Anda di halaman 1dari 92

DIKTAT TERJEMAHAN

KOMPOS DAN PENGOMPOSAN

EDITOR:

MAKSUDI, Ph.D.

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2019
KATA PENGANTAR

Atas berkah dan rakhmat Tuhan Yang Maha Esa, diktat pelengkap bahan ajar “Ilmu
Lingkungan Ternak” ini dapat kami persiapkan dalam bentuk print out dan soft copy atau file
yang dapat dikopi oleh mahasiswa atau yang lainnya di lingkungan Fakultas Peternakan Unja.
Tidak lupa, mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, terutama kepada mahasiswa yang
selalu menginspirasi untuk terwujudnya diktat ini.

Diktat terjemahan ini terutama diperuntukan bagi mahasiswa yang mengambil mata kuliah
“Ilmu Lingkungan Ternak” sebagai bahan pelengkap materi utama, sehingga diharapkan
dapat mempermudah/membantu pemahaman materi yang disajikan. Diktat ini dipersiapkan
untuk tidak dikomersialkan oleh siapapun, sehingga bagi yang membutuhkan dapat
mengkopi, tetapi dilarang memperbanyak dalam bentuk apapun dengan tujuan untuk mencari
keuntungan. Diktat ini dipersiapkan terutama memuat materi yang sesungguhnya berkembang
secara dinamis, sehingga tidak menutup kemungkinan untuk menambah sesuai dengan
perkembangan yang ada.

Akhirnya, mohon maaf atas semua kesalahan dan kekurangan kepada semua pihak dalam
mewujudkan diktat ini, dan sekaligus memohan saran dan kritik untuk perbaikan bersama ke
depan.

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………… i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. ii

PENDAHULUAN ………………………………………………………………. 1

Cornel Composting ……………………………………………………………… 4

The Art and Science of Composting …………………………………………… 53

Beneficial and Effective Microorganisms for a Sustainable Agriculture and


Environment ……………………………………………………………………. 64

Experiment pada Kompos ……………………………….…………………….. 72

LAMPIRAN: Nitrogen Basics – The Nitrogen Cycle .........................………. 86

ii
Pendahuluan
Materi yang ada di diktat ini merupakan hasil terjemahan dari beberapa buku dan artikel
ilmiah yang terkait dengan bahasan kompos dan pengomposan. Sebagai editor dari diktat ini,
penulis hanya berperan terutama mengedit dari sisi bahasa yang terkadang dari terjemahan
asli memberikan arti yang kurang tepat, atau bahkan sering tidak bisa dimengerti. Untuk itu
dengan kerendahan hati dan keterbatasan dari pengetahuan tentang kompos dan
pengomposan, mohon maaf kepada pembaca yang lebih pakar, apabila ditemukan segala
kekurangannya atau kesalahan dari yang disajikan.

Penulisan diktat terjemahan ini dimaksudkan untuk memberian gambaran original dari
berbagai sumber, sehingga penulis tidak terkesan menggurui atau merasa lebih apabila terjadi
perbedaan di antara kita atau pembaca pada umumnya tentang kompos dan pengomposan.
Jadi sekali lagi perlu ditekankan di sini bahwa perbedaan yang sering terjadi diharapkan bisa
saling melengkapi atau bahkan untuk bahan koreksi di antara kita terutama yang memang
bukan seorang pakar, tentunya dengan acuan atau sumber yang bisa dipertanggung jawabkan.
Dan yang lebih penting lagi, diktat terjemahan ini pada akhirnya akan menghasilkan
pemahaman yang lebih luas lagi, sehingga perbedaan-perbedaan yang sifatnya sangat
mendasar bisa dihindari. Akhirnya, jumlah sumber referensi yang sebetulnya sangat banyak
jumlahnya, terutama yang telah didokumentasikan dalam bentuk buku, hanya dapat diambil
atau disajikan beberapa saja diantaranya, seperti diuraiakan secara singkat di bawah ini.

Diktat terjemahan ini terdiri dari empat (4) sumber referensi/buku utama. Pertama adalah:
Cornell Composting (Science and Engineering), dengan pokok bahasan seperti yang tertera
dalam daftar isinya. Intinya, dari semua pokok bahasan tersebut kita akan dipandu yang
apabila diungkapakan ke dalam bentuk kalimat tanya akan dapat menjawab pertanyaan
tentang: Apa itu kompos ?, Bagaimana mempersiapkan dan proses pengomposan
berlangsung?, dan Bagaimana percobaan atau penelitian dan peluangnya yang dapat
dilakukan pada kompos dan pengomposan ?. Di sini semua aspek fisik, biologi/mikrobiologi
dan kimia kompos dan pengomposan dibahas secara komprehensip untuk menjawab
pertanyaan berbagai persoalan kompos secara umum.

Buku ke-dua adalah: The Art and Science of Composting (A resource for farmers and
compost producers), dengan pokok bahasan seperti yang tertera dalam daftar isinya. Hanya
saja, tidak semua pokok bahasannya diterjemahkan dan dicantumkan dalam diktat ini,
tentunya dengan beberapa pertimbangan, seperti untuk menghindari pengulangan/tumpang
tindih dengan sumber referensi pertama, dan beberapa kondisi tidak sesuai dengan kondisi
1
Indonesia. Intinya, isi dari buku referensi kedua adalah untuk melengkapi atau bahkan hanya
untuk menekankan kembali bahasan-bahasan dalam buku referensi pertama.

Buku ke-tiga adalah: Beneficial and Effective Microorganisms for a Sustainable


Agriculture and Environment. Buku ini menjadi sangat baik dan penting karena adanya
pemahaman yang kurang selaras/bertentangan tentang EM dan konsepnya dari penemunya,
sehingga penerapannya, terutama dalam praktek penggunaannya banyak yang justru
menimbulkan tanda tanya besar, bukan sebaliknya. Di sini diuraikan secara gamblang semua
terkait dengan EM. Mulai dari hal yang paling mendasar tentang EM, seperti jenis dan jumlah
EM yang terdapat dalam pelarutnya, komposisi larutan sebagai medium hidupnya, dan yang
paling perlu diperhatikan adalah dalam aplikasi penggunaannya. Dalam aplikasi
penggunaannya ternyata sangat luas, tetapi semuanya itu didasari pada sifat atau karekter dari
EM itu sendiri, dan semua dibahas di bagian ini.

Referensi ke-empat adalah: Experimen pada Kompos: Porositas/porosity, Kapasitas/daya


tampung air/water holding capacitys, Kandungan bahan organik/ organic matter, dan
Kapasitas penyangga/buffer apacity Kompos. Referensi ini merupakan uji/experimen untuk
mengetahui sifat-sifat fisik kompos, walaupun pada referensi sebelumnya juga telah menjadi
bahasan. Pada bagian bab dari referensi ini kiranya dapat dijadikan petunjuk praktikum atau
penelitian dalam menentukan sifat fisik kompos atau tanah pada umumnya. Jadi sifat fisik
tanah tidak hanya cukup ditentukan denga penilaian yang sifatnya subjektif, seperti bau,
warna, dan sebagainya, tetapi sifat fisik juga dapat dinilai/diukur secara objective, dengan
penilaian yang terukur secara kuantitatif menjadi lebih penting.

Diharapkan, setelah mempelajari/mengkaji, dan bahkan mungkin telah mengaplikasikan dan


mendiskusikan dengan semua pemangku kepentingan/steak holder, pertanyaan-pertanyaan
atau kontroversi yang sering terjadi dapat diberikan jawabannya atau jalan keluarnya dengan
mengacu di antaranya dengan empat buku referensi tersebut di atas. Contoh pertanyaan yang
sering muncul adalah: Apakah perlu adanya penjemuran diantara bahan atau campuran bahan
kompos untuk mencapai kandungan kadar air tertentu, atau bahkan penjemuran kompos yang
konon katanya telah jadi/matang ?. Mudahan, setelah mempelajari di bagian pertama pada
sub-bab Getting the Rigth Mix, kemudian diperkuat dengan pemahaman pada Lampiran
(Siklus N), persoalan ini akan terjawab.

Contoh, pertanyaan yang sangat mendasar lainnya adalah: Mengapa C/N rasio dalam
campuran bahan pembuatan kompos diharuskan dalam rentang 25 – 35/1 ? Penjelasan
jawabannya dapat diperoleh dari: Biddlestone, A.J., K.R. Grey and C.A. Day. 1987.
2
Environmental Biotechnology. Ed. C.F. Forster and D.A.J. Wase, Ellis Horwood, Chichester,
P. 136. Mereka menyatakan bahwa struktur sel protoplasma mikroba terdiri dari 50% C + 5%
N + 0,25-1%P. Dengan kata lain, mikroba yang merupakan komponen utama yang bekerja
menguraikan campuran bahan organik kompos mempunyai rasio C/N = 50/5 atau 10/1. Untuk
berkembang, sel baru membutuhkan energi untuk proses sintesis dan maintenan sebanyak 2
atom C untuk setiap atom C yang terbentuk, sehingga untuk menghasilkan 10 atom C
dibutuhkan 20 atom C. Jadi total atom C yang dibutuhkan adalah 30, atau C/N rasio dari
bahan yang harus disediakan adalah 30/1, sehingga kisaran rasio C/N 25 sampai 35/1 adalah
nilai yang sangat realistis dalam bahan campuran pembuatan kompos. Di luar batas kisaran
tersebut, misalnya C/N di bawah kisaran tersebut N hilang dalam bentuk NH3 (amonia) dan N
juga teroksidasi menghasilkan nitrat (NO3 ), selanjutnya akan membentuk asam (HNO3).
Sebaliknya apabila rasio C/N di atas kisaran tersebut proses pengomposan berjalan lama. Dari
diskusi ini dapat dikatakan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk proses pembuatan kompos
adalah tergantung dari campuran bahan yang digunakan dan banyak faktor lainnya, tentunya.

Kemudian pertanyaan lain yang sering juga muncul adalah: Apakah urgensinya penambahan
EM dalam pembuatan kompos atau pupuk organik pada umumnya ? Untuk menjawab, di sini
memang kita dituntut untuk bisa secara cermat mempelajari semua aspek tentang EM dari
referensi aslinya (Bagian ke-tiga: Effective microorganisms) yang secara komprehensif
menjelaskannya. Semoga dari contoh pertanyaan dan jawabannya, seperti di atas, dan
tentunya masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lainnya, berbagai macam kasus tentang
kompos dan pengomposan, akan bisa dijawab. Perlu penegasan di sini, bahwa sumber
referensi yang bisa digunakan masih banyak sekali, disamping dari hanya beberapa referensi
yang bisa disajikan di sini.

Khusus untuk sklus N, mengapa dimasukkan dalam bahasan in? Unsur N dalam kompos dan
pengomposan berperan sangat penting dan dominan. Hampir semua tahapan reaksinya kalau
tidak seluruhnya (dari fiksasi sampai leaching), terdapat dalam kompos dan pengomposan.
Sebagai contoh pembahasan di Lampiran disebutkan bahwa kotoran/limbah /feses
mengandung N dalam dua bentuk utama: amonium dan organik N. Dalam umur satu hari,
65% dari N dalam bentuk ion amonium masih bisa dipertahankan tetapi setelah umur 5 hari,
N dalam bentuk amonium akan hilang melalui penguapan. Semoga dengan memahami siklus
N, pemahaman tentang kompos dan pengomposan akan semakin baik.

3
Cornell Waste Management Institute ©1996
Cornell University
Ithaca, NY 14853-5601
607-255-1187
cwmi@cornell.edu

The Science and Engineering of Composting

A Note to Casual Composters


Background Information
Getting the Right Mix
Composting Experiments
Compost Engineering Fundamentals

Background Information:

• Invertebrates
• Microbes
• Chemistry
• Physics
Getting the Right Mix:

• Introduction
• Moisture Content
• C/N Ratio
o Bioavailability of Carbon & Nitrogen
▪ Use of fertilizer nitrogen to balance C/N ratio
▪ Lignin effects on bioavailability

4
▪ Lignin Table
▪ Effect of particle size on bioavailability
o Estimating carbon content
• Simultaneous Solution of Moisture & C/N Equations
• Download Excel Spreadsheets with compost mixture calculations for up to four
ingredients (Mac and PC)
Composting Experiments:

• Ideas for Student Research Projects


• Monitoring the Compost Process
o Moisture
o Temperature
o pH
o Odor
o Invertebrates
o Microbes
Compost Engineering Fundamentals:

• Composting Process Analysis:


o Calculating VS and moisture losses
o Oxygen transport
▪ Oxygen diffusion
▪ Calculating the oxygen diffusion coefficient in air
▪ Calculating the oxygen diffusion coefficient in water
▪ Capillary theory and matric potential
• Odor Management
o Ammonia odors
o Factors leading to anaerobic conditions
▪ Excess moisture
▪ Inadequate porosity
▪ Rapidly degrading substrate
▪ Excessive pile size
o Odor treatment - Biofiltration
• Water Quality Protection

5
Catatan untuk Komposer
Pengomposan dapat dikerjarkan di berbagai tingkatan, dari tukang kebun yang suka
menghasilkan "emas hitam/kompos", sampai pada operator di fasilitas pengomposan
komersial yang luasnya multi-acre. Tukang kebun yang membuat kompos dari bahan kompos
di perkebunan dan sisa makanan, mereka dapat mengikuti beberapa aturan praktis/sederhana
dan tidak perlu khawatir tentang formula kompleks, dengan persamaan kimianya, atau studi
mikroorganismenya. Namun, ada pertimbangan penting untuk operasi pengomposan kota dan
komersial karena pertimbangan untuk memastikan bahwa pengomposan berlangsung dengan
cepat, tidak menyebabkan masalah bau atau hama, dan mencapai suhu yang cukup tinggi
untuk membunuh patogen.

Beberapa topik di bagian ini mungkin terlalu teknis untuk relevan dengan komposer biasa. Di
sisi lain, anda mungkin, misalnya, perlu belajar lebih banyak tentang keterlibatan invertebrata
atau mikroorganisme yang membuat kompos, dan anda mungkin ingin tahu tentang kurva
suhu yang dihasilkan oleh kompos saat melewati siklus pemanasan dan pendinginannya. Atau
anda mungkin ingin mempelajari cara mengukur pH atau kadar air kompos Anda. Anda
bahkan mungkin ingin mencoba menghitung proporsi yang diinginkan untuk bahan yang
ingin Anda kompos.

Kami mengundang anda untuk menjelajahi halaman-halaman pembahasan berikut ke tingkat


yang lebih detail/rinci bahwa kompos adalah topik yang kaya untuk penelitian dan penemuan
ilmiah serta metode praktis mendaur ulang bahan organik dan mengurangi limbah padat.

Invertebrata dari Tumpukan Kompos

Dalam sistem pengomposan dengan skala kecil, seperti tumpukan kompos halaman belakang,
invertebrata tanah berkontribusi pada proses dekomposisi. Bersama dengan bakteri, jamur,
dan mikroba lainnya, organisme ini membentuk jaring makanan kompleks atau piramida
energi dengan konsumen tingkat primer, sekunder, dan tersier. Basis piramida, atau sumber
energi, terdiri dari bahan organik termasuk residu tanaman dan hewan.

Konsumen Tersier
(organisme yang memakan konsumen sekunder)
kelabang, tungau predator, kumbang kelana, semut, kumbang kumbang
Konsumen Sekunder
(organisme yang memakan konsumen utama)

6
springtails, beberapa jenis tungau, kumbang bersayap bulu nematoda, protozoa, rotifera,
cacing pipih tanah

Konsumen Utama
(organisme yang memakan residu organik)
bakteri, jamur, actinomycetes, nematoda, beberapa jenis tungau, siput, siput,
cacing tanah, kaki seribu, sowbugs, cacing putih

Residu organik
daun, potongan rumput, puing-puing tanaman lainnya, sisa makanan,
materi tinja dan tubuh hewan termasuk invertebrata tanah

Seperti yang dapat anda lihat di piramida tersebut, residu organik seperti daun atau bahan
tanaman lainnya dimakan oleh beberapa jenis invertebrata seperti kaki seribu, kumbang
serangga, siput dan siput. Invertebrata ini menghancurkan bahan tanaman, menciptakan lebih
banyak area permukaan untuk beraksi oleh jamur, bakteri, dan actinomycetes (sekelompok
organisme perantara antara bakteri dan jamur sejati), yang pada gilirannya dimakan oleh
organisme seperti tungau dan springtail.

