2 triliun.
Artinya ketika pandemi melanda, perkembangan
dunia digital di Indonesia tetap tinggi. Tidak hanya itu,
para startup mampu menemukan momentum dalam
memperkuat fondasi ekosistem yang memungkinkan
mereka bisa berlari cepat pascapandemi.
Memang, tidak bisa disangkal bahwa pandemi sedikit
banyak telah mengganggu ekosistem digital ini. Ada
sebagian startup yang harus berjuang keras untuk
bertahan.
Meski begitu, ada angin segar yang berembus selama
masa pandemi. Para pemain startup mulai menata
model bisnis dan melakukan serangkaian inovasi dalam
beradaptasi dengan pandemi. Lebih dari itu, para startup
yang tersaring oleh badai pandemi ini bisa membentuk
sebuah bisnis yang berkelanjutan dengan menghasilkan
terobosan produk dan layanan. Misalnya, paylater yang
saat ini sedang marak dihadirkan oleh pelaku financial
technology (fintech) startup.
Di sisi lain, pandemi juga menampilkan startup-
startup yang menyediakan layanan untuk pemenuhan
P R O L O G U E

From The Editor

kebutuhan mendasar. Sebut saja, health technology


(healthtech) startup yang begitu pesat pertumbuhan
bisnisnya selama pandemi. Begitu pula dengan education
technology (edtech) startup yang menjadi primadona
baru dan startup di bidang logistik yang pemainnya terus
bertambah.
Fakta lain yang tidak kalah menarik adalah tumbuhnya
vertical e-commerce atau e-commerce yang menyediakan
satu kategori produk saja. Berbagai fenomena inilah
yang menjadi latar belakang Marketeers pada edisi ini
mengangkat tema tren startup pascapandemi. Ditambah,
ada sebuah tren baru yang mulai muncul dan sangat
menarik perhatian orang, yakni para pelaku startup yang
ingin melakukan initial public offering (IPO) atau melantai
di bursa saham.
Secara sederhana, bisa dikatakan ekosistem ekonomi
digital yang dimotori para startup ini terlihat cerah masa
depannya. Mereka yang sudah berstatus unicorn akan
menjadi lokomotif bagi gerbong yang berisi startup-
startup jenis lain untuk segera melesat.
P R O L O G U E

From The Editor

Publisher Hermawan Kartajaya


Chief Executive Stephanie Hermawan • Chief Business Officer Ence • Editor In Chief Iwan
Setiawan • Managing Editor Hendra Soeprajitno. hendra@marketeers.com • Editor: Sigit
Kurniawan. sigit@marketeers.com Ign. Eko Adiwaluyo. eko@marketeers.com • Editorial
Secretary redaksi@marketeers.com, info@marketeers.com • Assistant Editor: M. Perkasa
Al Hafiz. hafiz@marketeers.com - Ramadhan Triwijanarko. ardhan@marketeers.com •
Reporter: Annisa Bella. abel@marketeers.com - Ellyta Rahma. ellyta@marketeers.com -
Clara NT. clara@marketeers.com • Illustration: Bedoel Achmad • Photographer Rizky
Priya • Layout: M. Ottyawan Firdaus - Sanny Ismail • Advertisement: Taufik Abe. abe@
marketeers.com +62 813 1555 6493 - Aulia Fasya. +62 856 9170 0203 • TV: Aji Radhyantomo.
aji@marketeers.com - Nugraha Satia Permana. nugraha@marketeers.com - Reza
Rahardian. +62 811 279 1818 • Activation: Era Lawyera. +62 877 7131 4959 - Rachman Julistia.
rachman.julistia@marketeers.com +62 823 1616 5931 - M. Irvan Maulana. irvan.maulana@
marketeers.com +62 813 1550 9848 • Circulation: Mulyadi. mulyadi@marketeers.com
P +62 852 9457 0003 +62 21 5790 2338 ext 409, F +62 21 5795 1103. • Printing: Gramedia Printing.
Jl. Palmerah Selatan 22-28, Gelora, Jakarta 10270

Marketeers Magazine
EightyEight@Kasablanka 8th floor
Jl. Casablanca Raya Kav. 88
Jakarta 12870
Toll Free: 0 800 188 1111
Be hot and young marketeers
with fresh and innovative
marketing ideas.
Update your daily marketing and business
knowledge only on Marketeers TV – YouTube Channel.

CI-EL CORNER

ES
MINUT
IN

Senin – Jumat, 13.00 – 13.00 WIB Senin – Jumat, 13.30 – 14.00 WIB
Sajian best practices pemasaran dari Ulasan seputar praktik pemasaran yang
berbagai merek dan perusahaan dalam mengusung nilai-nilai Creativity, Innovation,
20 menit. Entrepreneurship, dan Leadership.

Senin – Jumat, 14.00 – 15.00 Senin - umat, 15.00 – 15.30 WIB


Update tren industri terkini bersama Industry Tips seputar gaya hidup dan pemasaran
Head MarkPlus, Inc., dari otomotif, jasa masa kini.
keuangan, farmasi dan kesehatan,
pemerintahan, hingga sumber daya dan utilitas.

MI ONLINE
CLASS

SUBSCRIBE

Senin – Jumat, 15.30 – 16.00 WIB


Sajian best practices pemasaran dari
berbagai merek dan perusahaan dalam
20 menit.

Subscribe
0 5

2 0 2 1 R O A D M A P

Prologue

Roadmap

Creativity

Innovation

Entrepreneurship

Compass
Ekonomi digital Indonesia
berkembang pesat. Indikator-
indikator ekonomi pun membaik
terus. Kepercayaan investor makin
besar. Belum lagi dukungan regulasi,
kesiapan infrastruktur, hingga
ketangkasan para pemain. Saatnya
startup-startup Indonesia berlari
kencang.

Leadership

Momentum

Update

Lifestyle
WEBHK1_MARKETEERS.pdf 1 12/04/21 11.23

Enabling Marketing Excellence

H E R M AWA N K A R TA JAYA
M E N GAWA L A N DA D I 2 02 1
After Successful with HK WEBINAR S1 / E1, E2, E3
with Total 3k participants in 2020

S2: E2

8 Apr 2021

S2: E1

RETHINKING UNIFYING NAVIGATING


14 Oct 2021

S2: E3

THE COMPETITION
THE CORPORATION THE CUSTOMER

Live streaming via

Thursday, 8 July 2021


7pm - 9pm Jakarta Time (GMT+7)

IDR 500K for 1 Person IDR 750K for 1 ticket 1 episode &
IDR 2.250K for 5 Persons Hermawan Kartajaya webinar 2020 SPA series
IDR 4.000K for 10 Persons (E1,E2,E3) video playback + 1 Month MarkPlus
IDR 1.000K for Webinar 1,2, & 3 Institute e-Learning Process

Register at bit.ly/HKwebinar21 & Get your E-Certificate

BOOK YOUR
KARTU KREDIT

Promocode
TICKET NOW! shop.marketeers.com
BCA50

For further information and corporate package please contact +62 811 1220 0999

Virtual
Studium
Generale Enabling Marketing Excellence

Registration
Learn More
0 5

2 0 2 1 C R E A T I V I T Y

GALUH
CHANDRA
KIRANA
BRANDING IS
BORING?
BERSASTRA
DI DUNIA
PEMASARAN
C R E A T I V I T Y

Galuh Chandra Kirana


Country General Manager ShopBack Indonesia
Bersastra di Dunia Pemasaran
C R E A T I V I T Y

Perempuan ini memiliki pengalaman lebih dari sepuluh


tahun di dunia pemasaran dan periklanan. Hal tersebut
menjadikan Galuh Chandra Kirana, Country General
Manager ShopBack sebagai sosok kuat dan selalu
siap menghadapi tantangan. Apalagi, ketika berbicara
tentang dunia pemasaran yang begitu dinamis.
Galuh, begitu ia akrab dipanggil tidak pernah merasa
takut dengan perubahan yang terus terjadi di dunia
pemasaran. Ia justru melihat perubahan ini sebagai
dorongan untuk mengembangkan diri. Tidak heran
sepanjang kariernya, Galuh menjadi sosok di balik
banyak strategi pemasaran berbagai merek. Kepada
Ellyta Rahma dari Marketeers, Galuh menceritakan
sekelumit kehidupan kariernya.

Best
Sejak awal, saya berpikir bahwa latar belakang
pendidikan bukanlah segalanya untuk menentukan jalan
karier. Bagi saya, kuliah menjadi jalan untuk membentuk
cara berpikir. Kampus menuntut saya berpikir mencari
cara menyelesaikan masalah dengan baik, benar, dan
bijaksana. Termasuk hal-hal yang menyertai masalah
tersebut. Menurut saya, latar belakang seseorang tidaklah
berpengaruh pada pekerjaan. Sejauh bisa berpikir
layaknya comprehensive problem solver dan solution
giver, semua pekerjaan bisa terselesaikan dengan baik.
Itulah alasan saya sangat percaya diri saat
mencemplungkan diri ke bidang pemasaran dan
periklanan. Padahal, latar belakang pendidikan saya
adalah sastra. Saya mengambil jurusan sastra Indonesia
C R E A T I V I T Y

di Universitas Indonesia. Poin plusnya adalah sastra dan


pemasaran sama-sama membicarakan komunikasi dan
upaya memengaruhi orang lain. Medianya juga sama, bisa
daring maupun luring. Bedanya, sastra sangat fokus pada
nilai seni. Sedangkan pemasaran fokus pada pengaruh
yang diberikan pada pelanggan.
Data menjadi senjata saya menaklukkan bidang
pemasaran, meskipun saya tidak mempelajarinya
secara formal. Secara tidak langsung, saya menjadikan
tempat kerja sebagai sumber belajar utama. Dan, data
terbukti menjadi modal utama kita menentukan strategi
pemasaran terbaik. Apalagi, di era teknologi seperti
sekarang ini.
Dengan pola pikir seperti inilah, saya berada di posisi
sekarang. Siapa sangka, orang yang sebelumnya
bercita-cita sebagai penulis karena mengidolakan
sastrawan legendaris Sapardi Djoko Damono, justru tidak
menuliskan karyanya di atas kertas. Melainkan dalam
bentuk billboard, konten, kampanye, dan aktivasi.
Perjalanan karier saya di dunia pemasaran dan
periklanan cukup panjang. Setelah menyelesaikan
pendidikan S1, saya langsung menjejakkan kaki sebagai
account manager di sebuah agensi. Sejumlah agensi
besar pernah saya jajal sebagai tempat bekerja, mulai dari
Ogilvy & Mather hingga Dentsu Indonesia.
Pada tahun 2013, saya pindah ke Line Plus Corporation
sebagai kepala pemasaran. Di sinilah, saya mendapatkan
momen terbaik dalam karier. Bersama Line, saya berhasil
mendobrak praktik digital marketing di Indonesia. Line
menjadi yang pertama menggunakan gimmick drama
sebagai konten pemasarannya.
C R E A T I V I T Y

Saat itu, iklan Line yang menggandeng Dian


Sastrowadoyo dan Nicholas Saputra dalam bentuk
serial dan sempat viral. Bahkan, sebelum istilah viral
itu digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang
booming. Ketika iklan itu diterima dengan baik, saya
merasa bisa memberikan prestasi besar dan berhasil
melahirkan game changer dalam industri.

Worst
Karier adalah bagian dari hidup. Perjalanannya tidak
selalu mulus. Pasti ada saja rintangan dan tikungan
tajam. Apalagi, dengan pengalaman cukup panjang, saya
merasakan asam garam dunia pemasaran.
Uniknya, pengalaman buruk saya selalu melekat dengan
apa yang saya sebut sebagai pengalaman terbaik. Momen
terbaik saya dalam berkarier biasanya terkait dengan
inovasi yang tak pernah dilakukan siapa pun sebelumnya.
Jadi, saat mengerjakan inovasi tersebut rasanya sangat
berat. Muncul rasa bingung, takut gagal, dan ragu.
Tak gampang melakukan inovasi. Apalagi ketika saya
belum menemukan contoh untuk dijadikan referensi.
Targetnya mungkin kelihatan jelas. Namun, secara nyata,
semua tampak samar. Saat itulah saya merasa down
hingga timbul pertanyaan apakah saya bisa melanjutkan?
Apakah strategi ini akan berhasil?
Namun, saya tak mau menyerah. Saya berpegang pada
kesadaran bahwa di era startup, yang pertama berinovasi
dan melakukan gerakan benar adalah pemenangnya. Bagi
saya, kegagalan bukanlah akhir segalanya. Saya punya
prinsip it is okay to fail. Kamu boleh menangisi kegagalan
itu seharian, tapi besok harus kembali bangkit, move on,
C R E A T I V I T Y

dan improve.
Sekali lagi, datalah yang menjadi andalan saya. Saya
bersyukur karena selalu tergabung dalam tim yang
berani dan penuh dedikasi dalam inovasi pemasaran.
Tidak hanya bersama perusahaan tempat saya bekerja
sebelumnya, bahkan bersama ShopBack sekarang ini saya
mendapatkan dukungan besar berinovasi. Mereka tidak
mempermasalahkan saya sebagai perempuan. Sebaliknya,
mereka menilai saya sebagai pemimpin yang baik karena
saya perempuan.

QUOTES

“Bagi saya, kegagalan bukanlah akhir dari


segalanya. Saya selalu punya prinsip bahwa it is
okay to fail. Kamu boleh menangisi kegagalan itu
seharian, tapi besok harus kembali bangkit, move
on, dan improve.”
C R E A T I V I T Y

Branding is Boring?

Kreativitas dalam membangun merek memang


sangat dibutuhkan. Namun, yang lebih penting adalah
konsistensi dalam menampilkan karakter dan DNA
merek tersebut.

Oleh

Ignasius Untung

Praktisi Marketing & Behavioral Science


C R E A T I V I T Y


D
esain kok gitu-gitu aja, nggak dinamis.
Bosen ah.” Begitu keluh kesah seorang
teman kerja menanggapi desain merek
kami. Ia menyebutnya membosankan.
Sementara kami menyebutnya konsisten. Sayangnya, baik
yang sependapat dengan teman saya tersebut maupun
yang sependapat dengan saya, banyak yang belum
mengetahui mengapa penampilan merek perlu dibuat
konsisten.
Banyak para desainer dan marketer yang sekadar
mengikuti atasan dan merek-merek besar saja. Lihat saja,
BCA, Telkomsel, Bank Mandiri, dan berbagai merek besar
dalam negeri lainnya memiliki penampilan konsisten.
Warna sama, pemilihan elemen grafis sama, dan desain
template sama. BCA konsisten dengan warna biru dan
bulatan yang memiliki sedikit sudut di keempat sisinya.
Telkomsel konsisten dengan warna merah putih dan
abu-abu di berbagai materi mereknya. Sementara,
Bank Mandiri konsisten mempertahankan pita kuning
keemasan dipadu warna biru tua.
Merek-merek global juga melakukan hal yang sama.
Lihatlah IKEA yang setia dengan warna biru dan kuning
seperti bendera Swedia. Bahkan, desain IKEA dari masa
ke masa selalu konsisten. Tampilannya sederhana dengan
jenis huruf yang sama. Hal sama juga dilakukan oleh Coca-
Cola dengan desain merah. Lebih jauh lagi, lihatlah semua
materi foto yang digunakan Coca-Cola. Nampak seolah-
olah diproduksi oleh fotografer yang sama. Gaya fotografi
dan perlakuannya konsisten. Corak dan tekanan warna
di fotonya cenderung hangat dan momen kebahagiaan
selalu terpancar.
C R E A T I V I T Y

Mengapa brand appearance perlu konsisten? Otak kita


bekerja dengan program dasar untuk memprioritaskan
efisiensi. Jika ada hal yang bisa diproses oleh otak tanpa
menyita energi lebih, maka akan dilakukan. Otak memiliki
dua mode berpikir, yakni pilot dan autopilot.
Mode pilot membutuhkan konsentrasi kita, menyita
energi, dan sayangnya berkapasitas kecil. Sementara,
autopilot sangat efisien, cepat, dan bisa diotomatisasi.
Sehingga, otak tanpa perlu diperintah akan berusaha
membuat program untuk mengotomatisasi banyak hal.
Untuk bisa melakukan hal ini, otak butuh mempelajari
informasinya dulu dan kemudian menyimpan polanya
dalam database. Misalnya, bermain gitar. Ketika
databasenya belum ada, kita membutuhkan waktu dan
konsentrasi untuk berpindah dari kunci satu ke kunci lain.
Namun, ketika databasenya terbangun, kita bisa bermain
gitar dengan lincah. Berpindah dari satu kunci ke kunci
lain tanpa konsentrasi dan tanpa butuh perhatian penuh.
Saat informasi membanjiri, kita perlu makin selektif
mengelolanya. Kita begitu selektif meluangkan perhatian
kita pada hal-hal tertentu. Kita mengabaikan panggilan
dari SPG di mal. Kita memburu-buru pembicaraan telepon
dari telesales. Bahkan, kita meluangkan waktu kurang dari
dua detik untuk melihat satu materi promosi yang tampil
ke hadapan kita.
Ratusan merek yang muncul setiap harinya maupun
ratusan iklan komersial yang disuguhkan membuat
kita lebih selektif. Salah satu dasar untuk menyeleksi
ini adalah database dan asosiasi di benak kita. Ketika
memiliki database tentang informasi, otak kita bisa
mengotomatisasi proses seleksi tersebut hingga
C R E A T I V I T Y

meresponsnya.
Otomatisasi tersebut juga terpicu oleh realitas bahwa
kita butuh bergerak cepat. Ketika informasi berulang
tidak direkam oleh otak, otak kita harus bekerja keras
untuk mempelajarinya agar bisa menentukan langkah
selanjutnya. Dengan demikian, kita akan kehabisan
banyak waktu.
Seorang bayi yang berhadapan dengan singa tidak
tahu bahwa singa berbahaya. Namun, ketika singa
mengaum dengan kencang dan berlari dengan nafsunya
menghampirinya, sang bayi mulai merasa takut.
Anggaplah sang bayi tersebut selamat dan di kemudian
hari bertemu singa yang sama. Tanpa ingatan tentang
singa berbahaya dari perjumpaan terakhir, sulit bagi sang
bayi untuk selamat.
Di sinilah, sistem autopilot berguna bagi kita untuk
bertahan hidup. Kita menangkap berbagai informasi
di sekeliling kita dan membangun database tentang
berbagai macam informasi tersebut. Di masa depan,
informasi diberi arti, baik yang sifatnya pain maupun
pleasure. Hasil dari arti tersebutlah yang membuat kita
bisa mengotomatisasi program pada situasi yang sama
dengan cepat.

QUOTES

“Perubahan logo terlalu drastis membutuhkan


investasi luar biasa besar untuk mengedukasi
konsumen. Mengubah logo secara drastis tanpa
mengomunikasikannya bisa berakibat fatal.”
C R E A T I V I T Y

Program untuk sense making ini terjadi secara otomatis.


Lihatlah, bagaimana mata kita tanpa sadar berusaha
jelalatan menyapu setiap sudut ruangan ketika kita
masuk ke ruangan yang baru pertama kali kita kunjungi.
Ini dilakukan sebagai mekanisme survival dengan cara
sense making. Otak kita dengan bantuan mata berusaha
untuk mengenali apa pun yang ada di dalam ruangan.
Lalu digunakan sebagai petunjuk bagi otak untuk sense
making, menentukan potensi pain atau pleasure.
Semua database yang disimpan oleh otak dibentuk dari
konsistensi. Jika sesuatu terjadi secara berulang, maka hal
berulang tersebut akan dihubungkan dengan database
subjeknya. Warna kuning dan biru IKEA menjadi trigger
akan database tentang IKEA. Kapan pun kita melihat
warna kuning dan biru, otak kita akan memanggil ingatan
tentang IKEA secara instan.
Sebab itu, merek menggunakan elemen desain dan
berbagai hal dalam rangka membangun ingatan dan
asosiasi tentang merek. Ini terjadi secara konsisten agar
bisa dikenali dalam hitungan milidetik. Ketika merek
berpenampilan tidak konsisten, otak akan kesulitan
mengenalinya. Jika dihadapkan pada pemandangan
penuh sesak yang mana otak kita berusaha menghindar
dari keruwetan itu, maka merek kita akan gagal di-recall.
Lebih menarik lagi, berbagai penelitian dengan alat
eye tracker menemukan fakta bahwa mata kita bekerja
dengan cara sama ketika melihat sesuatu. Artinya, brand
consistency berguna untuk membentuk database di otak
konsumen tentang merek kita. Ini juga ampuh untuk
menarik perhatian mereka karena mata selalu tertarik
pada sesuatu yang familier.
C R E A T I V I T Y

Konsistensi membangun familiarity berperan menarik


perhatian konsumen. Sebab itu, segala macam perubahan
brand asset, properties, attribute, dan appearance harus
dilakukan secara bertahap. Tentunya dengan tetap
mempertahankan elemen yang sama pada level tertentu.
Sebuah merek minuman jus dalam kemasan, misalnya,
mengalami penurunan penjualan sangat signifikan ketika
mengubah kemasannya secara drastis. Kemasan lamanya
bergambar buah jeruk secara utuh sebagai main point of
interest diganti dengan foto gelas berisi cairan jus jeruk.
Setelah diteliti, didapati hasil bahwa penurunan penjualan
terjadi karena kegagalan konsumen untuk mengenali
kemasan baru merek tersebut.
Konsumen mengira merek tersebut tidak lagi dijual
di supermarket. Akibatnya, mereka beralih ke merek
lain. Memang otak manusia cukup pintar mengenali hal
sama atau berbeda di tengah berbagai hal yang berubah.
Namun, perubahan yang terlalu drastis bisa membuat
konsumen kesulitan mengenali merek.
Prinsip ini pula yang harus dipegang oleh pemilik merek
saat akan mengubah logonya. Perubahan logo terlalu
drastis membutuhkan investasi luar biasa besar untuk
mengedukasi konsumen. Mengubah logo secara drastis
tanpa mengomunikasikannya bisa berakibat fatal. Mirip
seperti kasus perubahan kemasan merek jus tadi.
Lihatlah, bagaimana merek-merek besar mengubah
logonya secara bertahap. Esensi desain utamanya
masih sama yang membuat konsumen masih bisa
mengenalinya. Apple dan Pizza Hut, misalnya, selalu
mengusung elemen dominan yang dipertahankan
walaupun ada perbedaannya.
C R E A T I V I T Y

Tidak kalah penting dan sering luput dari perhatian para


pemilik merek adalah konsistensi ini tidak terbatas pada
hal-hal eksplisit, seperti logo, warna, design style, aplikasi
logo, design template saja. Namun, lebih penting lagi juga
pada hal-hal implisit.
Manusia menilai sesuatu secara holistik. Tidak hanya
menilai yang terlihat, tapi juga yang tidak terlihat. Yang
tak terlihat ini bisa dirasakan oleh manusia. Kita bisa
merasakan ketika teman kita sedang dalam masalah.
Misalnya, mereka jadi lebih pendiam atau bahkan terlihat
“kosong” walaupun tampak memperhatikan pembicaraan.
Manusia memiliki kemampuan untuk mengenali hal-hal
implisit ini. Mereka justru sering kali jatuh cinta pada rasa,
karakter, dan kepribadian ketimbang penampilan.
Mereka yang pernah saling mencinta bisa berhenti
mencintai, bahkan ketika penampilan tidak berubah.
“Kamu dulu nggak kayak gini,” begitu ucapannya. Orang
sama, penampilan sama, tapi rasa berbeda. Rasa, karakter,
dan kepribadian ditangkap oleh otak kita dan membuat
kita jatuh cinta. Sebab itu, membangun merek bukan
sekadar membangun penampilan yang konsisten, tapi
juga rasa, karakter, dan kepribadian yang konsisten. Untuk
C R E A T I V I T Y

itu, merek tidak seharusnya menjadi mendadak serius


setelah biasanya witty dengan iklan-iklan komedi receh.
Apalagi, merek yang tidak pernah konsisten, tidak karuan
ke sana ke mari, kadang serius berwibawa, kadang receh
konyol, kadang mendayu-dayu, dan kadang romantis.
Kita dikenal dengan apa yang secara konsisten kita
pertontonkan, mulai dari penampilan, pemikiran, cara
bertutur, ekspresi, gestur, sifat, reaksi, dan informasi yang
menjadi penanda karakter kita. Begitu juga dengan
merek. Konsistensi membangun merek harus lebih besar
dari sekadar penampilan, dan tentunya juga tentang rasa.
0 5

2 0 2 1 I N N O V A T I O N

DESTINASI
MENGUBAH
LOKAL
LANSKAP
JADI 
LOYALITAS
PRIMADONA
I N N O V A T I O N

Member.id
Mengubah Lanskap
Loyalitas

Kebiasaan orang mengumpulkan poin yang


bisa ditukarkan dengan hadiah menjadi pasar
yang potensial untuk digarap. Member.id
hadir untuk menangkap peluang tersebut
serta ingin mengubah kemasan program
loyalitas pelanggan.

Oleh Clara Ermaningtiastuti


I N N O V A T I O N

L
oyalitas pelanggan menjadi salah satu nilai
yang dikejar oleh merek. Ada banyak cara
untuk mewujudkannya. Salah satunya adalah
dengan memberikan reward bagi mereka.
Program loyalitas ini tidak hanya untuk mempertahankan
pelanggan yang sudah ada, melainkan juga untuk
menarik pelanggan baru.
Bentuk pengumpulan reward bisa berupa poin yang
pada jumlah tertentu bisa ditukarkan dengan hadiah
tertentu. Entah itu produk, promo, maupun diskon pada
transaksi selanjutnya. Program-program tersebut jamak
dilakukan oleh merek dan hampir selalu membawa
keberhasilan. Melihat potensi yang besar ini, Marianne
Rumantir merintis startup yang mengelola sistem
keanggotaan tersebut dengan nama Member.id.
Ide tersebut muncul dari pengalamannya sebagai
seorang traveler. Saat tinggal di Amerika Serikat, ia
doyan mengumpulkan poin saat melakukan transaksi
perjalanannya. Poin-poin tersebut ia kumpulkan dan
kemudian ditukarkan dengan hadiah. Kebiasaan ini
membuat perjalanan Marianne lebih menyenangkan.
Selain menghemat ongkos, juga memberi manfaat
lainnya.
“Saya sangat suka mengumpulkan poin dari
penerbangan, hotel, hingga transaksi kartu kredit.
Berkat kebiasaan ini, saya lebih hemat. Teman-teman di
Indonesia sering bertanya cara menikmati liburan dengan
ongkos minum atau bahkan gratis,” ujar Marianne.
Marianne kemudian berpikir untuk mengembangkan
suatu bisnis yang fokus mengelola program loyalitas
tersebut. Ia melihat belum banyak layanan yang khusus
I N N O V A T I O N

mengelola loyalitas pelanggan kala itu.


“Ketika saya memulai Member.id, masih banyak yang
belum menyadari potensi program loyalitas pelanggan
ini. Sebab itu, tujuan membangun Member.id adalah
mengubah lanskap loyalitas pelanggan di Indonesia,” ujar
Marianne.
Marianne tidak hanya ingin mengelola konsumen yang
bakal menjadi point geek seperti dirinya. Lebih dari itu,
Marianne mempunyai tujuan besar untuk memberikan
layanan yang kompleks bagi merek. Harapannya, Member.
id mampu menjadi solusi bagi perusahaan klien.
Member.id mengambil positioning sebagai perusahaan
konsultasi dan teknologi yang fokus pada implementasi
program loyalitas pelanggan. Member.id tidak hanya fokus
membantu klien lewat konsultasi saja. Ia juga terlibat
dalam mempersiapkan desain, kerangka manajemen,
pengolahan data, hingga end-to-end marketing service.
Untuk saat ini, Member.id telah melayani klien dari
berbagai sektor industri, mulai dari transportasi, hotel, ritel,
gaya hidup, hingga e-commerce. Marianne menyadari
sektor-sektor tersebut mampu menjadi penggerak pasar
di Indonesia.
Pada masing-masing sektor, Member.id menyiapkan
standar program loyalitas berbeda. Semua bergantung
pada kebutuhan dan pasar dari sektor tersebut. Marianne
menegaskan pentingnya kustomisasi dalam layanan ini.
Dengan itu, program loyalitas bisa berlangsung efektif
sesuai kebutuhan klien.
“Kami mendesain semuanya dari awal. Kami mengecek,
mengumpulkan data, baru kemudian menyiapkan
teknologi. Kami banyak membantu klien di kampanye-
I N N O V A T I O N

kampanye yang targeted atau menyesuaikan dengan


segmen yang dibidik,” terang Marianne.
Untuk masuk ke pasar loyalitas pelanggan di Indonesia,
Member.id memahami ada sejumlah tantangan yang
harus dihadapi. Mulai dari pasar Indonesia yang belum
matang hingga banyaknya konsumen yang masih terpaku
pada diskon dibandingkan pengalaman atau produk yang
didapat dari merek.
Padahal, menurut Marianne, diskon tersebut harusnya
hanya ada di awal dan tidak menjadi strategi meretensi
pelanggan. Tantangannya adalah membangun loyalitas
konsumen tanpa harus diiming-imingi diskon. Member.id
terus mengedukasi bahwa loyalitas bisa dibangun dengan
memberikan pengalaman selain potongan harga.
Konsumen Indonesia, misalnya, sudah terbiasa untuk
menukarkan reward dengan barang atau diskon belanja.
“Saya belum melihat banyak orang yang menukarkan
reward dengan sesuatu yang berbasis pengalaman.
Contohnya, menukar poin ke tiket penerbangan business
class dengan harga minim,” jelas Marianne.
Kesulitan dan tantangan selama beroperasi justru
membuat Member.id menemukan partumbuhan bisnis
positif. Berawal dari inisiatif dari dua orang, kini Member.id
memiliki 50 karyawan. “Pertumbuhan pendapatan masih
menjadi misi utama kami ke depan. Selain memperluas
layanan ke lebih banyak perusahaan, kami terbuka
berkolaborasi agar bisa berkembang bersama,” katanya.

Pengembangan Konten
Member.id mengumumkan pendanaan seri A senilai
US$ 1,1 juta (sekitar Rp 15,4 miliar) pada Februari lalu.
I N N O V A T I O N

Putaran pendanaan ini dipimpin oleh East Ventures dan


Traveloka. Member.id berencana mengalokasikan dana
segar tersebut untuk memperkuat kapabilitas konten di
platform mereka.
“Kami akan menghadirkan konten lewat TS Media. Salah
satu kontennya adalah Travel Secret. Di sini, kami memiliki
visi untuk memengaruhi kebiasaan konsumen dalam
traveling. Dengan ini, kami berharap bisa tumbuh lebih
besar,” pungkas Marianne.
Konten yang hadir di TS Media akan diperkuat
dengan talenta-talenta baru yang diharapkan mampu
menjangkau beragam audiens. Selain itu, Member.id
juga akan memberikan opsi konten digital yang beragam
sehingga bisa membuka peluang lebih banyak merek dari
berbagai industri untuk bekerja sama.

QUOTES

“Jika UKM memiliki diferensiasi kuat, mereka


akan terlindungi dari predatory pricing. Pelaku
UKM tidak perlu menjadi lebih baik tapi cukup
lebih berbeda dari kompetitornya.”

Hermawan Kartajaya
Founder & Chairman MarkPlus, Inc.
I N N O V A T I O N

Staycation, Penanda
Bangkitnya Pariwisata

Destinasi lokal makin diminati di tengah pandemi


yang masih melanda di Indonesia. Minat tersebut
menandakan mulai menggeliatnya kembali sektor
pariwisata pada tahun ini. Namun, para pemain
harus memahami perubahan perilaku wisatawan
saat ini.

Oleh

Gaery Undarsa

Co-Founder & Chief Marketing Officer Tiket.com


I N N O V A T I O N

S
ebelum COVID-19, industri perjalanan
dan pariwisata menjadi salah satu sektor
terpenting dalam ekonomi dunia. Industri ini
menyumbang 10% dari PDB global dan lebih
dari 320 juta pekerjaan di seluruh dunia. Sejak pandemi
melanda dunia pada awal tahun 2020, sejumlah industri
terkena dampak. Industri pariwisata menjadi yang paling
cepat terkena dampak. Alasannya, pembatasan perjalanan
dan menurunnya travel demand saat terjadi lock down di
sebagian besar negara dunia.
Dikutip dari UNWTO (2020), kedatangan wisatawan
internasional diproyeksikan turun 60 -80% tahun 2020.
Pengeluaran pariwisata kemungkinan tidak akan kembali
ke tingkat sebelum krisis sampai tahun 2024. IATA (2020)
menjelaskan pandemi akan menyebabkan pendapatan
penumpang maskapai penerbangan global turun
hingga sekitar 55% dibanding tahun 2019. Sedangkan
maskapai penerbangan di kawasan Asia Pasifik turun 50%
dibandingkan tahun 2019.
Industri pariwisata di Eropa banyak kehilangan
pendapatan dari sektor ini akibat menghadapi berbagai
aturan dan pedoman keselamatan di seluruh benua. Salah
satu negara yang bertahan menghadapi efek pandemi
dalam sektor pariwisata adalah Italia. Mereka meluncurkan
berbagai kebijakan serta mengalokasikan biaya promosi
untuk travel agent.
Di Indonesia, dampak ini terutama terasa di daerah
tujuan wisata yang selama ini menjadi favorit turis
mancanegara, seperti Bali. Apalagi mata pencaharian
utama masyarakat mayoritas di kedua kawasan
tersebut sangat berkaitan dengan pariwisata. Turunnya
I N N O V A T I O N

kedatangan turis internasional sangat memengaruhi


jutaan warga yang sudah lama tergantung dari industri
pariwisata.
Persyaratan perjalanan pun berubah. Selain perlunya
tiket pesawat dan identitas pribadi penumpang, kini
harus juga melampirkan surat hasil tes COVID-19.
Peraturan persyaratan perjalanan sering berubah dan
membingungkan penumpang. Inilah yang disebut
dengan “uncertain times”. Di tengah kondisi yang tak
pasti dan menantang bagi pelaku pariwisata, muncullah
peluang. Terdapat kesempatan bagi pemain industri
untuk lebih banyak mendengar kebutuhan konsumen
dan kemudian berinovasi.
Seperti tiket.com yang mengembangkan misi inovasi
terkait standar protokol kesehatan dengan menghadirkan
berbagai fitur yang mendukung kebutuhan masyarakat
terkait perjalanan. Sebut saja fitur tiketCLEAN agar
pelanggan dapat memilih transportasi, akomodasi
dan atraksi wisata yang sudah memenuhi standarisasi
protokol kesehatan. Fitur tiketFLEXI untuk memudahkan
konsumen menentukan tanggal menginap. Ada juga
asuransi perjalanan tiket Free Protection bagi konsumen
ketika terkena COVID-19 saat merencanakan perjalanan
hingga bermitra dengan fasilitas penyedia test COVID-19.
Dari sisi teknologi, pemenuhan fasilitas self service
dalam fitur Smart Refund dan Smart Reschedule yang
memungkinkan konsumen melakukan perubahan terkait
perjalanan hanya melalui aplikasi.

Tren Staycation
Belakangan ini, sebuah tren baru untuk berlibur
I N N O V A T I O N

dekat rumah muncul, yaitu tren staycation. Orang-


orang berlibur di kotanya sendiri dengan melakukan
reservasi kamar hotel atau penginapan. Mereka biasanya
melakukan itu untuk melepas penat akibat terlalu lama
work from home (WFH) atau school from home. Tren ini
diprediksi akan meningkat terutama saat periode Idul
Fitri. Tak hanya itu, banyak hotel menerapkan protokol
kesehatan ketat. Ini menjadi salah satu faktor yang
meningkatkan okupansi hotel-hotel di dalam negeri. Kami
juga melihat private accommodation, seperti vila sebagai
tren baru selama pandemi. Hal ini tentunya banyak
membuka kesempatan baru bagi pelaku pariwisata.
Belajar dari kejadian tahun 2020, kami melihat
masyarakat saat ini sekarang lebih cerdas saat
merencanakan perjalanan atau liburannya. Perubahan
travel behaviour ini kemungkinan akan terus berlangsung
hingga dua atau tiga tahun ke depan sampai virus
COVID-19 dinyatakan punah.
Sementara itu, sebagai pemain industri, ini menjadi
tantangan untuk terus berinovasi dalam menghadirkan
solusi terbaik bagi konsumen. Di tengah kebijakan
perjalanan selama pandemi yang berubah, tiket.com akan
selalu membuka diri untuk bekerja sama dengan para
mitra dan pemerintah. Salah satunya dengan Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk membangkitkan
kembali industri pariwisata Indonesia. Caranya, terus
berinovasi dan beradaptasi dengan the new travel
behaviour.
I N N O V A T I O N

QUOTES

“Kami melihat masyarakat sekarang lebih cerdas


saat merencanakan perjalanan. Perubahan travel
behaviour ini mungkin akan terus berlangsung
hingga dua atau tiga tahun ke depan.”

Gaery Undarsa
Co-Founder & Chief Marketing Officer
Tiket.com
Learn More
0 5

2 0 2 1 E N T R E P R E N E U R

DONGKRAK
STORYTELLING KEWIRA-
DAN USAHAAN,
KOLABORASI BENAHI
BIROKRASI
E N T R E P R E N E U R S H I P

Dear Me Beauty
Storytelling dan Kolaborasi

Kolaborasi menjadi nadi bagi bisnis Dear Me Beauty.


Aneka pemain lintas industri hingga kompetitor
di segmen serupa turut dirangkul. Alhasil, brand
awareness Dear Me Beauty melejit begitu cepat,
dibarengi dengan kenaikan brand value.

Oleh Annisa Bella

M
eskipun tergolong pendatang baru di
industri kecantikan dalam negeri, Dear
Me Beauty langsung menarik perhatian
konsumen. Merek ini mampu menonjol di
tengah hiruk-pikuk pasar yang diramaikan dengan produk
dan strategi marketing dari pemain kecantikan lain di
Indonesia. Kuncinya terletak pada kreativitas melakukan
kolaborasi dan kemampuan membangun storytelling
dalam setiap journey Dear Me Beauty.
Menariknya, Dear Me Beauty tidak hanya berkolaborasi
dengan merek dari industri lain, tapi juga berkolaborasi
dengan kompetitor di segmen serupa. Ini cara Dear
Me Beauty masuk ke mass market. Partner kolaborasi
terkurasi berdasarkan visi-misi yang sama, yakni people-
powered brand.
Kolaborasi perdana Dear Me Beauty dilakukan bersama
merek biskuit legendaris, Nissin. Lampu hijau dari Nissin
untuk mempercayakan kolaborasi bersama Dear Me
Beauty lantaran keinginan mereka memperluas segmen
pasar. Jika selama ini Nissin lekat dengan segmen
E N T R E P R E N E U R S H I P

keluarga, maka kali ini mereka ingin masuk ke pasar


milenial. Basis konsumen Dear Me Beauty dilihat menjadi
sasaran tepat. Lantas, apa bentuk kolaborasinya?
“Ketika berbicara mengenai decorative product, there
is a lot of room to play. Untuk kolaborasi bersama Nissin,
kami membuat produk kosmetik dengan warna spesial
yang senada dengan merek Nissin. Produk kosmetik
tersebut didesain semirip mungkin dengan produk terlaris
Nissin, yakni Nissin Wafer Chocolate. Jadi, inspirasi di
balik pengembangan produk itu adalah merek Nissin itu
sendiri,” ujar Nikita Wiradiputri, CEO Dear Me Beauty.
Merek ini juga menggandeng kompetitor langsung
mereka untuk berkolaborasi. Nikita mengaku, Dear
Me Beauty tidak pernah takut berkompetisi. Pasalnya,
setiap beauty brand memiliki signature, uniqueness,
dan brand story tersendiri. Alhasil, Dear Me Beauty
berani menggandeng Rose All Day dan LUXCRIME yang
merupakan kompetitor.
Berada di bawah payung kampanye
#LocalsBetterTogether, Dear Me Beauty bersama deretan
merek kecantikan lokal lain menyuarakan eksistensi dan
kualitas produk lokal yang tak kalah dari produk global.
Dear Me Beauty bersama kompetitor juga melakukan
bundle produk mereka.
Tak kalah unik, Dear Me Beauty sempat melakukan
kolaborasi lintas kategori bersama merek bumbu masak,
SASA. Kolaborasi ini bisa dibilang merupakan kolaborasi
tersukses yang pernah dilakukan oleh Dear Me Beauty.
Pencapaian kolaborasi ini melampaui ekspektasi kedua
belah pihak dengan persentase kesuksesan yang hampir
menyentuh 200%.
E N T R E P R E N E U R S H I P

“Banyak orang mungkin bertanya-tanya apa yang


dilakukan oleh Dear Me Beauty bersama SASA. Apakah
kami akan meluncurkan produk mecin atau apa,”
cerita Nikita. Kembali lagi, bentuk kolaborasi bisa
dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari new product
development, hingga exclusive bundles.
Kolaborasi ini dilakukan ketika SASA sedang aktif
membuat kampanye unik, seperti Micin Swag Generation.
SASA mengedukasi pasar tentang penggunaan vetsin
yang sebenarnya aman selama tidak berlebihan. Keunikan
kolaborasi yang tak biasa ini menimbulkan rasa penasaran
konsumen yang kemudian viral dan mendongkrak
penjualan.
“Brand value kami melejit signifikan. Sejak kesuksesan
itu, kami mendapat begitu banyak tawaran kolaborasi dari
berbagai merek. Kolaborasi mempermudah langkah kami
masuk ke mass market,” terang Nikita.