Banyak jenis cacing, termasuk cacing tanah, nematoda, cacing merah dan cacing pot
memakan vegetasi dan mikroba yang membusuk dan mengeluarkan senyawa organik yang
memperkaya kompos. Terowongan/lubang mereka menganginkan kompos, dan makanan
mereka menambah luas permukaan bahan organik untuk ditindak lanjuti oleh mikroba.
Karena setiap dekomposer yang mati, akan menyediakan lebih banyak makanan untuk
dekomposer lainnya.

Nematoda: Cacing mikroskopis kecil, silindris, sering transparan ini adalah yang paling
melimpah pengurai fisiknya - beberapa kompos pembusukan berisi beberapa
juta. Diperkirakan satu apel busuk mengandung 90.000. Di bawah lensa
pembesar mereka menyerupai rambut manusia yang halus.

Beberapa spesies mengais vegetasi yang membusuk, beberapa memakan


bakteri, jamur, protozoa dan nematoda lainnya, dan beberapa menghisap sari
akar tanaman, terutama sayuran akar.

7
Tungau (Mite): Tungau adalah invertebrata kedua yang paling umum ditemukan di kompos.
Mereka memiliki delapan pelengkap disambung seperti kaki. Beberapa dapat dilihat dengan
mata telanjang dan yang lainnya mikroskopis. Beberapa dapat terlihat menumpang di
belakang invertebrata lain yang bergerak lebih cepat seperti sowbugs, kaki seribu dan
kumbang. Beberapa mengais dedaunan, kayu busuk, dan puing organik lainnya. Beberapa
spesies memakan jamur, namun yang lain adalah pemangsa dan memakan nematoda, telur,
larva serangga, dan tungau serta pegas ekor lainnya. Beberapa di antaranya hidup bebas dan
bersifat parasit. Salah satu tungau kompos yang sangat umum adalah berbentuk bulat, dengan
bulu-bulu berbulu di punggungnya dan berwarna oranye merah.

Springtail: Springtail sangat banyak di kompos. Mereka adalah serangga bersayap yang
sangat kecil dan dapat dibedakan dengan kemampuan mereka untuk
melompat ketika diganggu. Mereka berlari di dalam dan di sekitar partikel
dalam kompos dan memiliki struktur kecil seperti pegas di bawah perut yang
melontarkannya ke udara ketika tangkapan pegas dipicu. Mereka mengunyah
tanaman, serbuk sari, biji-bijian, dan jamur yang terurai. Mereka juga
memakan nematoda dan kotoran artropoda lain dan kemudian dengan cermat membersihkan
diri setelah makan.

Cacing Tanah: Cacing tanah melakukan bagian terbesar dari pekerjaan dekomposisi di antara
organisme kompos yang lebih besar. Mereka terus menerus menggali dan memakan tanaman
yang mati dan serangga yang membusuk pada siang hari. Terowongan mereka menganginkan
kompos dan memungkinkan air, nutrisi, dan oksigen untuk disaring. "Ketika tanah atau bahan
organik dilewatkan melalui sistem pencernaan cacing tanah, ia dipecah dan dinetralkan oleh
sekresi kalsium karbonat dari kelenjar kalsium di dekat tenggorok cacing. Sekali di dalam
tembolok, bahan halus digiling sebelum pencernaan. Jus usus pencernaan kaya akan
pencernaan dalam hormon, enzim, dan zat-zat fermentasi lainnya melanjutkan proses
penguraian.Hal tersebut keluar dari tubuh cacing dalam bentuk gips, yang merupakan kualitas
terkaya dan terbaik dari semua bahan humus.Gips segar sangat tinggi dalam bakteri, bahan
organik , dan nitrogen, kalsium, magnesium, fosfor, dan kalium yang tersedia selain tanah itu
sendiri. " (Rodale)

Siput dan siput /Slugs and snails: Siput dan siput umumnya memakan
bahan tanaman hidup tetapi akan menyerang sampah segar dan puing-puing
tanaman dan karenanya akan muncul di tumpukan kompos.

8
Lipan/Centipedes: Lipan adalah predator yang bergerak cepat yang
sebagian besar berada di beberapa inci teratas tumpukan kompos. Mereka
memiliki cakar yang tangguh di belakang kepala mereka yang memiliki
kelenjar racun yang melumpuhkan cacing merah kecil, larva serangga, cacing
tanah yang baru menetas, dan arthropoda - terutama serangga dan laba-laba. Untuk melihat
film QuickTime tentang kelabang, klik pada gambar ini

Kaki seribu/Millipedes: Mereka lebih lambat dan lebih silindris daripada lipan dan memiliki
dua pasang pelengkap pada setiap segmen tubuh. Mereka memberi makan terutama pada
jaringan tanaman yang membusuk tetapi akan memakan bangkai serangga dan kotoran.

Sow Bugs: Sow Bugs adalah krustasea bertubuh gemuk dengan insang
seperti piring halus di sepanjang permukaan bawah perut mereka yang harus
dijaga tetap lembab. Mereka bergerak perlahan merumput di vegetasi yang
membusuk.

Kumbang/Beetles: Kumbang yang paling umum dalam kompos adalah kumbang kelana,
kumbang darat, dan kumbang bersayap bulu. Kumbang bersayap bulu
memakan spora jamur, sedangkan kumbang darat dan kumbang yang lebih
besar memangsa serangga lain, siput, siput, dan binatang kecil lainnya.

Semut: Semut memakan aphid madu-embun, jamur, biji-bijian, permen, sisa-


sisa serangga lain, dan kadang-kadang semut lainnya. Kompos menyediakan beberapa
makanan ini dan juga menyediakan tempat berlindung bagi sarang dan bukit. Semut dapat
memanfaatkan tumpukan kompos dengan memindahkan mineral terutama fosfor dan kalium
dengan membawa jamur dan organisme lain ke dalam sarangnya.

Lalat: Selama tahap awal proses pengomposan, lalat menyediakan transportasi udara yang
ideal untuk bakteri dalam perjalanan ke tumpukan. Lalat menghabiskan fase larva mereka
dalam kompos sebagai belatung, yang tidak dapat bertahan hidup pada suhu termofilik. Orang
dewasa memakan tumbuhan organik.

Laba-laba: Laba-laba memakan serangga dan invertebrata kecil lainnya.

Pseudoscorpions/ Kalajengking: Pseudoscorpions adalah predator yang menangkap korban


dengan cakar depan mereka yang terlihat, kemudian menyuntikkan racun dari kelenjar yang
terletak di ujung cakar. Mangsa termasuk cacing nematoda menit, tungau, larva, dan cacing
tanah kecil.

9
Earwigs/Undur-undur: Earwigs adalah predator besar, mudah dilihat dengan mata telanjang.
Mereka bergerak dengan cepat. Beberapa adalah predator. Lainnya memberi makan terutama
pada vegetasi yang membusuk.

Pengamatan Invertebrata Kompos


Oleh: Elaina Olynciw

Latar Belakang

Dalam tumpukan kompos luar ruangan, berbagai invertebrata mengambil bagian dalam
dekomposisi bahan organik. Coba pantau kehidupan invertebrata di tumpukan selama proses
kompos. Berapa lama sebelum Anda menemukan invertebrata pertama? Apa yang terjadi
pada mereka ketika tumpukan memanas? Apakah Anda menemukan organisme yang berbeda
di kemudian hari, setelah tumpukan mendingin? Dalam pengomposan wadah dalam ruangan
Anda mungkin menemukan lebih sedikit (atau tidak ada) invertebrata, dan penguraiannya
hanya dapat dilakukan oleh mikroba.

Materi

• baki atau wajan berwarna muda/cerah


• pinset, sendok, atau penekan lidah

Prosedur

Salah satu metode pengumpulan invertebrata adalah mengambil sampel kompos dari berbagai
lokasi di tumpukan. Beberapa organisme seperti lipan dan sowbug akan lebih mungkin
ditemukan di dekat permukaan. Orang lain akan ditemukan lebih dalam di heap. Sebarkan
setiap sampel kompos dalam baki atau panci besar, lebih disukai berwarna terang untuk
kontras maksimum. Siswa harus menggunakan penekan lidah kayu, sendok plastik, atau
instrumen lain yang tidak akan menyakiti organisme, untuk memilah-milah kompos. Senter
dan lensa pembesar dapat digunakan untuk meningkatkan pengamatan. Organisme yang lebih
besar, seperti cacing, kelabang, kelabang, sowbug, earwigs, laba-laba, semut, kumbang, siput,
siput, siput, beberapa tungau, dll, dapat diamati dengan mata telanjang. Untuk melihat lebih
dekat, tempatkan sampel kompos di cawan petri atau tonton gelas dan amati di bawah
mikroskop bedah.

Metode alternatif untuk memisahkan arthropoda kecil dalam kompos adalah dengan
menggunakan "corong Berlese". Metode ini akan memberikan konsentrasi arthropoda yang
lebih tinggi untuk dilihat. Tempatkan corong dengan diameter atas 10-30 cm di dudukan

10
cincin. Pasang lingkaran 10 mm wire mesh (kain perangkat keras) atau layar jendela 8 cm di
bawah corong. Tepat di bawah corong, letakkan botol untuk mengumpulkan spesimen.
Posisikan sumber cahaya (25 watt) 2,0 - 2,5 cm di atas corong, atau tempatkan alat
pengumpul di lokasi yang cerah. Cahaya dan panas mendorong organisme kompos fototoksik
negatif ke bawah melalui corong dan ke dalam wadah pengumpul. Jika Anda menggunakan
sumber cahaya yang terlalu kuat, organisme akan mengering dan mati sebelum membuatnya
melalui corong.

Tempatkan kompos di corong dan kemudian sebagian mengisi botol dengan air jika Anda
ingin mengamati organisme hidup. Amati organisme sekitar 2 hingga 4 hari kemudian.
Mereka akan tetap hidup dan mengapung di atas air. Anda dapat menempatkannya di cawan
petri atau menonton kaca dan mengamati mereka di bawah mikroskop bedah atau dengan
kaca pembesar. Anda harus menemukan arthropoda kecil, termasuk berbagai jenis tungau,
beberapa larva serangga, springtails, kaki seribu kecil, semut, dll.

Organisme dapat diangkat dengan kuas cat dan dipelihara di ruang kecil plester paris
(dicampur dengan arang bubuk untuk membantu pengamatan). Substrat ini harus dijaga agar
selalu lembab agar arthropoda tetap hidup. Menambahkan ragi bir ke substrat menyediakan
pasokan makanan bagi banyak spesies.

Campuran etanol 90% persen dan gliserol 10% dapat digunakan untuk mengumpulkan
arthropoda jika diperlukan organisme yang diawetkan untuk studi kuantitatif. Kisi kotak
1.0cm dapat diatur pada cawan petri untuk dihitung. Penghapusan organisme dapat dilakukan
dengan jarum jahit miring yang telah diratakan. Ujung runcing dapat tertanam dalam gabus
atau pasak kayu atau batang korek api. Pipet yang tipis dan berlepotan juga dapat digunakan
dan dibilas dengan alkohol jika organisme macet.

Compost Microorganisms
Oleh: Nancy Trautmann and Elaina Olynciw

Tahapan Pengomposan

Dalam proses pengomposan, mikroorganisme memecah bahan organik dan menghasilkan


karbon dioksida, air, panas, dan humus, produk akhir organik yang relatif stabil. Dalam
kondisi optimal, pengomposan berlangsung melalui tiga fase: 1) fase mesofilik, atau suhu
sedang, yang berlangsung selama beberapa hari, 2) fase termofilik, atau suhu tinggi, yang

11
dapat berlangsung dari beberapa hari hingga beberapa bulan. , dan akhirnya, 3) fase
pendinginan dan pematangan beberapa bulan.

Komunitas mikroorganisme yang berbeda mendominasi selama berbagai fase pengomposan.


Dekomposisi awal dilakukan oleh mikroorganisme mesofilik, yang dengan cepat memecah
senyawa yang mudah larut dan mudah terurai. Panas yang mereka hasilkan menyebabkan
suhu kompos naik dengan cepat.

Ketika suhu naik di atas sekitar 40 ° C, mikroorganisme mesofilik menjadi kurang kompetitif
dan digantikan oleh yang lain yang termofilik, atau menyukai panas. Pada suhu 55 ° C ke
atas, banyak mikroorganisme yang merupakan patogen manusia atau tanaman dihancurkan.
Karena suhu di atas 65 ° C membunuh banyak bentuk mikroba dan membatasi laju
dekomposisi, pengelola kompos menggunakan aerasi dan pencampuran untuk menjaga suhu
di bawah titik ini.

Selama fase termofilik, suhu tinggi mempercepat pemecahan protein, lemak, dan koboi
kompleks seperti selulosa dan hemiselulosa, molekul struktural utama pada tanaman. Ketika
pasokan senyawa berenergi tinggi ini menjadi habis, suhu kompos berangsur-angsur
berkurang dan mikroorganisme mesofilik sekali lagi mengambil alih untuk fase terakhir
"penyembuhan" atau pematangan bahan organik yang tersisa.

Bakteri

Bakteri adalah organisme hidup terkecil dan paling banyak di kompos; mereka membentuk 80
hingga 90% dari milyaran mikroorganisme yang biasanya ditemukan dalam satu gram
kompos. Bakteri bertanggung jawab atas sebagian besar pembusukan dan pembentukan panas
dalam kompos. Mereka adalah kelompok organisme kompos yang paling beragam nutrisi,
menggunakan berbagai enzim untuk memecah berbagai bahan organik secara kimia.

12
Bakteri bersel tunggal dan terstruktur sebagai basil berbentuk batang, cocci berbentuk bola
atau spirilla berbentuk spiral. Banyak yang motil, artinya mereka memiliki kemampuan untuk
bergerak di bawah kekuatan mereka sendiri. Pada awal proses pengomposan (0-40 ° C),
bakteri mesofilik mendominasi. Sebagian besar dari ini adalah bentuk yang juga dapat
ditemukan di tanah lapisan atas.

Saat kompos memanas di atas 40 ° C, bakteri termofilik mengambil alih. Populasi mikroba
selama fase ini didominasi oleh anggota genus Bacillus. Keragaman spesies basil cukup tinggi
pada suhu 50-55 ° C tetapi menurun secara dramatis pada 60 ° C atau lebih. Ketika kondisi
menjadi tidak menguntungkan, basil bertahan hidup dengan membentuk endospora, spora
berdinding tebal yang sangat tahan terhadap panas, dingin, kekeringan, atau kekurangan
makanan. Mereka ada di mana-mana di alam dan menjadi aktif setiap kali kondisi lingkungan
mendukung.

Pada suhu kompos tertinggi, bakteri dari genus Thermus telah diisolasi. Komposer terkadang
bertanya-tanya bagaimana mikroorganisme berevolusi di alam yang dapat menahan suhu
tinggi yang ditemukan dalam kompos aktif. Bakteri Thermus pertama kali ditemukan di
sumber air panas di Taman Nasional Yellowstone dan mungkin telah berevolusi di sana.
Tempat-tempat lain di mana kondisi termofilik ada di alam termasuk ventilasi termal laut
dalam, kotoran kotoran, dan akumulasi vegetasi yang membusuk yang memiliki kondisi yang
tepat untuk memanaskan seperti pada tumpukan kompos.

Setelah kompos mendingin, bakteri mesofilik kembali mendominasi. Jumlah dan jenis
mikroba mesofilik yang merekolonisasi kompos saat matang tergantung pada spora dan
organisme apa yang ada dalam kompos serta di lingkungan terdekat. Secara umum, semakin
lama fase curing atau maturasi, semakin beragam komunitas mikroba yang didukungnya.