Tak Ada Kata Terlambat


Menjadi pemain baru atau lama bukan ukuran bagi
E N T R E P R E N E U R S H I P

kesuksesan sebuah merek kecantikan. Hal ini terbukti dari


pengalaman Dear Me Beauty yang kini menjadi salah satu
pemain lokal yang cukup diperhitungkan. Berbagi sedikit
resep rahasia, Nikita percaya jika kesuksesan ini terletak
pada kemampuannya dalam menciptakan produk,
merancang startegi marketing, hingga memperkuat
distribusi. Ketika ditanya mengenai mana yang menjadi
prioritas utama, Nikita memilih produk di posisi teratas.
Produk menjadi begitu penting di era saat ini karena
konsumen semakin cerdas. Mereka paham terhadap
kandungan apa saja yang baik untuk suatu produk. Jadi,
sekadar memiliki kemasan unik dan bagus tidak akan
cukup jika kualitas produk itu sendiri tak mumpuni.
“Produk dengan kemasan yang bagus, namun tanpa
kualitas yang baik hanya akan hype di awal. Dibutuhkan
kualitas produk yang baik untuk bisa membangun
loyalitas konsumen. Merek harus bisa memberikan alasan
mengapa customer harus mencintai produk mereka,” kata
Nikita.
Tidak kalah penting, merek tak boleh puas dengan
kualitas produk. Inovasi dan pengembangan produk harus
dilakukan untuk meningkatkan brand competitiveness.
Baru-baru ini, Dear Me Beauty memperluas portofolio
produk di bidang perawatan dan wellness. Bukan hanya
menyediakan produk perawatan kecantikan dari luar,
ia mulai mengedukasi pasar perihal produk perawatan
tubuh dari dalam.
Minuman berkolagen, Dear Me Collagen Peptide+
menjadi produk pertama dari rangkaian lini bisnis terbaru
Dear Me Beauty. Merek kecantikan ini ingin merevolusi
dunia kecantikan lokal dan memberikan edukasi seputar
E N T R E P R E N E U R S H I P

gaya hidup yang lebih baik. Contohnya, nutrisi yang


dikonsumsi sistem pencernaan menjadi faktor terpenting
untuk memiliki kulit sehat dan bercahaya.
“Probiotik dalam Collagen Peptide+ kami dapat
membantu menyeimbangkan mikrobioma usus,
memengaruhi kesehatan secara menyeluruh untuk
penyerapan vitamin yang lebih baik. Alhasil, kondisi tubuh
dan kulit akan lebih optimal,” terang Nikita.
Setelah memastikan kualitas produk dengan baik,
prioritas kedua yang diperhatikan Dear Me Beauty
adalah aspek marketing. Baginya, memasarkan suatu
produk bukanlah memaksa konsumen mencoba produk
tersebut, melainkan membuat produk tersebut seakan
dibutuhkan oleh target konsumen. Untuk itu, merek harus
mengedukasi konsumen mengenai latar belakang produk
tersebut dan manfaatnya.
E N T R E P R E N E U R S H I P

Misalnya, Dear Me Beauty mengusung kampanye


pemasaran #MakingBeautyBetter dan #BeautyInsideOut
untuk memasarkan produk kolagen mereka. Merek ini
mengampanyekan konsep kecantikan yang terpancarkan
dari luar dan dalam. Juga memberikan pemahaman
kepada target pasar mereka jika kecantikan harus
didukung dengan asupan nutrisi dan gaya hidup yang
baik. Dear Me Collagen Peptide+ pun hadir sebagai opsi
solusi pendukung perawatan kulit dan kesehatan.
Ketika konsumen merasa cocok dengan produk
yang ditawarkan oleh suatu merek, maka akan muncul
pembelian. Pada tahap ini, dibutuhkan strategi distribusi
kuat. Dear Me Beauty mengawali penjualan dengan
masuk ke sejumlah e-commerce raksasa, diikuti dengan
masuk ke kanal offline secara perlahan melalui gerai
kesehatan dan kecantikan, seperti Watsons.
“At the end of the day, first thing first, produk harus
bagus. Hanya ini cara paling tepat membuat konsumen
kembali dan mendapatkan pelanggan baru,” tutup Nikita.

QUOTES

“At the end of the day, first thing first, produk


harus bagus. Hanya ini cara yang paling
tepat untuk membuat konsumen kembali dan
mendapatkan pelanggan baru.”

Nikita Wiradiputri
CEO Dear Me Beauty.
E N T R E P R E N E U R S H I P

Indonesia Council for Small Business


Dongkrak Kewirausahaan,
Benahi Birokrasi

Pemerintah memiliki perhatian besar dalam


pengembangan kewirausahaan. Saat ini, sedang terjadi
reformasi birokrasi pemerintah untuk mendukung
penyebaran semangat dan keahlian berwirausaha.

Oleh

Samsul Hadi

Vice President Organization ICSB

I
su kewirausahaan sudah lama menjadi perhatian
pemerintah. Terbukti, di berbagai kementerian
dan lembaga ada bagian yang mengurusi
pengembangan kewirausahaan. Namun tampaknya
Presiden Joko Widodo belum puas dengan kinerja
yang dicapai selama ini di bidang pembangunan
kewirausahaan. Perlu adanya terobosan kebijakan yang
bisa mengakselerasi level kewirausahaan Indonesia agar
tidak semakin tertinggal dibanding dengan negara-
negara lain, khususnya di Asia Tenggara.
Sudah lama di Kementerian Koperasi dan UKM ada
Asisten Deputi Bidang Kewirausahaan. Asdep ini berada
E N T R E P R E N E U R S H I P

di bawah Deputi SDM. Sebagai tindak lanjut dibentuknya


kabinet Indonesia Maju tahun 2020-2024 dan pelaksanaan
pasal 11 UU 11 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara,
maka dikeluarkan Peraturan Presiden nomor 96 tahun
2020 tentang Kementerian Koperasi dan UKM. Semula di
KemenkopUKM ada deputi Kelembagaan, SDM, Produksi
dan Pemasaran, Pembiayaan, yang kemudian berubah
total nomenklaturnya menjadi deputi kewirausahaan,
deputi usaha mikro, deputi usaha kecil menengah, dan
deputi koperasi.
Mulai Januari 2021, Perpres nomor 96/2020 tentang
Kementerian Koperasi dan UKM berlaku. Posisi pejabat
di semua eselon dikocok ulang menyesuaikan dengan
nomenklatur baru. Organisasi baru ini mendapat
momentum yang tepat saat awal Februari 2021 dengan
terbitnya Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 2021
tentang Kemudahan, Perlindungan dan Pemberdayaan
Koperasi dan UKM. PP ini merupakan amanat UU Cipta
Kerja yang terbit akhir 2020, untuk memenuhi kebutuhan
hukum dan mengikuti perkembangan zaman di era
digital, perluasan lapangan kerja dan pemerataan
peningkatan pendapatan. Selain itu, untuk menyatukan
pengaturan terkait Koperasi dan UKM yang selama ini
tersebar setidaknya di 22 kementerian dan lembaga.
Penyusunan PP 7/2021 mengacu ke UU 25 tahun
1992 tentang Perkoperasian, UU nomor 20 tahun 2008
tentang UMKM, UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta
Kerja, dan undang-undang sektor lainnya terkait dengan
perindustrian, perdagangan, jaminan produk halal, jalan,
penanaman modal, KEK, pangan, lingkungan hidup, dan
lainnya.
E N T R E P R E N E U R S H I P

Ada beberapa isu strategis yang tercantum dalam PP


tersebut. Pertama, tentang kemudahan, perlindungan,
dan pemberdayaan koperasi. Pendirian koperasi primer
oleh paling sedikit sembilan orang. Lalu, usaha koperasi
dapat dijalankan berdasarkan prinsip syariah, dan
lainnya. Kedua, tentang kemudahan, perlindungan
dan pemberdayaan UKM berdasarkan modal usaha dan
hasil penjualan tahunan. Lalu, integrasi perizinan secara
elektronik. Ada juga insentif dan kemudahan berusaha
bagi UKM yang melakukan kemitraan dan lainnya.
Sebagai persiapan implementasinya, saat ini tengah
dibuat mekanisme pelaporan secara elektronik,
mekanisme fasilitasi perizinan tunggal dan bantuan
hukum, mekanisme pengelolaan terpadu (termasuk
rencana aksi), serta mekanisme pendataan, standar data
dan infrastruktur.

MODEL PENDEKATAN PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN

Koperasi Modern Rasio Kewirausahaan Sasaran Peserta

Target 2021 2021 Menjadi 3,55% • Perguruan Tinggi


Deputi • Lulusan SMA
10.000 Wirausaha Baru Difasilitasi
Transformasi Usaha Mikro • Usia Maks 30 (A1), 40(A2)
Kewirausahaan 1500 PN + 8500 Kolaborasi + 900
Start Up Inovasi Teknologi
Berbasis Karyawan
UKM Ekspor • Wilayah
• Perguruan Tinggi
• Pondok Pesantren
• Komunitas Usaha/Sentra
Wirausaha Muda Produktif

Center of Excellent Daerah

FINANCE P2P Lending


MITRA FINANCE Angel Investor
Crowd Funding

R&D PASAR
Wirausaha Muda
Market Enabler yang Inovatif,
PASAR Akselerator Berkelanjutan
Agregator dan Menyerap
Tenaga Kerja

Inkubator Bisnis
BAHAN IDE R&D
IDE (PTN/PTS/BUMN/swasta)
BAKU
E N T R E P R E N E U R S H I P

Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 2021,


strategi pengembangan kewirausahaan akan dilakukan
melalui enam hal. Yakni, penyelenggaraan inkubasi,
program inkubasi terpadu, dana alokasi khusus (DAK),
regulasi pendukung, model pendekatan pengembangan
kewirausahaan, dan sasaran program pengembangan
kewirausahaan.
Pemerintah pusat dan daerah memberikan fasilitasi
inkubasi paling lama hingga 12 bulan kepada wirausaha
yang berbasis teknologi, berwawasan lingkungan,
berorientasi ekspor, inovatif berbasis industri kreatif.
Terkait DAK, pengalokasiannya mengikuti siklus
perencanaan dan penganggaran APBN sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan. DAK dari pemerintah
pusat baik fisik maupun nonfisik diarahkan untuk
penyelenggaraan sistem informasi dan pendataan KUKM
yang terintegrasi, pengelolaan terpadu UMK dalam
penataan klaster, bantuan dan pendampingan hukum
bagi UMK, dan peningkatan kapasitas Koperasi dan UKM
melalui pelatihan dan pendampingan.
Menariknya, saat ini tengah disiapkan Rancangan
Peraturan Presiden tentang Pengembangan
Kewirausahaan Nasional yang akan menegaskan
penggunaan DAK fisik dan nonfisik untuk mendanai
pelaksanaan pengembangan kewirausahaan nasional.
Bakal hadirnya Perpres tentang Kewirausahaan ini
menjadi setetes embun penyejuk setelah gagalnya
pengesahan RUU Kewirausahaan di era DPR periode 2014-
2019.
Nantinya, Perpres tentang Pengembangan
Kewirausahaan Nasional untuk mewujudkan target rasio
E N T R E P R E N E U R S H I P

kewirausahaan nasional dari 3.3% menjadi 3.95% dan


pertumbuhan wirausaha sebesar 4% di akhir tahun 2024
sebagaimana yang diamanatkan oleh Perpres RPJMN
2020-2024. Selain itu, Perpres ini diharapkan menjadi
kebijakan tunggal yang menjadi pedoman bersama
bagi Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah dan
stakeholder dalam mendukung pertumbuhan ekonomi
sekaligus sekaligus upaya mempercepat pencapaian
target rasio kewirausahaan dan pertumbuhan wirausaha.
Selain itu, melengkapi UU nomor 11/2020 tentang Cipta
Kerja dan PP nomor 7/2021, khususnya terkait inkubasi.
Outlook Koperasi dan UKM 2021 menyebutkan visi
terwujudnya koperasi modern, transformasi usaha mikro,
UKM ekspor, dan wirausaha muda produktif. Sedangkan,
Deputi Kewirausahaan KemenkopUKM tahun 2021
menargetkan rasio kewirausahaan menjadi 3,35%, 10.000
wirausaha baru difasilitasi, 1.500 PN + 8.500 kolaborasi, dan
900 startup inovasi teknologi.
Nantinya akan dikembangkan center of excellent di
berbagai daerah. Melalui dukungan berbagai mitra,
diharapkan akan terwujud wirausaha muda yang muda
inovatif, berkelanjutan dan menyerap tenaga kerja.
Reformasi birokrasi terkait kewirausahaan nasional
membuka ruang lebar bagi para pemangku kepentingan,
termasuk Indonesia Council for Small Business (ICSB)
untuk mengambil peran konkret dan signifikan.
Keputusan Munas ICSB 2020 menyebutkan ICSB akan
fokus di tujuh sektor, yakni bisnis kuliner, produk makanan,
produk minuman, fesyen, destinasi wisata, pertanian-
peternakan-perkebunan, jasa, dan perdagangan.
Selain itu juga fokus pada tujuh fungsi, yakni
E N T R E P R E N E U R S H I P

pengembangan produk, rantai pasok, pengemasan,


pengembangan merek, pengembangan pasar, penguatan
SDM, akses pembiayaan, yang mendorong ICSB berperan
sebagai integrator dan aggregator menjadi sejalan
dengan arah perubahan kebijakan nasional tersebut.
Hal tersebut seiring dengan penataan organisasi ICSB di
tingkat pusat, regional dan area yang ramping, lincah, dan
berdampak luas bagi UKM Indonesia.

Indonesia Council for Small Business


Indonesia Council for Small Business adalah organisasi yang
berfungsi sebagai Integrator dan Agregator UKM Indonesia,
bersama dengan 4 pilar yaitu Pemerintah, Pebisnis, Peneliti
dan Pendidik untuk mewujudkan UKM Kompetitif. Berpartner
dan berpartisipasi aktif dengan International Council for Small
Business.
C O M P A S S

Strategy Options in 2021:


Traditional & Startup
2021年的战略选择:传统与初创

By Hermawan Kartajaya & Rai Falihah


By 陈就学 & Rai Falihah
C O M P A S S

PREFACE:
Understanding Swoosh – Corona
to SDG
Tahun 2021-2022 merupakan periode bagi perusahaan
untuk mulai bangkit dalam masa Recovery. Tuntutan
bagi perusahaan tahun ini sangat berbeda dengan tahun
2020. Tahun lalu, sudah cukup bagi perusahaan untuk
adaptif saja. Caranya, dengan menanggapi perubahan dan
mengikuti keinginan customer. Fokusnya adalah Relief,
yakni bagaimana bisa survive di masa yang sulit (Figure 1).

Figure 1

Tahun ini menjadi momentum bagi perusahaan


berinvestasi pada technology and humanity dan pada
marketing and finance. Perusahaan harus lebih berani
melakukan Entrepreneurial Marketing dan menyelesaikan
proses Recovery di waktu ini. Saya melihat bahwa
C O M P A S S

consumer spending baru akan pulih pada tahun 2023-


2025. Sementara, pada tahun 2023, kita akan menghadapi
tantangan tahun politik. Masa kejayaan Indonesia akan
terjadi pada tahun 2025 sampai dengan 2030, ketika
ekspor lebih besar dibandingkan dengan impor.

WHY:
RUN21RUN
Film Forrest Gump menginspirasi saya dalam seminar
series RUN21RUN. Seperti dalam film tersebut kita
menghadapi berbagai keterbatasan, tetapi di tahun 2021
ini kita harus RUN! (Figure 2). Kita harus memperkuat diri
di seluruh sisi: Rethinking the Competition, Unifying the
Corporation, dan Navigating the Customer.

Figure 2
C O M P A S S

Strategi pertama bagi perusahaan adalah Rethinking


The Competition. Kompleksitas lanskap persaingan saat
ini sangat berbeda dengan tahun 2020. Tahun lalu, kita
melihat perusahaan-perusahaan konvensional berlomba
melakukan transformasi digital sebagai adaptasi pada
kondisi sangat sulit. Tahun ini adaptasi saja tidak cukup.
Lebih sulit bagi perusahaan dapat membaca peta
kompetisi dengan jelas. Untuk itu, kita perlu melakukan
pendefinisian ulang sehingga dapat menyusun langkah
dengan tepat.
Kedua adalah Unifying the Corporation. Pada masa
Recovery ini, perusahaan memiliki kesempatan
memanfaatkan momentum untuk bertransformasi.
Penguatan organisasi menjadi prioritas mengingat
tantangan yang akan dihadapi selama beberapa tahun
ke depan. Model 7-S dari McKinsey akan menjadi dasar
evaluasi keefektifan organisasi saat ini. Setelah itu,
perusahaan dapat melakukan penilaian mengenai
kebijakan untuk memastikan bahwa setiap elemen dapat
menerapkan srategic flexibility.
Navigating the Customer menjadi tahap terakhir
penyusunan strategi. Pada konsep dasar marketing,
perusahaan harus dapat memenuhi need and wants
customer. Kemudian secara lebih dalam lagi harus dapat
memahami anxiety and desire mereka. Namun, menurut
saya, perusahaan saat ini harus mengarahkan customer,
yaitu navigating for good. Pada masa Normal, penyebab
kebingungan customer dalam menentukan pilihan
adalah begitu banyaknya informasi yang membombardir
C O M P A S S

mereka. Pada masa Post-Normal, belantara informasi yang


diterima customer semakin tidak menentu. Sehingga
perusahaan bisa mengambil peranan sebagai kompas
yang terus memandu mereka menuju tujuan sebenarnya.

WHAT:
Four Arenas of Competition
Salah satu strategi perang yang terkenal dari Sun
Tzu menjadi inti dari cara memenangkan peperangan
di zaman baru. Yakni, “Kenali diri Anda, kenali musuh,
maka hasil dari ratusan pertempuran tidak akan pernah
mencelakakan Anda.” Kutipan ini menekankan pentingnya
pemahaman terhadap kedua elemen Competitor
dan Company. Anda perlu benar-benar mengetahui
perusahaan seperti apa yang Anda hadapi. Bisa saja Anda
sudah melawan kompetitor baru karena cepatnya proses
transformasi digital.
Pada mulanya, arena terdiri dari perusahaan traditional/
conventional yang bersaing dengan perusahaan
traditional/conventional lainnya. Penguasaan pasar dari
setiap perusahaan menentukan dinamika persaingan.
Salah satu contoh dalam arena persaingan ini adalah
dalam soda wars di antara Coca Cola dan Pepsi Cola,
sebelum masa digitalisasi. Perusahaan startup yang
memiliki pangsa pasar kecil memiliki pilihan strategi yang
terbatas dalam menghadapi perusahaan traditional/
conventional yang jauh lebih besar.
Hal ini berubah dalam kurun waktu cepat. Saat ini,
dengan digitalisasi, startup mampu melakukan disrupsi
yang berpotensi mengubah lanskap persaingan secara
drastis. Pada arena ke-dua startup/digital menghadapi
C O M P A S S

perusahaan traditional/conventional. Blockbuster menjadi


market leader bisnis penyewaan video pada tahun 1997,
tahun di mana Netflix memasuki kancah persaingan. Pada
awalnya, Blockbuster tidak memperhitungkan Netflix
yang memberikan pelayanan penyewaan film melalui
jasa pengiriman. Netflix mengubah lanskap bisnis dengan
menggunakan online platform dan model subscription
based.
Di sisi lain, perusahaan traditional/conventional tidak
dapat menghindari tuntutan karena perubahan lanskap
persaingan. Dalam arena ke-tiga, persaingan antara
perusahaan traditional/conventional dengan perusahaan
startup/digital akan menentukan arah transformasi
digital. Saat ini, status Walmart sebagai leader pada
bisnis ritel menghadapi persaingan ketat dari Amazon.
Adaptasi terhadap kondisi pandemi mendorong Walmart
menyediakan layanan online buying dan gratis untuk
pengambilan barang di toko. Namun, itu bisa belum
mencukupi untuk menahan kemajuan Amazon.
Pada arena terakhir, perusahaan startup/digital
menghadapi perusahaan startup/digital lainnya. Arena
terakhir ini merupakan arena ketika semua perusahaan
sudah menyelesaikan transformasi digital. Apa yang
akan terjadi pada era ini? Bagaimana cara untuk
memenangkan persaingan?
Buat saya, arena persaingan yang saat ini paling dinamis
adalah arena kedua (traditional/conventional vs. startup/
digital) dan arena ketiga (startup/digital vs. traditional/
conventional). Saat ini, kebanyakan perusahaan berada
dalam kondisi ini. (Figure 3) Di satu sisi perusahaan
C O M P A S S

Figure 3

startup/digital berjuang untuk menghadapi dominasi


perusahaan traditional/conventional. Di sisi lainnya,
perusahaan traditional/conventional bisa jadi menghadapi
ancaman serius dari perusahaan startup/digital.

HOW to Win:
Strategies in Four Battle Arena
Hal yang pertama kali perlu Anda lakukan adalah
mengetahui terlebih dahulu posisi dalam arena
pertempuran. Bisa jadi, Anda hanya berada dalam arena
tertentu atau Anda menghadapi persaingan di beberapa
arena sekaligus. Ada empat arena dan setiap arena
C O M P A S S

Figure 4

membutuhkan pendekatan strategi yang berbeda (Figure


4).
Perusahaan dapat menggunakan strategi yang
dijelaskan Al Ries & Jack Trout pada buku Marketing
Warfare (McGraw Hill, 1987) pada arena persaingan
pertama: traditional/conventional lawan traditional/
conventional. Ada empat strategi marketing yang dapat
dipilih oleh perusahaan berdasarkan besarnya perusahaan
menguasai pangsa pasar (Figure 5). Strategi paling
tepat untuk market leader adalah Defensive Strategy.
Tujuannya, mempertahankan dominasi terhadap pasar.
Perusahaan yang memegang pangsa pasar kedua
dan ketiga menjalankan Offensive Strategy untuk
memperbesar pangsa pasar.
Dalam era yang belum terdigitalisasi, perusahaan
startup dapat memilih dua jenis strategi, yakni Flanking
Strategy dan Guerilla Strategy. Pada Flanking Strategy,
C O M P A S S

perusahaan bermanuver seperti paratrooper yang terjun


payung dan mendarat pada area yang aman, lalu terus
bergerak maju bertempur. Perusahaan startup yang
memiliki sumber daya yang terbatas dapat menerapkan
Guerilla Strategy. Inti dari strategi ini adalah menguasai

Figure 5

area yang cukup kecil dan terus menerus melakukan


inovasi.
Arena kedua adalah lanskap perusahaan startup/digital
vs. traditional/conventional. Strategi untuk perusahaan
startup di sini merujuk kepada artikel yang ditulis Joshua
Gans, Erin L. Scott, & Scott Stern (Harvard Business
Review, 2018). Inti dari matriks dalam strategi ini adalah
pengambilan keputusan mengenai inovasi perusahaan
(attitude toward innovation) dan aksi terhadap lawan
C O M P A S S

(attitude toward incumbents). Perusahaan startup/


digital perlu melakukan exercise terhadap kemungkinan
pada keempat alternatif strategi sebelum mengambil
keputusan (Figure 6).
Perusahaan startup/digital yang memilih strategi
build a moat akan memastikan bahwa inovasi yang
dihasilkan sudah kuat sehingga tidak bisa dilawan oleh
pesaing. Sementara, perusahaan startup/digital yang
memilih strategi storm a hill lebih mengutamakan
kecepatan proses pemasaran. Inovasi di sini berupa proses
penyempurnaan berkelanjutan.
Pada sumbu kedua, perusahaan startup/digital

Figure 6
C O M P A S S

mengambil keputusan mengenai kolaborasi atau


kompetisi. Dengan berkolaborasi perusahaan startup/
digital masuk ke dalam sistem dari industri atau dari
pemain terbesar saat ini. Resistensi pesaing tidak akan
terlalu berat. Tetapi, perkembangan perusahaan menjadi
terbatas karena perusahaan startup/digital menjadi
bagian sistem. Perusahaan startup yang memilih
berhadapan secara langsung dalam kompetisi, jika
berhasil, memiliki impact lebih besar pada perubahan
industri.
Perusahaan startup/digital juga perlu
memperhitungkan bahwa perusahaan traditional/
conventional saat ini memiliki kesiapan berbeda dalam
proses transformasi digital. Ini akan menentukan strategi
digitalisasi. Hal lainnya yang memengaruhi trayektori
transformasi digital perusahaan traditional/conventional
adalah kesiapan customer. Buku Marketing 5.0 Technology
for Humanity yang saya tulis bersama Philip Kotler dan
Iwan Setiawan (Wiley, 2021) memandu perusahaan dalam
menentukan strategi paling tepat berdasarkan kondisi
yang dihadapi (Figure 7).
Akhirnya, ketika semua perusahaan sudah digital, arena
persaingan akan menjadi pertempuran antara perusahaan
startup/digital melawan perusahaan startup/digital. Di
sini, yang paling penting adalah keseimbangan antara CI–
EL (Creativity Innovation–Entrepreneurship Leadership)
dan PI–PM (Productivity Improvement–Professionalism
Management). Saya sedang menyiapkan ini dalam buku
Entrepreneurial Marketing yang akan diterbitkan pada
tahun 2022.
C O M P A S S

Figure 7

ONWARD OMNI

Strenghten
Build digital capabilities

digital
leadership

Migrate customer to
digital channel

ORIGIN ORGANIC
C O M P A S S

POST:
OMNI World is the Future
Saya melihat masa depan perusahaan startup ada
pada keseimbangan antara offline dan online (OMNI).
Perusahaan yang berawal dari perusahaan startup/digital
yang kemudian menjadi besar seperti Alibaba pada
akhirnya masuk ke bisnis hotel yang secara tradisional
merupakan bisnis yang lebih membutuhkan interaksi
manusia. Konsep hotel masa depan yang ditawarkan
Alibaba kepada customer adalah super hi-tech hotel.
Teknologi terintegrasi dengan seluruh pelayanan hotel.
Misalnya, penggunaan facial recognition sebagai akses
dan pelayanan oleh robot.
Contoh lainnya adalah Amazon yang mengakuisisi
Whole Foods, supermarket yang terkenal dengan
ketersediaan produk bahan makanan organik. Melalui
akusisi ini, Amazon mendapatkan sistem distribusi bahan
makanan, lokasi toko strategis dan dapat melakukan
penyerangan efektif terhadap core business dari Walmart.
Di sini, kita bisa melihat, bagaimanapun perusahaan
digital yang awalnya online murni, pada akhirnya akan
membutuhkan keberadaan offline. Perusahaan harus
mempersiapkan diri untuk masa depan yang OMNI.
C O M P A S S

PREFACE:
Understanding Swoosh – Corona
to SDG
The years of 2021-2022 are a momentum for every company to
start rising in the recovery period. The demands of the company
this year are very different from the previous year. In 2020, it was
enough for companies to be just adaptive. Companies do this by
responding to the aspect of the changes and following the wishes
of the customer. The focus was Relief, which is how companies can
survive in challenging times (Figure 1).

Figure 1

This year is momentum for companies to invest in the aspects of


technology and humanity and marketing and finance. Companies
must have the courage to do Entrepreneurial Marketing and
complete the recovery process in this period. I see that consumer
spending will recover in 2023-2025. Meanwhile, in 2023, we
C O M P A S S

will face the challenges of a political year. Indonesia’s greatness


moments will occur from 2025 to 2030 when exports are more
significant than imports.

WHY:
RUN21RUN
The Forrest Gump movie has inspired me in the webinar series
RUN21RUN. Just like in the film, we face various limitations,
but in 2021 we have to RUN! (Figure 2). We must strengthen
ourselves on all sides: Rethinking the Competition, Unifying the
Corporation, and Navigating the Customer.

Figure 2

The first strategy for the company is Rethinking The


Competition. The complexity of the competitive landscape today
is very different from 2020. Last year, we saw conventional
C O M P A S S

companies trying to carry out digital transformation to adapt to


tough conditions. This year’s adaptation is not enough. Companies
will find it more challenging to read the competition map. For
that, we need to redefine it so that we can arrange our steps
appropriately.
The second is Unifying the Corporation. During this recovery
period, the company has the opportunity to take advantage of
the momentum to transform. Strengthening the organization is
a priority given the challenges that will be faced over the next
few years. McKinsey’s 7-S model will form the basis of today’s
evaluations of organizational effectiveness. After that, the company
can assess policies to ensure that each element can apply the
flexibility strategy.
Navigating the customer is the final stage of strategy
formulation. In the basic concept of marketing, a company must
meet the needs and wants of the customer. Then, on a deeper
level, one should be able to understand their anxiety and desire.
However, in my opinion, the company now has to direct the
customer, namely navigating for good. During the Normal period,
the cause of customer confusion in making choices is the amount
of information they get. During the Post-Normal period, the
information received by the customer is increasingly erratic, so
that the company must take the role of a compass that guides them
towards their real goals.

WHAT:
Four Arenas of Competition
One of Sun Tzu’s well-known war strategies is at the heart of
how to win wars in this new age. Namely, “Know yourself, know
the enemy, then the results of hundreds of battles will never harm
you.” This quote emphasizes the importance of understanding the
C O M P A S S

two elements of the Competitor and the Company. You need to


know what kind of company you are dealing with. It could be that
you are already fighting new competitors because of the fast digital
transformation process.
Initially, this arena consisted of traditional/conventional
companies that competed with other traditional/conventional
companies. The market share of each company determines the
dynamics of competition. One example in this competitive arena
is the ‘soda wars’ between Coca-Cola and Pepsi Cola, before the
digitalization era. Startup companies with a small market share
have a limited choice of strategies in dealing with a much larger
traditional/conventional company.
This is changing over time. Currently, with digitalization,
startups can disrupt the potential to change the competitive
landscape drastically. In the second arena, startup / digital faces
traditional / conventional companies. Blockbuster became the
market leader in the video rental business in 1997, the year Netflix
entered the competition. At first, Blockbuster didn’t consider
Netflix as a competitor. At that time, Netflix had a business model
of providing movie rental services through delivery services. Then
Netflix changed its strategy by using an online platform and a
subscription-based model.
On the other hand, traditional/conventional companies cannot
avoid prosecution because of the changing competitive landscape.
In the third arena, competition between traditional/conventional
companies and startup/digital companies will determine the
direction of digital transformation. Currently, Walmart’s status as
a leader in the retail business faces stiff competition from Amazon.
Adaptation to pandemic conditions prompted Walmart to provide
e-commerce services and free goods collection in stores. However,
that strategy was not enough to hold back Amazon’s progress.
C O M P A S S

In the last arena, startup/digital companies face other startup/


digital companies. This final arena is where all companies have
completed their digital transformation. What will happen in this
era? How to win the competition?
For me, the arena of competition that is currently the most
dynamic is the second arena (traditional/conventional vs. startup
/ digital) and the third arena (startup/digital vs. traditional/
conventional). Today, most companies are in this condition.
(Figure 3) On the one hand, startup / digital companies struggle
to face the domination of traditional / conventional companies.
On the other hand, traditional/conventional companies may face
serious threats from startup/digital companies.

Figure 3
C O M P A S S

HOW to Win:
Strategies in Four Battle Arena
The first thing you need to do is know in advance the position of
your company in the battle arena. It could be that you are only in
a specific arena, or you are facing competition in several areas at
once. There are four areas, and each requires a different strategic
approach (Figure 4).

Figure 4

Companies can use the strategy described by Al Ries & Jack


Trout in the book Marketing Warfare (McGraw Hill, 1987) in
the first competition arena: traditional/conventional versus
traditional/conventional. There are four marketing strategies
that a company can choose based on the size of the company
in controlling market share (Figure 5). The most appropriate
strategy for market leaders is the Defensive Strategy. The goal is
to maintain market dominance. Companies that hold the second
and third market shares are implementing an Offensive Strategy to
increase market share.
C O M P A S S

Figure 5

In an era that has not been digitized, startup companies can


choose two types of strategies: Flanking Strategy and Guerilla
Strategy. In Flanking Strategy, the company maneuvers like a
paratrooper who parachutes and lands in a safe area then move
forward to battle. Startup companies that have limited resources
can implement the Guerilla Strategy. The essence of this strategy is
to master a reasonably small area and continuously innovate.
The second arena is the startup/digital vs. traditional/
conventional. Strategies for startup companies here refer to
Joshua Gans, Erin L. Scott, & Scott Stern (Harvard Business
Review, 2018). At the heart of this strategy is decision-making
regarding company innovation (attitude toward innovation) and
action toward competitors (attitude toward incumbents). Startup
/ digital companies need to exercise the four possible alternative
strategies before deciding (Figure 6).
C O M P A S S

Figure 6

A startup/digital company that chooses a build a moat strategy


will ensure that the resulting innovation is vital not to counter it.
Meanwhile, startup/digital companies that choose the storm-a-hill
plan prioritize the speed of the marketing process. The innovation
here is in the form of a continuous improvement process.
On the second axis, startup/digital companies make decisions
regarding collaboration or competition. By collaborating, startup /
digital companies enter the industry or the most significant players
today. Competitor resistance will not be too heavy. However,
the company’s development is limited because startup / digital
companies are part of the system. Startup companies that choose
to go head-to-head in the competition, if successful, have a more
significant impact on industry change.
Startup/digital companies also need to consider that traditional/
conventional companies currently have different readiness in the
C O M P A S S

digital transformation process. This will determine the digitization


strategy. Another thing that affects the digital transformation
trajectory of traditional/conventional companies is customer
readiness. The book Marketing 5.0 Technology for Humanity that
I wrote with Philip Kotler and Iwan Setiawan (Wiley, 2021) guides
companies in determining the most appropriate strategy based on
the conditions at hand (Figure 7).
Finally, when all companies are digital, the arena of competition
will be a battle between startup / digital companies and startup /
digital companies. What is most important is the balance between
CI – EL (Creativity Innovation – Entrepreneurship Leadership)
and PI – PM (Productivity Improvement – ​​Professionalism
Management). I am currently preparing this in the book
Entrepreneurial Marketing which will be published in 2022.

Figure 7

ONWARD OMNI

Strenghten
Build digital capabilities

digital
leadership

Migrate customer to
digital channel

ORIGIN ORGANIC
C O M P A S S

POST:
OMNI World is the Future
I see the future of startup companies in the balance between
offline and online (OMNI). A company that started as a startup
/ digital company that later became big like Alibaba has finally
entered the hotel business, which traditionally requires more
human interaction. The future hotel concept that Alibaba offers to
customers is a super hi-tech hotel. Technology is integrated with
all hotel services—for example, facial recognition as access and
services by robots.
Another example is Amazon, which acquired Whole Foods, a
supermarket known for its availability of organic grocery products.
Through this acquisition, Amazon obtained a grocery distribution
system, strategic store locations and was able to carry out an
effective attack on Walmart’s core business. However, we can
see that digital companies that were initially purely online will
eventually need an offline presence. Companies must prepare for
the OMNI future.
C O M P A S S

前言:
了解Swoosh – 新冠到可持续发展目标
2021-2022年是每家公司在复苏时期开始崛起的动力。公司今年
的需求与上一年有很大不同。到2020年,公司具有适应性就足够了。
公司通过响应变更方面并遵循客户的意愿来做到这一点。重点是救
济,这是公司如何在困难时期生存的方法(图1)。
今年是公司在技术与人文,营销和金融方面进行投资的动力。公司
必须有勇气进行企业营销并在此期间完成恢复过程。我看到消费者
支出将在2023-2025年恢复。同时,在2023年,我们将面临一个政治
年的挑战。印度尼西亚的伟大时刻将在2025年至2030年,届时出口
额将比进口额更大。

Figure 1

WHY:
RUN21RUN
在线上研讨会系列RUN21RUN中播放的《阿甘正传》启发了我。就
像电影中一样,我们面临各种限制,但是在2021年,我们必须逃跑!

C O M P A S S

图2)。我们必须在各个方面加强自己:重新考虑竞争,团结公司和引
导客户。

Figure 2

公司的第一个策略是重新思考竞争。今天,竞争格局的复杂性与
2020年大不相同。
去年,我们看到传统公司试图进行数字化转型以适
应恶劣的条件。今年的适应还不够。公司将发现阅读竞争地图更具
挑战性。为此,我们需要重新定义它,以便我们可以适当地安排我们
的步骤。
第二个是团结公司。在此复苏期间,公司有机会利用势头进行转
型。鉴于未来几年将面临的挑战,加强组织是一个优先事项。麦肯锡
的7-S模型将构成当今组织有效性评估的基础。之后,公司可以评估
政策以确保每个要素都可以应用灵活性策略。
引导客户是战略制定的最后阶段。在营销的基本概念中,公司必须
满足客户的需求。然后,在更深层次上,人们应该能够理解他们的焦
虑和欲望。但是,我认为,公司现在必须指导客户,即永远导航。在正
C O M P A S S

常时期,造成客户选择困惑的原因是他们获得的信息量。在“正常后”
时期,客户收到的信息越来越不稳定,因此公司必须扮演一个指南针
的角色,引导他们实现自己的真实目标。

WHAT:
四个竞技场
孙子的著名战争策略之一是在新时代如何赢得战争的核心。即,

知己知彼,百战不殆。
”这句话强调理解竞争对手和公司两个要素的
重要性。您需要知道您正在与哪种公司打交道。但可能是由于快速
的数字化转型过程,您已经在与新的竞争对手抗争。
第一种竞技场是由传统/保守公司竞争与其它的传统/保守公司组
成。每个公司的市场份额决定了竞争的动力。在这个竞争激烈的舞
台上的例子就是可口可乐与百事可乐之间的“苏打战争”
,这是在数
字化时代之前。市场份额小的初创公司在与大型传统/保守公司打交
道时,策略选择有限。
随着时间的流逝,这种情况正在发生变化。
当前,借助数字化,初创
公司可以彻底改变改变竞争格局的潜力。
在第二个领域,初创/数字
公司面对传统/保守公司。
在奈飞(Netflix)开始竞争的那一年,也就
是1997年,百视达(Blockbuster)成为视频租赁业务的市场领导者。
起初,百视达并不认为奈飞是竞争对手。
当时,奈飞具有通过交付服
务提供电影租赁服务的商业模式。
然后,奈飞通过使用在线平台和基
于订阅的模型来改变其策略。
另一方面,由于竞争格局的变化,传统/保守公司无法避免被起诉。
在第三个领域,传统/保守公司与初创/数字公司之间的竞争将决定
数字化转型的方向。
当前,沃尔玛作为零售业务领导者的地位面临来
自亚马逊的激烈竞争。
适应新冠情况促使沃尔玛提供电子商务服务,
并在商店内免费收货。
但是,该策略不足以阻碍亚马逊的发展。
在最后一个舞台上,初创/数字公司面对其他初创/数字公司。最后
的舞台是所有公司都完成其数字化转型的地方。在这个时代会发生
什么?如何赢得比赛?
对我来说,当前最活跃的竞争领域是第二个领域(传统/保守vs.创
C O M P A S S

业/数字)和第三个领域(初创/数字 vs.传统/保守)。今天,大多数公
司都处于这种状态。
(图3)一方面,初创/数字公司正努力面对传统/
保守公司的统治。另一方面,传统/保守公司可能会面临来自初创/数
字公司的严重威胁。

Figure 3

HOW to Win:
四个竞技场的策略
您需要做的第一件事是事先了解您的公司在竞技场上的位置。可
能是您仅处于特定领域,或者您同时面临多个领域的竞争。有四个领
域,每个领域都需要不同的战略方法(图4)。
C O M P A S S

Figure 4

公司可以在第一个竞争领域:传统/保守 vs.传统/保守竞争中使用
Al Ries&Jack Trout在《营销战》
(McGraw Hill,1987)一书中描述的
策略。在控制市场份额方面,公司可以根据公司的规模选择四种营销
策略(图5)。市场领导者最合适的策略是防御策略。目标是保持市场
主导地位。拥有第二和第三市场份额的公司正在实施进攻战略,以增
加市场份额。
在尚未数字化的时代,初创公司可以选择两种策略:侧翼策略和游
击策略。在“侧翼策略”中,公司像伞兵一样进行机动,降落伞降落在
安全区域,然后继续战斗。资源有限的初创公司可以实施“游击战略”
。该策略的本质是掌握一个较小的区域并不断创新。
第二个领域是初创/数字公司 vs. 传统/保守公司。此处的初创公
司战略参考Joshua Gans,Erin L.Scott和Scott Stern(
《哈佛商业评
论》
,2018)。该策略的核心是关于公司创新(对创新的态度)和对竞
争者的行动(对现任者的态度)的决策。初创/数字公司在决定之前需
要行使四种可能的替代策略(图6)。
选择构筑护城河战略的初创/数字公司将确保所产生的创新至关
重要,而不是与之抗衡。同时,选择暴风雨计划的初创/数字公司会优
C O M P A S S

Figure 5

Figure 6
C O M P A S S

先考虑营销流程的速度。这里的创新是持续改进过程的形式。
在第二个轴上,初创/数字公司做出有关协作或竞争的决策。通过
合作,初创/数字公司进入了该行业或当今最重要的参与者。竞争对
手的抵抗力不会太大。但是,由于初创/数字公司是系统的一部分,因
此公司的发展受到限制。选择参加竞争的初创公司,如果成功,将对
行业变革产生更大的影响。
初创/数字公司还需要考虑到传统/保守公司目前在数字化转型过
程中的准备程度不同。这将确定数字化策略。影响传统/传统公司的
数字化转型轨迹的另一件事是客户准备情况。我与菲利普·科特勒
和Iwan Setiawan(Wiley,2021)撰写的《 营销革命5.0:技术到人文
(Marketing 5.0 Technology for Humanity)》一书指导公司根据
当前情况确定最合适的策略(图7)。
最后,当所有公司都是数字化公司时,竞争舞台将是初创/数字公
司与初创/数字公司之间的一场战斗。最重要的是在CI – EL(创造力
创新–企业家领导力)和PI – PM(生产力提高–专业管理)之间取得平
衡。我目前正在《企业家营销》一书中对此进行准备,该书将于2022
年出版。

POST:
OMNI世界是未来
我看到了线下和在线(OMNI)之间平衡的初创公司的未来。阿里巴
巴最初是一家初创/数字公司,发展壮大,最终还进入了酒店业务。

传统公司相比有更多的人文互动。阿里巴巴为客户提供的未来酒店
概念是一种高科技酒店。技术已与所有酒店服务集成在一起,例如,
通过机器人将面部识别作为访问和服务。
另一个例子是亚马逊,它收购了全食超市(Whole Food)
,该超市
以其有机杂货产品而闻名。通过这次收购,亚马逊获得了杂货配送
系统,战略性商店位置,并且能够对沃尔玛的核心业务进行有效的攻
击。不过,我们可以看到,最初纯粹是线上的数字公司,最终将需要进
入线下。公司必须为OMNI的未来做好准备。
C O M P A S S

Figure 7

ONWARD OMNI

Strenghten
Build digital capabilities

digital
leadership

Migrate customer to
digital channel

ORIGIN ORGANIC

Scan or tap to
watch video
0 5

2 0 2 1 C O M P A S S

The Future of Tech Companies


in Indonesia: Hot Post-
Pandemic Trends

Semakin Diminati

Primadona Baru

Tawarkan Solusi Spesifik

Tetap Hati-hati

Lambat Tapi Menjanjikan

Memperkuat Ekosistem

Saatnya Ngebut

Tetap Investasi Agar Melesat


C O M P A S S

The Future of Tech


Companies in Indonesia:
Hot Post-Pandemic Trends

Ekonomi digital Indonesia berkembang


pesat. Indikator-indikator ekonomi pun
membaik terus. Kepercayaan investor
makin besar. Belum lagi dukungan regulasi,
kesiapan infrastruktur, hingga ketangkasan
para pemain. Saatnya startup-startup
Indonesia berlari kencang.