Actinomycetes

Bau tanah yang khas dari tanah disebabkan oleh actinomycetes, organisme yang menyerupai
jamur tetapi sebenarnya adalah bakteri berfilamen. Seperti bakteri lain, mereka tidak memiliki
nuklei, tetapi mereka menumbuhkan filamen multisel seperti jamur. Dalam pengomposan
mereka memainkan peran penting dalam mendegradasi organik kompleks seperti selulosa,
lignin, kitin, dan protein. Enzim mereka memungkinkan mereka untuk secara kimia
menghancurkan puing-puing yang keras seperti batang kayu, kulit kayu, atau koran. Beberapa
spesies muncul selama fase termofilik, dan yang lain menjadi penting selama fase
penyembuhan dingin, ketika hanya senyawa yang paling resisten tetap dalam tahap terakhir
pembentukan humus.
13
Actinomycetes membentuk filamen bercabang panjang seperti benang yang terlihat seperti
jaring laba-laba kelabu yang membentang menembus kompos. Filamen ini paling sering
terlihat menjelang akhir proses pengomposan, di luar 10 hingga 15 sentimeter tumpukan.
Terkadang mereka muncul sebagai koloni sirkuler yang perlahan-lahan membesar.

Jamur

Jamur termasuk jamur dan ragi, dan secara kolektif mereka bertanggung jawab atas
penguraian banyak polimer tanaman kompleks di tanah dan kompos. Dalam kompos, jamur
penting karena mereka menghancurkan puing-puing yang keras, memungkinkan bakteri untuk
melanjutkan proses penguraian setelah sebagian besar selulosa telah habis. Mereka menyebar
dan tumbuh dengan kuat dengan memproduksi banyak sel dan filamen, dan mereka dapat
menyerang residu organik yang terlalu kering, asam, atau rendah nitrogen untuk dekomposisi
bakteri.

Kebanyakan jamur diklasifikasikan sebagai saprofit karena mereka hidup dengan bahan mati
atau sekarat dan mendapatkan energi dengan memecah bahan organik pada tumbuhan dan
hewan yang mati. Spesies jamur banyak selama fase kompos mesofilik dan termofilik.
Kebanyakan jamur hidup di lapisan luar kompos ketika suhu tinggi. Cetakan kompos adalah
aerobik ketat yang tumbuh baik sebagai filamen yang tidak terlihat maupun sebagai koloni
putih atau abu-abu pada permukaan kompos.

Protozoa

Protozoa adalah hewan mikroskopis bersel satu. Mereka ditemukan di tetesan air dalam
kompos tetapi memainkan peran yang relatif kecil dalam penguraian. Protozoa memperoleh
makanan mereka dari bahan organik dengan cara yang sama seperti bakteri tetapi juga
bertindak sebagai konsumen sekunder yang menelan bakteri dan jamur.

Rotifera

Rotifer adalah organisme multiseluler mikroskopis yang juga ditemukan dalam film air dalam
kompos. Mereka memakan bahan organik dan juga menelan bakteri dan jamur.

Mengamati Mikroorganisme Kompos

Amati komunitas mikroba di kompos Anda selama beberapa minggu atau bulan saat kompos
memanas dan kemudian kembali ke suhu sekitar. Dapatkah Anda mengidentifikasi perbedaan
dalam komunitas mikroba pada berbagai tahap proses pengomposan?

Materi
14
• mikroskop
• .85% NaCl (garam fisiologis)
• pewarnaan metilen biru (Siapkan pewarna dengan menambahkan 1,6 g metilen biru klorida
ke 100 ml etanol 95%, kemudian campur 30 ml larutan ini dengan 100 ml larutan KOH berair
0,01%)

Prosedur

1. Buat tunggangan basah dengan meletakkan setetes air atau larutan fisiologis pada slide
mikroskop dan memindahkan sejumlah kecil kompos ke tetesan. Pastikan untuk tidak
menambahkan kompos terlalu banyak atau Anda tidak akan memiliki cukup cahaya untuk
mengamati organisme.

2. Aduk kompos ke dalam air atau garam (persiapan harus berair) dan oleskan selembar
penutup.

3. Amati di bawah daya rendah dan tinggi. Anda harus dapat menemukan banyak nematoda
(mereka harus sangat goyah), cacing pipih, rotifera (perhatikan gerakan putar silia di ujung
anterior rotifer dan gerakan berkontraksi tubuh), tungau, pegas, dan protozoa yang bergerak
cepat. . Potongan jamur miselia dapat dilihat, tetapi mungkin sulit dikenali. Bakteri dapat
dilihat sebagai partikel yang sangat kecil dan bundar, yang tampaknya bergetar di latar
belakang.

4. Jika Anda ingin mengamati bakteri secara langsung, Anda dapat menyiapkan slide bernoda
dan mengamati slide menggunakan lensa perendaman oli 100X. Untuk membuat slide yang
bernoda, campurkan sedikit kompos dengan setetes garam fisiologis pada slide. Sebarkan
dengan tusuk gigi. Biarkan campuran udara mengering sampai Anda melihat film kering putih
pada slide. Selanjutnya perbaiki bakteri ke slide dengan melewati slide melalui api panas
beberapa kali. Noda slide menggunakan pewarna metilen biru. Banjir slide dengan noda biru
metilen selama satu menit dan kemudian bilas dengan air suling dan keringkan dengan lembut
menggunakan kertas blotting atau filter.

5. Jamur dan aktinomiset mungkin sulit dikenali dengan teknik di atas karena seluruh
organisme (termasuk miselium, badan reproduksi, dan sel) mungkin tidak akan tetap bersama.
Jamur dan actinomycetes akan paling baik diamati jika Anda dapat menemukan pertumbuhan
jamur pada permukaan tumpukan kompos. Pertumbuhannya terlihat kabur, tepung, atau
seperti sarang laba-laba. Angkat beberapa kompos dengan sampel di atas, dan persiapkan
slide dengan penutup untuk dilihat di bawah mikroskop. Anda harus dapat melihat jamur di

15
bawah 100X dan 400X. Actinomycetes dapat difiksasi dengan panas dan pewarnaan gram
untuk dilihat dalam rendaman minyak pada 1000X.

6. Untuk memisahkan nematoda, rotifera, dan protozoa, diperlukan kolom air terus-menerus
dari kompos ke vial pengumpulan, dan adaptasi berikut dari metode di atas harus digunakan:
Kompos dimasukkan ke dalam gelas dengan layar direntangkan. di bagian atas dan ditempel
di tempatnya. Gelas tersebut kemudian diubah menjadi corong. Pipa plastik ditempatkan di
ujung batang corong dan penjepit sekrup ditempatkan beberapa inci di bawah ujung batang
corong pada pipa pastic.

Pipa plastik harus mengarah ke botol koleksi atau gelas kecil. Penjepit ditutup dan air
dituangkan ke dalam corong sampai gelasnya diisi sekitar 1/2. Setelah beberapa hari, klem
dibuka sedikit dan perlahan dan organisme yang terkonsentrasi di ujung tabung harus jatuh ke
dalam botol.

Teknik untuk Studi terperinci tentang Mikroorganisme Kompos

Protokol ini ditulis oleh Elaina Olynciw, guru biologi di Sekolah Menengah A. Philip
Randolph, New York City, ketika bekerja di laboratorium Dr. Eric Nelson di Cornell
University sebagai bagian dari Institut Guru Ilmu Lingkungan.

Teknik untuk Studi terperinci tentang Mikroorganisme Kompos

• Mengumpulkan Sampel
• Menghitung Berat Kering
• Budidaya Mikroorganisme
• Mempersiapkan Slide Mikroorganisme

Mengumpulkan Sampel

Mikroorganisme tidak didistribusikan secara merata di seluruh kompos; mereka biasanya


terjadi dalam rumpun atau koloni mulai dari beberapa hingga ribuan sel individu. Populasi
sangat bervariasi tergantung pada jumlah bahan organik yang tidak terdekomposisi dan
lingkungan mikro di lokasi tertentu. Seberapa basah sampel itu, dan apakah mengandung
daerah anaerob atau aerob, juga akan memengaruhi jenis kehidupan mikroba yang ditemukan.
Oleh karena itu, banyak sampel harus diambil untuk menentukan jumlah atau aktivitas
mikroorganisme dalam kompos.

16
Menghitung Berat Kering

Kadar air dari berbagai kompos dapat sangat bervariasi. Ketika membandingkan berapa
banyak aktivitas mikroba dalam satu gram kompos, Anda harus mengizinkan perbedaan
dalam kadar air sehingga Anda dapat secara akurat membandingkan apa yang terjadi dalam
jumlah yang sama dari dua kompos yang berbeda sambil mengabaikan berat air.

Untuk menentukan perbandingan berat basah dan kering kompos, sampel kompos basah
ditimbang dan kemudian dikeringkan selama 24 jam dalam oven 105-110C. Kemudian
ditimbang ulang, dan perbandingan antara berat basah dan kering dihitung.

Saat menggunakan kompos (basah) yang sebenarnya dalam sebuah penelitian, rasio
kelembaban digunakan untuk menghitung berapa banyak kompos yang akan digunakan.
Sebagai contoh:

Jumlah kompos sampah sayuran yang dibutuhkan = 5 g


Berat basah sampel yang telah ditentukan = 4,3 g
Berat kering terukur dari sampel yang sama = 2,8 g
Rasio basah / kering = 1,54
Jumlah aktual kompos yang diperlukan untuk percobaan adalah:
5 g x 1,54 atau 7,7 g (berat basah)

Pembiakan (culturing) Mikroorganisme

Mempersiapkan Slide Mikroorganisme

Protokol-protokol ini ditulis oleh Elaina Olynciw, guru biologi di Sekolah Menengah A.
Philip Randolph, New York City, ketika bekerja di laboratorium Dr. Eric Nelson di Cornell
University sebagai bagian dari Institut Guru Ilmu Lingkungan.

Culturing/pembiakan Mikroorganisme

Prosedur yang digunakan dalam pembiakan micooganisme tergantung pada jenis organisme
yang ingin Anda pelajari.

• Bakteri
• Actinomycetes
• Jamur

17
Pembiakan Bakteri

Untuk membiakkan bakteri, media berikut harus digunakan untuk menyiapkan piring agar:

Media Pertumbuhan: 1/10-strength Trypticase Soy Agar (TSA) Media:

Bahan:
2 g Trypticase Soy Agar
7,5 g Agar Bacto
500 ml air suling

Campur bahan, autoclave selama 20 menit, dan tuangkan ke dalam cawan petri steril.

Pisahkan bakteri menggunakan pengenceran 10-7 dimulai dengan 5 g berat kering kompos
dalam 45 ml buffer 0,6M NaHPO4 / NaH2PO4 0,6 M dengan pH 7,6. (sekitar 4: 1 dibasic:
monobasic). Masukkan pengenceran pertama ini dalam blender selama 40 detik. dengan
kecepatan tinggi.

Lakukan pengenceran serial ke 10-7 dan tambahkan 0,1 ml pengenceran per piring. Inkubasi
pada suhu 28C selama 4 hari.

Hitung koloni sebagai koloni per unit setelah 4 hari. Siapkan slide koloni tertentu pada hari
yang sama.

Pembiakan Actinomycetes

Media Pertumbuhan: 1/50-strength TSAPoly B

Bahan:
0,4 g Agar Kedelai Typticase
10,0 g Agar Bacto
500 ml air suling
10 mg Polymixin B dalam 10 ml 70% Etanol

Campur 3 bahan pertama, autoclave selama 20 menit, dan dinginkan hingga suhu kamar.
Tambahkan antibiotik dan tuangkan ke dalam cawan petri steril.

Pisahkan actinomycetes menggunakan pengenceran 10-7 yang dimulai dengan 5 g berat


kering kompos dalam 45 ml buffer yang diautoklaf. Masukkan pengenceran pertama ini
dalam blender dengan kecepatan tinggi selama 40 detik.

Lakukan pengenceran serial ke 10-7 dan tambahkan 0,1 ml pengenceran akhir ke setiap pelat.

Inkubasi pelat pada suhu 28C selama 14 hari.


18
Ambil hitungan dan sampel koloni aktinomiset setelah 14 hari. Banyak koloni akan terlihat
putih pekat. Namun, beberapa mungkin terlihat kasar dan menghasilkan berbagai pigmen.

Catatan: Jika Anda membandingkan kompos mesofilik dengan kompos termofilik, Anda
harus menyiapkan dua kali lipat jumlah pelat sehingga Anda dapat mengerami piring pada
suhu 28C dan 50C.

Pembiakan Jamur

Media Pertumbuhan: 1/3-strength PDARP

Bahan:
6,5 g Potato Dextrose Agar
5.0 g Agar Bacto
500 ml air suling
15 mg Rifampicin dalam 10 ml Methanol
15 mg Penisilin G dalam 10 ml 70% Etanol

Campur 3 bahan pertama, autoclave selama 20 menit. dan dingin hingga suhu kamar.
Tambahkan antibiotik dan tuangkan ke dalam cawan petri steril.

Piring jamur menggunakan pengenceran 10-4 dimulai dengan 5 g berat kering kompos dalam
45 ml buffer fosfat yang diautoklaf. Masukkan pengenceran pertama ini dalam blender
dengan kecepatan tinggi selama 40 detik.

Lakukan pengenceran serial hingga 10-4 dan tambahkan 0,1 ml pengenceran akhir ke setiap
pelat.

Inkubasi pelat pada suhu 28C selama 3 hari.

Ambil hitungan dan sampel koloni jamur pada 3 hari.

Mempersiapkan Slide Mikroorganisme

Protokol-protokol ini ditulis oleh Elaina Olynciw, guru biologi di Sekolah Menengah A.
Philip Randolph, New York City, ketika bekerja di laboratorium Dr. Eric Nelson di Cornell
University sebagai bagian dari Institut Guru Ilmu Lingkungan.

Mempersiapkan Slide Mikroorganisme


• Bakteri
• Actinomycetes
19
• Jamur
• Pewarnaan Slide

Bakteri

Gunakan teknik steril untuk mempersiapkan slide Anda! Gunakan jarum inokulasi untuk
menambahkan setetes saline ke slide yang bersih. Ambil sampel satu koloni bakteri dan
campur ke dalam larutan garam. Biarkan udara mengering sampai film putih muncul. Perbaiki
panas dengan melewatkan slide melalui nyala beberapa kali.

Actinomycetes

Ikuti prosedur di atas tetapi cobalah untuk mendapatkan sebagian dari koloni pada slide utuh.
Anda bisa mencoba mengangkatnya dengan pisau bedah steril. Akan terlalu ramai untuk
mengamati pada sebagian besar slide, tetapi di tepi koloni Anda akan dapat melihat pola yang
membentuk filamen.

Jamur

Angkat sebagian koloni ke atas slide yang bersih (masih akan menempel pada agar-agar),
tambahkan selip penutup dan amati tanpa pewarnaan. Lihatlah tepi koloni di mana sampel
akan lebih tipis dan akan ada cukup cahaya untuk diamati.

Pewarnaan Slide

Pewarnaan Gram dapat digunakan untuk membuat slide bakteri dan actinomycetes:
Persiapan Noda Gram

Kristal Violet:
Larutkan 2 g kristal violet dalam 20 ml etanol 95%. Tambahkan larutan ini ke 80 ml larutan
Ammonium Oxalate 1%. Diamkan selama 24 jam dan filter.

Gram yodium:
Tambahkan 1 g Iodine dan 3 g Potassium Iodide ke 300 ml air suling. Simpan dalam botol
kuning.
Decolorizer: 95% Etil Alkohol

Safranin:
Tambahkan 2,5 g safranin ke 10 ml etanol 95%. Tambahkan larutan ini ke 100 ml air suling

Prosedur pewarnaan Gram

20
1. Flood slide dengan crystal violet - 20 detik.
2. Cuci dengan air suling - 2 detik.
3. Flood slide dengan Gram yodium - 1 menit.
4. Hancurkan warna dengan memiringkan slide dan setetes demi setetes dengan etanol 95%
sampai
etanol bekerja jernih - sekitar 10 hingga 20 detik.
5. Cuci dengan air suling - 2 detik.
6. Banjir dengan safranin - 20 detik.
7. Cuci dengan air suling - 2 detik.
8. Noda kering.

Ucapan Terima Kasih

Ilustrasi dan foto-foto tersebut diproduksi oleh Elaina Olynciw, guru biologi di Sekolah
Menengah A.Philip Randolf, New York City, ketika dia bekerja di laboratorium Dr. Eric
Nelson di Cornell University sebagai bagian dari Teacher Institute of Environmental
Sciences.
Terima kasih kepada Fred Michel (Universitas Negeri Michigan, Pusat Ekologi Mikroba
NSF) dan Tom Richard untuk ulasan dan kontribusi mereka yang bermanfaat untuk dokumen
ini.