Oleh Sigit Kurniawan


C O M P A S S

D
unia startup di Indonesia tampak makin
bergairah. Pandemi yang menghantam
banyak lini industri tidak serta mengguncang
ekosistem startup yang sudah lama
terbangun. Sebaliknya, pandemi justru mendorong
akselerasi digital di banyak bidang. Dan, ini menjadi
peluang bagi para tech startup terus tumbuh.
Menurut laporan e-Conomy SEA dari Google, Temasek,
dan Bain & Company, ekonomi digital di Indonesia secara
keseluruhan mencapai US$ 44 miliar setara Rp 624,2
triliun pada 2020. Angka ini diperkirakan akan melesat tiga
kali lipat pada 2025 dengan nilai sekitar US$ 124 miliar.
Secara umum, pertumbuhan ekonomi internet
Indonesia dalam satu dekade terakhir sangat agresif.
Dengan unicorn-unicorn yang dimilikinya, potensi digital
di Indonesia tak diragukan lagi. Banyak faktor yang
melandasi kepercayaan investor pada ekosistem startup di
Indonesia. Sebut saja pangsa pasar yang besar, dukungan
regulasi, kesiapan infrastruktur, hingga ketangkasan para
pemain.
Rama Mamuaya, CEO DailySocial.id dan Direktur
DS/innovate mengatakan, tahun 2020 yang ditandai
dengan pandemi menjadi momentum bagi perusahaan
teknologi. Tahun 2021 yang digadang-gadang sebagai
tahun pemulihan bisa dijadikan momentum untuk
berlari. Memang, ada sebagian investor yang mengerem
investasinya. Namun, banyak yang bakar duit untuk
pendanaan startup.
“Sebagian investor melihat investasi pada masa ini
lagi murah di mana banyak startup sedang melakukan
fundrising dan membutuhkan kas karena operasional
C O M P A S S

terganggu akibat pandemi. Di sini, investor memiliki daya


tawar lebih tinggi,” kata Rama.
Tahun ini, sambung Rama, menjadi tahun para startup
untuk melesatkan bisnisnya. Selain makin banyak investor
yang balik lagi, juga karena jumlah investor ritel yang
makin banyak. Hal ini ditandai oleh makin banyaknya
masyarakat, khususnya milenial, yang bermain saham
untuk pendanaan ini. Belum lagi, dari sisi infrastruktur,
pertumbuhan internet dan mobile sangat fantastis.
Jumlah kapital pada tahun 2020 untuk menginjeksi
startup terbilang gila-gilaan, naik 11% dari tahun 2019.
Artinya, pendanaan bukan masalah besar lagi bagi
startup.

Tren-tren Baru
Kondisi tadi mendorong munculnya tren-tren baru di
ekosistem startup Indonesia. Berangkat dari ini, Redaksi
Marketeers mengangkat sejumlah tren. Masing-masing
tren kami ulas dengan mewawancarai pemain-pemain
terkait tren tersebut.
Menurut Startup Report 2020, Business Resiliency
during the Pandemic yang dirilis oleh DS/innovate,
pertumbuhan bisnis digital selama pandemi nampak
pada sektor-sektor tertentu. Di antaranya, e-commerce,
ride-hailing, fintech, online travel, online media, edutech,
dan healthtech.
Berpijak dari laporan tersebut, Marketeers membahas
delapan tren. Tren pertama terkait dengan pemberdayaan
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UKM). Pandemi
membuat banyak sekali UKM pindah ke digital. Banyak
startup menjadikan ini sebagai peluang untuk digarap.
C O M P A S S

Salah satunya dengan jasa Software as a Service (SaaS),


seperti sistem pembukuan, pengelolaan keuangan,
inventori, hingga distribusi barang. Di luar pemain besar
seperti Gojek, Tokopedia, maupun Bukalapak, muncul
pemain-pemain baru yang ikut mengambil pangsa pasar
UKM ini. Sebut saja BukuKas, BukuWarung, MokaFresh,
dan sebagainya.
Tren berikutnya terjadi di ranah e-commerce. Sepanjang
tahun 2020, ada 10 juta online shoppers baru di Indonesia
– naik 20% dibanding rata-rata tahunan sebelum pandemi.
Di Tokopedia, ada 2,5 juta merchant baru selama pandemi
dan 15% dari mereka adalah pindahan dari toko offline ke
online. “Karena industrinya lumayan matang, pemain-
pemain besar tetaplah mendominasi. Meski pasar
industrinya makin besar, tapi nyaris tidak ada pemain
baru, khususnya di general e-commerce. Jadi, yang besar
akan tambah besar,” kata Rama.
Di luar general e-commerce, muncul para pemain
e-commerce yang menawarkan produk dan layanan
secara lebih spesifik. Umumnya ini disebut dengan
vertical e-commerce atau specialty e-commerce. Misalnya,
TaniHub dan SayurBox yang menjual sayuran dan produk-
produk pertanian. Ada pula Sociola yang menggarap pasar
fesyen perempuan atau Dekoruma yang menggarap pasar
produk dan jasa furnitur. Data mengatakan, nilai transaksi
agricultural e-commerce naik pesat setahun terakhir.
Salah satunya yang dialami oleh TaniHub Group pada
akhir Desember 2020. Startup agritech ini mencatat Gross
Revenue Growth hingga 639%.
Astri Purnamasari, VP of Corporate Services TaniHub
Group mengatakan perusahaannya mengalami
C O M P A S S

List of Indonesia unicorns


Gojek Est. US$ 10.5 billion

Tokopedia Est. US$ 7.5 billion

Traveloka Est. US$ 5 billion

Bukalapak Est. US$ 3.5 billion

OVO Est. US$ 3 billion

Internet user penetration 2019-2020 (Q2)

Penetration Growth

Growth (%)
Internet
Penetration 2019
8.9%
73.7% Growth Internet User:
25,5 million

User Population

Indonesia Population 2019


Internet User (BPS Projection)

196.7 million 266.9 million


Population Growth; 2018>2019 (%)

1.03%
C O M P A S S

Rankings 2020:
Top 100 Emerging Ecosystems, Startup Gnome

Rank Ecosystems Country Region Factor Scores (1-10)


Performance Funding Market Reach Talent

#1 Mumbai India
10 10 10 10

#2 Jakarta Indonesia 10 10 10 9

#3 Zurich Switzerland Europe 9 10 10 8

8 10 10 9
#4 Greater Helsinki Finland Europe

10 9 4 10
#5 Guangzhou China

Sumber: DS/innovate: Startup Report 2020,


Business Resiliency during The Pandemic

pertumbuhan bisnis luar biasa sepanjang tahun 2020.


Startup ini telah mendaftarkan 1.700 stock-keeping
unit (SKU) hingga akhir tahun lalu, peningkatan jumlah
mitra hingga 46.000 petani. Rama menyebut, TaniHub
dan SayurBox memiliki bisnis yang lebih luas dari jualan
sayuran dan produk pertanian. Di balik layar, mereka
memberikan layanan lain, seperti kredit kepada para
petani, peer-to-peer landing, dan sebagainya.
Tren menggarap segmen spesifik ini akan makin
besar mengingat Indonesia memiliki pasar yang sangat
terfragmentasi. Masyarakatnya beragam kultur, bahasa,
etnik, karakter berbeda. “Ini justru menjadi peluang
bagi para startup untuk menggarap fragmen-fragmen
tersebut. Bahkan, setiap wilayah di Indonesia pun masih
C O M P A S S

bisa dipecah-pecah ke segmen-segmen lebih kecil lagi.


Ke depan, akan banyak pemain yang menggarap segmen
ini,” katanya.
Startup yang menggarap kebutuhan pokok makin
berkembang, seperti di bidang pendidikan dan kesehatan.
Edtech di Indonesia berkembang sejak tahun 2012.
Pandemi membuat platform edukasi online melesat.
Menurut survei Edtech Landscape dari Bank Dunia,
platform ini menunjukkan pertumbuhan 200% terkait
jumlah pengguna dan aplikasi yang diunduh pada Maret
2020.
Di Indonesia, beradasarkan Edtech Report 2020 oleh
DS/innovate, jenis layanan edtech yang paling banyak
digunakan adalah bimbingan belajar online (39,6%) seperti
yang disediakan oleh Ruangguru maupun Zenius. Disusul
dengan e-learning (36,6%). Data ini juga mengatakan,
mayoritas masyarakat (76,4%) bersedia merogoh kocek
demi mendapatkan layanan edtech tersebut.
Rohan Monga selaku CEO Zenius mengatakan, potensi
pasar edtech di Indonesia masih sangat besar, karena
penetrasi pasar edtech di Indonesia masih sangat kecil,
yaitu sekitar 4% dari jumlah total siswa di Indonesia yang
mencapai 45 juta. “Pasar edtech bisa menjadi model bisnis
yang sustainable dengan margin yang sehat, namun
dibutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk mencapai
ke sana,” katanya.
Demikian juga dengan healthtech. Jumlah layanan ini
melesat tinggi selama pandemi. Investasinya makin besar.
Pada 2019 saja, Halodoc berhasil mengumpulkan dana
mencapai US$ 100 juta, sementara Alodokter berkisar US$
33 juta. Meski demikian, Rama mengingatkan healthtech
C O M P A S S

Retail ecommerce market volume in


Southeast Asia in 2019 and 2025

2019 2025 (projected)

82
Indonesia 20.9

18
Thailand 5

Vietnam 23
4.6

Philippines 12
2.5

Singapore 7
1.9

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Spending amount in US dollars (billions)

Sumber: TechinAsia Conference Report 2020:


A Glimpse into Southeast Asia’s Golden Age

merupakan industri yang memiliki entry barrier tinggi


sekali karena berhadapan dengan regulasi ketat.
“Kasarannya, punya duit banyak pun tidak gampang bikin
startup seperti Halodoc,” katanya.

Tak Tunggu Valuasi Besar


Tren yang tak kalah seru dan terbilang paling panas
belakangan ini adalah tren Initial Public Offering (IPO)
dan merger dari unicorn-unicorn Indonesia. Traveloka,
misalnya, berencana melakukan dual listing. Selain
melakukan IPO di bursa saham Amerika Serikat, tak
tertutup kemungkinan Traveloka melantai di BEI. Pilihan
pasar bursa juga menarik.
C O M P A S S

Gojek tak mau kalah menghentak lantai bursa pada


tahun ini. Langkah Gojek ini diperkirakan bakal mencetak
sejarah karena IPO akan dilakukan setelah merger dengan
unicorn lain, Tokopedia. Valuasi gabungan dua unicorn
ini diperkirakan mencapai nilai tertinggi sebesar US$ 40
miliar atau setara Rp 559 triliun. Tentunya, ini bakal sedikit
banyak memengaruhi peta persaingan.
Menariknya lagi, IPO ini tak berlaku bagi startup
yang sudah unicorn atau decacorn saja. Pada tahun
2020, misalnya, ada dua startup yang sudah melantai
di bursa, yakni Pigijo dan Cashlez. Tren ini harusnya
membangkitkan harapan bagi startup-startup bukan
unicorn untuk go public tanpa harus menunggu valuasi
besar lebih dulu.
“Prinsip kami adalah jangan menunggu besar lebih
dulu untuk go public. Sebaliknya, dengan go public, kita
akan lebih mudah untuk menjadi besar. Ini yang benar
terjadi di Cashlez,” ujar Suwandi, CEO Cashlez.
Selain itu, tren kolaborasi dan konsolidasi akan
makin marak di tahun-tahun berikutnya. DS/innovate
menyatakan kolaborasi dan konsolidasi antarpemain
digital merupakan new normal dalam ekosistem. Apalagi
langkah ini menjadi salah satu jawaban ketika startup
ingin exit.
Di ranah fintech, tren yang cukup mewarnai adalah
makin banyaknya layanan paylater. Pelaku e-commerce
mulai memasukan fitur paylater sebagai alternatif
model pembayaran. Pembayaran sistem tunda atau
cicilan ini dinilai cukup membantu konsumen di tengah
kesulitan ekonomi akibat pandemi. Sebab itu, layanan ini
berkembang pesat. Ada beberapa pemain populer, seperti
C O M P A S S

Kredivo, Akulaku, Home Credit, Kreditmu, dan Shopee


Paylater.
Menurut Bank Indonesia, per Februari 2020, ada 17,61
juta kartu kredit yang beredar. Jumlah ini terbilang sangat
kecil bisa dibandingkan dengan jumlah penduduk. Ini
bisa dimaklumi karena syarat mengakses kartu kredit
sangat ketat. Sementara, transaksi di aplikasi e-commerce,
food delivery, dan konten digital terus meningkat. Celah
penetrasi inilah yang dijadikan peluang startup fintech
untuk menghadirkan layanan paylater.
Tren terakhir adalah pendanaan. Otomatis di tengah
ekosistem yang terus menggeliat, para modal ventura
makin bergairah menyuntikkan dana. Tentunya, startup-
startup tersebut memenuhi kriteria untuk didanai.
Anthony Lim, Investment Partner at GDP Venture,
tidak melihat kondisi pandemi ini sebagai titik untuk
mengubah misi yang kemudian membuat strategi
pendanaan bergeser. GDP Venture memiliki misi
untuk membangun ekosistem digital yang membantu
meningkatkan perekonomian Indonesia.
“Kami tetap harus tumbuh. Tapi tumbuh dalam
kecepatan tepat menuju sisi yang tepat. Kami tidak
percaya semua harus menjadi unicorn. Tapi, kami
percaya jadilah perusahaan tepat, berguna, untung, dan
membangun ekonomi bangsa,” tegas Anthony.
Secara umum, lanskap startup Indonesia makin
menggembirakan. Ekonomi yang makin pulih dan stabil
beserta digitalisasi yang makin solid membawa harapan
baru bagi startup-startup, baik yang sudah ada maupun
yang akan bermunculan. Seperti tergambar dalam sampul
edisi kali ini, ada lima unicorn sedang menggeret gerbong
C O M P A S S

kereta. Unicorn tersebut menjadi daya dorong baru para


startup-startup lain untuk tumbuh dan berkembang.
Sudah saatnya, startup-startup ini berlari kencang,
sekencang kuda.
Selamat membaca!
C O M P A S S

Software as a Service (SaaS)


Semakin Diminati

Startup yang bergerak di industri software as a service


terus memperkaya portofolio mereka. Di sisi lain, para
pelaku usaha juga mencari solusi untuk mempermudah
operasional bisnis mereka.

Oleh Clara Ermaningtiastuti


C O M P A S S

P
asar global dari software as a service (SaaS)
diperkirakan terus tumbuh. Apalagi, efek
pandemi COVID-19 membuat banyak
perusahaan merancang kembali operasional
bisnis mereka dan berusaha pulih dari kesulitan yang
dihadapi selama masa pandemi. Mereka membutuhkan
teknologi yang bisa meningkatkan efisiensi dan efektivitas
bisnis.
Tren SaaS hadir setelah berkembangnya teknologi
cloud. Software disimpan di cloud yang kemudian bisa
diakses oleh konsumen lewat internet. Pemanfaatan
cloud menjadi jawaban atau solusi dari permasalahan
perusahaan yang membutuhkan sistem ringkas dan lebih
mudah.
“Kebutuhan konsumen yang kian kompleks membuat
mereka memerlukan lebih banyak software. Sekitar tujuh
atau delapan tahun lalu, kita hanya punya dua opsi, yaitu
buy or build. Jika membeli, perusahaan harus siap dengan
harga tinggi. Pertama, karena harus mempersiapkan
sistem yang tersentralisasi. Kedua, biaya software atau
lisensinya cukup mahal,” ujar CEO Mekari Suwandi Soh.
Pertumbuhan bisnis SaaS di Indonesia sendiri
sangat pesat, bahkan bisa dibilang sebuah fenomena
transformasi yang unik. Sebelumnya, kebanyakan bisnis di
negara ini memanfaatkan tenaga manusia atau dikerjakan
dengan manual namun kini mulai beralih ke sistem
otomatis. Pekerjaan operasional seputar accounting,
payroll, proses penjualan, sampai data entry kini
dipercayakan pada SaaS.
Selain itu, jika dibandingkan membeli lisensi software,
berlangganan ke penyedia layanan SaaS jauh lebih
C O M P A S S

terjangkau. Terlebih lagi, kini banyak penyedia layanan


SaaS yang menawarkan one-stop solution. Jadi, konsumen
bisa mendapatkan berbagai solusi untuk perusahaannya
dari satu penyedia layanan saja.
Awareness terhadap SaaS terus tumbuh jika
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada
SaaS Wave in Indonesia Booklet yang dirilis Innovation
Factory dan Ravenry tahun lalu, Indonesia diprediksi
akan mencatatkan peningkatan adaptasi teknologi cloud
hingga 40% pada tahun 2022. Hal ini bukan sesuatu
yang mengherankan. Mengutip survei yang dilakukan
TelkomTelstra dari semua kategori SaaS yang digunakan,
lebih dari 75% responden yang terdiri dari enterprise
memanfaatkan SaaS yang berkaitan dengan office suites.
Tidak hanya fokus menargetkan perusahaan besar,
para pelaku di industri SaaS juga menyasar para pemain
di usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM). Terlebih
lagi di situasi saat ini, UKM menjadi sektor penting yang
harus dibantu untuk kembali pulih. Banyak dari mereka
yang mengalami kesulitan untuk mendigitalisasi sistem
operasional karena minimnya informasi.
Sebab itu, masih ada banyak peluang startup untuk
masuk dan menciptakan produk serta layanan yang
dapat membantu mendigitalisasi UKM. “Dengan adanya
tren cloud yang terjadi di Indonesia, banyak pelaku usaha
terutama UKM memiliki concern tentang biaya ketika
berhadapan dengan berlangganan software. Karena
itu, dengan produk yang kami miliki, mereka bisa punya
pilihan yang lebih hemat biaya,” ungkap Suwandi.
Berdasarkan analisis dari Ravenry terhadap 72 pemain
SaaS di Indonesia, layanan yang banyak digunakan adalah
C O M P A S S

27,8% point of sales (POS), diikuti dengan solusi human


resource management sebesar 15,3% serta web hosting
dan e-commerce dengan porsi 13,9%. Pertumbuhan POS
di Indonesia tidaklah mengejutkan, mengingat besarnya
sektor perdagangan yang didominasi UKM.
Salah satu pemain di layanan POS adalah Moka
POS. Pada awal kehadirannya, Moka menghadirkan
layanan POS yang memberikan kemudahan serta
penyederhanaan sistem pembayaran di kasir. Sehingga,
pelaku usaha dapat melakukan perhitungan administratif
tanpa menghabiskan banyak waktu mulai dari rekapitulasi
penjualan hingga mempersiapkan stok ulang.
Namun, dalam perkembangannya, Moka tidak hanya
menghadirkan produk POS saja. Mereka juga bergerak ke
berbagai sektor yang diyakini mampu menjadi kunci dari
perkembangan bisnis para merchant, seperti pendanaan
dengan Moka Capital dan Moka Pay yang bergerak
sebagai alat pembayaran umum. Untuk Moka Pay sendiri,
mereka bekerja sama dengan sejumlah perusahaan
e-wallet seperti DANA, OVO, Gopay, LinkAja, dan lain
sebagainya.
Dengan goal menjadi operating system bagi lebih
banyak perusahaan, Mekari juga terus membuka pintu
kolaborasi dengan berbagai pihak. Mekari saat ini telah
bekerja sama dengan startup SaaS lainnya, seperti Moka
POS dan iSeller. Menyadari masih luasnya potensi yang
bisa dikembangkan dengan menyasar UKM, Mekari
berencana menambah portofolio produk.
Fokus pada rantai pasokan pelaku usaha, Advotics
juga menawarkan solusi mengatasi tantangan di tengah
era transformasi digital ini. “Kami berkonsentasi pada
C O M P A S S

SaaS adoption in Indonesia


business with more than
50 employees
80.00%

60.00%

40.00%

20.0%

0.0%

SaaS Products Utilised by


Telkomtelstra Survey Respodents
Office suites
Conferencing tools, collabotaton tools
Project management
Enterprise Resource Planning
Digital contect software
Human Resource Information System
Costumer Relationship Management
Business Intelligence Application
C O M P A S S

Segmentation of SaaS players


Segmentation of SaaS players
by solution typetype
by solution
Other
19.9%
Chatbot
4.2%

Point of Sales
Web hosting and e-commerce 27.8%
13.9%

Retail
1.4%

Management
Software
15.3%
ERP HRIS
CRM 2.8% 16.7%
2.8%
Email marketing software
1.4%

Sumber: SaaS Wave in Indonesia Booklet

supply chain, mulai dari produksi barang sampai ke


gudang distributor atau bahkan ke end-customer. Misi
kami adalah menyederhanakan proses yang sebelumnya
konvensional dan panjang,” ungkap Head of Growth
Advotics Venny Septiani.
Meski saat ini banyak diminati para pelaku usaha dari
berbagai skala, startup SaaS bukannya tidak menghadapi
tantangan. Mereka masih harus mewaspadai perubahan
konsumen yang terjadi. Selain itu, juga terus mengedukasi
konsumen bahwa layanan yang mereka hadirkan bisa
membantu operasional bisnis.
“Mengedukasi konsumen dari segmen UKM tidaklah
mudah. Ada banyak keraguan dari mereka terutama
ketika mengetahui latar belakang kami adalah
C O M P A S S

perusahaan teknologi. Banyak yang berpikir layanan kami


akan mahal. Mereka juga cemas karena ketidaktahuan
cara menggunakan teknologi. Namun, respons UKM
sendiri sebenarnya cukup baik karena mereka mau
belajar,” tutur Venny.
Meski SaaS terhitung cukup baru, konsumen
Indonesia tampaknya memiliki potensi besar untuk terus
mengadopsinya. Pasalnya, mereka telah merasakan
manfaat SaaS. Semua berkat para pemain-pemain
awal SaaS yang memiliki komitmen kuat dalam
memperkenalkan dan mengedukasi konsumen.

Startup Funding Summary (Per Vertical)

# of startups # of startups
Startup verticals Key players
analysed with funding

Point of Sales 20 4 Moka, Pawoon, NadiPOS

Human Resources 12 Jojonomic, Mekari, Gadjian


6
Information System

Chatbot 3 3 Kata.ai, Bahasa.ai, BJTech

Web hosting and 10 3 Sirclo, Jarvis Store, 8commerce


E-commerce

Retail 1 1 Warung Pintar

Management software 11 2 Waresix, Medico

CRM 2 1 Advotics

Email marketing software MTarget


2 1

Other 10 6 Kofera, Sonar, Tada

Total 72 27

Sumber: SaaS Wave in Indonesia Booklet


C O M P A S S

Distribution of investment series among Indonesia SaaS startup


Startup Received Funding on

Seed 77,8%

Series A 40,7 %

Series B and above 14.8%

0 5 10 15 20 25
# of SaaS startups

Sumber: SaaS Wave in Indonesia Booklet

QUOTES

“Mengedukasi konsumen dari segmen UKM


tidaklah mudah. Ada banyak keraguan dari
mereka terutama ketika mengetahui latar
belakang kami adalah perusahaan teknologi.
Banyak yang berpikir layanan kami akan mahal.
Mereka juga cemas karena ketidaktahuan cara
menggunakan teknologi.”

Venny Septiani
Head of Growth Advotics
C O M P A S S

Education & Health


Primadona Baru

Edtech dan healthtech menjadi dua jenis startup yang


kian bersinar cerah di Indonesia. Geliat pendanaan
untuk kedua jenis startup ini kian agresif berkat
pertumbuhan permintaan pasar yang terus meningkat.
Ini terjadi seiring dengan perluasan akselerasi digital
yang masif terjadi.

Oleh Annisa Bella


C O M P A S S

D
unia startup di Indonesia menunjukkan tren
baru yang cukup berbeda dibandingkan
beberapa tahun terakhir. Angin segar
berembus ke sektor kesehatan dan
pendidikan yang kini menjadi primadona baru dalam
bisnis startup berbasis teknologi.
Edtech dan healthtech menjadi dua kategori yang kian
memikat perhatian investor maupun pengguna. Laporan
e-Conomy SEA 2020 yang dirilis oleh Google, Temasek,
bersama Bain & Company menunjukkan, kedua sektor
ini menjadi pendatang baru yang berhasil bertengger di
antara lima sektor lain yang sudah lebih dulu memimpin
dalam beberapa tahun terakhir, seperti e-commerce,
transport and food, online travel, online media, dan
financial services.
Bahkan, education technology (edtech) dan health
tecnology (healthtech) tercatat masuk ke dalam tiga
sektor pemula (nascent sector) yang mengalami
peningkatan pendanaan paling signifikan sepanjang 2019.
Hal ini menunjukkan jika perhatian para investor mulai
beralih ke arah dua sektor yang baru mulai bertumbuh ini.
Pandemi selama setahun lebih juga menjadi pendorong
makin diminatinya layanan pendidikan dan kesehatan
secara daring.
Kehadiran sejumlah startup edtech di Indonesia
memang bukan hal baru. Namun, dengung suara para
pelaku startup edtech semakin jelas terdengar sejak
kebijakan remote learning diberlakukan. Pertumbuhan
jumlah pengguna dan aplikasi edtech yang diunduh
meningkat hingga 200% pada Maret 2020 berdasarkan
temuan EdTech Landscape Survey yang dilakukan oleh
C O M P A S S

Bank Dunia.
Ada beberapa jenis segmentasi kategori yang terdapat
dalam bisnis edtech. Mulai dari language learning, steam
and coding, education financing, skills and jobs, higher
education, management and learning environment,
verification, learning support; tutoring and test prep.
Menilik data Startup Report 2020 yang dirilis oleh DS/
innovate, layanan edtech yang paling banyak digunakan
di Indonesia adalah kursus daring (39,6%), dan e-Learning
(36,6%).
Geliat positif ini dirasakan jelas oleh para pemain,
antara lain Zenius. Per Desember 2020, Zenius memiliki
lebih dari 16 juta pengguna. Angka ini meningkat tiga
kali lipat dibandingkan 2019 dengan monthly active user
(MAU) sebesar satu juta. Alhasil, Zenius berhasil memikat
para investor untuk menyuntikkan dana tambahan ke
perusahaan mereka.
Februari 2020, Zenius mencatatkan pendanaan seri A
sebesar US$ 20 juta dari Northstar Group, Kinesys Group,
dan BeeNext. Di awal tahun, Zenius juga mengumumkan
putaran pendanaan pra-seri B dari Northstar Group,
Kinesys Group, BeeNext, Alpha JWC Ventures, dan
Openspace Ventures.
“Potensi pasar edtech di Indonesia masih sangat besar
karena penetrasi pasar edtech di Indonesia masih sangat
kecil, yaitu sekitar 4% dari jumlah total siswa di Indonesia
yang mencapai 45 juta. Pasar edtech bisa menjadi model
bisnis yang sustainable dengan margin yang sehat,
namun dibutuhkan waktu tidak sebentar untuk mencapai
ke sana,” terang CEO Zenius Rohan Monga.
Pelaku edtech, menurut Rohan, harus berinvestasi pada
C O M P A S S

Nascent sectors consistently


step up in funding value
Funding (US $_B)

Fintech
2

0
2016 2017 2018 2019 H1 H2 2019 H1
2019

Healthtech Edtech
1

0.5

0
2016 2017 2018 2019 H1 H2 H1 2016 2017 2018 2019 H1 H2 H1
2019 2019 2020 2019 2019 2020

Sumber: e-Conomy SEA 2020 by Google,


Temasek, Bain & Company

pertumbuhan dan inovasi di platform agar mencapai


model bisnis yang sustainable. Model bisnis yang dapat
digunakan dalam bisnis edtech cukup beragam. Zenius
mengambil model bisnis freemium. Sejak Desember 2020,
Zenius memutuskan untuk menggratiskan 80.000 konten
video kepada seluruh siswa di Indonesia.
C O M P A S S

Hingga saat ini, Zenius telah memproduksi 90.000


konten video gratis. Siapa sangka, Zenius berhasil
mencatatkan pertumbuhan pendapatan mencapai 70%
pada semester II/2020 dibandingkan periode yang sama di
tahun sebelumnya. Fitur live class memberikan kontribusi
terbesar (50%) terhadap pendapatan tersebut.
Faktor harga nampak masih menjadi poin penting
dalam kompetisi bisnis edtech. Masih menilik data DS/
innovate, besaran harga yang ideal untuk aplikasi edtech
adalah kurang dari Rp 50.000 per bulan. Para pemain
bisnis edtech harus ekstra cerdas dalam memasang
strategi pricing agar dapat memberikan kualitas layanan
terbaik dari sisi kualitas maupun kuantitas.
Model bisnis lain yang bisa dijajal adalah controlled
marketplace. Cakap atau yang semula dikenal dengan
nama Squline merupakan pemain edtech di bidang
language learning yang menggunakan model bisnis ini.
Tomy Yunus, Co-founder & CEO Cakap menjelaskan,
Cakap memosisikan diri sebagai platform yang
mempertemukan para murid dengan guru. Namun,
Cakap bukan hanya mempertemukan kedua belah
pihak, melainkan membangun standarisasi, baik dari segi
kurikulum, sertifikasi, hingga berbagai fitur yang dapat
mendukung proses belajar-mengajar.
Cakap bermitra dengan sejumlah lembaga pendidikan,
seperti Universitas Indonesia untuk menggandeng
para pengajar di kampus tersebut agar bisa menjadi
tenaga pengajar di Cakap. Selain itu, perusahaan juga
memiliki Cakap Teacher Academy yang dapat membantu
menghubungkan tenaga-tenaga pendidikan yang
potensial di wilayah-wilayah yang kurang diperhatikan,
C O M P A S S

Market coverage: 5 leading


Internet e-Conomy sectors and 2 new ones

e-Commerce Transport & Food Online Travel Online Media Financial Services
Marketplaces Transport Flights Advertising Payment
Malls Food Delivery Hotels Gaming Remittance
Direct to Consumer Vacation Rentals Video on Demand Lending
Music on Demand Insurance
Investing

New to this year’s research are two nascent sectors HealthTech EdTech
that have rapidly accelerated due to COVID-19.

Sumber: e-Conomy SEA 2020 by Google,


Temasek, Bain & Company

seperti area rural untuk bisa membantu memenuhi


kebutuhan tenaga pengajar di Indonesia.
“Edukasi bukan produk yang bersifat short term karena
learning is about commitment. Jangka waktu seseorang
untuk belajar nonformal secara umum berlangsung
selama empat hingga enam bulan, sementara untuk
anak-anak bisa mencapai satu tahun,” kata Tomy
Untuk kategori pendidikan nonformal, Tomy melihat
jika market edukasi di Indonesia sangat loyal dan justru
tidak sensitif terhadap harga. Kondisi ini berbanding
terbalik dengan market pada kategori e-commerce.
Apalagi, ekosistem startup di Indonesia terlihat sudah
cukup baik jika dibandingkan dengan Filipina atau
Malaysia. Bahkan, Indonesia merupakan salah satu market
dengan perkembangan startup tercepat di Asia. Iklim
investasi sudah cukup mature, terlihat dari kehadiran
banyak pilihan pendanaan, mulai dari angel investor,
C O M P A S S

venture capital (seed-funding, series A, B, C), dan masih


banyak lagi. Di tengah ekosistem startup yang kian kuat,
kategori edtech startup di Indonesia masih sangat early
dibandingkan dengan Cina atau India.
“Jumlah pemain edtech di Indonesia belum terlalu
banyak. Dari sisi pasar edtech, masih banyak vertikal
yang bisa diisi. Pemanfaatan teknologi yang canggih
juga belum terlalu banyak digunakan, seperti artificial
intelligence (AI), augmented reality (AR), hingga machine
learning,” jelas Tomy.
Tak mau kehilangan peluang, Tomy tengah
mempersiapkan ragam inovasi teknologi untuk
meningkatkan customer experience agar para pelajar
dapat memperoleh pengalaman belajar digital terbaik
secara end-to-end. Cakap tengah membangun digital
learning ecosystem, antara lain dengan menghadirkan
fitur teknologi online test, real-time reporting, online
payment, skill passport, pemanfaatan AI untuk
mathmaking yang tepat antara siswa dengan guru,
adopsi AR, serta masih banyak lagi.
Berbagai value proposition yang ditawarkan oleh Cakap
berhasil menarik para investor untuk menanamkan modal
kepada mereka. Pertengahan 2020, Cakap menutup ronde
seri A+ mencapai US$ 3 juta dari Heritas Venture Fund,
Strategic Year Holdings, Investidea Ventures, dan Prasetia
Dwidharma.
C O M P A S S

Healthtech usage
indexed to January 2020 (pre-lockdown)
has grown by 4X and
has retained its users
post-lockdown 4.5
4.1 4.0
3.8 3.8

2.9

1.0

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul

Sumber: e-Conomy SEA 2020 by Google,


Temasek, Bain&Company

Laris Manis
Pelaku bisnis startup yang paling menikmati manis
pertumbuhan bisnis dan industri dalam beberapa waktu
terakhir adalah pemain bisnis healthtech. Menilik data
e-Conomy SEA 2020, layanan healthtech berbasis aplikasi
mulai diadopsi secara luas, seiring dengan pertumbuhan
tingkat penetrasi smartphone dan internet seluler. Jumlah
MAU platform healthtech tumbuh empat kali lipat di
masa pre-lockdown (Januari 2020) dan terus bertahan di
masa post-lockdown. Geliat investasi untuk healthtech
startup kian mejanjikan. Pada 2019 saja, Halodoc berhasil
mengumpulkan dana mencapai US$ 100 juta, sementara
Alodokter berkisar US$ 33 juta.
Dalam laporan DS/innovate, CMO Halodoc Dionisius
Nathaniel mengaku, layanan konsultasi daring Halodoc
meningkat hingga enam kali lipat selama paruh pertama
2020.
C O M P A S S

Hampir serupa dengan Halodoc, Alodokter turut


merasakan pertumbuhan positif. Saat ini, Alodokter telah
memiliki lebih dari 28 juta MAU yang mengakses semua
fitur yang tersedia dengan lebih dari 40.000 dokter umum
dan spesialis. Ini berarti, lebih dari 10% populasi penduduk
di Indonesia menggunakan Alodokter paling tidak
satu kali dalam sebulan. Lebih dari 750.000 pengguna
menggunakan konsultasi melalui fitur chat Alodokter per
bulan.
Salah satu adopsi teknologi yang digunakan Alodokter
adalah AI. Pemanfaatan teknologi ini merupakan salah
satu competitive advantage bagi Alodokter dalam
memberikan customer experience terbaik bagi pengguna.
“Terapan teknologi ini memiliki output, seperti
personalisasi konten berdasarkan minat atau kebutuhan
pengguna. Dengan bantuan teknologi ini, proses
konsultasi di Alodokter bisa lebih efisien dengan
machine learning dari berbagai macam case yang
sudah terjadi selama konsultasi sebelumnya untuk bisa
meningkatkan produktivitas pelayanan secara maksimal,”
kata Suci Arumsari, Co-founder & CEO Alodokter. Sumber
pendapatan terbesar Alodokter dikatakan Suci berasal dari
fitur premium.
Potensi pertumbuhan yang pesat dari segi jumlah
pengguna, bisnis, dan produk membuat Alodokter
mendapat kepercayaan para investor, seperti Golden Gate
Ventures, Heritas, Hera Capital, Sequis, dan MDI. Alodokter
telah melalui beberapa fase pendanaan (seed funding,
series A, B, C), dan saat ini tengah menyiapkan pendanaan
series selanjutnya sebagai upaya pengembangan produk
dan bisnis kedepan.
C O M P A S S

“Dengan perubahan customer behavior yang ada,


startup healthtech merupakan salah satu pemain yang
diprediksi akan berkembang dengan sangat pesat.
Kompetisi akan semakin ketat. Terpenting adalah
bagaimana kita secara bersama dapat memprioritaskan
kebutuhan pasien dan memajukan pelayanan kesehatan
di Indonesia,” tutup Suci.
C O M P A S S

Vertical e-Commerce
Tawarkan Solusi Spesifik

Ketika perekonomian semakin digital, kegiatan


konsumsi melalui kanal daring terus tumbuh. Vertical
e-commerce menjadi model bisnis startup yang
tumbuh beberapa waktu belakang. Hal ini seiring
dengan harapan konsumen yang menginginkan
layanan one-stop solution.

Oleh Ellyta Rahma


C O M P A S S

S
udah menjadi pengetahuan umum bahwa
pandemi COVID-19 menjadi akselerator
digitalisasi paling efektif dalam 20 tahun
terakhir. Hampir semua aspek kehidupan
bertransformasi menjadi digital, termasuk belanja. Tidak
heran jika pemain e-commerce di Indonesia mencatat
peningkatan transaksi signifikan sepanjang tahun 2020.
Riset berjudul Navigating Indonesia’s E-Commerce:
COVID-19 Impact & The Rise of Social Commerce yang
dirilis oleh SIRCLO dan Ravenry menemukan bahwa 20%
respondennya melakukan pembelanjaan daring lebih
dari sembilan kali per bulan. Riset yang meneliti 2.987
responden pada Juni 2020 ini juga menemukan fakta bila
perempuan mendominasi sebesar 58% dari responden
yang mengaku sebagai highly-frequent shoppers ini.
E-commerce tercatat sebagai tempat pembelanjaan
daring terbesar dengan 95% responden melakukan
pembelanjaan daringnya melalui platform ini. Hal ini
sejalan dengan temuan riset Google, Temasek, dan
Bain & Company yang berjudul e-Conomy SEA 2020
At Full Velocity: Resilient and racing ahead. Riset ini
mengatakan bahwa e-commerce merupakan pemimpin
sektor ekonomi digital pada tahun 2020 di kawasan Asia
Tenggara, termasuk Indonesia.
Hal ini didorong oleh konsumen yang semakin sering
menghabiskan waktu di rumah akibat pembatasan sosial.
Sebelum COVID-19 melanda, konsumen menghabiskan
waktunya di kanal daring rata-rata 3,7 jam per hari.
Saat pandemi, angka itu naik menjadi 4,7 jam per hari.
Diperkirakan akan bertahan pada rata-rata 4,2 jam per hari
pada masa selanjutnya.
C O M P A S S

Perubahan perilaku konsumsi selama pandemi menjadi


faktor terbesar naiknya transaksi e-commerce pada
tahun lalu. e-commerce dianggap sebagai solusi untuk
membantu konsumen memenuhi kebutuhan harian
di tengah isolasi. Masih dari riset Google, Temasek, dan
Bain&Company, pengguna internet memanfaatkan kanal
daring untuk melakukan transaksi pesan-antar makanan
(34%), berbelanja kebutuhan sehari-hari (33%), belajar
(22%), dan hiburan (22%).
Peningkatan ini diikuti dengan kenaikan transaksi
rata-rata e-commerce di kawasan Asia Tenggara. Secara
umum, pemain sektor ini mengalami peningkatan gross
merchandise value (GMV) hingga 63%, menjadi US$ 62
miliar pada tahun lalu.
Jika dilihat lebih teliti lagi, pandemi sepertinya
membuat konsumen benar-benar menggantungkan
dirinya pada layanan digital. Pada tahun lalu, kategori ini
menyumbang kenaikan GMV hingga 11% dari total GMV
rata-rata yang diraih oleh e-commerce di Asia Tenggara.
Uniknya, 47% konsumen kategori ini adalah pengguna
baru. Sekitar 76% di antaranya mengaku akan terus
menggunakan layanan ini di masa depan walaupun
kegiatan di luar rumah sudah boleh dilakukan dengan
bebas.
Hasilnya, timbullah keragaman e-commerce yang
kemudian muncul istilah speciality e-commerce atau
niche e-commerce atau lebih jamak disebut vertical
e-commerce. Sebut saja agricultural e-commerce,
property e-commerce, home appliance e-commerce,
beauty e-commerce, dan sebagainya. Pemain ini berusaha
melayani konsumen dengan fokus pembelanjaan
C O M P A S S

Newfound online habits


have propelled e-Commerce
GMV to US $62B
e-Commerce GMV (US $_B)
CAGR 23%

172

63%

62

5 38

2015 2019 2020 2025

Source: Bain Analysis

Sumber: Google, Temasek, and Bain & Company

spesifik. Mereka berusaha menjadikan teknologi untuk


memaksimalkan cakupan pasar dan proses bisnis.
Salah satunya adalah agrikultur. Dalam setahun
terakhir, dengan peningkatan permintaan belanja
barang kebutuhan sehari-hari melaui e-commerce, tren
agricultural e-commerce ikut naik.
Jika ditarik mundur, agritech startup telah muncul
sejak tiga hingga lima tahun lalu. Awalnya, sebagian besar
pemain di sektor ini menyasar para petani. Mereka hadir
C O M P A S S

sebagai solusi untuk memutus mata rantai distribusi


produk hasil tani yang kerap merugikan para petani.
“Permasalahan agrikultur di Indonesia sebagian besar
disebabkan oleh petani yang kesulitan mendapatkan
harga yang baik untuk menjual produknya. Dalam sistem
distribusi tradisional, mereka sangat bergantung pada
tengkulak yang berlapis-lapis. Akibatnya, produk pertanian
mereka dihargai murah,” papar Amanda Susanti Cole, CEO
SayurBox.
Setidaknya tiga tahun lalu, agritech startup hadir
sebagai pemberi solusi bersifat hulu, namun masih
memiiki target hilir yang abu-abu. Hal ini disebabkan
oleh masih belum terbiasanya masyarakat Indonesia
melakukan transaksi pembelian produk kebutuhan
sehari-hari secara daring. Apalagi, bahan makanan segar
seperti sayur dan buah tergolong produk perishable
atau berdaya tahan rendah. Ditambah dengan adaptasi
belanja melalui e-commerce yang masih rendah saat itu.
Dengan demikian, e-commerce pertanian ini menghadapi
tantangan sangat besar.
Dengan semakin dipercayanya e-commerce sebagai
platform belanja, perlahan vertical e-commerce mulai
dilirik konsumen. Peluang ini tentu harus dimanfaatkan.
Naiknya pamor berarti pemain industri harus berlomba
memenangkan pasar. Tidak heran jika sejak tahun 2018,
agritech startup di Indonesia terus berlomba berinovasi
dan memperluas cakupan layanannya.
Puncaknya adalah saat pandemi melanda. Jika
transaksi e-commerce secara umum meningkat, maka
transaksi agricultural e-commerce juga naik pesat. Salah
satunya yang dialami oleh TaniHub Group pada akhir
C O M P A S S

Desember 2020. Startup agritech ini mencatat Gross


Revenue Growth hingga 639%.
TaniHub mengalami pertumbuhan bisnis yang
luar biasa sepanjang tahun 2020. Startup ini telah
mendaftarkan 1.700 stock-keeping unit (SKU) hingga
akhir tahun 2020 dan mengalami peningkatan jumlah
petani mitra hingga 46.000 petani. Tidak berhenti di
sana, ditambah dengan keberhasilan perluasan cakupan
wilayah layanan, TaniHub menghadirkan processing and
packaging center sebagai solusi menjaga kualitas produk
pertanian.
Sejak bertransformasi sebagai e-commerce tiga
tahun lalu, TaniHub terus mengalami perkembangan
bisnis hingga akhirnya pandemi benar-benar menjadi
akselerator bisnis yang begitu besar. Seiring dengannya,
TaniHub terus mengembangkan diri. Salah satunya
melakukan perkuatan layanan dengan pendirian pusat
pemrosesan dan pengemasan produk taninya. “Dengan
kenyataan pasar yang semakin besar, kami harus
memastikan produk lebih awet dan aman bila dikirim
jarak jauh dengan waktu pengiriman lebih lama,” jelas
Astri Purnamasari, VP of Corporate Services TaniHub
Group.
Sektor ini menjadi salah satu yang dilirik oleh investor-
investor besar berkelas dunia saat ini. Laporan Indonesia
Agritech Report 2020 milik CompassList menunjukkan
pertumbuhan positif pada pembiayaan agritech startup
sejak tahun 2018-2020. Sejumlah pemain telah berhasil
meraih pendanaan Seri A. Sebut Saja, Chilibeli pada Maret
2020 dan TaniHub pada April 2020.
C O M P A S S

Digital Jadi Andalan


Amanda memprediksi, ke depannya akan ada lebih
banyak digitalisasi yang dapat menjadi solusi untuk
industri pertanian. Dari perspektif vertical e-commerce
sendiri, agritech harus siap menghadapi tuntutan jumlah
permintaan yang meningkat. Tentunya, kualitas produk
pertanian juga harus dijaga ketat.
“Masih sangat banyak isu di industri pertanian.
Terutama untuk konsumsi dalam negeri yang butuh
sentuhan teknologi. Contohnya, soal pemajangan produk
pertanian di layar ponsel konsumen dan tuntutan inovasi
lainnya,” katanya.
Dari sisi bisnis, Astri menegaskan bisnis vertical
e-commerce yang menjanjikan harus dibaca sebagai
peluang. Salah satunya dengan mengembangkan diri
agar bisa hadir sebagai one-stop solution bagi pada
konsumennya.
Agricultural e-commerce berbicara tentang konsumsi
sehari-hari, pemenuhan pangan, hingga kebutuhan gizi
harian. Untuk itu, TaniHub pelan-pelan hadir memenuhi
kebutuhan dapur secara lengkap, sehingga konsumen
tidak perlu berganti platform, layanan, atau aplikasi ketika
ingin berbelanja. “Ekosistem startup sendiri menyebut ini
sebagai pengoptimalan user experience UX. Ini yang harus
diperhatikan oleh pemain,” ujar Astri.
Sebagai pemain yang mencakup alur bisnis dari hulu ke
hilir, agritech wajib bersiap hadir menciptakan pertanian
berkualitas sehingga menghasilkan produk yang
berkualitas juga. Untuk memenuhi harapan konsumen
yang makin kompleks, pelaku vertical e-commerce tidak
bisa bermain sendiri. Kolaborasi menjadi salah satu tren
C O M P A S S

bisnis yang akan berkembang ke depannya.