Kimia Kompos
Rasio C / N

Dari banyak elemen yang diperlukan untuk penguraian mikroba, karbon dan nitrogen adalah
yang paling penting. Karbon menyediakan sumber energi dan dan blok pembangun dasar
yang membentuk sekitar 50 persen dari massa sel mikroba. Nitrogen adalah komponen
penting dari protein, asam nukleat, asam amino, enzim dan ko-enzim yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan fungsi sel.

Untuk memberikan jumlah optimal dari dua elemen penting ini, Anda dapat menggunakan
rasio karbon-ke-nitrogen (C / N) untuk masing-masing bahan kompos Anda. Rasio C / N ideal
untuk pengomposan umumnya dianggap sekitar 30: 1, atau 30 bagian karbon untuk setiap
bagian berat nitrogen. Kenapa 30: 1? Pada rasio yang lebih rendah, nitrogen akan disuplai
secara berlebihan dan akan hilang sebagai gas amonia, menyebabkan bau yang tidak
diinginkan. Rasio yang lebih tinggi berarti bahwa tidak ada nitrogen yang cukup untuk

21
pertumbuhan optimal populasi mikroba, sehingga kompos akan tetap relatif dingin dan
degradasi akan berlangsung pada tingkat yang lambat.

Rasio C / N tipikal untuk bahan kompos umum dapat dilihat dalam tabel yang dipublikasikan
seperti Lampiran A (halaman 106), Buku Panduan Pengomposan di Ladang. Secara umum,
bahan yang hijau dan lembab cenderung tinggi nitrogen, dan yang berwarna coklat dan kering
tinggi karbon. Bahan nitrogen tinggi termasuk potongan rumput, stek tanaman, dan sisa buah
dan sayuran. Bahan cokelat atau kayu seperti daun musim gugur, serpihan kayu, serbuk
gergaji, dan kertas parut tinggi karbon. Anda dapat menghitung rasio C / N dari campuran
kompos Anda, atau Anda dapat memperkirakan kondisi optimal hanya dengan menggunakan
kombinasi bahan yang tinggi karbon dan lainnya yang tinggi nitrogen.

Materials High in Carbon C/N*

autumn leaves 30-80:1

Straw 40-100:1

wood chips or sawdust 100-500:1

Bark 100-130:1

mixed paper 150-200:1

newspaper or corrugated cardboard 560:1

Materials High in Nitrogen C:N*

vegetable scraps 15-20:1

coffee grounds 20:1

grass clippings 15-25:1

Manure 5-25:1

* Source: Dickson, N., T. Richard, and R. Kozlowski. 1991. Composting to Reduce the Waste
Stream: A Guide to Small Scale Food and Yard Waste Composting. Also available for
purchase from the Northeast Regional Agricultural Engineering Service, (PALS) Cornell
University.

22
Sebagai hasil pengomposan, rasio C / N secara bertahap menurun dari 30: 1 menjadi 10-15: 1
untuk produk jadi. Ini terjadi karena setiap kali senyawa organik dikonsumsi oleh
mikroorganisme, dua pertiga karbonnya dilepaskan sebagai karbon dioksida. Sepertiga
sisanya dimasukkan bersama dengan nitrogen ke dalam sel mikroba, kemudian dilepaskan
untuk digunakan lebih lanjut begitu sel-sel itu mati.

Meskipun mencapai rasio C / N sekitar 30: 1 adalah tujuan yang berguna dalam
merencanakan operasi pengomposan, rasio ini mungkin perlu disesuaikan sesuai dengan
ketersediaan hayati bahan tersebut. Sebagian besar nitrogen dalam bahan kompos sudah
tersedia. Beberapa karbon, bagaimanapun, mungkin terikat pada senyawa yang sangat tahan
terhadap degradasi biologis. Surat kabar, misalnya, lebih lambat daripada jenis kertas lain
untuk dipecah karena terbuat dari serat selulosa yang dilapisi dengan lignin, senyawa yang
sangat resisten yang ditemukan dalam kayu. Batang jagung dan jerami juga lambat untuk
diurai karena terbuat dari selulosa yang tahan. Meskipun semua bahan ini masih dapat
dikomposkan, laju dekomposisi yang relatif lambat berarti tidak semua karbonnya tersedia
untuk mikroorganisme, sehingga rasio C / N awal yang lebih tinggi dapat direncanakan.
Ukuran partikel juga merupakan pertimbangan yang relevan; meskipun jumlah karbon yang
sama terkandung dalam massa serpihan kayu dan serbuk gergaji yang sebanding, luas
permukaan yang lebih besar dalam serbuk gergaji membuat karbonnya lebih mudah tersedia
untuk penggunaan mikroba.

Oksigen

Bahan penting lain untuk keberhasilan pengomposan adalah oksigen. Ketika mikroorganisme
mengoksidasi karbon untuk energi, oksigen digunakan dan karbon dioksida dihasilkan. Tanpa
oksigen yang cukup, prosesnya akan menjadi anaerob dan menghasilkan bau yang tidak
diinginkan, termasuk bau telur busuk dari gas hidrogen sulfida.

Jadi, berapa banyak oksigen yang cukup untuk menjaga kondisi aerob? Meskipun atmosfer
adalah 21% oksigen, mikroba aerob dapat bertahan hidup pada konsentrasi serendah 5%.
Konsentrasi oksigen lebih besar dari 10% dianggap optimal untuk mempertahankan
pengomposan aerobik. Beberapa sistem kompos mampu mempertahankan oksigen yang
cukup secara pasif, melalui difusi dan konveksi alami. Sistem lain membutuhkan aerasi aktif,
yang disediakan oleh blower atau dengan memutar atau mencampur bahan kompos.

Imbangan Nutrisi

23
Fosfor, kalium, dan mineral yang cukup (kalsium, besi, boron, tembaga, dll.) Sangat penting
untuk metabolisme mikroba. Biasanya nutrisi ini tidak terbatas karena mereka hadir dalam
konsentrasi yang cukup dalam bahan sumber kompos.

pH

PH antara 5,5 dan 8,5 optimal untuk mikroorganisme kompos. Ketika bakteri dan jamur
mencerna bahan organik, mereka melepaskan asam organik. Pada tahap awal pengomposan,
asam ini sering menumpuk. Penurunan pH yang terjadi mendorong pertumbuhan jamur dan
pemecahan lignin dan selulosa. Biasanya asam organik menjadi lebih terurai selama proses
pengomposan. Namun, jika sistem menjadi anaerob, akumulasi asam dapat menurunkan pH
menjadi 4,5, sangat membatasi aktivitas mikroba. Dalam kasus seperti itu, aerasi biasanya
cukup untuk mengembalikan pH kompos ke kisaran yang dapat diterima.

Fisik Kompos
Tingkat terjadinya komposting tergantung pada faktor fisik dan kimia. Suhu adalah parameter
kunci yang menentukan keberhasilan operasi pengomposan. Karakteristik fisik bahan
kompos, termasuk kadar air dan ukuran partikel, memengaruhi laju pengomposan.
Pertimbangan fisik lainnya termasuk ukuran dan bentuk sistem, yang mempengaruhi jenis dan
laju aerasi dan kecenderungan kompos untuk mempertahankan atau menghilangkan panas
yang dihasilkan.

Kurva suhu

Panas kompos dihasilkan sebagai produk sampingan dari pemecahan mikroba dari bahan
organik. Produksi panas tergantung pada ukuran tiang, kadar air, aerasi, dan rasio C / N.
Selain itu, suhu lingkungan (dalam atau luar ruangan) memengaruhi suhu kompos.

24
Anda dapat memetakan kesehatan dan kemajuan sistem kompos Anda dengan melakukan
pengukuran suhu secara berkala. Kurva suhu tipikal untuk tiang yang tidak dilewati
ditunjukkan di bawah ini. Bagaimana menurut Anda bahwa belokan berkala akan mengubah
kurva ini?

Mekanisme Kehilangan Panas

Suhu pada titik mana pun selama pengomposan tergantung pada berapa banyak panas yang
dihasilkan oleh mikroorganisme, diseimbangkan dengan berapa banyak yang hilang melalui
konduksi, konveksi, dan radiasi. Melalui konduksi, energi ditransfer dari atom ke atom
melalui kontak langsung; di tepi tumpukan kompos, konduksi menyebabkan hilangnya panas
pada molekul udara di sekitarnya.

Konveksi mengacu pada transfer panas dengan gerakan cairan seperti udara atau air. Ketika
kompos menjadi panas, udara hangat naik di dalam sistem, dan arus konvektif yang dihasilkan
menyebabkan pergerakan udara panas yang stabil tetapi lambat ke atas melalui kompos dan
keluar dari atas. Selain konveksi alami ini, beberapa sistem pengomposan menggunakan
"konveksi paksa" yang didorong oleh blower atau kipas. Udara paksa ini, dalam beberapa
kasus dipicu oleh termostat yang menunjukkan ketika tumpukan mulai terlalu panas,
meningkatkan laju kehilangan panas konduktif dan konvektif. Sebagian besar transfer energi
dalam bentuk panas laten - energi yang dibutuhkan untuk menguapkan air. Terkadang Anda
dapat melihat uap air beruap naik dari tumpukan kompos panas atau windrows.

Mekanisme ketiga untuk kehilangan panas, radiasi, mengacu pada gelombang


elektromagnetik seperti yang Anda rasakan ketika berdiri di bawah sinar matahari atau dekat
api yang hangat. Demikian pula, kehangatan yang dihasilkan dalam tumpukan kompos
memancar ke udara dingin di sekitarnya. Semakin kecil bioreaktor atau tumpukan kompos,
semakin besar rasio luas permukaan-terhadap-volume, dan karenanya semakin besar tingkat
kehilangan panas terhadap konduksi dan radiasi. Isolasi membantu mengurangi kehilangan ini
dalam bioreaktor kompos kecil.

Kadar air mempengaruhi perubahan suhu dalam kompos; karena air memiliki panas spesifik
yang lebih tinggi daripada kebanyakan bahan lain, campuran kompos yang lebih kering
cenderung memanas dan mendingin lebih cepat daripada campuran yang lebih basah,
memberikan tingkat kelembaban yang memadai untuk pertumbuhan mikroba dipertahankan.

25
Air bertindak sebagai semacam roda gila termal, meredam perubahan suhu seperti aktivitas
mikroba yang surut dan mengalir.

Faktor Fisik Lainnya

Ukuran partikel

Aktivitas mikroba umumnya terjadi pada permukaan partikel organik. Oleh karena itu,
mengurangi ukuran partikel, melalui efeknya meningkatkan luas permukaan, akan mendorong
aktivitas mikroba dan meningkatkan laju dekomposisi. Di sisi lain, ketika partikel terlalu kecil
dan padat, sirkulasi udara melalui tiang terhambat. Ini mengurangi O2 yang tersedia untuk
mikroorganisme di dalam tumpukan dan akhirnya mengurangi tingkat aktivitas mikroba.

Ukuran partikel juga mempengaruhi ketersediaan karbon dan nitrogen. Keripik kayu besar,
misalnya, menyediakan bahan bulking yang baik yang membantu memastikan aerasi melalui
tumpukan, tetapi mereka memberikan karbon yang tersedia lebih sedikit per massa daripada
yang mereka lakukan dalam bentuk serutan kayu atau serbuk gergaji.

Aerasi

Oksigen sangat penting untuk metabolisme dan respirasi mikroorganisme aerob, dan untuk
mengoksidasi berbagai molekul organik yang ada dalam bahan limbah. Pada awal aktivitas
oksidatif mikroba, konsentrasi O2 dalam ruang pori sekitar 15-20% (mirip dengan komposisi
udara normal), dan konsentrasi CO2 bervariasi bentuk 0,5-5%. Ketika aktivitas biologis
berlangsung, konsentrasi O2 turun dan konsentrasi CO2 meningkat. Jika konsentrasi O2 rata-
rata di tumpukan turun di bawah sekitar 5%, daerah kondisi anaerobik berkembang.
Memberikan aktivitas anaerob dijaga seminimal mungkin, tumpukan kompos bertindak
sebagai bio-filter untuk menjebak dan mendegradasi senyawa-senyawa berbau yang
dihasilkan sebagai produk sampingan dari dekomposisi anaerob. Namun, jika aktivitas
anaerobik meningkat di atas ambang tertentu, bau yang tidak diinginkan dapat terjadi.

Mempertahankan kondisi aerob dapat dilakukan dengan berbagai metode termasuk mengebor
lubang udara, dimasukkannya pipa aerasi, aliran udara paksa, dan pencampuran atau belokan
mekanis. Mencampur dan memutar meningkatkan aerasi dengan melonggarkan dan
meningkatkan porositas campuran kompos.

Kelembaban

Kadar air 50-60% umumnya dianggap optimal untuk pengomposan. Dekomposisi yang
diinduksi secara mikroba terjadi paling cepat dalam film cairan tipis yang ditemukan pada

26
permukaan partikel organik. Sementara terlalu sedikit uap air (<30%) menghambat aktivitas
bakteri, terlalu banyak uap air (> 65%) menyebabkan dekomposisi yang lambat, produksi bau
di kantong anaerob, dan pencucian nutrisi. Kadar air dari bahan kompos sangat beragam,
seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini:

Moisture
Material
(wet basis)

Peaches 80%

Lettuce 87%

Dry dog food 10%

Newspaper 5%

Seringkali bahan yang sama yang tinggi nitrogen sangat basah, dan yang tinggi karbon kering.
Menggabungkan berbagai jenis bahan menghasilkan campuran yang kompos dengan baik.
Anda dapat menghitung campuran bahan yang optimal, atau menggunakan "tes pemerasan"
yang kurang tepat untuk mengukur kadar air. (Dengan menggunakan tes pemerasan,
campuran kompos akan terasa lembab bila disentuh, dengan kelembaban yang sama
banyaknya dengan spons yang diperas.)

Ukuran dan Bentuk Sistem Kompos

Tumpukan kompos harus berukuran cukup untuk mencegah pembuangan panas dan
kelembaban yang cepat, namun cukup kecil untuk memungkinkan sirkulasi udara yang baik.
Minimal 10 galon diperlukan untuk sistem eksperimental dalam tong sampah jika
penumpukan panas akan terjadi dalam beberapa hari. Sistem yang lebih kecil dapat digunakan
untuk penelitian kelas atau proyek demonstrasi tetapi akan membutuhkan isolasi untuk retensi
panas.

Bentuk tumpukan membantu mengontrol kadar airnya. Di daerah lembab, sistem kompos luar
ruangan mungkin perlu dilindungi dari presipitasi; di daerah kering, tumpukan harus dibangun
dengan bagian atas cekung untuk menangkap curah hujan dan air tambahan lainnya.

27
Campuran Pengomposan yang Tepat
Perhitungan untuk Mendapatkan Campuran Pengomposan termofilik

Tom L. Richard and Nancy M. Trautmann

Salah satu langkah pertama dalam mengembangkan program pengomposan yang sukses
adalah mendapatkan kombinasi bahan yang tepat. Dua parameter sangat penting dalam hal
ini: kadar air dan rasio karbon terhadap nitrogen (C / N).

Kelembaban sangat penting untuk semua organisme hidup, dan kebanyakan mikroorganisme,
yang tidak memiliki mekanisme untuk mempertahankan kelembaban (seperti kulit kita)
menjadi sangat penting/sensitif dalam hal ini. Kadar air di bawah 35 hingga 40%, tingkat
dekomposisi/penguraian sangat berkurang; di bawah 30% bahkan hampir berhenti.
Namun, terlalu banyak/tinggi kadar air juga merupakan salah satu faktor paling umum yang
menyebabkan kondisi anaerob dan menimbulkan keluhan bau. Batas atas kelembaban
bervariasi untuk bahan yang berbeda, yang juga tergantung dari ukuran partikel dan
karakteristik struktur bahan, yang keduanya mempengaruhi porositasnya. Untuk sebagian
besar campuran kompos, 55 hingga 60% adalah batas atas yang disarankan untuk kadar air.
Karena pengomposan biasanya merupakan proses pengeringan (melalui penguapan karena
panas yang dihasilkan oleh mikroba), kadar air awal biasanya dalam kisaran atas ini.

Dari banyak unsur yang diperlukan untuk proses penguraian oleh mikroba, karbon dan
nitrogen adalah yang paling penting dan paling sering menjadi pembatas (walaupun kadang-
kadang fosfor juga dapat membatasi). Karbon adalah sumber energi (untuk makanan
berenergi tinggi: karbohidrat), dan merupakan pembangun dasar yang menyusun sekitar 50
persen massa sel mikroba.

Nitrogen adalah komponen penting dari protein, dan bakteri, yang biomassanya lebih dari
50% protein, membutuhkan banyak nitrogen untuk pertumbuhan yang cepat. Ketika terlalu
sedikit nitrogen, populasi mikroba tidak akan tumbuh ke ukuran optimalnya, dan
pengomposan akan melambat. Sebaliknya, terlalu banyak nitrogen memungkinkan
pertumbuhan mikroba yang cepat dan mempercepat dekomposisi, tetapi ini dapat
menciptakan masalah bau yang serius karena oksigen habis dan kondisi anaerob terjadi.
Selain itu, beberapa kelebihan nitrogen ini akan dilepaskan sebagai gas amonia yang
menghasilkan bau, sehingga nitrogen yang berharga/penting hilang. Oleh karena itu, bahan
dengan kandungan nitrogen tinggi, seperti potongan rumput segar, memerlukan manajemen
yang lebih baik dan hati-hati untuk memastikan ketersediaan oksigen yang memadai, pada
28
saat pencampuran menyeluruh dengan limbah sumber karbon. Untuk sebagian besar bahan,
rasio C / N sekitar 30 berbanding 1 yang akan menjaga unsur-unsur ini dalam keseimbangan,
meskipun beberapa faktor lain juga dapat ikut berperan/berpengaruh.

Jadi, jika Anda memiliki beberapa bahan yang ingin Anda buat kompos, Anda harus
mengetahui campuran yang tepat untuk mencapai tujuan kelembaban dan C / N. Teori di balik
penghitungan rasio campuran relatif sederhana – seperti aljabar yang telah diberikan di
sekolah menengah. Untuk membantu Anda memahami persamaan ini, dan menghitung
campuran yang tepat untuk itu, kami mengembangkan satu set halaman informatif,
perhitungan online, dan spreadsheet yang dapat Anda unduh dan operasikan kapan saja
dengan perangkat lunak di komputer Anda sendiri. Anda dapat mengakses materi ini langsung
dari halaman Sains dan Teknik Pengomposan Cornell, atau dengan mengklik salah satu item
di bawah ini:

Kandungan Kadar Air/Kelembaban

Oleh: Nancy Trautmann and Tom Richard

Saat menentukan proporsi berbagai bahan untuk dicampur bersama dalam membuat kompos,
kelembaban campuran yang dihasilkan adalah salah satu faktor penting yang perlu dilakukan.
Langkah-langkah berikut menjelaskan cara mendesain campuran, sehingga anda akan
mendapatkan tingkat kelembaban yang sesuai untuk menghasilkan pengomposan yang
optimal. Dalam industri pengomposan, konvensi tersebut adalah mencari kadar air
berdasarkan berat basah (berat total), seperti yang ditunjukkan pada langkah dan rumus rumus
di bawah ini.

1. Hitung % kelembaban untuk setiap bahan yang Anda rencanakan untuk kompos.
a) Timbang wadah kecil / petri disk / cawan.
b) Timbang 10 g bahan ke dalam wadah.
c) Keringkan sampel selama 24 jam dalam oven 105-110 derajat C.
d) Timbang (wadah + bahan), kemudian kurangi dengan berat wadah, akhirnya kadar air
dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

Mn = ((Ww-Wd) / Ww) x 100

di mana:
Mn = kadar air (%) bahan n
WW = berat basah sampel, dan
29
Wd = berat sampel setelah pengeringan.

Misalkan, Anda menimbang 10 g potongan rumput/rumput potong (Ww), kemudian


masukkan ke dalam wadah yang dengan berat 4 g dan setelah pengeringan wadah ditambah
kliping beratnya adalah 6,3 g. Kurangkan berat tersebut (6,3 g) dengan 4 g. Pengurangan
tersebut hasilnya adalah 2,3 g, ini sebagai berat kering (Wd) dari sampel Anda. Persen
kelembabannya adalah:

Mn = ((Ww-Wd) / Ww) x 100


= ((10 - 2.3) / 10) x 100
= 77% untuk potongan rumput

2. Pilih sasaran kelembaban untuk campuran kompos Anda.


Sebagian besar literatur merekomendasikan kadar air 50% -60% untuk kondisi pengomposan
yang optimal.

3. Langkah selanjutnya adalah menghitung jumlah bahan yang harus Anda


kombinasikan untuk mencapai kelembaban yang Anda inginkan.

Formula umum untuk persen kelembaban adalah:

di mana:
Qn = berat bahan n (berat basah)
G = tujuan kelembaban (%)
Mn = kadar air (%) bahan n

Anda dapat menggunakan formula ini secara langsung untuk menghitung kadar air dari
campuran bahan, dan mencoba berbagai kombinasi hingga Anda mendapatkan hasil dalam
kisaran yang diinginkan. Jika Anda memiliki browser yang mampu menangani skrip Java,
Anda dapat mencoba formula ini hingga 3 bahan.(Hitung Persen Kelembaban Kompos)

Menggunakan trial and error (coba-coba) dapat dilakukan untuk mendapatkan proporsi bahan-
bahan apa yang akan digunakan dalam pengomposan, tetapi ada cara yang lebih cepat. Untuk
dua bahan, persamaan yang sederhanadan dipecahkan untuk mencari berat bahan kedua (Q2)
yang diperlukan untuk menyeimbangkan dari berat bahan pertama (Q1) yang telah ditentukan.
Perhatikan bahwa sasaran kelembaban harus antara kadar air dari dua bahan yang sedang
dicampur.

30
Misalnya, Anda ingin membuat kompos 10 kg rumput potong (kadar air = 77%). Untuk
mencapai sasaran kelembaban Anda sebesar 60% untuk campuran kompos, Anda menghitung
berat daun yang dibutuhkan (kadar air = 35%):

Q2 = ((10 kg) (60) - (10 kg) (77)) / (35 - 60)


= 6,8 kg daun

Campuran dari 3 bahan atau lebih juga dapat diselesaikan dengan cara yang serupa (meskipun
aljabar lebih rumit), tetapi untuk solusi yang tepat jumlah semua kecuali satu bahan harus
ditentukan terlebih dahulu. Untuk menemukan berat dari bahan ketiga (Q3) dicari dari berat
dua yang pertama (Q1 dan Q2) ditambah ketiga kadar air (M1, M2, dan M3) dan tujuan (G),
pecahkan:

Dengan browser internet yang menggabungkan bahasa JavaScript, Anda dapat mencoba
menghitung rasio campuran berdasarkan pada tujuan kelembaban hingga tiga bahan. (Hitung
Berat yang Diperlukan dari Bahan Ketiga untuk Kadar Air Ideal)

Ratio C/N

Oleh: Tom Richard and Nancy Trautmann

Setelah Anda menghitung kadar air dari campuran kompos Anda, perhitungan penting lainnya
adalah rasio karbon terhadap nitrogen (C / N). Rumput potong dan vegetasi hijau lainnya
cenderung memiliki proporsi nitrogen yang lebih tinggi (dan karenanya rasio C / N lebih
rendah) daripada vegetasi coklat seperti daun kering atau serpihan kayu. Jika campuran
kompos Anda terlalu rendah nitrogen, ia tidak akan memanas. Jika proporsi nitrogen terlalu
tinggi, kompos dapat menjadi terlalu panas, membunuh mikroorganisme kompos, atau
mungkin menjadi anaerob, menghasilkan bau busuk. Kisaran rasio C / N yang
direkomendasikan pada awal proses pengomposan adalah sekitar 30/1, tetapi ideal ini dapat
bervariasi tergantung pada ketersediaan hayati karbon dan nitrogen. Karena karbon dikonversi

31
menjadi CO2 (dan dengan asumsi kehilangan nitrogen minimal), rasio C / N menurun selama
proses pengomposan, dengan rasio kompos jadi biasanya mendekati 10/1.

Rasio C / N dan nilai nitrogen umumnya untuk banyak jenis bahan kompos dapat dilihat
dalam tabel yang diterbitkan seperti Lampiran A, Buku Pegangan Pengomposan Di Lahan.
Beberapa data nitrogen dan abu tambahan ada dalam tabel Lignin dan Konstituen Lain dari
Bahan Organik Terpilih (Versi No-Frame dari Tabel Lignin juga tersedia). Untuk menghitung
kandungan karbon dari C / N dan persen nitrogen yang telah diketahui, dapat dipecahkan
dengan rumus:

% C =% N x C / N

Anda mungkin dapat mengukur kandungan karbon dan nitrogen dari bahan Anda sendiri dan
kemudian menghitung rasio secara langsung. Laboratorium analisis unsur hara tanah atau
laboratorium penguji lingkungan dapat melakukan uji nitrogen, dan mungkin juga karbon.
Kantor Penyuluhan Koperasi lokal Anda dapat memberi Anda nama-nama laboratorium tanah
di daerah Anda. Laboratorium Analisis Nutrisi Cornell memiliki informasi tentang prosedur
mereka untuk total karbon, karbon organik, dan total analisis nitrogen. Anda juga dapat
memperkirakan kandungan karbon dari abu atau data padatan yang mudah menguap jika
tersedia. Setelah Anda memiliki rasio C / N untuk bahan-bahan yang Anda rencanakan untuk
kompos, Anda dapat menggunakan rumus berikut untuk mengetahui rasio untuk campuran
secara keseluruhan:

di mana: R = C / N rasio campuran kompos Qn = berat bahan/material n (berat basah) Cn =


karbon (%) material n Nn = nitrogen (%) material n Mn = kadar air (%) dari bahan n

Persamaan ini juga dapat diselesaikan dengan tepat untuk campuran dua bahan, mengetahui
kandungan karbon, nitrogen, dan kelembabannya, tujuan rasio C / N, dan menentukan berat
satu bahan. Dengan menyederhanakan dan menata ulang persamaan umum ini, massa bahan
kedua yang diperlukan adalah:

Kembali ke contoh rumput dan daun sebelumnya, mari kita asumsikan kandungan nitrogen
dari rumput adalah 2,4% sedangkan dari daun adalah 0,75%, dan kandungan karbon masing-

32
masing adalah 45% dan 50%. Perhitungan sederhana menunjukkan kepada kita bahwa rasio C
/ N rumput adalah 18.75 dan kandungan C / N daun adalah 66.67% Untuk 10 kg rumput yang
sama yang kita miliki sebelumnya, jika tujuan kita adalah rasio C / N 30: 1, solusinya adalah:

Perhatikan bahwa kita hanya membutuhkan 3,5 kg daun untuk menyeimbangkan rasio C / N,
dibandingkan dengan 6,8 kg daun yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan kelembaban 60%
sesuai dengan perhitungan kelembaban kami sebelumnya. Jika daun lebih basah atau
memiliki rasio C / N yang lebih tinggi, perbedaannya akan lebih besar. Jadi, berapa banyak
daun yang harus Anda tambahkan?

Jika kita ingin menghitung dari bentuk umum persamaan C / N untuk 10 kg rumput dan 6,8
kg daun (ditentukan dari perhitungan kelembaban), dan menggunakan nilai yang sama untuk
persen kelembaban, C, dan N, C / N yang dihasilkan Rasio N sedikit kurang dari 37: 1.
Sebaliknya, jika kita menghitung berdasarkan bentuk umum persamaan kelembaban untuk 10
kg rumput dan hanya 3,5 kg daun, kita mendapatkan kadar air lebih dari 66%. (Untuk lebih
familier dengan menggunakan persamaan ini, Anda dapat memeriksa hasil ini sendiri).

Dalam contoh ini, seperti yang sering terjadi, kelembaban adalah variabel yang lebih kritis.
Hal ini terutama berlaku pada batas atas kelembaban optimum (> 60%), di mana kondisi
anaerob cenderung terjadi. Jadi biasanya yang terbaik adalah melakukan kesalahan dengan
rasio C / N yang tinggi, yang mungkin sedikit memperlambat kompos tetapi lebih cenderung
bebas masalah. Jika, di sisi lain, campuran Anda kering, maka Anda harus mengoptimalkan
rasio C / N dan menambahkan air sesuai kebutuhan.

Sama halnya dengan perhitungan kelembaban, campuran 3 atau lebih bahan dapat dipecahkan
untuk berat bahan ketiga jika dua yang pertama ditentukan (satu persamaan & satu tidak
diketahui). Mengingat kandungan karbon, nitrogen, dan kelembaban dari masing-masing
bahan, massa dari dua bahan pertama, dan tujuan rasio C / N, solusi untuk massa bahan ketiga
adalah:

Jika kita juga ingin menghitung kadar air, kita dapat menyelesaikan kedua persamaan secara
bersamaan (kadar air dan C / N) untuk dua yang tidak diketahui.
33
Bioavailabilitas Karbon dan Nitrogen

Oleh: Tom Richard

Rasio karbon terhadap nitrogen mungkin perlu disesuaikan tergantung pada ketersediaan
hayati unsur-unsur ini. Ini biasanya merupakan masalah dengan bahan karbon tinggi, yang
sering berasal dari kayu dan bahan tanaman lignifikasi lainnya, karena peningkatan kadar
lignin mengurangi biodegradabilitas. Ukuran partikel juga merupakan faktor penting, dengan
degradasi partikel yang lebih kecil lebih cepat daripada partikel besar dari bahan yang sama.
Ketersediaan hayati juga dapat menjadi faktor dengan sumber nitrogen, terutama pupuk
nitrogen, di mana ketersediaan yang hampir instan dapat melebihi kapasitas asimilasi dari
komunitas mikroba dan hilang sebagai bau amonia dan nitrat dalam lindi.

Penggunaan Pupuk Nitrogen untuk menyeimbangkan Rasio C / N

Oleh: Tom Richard

Saat membuat kompos bahan karbon tinggi seperti daun, nitrogen tambahan mungkin
diperlukan untuk mengurangi rasio C / N ke kisaran optimal. Jika mempertimbangkan
menggunakan pupuk sebagai sumber N, orang perlu melanjutkan dengan hati-hati. Sementara
angka teoritis harus sama dengan yang dihitung dengan menggunakan rumus rasio C / N,
nitrogen dalam pupuk dilepaskan jauh lebih cepat daripada dalam nitrogen organik (dari mana
aturan praktis diturunkan).

Sumber nitrogen organik menyediakan "pelepasan waktu" alami yang membuatnya tersedia
pada tingkat yang sebanding dengan tingkat pertumbuhan mikroorganisme dalam kompos,
sehingga mereka digunakan secara efisien. Ketersediaan cepat pupuk nitrogen terutama
menjadi perhatian di musim gugur dan musim dingin, ketika suhu rendah memperlambat laju
pertumbuhan mikroorganisme, dan penyerapan nitrogen akan lambat. Untuk meniru
pelepasan waktu alami dengan pupuk sintetis, mereka harus diterapkan hemat dan dalam
serangkaian aplikasi. Meskipun tidak ada dasar penelitian untuk memperkirakan tingkat yang
tepat, mengendus volatilisasi amonia dapat menunjukkan jika terlalu banyak diterapkan
terlalu cepat. Selain itu, karena tidak ada pupuk nitrogen yang dikunci menjadi senyawa yang
sulit didegradasi (seperti halnya dengan sumber organik), total yang diterapkan harus jauh

34
lebih sedikit daripada yang ditunjukkan oleh perhitungan - mungkin setengah hingga dua
pertiga.

Pengaruh Lignin pada biodegradabilitas


Oleh: Tom Richard

Bahan dinding sel tanaman terdiri dari tiga unsur penting: selulosa, lignin, dan hemiselulosa.
Lignin sangat sulit untuk terurai, dan mengurangi ketersediaan hayati dari konstituen dinding
sel lainnya. Sedikit pengetahuan tentang masing-masing unsur ini sangat membantu dalam
memahami tingkat yang sangat berbeda bahwa bahan tanaman yang berbeda terurai. Diskusi
ini juga menyajikan model matematika yang dikembangkan untuk mengimbangi efek lignin
pada biodegradabilitas dalam sistem anaerob, dan menyarankan beberapa kendala dalam
menerapkan model ini ke sistem pengomposan aerobik.