“Kami berharap banyak pemain seperti kami muncul
dan bisa memberi solusi atas masalah pertanian. Tidak
hanya untuk sisi petani, tapi juga untuk memenuhi
permintaan konsumen di Indonesia,” tutup Astri.
C O M P A S S

Understanding Indonesia’s
Consumer Behaviour Amid
Rise of Social Commerce
Survey of 2,987 respondents, June 2020.

20% of our respondents


shop online more than 9
times permonth. women 20% 58%
represent 58% of these
highly-frequent shoppers.

Sumber: SIRCLO dan Ravenry, Navigating


Indonesia’s E-Commerce: COVID-19 Impact
& The Rise of Social Commerce

Education, % of new digital consumers out of total service consumers (SEA aggregate)

Groceries, and
Lending

of new digital
consumers
Food Delivery
Electronics

Education
Groceries
Apparel

Beauty

Loans
Music
Video

e-Commerce Online Media

Users moved
(use more than before)
online for Food delivery,
Groceries, Education,
33% 34%

21% 22%

15%
Consumer 12%
5% 5%
Travel electronics

-1%
Personal Clothing Beauty Music Video Education Groceries Food
-13% -13% Loans Streaming Streaming Delivery
C O M P A S S

Sumber: e-Conomy SEA 2020 by


Google, Temasek, Bain & Company

Largest agritech startup investments in


Indonesia between 2018 and March 2020

$ 10m $ 10m $ 4m $ 4m
10
Chilibeli
Series A funding, Series A funding, Pre-Series A funding, Series A funding, Farm-to-table social
March 2020 March 2020 August 2020 November 2018 commerce platform

$ 1.3m Undisclosed
7.5
Seed funding, Pre-Series A funding,
TaniGroup
September 2015 Peer-to-peer lender and
May 2019
e-commerce platform

5
Kedai Sayur
E-commerce platform
connecting farmers with
2.5 vegetable hawkers

eFishery
0 Automated fish and shrimp
Chilibeli TaniGroup Kedai Sayur eFishery feeding system maker

Source: East Ventures, The Jakarta Post, Nikkei Asian Review13

Sumber: Indonesia Agritech Report 2020, CompassList

QUOTES

“Kami berharap banyak pemain seperti kami


muncul dan bisa memberi solusi atas masalah
pertanian. Tidak hanya untuk sisi petani, tapi
juga untuk memenuhi permintaan konsumen di
Indonesia.”

Astri Purnamasari
VP of Corporate Services
TaniHub Group
C O M P A S S

Paylater
Tetap Hati-hati

Fitur paylater saat ini sedang digandrungi oleh


konsumen Indonesia. Besarnya permintaan akan
layanan ini mendorong pertumbuhan paylater di
Indonesia. Termasuk makin banyaknya pemain. Meski
demikian, pemain tetap harus berhati-hati pada
ancaman gagal bayar.

Oleh Muhammad Perkasa Al Hafiz, Ellyta Rahma


P
C O M P A S S

aylater atau konsep bayar


nanti menjadi sebuah tren
belakangan ini. Fenomena ini
kian membesar saat pandemi
dan terjadi peningkatan
tren belanja daring. Model
pembayaran ini mirip seperti
kartu kredit namun dengan
persyaratan yang lebih longgar. Tak heran bila fitur ini
diminati oleh konsumen di tengah kesulitan ekonomi. Ini
menjadi segmen potensial di mata penyedia paylater.
Layanan paylater tidak hanya disediakan oleh pemain
fintech, seperti Kredivo, Akulaku, Indodana, Kreditmu,
dan Atome. Para pemain lain di luar fintech turut
menggarapnya. Sebut saja Blibli, Shopee, Gopay, LinkAja,
dan Jenius. Masing-masing penyedia memiliki spesifikasi
dan cakupan berbeda. Variabel pembedanya ada pada
batas nilai pinjaman, bunga, tenor, syarat peminjaman,
cakupan area, tujuan penggunaan dana, hingga
integrasinya ke layanan pihak ketiga.
Menurut Bank Indonesia, transaksi e-commerce
meningkat 33,2% pada tahun 2021. Ini menjadi salah satu
faktor makin populernya paylater. “Pangsa pasar produk
ini akan sangat besar. Terlebih, paylater seperti Kredivo
saat ini bisa digunakan untuk bertransaksi tidak hanya di
online merchant, tetapi juga offline merchant,” ujar VP
Marketing Communications Kredivo Indina Andamari.
Studi dari Coherent Market Insights pada tahun
2019 mengatakan pasar paylater global akan tumbuh
menjadi US$ 33,6 juta pada tahun 2027 dengan tingkat
pertumbuhan tahunan rata-rata (CAGR) lebih dari 21.2%. Di
C O M P A S S

Indonesia, menurut Fintech Report 2020 dari DailySocial


Research, layanan ini dinilai cocok dengan kebutuhan
masyarakat (66,7%), menghemat waktu (58,8%), dan
menjadi alternatif produk keuangan (56,9%).
Secara umum, penggunaan limit paylater jauh lebih
rendah dibandingkan limit kartu kredit. Bahkan, ada
beberapa penyedia layanan paylater yang menetapkan
minimal pinjaman hanya sebesar Rp 5.000. Riset
Persepsi Pasar Indonesia Terhadap Pemanfaatan Fitur
Pembayaran PayLater oleh lembaga riset Research
Institute of Socio-Economic Development (RISED)
menemukan fakta menarik. Sekitar 92,30% responden
dari total 2.000 responden menyatakan “setuju” paylater
membantu mereka mengelola keuangan.
Pasalnya, pengguna dapat menetapkan limit
tertentu untuk berbelanja daring. Sehingga dalam
satu bulan, pengguna tidak dapat berbelanja dengan
nominal melebihi limit tersebut. Secara spesifik, riset ini
mengungkapkan 82,97% layanan paylater digunakan
untuk kebutuhan mendadak saat keuangan terbatas.
Sementara, 43,32% digunakan untuk membeli barang di
luar pengeluaran bulanan. Di sisi lain, 38,25% responden
justru mencari promo dan 25,33% mengaku terbantu
dalam mengelola keuangan.
Bila dibanding negara-negara maju, paylater di
Indonesia mengalami pertumbuhan signifikan. Pasalnya,
negara-negara maju memiliki penetrasi kartu kredit tinggi
dan paylater bersifat pilihan. Di Indonesia, pilihan tersebut
digandrungi oleh masyarakat. Selain menyuguhkan
banyak benefit, persyaratannya juga tidak serumit kartu
kredit.
C O M P A S S

Persentase Responden
Pengguna Paylater
Menurut Jenis Kelamin

37.44% 62.56%

Laki-laki Perempuan

Persentase Responden
Pengguna Paylater
Peningkatan Pengeluaran
Menurut Usia
Setelah Menggunakan Paylater
7.20%0.70% 0.58% 2.20% 23 - 30 tahun
n=862
5.45% 31 - 40 tahun
41 - 50 tahun
> 51 tahun
Rp 100.000,00
Rp 1.000.000,00/bulan

13.34% Rp 1.000.000,00

51.47%
Rp 5.000.000,00/bulan

39.13% Kurang dari Rp


100.000,00/bulan
19.26% Rp 5.000.000,00
60.67% Rp 10.000.000,00/bulan

Lebih dari Rp
50.000.000,00/bulan

Rp 10.000.000,00
Rp 50.000.000,00/bulan

Sumber: Research Institute of Socio-Economic


Development (RISED), Desember 2020
C O M P A S S

Persentase Responden
Pengguna Paylater
Menurut Usia
n=1.362
2.20%
7.20%

51.47%
39.13%

23 - 30 tahun
31 - 40 tahun
41 - 50 tahun
> 51 tahun

Platform Penggunaan Paylater

3.23% 3.08%
10.35% Shopee
Gojek
Tokopedia
Lainnya
52.06% Traveloka

31.28%

Sumber: Research Institute of Socio-Economic


Development (RISED), Desember 2020
C O M P A S S

“Segmen menengah di Indonesia berjumlah 80 juta


orang. Banyak dari mereka yang tidak bisa menikmati
fasilitas kredit dari penyedia konvensional. Data terakhir
menunjukkan kurang dari 5% penduduk Indonesia
memiliki kartu kredit. Padahal, banyak dari mereka yang
tergolong creditworthy,” tambah Indina.
Tak heran, makin banyaknya pemain di layanan ini,
persaingan makin ketat. Sementara, banyak investor
melihat lampu hijau untuk menyuntikkan dana di kategori
ini. Para pemain pun harus siap dengan inovasi-inovasi
baru agar pasar tidak jenuh di kemudian hari.
“Persaingan ini memicu Blibli berinovasi memberikan
nilai tambah ke pelanggan. Blibli menciptakan Blibli
Paylater. Konsepnya seamless shopping experience. Fitur
ini bisa diajukan secara langsung melalui aplikasi Blibli.
Pelanggan tidak perlu repot menggunakan aplikasi
eksternal,” kata William Hadibowo, Vice President Business
Development Blibli.

Prinsip Kehati-hatian
Di tengah pasar yang bertumbuh, para pemain paylater
harus berhati-hati sekaligus tidak gegabah. Mereka harus
menerapkan prinsip responsible lending. Artinya, kredit
yang diberikan sesuai dengan kemampuan nasabah.
Edukasi dan pengayaan fitur juga dibutuhkan agar
dampak teknologi keuangan lebih besar dan kuat.
Edward Kilian, Chief Marketing Officer PT Fintek Karya
Nusantara (LinkAja) mengatakan, para pemain saat ini
perlu memerhatikan risk assessment. Pasalnya, produk
pinjaman ini tetap menyimpan risiko gagal bayar. “Untuk
itu, kami sebagai pemain perlu menjalankan prinsip
C O M P A S S

Alasan Responden Tidak Menggunakan


Fitur Pembayaran Paylater

65.61%

42.57% n=538
34.57%

21.93%
17.47%

6.51%

Membiasakan diri Banyak biaya Besaran Keamanan data Belum/tidak tahu Lainnya
untuk berhutang tambahan seperti bunga/biaya pribadi tidak tentang fitur
dan menjadi biaya langganan cicilan tidak jelas terjamin tersebut
konsumtif dan biaya cicilan

Dampak Paylater Terhadap Perilaku Belanja Konsumen


n=2.000

Konsumen dapat Pengeluaran bulanan Pengeluaran bulanan Konsumen menjadi Konsumen


membeli barang/jasa dapat dikelola dan lebih teratur dan konsumtif dan boros beranggapan berhutang
yang diinginkan dengan dibatasi dengan limit tercatat dengan baik adalah hal yang sepele
mudah tertentu

Dampak Positif Dampak Negatif

Sumber: Research Institute of Socio-Economic


Development (RISED), Desember 2020
C O M P A S S

kehati-hatian yang telah dicanangkan oleh Otoritas Jasa


Keuangan dan menjalankan bisnis secara bertanggung
jawab,” ujar Edward Kilian S., Chief Marketing Officer PT
Fintek Karya Nusantara (LinkAja).
LinkAja sedang mengembangkan teknologi yang
mendukung kehati-hatian tersebut. Mengandalkan
teknologi machine learning dan predictive model, Edward
mencoba mengenali konsumen melalui berbagai sisi.
Upaya ini dilakukan agar layanan LinkAja, termasuk
paylater bisa menjangkau lapisan masyarakat lebih luas.
Waasi B. Sumintardja, Digital Banking Business Product
Head Bank BTPN mengatakan tetap menerapkan
prinsip kehati-hatian. Caranya, dengan masih membatasi
pengguna Flexi Cash, produk paylater di Jenius.
“Begitu juga di produk paylater Jenius, Flexi Cash.
Produk ini masih kami pasarkan secara terbatas. Tidak
semua orang bisa melihat produk Flexi Cash di aplikasi
Jenius mereka. Positifnya, respons bagus dari puluhan ribu
pengguna membuat kami kian percaya diri menghadirkan
Flexi Cash secara massal,” ujar Waasi.
Lain lagi dengn Kredivo. Perusahaan ini mengklaim
diri sebagai pionir dan pemain paylater murni. Bahkan,
Kredivo menjadi partner beberapa platform yang
menawarkan produk paylater, seperti LinkAja Paylater.
Menurut Indina, Kredivo lahir sebagai metode
pembayaran open loop atau yang berdiri sendiri.
Ia mempunyai fleksibilitas untuk diintegrasikan di
e-commerce atau offline merchant mana pun. Kekuatan
Kredivo terletak pada beberapa hal. Fleksibilitas
pembayaran berkala tanpa proses yang berbelit, misalnya.
Lalu pengalaman bertransaksi yang seamless dan kerja
C O M P A S S

sama dengan banyak merchant. Kerja sama yang luas ini


membuat spektrum kategori produk menjadi luas. “Itulah
strategi kami membesarkan bisnis. Sejak pertama kali
diluncurkan pada lima tahun lalu, pertumbuhan Kredivo
meningkat konsisten 250%-350% year on year,” papar
Indina.
Dengan cara ini, Kredivo memiliki beragam layanan,
mulai dari layanan untuk pemenuhan kehidupan sehari-
hari, seperti pembayaran pulsa, paket data, PLN, PDAM,
BPJS, atau pembelian gawai, tiket pesawat, dan produk
gaya hidup lainnya. Ke depan, Indina akan masuk ke
segmen yang lebih luas seperti pembiayaan pendidikan,
kesehatan, otomotif, dan UKM.
“Tahun ini, kami tetap berfokus pada core business
kami. Meski begitu, ekspansi bisnis ke beberapa negara
di Asia Tenggara, menelurkan produk dan fitur baru serta
kemitraan-kemitraan juga akan kami lakukan. Berbagai
upaya ini akan menjadi booster pertumbuhan kami agar
target pertumbuhan tahun ini, yakni sebesar tiga kali lipat
dari tahun 2020 bisa tercapai,” imbuh Indina.
Sedikit berbeda, Gopay Paylater dari Gojek tengah fokus
menawarkan inovasi layanan. Terbaru, Gopay Paylater
meluncurkan inovasi fitur Pick Your Limit. Layanan ini
diklaim menjadi yang pertama kalinya di layanan fintech
di Indonesia. Sesuai dengan namanya, fitur ini membantu
pengelolaan keuangan pengguna. Di sini, pengguna
dapat menentukan sendiri limit penggunaan GoPay
Paylater setiap bulannya.
Salah satu kelebihan GoPay Paylater adalah pengguna
tidak perlu mendaftar untuk mendapatkan layanan ini. Hal
ini disampaikan oleh Neni Veronica, Head of Growth GoPay
C O M P A S S

Paylater. Selain itu, GoPay Paylater tidak menggunakan


sistem bunga. Melainkan satu biaya langganan yang tetap
setiap bulannya. Sistem akan mengirimkan notifikasi
pengingat di aplikasi sebelum tanggal pembayaran untuk
menghindari keterlambatan.
“Karena berbagai manfaat dan kemudahan yang
ditawarkan, GoPay Paylater menjadi layanan yang paling
digemari. Terbukti dengan nilai transaksi GoPay Paylater
yang meningkat sampai dengan 3,3 kali lipat sepanjang
tahun 2020,” tambah Neni.
Selain ekspansi bisnis, program edukasi juga
rutin digelar oleh para pemain. Tujuannya adalah
meningkatkan literasi keuangan masyarakat. Seperti yang
dilakukan oleh Blibli yang gemar mengomunikasikan
penggunaan Blibli Paylater.
Sambutan konsumen Blibli pun sangat positif. Hal
ini terlihat dari performa Blibli Paylater. Pada tahun
pertamanya, performa Blibli Paylater baik dari segi
order maupun gross merchandise value (GMV) berhasil
melampaui target lebih dari dua kali lipat.
“Kami sangat senang Blibli Paylater cepat diterima oleh
konsumen Indonesia. Blibli Paylater berhasil memacu 15%
lebih member Blibli menjadi active buye. Bagi pelanggan
aktif, Blibli Paylater berhasil meningkatkan frekuensi
transaksi pelanggan di platform sebanyak tujuh kali lipat
daripada biasanya,” pungkas William.
C O M P A S S

QUOTES

“Para pemain saat ini juga memerhatikan soal


risk assessment. Pasalnya, produk pinjaman ini
tetap menyimpan risiko gagal bayar. Di sisi lain,
kami bervisi untuk memastikan inklusi keuangan,
masyarakat bawah sekalipun agar memiliki akses
keuangan formal.”

Edward Kilian S.
Chief Marketing Officer PT Fintek Karya Nusantara (LinkAja).
C O M P A S S

Property Technology
Lambat Tapi Menjanjikan
Industri properti termasuk tertinggal dalam
pemanfaatan teknologi dibanding industri lainnya.
Seiring berkembangnya property technology,
wajah industri makin berubah. Banyak pemain baru
meramaikan industri ini dengan membawa solusi baru
berbasis digital.

Oleh Ramadhan Triwijanarko


C O M P A S S

P
roperti merupakan sektor bisnis menjanjikan.
Di banyak negara, sektor ini memberi
kontribusi besar bagi perekonomian sebuah
kawasan. Kasarnya, ketika ada sebuah
pengembangan perumahan, roda perekonomian di
sekitar kawasan tersebut akan berputar.
Di Amerika Serikat misalnya, industri properti
menyumbang US$ 3,5 triliun ke produk domestik bruto
(PDB) negara. Sementara di Asia Tenggara, kontribusi
sektor properti terhadap PDB masing-masing negara,
seperti Singapura mencapai 23,34%, Filipina 21,09%,
Malaysia 20,53%, dan Thailand 8,30%.
Bagaimana dengan Indonesia? Sayangnya, kontribusi
sektor properti pada PDB Indonesia merupakan yang
terendah di kawasan Asia Tenggara, hanya sekitar 2,7%.
Tentunya hal ini sangat mengecewakan. Namun bukan
berarti tidak memiliki potensi tumbuh.
Seiring dengan peningkatan gaya hidup, tumbuhnya
kelas menengah, kesadaran akan hidup sehat, dan
pengembangan infrastruktur, sumbangan sektor properti
pada PDB sebuah negara berpotensi meningkat. Apalagi
pemanfaatan teknologi untuk pencarian properti kian
meningkat. Hal ini juga seiring dengan makin banyaknya
startup yang bergerak di sektor ini.
Property technology (proptech) merupakan teknologi
yang dikembangkan untuk memudahkan penggunanya.
Tidak hanya soal pencarian properti, proptech juga
membantu pemilik properti untuk mengelola aset
mereka.
Ada dua segmen utama proptech, yaitu residential
proptech dan commercial proptech. Residential proptech
C O M P A S S

memudahkan proses antara individu dan perusahaan


properti untuk bertransaksi. Sementara, commercial
proptech lebih ke model business-to-business (B2B)
seperti aktivitas pemasaran, operasional properti, hingga
investasi.
Di Indonesia, proptech masih didominasi oleh
sektor residential proptech. Hal ini disebabkan oleh
meningkatnya pencarian dan permintaan properti dari
populasi kelas menengah. Fokus layanan terbesar ada
pada proses penjualan, pembelian, dan penyewaan.
Ada banyak pemain proptech meramaikan segmen
residential proptech ini, seperti 99.co, Rumah.com, dan
Lamudi yang fokus pada listing property. Kemudian,
ada Rukita dan Mamikos yang bergerak pada co-living,
Travelio yang fokus di apartment listing dan property
management. Lalu, CoHive, GeCo serta Kolega yang
berfokus di penyewaan tempat kerja.

Tidak sekadar listing


Para pemain proptech optimistis dengan masa
depan proptech di Indonesia. Sampai saat ini, belum ada
pemain yang menjadi leader di kategori ini. Hal itu juga
menandakan masih banyak potensi dan peluang dari
pelaku proptech untuk tumbuh dan menjangkau segmen
yang lebih luas lagi.
Pemain seperti Rukita dan Mamikos, misalnya,
optimistis bahwa ke depannya ruang pertumbuhan
bagi bisnis mereka tidak hanya sekadar listing tempat
indekos. Mereka melihat ke depannya ada peluang besar
di segmen property management dan juga commercial
proptech.
C O M P A S S

Sumbangan Industri Properti Southeast Asian


Untuk PDB Negara ASEAN: proptech
startups raised
Indonesia 2,7%

US$72.9
Thailand 8,30% Singapura 23,34%
in
2019
Malaysia 20,53%
million
Filipina 21,09%

Sumber: Jones Lang LaSalle

Salah satu sektor proptech yang menjanjikan selain


listing property adalah tren gaya hidup tinggal bersama
atau co-living. Istilah ini sebenarnya bukan istilah baru.
Orang Indonesia mengenalnya dengan penyewaan
indekos. Dalam beberapa tahun terakhir, tren co-living
meningkat.
Saat ini, Indonesia mengalami bonus demografi
yang berlangsung hingga tahun 2035. Kaum milenial
menyumbang 34% dari total populasi di Indonesia dan
37,3% dari total populasi di Jakarta. Namun, berdasarkan
data Indonesia Millennial Report 2019, 64,9% dari mereka
belum memiliki rumah. Hal ini dipicu oleh harga rumah
yang semakin melambung dan tingginya suku bunga
kredit pemilikan rumah (KPR) yang melampaui daya beli
mereka sebagai pembeli pertama.
Menurut data dari World Bank, rasio harga
rumah berbanding pendapatan di Jakarta bahkan
lebih tinggi daripada Singapura & Tokyo. Kondisi ini
semakin diperparah dengan pesatnya urbanisasi yang
menyebabkan lahan di Jakarta semakin terbatas. Saat ini,
54% penduduk Indonesia tinggal di wilayah urban dan
C O M P A S S

angka ini diprediksi mencapai 68% pada tahun 2025.


Data Nielsen menunjukkan 60% populasi di Asia
Tenggara merupakan penduduk berusia di bawah 35
tahun, yakni milenial yang enggan membeli hunian
pada usia muda seperti generasi terdahulu. Penduduk
Indonesia sangat terbuka terhadap layanan dengan
konsep ekonomi berbagi (sharing economy). Sekitar 87%
penduduk Indonesia bersedia menggunakan layanan
tersebut. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan
persentase global sebesar 66%.
“Kami hadir menciptakan gaya hidup yang lebih
baik bagi kaum milenial. Kami percaya seseorang akan
memiliki hidup yang lebih baik saat ia tinggal di hunian
yang mendukung kebutuhannya. Sedangkan bagi pemilik
properti, Rukita memberikan pendapatan yang lebih baik
dan mentransformasi propertinya menjadi aset bernilai
tinggi,” ujar Sarah Soewatdy, Co-founder & COO Rukita.
Rukita menawarkan pengalaman tinggal yang lebih
dari hunian biasa. Rukita menciptakan produk berbasis
teknologi untuk menjawab kebutuhan penghuni
maupun pemilik properti. Selain itu, fokusnya adalah
penyederhanaan proses pencarian hunian secara daring
dan mewujudkan pengalaman tinggal yang bebas ribet.
Para penghuni dapat memesan layanan & add-ons,
melakukan pembayaran sewa, serta mendaftarkan diri
dalam kegiatan komunitas melalui aplikasi.
“Bagi kami, pandemi menjadi momentum untuk
melayani para penghuni dan mitra pemilik properti
dengan lebih baik melalui adaptasi berkelanjutan.
Sehingga, layanan kami dapat tetap relevan dalam
menjawab kebutuhan saat ini, bahkan dengan kualitas
C O M P A S S

yang jauh lebih baik,” tambah Sarah.


Beragam inisiatif yang berkaitan dengan COVID-19
juga dilakukan oleh Rukita, seperti protokol kesehatan
yang ketat melalui penyediaan fasilitas yang mendukung
produktivitas penghuni saat bekerja dari rumah. Rukita
memfasilitasi tes rapid antigen bagi setiap penghuni baru
sebelum berpindah ke unit. Guna menekan penularan
COVID-19 yang kerap terjadi di perkantoran, Rukita
Workpod hadir mengakomodasi perubahan kebutuhan
perusahaan agar para karyawan dapat tetap produktif dan
berkoordinasi dengan mudah dalam satu hunian bersama
rekan kerja.
Hasilnya, meski pandemi terjadi sejak awal tahun
2020, bisnis hunian coliving Rukita tetap bertahan
dan menunjukkan pertumbuhan yang positif berkat
strategi bisnis yang tepat. Sejak kuartal ketiga tahun
lalu, Rukita mengalami pertumbuhan okupansi bulanan
dengan tingkat okupansi rata-rata berada di angka
80%. Sementara itu, jumlah penghuni baru pada kuartal
pertama tahun ini mencapai rekor tertinggi. Tahun lalu,
pada semester kedua mengalami pertumbuhan sebesar
122% jika dibandingkan dengan semester pertama pada
tahun 2020.
Sarah mengatakan, teknologi berperan sebagai enabler
proses digitalisasi. Di industri proptech, khususnya hunian
co-living, pemanfaatan teknologi menyederhanakan
keseluruhan proses, dari pencarian properti hingga
pembayaran sewa, menjadi jauh lebih efisien dan praktis.
Sehingga, lebih menarik bagi calon penghuni yang
didominasi oleh milenial.
Hal serupa juga disampaikan oleh Co-founder dan
C O M P A S S

CEO Mamikos Maria Regina Anggit. Dalam hal layanan,


Mamikos memberikan layanan servis listing hunian
yang berfungsi sebagai tempat indekos. Namun seiring
berjalannya waktu, Mamikos memberikan layanan
tambahan yang kian memudahkan penggunanya.
“Awalnya Mamikos dipakai untuk mencari listing saja.
Sekarang, kami sudah menghadirkan fitur booking. Kami
mencoba memberikan layanan end-to-end kepada para
pengguna,” jelas Anggit.
Mamikos yang sudah lima tahun hadir telah memiliki
120.000 mitra yang terhubung dengan lebih dari enam
juta pencari kos setiap bulannya. Mitra Mamikos tersebar
di lebih dari 140 kota di seluruh Indonesia.
Inovasi layanan terus dikembangkan oleh Mamikos.
Saat ini, Mamikos memiliki sederet fitur, seperti Filter
Fasilitas Kos, Booking Langsung, Mami-Checker, Foto
360°, dan beragam metode pembayaran. Sedangkan,
Mitra Mamikos dapat memanfaatkan fitur Manajemen
Kos, Mamikos Goldplus, Paket Premium, Singgahsini, dan
Mamipoin.
“Para Mitra Mamikos ini kami berikan alat untuk
mengelola properti mereka masing-masing. Banyak mitra
bingung mengelola dan mengatur properti mereka.
Hal ini membuat aset mereka kurang produktif. Oleh
sebabnya, kami juga masuk ke bisnis management
property,” katanya.
Fitur Manajemen Kos membantu Mitra memantau
bisnis indekosnya, seperti kondisi keuangan, booking, dan
pengelolaan okupansi kamar.
C O M P A S S

Peluang Besar
Di masa depan, pelaku proptech menghadapi
tantangan besar. Edukasi menjadi salah satu langkah
yang perlu digenjot. Sarah menilai, konsep co-living belum
familiar. Bahkan, banyak yang menganggap konsep itu
sebagai budaya Barat. Padahal, selama puluhan tahun,
masyarakat Indonesia sudah mengenal konsep ini dengan
istilah berbeda.
Industri real estate merupakan salah satu industri yang
terbilang lambat (slow-adopter) dalam pemanfaatan
teknologi. Tren proptech meramaikan industri dengan
peluang-peluang baru.
“Industri proptech terbilang baru di Indonesia. Peluang
untuk berkembang sangat besar. Saat ini, industri
proptech masih didominasi oleh pemain di kategori
brokerage & leasing. Pemain di kategori lainnya masih
memiliki kesempatan berkreasi untuk hal-hal baru,” tutur
Sarah.
Di masa mendatang, peluang berkolaborasi dengan
pengembang properti terbuka lebar. Termasuk dengan
perbankan untuk kredit kepemilikan rumah. “Tidak
menutup kemungkinan perusahaan-perusahaan protech
ini akan menjadi unicorn ke depannya,” pungkas Anggit.
C O M P A S S

QUOTES

“Industri proptech terbilang baru di Indonesia.


Peluang untuk berkembang sangat besar. Saat ini,
industri proptech masih didominasi oleh pemain di
kategori brokerage & leasing. Pemain di kategori
lainnya masih memiliki kesempatan berkreasi
untuk hal-hal baru.”

Sarah Soewatdy
Co-founder & COO Rukita
C O M P A S S

Merger, Acquisition, and Collaboration


Memperkuat Ekosistem

Sebagai upaya mengembangkan atau memperluas


jaringan, startup tidak hanya melakukan inovasi.
Mereka punya opsi untuk menggabungkan bisnis
dengan perusahaan lain demi melengkapi layanan yang
sudah ada.

Oleh Ellyta Rahma dan Clara Ermaningtiastuti


C O M P A S S

M
erger dan akuisisi di kalangan startup
merupakan hal biasa. Langkah konsolidasi
ini kerap dilakukan untuk memperkuat
bisnis. Namun, sejak kabar merger yang
akan dilakukan oleh deretan unicorn di Indonesia, isu
ini menjadi perbincangan hangat. Banyak pihak menilai
ekosistem startup makin dinamis lantaran tren merger
tersebut.
Menurut Startup Report 2020, Business Resiliency
during the Pandemic dari DS/innovate, startup exit
merupakan pertanda bahwa ekosistem bisnis berjalan
dengan sehat untuk mendukung keberlangsungan. Dari
sisi startup, akuisisi dan merger menjadi komplementer
yang memperkuat model bisnis. Perusahaan modal
ventura melihatnya sebagai kesempatan memperluas
pembiayaan. Dana dapat dialihkan untuk ekosistem yang
lebih baru dan segar.
Pandemi tidak hanya mengakselerasi transformasi
digital secara global, tapi juga mendorong tren exit para
pemain. DS/innovate mencatat 13 startup melakukan
merger dan akuisisi sepanjang tahun 2020.
Akuisisi dan merger dilakukan oleh startup dari
berbagai sektor. Jika dirunut sejak awal tahun 2020,
layanan media memimpin aksi merger dan akuisisi
dengan bersatunya IndonesiaAir dengan Anterin dan Oto
dengan Carvaganza. Setelahnya, layanan keuangan dan
pendukung bisnis seperti financial technology (fintech)
dan software as a service (SaaS) menjadi sektor yang
paling banyak melakukan merger dan akuisisi. Baru-
baru ini, Warung Pintar sebagai penyedia layanan SaaS
mengakuisisi startup logistik Bizzy Digital. Akuisisi ini
C O M P A S S

untuk memperkuat bisnis keduanya di ranah e-commerce


business to bussines (B2B).
Membicarakan merger dan akuisisi yang dilakukan oleh
e-commerce, maka tidak bisa jika tidak membicarakan isu
akuisisi dua unicorn besar di Indonesia, yaitu Gojek dan
Tokopedia. Meskipun hingga kini kedua belah pihak tidak
ingin berkomentar, sejumlah sumber mengatakan bahwa
keduanya sudah sepakat menggabungkan bisnisnya
dengan taksiran valuasi sebesar US$ 40 miliar atau setara
dengan Rp 572,5 triliun. Akuisisi ini diperkirakan menjadi
salah satu yang terbesar tahun ini.
Secara global, masa depan startup memang
diperkirakan akan penuh dengan merger dan akuisisi.
Riset PwC berjudul Global M&A Industry Trends
mengungkapkan volume aksi korporasi ini pada
perusahaan teknologi secara global naik 34% year on
year pada semester II 2020. Sedangkan dari sisi nilai, naik
hingga 118%. Laporan ini mengatakan pertumbuhan
merger dan akuisisi tertinggi pada subsektor teknologi
dan telekomunikasi. Di Amerika Serikat saja, volume
transaksi konsolidasi ini naik 20%.
Sementara itu, merger dan akuisisi startup di kawasan
Asia Pasifik, Timur Tengah, dan Afrika secara keseluruhan
mengalami kenaikan nilai konsolidasi 17%. Brian Levy,
Global Deald Industries Leader Partner PwC mengatakan
akselerasi digital selama periode pandemi dan
transformasi bisnis merupakan prioritas startup sekarang
ini. Sehingga, terjadi persaingan percepatan cukup
masif. “Merger dan akuisisi masih menjadi cara untuk
mewujudkan percepatan ini,” kata Brian.
Sebenarnya, memilih merger atau akuisisi untuk
C O M P A S S

5,000 350,000

4,500
300,000
4,000

3,500 250,000

3,000
200,000
2,500
150,000
2,000

1,500 100,000

1,000
50,000
500

0 0
Q1’19 Q2’19 Q3’19 Q4’19 Q1’20 Q2’20 Q3’20 Q4’20

Total Deal Volume Deal Value Deal Value (excluding Megadeals)

Sumber: TwC 2020, M&A Industry Trends

Jumlah Kesepakatan & Besaran Investasi Startup RI Selama Semester 1 2020

24
24
23

22

20
19

18

16

14
14

12
< 0.5 $ Juta >0.5-3 $ Juta >3-10 $ Juta >10 $ Juta

Sumber: Cento Ventures


C O M P A S S

mengakselerasi pertumbuhan bisnis tidak hanya terjadi


saat pandemi. Sejak empat tahun lalu, Gojek dan para
mitranya mengambil langkah ini.
Sebut saja LOKET, platform teknologi speciality
e-commerce dan penyelenggara event ini memutuskan
untuk setuju diakuisisi oleh Gojek. Bahkan, saat mereka
adalah market leader di industri event Indonesia.
Mohamad Ario Adimas, Vice President Loketcom
mengatakan saat itu bahkan kondisi keuangan keuangan
sedang sangat sehat. “Merger dan akuisisi tidak
hanya berbicara tentang menyelamatkan perusahaan
atau mengambil layanan perusahaan lain. Ini justru
memperkuat ekosistem perusahaan satu sama lain,”
katanya.
Dimas mengungkapkan keputusan perusahaannya
bergabung ke dalam ekosistem Gojek adalah keputusan
paling tepat. Kebetulan keduanya memiliki misi
perusahaan yang hampir sama. Sama-sama fokus pada
layanan konsumen dan membangun perekonomian.
Tidak hanya itu, LOKET juga melirik sustainability business
yang dimiliki Gojek. LOKET menyakini akan berkembang
dengan akuisisi ini.
Terbukti, LOKET berhasil mengembangkan bisnisnya
hanya setahun setelah diakuisisi. Pada tahun 2018,
startup ini berhasil menambah portofolio produk
layanan Loketcom yang menyasar penyelenggara event
non-enterprise. Produk ini hingga kini menjadi tulang
punggung bisnis LOKET.
“Prinsipnya adalah agar startup bisa mengembangkan
bisnisnya dengan cepat. Jika sendirian, pertumbuhan
memang tetap bisa dicapai, tapi akan sangat lambat.
C O M P A S S

Prediksi Jumlah Startup Fintech di ASEAN


Yang Lakukan Exit Strategy (2020-2023)
35

32

30

27

25

20
20
18

15

10
9
8 8

2015 2016 2017 2018 2019 2020E 2021E 2022E 2023E

Sumber: Dealroom 2020, The Futures


of fintech in Southeast Asia

Sementara industri ini bergerak sangat cepat. Aksi


pintar seperti merger dan akuisisi bisa menjadi modal
mengakselerasi pertumbuhan itu,” tegasnya.
Dimas sepakat bila pandemi menjadi titik tolak
perusahaan memutuskan melakukan merger atau
akuisisi. “Saat ini hampir semua sektor mengalami
kesulitan. Ini tentunya bukan waktu tepat berkompetisi.
Perusahaan harus mencari partner berkolaborasi agar
terus tumbuh,” tambahnya.

Tren pascapandemi
Mengacu pada laporan EY Global Capital Confidence
Barometer, selama pandemi COVID-19 melanda Indonesia,
ada 37% perusahaan yang berencana melakukan
merger dan akuisisi. Kurang lebih 13% di antaranya
C O M P A S S

mempertimbangkan langkah akuisisi untuk mengambil


potensi pertumbuhan baru, baik dari segi produk maupun
pasar.
Gojek menjadi salah satu perusahaan yang
mengumumkan akuisisinya terhadap startup penyedia
layanan aplikasi sistem kasir atau Point of Sales (POS),
Moka, pada tahun 2020.
Langkah ini memastikan Gojek dan Moka
menggabungkan layanan untuk memberikan solusi yang
terintergrasi bagi para merchant atau mitra usaha mereka.
Mulai dari pembayaran, pengantaran makanan, hingga
sistem POS. Harapannya, akuisisi ini tidak hanya dapat
memperkuat mode bisnis dari perusahaan tetapi juga
mendukung pertumbuhan dan digitalisasi usaha mikro,
kecil, dan menengah (UKM) di Indonesia yang didesak
untuk melek digital sejak awal pandemi.
“Kami berupaya membantu bisnis offline menuju
bisnis online dan mengembangkan ekonomi digital. Kerja
sama dengan Moka akan membantu kami mempercepat
terwujudnya misi ini,” jelas Co-CEO Gojek Andre Soelistyo.
Terlepas dari akuisisi ini, Gojek dan Moka sepakat bahwa
penyedia layanan POS ini akan terus beroperasi sebagai
merek sendiri. Namun, mereka akan terintegrasi dengan
ekosistem merchant Gojek, seperti GoFood dan GoPay.
“Integrasi ini akan membuka akses jaringan para pelaku
usaha kepada ratusan juta pengguna platform Gojek.
Mereka mendapatkan transaksi langsung dari layanan
seperti GoFood,” kata CEO sekaligus Co-Founder Moka
Haryanto Tanjo.
Sekitar 40.000 pelaku usaha di 200 kota di
Indonesia telah bergabung dalam ekosistem Moka
C O M P A S S

sejak peluncurannya pada tahun 2015. Dalam


perkembangannya, Moka tidak hanya memberikan
layanan sistem pembayaran. Moka juga menyediakan
layanan pembukuan, pengadaan bahan baku usaha,
hingga peminjaman modal. Dengan akuisisi ini, Gojek
memperkuat jaringan mereka yang telah tercatat memiliki
lebih dari 500.000 mitra yang 96% di antaranya UKM.
“Kini saatnya kami mengambil satu langkah maju
untuk bekerja dengan tim Moka dalam menyediakan
solusi dari hulu ke hilir. Ini memberikan kesempatan bagi
lebih banyak bisnis untuk migrasi online. Mereka juga bisa
meningkatkan operasional serta tumbuh lebih baik,” tutur
Andre.
Merger atau akuisisi tampaknya bakal menjadi
tren ke depan. Seiring berkembangnya kebutuhan
konsumen yang kian kompleks, bukan tidak mungkin
perusahaan memenuhinya dengan cara penyatuan
bisnis dengan perusahaan lain. Sehingga, mereka tidak
perlu menciptakan produk baru tapi justru memperluas
jaringan dengan langkah tersebut.
C O M P A S S

QUOTES

“Merger dan akuisisi tidak hanya berbicara


tentang menyelamatkan perusahaan atau
mengambil layanan perusahaan lain, tapi
justru memperkuat ekosistem perusahaan
satu sama lain”

Mohamad Ario Adimas


Vice President LOKET
C O M P A S S

Initial Public Offering (IPO)


Saatnya Ngebut

Setelah setahun lebih terhantam pandemi, ekosistem


startup di Indonesia kembali menemukan optimisme
baru. Para investor sudah kembali antusias
menanamkan modalnya. Pasar saham digandrungi oleh
pemain-pemain baru dari segmen milenial. Peluang
untuk go public terbuka lebar.