Konstituen/Struktur Dinding Sel

Selulosa adalah rantai panjang molekul glukosa, terkait satu sama lain terutama dengan ikatan
glikosidik. Kesederhanaan struktur selulosa, menggunakan ikatan identik berulang, berarti
bahwa hanya sejumlah kecil enzim yang diperlukan untuk mendegradasi bahan ini. Meskipun
orang tidak menghasilkan enzim yang diperlukan untuk degradasi selulosa (dan dengan
demikian tidak mendapatkan banyak energi dari makan kertas, jerami atau bahan selulosa
lainnya), beberapa mikroorganisme melakukannya. Sapi dan hewan pemamah biak lainnya
menciptakan lingkungan dalam rumen mereka yang mendorong degradasi mikroba ini,
mengubah selulosa menjadi asam lemak volatil dan biomassa mikroba yang kemudian dapat
dicerna dan digunakan oleh ruminansia.

Hemiselulosa adalah polimer bercabang xilosa, arabinosa, galaktosa, manosa, dan glukosa.
Hemiselulosa mengikat bundel fibril selulosa untuk membentuk mikrofibril, yang
meningkatkan stabilitas dinding sel. Mereka juga cross-link dengan lignin, menciptakan
jaringan ikatan kompleks yang memberikan kekuatan struktural, tetapi juga menantang
degradasi mikroba (Ladisch et al., 1983; Lynch, 1992).

Lignin adalah polimer kompleks unit fenilpropana, yang saling terkait satu sama lain dengan
berbagai ikatan kimia yang berbeda. Kompleksitas ini sejauh ini telah terbukti tahan terhadap
karakterisasi biokimiawi terperinci sebagaimana halnya dengan degradasi mikroba, yang
sangat menghambat pemahaman kita tentang efeknya. Meskipun demikian, beberapa

35
organisme, terutama jamur, telah mengembangkan enzim yang diperlukan untuk memecah
lignin. Reaksi awal dimediasi oleh lignin ekstraseluler dan peroksidase mangan, terutama
diproduksi oleh jamur busuk putih (Kirk dan Farrell, 1987. Actinomycetes juga dapat
menguraikan lignin, tetapi biasanya menurunkan kurang dari 20 persen dari total lignin yang
ada (Crawford, 1986; Basaglia) et al., 1992) .Degradasi lignin terutama merupakan proses
aerobik, dan dalam lingkungan anaerob lignin dapat bertahan untuk waktu yang sangat lama
(Van Soest, 1994).

Karena lignin adalah komponen yang paling bandel dari dinding sel tanaman, semakin tinggi
proporsi lignin, semakin rendah ketersediaan hayati substrat. Efek lignin pada bioavailabilitas
komponen dinding sel lainnya dianggap sebagian besar pembatasan fisik, dengan molekul
lignin mengurangi luas permukaan yang tersedia untuk penetrasi dan aktivitas enzimatik
(Haug, 1993).

Memodelkan Dampak Lignin terhadap Biodegradabilitas dalam Sistem Anaerob

Chandler et al. (1980) merumuskan koreksi matematis untuk bioavailabilitas substrat organik
berdasarkan konten ligninnya. Menggunakan data yang dikumpulkan dari degradasi anaerobik
dari berbagai bahan lignoselulosa (waktu retensi 40 hari), mereka mengembangkan hubungan
linier untuk menggambarkan efek ini:

Kayhanian dan Tchobanoglous (1992) mengusulkan menggunakan persamaan ini untuk


menyesuaikan rasio C / N untuk perhitungan campuran dalam proses anaerob / aerob yang
berurutan. Efeknya, untuk bahan yang sangat lignifikasi, bisa signifikan. Misalnya,
menggunakan data lignin mereka untuk koran versus kertas kantor:

Material Lignin Content (% of VS) Biodegradable fraction of VS


Newsprint 21.9 0.217
Office paper 0.4 0.819

36
Dengan demikian, sementara sekitar 82% karbon dalam kertas kantor adalah biodegradable,
hanya 22% karbon dalam kertas koran akan tersedia melalui pencernaan anaerob. Dengan
kata lain, dibutuhkan hampir 4 ton amandemen kertas koran untuk menyediakan karbon yang
sama dengan 1 ton kertas kantor. Ini jelas memiliki implikasi yang signifikan untuk
perhitungan rasio campuran.

Evaluasi lebih lanjut dari hubungan Chandler et al. (1980) membandingkan biodegradabilitas
yang diprediksi dengan studi batch jangka panjang (75 hari) dalam digester anaerobik padatan
tinggi (Kayhanian, 1995). Biodegradabilitas yang diprediksi dari campuran limbah padat ini
berdasarkan kandungan ligninnya (biasanya 4%) adalah 68%, yang sebanding dengan 70%
biodegradasi yang diukur dalam studi bets jangka panjang.

Hubungan linear yang diberikan oleh Chandler et al. (1980) sederhana, dan tampaknya
memberikan akurasi yang masuk akal untuk bahan yang kandungan ligninnya relatif rendah.
Sementara hubungan Chandler et al. Masuk akal secara mekanis untuk fraksi lignin yang
relatif kecil, bahan dengan kandungan lignin yang tinggi dapat dipengaruhi secara berbeda.
Dengan jumlah lignin yang besar, beberapa lignin akan tumpang tindih dengan molekul lignin
lain daripada selulosa, sehingga efek tambahan akan lebih kecil (Conrad et al., 1984). Analisis
terbaru dari basis data yang luas tentang kecernaan maksimum bahan lignoselulosa dalam
rumen menunjukkan hubungan log-linear memberikan kecocokan yang lebih baik (Van Soest,
1996):

Menerapkan formula Van Soest (1996) ke fraksi dinding sel, kita dapat menghitung
kandungan karbon yang dapat terurai secara keseluruhan:

Kandungan karbon yang dapat terbiodegradasi ini kemudian dapat digunakan untuk
menghitung rasio C / N yang dapat terbiodegradasi menggunakan formula yang biasa. Jika
kita menerapkan persamaan ini pada kertas koran, jerami gandum, serpihan kayu maple, dan
kotoran unggas, menggunakan data dari Tabel Lignin dan Konstituen Lain dari Bahan
37
Organik Terpilih dan sumber-sumber lain, kita mendapatkan rasio C / N yang dapat terurai
secara hayati (akses ke Versi bingkai dari Table Lignin di sini):

Lignin and Other Constituents of


Selected Organic Materials
Cell Crude Cell
Substrate Lignin Lignin/cell wall
Wall Protein Soluble
Wheat straw 8.9 77.1 11.6 9.3 22.9
Corn stalks 3.9 49.6 7.8 6.6 50.4
Corn leaves 3.8 59.3 6.5 19.0 40.7
Cattails 8.5 63.5 13.4 13.6 36.5
Treated kelp 6.0 33.2 18.1 30.0 66.8
Water
8.7 60.1 14.5 17.7 39.9
hyacinth
Corn meal 2.0 21.6 9.1 11.1 78.4
Newsprint 20.9 88.7 23.6 5.1 11.3
Elephant m. 10.4 77.4 13.5 7.0 22.6
Chicken m. 3.4 454.2 7.5 33.9 54.8
Pig m. 2.2 40.5 5.4 27.6 59.5
Cow m. 8.1 57.1 14.1 19.4 42.9
Cow m. 7.9 52.3 15.1 20.1 47.7
Cow m. 10.1 62.9 16.1 17.2 37.1
Pin cherry 8.98 26.2 34.3 1.77
Yellow birch 12.0 42.5 28.2 1.42
Sugar maple 8.49 32.5 26.1 0.97
Beech 12.7 61.5 20.7 1.55

Effek Ukuran Partikel terhadap Ketersediaan Hayati


(Bioavailability)
Oleh: Tom Richard

Dekomposisi terutama terjadi pada atau di dekat permukaan partikel, di mana difusi oksigen
ke dalam film encer yang menutupi partikel cukup untuk metabolisme aerob, dan substrat itu
sendiri mudah diakses oleh mikroorganisme dan enzim ekstraselulernya. Partikel kecil
memiliki lebih banyak luas permukaan per satuan massa atau volume daripada partikel besar,
jadi jika aerasi memadai, partikel kecil akan terdegradasi lebih cepat. Eksperimen telah
menunjukkan bahwa proses penggilingan bahan kompos dapat meningkatkan laju
dekomposisi dengan faktor dua (Gray dan Sherman, 1970). Gray et al. (1971)
merekomendasikan ukuran partikel 1,3 hingga 7,6 cm (0,5 hingga 2 inci), dengan ujung
38
bawah skala ini cocok untuk aerasi paksa atau sistem campuran terus menerus, dan ujung atas
untuk windrow dan sistem aerasi pasif lainnya.

Sebuah perhitungan teoretis oleh Haug (1993) menunjukkan bahwa untuk partikel yang lebih
besar dari 1 mm, oksigen mungkin tidak berdifusi sepanjang jalan ke tengah partikel. Dengan
demikian daerah interior partikel besar mungkin anaerob, dan laju dekomposisi di wilayah ini
juga lambat. Namun, kondisi anaerob lebih merupakan masalah dengan partikel kecil, karena
pori-pori sempit yang dihasilkan mudah terisi dengan air karena aksi kapiler. Masalah-
masalah ini dibahas lebih lengkap di bagian tentang faktor-faktor yang menyebabkan kondisi
anaerob.

References:

Gray, K.R., and K. Sherman, 1970. Public Cleansing 60(7):343-354.


Gray, K.R., K. Sherman, and A.J. Biddlestone. Process Biochemistry 6(10):22-28.
Haug, R.T., 1993. Practical Handbook of Compost Eng'g. Lewis Publishers, Boca Ratan, FL.
p.411.

Memperkirakan Kandungan Karbon


Oleh: Tom Richard

Jika Anda mengetahui kandungan nitrogen untuk suatu bahan, tetapi bukan kandungan karbon
atau rasio C / N, Anda dapat memperkirakan % C berdasarkan pada kandungan padatan
Volatile Solids (VS) yang mudah menguap jika nilainya diketahui atau dapat diukur.
Kandungan padatan adalah komponen (sebagian besar karbon, oksigen, dan nitrogen) yang
terbakar dari sampel di tungku laboratorium pada 500-600 ° C, hanya menyisakan abu
(sebagian besar kalsium, magnesium, fosporus, kalium, dan elemen mineral lain yang tidak
teroksidasi). Untuk sebagian besar bahan biologis, kandungan karbonnya antara 45 hingga 60
persen dari fraksi padatan yang mudah menguap. Dengan asumsi 55 persen (Adams et al.,
1951), rumusnya adalah:

% Karbon = (% VS) / 1.8

di mana% VS = 100 -% Abu

References

Adams, R. C., F. S. MacLean, J. K. Dixon, F. M. Bennett, G. I. Martin, and R. C. Lough.


1951. The utilization of organic wastes in N.Z.: Second interim report of the inter-
39
departmental committee. New Zealand Engineering (November 15, 1951):396-424. Return to
citation in text.

Eksperimen Pengomposan
Gagasan untuk Proyek Penelitian Mahasiswa
Bahan Kompos

Toko dan katalog persediaan kebun sering menjual "permulaan" kompos, yang konon
mempercepat proses pengomposan. Kembangkan resep untuk pemula kompos dan rancang
proyek penelitian untuk menguji efeknya pada profil suhu kompos.

Seberapa baik konsep nutrisi manusia berlaku untuk mikroorganisme kompos? Sebagai
contoh, akankah mikroba mendapatkan "gula tinggi", yang ditunjukkan oleh puncak suhu
yang cepat dan tinggi ketika diberi makan makanan manis, dibandingkan dengan puncak yang
lebih panjang tetapi lebih rendah untuk karbohidrat yang lebih kompleks?

Ukur pH sejumlah campuran kompos yang berbeda. Bagaimana pH bahan awal


mempengaruhi pH kompos jadi?

Beberapa instruksi meminta penambahan kapur untuk meningkatkan pH ketika bahan kompos
dicampur. Instruksi lain berhati-hati untuk menghindari ini karena menyebabkan hilangnya
nitrogen. Bagaimana menambahkan berbagai jumlah kapur ke bahan awal mempengaruhi pH
kompos jadi?

Mikroorganisme

Resep pembuatan kompos terkadang membutuhkan inokulasi tumpukan dengan


mencampurkan beberapa kompos jadi. Apakah ada perbedaan yang dapat diamati dalam
penampilan mikroba antara sistem yang telah dan belum diinokulasi?

Apakah pH bahan kompos awal mempengaruhi populasi mikroorganisme selama


pengomposan?

Fisika Kompos

Jenis insulasi apa yang paling baik untuk bioreaktor botol soda? Apakah ada gunanya
memiliki lapisan reflektif? Apakah bahan insulatif yang berbeda atau ketebalan yang berbeda
mempengaruhi profil suhu?

40
Saat membuat tempat sampah atau tumpukan kompos, beberapa orang memasukkan pipa
berlubang, wire mesh, atau sistem lain untuk meningkatkan aliran udara pasif. Apa efek dari
berbagai metode aerasi pada profil suhu sistem kompos mana pun?

Bagaimana berbagai cara dan jadwal untuk mengubah tumpukan mempengaruhi profil suhu
dan waktu yang dibutuhkan untuk produksi kompos jadi?

Apa efek dari aerasi paksa (dengan pompa akuarium atau peralatan serupa) pada profil suhu
dalam botol soda atau bioreaktor dua kaleng?

Cobalah mencampur bahan yang sama dalam tumpukan luar ruangan yang besar, bioreaktor
dua kaleng, dan bioreaktor botol soda. Sistem mana yang mencapai suhu terpanas? Yang tetap
panas paling lama? Bagaimana ini mempengaruhi kompos yang dihasilkan?

Apa efek pelapisan versus pencampuran bahan organik pada profil suhu tumpukan kompos?

Pengomposan Cacing

Apakah limbah organik dalam kompos terurai lebih mudah di hadapan cacing daripada
melalui pengomposan yang hanya bergantung pada penguraian mikroba?

Dalam beberapa percobaan, tanaman belum menunjukkan peningkatan pertumbuhan ketika


ditanam dalam cacing segar. Apakah cacing yang menua atau "menyembuhkan"
meningkatkan kemampuan mereka untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman? Apakah ada
perbedaan kimia antara cacing cacing segar dan yang lebih tua? Haruskah kompos cacing
dicampur dengan tanah sebelum digunakan untuk menanam tanaman?

Bagaimana sumber makanan yang berbeda mempengaruhi tingkat reproduksi dan


pertumbuhan cacing merah (Eisenia fetida)?

Cacing merah tumbuh paling baik dalam limbah dengan pH antara 5.0 dan 8.0. Seberapa
sensitif kepompong mereka terhadap pH? Akankah mereka menetas setelah terkena pH
ekstrem? Seberapa sensitif mereka terhadap kekeringan ekstrim atau suhu?

Efek Kompos pada Pertumbuhan Tanaman

Beberapa daun, seperti yang dari walnut hitam atau pohon kayu putih, mengandung bahan
kimia yang menghambat pertumbuhan tanaman lain. Apakah senyawa ini dipecah dengan
pengomposan?

Kompos jadi mendekati pH netral. Bisakah Anda merancang eksperimen untuk menjawab
satu atau lebih pertanyaan berikut: Apakah kompos merugikan digunakan pada tanaman yang
menyukai asam seperti blueberry atau azalea? Apakah kompos menahan pH tanah,
41
membuatnya lebih sulit untuk menyediakan kondisi asam? Bagaimana perbandingannya
dengan lumut gambut dalam hal ini?

Air di mana kompos telah direndam (sering disebut teh kompos) dikatakan bermanfaat bagi
tanaman. Dapatkah Anda merancang eksperimen untuk menguji apakah berbagai jenis,
konsentrasi, dan jumlah teh kompos meningkatkan pertumbuhan tanaman?

Di Cina, petani menggali parit paralel dan mengisinya dengan sampah organik yang dicampur
dengan kokon Eisenia fetida. Kacang kedelai ditanam di barisan di antara parit sangat
produktif. Bisakah Anda merancang dan menguji sistem penanaman menggunakan kascing?