Oleh Sigit Kurniawan

IPO
S
C O M P A S S

alah satu tren paling hot dari dunia


startup di Indonesia belakangan ini
adalah Initial Public Offering (IPO).
Unicorn-unicorn mengumumkan
diri akan menjadi perusahaan
publik. Sebut saja Traveloka, Gojek,
Tokopedia, dan Bukalapak yang
sudah ancang-ancang IPO.
Lebih menarik lagi, bukan sekadar para kampiun
startup itu melantai di bursa saham, melainkan tempat
mereka memilih pasar modal. Traveloka memilih
melakukan IPO di Wall Street, bursa saham di Amerika
Serikat (AS). Sementara, pihak Bursa Efek Indonesia (BEI)
sudah mewanti-wanti para unicorn melakukan listing di
bursa saham Tanah Air.
Banyak pihak menilai, tahun ini dan tahun-tahun
ke depan merupakan momentum yang pas untuk
mulai memikirkan IPO. Menurut Rama Mamuaya, CEO
DailySocial.id dan Direktur DS/innovate, tahun 2021
merupakan tahun pemulihan. Terlihat dari indikator-
indikator ekonomi yang menunjukkan peningkatan.
“Ini saat tepat untuk melihat peluang IPO. Apalagi para
investor mulai balik lagi menanam modalnya. Selain itu,
retail investor juga naik dan dibarengi dengan makin
banyak masyarakat, khususnya milenial, yang bermain
saham,” ujar Rama.
Fenomena tersebut menandakan ekosistem startup
menggeliat. Apalagi, baik pemerintah maupun BEI sudah
menggelar papan akselerasi yang didedikasikan untuk
startup yang memiliki high growth, meski belum profit,
namun memiliki peta jelas menuju profitabilitas dan IPO.
C O M P A S S

Menurut Rama, tahun ini maupun tahun depan


merupakan saat tepat bagi para unicorn seperti Traveloka,
Tokopedia, maupun Gojek menjadi perusahaan terbuka.
Soal tempat melantai di pasar bursa, dalam negeri atau
luar negeri, itu pilihan bebas. Rama mencontohkan Grab
Holding Inc. dari Malaysia juga memilih go public di AS
ketimbang di negara asalnya terlebih dulu. Startup ini go
public dengan menggunakan Special Purpose Acquisition
Vehicle (SPAC) bernama Altimeter ($AGC) yang sudah
lebih dulu IPO di Nasdaq. Artinya, IPO ini didahului dengan
merger Grab dengan Altimeter. Kabarnya merger ini bakal
membuat valuasi perusahaan mencapai US$ 39,6 miliar
atau sekitar Rp 574,2 triliun.
“Metode ini prosesnya jauh lebih cepat dan relatif lebih
sederhana ketimbang model IPO tradisional. Metode ini
juga terbilang baru karena baru populer dua hingga tiga
tahun belakangan. Pihak otoritas bursa AS (Securities
Exchange Committee) juga baru merencanakan beberapa
aturan tambahan untuk SPAC,” katanya.
Sementara, Traveloka berencana melakukan dual
listing. Selain melakukan IPO di bursa saham Amerika
Serikat, tak tertutup kemungkinan Traveloka melantai di
BEI. Rama menilai, pertimbangan dual listing di Nasdaq
dikarenakan di sana perusahaan akan mendapat banyak
akses ke investor yang skalanya besar. “Mereka juga
akan lebih mengerti value dari perusahaan-perusahaan
teknologi di sana. Mengingat, di sana banyak perusahaan
yang sudah IPO,” imbuhnya.
IPO di Amerika Serikat memungkinkan startup
mendapatkan lebih banyak eksposur dari investor
global. Sedangkan IPO di Indonesia akan memberikan
C O M P A S S

lebih banyak keuntungan bersih bagi negara, termasuk


mengundang lebih banyak investor global untuk melihat
perusahaan di BEI. Kondisi ini membuat dual listing ideal
untuk unicorn. Mereka dapat memilih untuk mendaftar di
dua bursa sekaligus.
Gojek tak mau kalah menghentak lantai bursa pada
tahun ini. Langkah Gojek ini diperkirakan bakal mencetak
sejarah karena IPO akan dilakukan setelah merger dengan
unicorn lain, Tokopedia. Valuasi gabungan dua unicorn
ini diperkirakan mencapai nilai tertinggi sebesar US$
40 miliar atau setara Rp 559 triliun. Merger ini konon
disebut-sebut melahirkan nama baru “GoTo” (kenapa tidak
“GoPedia” saja? - Red) Gojek sudah naik peringkat menjadi
satu-satunya decacorn di Indonesia saat ini dengan valuasi
terbesar mencapai US$ 10 miliar.

Momentum
Sebenarnya, IPO bukanlah hal baru di dunia startup.
Ini menjadi salah satu strategi exit dalam tahapan
perkembangan sebuah perusahaan rintisan seperti halnya
merger dan akuisisi. Startup yang exit menjadi salah satu
indikasi sehat bagi ekosistem dan tentunya mendukung
keberlanjutan. Bagi modal ventura, dana dari exit tersebut
akan diberikan kembali ke ekosistem sebagai investasi
untuk usaha baru. Pilihannya bisa IPO atau merger.
Hal tersebut tak hanya berlaku bagi para unicorn.
Startup yang masih kecil namun mengantongi
persyaratan IPO juga sudah bisa go public. Setahun
lalu, misalnya, di tengah dunia yang masih di fase awal
terdampak pandemi COVID-19, ada dua startup Indonesia
yang melantai di bursa, yakni Pigijo dan Cashlez.
C O M P A S S

An overview of SPAC, Corporate Finance Institute

Ownership

Parent Special Target


Company Purpose Company
Acquisition
Company

IPO
Fund

Investors Investors Investors

Sumber: DS/innovate: Startup Report 2020,


Business Resiliency during The Pandemic

Pada tahun 2020, ada beberapa investor yang


mengerem menyuntikkan dana. Namun, jangan salah,
di tahun sulit ini banyak investor justru memilih ngebut
menanam modal. “Beberapa investor melihat investasi
sedang murah yang mana banyak startup sedang
melakukan fundrising dan membutuhkan kas karena
operasional terganggu akibat pandemi. Pada kondisi ini
investor memiliki daya tawar lebih tinggi,” kata Rama
Pigijo merupakan sebuah marketplace digital untuk
pariwisata yang berdiri pada tahun 2017. Ia menjadi
konektor antara destinasi wisata di Indonesia dengan
wisatawan mancanegara. Boleh dibilang IPO yang
dilakukan Pigijo ini tergolong cepat–cuma tiga tahun.
C O M P A S S

Menurut Adi Putera Widjaja, Chief Executive Officer PT


Tourindo Guide Indonesia Tbk atau Pigijo, IPO menjadi
salah satu competitive advantage yang dimilikinya.
“Selain menjadi perusahaan terbuka, kami juga
merupakan perusahaan ramping atau bukan perusahaan
raksasa. Sehingga di masa sulit seperti ini, kami bisa
dengan lincah mengendalikan overhead cost. Tentunya,
sembari berinovasi menemukan hal-hal baru yang tak
terpikirkan sebelumnya,” kata Adi.
Keputusan Pigijo melakukan IPO dipengaruhi oleh
beberapa hal. Adi mengatakan, saat itu pemerintah cukup
mengakomodasi para startup dengan papan akselerasi.
Menurutnya, dukungan pemerintah ini merupakan
peluang. Selain itu, ia mengklaim model bisnis yang
dijalankan Pigijo menarik di mata investor. Investor
melihat marketplace untuk wisatawan luar negeri ini
sangat potensial mengingat jumlah kunjungan wisman ke
Indonesia yang naik terus.
Bukan melewati jalan tol, Pigijo juga harus memenuhi
persyaratan ketika akan IPO. Beberapa syaratnya adalah
legalitas, pembukuan keuangan yang bagus, dan memiliki
corporate good governance. Adi menambahkan, bisnis
Pigijo dipandang menjanjikan di masa depan. Pigijo
benar-benar memanfaatkan alternatif pendanaan ini
untuk tumbuh dan berkembang.
“Di antara banyak cara untuk berkembang, jalur IPO
dipandang pas buat kami. Startup lain mungkin memilih
menunggu valuasi mereka besar lebih dulu dan baru
IPO. Kami tidak demikian. Begitu ada peluang, dapat
pendanaan murah, dan sudah dapat kepercayaan, kami
eksekusi,” katanya.
C O M P A S S

Hal senada juga dialami oleh PT Cashlez Worldwide


Indonesia Tbk (Cashlez). Sama seperti Pigijo, Cashlez
melakukan penawaran umum saham perdana di awal
Indonesia dihantam oleh pandemi. Cashlez melantai
di Bursa Efek Indonesia sejak Mei 2020. Menurut Chief
Executive Officer (CEO) Cashlez Suwandi, IPO memberi
banyak keuntungan. Seperti Pigijo, Cashlez mengklaim
IPO mendorong perusahaan lebih gampang melakukan
ekspansi bisnis.
“Prinsip kami adalah jangan menunggu besar lebih
dulu untuk mulai go public. Sebaliknya, dengan go public,
kita akan lebih mudah untuk menjadi besar. Ini yang
benar terjadi di Cashlez,” ujar Suwandi.
Selain lebih mudah melakukan ekspansi bisnis, IPO
bagi Cashlez juga menjadi kran baru dalam mendapatkan
modal. Dengan modal tersebut, Cashlez bisa lebih
fokus untuk mengakselerasi bisnis, khususnya sebagai
perusahaan fintech. Modal lebih didedikasikan untuk
memperkuat teknologi dan infrastruktur. “Tata Kelola
perusahaan menjadi lebih baik setelah IPO. Untuk itu,
komitmen menerapkan good corporate governance harus
dipegang,” katanya.
Tantangan utama untuk IPO kurang lebih sama
dengan tantangan yang dihadapi oleh startup ketika akan
mendapat suntikan dana, yakni model bisnis yang bagus.
Selain itu, pembukuan yang baik, serta kemampuan
meyakinkan investor. “Tentu saja, para founder dan co-
founder harus memiliki rekam jejak bagus. Jejaring dan
reputasi sangat menentukan,” kata Adi.
Setelah IPO ada dua keuntungan yang diraih, yaitu
finansial dan nonfinansial. Keuntungan finansial adalah
C O M P A S S

mendapatkan dana murah. Sementara, keuntungan


nonfinansial dinilai jauh lebih besar ketimbang finansial.
“Begitu pihak lain tahu kami sudah terbuka, mereka
dengan mudah menerima tawaran kerja sama dengan
kami,” katanya.
IPO para unicorn maupun Pigijo dan Cashlez,
menurut Rama, karena perusahaan tersebut memang
sudah memenuhi syarat menjadi perusahaan terbuka.
Menurutnya, startup sering melupakan dua hal, yakni
fundamental financial dan corporate governance yang
baik.
Tata kelola perusahaan yang baik juga menyangkut
perlakuan perusahaan pada karyawan. Mereka tak boleh
abai pada undang-undang ketenagakerjaan. Pengelolaan
keuangan yang baik hingga transparansi menjadi syarat
mutlak ketika mereka ingin go public. “Kalau semua syarat
tersebut sudah terpenuhi, ini saatnya untuk IPO,” pungkas
Rama.

Announced Date Company Code Status Market Cap (Dec 2020)

Jan 2020 PGJO Acceleration Board Rp 17.57 Billion


May 2020 CASH Acceleration Board Rp 400.7 Billion

Sumber: DS/innovate: Startup Report 2020,


Business Resiliency during The Pandemic
C O M P A S S

QUOTES

“Ini saat yang tepat untuk mulai melihat peluang


IPO. Apalagi saat ini, para investor mulai balik
lagi menanam investasinya. Selain itu, retail
investor juga naik dan dibarengi dengan makin
banyak masyarakat, khususnya milenial, mulai
bermain saham.”

Rama Mamuaya
CEO DailySocial.id dan Director DS/innovate
C O M P A S S

Venture Capital
Tetap Investasi Agar Melesat
Para venture capital melihat pandemi sebagai bentuk
penyaringan untuk startup. Di sisi lain, ini adalah masa
yang tepat untuk berinvestasi karena pandemi juga
menguatkan ekosistem ekonomi digital Indonesia.

Oleh Ign. Eko Adiwaluyo


S
C O M P A S S

aat dampak pandemi


mengguncang perekonomian,
perhatian orang lebih tertuju
pada keterpurukan hampir semua
industri dan remuknya bisnis usaha
kecil dan menengah (UKM). Tidak
banyak yang acuh pada dunia
technology startup yang juga
terkena imbas pandemi. Padahal, banyak startup yang
nafasnya kembang kempis akibat harus berjuang keras
agar tetap bertahan.
Umumnya, kinerja perusahaan konvensional
berantakan karena industrinya terpukul oleh pandemi. Hal
yang sama juga terjadi pada para pelaku startup. Artinya,
startup yang bergerak di bidang yang terdampak oleh
pandemi juga kacau balau bisnisnya. Sebagai contoh,
startup yang bergerak di dunia pariwisata, penyedia
coworking space, dan lainnya yang hampir bisa dikatakan
berhenti beroperasi di awal pandemi akibat kebijakan
pembatasan sosial dan work from home.
Namun, ada pula startup yang justru mengalami
pertumbuhan selama pandemi. Terjadi lonjakan skala
bisnis pada startup-startup yang model bisnisnya
sesuai dengan kondisi pandemi. Sebut saja, startup
di bidang kesehatan, pendidikan, logistik, software as
a service (SaaS), dan lainnya. Tentunya, perusahaan
rintisan e-commerce mengalami lonjakan pesat seiiring
meningkatnya pembelian online selama pandemi.
Kondisi-kondisi tersebut tentu tidak lepas dari
pengamatan para venture capital (VC). Para VC kemudian
memetakan kondisi startup yang mereka danai. Seperti
C O M P A S S

yang dilakukan East Ventures, salah satu VC yang terbilang


sangat aktif dalam mengucurkan pendanaan.
Menurut Willson Cuaca, Co-founder & Managing Partner
East Ventures, mereka mengelompokkan startup-startup
dalam jaringan mereka dalam tiga kategori.
Pertama, terkena dampak positif, yakni startup-starup
yang bergerak di bidang yang mendukung aktivitas
selama new normal, seperti logistics, media, ed-tech dan
healthtech. Pada kategori ini, startup East Ventures, antara
lain Tokopedia, Sociolla, Warung Pintar, Waresix, Sirclo, IDN
Media, dan Ruangguru. Kelompok startup ini mengalami
kenaikan yang sangat besar sepanjang 2020
Kedua, sedikit terdampak, merupakan startup yang
bergerak dalam bidang busines-to-business (B2B)
yang mengalami perubahan dikarenakan klien mereka
yang juga terdampak pandemi sehingga menunda
pengeluaran.
Ketiga, terdampak negatif. Pada kelompok ini ada
offline retail dan online travel agent (OTA) yang menjadi
sektor yang paling terdampak secara negatif karena
keterbatasan mobilitas di awal pandemi.
“Akan tetapi, startup travel seperti Traveloka bisa
dengan cepat bangkit kembali. Pada awal pandemi,
Traveloka memfokuskan pada layanan booking untuk tes
COVID-19, sebelum kemudian membangkitkan wisata
domestik dan staycation dengan mengikuti protokol
kesehatan yang aman,” kata Wilson.
Ia menambahkan, sebagai VC, East Ventures tidak
tinggal diam atau membiarkan para startup berjuang
sendiri. Pada awal pandemi, tim East Ventures
meluangkan banyak waktu untuk membantu startup
C O M P A S S

founders dalam memahami dampak pandemi terhadap


bisnis dan strategi untuk bertahan.
Pada saat itu, ungkap Wilson, startup perlu
mengidentifikasi masalah utama dan core strength
mereka. Selain itu, kepemimpinan dari startup founders
juga menjadi krusial untuk menentukan keputusan yang
harus diambil di tengah ketidakpastian pandemi. East
Ventures mengarahkan startup untuk fokus pada core
strength mereka dan beradaptasi terhadap perubahan
situasi.
“Pada kuartal tiga dan empat tahun lalu, keadaan dari
beberapa perusahaan sudah membaik. Mereka memasuki
tahap recovery yang mana mereka mulai memulihkan
gaji, merekrut karyawan, dan juga kembali melakukan
marketing,” tambahnya.
East Ventures juga melakukan suntikan dana baru
ke beberapa startup yang model bisnisnya relevan di
masa pandemi dan setelah pandemi. Pada awal tahun
2020, mereka memberikan investasi untuk Nusantics,
perusahaan mikrobiome yang bergerak di bidang beauty.
Namun, tidak lama setelah investasi itu, pandemi terjadi
dan Nusantics me-repurpose kemampuan mereka untuk
mengembangkan prototype PCR test kit, dari untuk
skincare menjadi deteksi COVID-19. Selain itu, menambah
investasi ke Waresix, sebuah startup di bidang logistik.
Hal yang sama juga dilakukan oleh GDP Venture.
Meskipun secara mekanisme melakukan investasi
ke startup-startup yang high risk, GDP Venture tidak
memosisikan diri sebagai VC, namun secara formal lebih
mirip dengan corporate strategic investor. Perbedaan
dengan VC, corporate investor seperti GDP Venture
C O M P A S S

Year-on-year funding trend (2017-2020)

3.5bm 3.30bn

2.96bn
2.96bn
3.0bm
2.80bn

2.43bn
2.5bm

2.05bn
2.0bm

1.5bm
1.47bn

1.0bm 1.14bn 0.91bn 0.88bn

0.5bm
0.33bn
0.16bn

0.0bm
2017 2018 2019 2020

Total Funding Unicorn Funding Non-Unicorn Funding

Sumber: DS/innovate: Startup Report 2020, Business


Resiliency during The Pandemic

bukanlah fund manager atau mengelola uang orang


layaknya VC pada umumnya.
Menurut Anthony Lim, Investment Partner at GDP
Venture, pandemi merupakan masa penyaringan untuk
para startup. Dalam arti, hanya startup yang memiliki
model bisnis tepat, manajemen bagus, tim andal, dan
kepemimpinan kuat yang bisa bertahan melewati
pandemi.
“Sejak awal Maret, kami sudah memberikan peringatan
ke semua perusahaan dalam portofolio grup agar bersiap
untuk kondisi yang terburuk. Ada banyak langkah detail,
terkait arus kas, ekspansi, dan lainnya yang kami tekankan.
Selain itu, mendorong mereka melakukan inovasi,” kata
C O M P A S S

Anthony.
Ia menambahkan, GDP Venture juga melakukan top-
up dana. Tujuannya, untuk memastikan startup tersebut
bisa bertahan. Memang, pada kuartal dua tahun lalu
pengucuran dana atau investasi benar-benar berhenti.
“Namun pada kuartal tiga dan empat mulai berjalan
lagi setelah terlihat mana startup yang terdampak dan
yang tidak. Startup yang terdampak juga dibagi lagi.
Terdampak hingga harus tutup dan terdampak namun
bisa tumbuh kembali pascapandemi,” jelasnya.
Bila mengacu pada laporan dari DS/Innovate Startup
Report 2020, bertajuk Business Resiliency During The
Pandemic, pada tahun 2020, jumlah pendanaan ke para
startup nonunicorn mengalami penurunan dibanding
tahun 2019. Namun, untuk unicorn dan secara total
mengalami kenaikan. Sepanjang tahun 2020, ada 113
kesepakatan pengucuran dana dari VC ke para startup
dengan total nilai mencapai US$ 3,3 miliar.

Tren Baru
Beberapa tahun ini dan puncaknya pada tahun 2020,
tren startup-startup yang model bisnisnya memberikan
layanan pada kebutuhan mendasar, seperti pendidikan
dan kesehatan, terus meningkat. Banyak education
technology (edtech) dan health technology (healtech)
startup tumbuh pesat skala bisnisnya, seperti Ruangguru,
Cakap, Halodoc, dan lainnya. Tidak hanya itu, tren vertical
e-commerce atau e-commerce yang hanya menawarkan
satu kategori produk saja terus tumbuh dan semakin
bermunculan.
Menurut Wilson, jenis-jenis startup tersebut memiliki
C O M P A S S

potensi besar untuk tumbuh di masa mendatang.


Alasannya, pendidikan dan kesehatan bukanlah
kebutuhan sesaat, namun diperlukan orang di masa apa
pun.
“Vertical e-commerce juga bisa tumbuh lantaran
konsumen membutuhkan end to end customer
experience yang beda. Contohnya, di kategori beauty,
konsumen membutuhkan rekomendasi berdasarkan
keadaan kulit yang berbeda-beda sementara produk
banyak sekali di pasaran,” jelas Wilson.
Misalnya, Sociolla bisa bersaing dengan e-commerce
umum karena menghadirkan one stop beauty platform
SOCO yang menawarkan pengalaman lengkap dari
tips, review, sampai pembelanjaannya sendiri. Dengan
komunitas yang terdiri di platform tersebut, SOCO menjadi
pilihan utama untuk berbelanja beauty products karena
bisa menghadirkan pengalaman yang lebih berkualitas
dan komprehensif.
Contoh lainnya, adalah di kategori parenting, yang
mana first time mother tentunya membutuhkan
saran dan rekomendasi dari komunitas ibu lainnya.
Orami menunjang ini dengan membangun platform
pertama yang menggabungkan commerce, content dan
community. Ini mengantarkan Orami sebagai platform
parenting terbesar di Indonesia. Menjadi nilai tambah
bukan hanya untuk konsumen tapi juga merek yang
bekerja sama dengan Orami.
Menurut pandangan Anthony, tumbuhnya horizontal
e-commerce di Indonesia ini sejalan dengan apa yang
terjadi di tingkat global. Pada awalnya, startup diawali oleh
e-commerce, lalu ke payment atau financial technology
C O M P A S S

(fintech). Setelah itu, mulai muncul atau tumbuh vertical


e-commerce.
“Saya lihat ini adalah sesuatu yang nature dan pasti
terjadi. Tren vertical e-commerce akan terus berkembang,
bahkan akan semakin cepat pertumbuhannya karena
orang semakin membutuhkan kenyamanan,” kata
Anthony.
Di sisi lain, tren yang sedang terjadi adalah tuntutan
personalized dari para pelaku startup ke konsumen.
Tuntutan ini datang dari konsumen yang lebih suka
mendapat layanan dari yang sudah mereka kenal atau
kenal mereka. “Seperti kita lebih nyaman datang ke toko
yang kita sudah saling kenal dengan pemiliknya,” katanya.

Arah Pendanaan
Melihat fenomena yang terjadi dalam satu tahun
terakhir tidak berarti membuat para funding tiba-tiba
mengubah arah pendanaan ke bidang-bidang yang
bersinar selama pandemi. Sebabnya, pemberian dana
tidak hanya melihat dari satu kondisi saja, namun ada
banyak faktor lain yang menentukan.
Anthony mengatakan GDP Venture tidak melihat
kondisi pandemi ini sebagai titik untuk mengubah misi
yang kemudian membuat strategi pendanaan bergeser.
GDP Venture memiliki misi untuk membangun ekosistem
digital yang membantu meningkatkan PDB Indonesia.
“Selama ini, investasi kami fokus ke para startup founder
yang memiliki misi yang sama dengan kami. Tentunya,
tetap melihat sisi bisnis dari startup yang mereka bangun,”
katanya.
Ia menambahkan, GDP Venture sejak awal selalu
C O M P A S S

melihat sisi fundamental bisnis bukan pada rapid growth.


“Kami tetap harus tumbuh, tapi tumbuh dalam kecepatan
tepat menuju sisi yang tepat. Kami tidak percaya semua
harus menjadi unicorn. Namun, kami percaya jadilah
perusahaan tepat, berguna, untung, dan membangun
ekonomi bangsa,” tegas Anthony.
Saat ini, GDP Venture fokus pada tiga vertikal atau
kategori. Pertama, enhance commerce, yakni membantu
konsumen dalam bertransaksi dengan nyaman, aman,
cepat, dan mudah. Pada kategori ini ada Blibli, Tinkerlust,
Tiket.com, dan lainnya. Kedua, media and entertainment.
Menurut GDP Venture, konsumsi media itu bisa
membangun pola pikir. Tak heran portofolio GDP Venture
di kategori ini cukup banyak, seperti IDN Media, Narasi,
Kumparan, Opini.id, dan lainnya. Ketiga, solution, yakni
startup yang memberi solusi teknologi, baik lewat artificial
intelligence (AI), blokchain, dan lainnya, seperti Prosa.ai,
Datasaur.ai, dan lainnya.
“Jadi, setelah pandemi tidak berarti kami lalu
menambah kategori baru, seperti healthech. Kami
tetap fokus pada tiga kategori tersebut dan tetap akan
melakukan investasi meskipun dalam kondisi ekonomi
makro masih volatile,” tegas Anthony.
Begitu pula dengan East Ventures, VC ini tetap
memegang hipotesis investasi yang sama, yakni pada
2P atau people dan potential market. Menurut Wilson,
pandemi atau tidak pandemi, East Ventures tetap mencari
startup yang dipimpin oleh founders yang punya karakter
berintegritas, memiliki self-awareness, dan paradoxical
trait.
Ia menambahkan, dengan tiga karakteristik ini, startup
C O M P A S S

founders akan mampu membawa perusahaannya untuk


fokus pada core strength dan tujuannya. Seperti pisau
kecil tajam, startup company yang memiliki fokus dan
tujuan yang kuat akan bisa menyelesaikan permasalahan
yang besar meski ukuran mereka yang masih kecil.
“Punya satu pisau tajam yang kecil itu lebih baik
dari tiga pisau besar tapi tumpul. Selama pandemi,
kami melihat bahwa kepemimpinan startup founders
menjadi hal yang krusial. Hal ini tercermin dari
keputusan-keputusan yang founders ambil selama
ketidakstabilanyang disebabkan pandemi. Inilah yang
kami cari di startup yang akan kami suntik dana,” tegas
Wilson.
Ia juga menegaskan bahwa saat ini adalah masa
yang tepat untuk investasi. Banyak startup yang
bertumbuh cepat semasa pandemi, dan East Ventures
tetap berinvestasi di startup yang sudah ada (follow-on)
maupun yang baru. “Meskipun market yang ada mulai
menjadi dewasa, tapi potensi untuk bertumbuh masih
sangat besar. Investasi adalah bentuk kepercayaan kami
terhadap ekosistem digital di Indonesia yang akan segera
meraih masa keemasannya,” terang Wilson.
Apalagi, laporan Indeks Daya Saing Digital (Digital
Competitiveness Index/CDI) dari East Ventures (EV)
menunjukkan terjadinya kenaikan angka tengah indeks
daya saing digital Indonesia dari 27,9 poin pada tahun
2020 menjadi 32 poin pada tahun 2021. Kenaikan ini
karena infrastruktur digital terus dibangun, para pelaku
startup dan perusahaan beradaptasi dengan digital
selama pandemi, penetrasi internet sudah mencapai 74%,
dan lainnya. Meskipun pandemi membuat perkembangan
C O M P A S S

ekonomi digital sedikit tertahan.


Wilson menganalogikan, ekosistem ekonomi digital
Indonesia saat ini seperti ketapel yang sedang ditarik
ke belakang oleh pandemi atau COVID-19. “Nanti
setelah vaksinasi selesai, bola peluru yang merupakan
ekonomi digital Indonesia itu akan melesat menuju
zaman keemasan negara ini. We have been a believer in
Indonesia’s digital ecosystem since the very beginning,”
pungkas Wilson.

QUOTES

“Nanti setelah vaksinasi selesai, bola peluru yang


merupakan ekonomi digital Indonesia itu akan
melesat menuju zaman keemasan negara ini.
We have been a believer in Indonesia’s digital
ecosystem since the very beginning.”

Willson Cuaca
Co-founder & Managing Partner East Ventures
0 5

2 0 2 1 L E A D E R S H I P

Dolly Susanto
CMO Hutchison 3 Indonesia

Never Get Caught in


a Price War

MISSION
To Promote the Strategic Role of
Marketing in Indonesia

VISION
JAKARTA CHIEF MARKETING OFFICER CLUB To become the premiere community for
The Jakarta CMO Club was officiated by the Philip Kotler Marketing Executives who have strong
Center for ASEAN Marketing (PK-CAM) and was established as passion for Marketing in Indonesia
a platform to empower marketing to a higher level beyond
function. Only highly regarded business and marketing leaders TRI-FOUNDERS OF PKCAM
will be invited for its membership. The Jakarta CMO Club was Philip Kotler, Hermawan Kartajaya,
launched on February 25, 2008 Hooi Den Huan

www.marketeers.com Email:cmoclub@markplusinc .com www.jakartacmoclub.com


L E A D E R S H I P

Dolly Susanto
CMO Hutchison 3 Indonesia
Never Get Caught in a Price War

Though It looks flourishing from a distance, the fact is


that the telecommunications business is not running
smoothly during the pandemic situation. All sorts of
twists and turns still challenging the players, given
the ever-increasing customer expectations. Today’s
customers demand excellent communication services,
but at very low prices. The cost required to maintain
communication services by providers is not cheap.
L E A D E R S H I P

The situation is increasingly challenging for


telecommunication players who are known to provide
services at ‘pocket’ friendly prices, for instance there
we have 3 Indonesia. Having a customer base that
comprises 90% of the young generation makes 3
Indonesia have to work extra hard to provide the best
service at an attractive price for their pockets.
Under the leadership of CMO Hutchison 3 Indonesia
Dolly Susanto, 3 Indonesia chose not to get into a price
war. Yes, 3 Indonesia chooses to compete in terms of
product and service innovation that may provide the
best benefits and value for customers.
3 Indonesia pampers their customers with unique and
attractive products, such as Always On, which provides
an Active Quota Forever, or Happy feature, which
provides unlimited YouTube with a large quota for 24
hours at the best price. Not only that but 3 Indonesia also
provides bima+, a digital hub application with the latest
features, personalization of various quota packages
according to needs, and profiles for gamers.
It is even more interesting to explore, especially since
this company recommends a merger with one of the
well-known telecommunications business players in
Indonesia, Indosat Ooredoo. So, what will 3 Indonesia,
under Dolly Susanto’s leadership, be in the future? Check
out the following conversation between Annisa Bella
from Marketeers with Dolly Susanto.

Nowadays, there is a shift in customer behavior trends


in the telecommunications industry. Customers tend
to want low prices for communication services, but
L E A D E R S H I P

excellent service quality. Meanwhile, telecommunication


business actors require a large number of funds to run
their service maintenance. How do you respond to this
situation?
We understand that the COVID-19 has become a
challenge by all levels of society. COVID-19 has accelerated
the process of digitizing various aspects of our everyday
life. This has an impact on people’s behavior shift that relies
more on digital technology. This is not an easy period for all
of us, including 3 Indonesia.
Maintenance of the infrastructure is an obligation that
must always be done to provide the best service. During
the pandemic, we maintained our commitment to building
telecommunication networks throughout Indonesia. It
is recorded that in 2020, we have more than 44,000 BTS
with a 4.5G Pro network throughout Indonesia which has
reached more than 37,000 villages.
Last year, we also built an integrated gamer ecosystem
through the H3RO starter pack and the H3RO Project.
We will continue to strive and be proactive in improving
the quality of our product service with agility by making
adjustments to any changes that occur in society.

3 Indonesia is well-known as a provider with low prices


and large quotas. How do you keep the competition not
to get into a price war?
Industrial competition will always happen everywhere, not
only in the telecommunications industry but 3 Indonesia
continues to strive to answer market needs by providing
benefits to all parties.
We choose to compete in terms of product and service
L E A D E R S H I P

innovation that may provide benefits and the best value


for customers. We pamper our customers with Always On
Products that provide an Active Quota Forever or Happy
feature, which provides unlimited YouTube with a large
quota for 24 hours at the best price.
Our newest package is the Happy Quota package, where
we can guarantee that users will feel happy. We created this
Happy Quota Package because we listened to consumer
complaints during the pandemic, that is, they often need
a large data quota that can be used for 24 hours without
hours restrictions, but at an affordable price. Then, we
designed this starter pack for prepaid SIM cards and the
Happy Quota. This Happy Quota Package is embedded with
various options, so users can make their choice according to
their needs.

Today’s customers no longer consume what is offered


to them, but rather want some sort of personalization.
Customers also want to enjoy whatever service they
want, anytime, anywhere. Do you agree with this? So,
how do you answer this challenge?
People certainly want services that suit their needs
that can be used anytime and anywhere. That’s why we
continue to listen to our customers’ needs and innovate to
meet those needs.
We provide bima+, a digital hub application with the latest
features, it personalizes various quota packages according
to needs and profiles for gamers, where they can continue
to play games without lag and at an affordable price.
There is also all game vouchers and gaming data package
bundled with quotas, other digital entertainment such as
L E A D E R S H I P

movies, music, to Bima Market.


Almost 90% of 3 customers are Indonesian youngsters, we
heard the needs of our customers who like mobile games
or esports which are currently booming. The number of
game players in Indonesia continues to increase, especially
since e-sports has now become one of the official sports in
Indonesia.
To answer customer needs, we have specially made
personalized H3RO products for gamers’ needs, such as
large data quota and Service Awareness technology that
will automatically prioritize the network when 3 user plays
their favorite online game. This technology can reduce
latency in games by almost 30% even during peak hours.

Who is the target market of 3? Where is the strongest


reach of 3 Indonesia and who is the biggest market?
The majority of our customers are young people
throughout Indonesia, both in urban and regional areas.
Judging from the very high digital activity, they are familiar
with the internet (internet-savvy), are active in social media,
and consume a lot of digital content such as streaming and
gaming. As the 4.5G Pro network is increasingly broad and
strong reaching more than 37,000 villages, our customer
demographics are also widespread throughout Indonesia.

What added value that you offer to your customers to


maintain their loyalty?
As an addition to a strong and wide network, of course,
we understand customer needs for digital content. To
appreciate customer loyalty and to pamper our customers,
every one of our customers will get BonsTri Points.
L E A D E R S H I P

The BonsTri Point Program itself is presented by 3


Indonesia as a token of gratitude to loyal customers.
BonsTri points can be immediately obtained by 3 Indonesia
customers after they register their starter pack, and for
every time they top up their credit. BonsTri points can
also be collected and exchanged through the bima+
application with various vouchers and discounts from
affiliate merchants including vouchers for games, F&B,
e-commerce, digital education, travel & accommodation,
fashion, to 3 products. Currently, there are nearly 10 million
of 3 subscribers who are active in BonsTri Points every
month.

This year, what forms of innovation will you do to


increase customer experience through technology-based
services?
For every year, we are always making innovations and
provide the best services and products for customers. Not
only in terms of products, in 2020 we have innovated by
presenting 3DigiBox, a digital vending machine to make
it easier for customers to find 3 products, 3 services, and
various daily digital needs. 3DigiBox has spread across 41
strategic locations such as malls, airports, universities, and
many more.
In addition to direct customer experience, we through
the 3Business unit also innovated to present a variety of
IoT-based technologies, which can make things easier
for corporate partners. Therefore, of course for this year 3
Indonesia will present a variety of technological innovations
according to customer needs.
L E A D E R S H I P

How is the development of the 3 and Indosat Ooredoo


merger issue?
Currently, our holding group in 3 Indonesia together with
Indosat Ooredoo is still in the discussion and negotiation
stage. We are just looking forward to the good news,
hopefully, whatever decisions that will come out will be the
best decisions for all parties.

What are the objectives that can be obtained from each


party, as well as the customer if this issue gets realized?
Whatever the result, customers are always our top
priority, we shall keep our commitment to provide a wide
and strong network in telecommunications throughout
Indonesia as well as products accustomed to the needs of
the Indonesian people.

What kind of branding strategy will be taken, and what


will the portion of each party be in running the business
if this merger happens?
It is too early for us to convey this, considering that
currently, both 3 Indonesia and Indosat Ooredoo are still
discussing and negotiating with each other. The process
will last for four months from January 2021, until the time
of exclusive negotiations which will take place on April 30,
2021. So, it is better if we wait after the end of April, based on
the decisions that occur on that date later, from there we
can discuss the next topics and strategies.
But we are sure, everyone will want to give their best,
as well as 3 Indonesia will stick to our commitment to
provide a wide and strong network in telecommunications
throughout Indonesia and also products that are
L E A D E R S H I P

accustomed to the needs of the Indonesian people.

Talking about leadership. What do you think leadership


means, and what is your leadership style like?
One of our corporate cultures in 3 Indonesia is the slim
organization, fewer layers so that the relationship between
the leader and other teams can be closed without any
separating walls. In 3, anyone can be a leader. The ideas that
have emerged that have made 3 for this 14 year continues
to grow are not only from the leaders but also from all
employees in which we work together.
Moreover, leadership, in my opinion, is not only a
function of management, co-worker relations, or one-
way communication, but it is a two-way communication
as a friend and a good listener. Listening is a key enabler
for leaders before making decisions and carrying out
leadership functions. I have always held this principle until I
stand today.

That is Interesting. When you are talking about the


business outlook for the telecommunications industry,
how do you see it going forward? What are the
innovations that will be launched by 3 Indonesia?
In 2021, I believe that the telecommunications sector
will continue to grow compared to previous years.
This is due to the increasing need for people to access
telecommunications networks, especially the internet to
support their daily activities.
We see that these things are a new habit that will
continue for years to come, or even later the need for
internet access will become the main thing. Where many
L E A D E R S H I P

people use the internet not only to study remotely, work


remotely, do online shopping, do business (MSMEs) online,
but also to run their IoT devices at home, office, hospital,
or other government facilities. Where, as we all know,
Indonesia will implement a digital economy.
To stay ahead in the future, we will always be adaptive
in adopting new technologies, especially in the network
sector. 5G for example, we are always in close discussion
with our network stakeholders as well as our network
business partners in Indonesia. For us, we want our
customers to quickly experience the latest network
technology and utilize it to fulfill their digital life needs.

QUOTES

“Industry competition will always happen


everywhere, not only in the telecommunications
industry. We choose to compete in terms of
product and service innovation that might provide
benefits and the best value for customers. “

Dolly Susanto
CMO Hutchison 3 Indonesia
0 5

2 0 2 1 M O M E N T U M

JANGAN
SAATNYA
HANYA JUALAN
BERLARI
DARING

STRATEGIC
MARKETEERS
MARKETING
BUTUH ICLUB
FORUM
KESADARAN
LEBIH TINGGI VIRAL DAN
HARUS SALING
RAIH ADVOKASI
TERHUBUNG

WOW BRAND
JAKARTA CMO
FESTIVE DAY
CLUB MENGELOLA
2021
BRAND
SAATNYA SELAYAKNYA
MEMASUKI
BERKOLABO- ASET
ERA BRANDING
RASI
BARU
M O M E N T U M

Indonesia Marketing Association


Jangan Hanya Jualan Daring

Digitalisasi saat ini bukanlah pilihan, tapi keharusan.


Tidak hanya perusahaan besar, UKM juga harus
melakukannya. Bila UKM mau naik kelas, go online
tidak cukup. UKM perlu menguasai marketing dan
bersemangat entrepreneur.

Oleh Clara Ermaningtiastuti & Ellyta Rahma


M O M E N T U M

U
saha mikro, kecil, dan menengah (UKM)
menjadi sorotan di tengah percepatan
pemulihan ekonomi Indonesia
pascapandemi. Data Kementerian Koperasi
dan UKM menyebutkan ada 64 juta UKM di Indonesia.
Artinya, 95% penggerak perekonomian Indonesia adalah
UKM.
Komposisi sangat besar ini menyebabkan UKM
memiliki peranan penting dalam pemulihan ekonomi.
Apalagi banyak pelaku UKM terhubung langsung
dengan konsumen. Sehingga, mampu mendorong
konsumsi masyarakat yang merupakan penggerak roda
perekonomian.
“COVID-19 menyebabkan Produk Domestik Bruto atau
PDB Indonesia terkoreksi hingga minus lebih dari 2%.
Nilai tersebut merupakan angka terendah sejak tahun
1998. Dengan sebagian besar usaha di Indonesia berasal
dari UKM, sektor ini memiliki peran penting dan sentral
dalam pemulihan ekonomi,” ujar Suparno Djasmin,
Ketua Indonesia Marketing Association (IMA) dalam acara
webinar series bertajuk Meningkatkan Daya Saing UKM
di 2021, bulan lalu.
Menurut Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki,
pandemi mendorong UKM melakukan transformasi
digital. Terlebih, potensi ekonomi digital Indonesia yang
cukup besar. Pada tahun 2025, diperkirakan nilainya
mencapai US$ 124 miliar atau setara dengan Rp 1,748
triliun. Untuk itu, pemerintah berupaya agar UKM dalam
negeri naik kelas.
Teten menambahkan, saat ini sudah ada 12 juta UKM
yang telah masuk ke platform online marketplace.
M O M E N T U M

Pemerintah menargetkan tahun ini terdapat 30 juta UKM


yang masuk ke ranah online dan dapat melakukan ekspor
melalui platform digital.
“Selama pandemi COVID-19, pemasaran UKM tidak
dapat dipisahkan dari digitalisasi. Untuk itu, kami
mengajak IMA untuk bersinergi bersama pemerintah
dalam mendukung UKM naik kelas dan mendorong para
pelaku UKM dapat menguasai pasar e-commerce dalam
negeri,” ujar Teten.
Salah satu usaha pemerintah merealisasikan 30 juta
UKM masuk pasar online adalah dengan mendirikan PaDI
UMKM atau Pasar Digital Pengadaan Barang dan Jasa.
PaDI UMKM diinisiasi oleh Kementerian BUMN.
Hermawan Kartajaya, Founder & Chairman MarkPlus,
Inc. mengatakan, meskipun memiliki potensi yang
besar, tapi sebagian besar pengusaha UKM menghadapi
hambatan untuk berkembang. Sebagai solusi, pengusaha
UKM harus memiliki CI-EL, yaitu Creativity, Innovation,
Entrepreneurship, dan Leadership. Keempat nilai ini
bisa menjadi kunci untuk pengusaha UKM untuk bisa
menghadapi berbagai tantangan, bahkan krisis sekalipun.
“Faktor yang membuat entrepreneur sulit berkembang
salah satunya ketidakberanian untuk memanfaatkan
opportunity. Mereka sering kehilangan momentum dan
akhirnya tidak berkembang. Entrepreneur itu harus
bisa membaca peluang, berani berkolaborasi, serta
berani mengambil risiko. Itulah jiwa entrepreneur yang
sebenarnya,” tegas Hermawan.
Didik Budi Santoso, President Director PT Metra-Net
menuturkan, untuk meningkatkan daya saing UKM
terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu People,
M O M E N T U M

Process, dan Platform. Sebab itu, platform PaDI UMKM


berusaha untuk mengakomodir ketiga hal tersebut.
Dengan ini, UKM bisa mengakses pasar lebih luas.
Menurut Didik, ada tiga langkah mendongkrak
daya saing UKM. Pertama, meningkatkan kapasitas
dan kapabilitas sumber daya manusia. Kedua, sistem
produksi yang bagus sehingga menghasilkan produk-
produk berkualitas. “Langkah ketiga adalah menyediakan
platform yang menjamin UKM mendapatkan pembeli
secara pasti,” katanya.
Hermawan menegaskan, UKM yang go online tidak
serta merta naik kelas. Mereka harus memiliki semangat
kewirausahaan. Semangat ini terbangun dari tiga
kapabilitas, yakni kejelian melihat peluang, keberanian
mengambil risiko, dan keluwesan membangun jejaring
dengan banyak pihak.
UKM juga harus memperkuat diferensiasi mereka. “Jika
UKM memiliki diferensiasi kuat, mereka akan terlindungi
dari predatory pricing. Pelaku UKM tidak perlu menjadi
lebih baik tapi cukup lebih berbeda dari kompetitornya,”
ujar Hermawan.
Sementara itu, Founder dan CEO of Baba Rafi Enterprise
Hendy Setiono mengatakan di masa pandemi, para pelaku
usaha harus lebih jeli lagi dalam meningkatkan brand
awareness. Selain melakukan pemasaran di media sosial,
mereka harus mempertimbangkan kolaborasi dengan key
opinion leader (KOL) atau influencer, serta merek lain yang
masih sesuai dengan produk usaha.
“Terakhir adalah go online. Pelaku usaha dapat
memanfaatkan berbagai platform yang telah tersedia,
seperti layanan delivery dari ride hailing. Cara lainnya
M O M E N T U M

adalah menciptakan sendiri layanan pesan-antar online


untuk menjangkau lebih banyak konsumen,” tutup Hendy.

QUOTES

“Jika UKM memiliki diferensiasi kuat, mereka


akan terlindungi dari predatory pricing. Pelaku
UKM tidak perlu menjadi lebih baik tapi cukup
lebih berbeda dari kompetitornya.”

Hermawan Kartajaya
Founder & Chairman MarkPlus, Inc.
M O M E N T U M

HK Webinar Series #Run21Run


Saatnya Berlari

Setelah berdarah-darah akibat pandemi, perusahaan


mulai bangkit kembali. Untuk itu, pilihan taktik dan
pemahaman akan lanskap industri sangat penting.
Tahun ini bukan lagi tahun untuk meratapi, melainkan
berlari.

Oleh Clara Ermaningtiastuti

T
ahun 2021 merupakan tahun pemulihan bagi
para pelaku bisnis. Namun, di tengah upaya
memperbaiki bisnis, pelaku usaha tidak boleh
melupakan analisis terhadap lanskap industri
secara keseluruhan. Termasuk peta persaingan yang bisa
dijadikan acuan pelaku usaha berinovasi dan memperkuat
positioning-nya.
Hermawan Kartajaya, Founder dan Chairman MarkPlus,
Inc. pada acara HK Webinar Series: #RUN21RUN bulan
lalu menjelaskan, ada empat medan persaingan di dunia
bisnis. Mulai dari tradisional/konvesional vs. tradisional/
konvesional, startup/digital vs. tradisional/konvesional,
M O M E N T U M

tradisional/konvesional vs. startup/digital, dan startup/


digital vs. startup/digital.
“Ada kalanya startup menang dari perusahaan
konvensional karena melakukan digitalisasi. Tetapi,
perusahaan konvensional juga memiliki kesempatan
bertahan karena memiliki wisdom yang kuat. Karena
itu, pada akhirnya keduanya harus disatukan,” kata
Hermawan.
Lebih lanjut, Hermawan menambahkan, menjadi
OMNI atau memiliki sifat agile startup, wisdom yang
kuat seperti perusahaan konvensional, dan pemanfaatan
teknologi atau digitalisasi menjadi jawaban untuk
dapat memenangkan persaingan. Selain itu, Hermawan
juga membagikan empat alternatif strategi yang bisa
diaplikasikan para pelaku bisnis di tahun 2021.
Ia mengutip kerangka kerja marketing battle plan yang
berasal dari buku Al Ries & Jack Trout berjudul Marketing
Warfare. Ada empat hal yang bisa dilakukan pemasar
berdasarkan posisi perusahaan dalam persaingan serta
sumber daya yang dimiliki.
Keempat strategi tersebut adalah The Defensive
Marketing Strategy, The Offensive Marketing Strategy,
Flanking Marketing Strategy, dan Guerilla Marketing
Strategy. Dua strategi pertama dapat digunakan oleh
perusahaan besar yang telah menguasai market share,
sedangkan dua terakhir dapat diaplikasikan di perusahaan
kecil.
The Defensive Marketing Strategy biasanya digunakan
untuk menjaga keuntungan kompetitif, mengurangi
risiko terserang ataupun mengurangi risiko dari serangan
kompetitor, serta memperkuat posisi sebagai pemimpin
M O M E N T U M

pasar. Salah satunya pernah dilakukan Coca-Cola ketika


menghadapi Pepsi. Ketika itu, Coca-Cola menegaskan
posisi mereka sebagai pemimpin pasar lewat tagline,
Can’t Beat The Real Thing. Menurut Statista, Coca-Cola
bahkan telah memimpin sejak tahun 2004.
Selanjutnya, The Offensive Marketing Strategy yang
digunakan untuk menyerang kompetitor secara frontal.
Ketika Coca-Cola berusaha menekankan pada pasar
bahwa mereka yang memimpin, Pepsi menyerang
dengan melakukan blind test untuk menguji preferensi
rasa yang diminati konsumen. Kala itu, Pepsi unggul
dibandingkan Coca-Cola.
Selanjutnya, Flanking Marketing Strategy merupakan
strategi yang dilakukan perusahaan lain untuk
memanfaatkan kelemahan dari lawan. Biasanya,
perusahaan yang mengambil strategi ini mengambil
aspek yang tidak terlalu diperhatikan oleh kompetitor.
Misalnya, ketika Coca-Cola dan Pepsi memperebutkan
posisi sebagai minuman cola favorit, 7Up justru hadir
sebagai merek yang memperkenalkan The Un-Cola.
Strategi 7Up ini menunjukkan bahwa menjadi unik justru
lebih baik dari pada menjadi yang terbaik.
Terakhir, Guerilla Marketing Strategy yang digunakan
penantang yang memiliki skala bisnis lebih kecil
dan sumber daya yang terbatas untuk melakukan
penyerangan berkali-kali. Dalam kasus minuman ringan
ini, Crush menjadi penantang kecil yang hadir di pasar
yang sama namun tidak melakukan banyak serangan.
Mereka puas dengan apa yang ada dan merasa cukup.
Sejumlah strategi tersebut menjadi cara-cara yang
dapat dipilih pelaku bisnis untuk menghadapi tahun 2021.
M O M E N T U M

Dengan aktivitas dan kebutuhan konsumen yang mulai


menunjukkan perubahan lainnya, perusahaan dapat
menyiapkan strategi yang cocok untuk diterapkan dan
membantu perusahaan bertahan.

QUOTES

“Ada kalanya startup menang


dari perusahaan konvensional
karena melakukan digitalisasi.
Tetapi, perusahaan konvensional
juga memiliki kesempatan
bertahan karena memiliki
wisdom yang kuat. Karena itu,
pada akhirnya keduanya harus
disatukan.”

Hermawan Kartajaya
Founder & Chairman MarkPlus, Inc.
M O M E N T U M
M O M E N T U M

Strategic Marketing Forum


Harus Saling Terhubung

Transformasi secara masif di lanskap bisnis mengubah


cara pemasar menyusun dan mengeksekusi strategi
pemasarannya. Tanpa disadari, perubahan ini tak jarang
menggiring mereka berada titik buta atau marketing
blindspot.

Oleh Ellyta Rahma


M O M E N T U M

P
erusahaan dituntut tangkas menghadapi
perubahan. Ketangkasan tersebut juga harus
terlihat dalam strategi pemasaran mereka.
Untuk itu, perusahaan membutuhkan
kapabilitas baru yang progresif. Jacky Mussry, COO
MarkPlus, Inc. & Dean MarkPlus Institute membagi
kapabilitas ini ke dalam tiga kelompok. Dimulai dengan
kemampuan untuk mengelola konsumer, produk, dan
merek.
Menurutnya, perusahaan memerlukan kemampuan
beradaptasi dengan pasar baru di tengah perubahan. Ia
mencontohkan Ansoff Matrix. Matriks ini bisa digunakan
perusahaan untuk mengembangkan pasar, melakukan
diversifikasi, masuk ke pasar baru, dan mengembangkan
produk.
Lalu, marketing ambidexterity yang merupakan
penegasan bahwa tidak hanya bisnis secara umum, tapi
proses pemasaran harus luwes. “Keluwesan ini harus
diukur supaya pemasar tidak terkena penyakit umum,
yaitu terlalu luwes atau terlalu kaku,” ujar Jacky Strategic
Marketing Forum Episode 2 bertajuk Marketing Blindspot.
Namun apa pun konsep yang digunakan, pemasaran
harus memiliki dynamic capability. Kemampuan ini kerap
tidak bisa terbentuk jika perusahaan terlalu kaku. Tidak
hanya itu, kemampuan dinamis ini akan sulit dimiliki jika
perusahaan terlalu resisten, dari sisi sumber daya manusia
maupun strategi bisnis.
Tak jarang, ditemukan kasus bahwa peran marketing
justru semakin tidak strategis untuk perusahaan. Hal ini
disebabkan karena pemasar terlalu fokus pada tactical
marketing. Mereka cenderung fokus pada produk baru
M O M E N T U M

dan penjualan. Mereka lupa pada elemen lain, seperti


segmentasi, visi perusahaan, hingga core strategy
perusahaan.
“Hal ini membuat aspek-aspek strategis tak
diperhatikan. Banyak perusahaan kuat di tactical
marketing, dengan mengedepankan harga, kanal
penjualan, pengembangan produk. Namun, saat diminta
berjualan, malah tidak bisa dan membuat perusahaan
merugi,” kata Jacky.
Inilah yang kemudian membentuk konsep marketing
myopia yang dipopulerkan oleh Theodore Levitt.
Menurutnya, perusahaan yang menderita penyakit ini,
terlalu fokus pada produk dan pengembangannya, tanpa
benar-benar memahami kebutuhan nyata pelanggannya.
Hal ini harusnya tak boleh terjadi lagi di tengah
kebutuhan pelanggan yang makin kompleks dan dinamis
seperti sekarang. Inilah yang mendorong perusahaan
kini berkembang ke arah consumer-centric. Beberapa
perusahaan, terutama startup mengadopsi konsep ini.
Mereka berusaha melihat customer lifecycle, customer
value, dan customer experience.
“Tapi ternyata, ada yang namanya marketing blindspot.
Di sini, strategi yang sudah dirancang sedemikian rupa
justru berada di titik buta. Ini terjadi saat konsumen tidak
bisa melihat apa yang merek lakukan. Termasuk ketika
perusahaan berusaha membangun brand image,” kata
Jacky.

Marketing Blindspot
Marketing blindspot kerap terjadi, tapi tidak disadari
oleh marketer, sehingga cukup berbahaya untuk merek.
M O M E N T U M

Jika dibandingkan dengan marketing myopia, marketer


cenderung tidak menyadari anxiety dan desire konsumen.
Akibatnya, kegagalan untuk reach out berasal dari merek
yang tidak sensitif. Sementara, marketing blindspot
merupakan kondisi di saat merek tidak menyadari hal
buruk yang terjadi, tapi tidak memahami karena tidak bisa
melihat hal tersebut pula.
“Perusahaan mungkin sudah melalukan pemasaran
yang benar. Namun, tidak menyadari beberapa aspek
dalam perusahaan tidak saling berhubungan. Akhirnya,
perusahaan tidak progresif. Ia kehilangan kemampuan
berkompetisi,” jelas Jacky.
Ada beberapa aspek yang menyebabkan marketing
blindspot. Pertama, disiplin marketing yang berevolusi
sangat lambat sehingga tidak bisa bersaing dengan
pergerakan pasar yang dinamis. Kedua, marketing terlalu
fokus pada lanskap ekonomi mikro dan cenderung
mengabaikan lanskap ekonomi makro. Ketiga, marketing
terlalu fokus pada memasarkan dan sering mengabaikan
pentingnya aspek finansial.
Keempat, hubungan divisi marketing dan sales yang
kerap tidak akur. Kelima, marketing membutuhkan
langkah lebih lanjut dalam mengombinasikan
kanal daring dan luring. Keenam, marketing perlu
memperhatikan peran human capital. Terakhir,
marketing for humanity diperlukan untuk men-deliver
value created dan creating value sebagai cara untuk
meraih visi perusahaan.
“Sebaiknya, pemasar menyadari lima aspek tersebut
agar tak terjebak pada titik buta yang pada akhirnya
merugikan perusahaannya,” pungkas Jacky.
M O M E N T U M

QUOTES

“Marketer harus memahami adanya marketing


blindspot. Di sini, strategi yang sudah dirancang
sedemikian rupa justru berada di titik buta.
Ini terjadi saat konsumen tidak bisa melihat
apa yang merek lakukan. Termasuk ketika
perusahaan berusaha membangun brand image.”

Jacky Mussry
COO MarkPlus, Inc. & Dean MarkPlus Institute
M O M E N T U M

Butuh Kesadaran Lebih Tinggi

Kebutuhan talenta yang siap kerja terus meningkat


setiap tahunnya. Pendidikan vokasi atau kejuruan
diyakini mampu menjadi solusi terbaik. Kendati
demikian, masyarakat nyatanya masih membutuhkan
informasi lebih banyak lagi mengenai keunggulan dari
pendidikan vokasi.

Oleh Clara Ermaningtiastuti

P
endidikan vokasi atau kejuruan diklaim bakal
mendukung tenaga-tenaga muda yang
siap terjun di dunia kerja. Pasalnya, program
pendidikan ini lebih menekankan pada
keahlian praktis yang diperlukan di dunia kerja.
Melihat adanya kebutuhan terhadap talenta siap kerja
dan potensinya, MarkPlus, Inc. menggelar riset bertajuk
M O M E N T U M

Survei Ketertarikan Masyarakat terhadap Pendidikan


Vokasi. Riset ini bertujuan untuk mengetahui ketertarikan
calon peserta didik atau orang tua terhadap Sekolah
Menengah Kejuruan (SM) serta pendidikan tinggi vokasi.
Ada beberapa hal yang menjadi fokus utama, yaitu
kesadaran responden, sumber informasi, persepsi, alasan
ketertarikan, hingga keinginan untuk merekomendasikan
pendidikan tinggi vokasi maupun SMK.
Secara keseluruhan, mayoritas responden mengaku
sudah mengetahui informasi mengenai pendidikan SMK
dan pendidikan tinggi vokasi. Sejumlah 92,3% responden
mengungkapkan mereka telah mengetahui informasi
seputar SMK. Lalu, 70,6% responden mengetahui informasi
mengenai pendidikan tinggi vokasi.
Jika dilihat melalui sumber informasinya, survei tersebut
menemukan bahwa teman menjadi sumber informasi
terkait SMK, sebanyak 58,3%. Informasi dari teman juga
tinggi untuk pendidikan tinggi vokasi, sebanyak 51,8%
responden.
“Hasil survei menunjukkan tingkat pengetahuan
responden terhadap pendidikan tinggi vokasi masih
berada di bawah SMK. Namun, mayoritas responden
mengaku sudah mengerti pendidikan SMK dan
pendidikan tinggi vokasi. Sumber informasi terbesar
mengenai program pendidikan ini sendiri adalah teman,”
ujar Taufik, Deputy Chairman MarkPlus, Inc.
Survei ini juga memperlihatkan bahwa responden sudah
banyak yang tertarik untuk melanjutkan pendidikan ke
SMK (82,05%) dan pendidikan tinggi vokasi (78,6%). Faktor
ketertarikan terbesar mereka terhadap SMK dipengaruhi
oleh prospek kerja yang dinilai bagus (57,8%), dan pilihan
M O M E N T U M

jurusan yang banyak (51,95%). Sementara itu, faktor


ketertarikan terbesar terhadap pendidikan tinggi vokasi
dipengaruhi oleh prospek kerja yang bagus (68,7%), studi
yang singkat (46,1%), dan dinilai dapat langsung bekerja
setelah lulus (41,7%).
Ketertarikan responden terhadap pendidikan SMK
dan pendidikan tinggi vokasi juga dipengaruhi cita-cita
responden yang kebanyakan ingin menjadi pengusaha
(20,2%). Selain itu, ada pula yang ingin bekerja sebagai
desainer fesyen dan desainer grafis. Kedua pekerjaan
tersebut memerlukan kemampuan khusus yang bisa
diperkaya di pendidikan SMK maupun pendidikan tinggi
vokasi.
Di sisi lain, responden dari kategori orangtua siswa
SMA yang ingin agar anaknya memilih pendidikan
tinggi fakultas nonvokasi masih cukup tinggi dengan
jumlah 41,3%. Pertimbangan mereka adalah kualitas
dan reputasi dari instansi. Sedangkan, 37,9% responden
dengan kategori orangtua siswa SMK ingin agar anaknya
dapat melanjutkan pendidikan ke pendidikan tinggi pada
fakultas vokasi dengan pertimbangan prospek ke depan.
Menurut Hermawan Kartajaya, Founder dan
Chairman MarkPlus, Inc., hasil survei ini menunjukkan
bahwa masih ada kebutuhan peningkatan kesadaran
terhadap pendidikan vokasi untuk dapat meningkatkan
ketertarikan masyarakat serta membantu mereka yang
bercita-cita sebagai entrepreneur.
“Setelah kesadaran meningkat, beberapa keunggulan
SMK dan pendidikan tinggi vokasi perlu dikampanyekan.
Karena itu, dibutuhkan pendekatan entrepreneurial
marketing untuk pendidikan vokasi, khususnya untuk
M O M E N T U M

siswa SMK dan mahasiswa D3,” ujar Hermawan.


CEO dan Dean MarkPlus Institute Jacky Mussry
mengungkapkan survei ini diharap mampu menjadi
acuan bagi dunia pendidikan. “Pada dasarnya, pendidikan
itu hanya sebagai katalis, yang mampu mempercepat
perubahan untuk masa depan. Namun, semuanya
kembali lagi pada individu masing-masing. Masa depan
harus diciptakan sendiri dan tidak bergantung dari faktor
lain,” kata Jacky.

Menyesuaikan Industri
Peningkatan kualitas talenta yang siap kerja kini
sangat diperhatikan. Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi
(Dirjen Diksi) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) Wikan Sakarinto mengungkapkan,
penting untuk menyesuaikan kurikulum pendidikan
dengan industri. Artinya ada kesesuaian antara dunia
pendidikan dengan dunia kerja.
September lalu, Wikan mengatakan Dirjen Diksi
melakukan penyesuaian dengan menyusun kurikulum
untuk SMK dan vokasi agar ke depannya menjadi lebih
agile, flexible, dan adaptif pada perubahan dunia kerja.
Menurutnya, ada sejumlah poin yang perlu diperhatikan
untuk memastikan pendidikan vokasi bisa menjadi bekal
masuk dunia kerja. Pertama, kebijakan seputar kurikulum
yang tidak bisa disusun sendiri oleh kampus atau SMK.
Penyeragaman ini nantinya akan dilakukan dan disetujui
bersama dengan kelompok industri sebagai penyerap
tenaga kerja. Harapannya, lulusan pendidikan ini bisa
memenuhi kebutuhan industri saat ini dan masa depan.
Kedua, perubahan pola pikir dari pengajar. Tujuannya,
M O M E N T U M

proses pembelajaran berlangsung secara dinamis dan


tidak kaku. Ketiga, 20% porsi waktu mengajar di SMK
atau perguruan tinggi harus menghadirkan praktisi
atau ahli di industri. Bukan hanya orang yang memiliki
gelar pendidikan tinggi, tetapi mereka yang benar-benar
kompeten di bidangnya.
Keempat, menghadirkan sistem magang bagi pengajar.
Hal ini dilakukan untuk memberikan pengetahuan
lebih bagi pengajar. Sehingga, mereka bisa memahami
lanskap industri dengan segala perubahannya. Kelima,
meningkatkan soft skill para siswa.
“Kami ingin para siswa memiliki soft skill yang tidak
kalah dari hard skill yang mereka miliki. Karena, terkadang
dalam pendidikan, banyak orang terlalu fokus pada
hard skill dan menjadi terlalu fokus pada kognitif. Hal ini
membuat pelajar fokus pada IPK yang tinggi, namun lupa
akan pentingnya keterampilan lain,” ungkap Wikan.

Awareness terhadap
Awareness terhadap Informasi seputar
Awareness terhadap
Informasi seputar
Awareness terhadapSMK Pendidikan
Informasi Tinggi Vokasi
seputar
Informasi seputar SMK Pendidikan Tinggi Vokasi
Apakah Anda mengetahui
Apakah Anda mengetahui SMK?
Pendidikan
Apakah AndaTinggi Vokasi?
mengetahui
Apakah Anda mengetahui SMK?
Pendidikan Tinggi Vokasi?

7,7%
29,4%
7,7%
29,4%
70,6%
92,3%
70,6%
92,3%

Iya Tidak Iya Tidak


Iya Tidak Iya Tidak
M O M E N T U M

QUOTES

“Kami ingin para siswa memiliki soft skill yang


tidak kalah dari hard skill yang mereka miliki.
Karena, terkadang dalam pendidikan, banyak
orang terlalu fokus pada hard skill dan menjadi
terlalu fokus pada kognitif. Hal ini membuat
pelajar fokus pada IPK yang tinggi, namun lupa
akan pentingnya keterampilan lain.”

Wikan Sakarinto
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi)
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud)
M O M E N T U M

Marketeers iClub
Viral dan Raih Advokasi

Pandemi tidak menghentikan persaingan antarmerek.


Sebab itu, terlepas dari situasi yang dihadapi, merek
harus mampu memperkuat branding mereka. Targetnya
tidak hanya peningkatan penjualan tetapi brand
advocacy.

Oleh Clara Ermaningtiastuti, Ellyta Rahma


M O M E N T U M

P
erekonomian mulai menggeliat lagi setelah
terkena dampak pandemi pada tahun 2020.
Sebab itu, tahun 2021 dianggap menjadi masa
yang tepat bagi merek untuk memperkuat
branding pada masa pemulihan ini.
Kondisi pandemi menghadirkan banyak momentum
bagi merek untuk meningkatkan awareness konsumen.
Apalagi, pandemi yang terjadi di Indonesia kerap
dibarengi dengan momentum besar lain yang kerap
menjadi ajang bagi merek untuk memasarkan produknya.
Hal ini pun diperkuat dengan berubahnya perilaku
konsumen sesuai dengan momentum yang sedang
terjadi.
Ardhi Ridwansyah, Chief Operations MarkPlus Institute
dalam acara Marketeers iClub: Streghthen Your Branding
in Recovery Period, April lalu, melansir berita terkini
mengenai strategi merek memanfaatkan momentum
untuk meningkatkan awareness. Di masa pandemi,
terjadi kenaikan konsumsi hiburan tradisional melalui
televisi. Meskipun layanan streaming tercatat naik tinggi,
tapi momentum ini berhasil mengembalikan audiens
untuk menikmati televisi.
“Strategi product placement kembali relevan. Ini
ditandai dengan kembalinya audiens yang menjadikan
televisi sebagai sumber hiburan selama pandemi. Sudah
banyak merek yang membaca peluang ini. Terbukti
dengan menjamurnya produk-produk di acara televisi,
bahkan hingga ke ranah drama Korea Selatan,” katanya.
Product placement sendiri menjadi salah cara yang
dilakukan Mayora untuk mendapatkan awareness
konsumen. Tidak tanggung-tanggung, mereka membawa
M O M E N T U M

salah satu produk unggulannya, yaitu Kopiko muncul di


drama Korea, Vincenzo. Tayangan ini hadir di kanal TVN
dan Netflix.
Mereka yang menyaksikan langsung di kanal tersebut,
bisa melihat logo Kopiko setelah drama tersebut selesai
tayang. Logo Kopiko ikut muncul seperti sejumlah
sponsor lainnya. Namun, berbeda dengan audiens yang
menyaksikannya di Netflix. Tidak sedikit audiens dari
Indonesia terkejut melihat permen kopi yang biasa
mereka temukan di toko dekat rumahnya muncul di
drama Korea favorit mereka.
Kemunculan perdana produk Kopiko di episode 14
Vincenzo sontak membuat merek ini viral di media sosial.
Tetapi, viral di dunia maya sendiri bukanlah menjadi
target utama dari Mayora sebagai produsen. Awareness
konsumen dari luar Indonesia merupakan tujuan mereka
untuk hadir di konten luar negeri. “Kami di Mayora
tidak hanya ingin menghasilkan produk tapi kami ingin
memiliki point of different,” ujar Ricky Afrianto, Global
Marketing Director Mayora Group.
Pada dasarnya tidak ada waktu untuk berhenti
melakukan branding. Targetnya tidak hanya peningkatan
penjualan saja, tetapi brand advocacy. Pasalnya, brand
advocacy tinggi menjadi penting, terutama di zaman
sekarang. “Merek yang tidak mendapatkan rekomendasi
dari masyarakat bisa mati karena tidak ada engagement
dengan mereka,” ungkap Yosanova Savitry , Chief
Operation MarkPlus Institute.
Engagement ini cukup erat hubungannya dengan
sesuatu yang viral. Soal konten viral, Yosanova mengutip
tulisan pengamat pemasaran Ignatius Untung di
M O M E N T U M

Majalah Marketeers bertajuk The Science of Viral yang


menjelaskan tiga teori untuk membuat sebuah konten
menjadi viral..
“Pertama, konten yang ingin diviralkan harus memiliki
unexpectedness. Sesuatu yang bisa membuat orang
heran dan tidak menduga. Salah satu contoh yang ramai
akhir-akhir ini adalah influencer TikTok yang membuat es
krim rasa nasi padang. Konten yang dia buat menjadi viral
karena kita bisa lihat sendiri dia memberikan konten yang
mengandung unexpectedness,” kata Yosanova.
Hal yang tak terduga itu bisa hadir dari berbagai
keunikan. Dalam hal ini, merek yang ingin kontennya viral
harus bisa menjadi sangat kreatif atau bahkan sangat
absurd. Kedua, yang bisa membuat suatu konten akhirnya
viral adalah konten yang menggunakan emotional
saliency. Seperti yang kita ketahui, masyarakat Indonesia
sangat mudah tergugah empatinya. Sehingga, konten-
konten yang dapat menyentuh audiens ini bisa dengan
cepat tersebar.
Tidak hanya di Indonesia, konten yang menyentuh
juga sangat viral di negara tetangga seperti Thailand.
Tidak sedikit iklan yang dibuat sejumlah merek di sana
yang membuat audiens terenyuh dan tergugah hatinya.
Hasilnya, tidak hanya viral di Thailand saja, konten tersebut
kemudian tersebar hingga ke seluruh dunia.
Ketiga, messenger effect. Merek tidak bisa melupakan
pengaruh orang-orang seperti selebriti atau influencer
ketika ingin membuat kontennya viral.
“Memanfaatkan orang terkenal dengan fanbase yang
kuat juga bisa mendorong sebuah konten menjadi viral.
Baru-baru ini, kita bisa melihat Bank KB Bukopin yang
M O M E N T U M

menghadirkan BTS. Seperti yang kita tahu, penggemar


BTS ini sangat besar basisnya. Basis ini bisa dimanfaatkan
untuk membuat konten bisa viral,” ujar Yosanova.
Tiga teori tersebut diyakini mampu membantu konten
menjadi viral. Sehingga, merek bisa mendapatkan
awareness hingga advocacy konsumen. Hal lain yang
tidak kalah penting dalam branding adalah mempolarisasi
merek. Hal ini mengacu pada upaya mengelola hal-hal pro
dan kontra terkait merek serta menciptakan percakapan
yang berpotensi viral.
Percakapan tersebut bisa terbentuk dengan kehadiran
lover dan hater. Sebab, merek tidak bisa tumbuh hanya
dengan konsumen yang mencintai mereka. Tetapi, perlu
ada hater yang dikelola untuk membantu merek untuk
viral.

QUOTES

“Merek yang tidak mendapatkan rekomendasi


dari masyarakat bisa mati karena tidak ada
engagement dari masyarakat.”

Yosanova Savitry
Chief Operation MarkPlus Institute
M O M E N T U M

Jakarta CMO Club


Saatnya Berkolaborasi

Industri kesehatan menghadapi tantangan sekaligus


peluang besar di tengah pandemi COVID-19. Bio Farma
selaku pemimpin holding BUMN Farmasi memiliki peran
besar sebagai agen pemulihan dari krisis.

Oleh Ellyta Rahma


M O M E N T U M

H
onesty Basyir, CEO PT Bio Farma (Persero)
menganggap pandemi bisa diibaratkan
sebagai chief transformation officer. Peraih
Marketeers of The Year 2020 dari MarkPlus,
Inc, ini menilai bahwa pandemi berhasil mengubah aspek
vital di kehidupan manusia. Semua orang beradaptasi
hingga memunculkan istilah new normal.
Pandemi berkaitan erat dengan kesehatan. Dampak
yang diberikan pandemi kepada industri healthcare
sangat besar. Honesty mengatakan, pandemi memberikan
peluang sekaligus tantangan yang harus dihadapi
perusahaannya. Terlebih statusnya sebagai Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) membuat Bio Farma harus siap
menjadi agen pemberi solusi di tengah pandemi ini.
Sejak pandemi melanda Indonesia, Bio Farma terus
bekerja untuk mengatasi penyebaran virus ini. Perusahaan
plat merah ini bergerak cepat mempersiapkan vaksin,
sehingga bisa segera menghentikan laju penularan virus
COVID-19 di Indonesia.
Hingga kini, Bio Farma berhasil mengamankan lebih dari
70% kebutuhan vaksin secara nasional. Artinya, Bio Farma
sudah pada jalur yang tepat untuk segera membawa
Indonesia keluar dari pandemi. “Mengingat Menteri BUMN
mengatakan untuk membentuk herd immunity, Indonesia
harus bisa memberikan vaksin kepada setidaknya 70% dari
jumlah populasi,” kata Honesty dalam acara Jakarta Chief
Marketing Officer Club yang digelar secara virtual pada
awal April lalu.
Kini, Biofarma tengah menjalankan vaksinasi gelombang
pertama yang berlangsung sejak Januari hingga Juni
2021. Gelombang ini menyasar pihak-pihak rentan tertular,
M O M E N T U M

seperti petugas kesehatan, petugas publik, dan lansia.


Hingga artikel ini diterbitkan, Biofarma menargetkan 39,86
juta masyarakat dan menyelesaikan hampir 80% dari target.
Sementara itu, vaksinasi gelombang kedua akan mulai
digelar pada Juni 2021 hingga Maret 2022 yang menyasar
masyarakat, khususnya kalangan rentan. Total target
penerima vaksin pada periode ini sebesar 141,6 juta.
“Bio Farma harus bisa memberikan vaksin kepada 181,5
juta orang Indonesia untuk membentuk herd immunity.
Sehingga, tidak hanya memperbaiki situasi secara sosial,
tapi juga bisa kembali membangun perekonomian
pascamasa sulit,” tambahnya.

Peta Industri Kesehatan


Di tengah pandemi, Bio Farma mengalami perubahan
pada sisi bisnis dan manajemen dengan tujuan untuk
berbagi tugas dalam rangka menciptakan lanskap
industri kesehatan yang lebih tertata. Secara kebetulan,
saat pandemi melanda transformasi ini bisa mendorong
pemulihan nasional lebih cepat.
Bio Farma kini memimpin Holding BUMN Farmasi yang
terbentuk pada 31 Januari 2020 dengan tujuan untuk
meningkatkan kemandirian industri, ketersediaan dan
keterjangkauan produk farmasi, inovasi, skala bisnis, dan
sinergi dari industri farmasi dan kesehatan.
Saat pandemi, tujuan ini dibagi secara spesifik sesuai
dengan kemampuan perusahaan di bawah Holding BUMN
Farmasi. Bio Farma sebagai pemimpin berfokus pada
vaksin nasional, SERA, dan life science. Indofarma berfokus
pada herbal dan peralatan digital. Lalu, Kimia Farma
berfokus pada pengembangan produk kesehatan secara
M O M E N T U M

kimia dan layanan kesehatan.


“Pembagian tugas ini membentuk ekosistem industri
farmasi yang semakin tertata. Sehingga, di tengah krisis
kesehatan yang masih melanda, tiap-tiap BUMN memiliki
perannya masing-masing dan mendorong kolaborasi agar
pemulihan secara nasional bisa lebih cepat terjadi,” ujar
Honesty.

Kolaborasi
Menyambut keberhasilan vaksinasi yang sedang berjalan,
Honesty mengungkapkan bahwa Bio Farma bersikap
positif dalam masa depan industri farmasi. Perusahaan
ini memiliki prinsip start small, aim big, finish fast dalam
menangani pandemi di Indonesia.
Pertama, connect the dots. Bio Farma tengah
mengupayakan transformasi digital yang sedang
dilakukannya dapat menghubungkan layanan farmasi
dari hulu ke hilir secara optimal. Kedua, generate
business value. Mempercepat inovasi untuk memberikan
solusi kesehatan baik dari sisi produk maupun layanan.
Bersamaan dengan langkah ini, industri farmasi harus
memaksimalkan research and development (R&D) yang
dimilikinya.
“DNA industri farmasi adalah R&D karena industri
kesehatan terus berubah dan berkembang. Jujur, industri
farmasi Indonesia masih tertinggal 10 tahun dari pemain
industri farmasi secara global,” ungkapnya.
Ketiga, create national healthcare ecosystem. Langkah
pertamanya adalah dengan menata ulang peran pemain
industri kesehatan seperti membagi holding menjadi
dua, yaitu holding BUMN Farmasi dan holding BUMN
M O M E N T U M

Rumah Sakit untuk membentuk cluster industri kesehatan


di Indonesia. Dengan ekosistem industri yang berfokus
pada bidang-bidang penanganan akan lebih mudah
membentuk kolaborasi untuk menciptakan industri yang
tertata.
Ia menambahkan, kolaborasi akan menjadi bingkai kerja
industri kesehatan Indonesia di masa depan. Kolaborasi
akan mempercepat dalam penciptaan inovasi di bidang
kesehatan dan memperluas kesempatan untuk berbagi
sumber daya.
“Kolaborasi bisa berbentuk data, pembetukan sistem
platform kesehatan hingga kolaborasi strategis dengan
tujuan percepatan pengembangan layanan. Ke depannya,
kolaborasi ini akan menjadi DNA baru di industri kesehatan
demi membentuk ekosistem kesehatan terpadu. Terutama,
optimalisasi solusi kesehatan dan pemberian layanan
kesehatan yang baik untuk masyarakat,” tutup Honesty.

QUOTES

“Pembagian tugas ini membentuk ekosistem


industri farmasi yang semakin tertata sehingga
di tengah krisis kesehatan yang masih melanda,
tiap-tiap BUMN memiliki perannya masing-
masing. Perlu berkolaborasi agar pemulihan
secara nasional bisa lebih cepat terjadi,”

Honesty Basyir
CEO PT Bio Farma (Persero)
M O M E N T U M

WOW Brand Festive Day 2021


Memasuki Era Branding Baru

Teknologi makin mewarnai aktivitas marketing dan


branding pada zaman ini. Kombinasi teknologi dan
potensi manusia menjadi cara baru memenangkan
pasar. Namun, pemasar sendiri tetap harus kreatif dan
inovatif, sekaligus memiliki semangat entrepreneurship
dan kepemimpinan kuat.

Oleh Sigit Kurniawan, Annisa Bella, Ign. Eko Adiwaluyo,

Clara Ermaningtiastuti

S
eiring dengan perkembangan teknologi dan
perubahan perilaku pelanggan, marketing dan
branding memasuki era baru. Paling tidak, ini
yang mengemuka dalam ajang WOW Brand
Festive Day 2021 yang digelar oleh MarkPlus, Inc. pada akhir
Maret lalu. Ajang yang keenam kalinya ini mengusung
tema The Art of Branding in Recovery Period.
Saat ini, kita memasuki era Marketing 5.0 yang diwarnai
dengan berbagai teknologi yang dapat dimanfaatkan
oleh manusia untuk mengoptimalisasikan bisnis mereka,
termasuk dalam hal branding.
Marketing 5.0 berbicara mengenai kombinasi antara
kekuatan teknologi dan manusia atau dikenal dengan
istilah Next Tech (bionik). Teknologi yang maju selalu
mencoba untuk meniru manusia, sebagai contoh
kehadiran sensor tech yang terisnpirasi dari panca indera
manusia atau teknologi robotik yang terinspirasi dari
M O M E N T U M

aktivitas manusia dalam bergerak, hingga teknologi mixed


reality yang terinspirasi dari perilaku manusia dalam
berimajinasi.
Tidak semua teknologi tersebut dapat digunakan
untuk branding. Iwan Setiawan, CEO MarkPlus, Inc.
sekaligus co-author buku Marketing 5.0 Technology
for Humanity bersama Philip Kotler dan Hermawan
Kartajaya mengatakan ada sejumlah teknologi yang
dapat dikombinasikan dengan peran manusia untuk
menciptakan branding optimal.
Pada tahap konsumen dikenalkan dengan suatu produk,
misalnya, para pemasar dapat memanfaatkan teknologi
Predictive Audience Targeting. Teknologi ini dapat
digunakan untuk membantu pemasar memetakan secara
jitu dengan memahami perilaku pelanggan dan preferensi
mereka. Hal ini penting agar strategi branding yang
dibangun tepat sasaran.
Ketika pelanggan mulai tertarik terhadap suatu
produk, maka pemasar dapat memanfaatkan teknologi
AI Ad Creation dan Media Optimization Modeling. Ada
pula programmatic media buying dengan berbagai
algoritma yang bisa membuat merek dapat membeli
space iklan dengan harga termurah karena mengikuti
opsi yang disarankan. “Padahal, proses ini sebelumnya
harus ditempuh dengan jalur yang panjang, namun dapat
menjadi lebih optimal dengan programmatic media
buying. Di dalam dunia marketing, kita sering menyebut ini
dengan model atribusi,” ujar Iwan.
Kombinasi teknologi dengan pendekatan pemasaran
bisa diterapkan di tahap-tahap customer journey
berikutnya. Cara unik diterapkan oleh Mayora. Menurut
M O M E N T U M

Global Marketing Director Mayora Group Ricky Afrianto,


tidak sedikit dari mereka menggelontorkan dana besar
demi mendapatkan engagement. Sayangnya, seringkali
konsumen hanya bertahan sesaat atau tidak loyal. Ricky
menawarkan satu cara, yakni daripada spreading brand
with love, lebih efektif jika spreading love with brand.
“Anda mungkin mengenal drama Korea yang pernah
viral, Start-Up. Drama ini terkenal dengan Team Dosan dan
Team Jipyeong. Ada banyak hal yang bisa dipelajari dari
drama ini. Salah satunya, meskipun merek memberikan
cintanya, mereka belum tentu bisa memuaskan semua
orang,” tutur Ricky.
Ia menyimpulkan, menjadi seorang pemasar tidak akan
bisa memuaskan semua konsumen. Karena itu, kejelian
melihat segmen yang ingin disasar sangatlah penting.
Melihat kondisi pasar Indonesia saat ini yang didominasi
generasi milenial dan Gen Z, berbagai hal yang berbau
internet atau digital menjadi kian penting.
Di era sekarang, banyak konsumen mengakses
e-commerce. Mereka tertarik berbelanja di sana karena
beberapa faktor, seperti promo, diskon, dan free delivery.
Ketiganya menjadi tantangan bagi merek, khususnya di
sektor fast-moving consumer goods (FMCG). “Kami di
Mayora tidak hanya ingin menghasilkan produk tapi kami
ingin memiliki point of different,” ujar Ricky.
Di dunia otomotif, teknologi memainkan peran dalam
pemasaran produk. Ini yang diakui oleh Anton Jimmy
Suwandy, Marketing Director PT Toyota Astra Motor. Ia
mengatakan Indonesia mengalami kenaikan ekonomi
digital hingga 11%, dua kali lebih tinggi dari ASEAN (5%).
“Dari pasar otomotif sendiri sudah banyak pelanggan
M O M E N T U M

yang mulai menggunakan ranah daring untuk


berbelanja, bahkan sebelum COVID-19. Pandemi berhasil
mengakselerasi digitalisasi ini, sehingga makin umum
digunakan oleh konsumen,” katanya.
Adaptasi teknologi digital mengubah perlaku konsumen
di Indonesia. Kini, konsumen fokus pada kebaikan untuk
diri sendiri, salah satunya menginginkan kemudahan
untuk melakukan transaksi. Mereka akan mencari
informasi secara mandiri sebelum membeli kendaraan.
90% konsumen mencari informasi di mesin pencari untuk
mempermudah proses pembelian kendaraan.
Untuk menanggapi perubahan perilaku konsumen yang
signifikan di era digital, Toyota berupaya mengarahkan
mereknya agar lebih memahami apa yang diinginkan dan
dibutuhkan konsumen.
Toyota menghadirkan inovasi Toyota Live Showroom.
Lewat solusi digital ini, konsumen bisa melihat langsung
kendaraan yang ingin dibeli dan berkeliling showroom
lewat layar gawai mereka tanpa harus benar-benar ke gerai
fisik.
Teknologi memang penting, tapi semangat para
pengelola merek juga penting. Hal ini ditegaskan oleh
Hermawan Kartajaya, Founder dan Chairman MarkPlus,
Inc. Ia mengatakan, saat ini Indonesia tengah memasuki
masa pemulihan dan pemerintah tengah mendorong
peningkatan investasi di Indonesia.
“Karena itu, para pelaku binis harus dapat mengambil
momentum dengan melakukan investasi untuk
memajukan usahanya. Sehingga di tahun 2025, pemilik
merek di Indonesia dapat melakukan ekspor lebih besar
dan jadi lebih banyak dikenal lagi di luar negeri,” kata
M O M E N T U M

Hermawan.
Menurutnya, para pemilik merek kemudian perlu
memiliki jiwa kewirausahaan atau entrepreneurship untuk
dapat mengembangkan merek mereka. Terdapat tiga hal
yang harus diperhatikan, yaitu, kejelian melihat peluang,
keberanian mengambil risiko, dan keluwesan berkolaborasi.
Di ajang WOW Brand Festive Day kali ini juga
diumumkan daftar 300 merek yang memiliki tingkat
advokasi baik dari pelanggannya. Penghargaan ini
berdasarkan oleh riset yang dilakukan oleh 3.500 responden
di Jakarta, Tangerang, Bandung, Surabaya, Medan, dan
Makassar. Digelar juga Indonesia Branding Campaign of
The Year 2021 yang diberikan pada merek-merek yang
kreatif dan inovatif selama setahun terakhir ini.
Saatnya memasuki era branding baru. Anda siap?

Iwan Setiawan, CEO MarkPlus Inc.

Otis Hahijary, Vice President Director ANTV


M O M E N T U M

Group Ricky Afrianto, Global Marketing Director Mayora

Hermawan Kartajaya, Founder & Executive Chairman MarkPlus, Inc.

Jimmy Suwandy, Marketing Director PT Toyota Astra Motor


WBFD_MARKETEERS_Thanks Ad.pdf 1 09/04/21 09.30

Awarding
Ceremony
The Inauguration of
Brand for Good
Club 2021 IN RECOVERY PERIOD
Presented by

Thursday, 25 March 2021

THANK YOU!
OUR HIGHEST APPRECIATION & GRATITUDE TO

Partners:

Powered by:

Media Partners:

For the invaluable contributions and support on the success of


WOW Brand Festive Day 2021 Held on Thusrday, 25 March 2021 Online via Zoom.
See you at our next event!
M O M E N T U M

Tahapan Startup dan


Permasalahannya

Belakangan ini, banyak sekali startup bermunculan.


Namun, hanya sedikit yang bertahan dan menjadi besar.
Mengapa?

Oleh Jacky Mussry

Deputy Chairman, MarkPlus, Inc.

CEO, MarkPlus Institute

S
etiap hari, kita mungkin mendengar selalu ada
perusahaan baru yang hadir meramaikan dunia
bisnis. Perusahaan-perusahaan baru ini dikenal
dengan sebutan startup atau perusahaan
rintisan. Tapi, nasib startup bisa bermacam-macam. Ada
yang tertatih-tatih dulu baru bisa bertahan. Ada pula
yang baru muncul sebentar kemudian segera lenyap tak
terdengar.
Dilihat dari pertumbuhannya, ada yang bisa tumbuh
cepat karena suntikan uang para investor yang melihat
prospek menjanjikan dari startup tersebut. Namun, ada
pula yang mencoba bertumbuh secara organik dan perlu
waktu cukup lama.
Banyak pakar memberikan seminar tentang
membangun bisnis melalui startup. Seolah-olah, tidak
sulit memulai suatu bisnis dengan mendirikan suatu
perusahaan baru. Namun, mengapa kenyataannya banyak
startup yang gagal?
M O M E N T U M

Orang sering mengambil banyak pembelajaran dari


perusahaan yang sukses. Namun, banyak yang lupa
bahwa kita juga bisa memetik banyak pelajaran―dan
bahkan mungkin lebih berharga―dari berbagai kegagalan
yang dialami oleh startup. Kali ini, mari kita balik saja
pertanyaannya. Alih-alih bertanya apa yang membuat
suatu startup sukses, mari kita ulas saja apa yang membuat
startup tidak sukses.
Kita juga mengenal istilah Usaha Kecil dan Menengah
(UKM). Biasanya startup yang mulai beroperasi awalnya
merupakan perusahaan kecil yang masuk kategori UKM.
Jarang suatu startup baru berdiri langsung menjadi
perusahaan ukuran menengah. Dalam artikel ini, secara
sederhana, kita dapat membagi tahapan perjalanan startup
menjadi tiga, yaitu tahap pembentukan, operasional, dan
pertumbuhan.