Ini adalah beberapa ide tentang kemungkinan proyek penelitian siswa tentang pengomposan.
Untuk gagasan lebih lanjut, ditambah informasi terperinci tentang teknik untuk melakukan
eksperimen pengomposan, lihat buku kami, Pengkomposan di Kelas: Penyelidikan Ilmiah
untuk Siswa Sekolah Menengah, oleh N. Trautmann dan M.E. Krasny. ISBN 0-7872-4433-3.
Tersedia dari Kendall / Hunt Publishing Company

Memantau Proses Pengomposan


Ketika proses pengomposan berlangsung, sejumlah perubahan terjadi pada karakteristik fisik,
kimia, dan biologisnya. Memantau beberapa variabel ini akan membantu Anda menilai status
kompos dan membandingkan kemajuan sistem dengan berbagai kondisi atau bahan awal.
Kelembaban
Suhu
pH
Bau
Avertebrata
Mikroba
Padatan Mudah Menguap

Memantau Kelembaban Kompos

Pengomposan berlangsung dengan baik pada kadar air 40-60% berat. Pada tingkat
kelembaban yang lebih rendah, aktivitas mikroba terbatas. Pada level yang lebih tinggi,
prosesnya cenderung menjadi anaerob dan berbau busuk.

Saat Anda memilih dan mencampur bahan kompos Anda, Anda mungkin ingin mengukur
kadar air. Setelah pengomposan berlangsung, Anda mungkin tidak perlu mengulangi

42
pengukuran ini karena Anda dapat mengamati apakah tingkat kelembaban yang tepat
dipertahankan.

Jika kompos Anda mulai berbau tidak sedap, kemungkinan terlalu basah. Kelebihan air
mengisi ruang pori, menghambat difusi oksigen melalui bahan kompos dan menyebabkan
kondisi anaerob. Pencampuran dengan agen bulking tambahan seperti serpihan kayu kering,
potongan kardus, atau strip koran kemungkinan akan mengurangi masalah. Jika Anda
membuat kompos dalam bioreaktor dengan lubang drainase, Anda mungkin melihat
pembuangan lindi keluar. Cairan ini sering kaya nutrisi dan dapat diencerkan untuk digunakan
pada tanaman. Anda mungkin merasa berguna untuk mencatat jumlah lindi yang diproduksi
oleh masing-masing sistem, untuk perbandingan dengan kadar air awal, kurva suhu, atau
variabel lainnya.

Jika Anda menghembuskan udara melalui sistem kompos Anda, Anda harus berhati-hati
untuk tidak mengeringkannya. Jika suhu turun lebih cepat dari yang diharapkan dan kompos
terlihat kering, kelembaban mungkin menjadi faktor pembatas. Dalam hal ini coba campur
dalam air dan lihat apakah suhunya naik lagi.

Memantau Suhu Kompos

Suhu adalah salah satu indikator utama dalam pengomposan. Apakah sistem memanas?
Seberapa panas itu? Berapa lama tetap panas? Bagaimana pencampuran mempengaruhi profil
suhu?

Panas dihasilkan sebagai produk sampingan dari mikroba kerusakan bahan organik, dan Anda
dapat menggunakan suhu kompos untuk mengukur seberapa baik sistem bekerja dan seberapa
jauh sepanjang dekomposisi telah berkembang. Misalnya, jika kompos Anda memanas hingga
40 atau 50C, Anda dapat menyimpulkan bahwa bahan-bahannya mengandung nitrogen dan
kelembaban yang cukup untuk pertumbuhan mikroba yang cepat.

Untuk mengukur suhu Anda, pastikan untuk menggunakan probe yang masuk jauh ke
kompos. Biarkan probe cukup lama agar bacaan stabil, lalu pindahkan ke lokasi baru. Ambil
bacaan di beberapa lokasi, termasuk di berbagai kedalaman dari atas dan samping. Kompos
mungkin memiliki kantong yang lebih panas dan lebih dingin tergantung pada kadar air dan
komposisi bahan kimia. Dapatkah Anda menemukan gradien suhu dengan kedalaman? Di
mana Anda menemukan bacaan terpanas Anda? Untuk sistem di mana udara masuk dari
bawah, lokasi terpanas cenderung dua pertiga atau lebih naik. Apakah ini benar untuk sistem
Anda?

43
Dengan membuat grafik suhu kompos dari waktu ke waktu, Anda dapat mengetahui sejauh
mana dekomposisi berkembang. Sistem kompos yang dibangun dengan baik akan
memanaskan hingga 40 atau 50C dalam dua hingga tiga hari. Saat bahan organik yang mudah
terurai menjadi habis, suhu mulai turun dan prosesnya melambat.

Suhu di titik mana pun terutama tergantung pada berapa banyak panas yang dihasilkan oleh
mikroorganisme dan berapa banyak yang hilang melalui aerasi dan pendinginan permukaan.
Berapa lama sistem tetap panas karena itu tergantung pada komposisi bahan kimia serta
ukuran dan bentuk sistem. Kadar air juga mempengaruhi perubahan suhu; karena air memiliki
panas spesifik yang lebih tinggi daripada kebanyakan bahan lain, campuran kompos yang
lebih kering cenderung memanas dan mendingin lebih cepat daripada campuran yang lebih
basah, memberikan tingkat kelembaban yang memadai untuk pertumbuhan mikroba
dipertahankan.

Untuk informasi lebih lanjut tentang ilmu tentang suhu kompos, buka Fisika Pengomposan.

Memantau pH Kompos

Mengapa pH kompos layak diukur? Terutama karena Anda dapat menggunakannya untuk
mengikuti proses dekomposisi. Mikroorganisme kompos bekerja paling baik di bawah kondisi
netral hingga asam, dengan pH berada di kisaran 5,5 hingga 8. Selama tahap awal
dekomposisi, asam organik terbentuk. Kondisi asam menguntungkan untuk pertumbuhan
jamur dan pemecahan lignin dan selulosa. Ketika proses pengomposan berlangsung, asam
organik menjadi dinetralkan, dan kompos matang umumnya memiliki pH antara 6 dan 8.

Jika kondisi anaerobik terbentuk selama pengomposan, asam organik dapat menumpuk
daripada rusak. Aerasi atau pencampuran sistem harus mengurangi keasaman ini.
Menambahkan kapur (kalsium karbonat) umumnya tidak dianjurkan karena menyebabkan
amonium nitrogen hilang ke atmosfer sebagai gas amonia. Hal ini tidak hanya menyebabkan
bau, tetapi juga menghabiskan nitrogen yang lebih baik disimpan di kompos untuk digunakan
di masa depan oleh tanaman.

Kapan pun selama pengomposan, Anda dapat mengukur pH campuran. Dalam melakukan ini,
perlu diingat bahwa kompos Anda tidak akan homogen. Anda mungkin menemukan bahwa
suhunya bervariasi dari satu lokasi ke lokasi lain di dalam kompos Anda, dan pH juga
cenderung bervariasi. Karena itu Anda harus merencanakan untuk mengambil sampel dari
berbagai tempat. Anda dapat mencampurnya bersama-sama dan melakukan uji pH gabungan,
atau menguji masing-masing sampel secara terpisah. Dalam kedua kasus tersebut, pastikan

44
untuk membuat beberapa tes ulangan dan melaporkan semua jawaban Anda. (Karena pH
diukur pada skala logaritmik, tidak masuk akal secara matematis untuk mengambil rata-rata
sederhana dari ulangan Anda.)

pH dapat diukur menggunakan salah satu metode berikut. Apapun metode yang Anda pilih,
pastikan untuk mengukur pH sesegera mungkin setelah pengambilan sampel sehingga
perubahan kimia yang berkelanjutan tidak akan mempengaruhi hasil Anda:

Kit Uji Tanah

Alat uji untuk analisis pH tanah dapat digunakan tanpa modifikasi untuk sampel kompos.
Cukup ikuti instruksi dari pabriknya.

Kertas pH

Jika kompos Anda lembab tetapi tidak berlumpur, Anda dapat memasukkan strip indikator pH
ke dalam kompos, diamkan selama beberapa menit untuk menyerap air, kemudian baca pH
menggunakan perbandingan warna.

Ekstraksi Kompos

Dengan menggunakan meteran kalibrasi atau kertas pH, Anda dapat mengukur pH dalam
ekstrak kompos yang dibuat dengan mencampurkan kompos dengan air suling. Penting untuk
konsisten dalam perbandingan kompos dengan air dan untuk memperhitungkan kadar air awal
kompos, tetapi tidak ada protokol yang diterima secara universal yang menetapkan prosedur
ini.

Salah satu pendekatan adalah membaca pH dalam sampel kering-oven yang telah dilarutkan
dengan air suling.

1. Sebarkan kompos dalam lapisan tipis di wajan, dan keringkan selama 24 jam dalam oven
105-110 ° C.
2. Timbang atau ukur 5 g sampel kompos kering-oved ke dalam wadah kecil.
3. Tambahkan 25 ml air suling ke setiap sampel.
4. Aduk rata selama 5 detik lalu diamkan selama 10 menit.
5. Baca pH dengan meter yang dikalibrasi atau dengan kertas pH dan catat sebagai pH
kompos dalam air, atau pHw.

Alternatifnya adalah mengukur pH dalam sampel yang belum dikeringkan. Dalam hal ini,
jumlah air yang Anda tambahkan perlu bervariasi untuk mengimbangi kadar air yang
bervariasi dari kompos. Anda masih perlu mengeringkan beberapa kompos untuk mengukur

45
kadar air, tetapi Anda dapat mengambil pembacaan pH pada sampel yang belum diubah
dengan pengeringan.

1. Hitung% kelembaban kompos Anda:

a) Timbang wadah kecil.


b) Timbang 10 g kompos ke dalam wadah.
c) Keringkan sampel selama 24 jam dalam oven 105-110 ° C, atau selama 5 menit dalam oven
microwave. Jika Anda menggunakan oven microwave, letakkan gelas berisi 100 ml air dalam
oven selama pengeringan untuk melindungi magnetron oven.
d) Hadiah ulang sampel, kurangi berat wadah, dan tentukan kadar air menggunakan
persamaan berikut:

M = ((Ww-Wd) / Ww) x 100

di mana:
M = kadar air (%) dari sampel kompos
WW = berat basah sampel, dan
Wd = berat sampel setelah pengeringan.

2. Gunakan% kelembaban untuk mengetahui berapa banyak air yang akan ditambahkan.

Misalnya, jika sampel kompos Anda adalah kelembaban 40%, Anda akan mengkompensasi
dengan menambahkan hanya 60% air yang Anda perlukan jika sampel dikeringkan di udara
(0,60 x 5 ml = 3 ml air diperlukan).

3. Timbang atau ukur 5 g sampel kompos ke dalam wadah kecil.

4. Tambahkan jumlah terhitung air suling ke setiap sampel.

5. Aduk sampai rata selama 5 detik.

6. Diamkan selama 10 menit.

7. Baca pH dengan kertas pH atau meteran yang dikalibrasi dan catat sebagai pH kompos
dalam air, atau pHw.

Memantau Bau Kompos

Sistem kompos yang dibangun dengan baik seharusnya tidak menghasilkan bau yang tidak
enak, meskipun tidak akan bebas bau. Anda dapat menggunakan hidung untuk mendeteksi
masalah potensial saat pengomposan berlangsung. Misalnya, jika Anda melihat bau amonia,
campuran Anda mungkin terlalu kaya akan nitrogen (rasio C / N terlalu rendah), dan Anda

46
harus mencampurkan sumber karbon seperti daun atau serutan kayu. Jika Anda mencium bau
apak, itu mungkin karena campurannya terlalu lembab, yang bisa Anda perbaiki dengan
menambahkan lebih banyak agen bulking Anda. Jika tidak dikoreksi, kompos yang terlalu
basah bisa menjadi anaerob, menghasilkan bau belerang yang tidak sedap. Jika ini terjadi pada
bioreaktor dalam ruangan, Anda mungkin ingin membawanya keluar atau melampiaskannya
ke luar, kemudian menganginkan atau mencampur dengan seksama dan menambahkan bahan
penyerap tambahan seperti serpihan kayu atau serbuk gergaji. Dalam tumpukan kompos luar
ruangan, membalik tumpukan mungkin sudah cukup untuk memperbaiki kondisi anaerob,
meskipun pada awalnya hal ini dapat membuat bau semakin nyata.

Untuk informasi lebih lanjut tentang ilmu bau kompos dan rekayasa sistem kompos untuk
meminimalkan masalah bau pergi ke Manajemen Bau.

Manajemen Bau
Oleh: Tom Richard

Bau mungkin merupakan masalah paling umum yang terkait dengan pengomposan, dan
kegagalan untuk mengatasinya secara memadai telah menyebabkan banyak keluhan tetangga
dan penutupan banyak fasilitas skala besar. Untungnya, sebagian besar bau dapat
dikendalikan, tetapi manajemen yang tepat dapat memakan waktu dan uang.

Di banyak lokasi pengomposan, bau berasal dari bahan yang masuk, yang mungkin telah
disimpan secara anaerob (tanpa oksigen) selama seminggu atau lebih sebelum diangkut ke
lokasi. Setelah bahan-bahan ini dimasukkan ke dalam sistem pengomposan, masalah bau
berikutnya biasanya adalah hasil dari oksigen rendah atau kondisi anaerob. Bau anaerob
mencakup berbagai senyawa, yang paling terkenal adalah senyawa sulfur tereduksi (mis.
Hidrogen sulfida, dimetil sulfida, dimetil disulfida, dan metanethiol), asam lemak mudah
menguap, senyawa aromatik dan amina. Amonia adalah bau yang paling umum yang dapat
dibentuk secara aerobik maupun anaerob, dan dengan demikian memiliki seperangkat opsi
manajemen yang berbeda.

Bahan yang digunakan

Jika bahan baku organik sudah anaerob dan berbau ketika mereka tiba di lokasi, mereka harus
dibawa ke kondisi aerobik secepat mungkin. Biasanya ini berarti menggabungkan mereka
dengan amandemen bulking yang kasar dan kering untuk meningkatkan porositas dan

47
memungkinkan penetrasi oksigen. Pengalaman bervariasi untuk frekuensi optimal balik
berikutnya, yang tergantung pada seberapa teliti bahan dicampur pada awalnya, serta
porositas tumpukan. Jika porositasnya memadai, mungkin masuk akal jika bahan tersebut
duduk selama beberapa hari atau minggu untuk melewati periode awal permintaan oksigen
tinggi.

Oksigen

Oksigen adalah senyawa yang jelas untuk ditambahkan ketika sumber bau adalah
metabolisme anaerob. Sistem aerasi paksa menyediakan cara untuk secara mekanis
memasukkan oksigen, dan umum di fasilitas bahan-bahan kompos seperti biosolids (lumpur
limbah) dengan potensi tinggi untuk menghasilkan bau. Sistem ini membutuhkan bentuk dan
porositas tiang yang relatif seragam untuk mengurangi potensi udara ke hubungan pendek di
sepanjang jalur dengan resistansi paling rendah. Dalam sistem aerasi pasif, yang bergantung
pada difusi dan konveksi alami, porositas yang memadai sangat penting untuk mengurangi
resistensi terhadap pergerakan oksigen. Dimensi tiang pancang atau windrow juga harus
sesuai untuk campuran bahan dan tahap dalam proses pengomposan, sehingga oksigen yang
berdifusi ke dalam tumpukan tidak sepenuhnya dikonsumsi sebelum mencapai pusat.

Selain pendekatan tradisional untuk aerasi, bahan kimia pengoksidasi seperti hidrogen
peroksida, kalium permanganat, dan klorin digunakan oleh industri pengolahan air limbah
untuk pengendalian bau. Senyawa ini secara kimiawi akan mengoksidasi bau anaerob, tetapi
juga dapat membunuh mikroorganisme pengomposan. Ini terutama berlaku untuk klorin.
Dalam konsentrasi rendah, secara merata dimasukkan dalam tumpukan, senyawa seperti
kalium permanganat bisa efektif, tetapi mungkin juga akan mahal.

Bau juga dapat teroksidasi secara biologis setelah terbentuk, dan ini mungkin sangat penting
bagi kebanyakan sistem pengomposan. Produk anaerob bau yang diproduksi di pusat
tumpukan rendah oksigen biasanya melewati zona aerobik saat keluar. Mikroorganisme
kemudian akan menurunkan bau aerobik. Proses ini mungkin terjadi pada skala makro
(tumpukan secara keseluruhan) dan skala mikro (dalam partikel atau rumpun individu), yang
pada dasarnya menyediakan biofiltrasi in situ. Ketika membalik tumpukan kompos anaerob,
keuntungan ini hilang, itulah sebabnya seringnya berbelok bukanlah cara terbaik untuk
mengatasi masalah bau, dan malah sering membuat masalahnya menjadi lebih buruk. Dalam
sistem windrow, jauh lebih baik untuk mengatasi dasar-dasar porositas dan ukuran tiang untuk
memastikan aerasi pasif yang memadai (difusi dan konveksi) di seluruh tumpukan kompos.