Tahap-1: Pembentukan
Tahap ini merupakan tahapan yang sangat menentukan
karena peletakan fondasi startup ada pada tahapan ini.
Terlepas apakah sang pendiri dari awal berniat menjadi
seorang entrepreneur atau karena terpaksa itu merupakan
lain hal. Namun, jika memang sudah menceburkan
diri―atau mungkin tercebur―maka tidak ada pilihan
selain bergerak dan memastikan usahanya jalan. Berikut
beberapa hal yang seringkali luput diperhatikan pada tahap
awal pembentukan startup:

Lemahnya pola pikir entrepreneurial


Pola pikir entrepreneurial tidak bisa dikarbit. Namun,
kadang dalam kondisi terpaksa, orang menjadi berani
M O M E N T U M

mengambil risiko untuk melakukan sesuatu. Mengambil


risiko memang salah satu ciri klasik entrepreneur. Namun,
itu saja tidaklah lengkap. Entrepreneur itu memang berani
mengambil risiko, yang sebenarnya merupakan risiko yang
telah diperhitungkan. Kalau sekadar mengambil risiko
tanpa perhitungan itu namanya berspekulasi. Dan, akhirnya
kita sebut pelakunya sebagai spekulan.
Ciri lain entrepreneur adalah mencari kesempatan
dan memanfaatkannya. Kata kuncinya adalah mencari,
bukan menunggu. Kalau ditunggu, kesempatan tidak
akan datang. Entrepreneur juga tidak bisa menunggu
masa depannya datang. Mereka harus menciptakan masa
depan sendiri dari awal dengan memanfaatkan kreativitas
dan inovasi. Kalau terlalu banyak mengeluh karena aneka
kesulitan, menyalahkan faktor eksternal, maka jangan jadi
pengusaha. Kalau ingin menjadi pengusaha, berusahalah.
Bangun jejaring dan bergerak cepat.

Tidak jelasnya visi dan misi


Pada awal pembentukan, seringkali bentuk bisnisnya
tidak jelas. Maklum karena itu masih embrio. Meski
demikian, visi dan misi harus segera dibuat karena
itu akan menjadi landasan untuk menentukan arah
startup akan dibawa. Sayangnya, visi dan misi ini sering
dianggap sebagai urusan perusahaan besar dan sering
ditanggapi skeptis dengan kalimat, “kita kan cuma
startup, cuma UKM.” Justru pola pikir “cuma” ini yang
menjadi penghambat sejak awal yang tidak mendukung
pembentukan mentalitas petarung. Padahal, membuat
visi dan misi bukanlah rocket science. Setiap orang bisa
melakukan hal tersebut. Mudah, tinggal menentukan apa
M O M E N T U M

yang mau dicapai, kapan, dan melalui bisnis apa.


Tanpa visi dan misi jelas, ke depannya mereka akan
kesulitan mengembangkan strategi, fokus di bisnis apa,
pasarnya di mana, bagaimana cara menjualnya, siapa mitra
yang bisa diajak bekerja sama, dan sebagainya.

Tidak jelasnya strategi dan taktik


Bila startup sudah memiliki visi dan misi jelas, langkah
selanjutnya adalah menuangkannya dalam strategi.
Strategi ini terkait dengan upaya memilih alternatif untuk
memastikan suatu misi dapat dijalankan. Tentunya sesuai
dengan sumber daya yang ada atau sumber daya yang bisa
dipinjam dari pihak lain.
Banyak yang beranggapan bahwa urusan strategi
sebagai “barang mewah” yang bukan merupakan hak
startup. Siapa bilang? Ini adalah pandangan yang sangat
salah. Strategi itu sederhana. Contohnya, bisa dimulai
dari memilih segmen pasar, menentukan produk utama,
memakai merek yang sesuai, membuat layanan-layanan
pendukung, menentukan cara komunikasi pemasaran,
dan sebagainya. Michael Porter menyebut ini hanya soal
menentukan apa yang akan dipilih dan apa yang tidak
dipilih.
Setelah ditentukan, strategi tersebut perlu diturunkan
lagi dalam bentuk taktik yang lebih operasional. Ini sangat
penting sekali agar semua mimpi pendiri startup tersebut
bisa direalisasikan. Masalahnya, begitu sampai pada tingkat
eksekusi, banyak yang melempem. Katakanlah kalah
sebelum perang. Banyak dari mereka yang kebingungan.
Padahal, kalau bingung semestinya bisa bertanya, belajar
dari sejumlah startup yang sudah mulai naik daun. Sayang
M O M E N T U M

sekali, kadang sejumlah startup memilih belajar dengan


cara yang lebih sulit dan berisiko.

Lemahnya perencanaan dan evaluasi


Perencanaan matang seringkali luput dari perhatian.
Kadang perencanaan tidak dibuat secara eksplisit.
Andaipun sudah disusun secara eksplisit seringkali tidak
diterapkan sesuai rencana. Padahal kalau memang perlu,
mereka bisa melakukan perubahan. Justru, fleksibilitas
itulah kekuatan startup. Perencanaan merupakan suatu
dokumen yang dinamis. Namun, suatu rencana sekecil apa
pun jika sudah dijalankan akan kurang berarti bila tidak
dievaluasi.
Tanpa evaluasi tersebut, akan sangat sulit bagi startup
untuk mengetahui posisinya, termasuk mengukur
pencapaiannya pada titik tertentu. Misalnya, apakah
semakin baik, berjalan sesuai misi, semakin dekat dengan
visi, kinerja bagus, dan seterusnya. Evaluasi ini sangat
penting untuk melakukan perbaikan. Ini adalah awal
penerapan prinsip kaizen, yaitu hari ini harus lebih baik dari
kemarin dan besok harus lebih baik dari hari ini.

Kurangnya sumber daya dan kapabilitas


Kita boleh bicara visi dan misi serta strategi dan rencana
operasional sesuka hati kita. Namun, tanpa sumber daya
yang mencukupi, kita tidak akan bergerak ke mana pun.
Sumber daya seringkali diterjemahkan oleh para pendiri
startup sebagai modal atau kekuatan finansial. Faktor ini
sangatlah menentukan. Di sinilah, startup mulai mengenal
yang namanya modal investasi dan modal kerja.
Namun, ada sejumlah sumber daya lain yang juga
M O M E N T U M

sangat krusial, yaitu kekuatan sumber daya manusia yang


tergabung dalam tim yang solid. Tim ini harus memiliki
kapabilitas untuk memanfaatkan berbagai sumber daya
yang ada secara efektif dan bisa menjalankan operasional
perusahaan secara efisien.
Kalau sumber daya finansial serta mesin, peralatan,
dan perlengkapan sudah ada, selanjutnya tergantung
pada kapabilitas tim. Tanpa kapabilitas tersebut, semua
aset perusahaan tidak akan ada gunanya dan tidak bisa
dikonversikan melalui proses bisnis untuk menciptakan
nilai. Hal ini pada gilirannya tidak akan bisa membentuk
kompetensi yang merupakan landasan untuk berkompetisi.
Tanpa kompetensi, lupakan saja untuk turut berkompetisi.

Tahap-2: Operasional
Setelah selesai dengan segala kerepotan dalam proses
pendirian suatu startup, tahap selanjutnya adalah mulai
beroperasinya perusahaan baru tersebut. Agar bisa rutin
dan tetap jalan bisnisnya, komitmen tinggi dari pendirinya
dan seluruh tim sangat menentukan. Kerap kita dengar ada
startup yang kadang beroperasi, kadang tidak beroperasi
alias suka-suka saja.
Terlepas dari penyebabnya yang mungkin memang
tidak terhindarkan― seperti yang sering kita amati di
masa pandemi setahun lebih belakangan ini―pemilik
startup tersebut harus bisa mempertahankan eksistensi
perusahaan dan usahanya secara konsisten. Berikut adalah
sejumlah hal yang sering terlewatkan ketika suatu startup
mulai beroperasi.
M O M E N T U M

Mandeknya kreativitas dan inovasi


Pada tahap pembentukan seringkali suatu startup sangat
menggebu-gebu, kaya ide, dan selalu siap berinovasi.
Sikap ini masih bertahan pada tahap awal operasional
perusahaan. Namun sayang sekali, ketika perusahaan
sudah mulai beroperasi, entah mengapa seolah-olah
startup tersebut terjebak dalam suatu rutinitas yang
begitu-begitu saja. Akhirnya, mereka kehilangan kreativitas.
Lalu seolah tidak bergairah berinovasi.
Padahal, kedua kapabilitas itulah yang sangat diperlukan
untuk menjaga agility agar startup terus eksis di tengah
impitan berbagai perusahaan yang sudah besar dan
bahkan menggurita. Kreatif berarti semua orang yang
terlibat dalam startup harus memiliki jiwa antisipatif dan
adaptif terhadap perubahan. Setiap perubahan harus dapat
memicu kreativitas.
Kreativitas tersebut selanjutnya harus dapat digiring dan
diterjemahkan dalam berbagai inovasi, seperti solusi untuk
para pelanggan, para mitra, dan perusahaan sendiri. Inovasi
untuk pelanggan bisa dalam bentuk berbagai produk yang
dapat selalu menjadi solusi bagi kebutuhan para pelanggan
yang pada gilirannya bisa menimbulkan loyalitas
pelanggan. Inovasi untuk perusahaan bisa berupa proses
produksi yang lebih cepat, aman, dan murah. Pendeknya,
kreativitas dan inovasi merupakan syarat mutlak bagi
startup agar tidak meredup dan kemudian padam. Tanpa
kedua kapabilitas ini maka hanya soal waktu saja suatu
startup akan terpental dari persaingan.

Kurang kuatnya kepemimpinan


Dalam kondisi yang belum ideal dan mulai belajar
M O M E N T U M

merangkak, diperlukan pemimpin yang mempunyai


kepemimpinan kuat. Tidak semua pemimpin memiliki
kepemimpinan yang mumpuni. Seringkali dengan alasan
sangat sibuk, seorang pemilik dan sekaligus pemimpin
startup menjadi tidak optimal dalam membangun
pengaruhnya.
Hal itu bisa disebabkan karena mereka tidak
memanfaatkan kemampuan intelektualnya, tidak dapat
mengontrol emosinya, dan kadang mengesampingkan
aspek spiritualnya. Selain itu, dalam masa-masa awal
operasional perusahaan, seorang pemimpin juga harus
mulai dapat melihat siapa di dalam timnya yang bisa
dijadikan kader untuk memimpin.
Memimpin suatu startup berarti harus bisa turun tangan
ke aspek teknis jika memang diperlukan. Apalagi di
perusahaan masih infant dan baru mulai belajar berjalan.
Karena itu, sejak awal para pemilik startup harus mulai
memikirkan bagaimana menginstitusikan perusahaan
tersebut agar ke depannya tidak terjebak dalam fenomena
one-man-show yang dapat menyebabkan perusahaan
tidak bisa cepat berkembang apalagi sustainable dalam
jangka panjang. Leadership juga berarti bisa memberikan
contoh dan juga melakukan mentoring. Sayangnya, hal-hal
ini seringkali terlewatkan karena satu dan lain hal.

Lemahnya profesionalisme
Pada awal pembentukan perusahaan, kita seringkali
mengandalkan kekuatan entrepreneurial dan itu sah-
sah saja. Namanya juga baru saja mbabat alas. Namun,
jika kita sudah mulai beroperasi secara rutin, kita perlu
mengimbagi kapabilitas entrepreneurial tersebut dengan
M O M E N T U M

profesionalisme.
Ini seringkali juga mengundang kerutan dari para pelaku
startup karena memandang bahwa profesionalisme itu
adalah urusan perusahaan yang sudah mapan. Ini adalah
pandangan keliru. Profesionalisme untuk startup dapat
dimulai dari hal-hal yang sederhana. Pertama, menerapkan
kedisiplinan dan fokus pada urusan pekerjaan. Kedua,
penegakan dan penerapan etika dalam bekerja. Misalnya,
tidak melakukan pelecehan gender, tidak korupsi, dan
sebagainya. Ketiga, terus membangun kompetensi diri.
Misalnya, belajar dari berbagai sumber termasuk secara
daring.
Profesionalisme juga menyangkut time management
dengan baik, sehingga apa yang dijanjikan kepada mitra
dan pembeli dapat dipenuhi sesuai tenggat waktu yang
disepakati. Profesional bukan berarti kita harus sekadar
kaku mengikuti SOP. Namun, pada sisi lain harus berani
melakukan penyesuaian berbagai parameter jika memang
diperlukan sesuai dengan dinamika pasar.

Manajemen yang amburadul


Leadership tidaklah lengkap jika tidak ada manajemen
yang mumpuni. Hal ini juga seringkali terlupakan di
sejumlah startup. Banyak yang lupa bahwa manajemen
adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengendalian yang terus berputar dari
waktu ke waktu. Dalam proses manajemen ini, akan terlihat
apakah suatu startup itu sebenarnya efisien dan efektif―
atau dengan kata lain produktif―dalam mempergunakan
berbagai sumber daya.
Selain itu, berbagai fungsi manajemen seringkali
M O M E N T U M

dilupakan. Misalnya, berbagai fungsi sebagai berikut:


pemasaran dan penjualan, keuangan, produksi/operasional,
dan sebagainya. Kadang pemilik startup berkilah bahwa
karena ini hanya perusahaan kecil dan baru beroperasi,
maka tidak perlu semua divisi itu ada.
Memang benar, divisinya mungkin tidak usah repot-
repot dibentuk terlebih dahulu. Namun, bukan berarti
fungsinya tidak ada atau tidak dijalankan. Sekecil apa pun
suatu startup harus tetap menjalankan fungsi-fungsi baku.
Kalau orangnya sedikit, maka fungsi-fungsi tersebut harus
dirangkap. Bahkan, sang CEO seringkali harus merangkap
pekerjaan. Ada yang bercanda bahwa di suatu startup arti
CEO adalah chief everything officer alias orang yang harus
bisa mengerjakan apa pun.
Salah satu yang juga penting dijaga, namun sering
dilupakan adalah pengelolaan kas. Pencatatan keuangan
merupakan hal krusial yang sering dilupakan. Sehingga,
kadang pemilik tidak disiplin atau tidak bisa membedakan
mana uang pribadi dan mana uang perusahaan. Jangan
harap suatu startup akan bisa scaling-up dan speeding-
up jika manajemen keuangannya buruk. Startup harus
diperlakukan selayaknya sebagai perusahaan.

Tahap-3: Pertumbuhan
Tahap pertumbuhan merupakan tahap yang sangat
berbeda permasalahannya dengan dua tahapan
sebelumnya. Pada tahap ini, suatu startup sudah mulai
meninggalkan “masa balita” dan menjadi perusahaan
yang semakin terinstitusi. Ukuran usahanya mungkin
sudah setara dengan perusahaan menengah. Tantangan
yang dihadapi akan lebih kompleks dan seringkali bersifat
M O M E N T U M

strategis. Berikut adalah sejumlah hal yang seringkali


terlewatkan dalam tahapan ini.

Mengabaikan perubahan lingkungan makro


Ini adalah salah satu fenomena yang sering terjadi tidak
hanya di berbagai perusahaan startup, namun juga di
perusahaan besar. Sebaiknya startup bisa belajar dari
perusahaan-perusahaan mapan agar tidak mengulang
kesalahan yang sama, yaitu tidak memerhatikan
lingkungan makro, apabila nanti menjadi semakin besar.
Sebagaimana kita ketahui bahwa semua elemen-
elemen yang berada di lingkungan makro sangat cepat
berubah dan seringkali tidak terduga. Bahkan, seringkali
tidak kontinu sifatnya. Itulah mengapa startup jangan
sampai tidak mengikuti dan memahami apa yang terjadi
di lingkungan makro agar dapat melakukan penyesuaian
sebagaimana mestinya. Intinya, startup harus tetap
bermental fleksibel, harus selalu jauh dari inersia dan
berbagai resistensi.

Menyepelekan persaingan
Ada kalanya ketika sudah mulai berkembang dan
merasakan segalanya sudah right on track, perusahaan
merasa cepat berpuas diri atau complacent. Ini adalah
penyakit yang sangat berbahaya karena startup bisa terbius
oleh kesuksesannya sendiri. Padahal, di luar sana para
pesaing, baik yang exisiting maupun pendatang baru, terus
berpacu mencari posisi pasar terbaik.
Berkenaan dengan itu, manajemen startup harus berani
melihat sejauh mana kompetensinya. Kalau sekadar
memiliki kompetensi inti, maka memang masih bisa ikut
M O M E N T U M

berkompetisi menghadapi para kompetitor tersebut.


Namun demikian, apabila memang benar-benar ingin
tampil outstanding, maka manajemen harus berani
melihat apa sebenarnya distinctive competence yang
dimiliki oleh startup yang dikelolanya.
Distinctive competence ini penting untuk menciptakan
suatu keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Misalnya,
melalui diferensiasi, unique selling proposition, dan
sebagainya. Sayang sekali, hal ini kadang baru diperhatikan
ketika perusahaan mulai mengalami krisis dan terjebak
dalam suatu death spiral yang pada satu titik tim
manajemen kesulitan untuk melakukan recovery.

Tidak merawat pelanggan


Startup yang sudah memperoleh banyak pelanggan
seringkali lupa bahwa tidak serta merta para pelanggan
tersebut akan loyal selamanya. Pelanggan sebenarnya
harus diperlakukan sebagai aset yang sangat berharga.
Faktanya ternyata seringkali tidak dirawat sebagaimana
mestinya. Bahkan, sering pula diabaikan. Proses akuisisi
pelanggan merupakan perjalanan panjang dan mahal.
Sudah semestinya mereka dipertahankan. Seringkali
manajemen suatu startup berpikir terlalu sederhana
dengan beranggapan bahwa kalau ada pelanggan yang
pergi nanti tinggal cari saja lagi yang baru. Ini merupakan
pandangan dan sikap yang sangat keliru.
Selama masih saling menguntungkan, para pelanggan
harus dipertahankan dan ditumbuhkan. Dan, kalau ada
yang pindah ke para pesaing karena kecewa dengan kita,
maka harus direbut kembali. Merebut kembali pelanggan
itu lebih murah biayanya daripada mencari penggantinya
M O M E N T U M

melalui akuisisi pelanggan dari nol lagi.

Mengabaikan produk dan merek


Seringkali sejumlah startup tidak tertib memperhatikan
arsitektur mereknya dan tidak disiplin dalam
menggunakan merek tersebut. Kadang satu merek
digunakan untuk berbagai macam produk dalam kategori
yang berbeda. Kadang produk satu dengan produk lain
yang diproduksi oleh suatu startup tidak mengacu pada
kompetensi inti yang sama. Tidak jarang, kita menjumpai
sejumlah startup tidak mendaftarkan atau mematenkan
merek atau desain produknya. Akibatnya, kekayaan
intelektualnya tidak terlindungi secara hukum.
Kesalahan tersebut baru disadari ketika ada sejumlah
konflik dengan para pemain lain yang menggunakan
merek sama atau mengklaim desain yang mirip.
Kekecewaan akan bertambah jika setelah melalui
proses hukum yang melelahkan ternyata justru pemain
pendatang itulah yang dibenarkan secara hukum karena
memiliki dokumen-dokumen legal terhadap merek atau
produk yang diperebutkan.
Banyak startup yang tidak melihat bahwa kekayaan
intelektual sesuai dengan namanya adalah suatu kekayaan
atau aset yang sifatnya nirwujud yang merupakan sumber
krusial pembentukan suatu keunggulan kompetitif
berkelanjutan. Startup seringkali terbengkalai dalam hal
manajemen produk dan merek.

Tidak meninjau ulang visi dan misi


Sebagaimana telah disinggung tadi, berbagai perubahan
menuntut perusahaan ikut menyesuaikan diri dengan
M O M E N T U M

perubahan tersebut. Intinya, perusahaan harus terus


bertransformasi agar selalu relevan dengan kebutuhan
zaman. Karena itu, setidaknya sekali dalam setahun,
perusahaan harus mengevaluasi apakah visi dan misinya
masih valid dengan perkembangan kondisi lingkungan
bisnis terkini.
Sayang sekali sejumlah startup kadang enggan
untuk mengutak-atik visinya. Visi kadang dipandang
sebagai sesuatu yang sakral dan tabu untuk dirombak.
Ini adalah pemikiran keliru. Percuma saja suatu visi
terkesan keren tetapi tidak jelas kapan dapat dicapai.
Visi memang harus ada stretch-nya, tetapi masih dalam
jangkauan kemampuan manajemen perusahaan untuk
dapat merealisasikannya. Ada sebagian startup yang
dalam visinya tidak jelas apa strategic intent-nya dan
kapan harus dapat dicapai. Kadang malah banyak yang
tidak mempunyai visi meskipun perusahaannya sudah
beroperasi cukup lama.
Misi juga perlu ditinjau ulang dari waktu ke waktu. Hanya
saja sering terlupakan karena perusahaan sudah terjebak
dalam rutinitas dan semua sumber daya sudah rigid
menjalankan misi yang sama dari waktu ke waktu. Hal ini
berbahaya apabila terjadi suatu perubahan yang ekstrem
dan ternyata startup tersebut tidak siap untuk melakukan
perubahan trayektori yang juga ekstrem.
Pernyataan misi secara sederhana adalah untuk
menjawab pertanyaan in what business we are in. Bisnis
apa sebenarnya yang memang menghasilkan pemasukan
bagi perusahaan. Namun sayang, misi yang sering
didiskusikan lebih mengarah pada hal-hal yang sebenarnya
hanya merupakan serentetan prasyarat dalam menjalankan
M O M E N T U M

suatu misi yang sebenarnya.

Tidak mentransformasikan model bisnis


Lingkungan bisnis yang dinamis akan memengaruhi
cara perusahaan menjalankan bisnisnya. Setelah sekian
lama berjalan perlu bagi perusahaan untuk meninjau ulang
apakah model bisnisnya masih tetap valid. Hal ini dapat
dilihat dari apakah value proposition yang ditawarkan
masih ditanggapi dengan antusias oleh para pelanggannya
dan pemangku kepentingan yang lain.
Perubahan segmen pasar juga perlu diperhatikan karena
terkait erat dengan model bisnis yang menjadi acuan.
Sayang sekali, pada satu titik suatu startup menjadi enggan
bertansformasi dan akhirnya terkunci menjalankan model
bisnis yang sudah usang.
Memperbarui model bisnis merupakan landasan penting
untuk menciptakan kurva berikutnya dalam perjalanan
suatu startup. Apabila tidak segera ditangani dengan
serius, hanya soal waktu bagi perusahaan tersebut untuk
menemui hari akhirnya.

Orientasi digitalisasi yang lemah


Dalam era konektivitas seperti sekarang ini, sangat
penting untuk mengadopsi berbagai pendekatan
bisnis yang berbasis digital. Sayang sekali, hal ini sering
disepelekan karena mereka berpuas diri dengan yang
sudah ada. Keengganan seperti ini dari waktu ke waktu
akan membentuk karakter perusahaan yang tidak digital-
oriented. Kalau sudah berakar, nantinya akan sangat sulit
mengadopsi pendekatan yang berbasis digital.
Banyak startup yang sebenarnya sangat potensial,
M O M E N T U M

namun enggan menjadi bagian dari suatu digital business


ecosystem yang sebenarnya menawarkan banyak
keunggulan. Salah satunya adalah terbukanya ruang untuk
memperkuat jejaring dan berkolaborasi dengan berbagai
pihak, memperluas pasar, menjadi bagian dari value chain
yang kuat, dan sebagainya.
Perlu diingat bahwa dunia ini terlalu kejam untuk
dihadapi sendirian. Oleh karena itu, berkolaborasi
merupakan jawaban jika ingin tetap eksis menuju ke tahun
2030.

Demikian tadi penjabaran tiga tahapan penting


perjalanan startup dengan sejumlah rincian di setiap
tahapan tersebut. Apabila suatu pemilik startup luput
memerhatikan sejumlah isu dalam setiap tahapan tersebut,
maka mereka akan berpotensi gagal dan kemudian tutup.
Apa yang dijabarkan bisa menjadi pengingat agar
tidak perlu tercebur dalam lubang yang sama. Kalau ada
sejumlah hambatan dalam perjalanan suatu startup,
itu merupakan hal biasa dan jangan pernah menyerah.
Menyerah bukanlah pilihan!

RINGKASAN TAHAPAN STARTUP DAN PERMASALAHANNYA

Tahap-1 Tahap-2 Tahap-3


PEMBENTUKAN OPERASIONAL PERTUMBUHAN

Lemahnya pola pikir entrepreneurial Mandeknya kreativitas dan inovasi Mengabaikan perubahan lingkungan makro
Tidak jelasnya visi dan misi Kurang kuatnya kepemimpinan Menyepelekan persaingan
Tidak jelasnya strategi dan taktik Lemahnya profesionalisme Tidak merawat pelanggan
Lemahnya perencanaan dan evaluasi Manajemen yang amburadul Mengabaikan produk dan merek
Kurangnya sumber daya dan kapabilitas Tidak meninjau ulang visi dan misi
Tidak mentransformasikan model bisnis
Orientasi digitalisasi yang lemah

Tonton lagu “Menyerah Bukanlah Pilihan”


dengan memindai atau tap QRCODE ini
0 5

2 0 2 1 I N D U S T R Y U P D A T E

SIAPA BILANG SAATNYA


SEMAKIN
BELANJA IKLAN BERKOLABO-
SEDERHANA
ANJLOK? RASI
I N D U S T R Y U P D A T E

ADVERTISING
SPENDING

Media dan Periklanan


Siapa Bilang Belanja Iklan Anjlok?

Industri televisi terbilang tahan banting dalam beragam


kondisi. Saat pandemi melanda, orang mengira industri
ini akan terganggu. Faktanya, belanja iklan di Indonesia
kian subur, namun juga semakin kompleks akibat
perubahan perilaku konsumen.

Oleh Muhammad Perkasa Al Hafiz

P
andemi COVID-19 mendatangkan tantangan
bagi banyak pelaku industri. Meski begitu,
kondisi ini ternyata memberikan peluang bagi
industri media, khususnya televisi (tv). Kondisi
ini sekaligus membuktikan bahwa eksistensi tv belum
habis meski beberapa tahun terakhir cukup terganggu
dengan hadirnya media digital. Padahal, tidak sedikit
orang yang beranggapan bahwa tv akan mati, tergerus
kemajuan teknologi digital berbasis internet.
I N D U S T R Y U P D A T E

“Faktanya, tv masih sangat dominan dikonsumsi.


Namun, audiens pada awal pandemi cenderung
mengonsumsi layar lebih dari satu. Data menunjukkan,
97% orang orang Indonesia menikmati layar tv mereka
sambal bermain gawai. Jadi tidak betul kalau ada
statement yang menyebut bahwa zamannya tv sudah
habis. TV tidak pernah habis,” tegas Vice President Director
ANTV Otis Hahijary.
Janoe Arijanto dari Dentsu Indonesia & Ketua Persatuan
Perusahaan Periklanan Indonesia juga menemukan
bahwa spending iklan pada tahun 2019-2020 tidak
mengalami penurunan. Menurut catatan Janoe, spending
iklan pada tahun 2019 yang mencapai Rp 182 triliun
meningkat hingga menyentuh angka Rp 202,9 triliun pada
tahun 2020.
Selama ini, menurut Janoe, ada pendapat keliru bahwa
terjadi pengereman belanja iklan akibat pandemi. “Pada
April sampai Mei 2020 ketika pandemi melanda memang
terjadi sedikit penurunan. Namun, para pemasar cepat
mengubah strategi marketing mereka. Hingga pada Juli-
Agustus spending iklan mulai meningkat kembali namun
dengan kanal yang berbeda. Bahkan menambah channel,
ke channel digital,” jelas Janoe.
Jika melihat data Nielsen Ad Intel yang disampaikan
oleh Otis, masyarakat yang di rumah saja, membuat
longest time spend di tv hingga lima jam sehari dengan
nilai mencapai Rp 102,9 triliun selama pandemi. Kondisi
kuatnya posisi industri tv juga terjadi di negara lainnya,
seperti Australia, Italia, dan Amerika Serikat.
Selain tv, pertumbuhan iklan juga terjadi di media
digital dengan nilai Rp 28,5 triliun dan engagement
I N D U S T R Y U P D A T E

lebih dari dua jam sehari. Begitu juga di radio yang


sebelumnya dikira sudah mati, mulai tumbuh kembali
selama pandemi. Alasannya, radio di daerah memiliki
kanal dan konten berbeda. Konten tersebut dikustomisasi
berdasarkan daerah dan berhasil menghasilkan uang
sekitar Rp 699 miliar. Pertumbuhan ini juga terjadi di
media cetak yang masih dipercaya konsumen, khususnya
pembaca di upper male segment.
Memperkuat paparan Otis, Janoe menyebutkan porsi
spending di tv masih menjadi yang terbesar hingga 70%
dari total belanja. Sisanya ada di platform digital, printed,
radio, billboard, dan media lainnya. Jika berbicara soal
tingkat pertumbuhan belanja, media digital menjadi yang
tertinggi dengan angka tiga kali lipat pada tahun lalu.
Khusus di radio, peningkatan terjadi pada periode
September-Oktober 2020. Peningkatan ini termasuk
konsumsi radio dalam bentuk podcast dan internet
radio. Fenomena billboard lebih menarik lagi. Pada
awal pandemi (April-Mei 2020), billboard mengalami
penurunan. Di bulan-bulan selanjutnya, billboard mulai
bermunculan lagi di banyak titik dekat perumahan.
Otis membagikan temuannya mengenai 12 sektor yang
sedang gemar beriklan di tv. Sektor ini meliputi facial care,
hair care, online service, coffee/tea, instant food/noodle,
snacks, rokok, susu pertumbuhan, seasoning/condiment,
vitamin/essence/supplement, telco, sabun cuci pakaian.
Dari sektor ini, industri fast moving consumer goods
(FMCG) mendominasi porsi belanja iklan di tv mencapai
81% dari total advertising expenditure (Adex) pada tahun
2020.
“Dua belas industri ini telah kembali ke pre-pandemic
I N D U S T R Y U P D A T E

spend level. Spending mereka telah kembali seperti masa


sebelum PSBB. Sementara untuk teman-teman di industri
broadcasting, industri fast-moving consumer goods
sangat seksi. Sekitar 81% dari ADEX diisi oleh pemain
FMCG. Kondisi ini mendorong kami kian menyesuaikan
industri FMCG,” kata Otis.

Media spend in television is still the highest,


as compared to digital, radio, and print media
Beacause the Show must go on...
During The Pandemic, Business Needs to Keep Runing

Television Digital
Rp 102.9 Trillion Rp 28,5 Trillion
Highest reach (-90%) Increasing Penetration (>50%)
Longest Time Spend (-5hrday) Strong on Engagement (-2hr/day)

Radio Print
Rp 699 Billion Rp 11 Trillion
Region/Tactical content High on Ad Trustworthy
Increased time spend during PSBB Upper Male Segment

*15 National TV, 200 Website, 104 Radio Stations, 148 Print Titles, Gross Rate Card

Sumber: Otis Hahijary di Virtual WOW Brand Festive Day 2021, Kamis (25/3/2021)

QUOTES

“Merek perlu membangun engagement,


experience, dan community relation yang kuat.
Coba perhatikan brand experience yang Anda
miliki. Karena di Indonesia, experience is the new
media.”

Janoe Arijanto
Dentsu Indoesia, Ketua Persatuan Perusahaan Periklanan
Indonesia
I N D U S T R Y U P D A T E

ADEX GROSS CONTRIBUTION IN TV


WAS MAINLY FROM FMCG SECTORS

NON
FMCG
19% All Category
Adex Gross Sector Adex Gross (Mio) -%
All Category FMCG FMCG 116.445.674 81,2

(in%) FY2020 81% NON-FMCG 26.889.670 18,8


Grand Total 143.335.344 100,00%

Sumber: Otis Hahijary di Virtual WOW Brand Festive Day 2021, Kamis (25/3/2021)

Pola konsumsi baru ini mendorong perubahan pola


komunikasi pemasaran. Dentsu Indonesia melihat,
komunikasi pemasaran perlu didesain ulang, dari
pemilihan kanal, penyusunan pesan, hingga proses
pengukuran.
“Pola baru yang paling menonjol hari ini adalah
berpusatnya media yang ada di rumah atau home
channel. Sebut saja tv, smartphone, tablet, laptop atau
gawai lain. Mereka menjadi pusat interaksi antara merek
dengan audiens,” kata Janoe.
Ia menambahkan, semua media yang berhubungan
dengan e-commerce juga mengalami peningkatan seiring
dengan kebiasaan belanja masyarakat melalui kanal ini.
Pola ini membuat customer journey semakin ringkas.
Sebab itu, tidak ada lagi kampanye pemasaran dengan
periode tayang yang panjang. Dulu, pemasar merancang
komunikasi pemasaran dengan durasi tiga hingga enam
bulan. Saat ini, lama proses perencanaan relatif singkat.
Pemasar harus gesit dan adaptif pada situasi.
Berangkat dari tren tersebut, omnichannel menjadi
pilihan tak terelakkan bagi pemasar saat melakukan
I N D U S T R Y U P D A T E

komunikasi pemasaran. Apalagi konsumen sehari-hari


akrab dengan konten-konten multilayar. Menurut Janoe,
jumlah audiens di Indonesia yang gemar menikmati
konten multilayar mencapai lebih dari 95% dari total
pengguna mobile phone.
“Bila tak memahami perubahan ini, pemasar akan
kehilangan banyak momentum. Omnichannel memang
ideal meski tak mudah membangunnya. Paling tidak,
pemasar bisa mengintegrasikan kanal-kanal yang dimiliki,”
lanjut Janoe.
Pola baru ini tak hanya terjadi di masa pandemi, tetapi
akan menjadi permanen dan berlanjut pascapandemi.
Pasalnya, akan ada kebiasaan baru terbentuk. Model ini
akan menjadi model komunikasi pemasaran untuk tahun-
tahun ke depan.
Sayangnya, kondisi yang kian kompleks ini semakin
tidak bisa direspons menggunakan intuisi. Para pemasar
harus banyak bermain dengan data. Dengan data,
pemasar mampu menentukan konten tepat sasaran. Ini
yang disebut dengan dynamic content management,
pendekatan berbasis pada data yang kuat.

Kampanye Ramadan
Berbeda dibanding periode lainnya, bulan Ramadan
saban tahun menarik perhatian pasar pemasar. Belanja
iklan seringkali mencapai puncaknya ketika pada bulan
Ramadan.
“Belanja iklan di Ramadan sangat tinggi. Para pengiklan
harus saling berebut. Kondisi ini melahirkan tantangan
tersendiri. Setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan
oleh pengiklan saat masa Ramadan,” ujar Janoe.
I N D U S T R Y U P D A T E

Pertama, para pengiklan ditantang untuk keluar dari


paritas keberagaman antarkonten iklan yang ada selama
Ramadan. Janoe jarang sekali melihat merek yang
berhasil melakukan hal ini. Padahal, ketika ada merek
yang berani tampil beda, mereka akan mendapatkan
perhatian khusus. Sayang, jumlah merek yang seperti itu
tidak banyak.
Kedua, penggunaan kanal berkarakter kuat. Pemasar
tidak hanya mengemas konten secara menarik, tetapi juga
tepat dalam memilih kanal yang sesuai dengan karakter
merek tersebut.
Ketiga, membangun empati. Tampillah menjadi merek
yang memiliki purpose di tengah Ramadan dan pandemi.
Merek memiliki kesempatan menggunakan konten
buatan audiens atau user-generated content dan menjalin
percakapan dengan merek.
“Brand purpose ini sendiri akan memberikan
keuntungan yang besar. Hanya brand with purpose yang
akan mendapatkan advokasi pelanggan. Sementara untuk
meraih advokasi tersebut, tidak bisa dicapai hanya dengan
awareness level. Merek perlu membangun engagement,
experience, dan community relation yang kuat. Coba
perhatikan brand experience yang Anda miliki. Karena di
Indonesia, experience is the new media,” tutup Janoe.
I N D U S T R Y U P D A T E

Ramadan Consumer Outlook


Semakin Sederhana

Selama Ramadan 2021, merek menghadapi tantangan


untuk dapat menangkap momentum besar. Pandemi
mengubah perilaku konsumen selama Ramadan. Apa
yang harus dilakukan merek agar tetap bisa terhubung
dengan konsumennya?

Oleh Ellyta Rahma

R
amadan menjadi momen yang dinantikan
masyarakat Indonesia yang mayoritas
penduduknya memeluk agama Islam. Setiap
tahunnya, momentum ini menjadi saat yang
tepat bagi merek untuk menggenjot aktivitas pemasaran
dengan berbagai strategi kampanye, iklan, dan program.
Tahun ini, merupakan bulan Ramadan kedua di masa
pandemi COVID-19. Tentunya, para pemasar harus
semakin peka terhadap perubahan perilaku konsumen
dan mampu beradaptasi dengan perubahan tersebut.
Kilas balik ke tahun lalu, pandemi telah memberikan
dampak yang besar dalam menjalani berbagai aktivitas
keagamaan pada bulan Ramadan. Jika biasanya Ramadan
dirayakan secara kebersamaan lewat ritual-ritualnya,
seperti ibadah sholat tarawih, buka puasa bersama, sahur
on the road, dan kegiatan ibadah lain, tahun lalu semua
ritual tersebut tidak bisa berjalan normal. Ibadah puasa
cenderung dilakukan sendiri atau dengan keluarga di
rumah. Tak urung, kondisi tersebut menyebabkan euforia
I N D U S T R Y U P D A T E

Ramadan terasa kurang. Tidak hanya itu, pandemi juga


membentuk perilaku baru bagi pemeluk agama Islam,
baik di Indonesia dan seluruh dunia.
Ramadan tahun 2021 diperkirakan tidak jauh berbeda
dengan tahun 2020. Perusahaan riset pemasaran Kantar
menemukan bahwa COVID-19 mendorong masyarakat
merayakan Ramadan dengan lebih sederhana. Kondisi
pembatasan sosial dan penerapan protokol kesehatan
yang ketat membuat masyarakat lebih fokus pada ibadah
dan mementingkan kesehatan dibandingkan dengan
memaksakan diri merayakan Ramadan dengan euforia
seperti sebelum pandemi.
“Orang Indonesia cenderung menerapkan pengaturan
prioritas terhadap pengeluaran saat Ramadan. Mereka
mengutamakan berbelanja bahan pokok dan produk
esensial pendukung hidup sepanjang bulan Ramadan,”
kata Fany Murhayati, Marketing Director Kantar Indonesia.

Impact of Pandemic will be visible on


Ramadan rituals year too
66%
63% During Ramadan 2021, which of the following activities
61%
will notbe same as Pre Covid Period?
56%
49%
43%

31% 30%

18%

Taraweeh at Afternoon walk Social events/ Mudik/pilgrimage Breaking Fast with Lebaran Shopping Listening to a Sahur Bersama Sending gifts
Mosques before Ifthar gatherings travel Friends preach

Sumber: NeuroSensum Ramadan Survey 2021


I N D U S T R Y U P D A T E

Prediksi yang sama disampaikan oleh Rajiv Lamba,


Founder & CEO NeuroSensum. Dalam laporan
NeuroSensum Ramadan Survey 2021 diungkapkan,
sebagian besar pembelanjaan akan mengarah pada
produk segar, seperti sayuran (63%), buah-buahan (60%),
minuman sehat ( 56%), susu cair (35%), dan daging-
dagingan (31%).
Sementara itu, fokus pembelanjaan masih akan
terarah kepada kebutuhan kesehatan dan digital. Lalu,
55% responden dalam riset ini memilih menghabiskan
uang untuk membeli vitamin dan suplemen kesehatan.
Sedangkan 43% responden memilih untuk membeli data
seluler dan membayar internet rumah. Sedikit konsumen
yang akan membelanjakan makanan (11%) dan mainan
(6%) selama Ramadan.
“Konsumen cenderung masih memusatkan kegiatan di
dalam rumah dibandingkan dengan luar rumah, termasuk
saat berbelanja. Mereka akan semakin bergantung
pada layanan belanja daring, e-commerce dan ride
hailing. Sehingga, merek harus memerhatikan potensi
kanal digital untuk memaksimalkan kampanye dalam
menyambut dan selama Ramadan,” kata Rajiv.
Pendapat ini didorong dengan temuan NeuroSensum
yang mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia
masih merasa pandemi mengancam mereka. Kemudian,
63% responden masih khawatir terhadap COVID-19
yang menyebabkan mereka masih berhati-hati untuk
melakukan kegiatan di luar rumah pada Ramadan 2021.
Sekitar 41% responden masih merasa kondisi ekonomi
memburuk dan 65% responden melihat peluang
penurunan pendapatan pada Ramadan 2021 akibat
I N D U S T R Y U P D A T E

pandemi.
Kondisi ini sesuai dengan data Ramadan tahun 2020
yang menunjukkan perubahan perilaku pengeluaran
pada masyarakat Indonesia. Saat itu, terjadi peningkatan
pengeluaran untuk donasi hingga 40%, konsumsi
makanan dan minuman 14%, dan self and family reward
2%, namun terjadi penurunan besar pada berbagi dengan
keluarga atau kerabat hingga -25%, mudik -35%, makan di
restoran atau di luar rumah -46%, dan pariwisata -55%.

Media sosial
adalah aplikasi 77%
online paling
populer pada
bulan Ramadan 52%
yang akan 37%
datang
Adopsi aplikasi online sedang
meningkat dan akan terus
88% Mengatakan, bahwa 16%
23%
34%

mereka akan
bertumbuh. menggunakan
aplikasi media sosial
lebih dari biasanya
pada Ramadan 2021
Aplikasi Aplikasi Aplikasi Aplikasi Aplikasi Aplikasi Aplikasi
media sosial belanja online pengantaran sarana gim mobile video panggilan
makanan transportasi streaming video

Sumber: Survey Ramadan Twitter 2021

Consumer Budget continues to shift from Out of Home


activities to In Home activities

Change in Spend for Ramadan 2021 vs Ramadan 2020

40%

2%

Charity/ Food & Gifting for Self/


Donation Beverage Family
(AtHome) -25%
-35%
-46% -55%
Gifting for
Friends/ Mudik
Food & Leisure
Relatives Travelling
Beverage Travelling
(Out of Home)

Sumber: NeuroSensum Ramadan Survey 2021


I N D U S T R Y U P D A T E

Kanal digital meningkat


Digital akan semakin menjadi kanal utama untuk
melakukan pemasaran pada tahun 2021. Dengan
awal Ramadan yang kini jatuh pada awal kuartal
kedua, sejumlah platform media sosial sudah melihat
peningkatan percakapan tentang Ramadan. Twitter
mencatat pada satu bulan sebelum Ramadan dimulai,
sudah terlihat 25% percakapan tentang Ramadan di
platformnya. Sementara itu, survei yang dilakukan TikTok
pada Desember 2020 mengungkapkan akan ada 96%
penggunanya yang berencana mengunggah konten
mereka di TikTok selama Ramadhan.
Dwi Adriansah, Country Industry Head Twitter Indonesia
mengatakan kondisi Ramadan tahun ini tidak akan
jauh beda dengan tahun lalu. Masih banyak orang yang
khawatir dengan penyebaran virus yang artinya kegiatan
mereka sebagian besar akan terpusat di rumah. “Platform
digital masih akan menjadi cara untuk menghabiskan
waktu selama Ramadan sekaligus menjadi kanal
komunikasi yang paling efektif. Untuk itu, merek perlu
bersiap menangkap peluang ini dengan menciptakan
konten yang relevan,” paparnya.
Survey Ramadan Twitter 2021 mengungkapkan
masyarakat Indonesia siap kembali menjalani Ramadan
secara daring. Hal ini didorong dengan kebiasaan
berkomunikasi secara virtual yang sudah dilakukan
satu tahun belakangan. Sekitar 88% responden
mengatakan mereka akan menggunakan media sosial
untuk berinteraksi selama Ramadan. Sementara 52%
responden mengatakan akan lebih sering menggunakan
aplikasi e-commerce. Salah satu yang unik adalah
I N D U S T R Y U P D A T E

ada 77% responden yang siap menggunakan aplikasi


video streaming untuk mengisi waktu luang, termasuk
menunggu waktu berbuka (ngabuburit).
Lebih lanjut, Twitter melihat obrolan selama Ramadan
2020 berputar pada topik mudik, hiburan, dan kuliner.
Diperkirakan, pada Ramadan kali ini topik-topik
tersebut masih akan berkembang. Namun, yang harus
diperhatikan oleh merek adalah kecenderungan nilai
obrolan yang mengarah pada sentimen positif.
“Twitter selalu melihat arah obrolan yang positif setiap
Ramadan. Pada tahun lalu, 57% obrolan yang terjadi
bernilai positif, 26% netral, dan 12% obrolan bernilai
negatif,” tambah Dwi.
Merek perlu mengambil poin penting pada sirkulasi
obrolan dan sentiment interaksi yang terjadi saat
Ramadan untuk tetap relevan dengan konsumennya.
Pastikan pesan yang dibawa mengarah pada sentimen
positif dan inspiratif. Misalnya, kampanye bertema
silaturahmi yang dilakukan Indosat Ooredoo saat
Ramadan yang berhasil merangkul 90 juta audiens. Data
yang sama memang mengungkapkan pesan-pesan
dengan nilai kebaikan memiliki engagement yang baik
selama bulan Ramadan.
“Selain itu, merek juga harus mempertimbangkan
konten yang bersifat menghibur. Saat Ramadan, konten
hiburan merpakan yang terpopuler di Twitter selama
bulan Ramadan. Tujuannya tidak hanya mengisi waktu
luang, tapi juga sebagai teman mereka dalam menjalani
ibadah puasa,” tutur Dwi.
Untuk memaksimalkan kampanye, Dwi menyarankan
merek untuk menganalisis lebih lanjut percakapan positif
I N D U S T R Y U P D A T E

apa yang berkembang selama Ramadan dan jenis konten


hiburan apa yang diperkirakan akan banyak dikonsumsi
masyarakat. Merek harus lebih otentik terhadap
konsumen agar memahami apa yang mereka inginkan
dan mengajak mereka berkomunikasi agar semakin
terhubung.

Food Consumption will shift to Healthy


alternatives in Ramadan 2021

Vegetables 63%

Vitamins and Food Supplements 62%

Fruits 60%

Healthy Beverages 56%

Immunity Booster Medicines 55%

Confectionary/Sweets with Vitamin C 49%

Calcum Supplements 44%

Liquid Milk 35%

Meat (Chicken/Fish etc) 31%

Middle east fruits & Food 27%

Traditional Indonesian Foods 26%


Special Water - Oxygenated,
Alkaline water 19%

Sumber: NeuroSensum Ramadan Survey 2021


I N D U S T R Y U P D A T E

QUOTES

“Konsumen cenderung masih memusatkan


kegiatan di dalam rumah dibandingkan dengan
luar rumah, termasuk saat berbelanja. Mereka
akan semakin bergantung pada layanan belanja
daring, e-commerce dan ride hailing. Sehingga,
brand harus memerhatikan potensi kanal
digital untuk memaksimalkan kampanye dalam
menyambut dan selama Ramadan.”

Rajiv Lamba
Founder & CEO NeuroSensum
I N D U S T R Y U P D A T E

Healthcare
Saatnya Berkolaborasi

Industri kesehatan menjadi sektor yang paling sibuk


selama pandemi. Tren ini mendorong para pemain
tangkas berinovasi untuk menjawab kebutuhan
kesehatan yang terus meningkat. Mereka memilih jalan
kolaborasi.

Oleh Clara Ermaningtiastuti


I N D U S T R Y U P D A T E

S
aat pandemi COVID-19 merebak, banyak
industri terganggu. Kendati demikian, industri
kesehatan menjadi salah satu industri yang
terus bergerak. Bahkan, terpacu berinovasi
memenuhi kebutuhan konsumen.
Perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan
mengalami pertumbuhan signifikan. Riset Isentia
menemukan bahwa industri kesehatan di pasar Asia
Tenggara terus terdorong mengembangkan bisnis
mereka.
Berdasarkan laporan Isentia bertajuk The
Pharmaceutical, Healthcare, and Wellness Landscape
in Southeast Asia, salah satu upaya menonjol yang
dilakukan para pemain di industri kesehatan adalah
kolaborasi. Hal ini tentunya tidak dilakukan semata-mata
mempertahankan bisnis saja, tetapi juga memberikan
layanan yang lebih baik bagi pasien.
Kolaborasi itu tidak hanya dilakukan dalam satu
negara, melainkan dalam cakupan global. Salah
satunya, kolaborasi dalam menemukan vaksin yang
diklaim menjadi game changer pandemi ini. Kolaborasi
tersebut meliputi penelitian, distribusi, hingga perizinan
memproduksi vaksin secara massal.
Vaksinasi masih menjadi sorotan utama masyarakat
dunia. Pasalnya, kehadiran vaksin diyakini mampu
menekan angka penyebaran COVID-19. Diharapkan
membuat kehidupan berangsur normal dan masyarakat
bisa beraktivitas dengan lebih tenang. Meski disiplin
mematuhi protokol kesehatan tetap dipertahankan.
Selain kerja sama untuk vaksin, sejumlah pemain
aktif bergandengan tangan dalam pengadaan obat.
I N D U S T R Y U P D A T E

Contohnya, COVIFOR (Remdesivir), salah satu produk


yang digunakan untuk mengobati pasien COVID-19 yang
diimpor oleh PT Amarox Global Pharma (Amarox) di
Indonesia dari Hetero India.
Dalam kolaborasi ini, PT Kalbe Farma Tbk. (Kalbe)
berperan sebagai distributor lokal. Kalbe bekerja sama
dengan Amarox untuk menyesuaikan harga pasar untuk
COVIFOR. Kedua perusahaan menegaskan komitmen
dalam mendukung pemerintah menjangkau lebih banyak
pasien. Caranya dengan menurunkan harga COVIFOR.
Selama pandemi berlangsung, persaingan antarpemain
di industri farmasi Indonesia sangat sengit. Mereka
berlomba menghadirkan inovasi produk untuk memenuhi
kebutuhan konsumen yang fokus pada upaya menjaga
kesehatan. Sehingga, permintaan produk-produk nutrisi,
vitamin, hingga jamu tradisional melonjak tajam. “Sejak
pandemi terjadi, setidaknya kami telah menghasilkan 20
jenis produk baru,” ujar President Director PT Kalbe Farma
Tbk. Vidjongtius.
Selain Kalbe, perusahaan produsen obat tradisional, PT
Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. (Sido Muncul)
juga mengantongi pertumbuhan positif terutama pada
penjualan di segmen obat herbal dan suplemen. Bahkan,
di kuartal tiga tahun 2020, Sido Muncul mendapatkan
kenaikan net profit sebesar 10,78% atau Rp 640,80 miliar
dari Rp 578,44 miliar secara year on year.
“Pandemi mendorong permintaan obat herbal.
Selain itu, industri jamu diproyeksikan akan mengalami
pertumbuhan pesat,” tutur Isentia Insights Manager
Indonesia Yudha Prawira.
I N D U S T R Y U P D A T E

Consumer and provider More commu


executive attitudes could ease w
about virtual visits patients to re

53
Consumer willing to What provider
receive service virtually executives think

34% < 10%


Initial assessment
believe virtual visits have
been most effective
for this service
of condition of consumers
worried about
37% < 17%
Ongoing treatment
believe virtual visits have
been most effective
for this service
during the pan

27
of condition

16%
Emergency
< 14% are offering
virtually in 2021

attention

16%
said they are g
< 29% are offering
virtually in 2021 from their phy
Mental/behavioral it is safe to retu
health

More communication from doctors


could ease worry and encourage
patients to return for care

e 53%
of consumers reported they are still
worried about going to their doctor
e during the pandemic

27%
said they are getting information
from their physician about when
it is safe to return for care

Sumber: PwC Health Research Institute consumer survey, September 2020


I N D U S T R Y U P D A T E

QUOTES

“Kita berada di tipping point yang membuat kita


berada di era serba digital. Tidak terkecuali untuk
industri healthcare yang uniknya terbantu secara
drastis untuk meningkatkan kualitas kesehatan.
Tentunya, dengan kerja sama yang baik dan
teknologi serta talenta yang tepat.”

Christine Fajardo
Country Corporate Affairs Head Novartis Philippines

Tren Masa Depan


Memasuki tahun 2021, pemain di industri kesehatan
mempersiapkan banyak hal untuk menghadapi
ketidakpastian. Mulai dari mengembangkan sistem,
membangun kembali portofolio bisnis pascapandemi,
hingga strategi tumbuh dengan lebih tangkas.
Jauh sebelum pandemi, banyak tenaga medis yang
mengalami kesulitan karena beban kerja yang berat.
Hal tersebut dikarenakan tugas-tugas administratif juga
ditimpakan pada mereka. Kini, tugas tersebut sudah
bisa digantikan oleh teknologi. Artinya, teknologi digital
memengaruhi pelayanan kesehatan saat ini.
Berdasarkan survei PwC Health Research Institute
(HRI) kepada para eksekutif di sektor kesehatan pada
periode Agustus sampai September 2020, teknologi
digital diharapkan menjadi penawar dari pain point
yang dihadapi tenaga medis setiap harinya. Teknologi
diyakini mampu membantu mereka bekerja lebih efisien.
I N D U S T R Y U P D A T E

Tentunya, akan membuat pasien merasa lebih aman dan


bahagia.
HRI memperkirakan akan banyak investor yang mau
mendanai pengembangan teknologi di industri kesehatan
ini. Apalagi pembatasan sosial masih berlangsung dan
mendorong tren layanan kesehatan jarak jauh. Survei
tersebut mengatakan, 38% eksekutif percaya lebih dari
seperempat uji klinis akan dilakukan secara virtual hingga
tahun 2025.
Marketing Director Reckitt Benckiser Health Indonesia
Rahul Bibhuti mengatakan tahun 2020 merupakan
era membawa perubahan besar. Banyak kebiasaan
masyarakat dunia berubah. Setelah memasuki new
normal, semua bisnis menghadapi tantangan.
“Sektor kesehatan, sebelum pandemi, menjadi sektor
yang banyak memberikan layanan tatap muka. Saat itu
mustahil mengedukasi pasien tanpa tatap muka. Namun,
kebiasaan tersebut berubah,” jelas Rahul.
Tidak hanya teknologi yang berkembang, tetapi juga
kemampuan tenaga medis. Agar bekerja lebih efisien,
mereka beradaptasi dengan teknologi. Pasalnya, banyak
orang kini merasa lebih nyaman untuk tinggal di rumah
dan mengakses berbagai informasi dari rumah.
Survei PwC Health Research Institute (HRI) menemukan
53% pasien merasa khawatir jika harus keluar rumah
untuk memeriksa kesehatan dan bertemu dokter secara
langsung. Hanya 27% dari mereka yang mendapatkan
informasi mengenai aman atau tidaknya untuk kembali
ke layanan tatap muka. Dan, 73% responden percaya
teknologi dapat meningkatkan pengalaman layanan
kesehatan.
I N D U S T R Y U P D A T E

The right digital tools can improve


clinican experience

73%
of provider
executive said
their organizations
are automating
physicians’
administrative tasks

Sumber: PwC Health Research Institute consumer survey, September 2020

Menurut Rahul, hal tersebut mendorong perkembangan


teknologi di dunia kesehatan. Dengan berkurangnya
konsultasi tatap muka, telemedicine kini menjadi opsi
yang menarik bagi para pasien.
Hal senada diungkapkan oleh Christine Fajardo, Country
Corporate Affairs Head Novartis Philippines. “Kita berada
di tipping point yang membuat kita berada di era serba
digital. Tidak terkecuali untuk industri healthcare yang
uniknya terbantu secara drastis untuk meningkatkan
kualitas kesehatan. Tentunya, dengan kerja sama yang
baik dan teknologi serta talenta yang tepat,” kata Christine.
Tahun 2021, menjadi waktu yang tepat bagi para pemain
di sektor kesehatan untuk memperkuat infrastruktur
mereka demi menjadi lebih siap menghadapi
ketidakpastian. Layanan berbasis virtual dan lebih personal
akan terus berkembang. Makin banyak investor yang bakal
mendanai pengembangan teknologi kesehatan.
0 5

2 0 2 1 L I F E S T Y L E

TWELVE
CHINESE
DINING
MOVIE &
PRODUCT
MUSIC
DUA CITA RASA
DALAM SATU
PIRING
L I F E S T Y L E
Food

Twelve Chinese Dining


Dua Cita Rasa dalam Satu Piring

Memadukan suasana tradisional Cina dan Jepang


dalam satu tempat menjadi keunikan yang ditonjolkan
Twelve Chinese Dining. Hal lain yang tak kalah menarik
adalah konsep 12 shio yang hadir lewat hidangan
hingga interior restoran.

Oleh Clara Ermaningtiastuti


L I F E S T Y L E
Food

K
onsep tempat yang tak biasa menjadi salah
satu daya tarik dari suatu restoran. Hal itu
tampaknya dipahami betul oleh Okuzono
Hospitality Group saat menghadirkan Twelve
Chinese Dining. Restoran dengan tema unik yang berlokasi
di Menteng, Jakarta Pusat ini menawarkan pengalaman
dining dengan suasana kota tua Cina.
Tamu yang datang dibuat takjub dengan setting tempat
dan interior di dalam restoran. Tidak hanya menonjolkan
sisi tradisional saja tetapi lebih dari itu. Twelve Chinese
Dining mengemas tema 12 zodiak Cina (shio) dengan apik
dan cantik di dalam restoran.
Hal tersebut tampak jelas dengan 12 patung besar dari
dewa hewan yang ada di kedua sisi mezzanine. Selain itu,
ada pula lukisan yang menggambarkan hewan-hewan dari
shio tersebut di langit-langit. Tidak berhenti di situ, resto ini
juga memperkuat konsep mereka dengan menghadirkan
hidangan yang dapat dipasangkan dengan cocktail
dan mocktail yang dinamai seperti 12 shio. Beberapa di
antaranya White Rabbit, Red Rooster, dan Tiger Eye untuk
L I F E S T Y L E
Food

menu mocktail serta Snake Smoothie, Dog Punch, dan


Bull Island untuk cocktail.
Twelve Chinese Dining merupakan restoran yang
terinspirasi dari kota tua Cina yang berlokasi di Yokohama,
Jepang. Kota tua ini diketahui menjadi tempat bagi banyak
restoran Cina dengan sejarah lebih dari 100 tahun.
Sebab itu, bagian dalam restoran banyak menggunakan
warna merah, ornamen oriental, dan aksen kayu. Uniknya,
kemegahan interior restoran sama sekali tidak tampak
ketika dilihat dari luar. Tamu seakan mendapatkan kejutan
ketika masuk ke dalam restoran.
Tidak melupakan trademark dari Okuzono Hospitality
Group, Twelve Chinese Dining juga mengusung konsep
open kitchen dan open bar yang memperlihatkan proses
dinamis dari mempersiapkan hidangan hingga sampai ke
meja tamu. Jadi, tidak hanya memperkaya pengalaman
tamu lewat suasana dan setting tempat yang unik.
Twelve Chinese Dining menawarkan paket lengkap yang
memanjakan panca indra.
Restoran berkapasitas 208 orang ini memiliki 12 zona
dan lima private room. Uniknya, tepat di tengah restoran
terdapat dua ruang yang berisi meja tambahan untuk
tamu yang ingin mendapatkan pengalaman dining lebih
pribadi namun tidak terlalu tertutup. Bagian atapnya
berbentuk seperti pagoda, menambah kesan oriental.
Meski memiliki nuansa Cina kuat, kepala koki Twelve
Chinese Dining, Chef Daisuke Kamata merupakan seorang
native dari Yokohama yang dikenal sebagai daerah
Pecinan di Negeri Sakura. Dengan pengalamannya
dalam mengolah hidangan khas Cina, Chef Daisuke
memperkenalkan kreasi dari hidangan neo Chinese-
Japanese di Twelve Chinese Dining.
L I F E S T Y L E
Food

Tanpa menghilangkan sisi tradisional dari resep yang


sudah ada, Chef Daisuke memberikan update dengan
menggunakan bahan dan cara memasak khas Jepang
untuk menghadirkan menu khas Cina. Jadi, hidangan
dengan bumbu yang kuat memang akan sulit didapat di
sini.
Kendati demikian, bicara soal kualitas, bahan-bahan
makanan yang digunakan sangat segar. Misalnya, untuk
menu Grilled Live Lobster with Golden Flakes. Twelve
Chinese Dining menggunakan lobster hidup yang
langsung diolah ketika tamu memesan. Kesegaran lobster
sangat terasa bukan hanya karena bahan segar saja tetapi
juga cara masak yang tepat, membuat rasa manis dari
daging lobster semakin terasa.
Beralih dari seafood, tamu bisa menikmati pilihan menu
daging. Salah satu yang sangat direkomendasikan adalah
Five Spice Soy Braised Beef. Menu ini sangat cocok bagi
pengunjung yang menyukai rasa yang dalam.
Daging yang digunakan merupakan beef short plate
yang dimarinasi atau direndam dengan baik. Sehingga,
ketika daging tersebut digigit, tamu bisa merasakan
bumbu yang meresap sempurna. Bukan hanya di bagian
pinggir daging tersebut, namun sampai ke bagian dalam.
Sebelum menikmati dua menu utama tersebut, ada
beberapa menu dimsum yang bisa dicoba. Pertama, Squid
Ink Prawn Dumpling. Dimsum ini cukup unik dengan
kulit berwarna hitam yang didapat dari warna alami tinta
cumi-cumi. Rasanya tidak perlu diragukan lagi. Kesegaran
bahan-bahan yang digunakan sebagai isi dapat dipastikan
meningkatkan nafsu makan sebelum mulai ke menu
utama.
L I F E S T Y L E
Food

Kedua, ada Kalbi Char Siew Bao. Dikemas seperti


sandwich dari bapau, tamu bisa menikmati tiga iris daging
yang sudah dimarinasi dan dimasak medium well. Lewat
gigitan pertama saja, tamu sudah bisa mendapatkan
perpaduan rasa yang cocok antara saus kalbi, roti, dan
sayur di dalamnya.
Bagi Anda yang menyukai petualangan rasa, Twelve
Chinese Dining bisa jadi tempat yang tepat. Pasalnya,
restoran ini tidak hanya menawarkan hidangan kaya rasa
saja tetapi juga budaya yang ada di dalamnya.

TWELVE CHINESE DINING


Jl. Dr. Kusuma Atmadja No.75
Menteng, Jakarta

HOURS
Monday – Friday: 11:00-21:00
Saturday – Sunday: 10:00-21:00

AVG COST
Rp500.000 for two people (approx.) Without alcohol
L I F E S T Y L E
Product

BMW The New 530i Opulence


1 Bidik Pengendara Perempuan

BMW Indonesia resmi meluncurkan The New 5 secara


virtual. Generasi ketujuh dari seri 5 ini dipasarkan dalam
dua varian, yakni BMW 520i M Sport dan BMW 530i
Opulence. Perubahan signifikan terlihat pada bagian
eksterior, interior, hingga mesin. Kedua model ini
ditujukan untuk dua segmen berbeda.
New 530i Opulence hadir lebih mewah dibanding
520i M Sport yang diposisikan lebih sporty. Untuk
mewujudkan kesan tersebut, 530i Opulence dibekali
dengan velg 19-inchi W-Spoke syle 663 dengan sentuhan
desain Bicolour Ferric Grey dan finishing yang mengilap.
Bagian dalam, 530i Opulence dibekali jok berlapis
kulit Dakota dengan jahitan pada panel instrumen
hingga trim interior yang diberi sentuhan fine wood. 
Soal performa, BMW 530i Opulence yang dibekali
dengan mesin TwinPower Turbo 2.000 cc 4-silinder double
VANOS ini mampu menghasilkan tenaga lebih besar,
yakni 252 hp serta torsi 350 Nm. Semua keunggulan ini
bisa ditebus dengan harga Rp 1,279 miliar.
L I F E S T Y L E
Product

New Santa Fe D 2.2 8DCT Signature


2 Gunakan Mesin Diesel CRDi Turbocharged

Hyundai New Santa Fe saat ini tampil lebih gagah


dan mewah. Pada sisi eksterior, Santa Fe terlihat lebih
futuristik dibandingkan generasi sebelumnya. Terlihat dari
penggunaan headlamp yang memiliki aksen seperti huruf
‘T’ yang berpadu manis dengan grill besar khas mobil
zaman sekarang.
Kemewahan juga akan dirasakan ketika memasuki kabin
dari New Santa Fe. Hyundai membekali Santa Fe dengan
berbagai fitur menarik. Sebut saja jok yang dilapis dengan
kulit premium, instrument cluster digital berukuran 12,3
inchi, serta sunroof berukuran besar. 
Berbicara dapur pacu, Santa Fe dihadirkan dalam
dua pilihan mesin, yaitu mesin bensin dan diesel.
Mesin diesel Santa Fe yang menjadi varian tertinggi ini
menggendong ukuran 2.200 cc DOHC CRDi 4-silinder
dengan turbocharged.
Mesin ini mampu memproduksi tenaga hingga 199,2 hp
di 8.000 rpm dan torsi 404 Nm di 1.750-2.750 rpm. Letupan
L I F E S T Y L E
Product

tenaga dari mesin diesel ini disalurkan melalui transmisi


otomatis 8-percepatan dengan kopling ganda.  Soal harga,
New Santa Fe D 2.2 8DCT Signature dibanderol dengan
harga Rp 729 juta. 

Under Armour Flow Velociti Wind


3 Sepatu Lari Tercepat

Under Armour sedang memperluas pasar sepatu


untuk para pecinta olahraga lari. Terinspirasi dari para
pelari, perusahaan mencari berbagai terobosan yang
paling inovatif untuk membantu para pelari dalam
meningkatkan performa. Untuk itu, Under Armour
mencari cara untuk membuat sepatu yang ringan dan
cukup kuat menopang kaki.
Riset panjang dilakukan hingga Under Armour
memperkenalkan teknologi sol terbaru dari Under
Armour, UA Flow midsole. UA Flow sendiri menjadi
komposisi singular-foam yang responsif, mencengkram,
dan menyokong. Teknologi tersebut mampu membuat
sepatu ini tidak membutuhkan sol luar berbahan karet.
Hasilnya, sepatu ini menghasilkan daya traksi tinggi dan
L I F E S T Y L E
Product

diklaim menjadi satu-satunya di pasar saat ini. UA Flow


pertama kali hadir di UA Flow Velociti Wind.
UA Flow Velociti Wind dirancang dan direkayasa untuk
memberikan responsivitas dan pengembalian energi
yang luar biasa, traksi yang mencengkeram, sehingga
pengguna dapat berlari dengan percaya diri. Ditambah,
inovasi bagian atas sepatu, UA Warp, yang dapat
menyesuaikan bentuk kaki dengan sempurna untuk
meningkatkan kinerja. UA Flow Velociti Wind memang
dirancang untuk kecepatan dalam jarak yang lebih jauh,
pengguna akan merasakan angin di punggung di setiap
langkahnya.
UA Flow Velociti Wind hadir dengan berat 241 gram
untuk sepatu pria dengan pilihan warna merah, putih,
dan hijau. Untuk varian sepatu perempuan, produk ini
memiliki berat 227 gram dengan pilihan warna putih dan
biru. Sepatu ini dibanderol Rp 2,6 juta.

PUMA Deviate Nitro


4 Empat Pendekatan
Berbeda

Dengan semangat Disrupt,
Breakaway, Change the game;
PUMA Running merombak
produknya. Berbekal beragam penelitian
dan pengujian, PUMA berhasil menciptakan
inovasi baru. Inovasi tersebut dirangkum ke
dalam empat gaya kunci yang diberi tajuk
Deviate, Velocity, Liberate, dan Eternity.
L I F E S T Y L E
Product

Keempatnya dibekali dengan teknologi cutting-edge-


supercritical foam NITRO.
PUMA Deviate NITRO diposisikan sebagai sepatu
lari berperforma tinggi. Sepatu ini dirancang untuk
memudahkan pelari mencapai kecepatannya. Untuk
mewujudkan hal tersebut, Deviate NITRO dibekali
dengan dua lapis foam baru PUMA NITRO dan teknologi
Innoplate.
Kombinasi ini mewujudkan sepatu yang responsif
dengan bantalan lembut dan sangat ringan untuk lari
jarak jauh. Ditambah, sepatu yang dibanderol dengan
harga Rp 2,3 juta ini dilengkapi pelat serat karbon
komposit yang akan mendorong kaki ke depan dengan
mudah dan meningkatkan efisiensi lari.
Menariknya, PUMA juga menyediakan varian khusus
untuk pelari perempuan dengan berat sepatu yang
berbeda. Deviate NITRO memiliki berat 9,4 ons atau sekitar
266 gram untuk varian sepatu pria dan 7,6 ons atau 215
gram untuk varian sepatu perempuan.

Kia Sonet 7 Seater


5 Punya Fitur Penunjuk Arah Kiblat
L I F E S T Y L E
Product

Kreta Indo Artha (KIA)  melakukan world premiere untuk


varian terbaru dari compact sport utility vehicle (SUV)
unggulannya Kia Sonet 7 Seater. SUV terbaru ini hadir
melengkapi varian Kia Sonet yang berkapasitas lima
penumpang.
Kia Sonet Premiere 7 menjadi tipe tertinggi yang
menawarkan fitur terlengkap. Misalnya, head unit dengan
layar sentuh LCD 10,25 inci. Unit ini mampu terkoneksi
dengan ponsel pintar melalui multiple bluetooth
connection, Android Auto, Apple CarPlay, dan USB & AUX.
Mobil ini juga memiliki kemampuan beroperasi via voice
recognition. Kemudian, ada fitur Qibla Direction untuk
menunjukkan arah kiblat.
Kia Sonet melakukan debut global secara virtual di
India pada Agustus 2020. Disusul di Indonesia pada
November 2020. Indonesia menjadi negara pertama yang
menggunakan mesin baru Kia, 1.5L Gamma II Smartstream
Engine. Mesin 4-silinder 1493cc ini menghasilkan
tenaga puncak 115 PS dan torsi maksimal 144 Nm yang
disandingkan dengan transmisi manual 6-speed atau
transmisi iVT (intelligent variable transmission) dengan
8-speed virtual gear.
Untuk menjamin keselamatan berkendara, fitur
keselamatan pada Kia Sonet 7 Seater ini juga lengkap,
mulai dari enam airbag, sistem pengereman ABS, EBD
dan brake assist, electronic stability control (ESC), hill assist
control serta emergency stop signal. Selain itu, masih
ada rear camera dengan dynamic parking guide.
Kia Sonet 7 Seater hadir dengan enam  pilihan warna,
yaitu clear white, intelligency blue, intense red, steel silver,
aurora black pearl, dan beige gold. Harga mobil ini dari
L I F E S T Y L E
Product

varian terendah hingga tertinggi berkisar dari Rp 199,5 juta


hingga Rp 296 juta.

Wuling Almaz RS Pro 7-Seater


6 Bisa Dioperasikan via Smartphone

Wuling Motors (Wuling) resmi meluncurkan varian


terbaru, yaitu Wuling Almaz RS. Pembaruan fitur
menjadi daya jual utama dari varian Rising Star yang
merupakan kepanjangan dari RS ini. Almaz RS dilengkapi
dengan panoramic sunroof, 360o Camera, Electric Parking
Brake (EPB) dan Auto Vehicle Holding (AVH), serta fitur
keselamatan dan keamanan yang diklaim paling lengkap
di kelasnya. Tak sampai di situ, perubahan eksterior pun
dilakukan oleh Wuling. Sebut saja aksen two-tone pada
bagian eksterior, integrated future eyes LED, futuristic
grille hingga dynamic tail design.
L I F E S T Y L E
Product

Di bagian mesin, sport utility vehicle (SUV) ini


menggendong mesin yang lebih bertenaga. Almaz
RS dibekali dengan mesin berkubikasi 1.451 cc Turbo
yang mampu menghasilkan tenaga 140 HP pada 5.200
rpm. Sedangkan untuk torsinya, varian RS ini mampu
memproduksi torsi sebesar 250 Nm yang linier mulai dari
1.600 rpm hingga 3.600 rpm.
Terakhir, hal yang menjadi pusat perhatian di Almaz
RS ini adalah teknologi Wuling Interconnected Smart
Ecosystem (WISE). WISE terbagi dalam dua fitur,
yakni Internet of Vehicle (IoV) dan Advanced Driver
Assistant System (ADAS). IoV dapat menghubungkan
pengguna dengan kendaraan melalui aplikasi MyWuling+
dan head unit yang didukung perintah suara berbahasa
Indonesia.
Di samping itu, ADAS memiliki berbagai fitur canggih
yang terbagi dalam empat kategori, yaitu Adaptive
Cruise, Lane Recognition, Safe Distance & Braking
Assistance, dan Automatic Light. Wuling Motors
membanderol Almaz RS Pro 7-Seater Rp 371 juta.
L I F E S T Y L E
Movie & Music

Black Widow
Sisi Lain
Natasha
Romanoff

Oleh Ellyta Rahma

Penggemar
seri Marvel
patut bersyukur.
Setelah hampir
setahun
vakum tidak
mengeluarkan
film baru, pada
tahun ini Marvel
kembali mengisi
layar televisi dan
layar lebar dengan jejeran lanjutan serialnya.
Salah satunya adalah Black Widow. Setelah jalan tragis
yang harus dipilih Natasha Romanoff (Scarlett Johansson)
untuk mendapatkan Soul Stone dan mengalahkan Thanos
pada Avengers: Endgame (2019), Ia dihidupkan kembali.
Marvel mengambil plot mundur untuk menceritakan
kisah Natasha Romanoff sebelum bergabung dengan
SHIELD pada film Black Widow. Film ini sekaligus menjadi
film Marvel pertama pada tahun 2021.
Marvel menggandeng sutradara Care Shortland dan
aktor papan atas, seperti Florence Pugh sebagai Yelena
Belova dan David Harbour sebagai Red Guardian. Black
Widow tayang pada Mei ini di bioskop dan Disney+
Hotstar.
L I F E S T Y L E
Movie & Music

Cruella
Emma
Stone Jajal
Peran Baru

Oleh Ellyta Rahma

Sukses dengan
deretan life
action dari
sejumlah karya
lamanya, tahun
ini Disney
kembali mengisi
musim semi
dengan live
action remake-
nya. Kali ini,
diambil dari kisah dalmatians, namun dari sisi antagonis.
Cruella menceritakan latar belakang tokoh bernama
sama yang memiliki dendam tersendiri terhadap anjing
Dalmatians. Diperankan oleh Emma Stone, Cruella
menjadi ajang aktris pemenang penghargaan Academy
Awards ini menjajal peran antagonis, setelah portofolionya
yang penuh dengan peran protagonis. Tak ayal, film ini
banyak ditunggu.
Disney menggandeng Dana Fox dan Tony McNamara
sebagai penulis naskah serta Craig Gillespie sebagai
sutradara. film ini akan tayang di jaringan bioskop global
pada akhir Mei 2021. Disney juga akan menayangkan film
ini di platform streaming Disney+ Hotstar.
L I F E S T Y L E
Movie & Music

Demi Lovato
Dancing With The Devil...The Art of
Starting Over
Oleh Clara Ermaningtiastuti

Demi Lovato tampaknya memanfaatkan musik sebagai


media penyampai pesan. Pada album terbaru bertajuk
Dancing With The Devil...The Art of Starting Over, Lovato
menyanyikan pengalaman dan mimpinya. Met Him
Last Night bersama Ariane Grande memiliki beat unik
ditambah permainan strings instruments sejak lagu
dimulai.
L I F E S T Y L E
Movie & Music

Gamaliel
Q1
Oleh Clara Ermaningtiastuti

Salah satu anggota grup musik GAC, Gamaliel,


memantapkan karier solonya dengan meluncurkan album
perdana bertajuk Q1. Dengan empat lagu yang ada di
dalamnya, Gamaliel memamerkan warna berbeda dari
musikalitasnya. Penggemar yang menyukai sentuhan
orkestra bisa menikmati / Forever More / dengan alunan
piano dan strings dari awal hingga akhir lagu.
L I F E S T Y L E
Movie & Music

Justin Bieber
Justice
Oleh Clara Ermaningtiastuti

Justin Bieber meluncurkan album keenam bertajuk


Justice. Album kali ini terkesan istimewa dengan
eksperimen sang penyanyi yang merangkum 16 lagu hasil
kolaborasi bersama sejumlah musisi. Justice menawarkan
performa vokal kuat dan terkontrol dari Bieber. Hal
tersebut tampak dari lagu 2 Much dan Off My Face yang
hadir dengan instrumen lembut serta Peaches dengan
groove yang playful.
L I F E S T Y L E
Movie & Music

Gallant
Neptune
Oleh Clara Ermaningtiastuti

Mengambil langkah berani dan keluar dari zona nyaman,


Gallant menyajikan delapan lagu transformatif yang
menggambarkan perjalanan kreatifnya. Lewat Neptune,
Gallant menawarkan nuansa baru setelah dikenal akrab
dengan genre R&B. Meski hadir dengan warna yang
berbeda, Gallant tetap menawarkan tone emosional yang
khas dipadukan dengan melodi dan ritme yang lembut.
EMBA_OMNIBATCH4_MARKETEERS.pdf 1 22/02/21 10.49

STRATEGIC
MARKETING
BATCH 4

4 JUNE -24 JULY 2021

KEUNGGULAN PROGRAM
FACULTY MEMBERS FACULTY MEMBERS
FACILITATORS TEAM FACILITATORS TEAM
TOP ACADEMICIANS OF TOP ACADEMICIANS
EXPERIENCED OF OF
CONSULTANTS EXPERIENCED CONSULTANTS OF
SBM-ITB SBM-ITB INC.
MARKPLUS, MARKPLUS, INC.
Merupakan satu-satunya program eksekutif di Dibawakan dalam Bahasa Indonesia oleh tim
Indonesia dalam ranah strategic marketing yang fasilitator yang merupakan paduan antara
aplikatif praktisi dan akademisi berpengalaman
Setiap sesi terdiri dari pemaparan konsep,
Membantu peserta
FACULTYPROF.
MEMBERS untuk memahamiFACILITATORSesensi TEAM FACULTY dan
MEMBERS
pemasaran stratejik pembicaraDR.(H.C.)
tamu,HERMAWAN
sesi diskusi studi kasus, sesi
OF dalam waktu relatif singkat
KUNTORO MANGKUSUBROTO PROF. KUNTORO
DR.(H.C.) MANGKUSUBROTO
HERMAWAN KARTAJAYA KARTAJAYA
TOP ACADEMICIANS EXPERIENCED CONSULTANTS OF TOP ACADEMICIANS OF
Founder andand
Chairman of Founder and Chairman
SBM ITB pembahasan case study Inc.
Founder and Chairman of Founder Chairman SBM-ITB
SBM-ITB MARKPLUS, INC.
School Advisory Council
School Advisory Council SBM ITB of MarkPlus, Inc. of MarkPlus,

Biaya sangat terjangkau dan tidak mengganggu Setiap peserta akan memperoleh sertifikat dari
jam kerja peserta SBM-ITB/MarkPlus Institute (syarat & ketentuan
berlaku)
FACILITATORS TEAM
PROF. KUNTORO MANGKUSUBROTO DR. AGUNG WICAKSONO DR. JACKY MUSSRY PROF. KUNTORO MANGKUSUBROTO
DR. AGUNG WICAKSONO DR.(H.C.) HERMAWAN DR. JACKY
KARTAJAYA MUSSRY
EXPERIENCED CONSULTANTS OF Academic Committee Founder and Chairman of
COO, MarkPlus, Inc.
BEBERAPA FACULTY MEMBER
MARKPLUS, INC.
Founder and Chairman of
Academic Committee Founder and Chairman
COO, MarkPlus, Inc.
School Advisory Council
SBMSBM ITB
ITB Jakarta Campus of MarkPlus,SBM
Inc. ITB MarkPlus
Dean, Jakarta Campus
Institute Dean, MarkPlus Institute School Advisory Council SBM ITB

DR. (H.C.) HERMAWAN KARTAJAYA


DR. AGUNG WICAKSONO
DR. YOS SUNITIYOSO DR.
DR. JACKY MUSSRY IWANYOSSETIAWAN,
SUNITIYOSO
YUDO ANGGORO, PH.D
MBA IWAN SETIAWAN, MBA DR. AGUNG WICAKSONO
Founder and ChairmanAcademic CommitteeAcademic Committee CEO & Dean Director Director Chief Executive Officer Academic Committee
MarkPlus, Inc. SBM ITB Jakarta Campus
SBM ITB Jakarta Campus SBM ITB
MarkPlus Institute Jakarta Campus
MarkPlus, SBM ITB Jakarta Campus
Inc. MarkPlus, Inc. SBM-ITB Jakarta Campus

Selain yang disebutkan di atas, program ini juga melibatkan banyak faculty members lainnya yang pakar dalam bidangnya masing-masing.

RINCIAN SESI TIPIKAL


AGENDA DURASI (MENIT)
DR. JACKY MUSSRYDR. YOS SUNITIYOSOPRIYANTONO RUDITO, PH.D PRIYANTONO
IWAN SETIAWAN, Live streaming
MBA RUDITO, PH.D via DR. YOS SUNITIYOSO
COO, MarkPlus, Inc. JUMAT 18.30 – 21.30 WIB
Director C-Level Marketer and C-Level Marketer and PRESENTATION OF CONCEPTS 60 Director
SBM ITB Jakarta CampusAcademia
Dean, MarkPlus Institute MarkPlus, Inc. Academia GUEST SPEAKER SBM ITB
30 Jakarta Campus
SABTU 09.00 – 12.00 WIB Q&A W/ GUEST SPEAKER 15
CASE STUDY DISCUSSION 30
CASE STUDY ANALYSIS 45

IWAN SETIAWAN,PRIYANTONO
MBA RUDITO, PH.D WIBOWO, MBA
SATYA ADITYA SATYA ADITYA WIBOWO, MBA PRIYANTONO RUDITO, PH.D
BIAYA PARTISIPASI
C-Level Marketer Marketing
and ONLINE REGISTRATION:
Practitioner Marketing Practitioner INFORMATION: C-Level Marketer and

RP15.000.000
MarkPlus, Inc. Academia Academia

PER PESERTA Naya: +62 812 1847 066


(BELUM TERMASUK PAJAK 10%) shop.marketeers.com nathaya.rattu@markplusinc.com

SATYA ADITYA WIBOWO, MBA SATYA ADITYA WIBOWO, MBA


Marketing Practitioner Marketing Practitioner

Learn More
OMNI
CX STRATEGY
Designing The Best Customer-Company Interaction in Contactless Society

Senin - Jumat
21 – 25 Juni 2021
Tuntutan terbesar perusahaan adalah
untuk tetap bisa melayani, menjaga dan
memahami customer. 09.00 – 17.00 WIB
Di sisi lain, customer adalah pihak yang
kompleks dan menerima banyak sekali
informasi dan berpotensi besar untuk
pindah dari layanan perusahaan.

Topik ini akan membahas cara perusahaan


membuat service blueprint yang sesuai
dengan rencana strategic marketing yang
dimiliki perusahaan.

Philip Kotler scan disini


Live Webinar Seat
Theater Seat
Rp 12.000.000 Rp 5.000.000 *syarat dan ketentuan berlaku

BOOK NOW: INFORMATION:


markplusinstitute.com Anggun 0812-1233-6502

@markplusinstitute MarkPlus Institute markplusinstitute.com

Learn More
Registration
Complete Range Products

2011 - 2020

Tidak Menggunakan PVC
&
Reg. 12.PPLES.06.20
( ORDNER )

Bahan greyboard berkualitas, dilapisi PP (polyproplyene)


Tidak Menggunakan PVC Tidak Menggunakan PVC Tidak Menggunakan PVC Tidak Menggunakan PVC Tidak Menggunakan PVC Tidak Menggunakan PVC Tidak Menggunakan PVC
Reg. 12.PPLES.06.20 Reg. 12.PPLES.06.20 Reg. 12.PPLES.06.20 Reg. 12.PPLES.06.20 Reg. 12.PPLES.06.20 Reg. 12.PPLES.06.20 Reg. 12.PPLES.06.20
( ORDNER ) ( ORDNER ) ( ORDNER ) ( ORDNER ) ( ORDNER ) ( ORDNER ) ( ORDNER )

yang ramah lingkungan


Sistem penguncian Rado, ordner dapat berdiri untuk
kerapihan dan menghemat tempat penyimpanan

2011 - 2020 


Bahan greyboard berkualitas berlapis kertas glossy. Tampilan
mengkilap dan menarik
Sistem penguncian Rado dan finger ring, ordner dapat berdiri untuk
kerapihan dan menghemat tempat penyimpanan

6
pilihan warna
6

2011 - 2020  


Kombinasi bahan greyboard berkualitas yang kokoh dan
lapisan plastik PVC pada bagian punggung
Sistem penguncian Rado, ordner dapat berdiri untuk
kerapihan dan menghemat tempat penyimpanan

4
pilihan warna
4 &

+62 811-1125-468 customercare@bantex.co.id www.bantex.co.id

Learn More
Learn More

Anda mungkin juga menyukai