Katalis dan Innocula


48
Katalis dimaksudkan untuk mendegradasi senyawa yang berbau, biasanya melalui enzim yang
dihasilkan secara biologis. Katalis memfasilitasi reaksi tanpa itu sendiri secara permanen
diubah oleh reaksi, dan dengan demikian masing-masing enzim dapat bertindak pada banyak
molekul senyawa yang harum sebelum akhirnya terdegradasi. Katalis enzimatik biasanya
diaplikasikan baik pada permukaan tumpukan kompos atau di wilayah udara di atasnya.
Sejumlah produk ada di pasaran, tetapi sangat sedikit penelitian independen yang dilakukan
untuk memverifikasi efektivitasnya.

Ringkasan

Mencegah bau berlebihan membutuhkan pengelolaan proses pengomposan yang konsisten,


dimulai dengan perhatian yang cepat terhadap bahan yang masuk. Bahan basah harus
dicampur dengan amandemen bulus berpori untuk menyediakan pra-kondisi yang diperlukan
untuk transportasi oksigen, dan kemudian harus diangin-anginkan atau diputar seperti yang
diperlukan selama tahap aktif dari proses pengomposan. Memahami faktor-faktor yang
menyebabkan kondisi anaerob, termasuk interaksi ukuran partikel, porositas, kelembaban, dan
transportasi oksigen, akan memberikan wawasan tambahan tentang pencegahan bau.
Sementara penekanannya harus selalu di

Acknowledgments
Helpful reviews and discussions related to this document were provided by James
Gossett, Nancy Trautmann, Daniel Cogan, and Cary Oshins.

Difusi Oksigen
Oleh: Tom Richard

Difusi adalah cerminan dari fakta bahwa molekul-molekul, ketika mereka bergetar dengan
gerakan acak dalam gas atau cairan, bergerak menuju keseimbangan di mana semua spesies
molekuler dalam campuran tersebar secara seragam, dan konsentrasi setiap spesies adalah
sama di mana-mana.

Persamaan difusi (hukum kedua Fick), menyatakan bahwa laju difusi molekul sebanding
dengan turunan kedua dari konsentrasinya. Ini bentuk paling umum yang bisa ditulis:

49
Sumber: Bird et al., 1960.

Untuk gradien konsentrasi satu dimensi oksigen di udara, ini disederhanakan menjadi:

Untuk gradien konsentrasi satu dimensi oksigen dalam air, persamaan yang disederhanakan
adalah:

Dalam sistem pengomposan, gradien konsentrasi adalah fungsi dari tingkat pasokan oksigen
dan biodegradasi aerobik dan pengambilan oksigen (tautan segera hadir). Gradien konsentrasi
O2 adalah kekuatan pendorong yang memindahkan O2 ke dalam tiang melalui difusi, dan ada
gradien CO2 yang sesuai yang mendorong difusi CO2 keluar dari tiang. Dari sudut pandang
praktis manajemen proses, difusi O2 yang sangat penting untuk mempertahankan kondisi
aerobik, sehingga akan menjadi fokus analisis saat ini.

Diskusi terperinci disediakan untuk menghitung koefisien difusi oksigen di udara, serta
prosedur untuk menghitung koefisien difusi oksigen dalam air. Dengan menggunakan analisis
ini, kami menemukan bahwa koefisien difusi O2 di udara jenuh (pada konsentrasi 15% O2)
adalah 5700 hingga 10.800 kali lebih besar daripada di air (masing-masing pada suhu 60 ° C
dan 20 ° C). Ketika oksigen dipaksa untuk berdifusi melalui pori-pori jenuh air, pembatasan

50
transportasi oksigen ini adalah salah satu faktor terpenting yang menyebabkan kondisi
anaerob.

Referensi
Bird, R.B., W.E. Stewart, dan E.N. Lightfoot. 1960. Fenomena Transportasi. John Wiley &
Sons. NY. 780 hal. Kembali ke kutipan dalam teks.

Menentuukan Padatan Volatile dan Kehilangan Kelembaban


Oleh: Tom Richard

Dalam sistem pengomposan berukuran besar dan menengah, sulit untuk mengukur massa
media secara langsung setelah proses pengomposan dimulai, sehingga sulit untuk menentukan
massa yang telah terdegradasi menjadi CO2 dan H2O. Untuk reaktor yang benar-benar
tercampur, abu dan padatan volatil dari sampel dan data massa asli dapat digunakan untuk
menghitung massa padatan volatil yang tersisa menggunakan persamaan berikut:

Perhatikan bahwa untuk sampel apa pun, abu dan padatan volatil terkait dengan:

VS% = 100-Ash%

Pengurangan konsentrasi padatan yang mudah menguap adalah bertahap dan sering kali kecil,
sehingga sampel yang direplikasi harus diberi abu untuk memastikan hasil yang representatif
secara statistik.

Anda dapat menggabungkan hasil ini dengan data kelembaban untuk menentukan hilangnya
kelembaban dari kompos. Pertama, hitung kehilangan VS, dan kemudian kurangi DVS ini
dari total padatan kering (TS) dalam sistem untuk mendapatkan massa TS pada waktu t
(perhatikan bahwa fraksi abu TS dikonservasi, sehingga hilangnya TS sama dengan hilangnya
VS):

51
Kapan saja, massa air yang tersisa di kompos dapat dihitung dari:

Selain perubahan massa padatan atau air yang mudah menguap, orang juga dapat menghitung
persentase pengurangan VS atau H2O menggunakan rumus berikut:

dan

52
The Art and
Science of Composting
A resource for farmers and compost producers

Leslie Cooperband
University of Wisconsin-Madison

Center for Integrated Agricultural Systems


March 29, 2002

53
Table of Contents:
The Composting Process
Setting Up the Composting Environment
Determining Compost Mixes
General Guidelines for Pile Management
Managing Foul Odors
Siting Considerations, Technology Options and Management Intensity Levels
Siting Considerations
Composting Technologies
Choosing a Composting Method
Composting Regulations and Permits
Qualities of the Finished Compost
Compost Quality Standards
Summary
Resources

Apa itu pengomposan?

Pengomposan adalah dekomposisi/penguraian alami yang terkendali pemecahan limbah


organik. Pengomposan mengubah bahan limbah organik tersebut menjadi secara biologis
stabil atau disebut sebagai humus yang dapat membuat perubahan tanah menjadi sangat baik.
Kompos lebih mudah ditangani daripada pupuk kandang dan bahan organik mentah lainnya,
dengan penyimpanan yang baik akan
terbebas dari bau.

Pengomposan adalah teknologi kuno yang dipraktekkan saat ini pada semua skala usaha dari
skala kecil berupa tumpukan kompos di belaknag rumah samaai berupa usaha besar dengan
tujuan komersial. Referensi dalam bibliografi Roma telah ditemukan adanya pengomposan.
Presiden pertama bangsa Amerika, George Washington merupakan salah satu orang yang
menyadari adanya penurunan kesuburan tanah akibat usaha, kemudian dia membangun
“Repositori kotoran hewan” untuk membuat kompos sehingga dia bisa mengganti kembali
bahan organik tanah.

54
Penggunaan dan pasar untuk kompos

Ketika tempat pembuangan sampah menjadi penuh, mereka akan melarang pembuangan
limbah organik samaoah tersebut, sehingga pengomposan menjadi semakin layak sebagai
alternatip sarana pengelolaan sampah organik. Pengomposan kotoran hewan juga bisa
menjadi solusi dalam manajemen penyediaan pupuk kandang untuk pertanian. Yang
terpenting, proses pengomposan dengan hasilnya akhir berupa kompos adalah sumber daya
tanah yang berharga. Kompos bisa sebagai pengganti bahan seperti gambut dan humus
sebagai bahan untuk pembenihan, perlakuan tanah, mulsa dan pupuk alami dalam produksi
rumah kaca komersial, pertanian, ladang, budidaya tanaman rumput dan remediasi lahan
(Tabel 1).

Tabel 1. Pasar dan Penggunaan Kompos

Penggunaan Kompos Pasar


Agronomis Amandemen Tanah

Hortikultura Starter Benih, perubahan tanah,


mulsa, campuran wadah,
pupuk alami

tanah kota / pinggiran kota Amandemen tanah, mulsa


landskaping

Turf Seed Starter, perubahan tanah,


humus, pupuk alami, mulsa

Kehutanan Starter Benih, perubahan tanah


humus, mulsa

Reklamasi tanah Amandemen tanah, mulsa


Bioremediasi
Tutupan isian tanah

Manfaat kompos untuk tanah

Kompos adalah sumber bahan organik dengan keunikan dengan kemampuannya untuk
meningkatkan bahan kimia, fisik, dan biologis karakteristik tanah. Kompos meningkatkan
retensi air di tanah berpasir dan mempromosikan struktur tanah di tanah lempung dengan
meningkatkan stabilitas agregat tanah. Menambahkan kompos ke tanah meningkatkan
kesuburan dan kapasitas pertukaran kation tanah dan dapat mengurangi penggunaan pupuk
inorganik hingga 50%. Tanah menjadi dipenuhi mikroba aktif dan lebih supresif terhadap
tanah dan foliar patogen. Aktivitas mikroba yang ditingkatkan juga mempercepat pemecahan
55
pestisida dan bahan sintetis senyawa organik lainnya. Perlakuan/penambahan kompos
mengurangi bioavailabilitas logam berat — kualitas penting dalam perbaikan tanah yang
terkontaminasi.

Proses Pengomposan

Pengomposan terjadi melalui aktivitas mikroorganisme yang secara alami ditemukan di tanah.
Secara alami, cacing tanah, nematoda, dan serangga tanah seperti tungau, sowbugs,
springtails, semut, dan kumbang adalah komposer yang mengawali pemecahan bahan organik
bahan menjadi partikel yang lebih kecil. Dalam kondisi pengomposan, komposer memecah
partikel besar melalui menggiling atau memotong. Sekali ukuran fisik optimal terpenuhi,
bakteri tanah, jamur, actinomycetes dan protozoa memulai proses pengomposan. Organisme
mesofilik ini berfungsi paling baik pada suhu 50-113oF.

Fase aktif pengomposan

Ketika suhu di tumpukan kompos meningkat atau disebut fase thermophiles, mikroorganisme
yang bekerja di atas suhu 113oF mengambil alih. Pada fase ini, suhu di tumpukan kompos
biasanya meningkat pesat menjadi 130-150oF dalam 24-72 jam setelah proses dimulainya
pengomposan, an fase ini bertahan selama beberapa minggu. Fase ini disebut fase aktif
pengomposan (Gambar 2).

Gambar 2. Perubahan temperatur/suhu pada proses pengomposan

Dalam fase aktif "termofilik" dengan suhu yang cukup tinggi dapat membunuh mikroba
patogen,benih gulma dan dapat untuk memecah senyawa fitotoksik yaitu senyawa organik
beracun bagi tanaman. Patogen umumnya yang terbunuh dalam fase ini adalah Escherichia

56
coli, Staphylococcus aureus, Bacillus subtillus, dan Clostridium botulinum. Selama fase ini,
oksigen harus diisi kembali melalui aerasi pasif atau aktif dengan cara membalik tumpukan
kompos.

Fase curing/pemasakan

Saat fase pengomposan aktif mulai mereda/menurun, suhu secara bertahap menurun hingga
sekitar 100oF. Pada fase ini, mikroorganisme mesofilik mulai aktif kembali, dan konsumsi
atau kebutuhan oksigen menurun (tidak perlu pengadukan) sejalan dengan bahan organik
yang tersedia. Pada fese ini proses pengomposan masih terus berlangsung walaupun
melambat dan disertai dengan proses pembentukan hasil akhir humus yang merupakan bahan
yang secara biologis mempunyai struktur yang lebih stabil. Fase pematangan ini sangat
penting, tetapi sering tahap pengomposan ini terabaikan. Fase curing yang panjang adalah
diperlukan jika kompos belum selesai atau belum matang. Ini dapat terjadi jika tumpukan
menerima terlalu sedikit oksigen atau terlalu sedikit atau terlalu kadar air. Kompos yang
belum matang dapat mengandung kadar asam organik tinggi, C: N rasio tinggi, nilai pH
ekstrim atau kadar garam tinggi. Semuanya kondisi ini dapat merusak kompos yang
dihasilkan dan tidak baik untuk tanah.

Tidak ada batas waktu yang jelas proses pemasakan kompos. Dalam praktiknya rentang waktu
pengomposan komersial adalah satu hingga empat bulan. Bagaimanapun proses pemasakan
ini dapat berlansung selama enam hingga dua belas bulan.

Kapan pengomposan selesai?

Tidak ada waktu pasti untuk menghasilkan kompos jadi. Durasi tergantung pada bahan baku,
metode pengomposan digunakan dan manajemen. Ini bisa memakan waktu tiga bulan dan
selama dua tahun. Kompos adalah dianggap selesai saat bahan baku mentah tidak lagi aktif
terurai dan secara biologis telah stabil secara kimiawi. Beberapa praktisi merujuk selesai
kompos sebagai stabil; mengacu pada keadaan aktivitas biologis. Kompos siap biasanya
didefinisikan sebagai derajat humificasi (konversi senyawa organik menjadi zat humus, yang
paling tahan terhadap aktifitas mikroba). Lebih mudah mengukur kestabilan kompos daripada
kematangan, sehingga sebagian besar komposer mengukur suhu atau respirasi kompos
(oksigen konsumsi). Ketika suhu di tengah tumpukan kembali ke tingkat tingkat suhu
lingkungan/sekitar dan oksigen konsentrasi di tengah tumpukan tetap lebih besar dari 10-15%
selama beberapa hari, kompos dipertimbangkan telah stabil atau jadi. Pengukuran ini

57
seharusnya diambil ketika tumpukan kompos memiliki kelembaban setidaknya 50% dari berat
kompos.

Penting untuk mempelajari cara menilai waktu atau stabilitas kompos karena stabilitas akan
mempengaruhi banyak sifat kimia dan biologis dari kompos, dan akhirnya bagaimana kompos
dapat digunakan. "Indeks Stabilitas" dan pengujian kematangan / stabilitas adalah tersedia
dari penelitian dan pendidikan kompos organisasi (lihat Sumberdaya). Belum matang atau
kompos biologis tidak stabil dapat digunakan di peternakan sebagai amandemen tanah
HANYA JIKA diterapkan beberapa bulan sebelum tanam. Kompos yang belum matang juga
bisa digunakan dalam remediasi lokasi, dan sebagai tutupan pengisi lahan.

Menyiapkan Lingkungan Pengomposan

Karena pengomposan adalah proses oleh mikroba, menyediakan Lingkungan/kondisi yang


tepat bagi mikroba sangat penting untuk berhasilnya pengomposan. Dengan kata lain, beri
makan mikroba dan biarkan mereka melakukan pekerjaan untuk Anda! Tiga faktor
berinteraksi dalam pembuatan kompos yang baik:

1. Kandungan kimiawi bahan organik penyusun (feedstocks) yang digunakan.


2. Ukuran fisik dan bentuk bahan pengomposan (porositas tumpukan)
3. Populasi organisme yang terlibat dalam proses pengomposan.

Tabel 2. Kondisi optimal untuk aerobik yang cepat pengomposan (Rynk, 1992)

Kondisi Dapat diterima Ideal

C:N rasio campuran 20:1 to 40:1 25-35:1

Kadar air 40-65% 45-60%

Konsentrasi Oksigen >5% >10%

Partikel bahan < 2,5 cm Variasi

Kepadatan/density 1000 lbs./cu yd 1000 lbs./cu yd

pH 5.5-9.0 6.5-8.0

Temperatur/suhu (43-66o C) (54-60o C)

Pengomposan aerobik vs anaerobik

58
Kompos “terjadi” baik secara aerobik (dengan oksigen) atau anaerob (tanpa oksigen) saat
bahan organik dicampur dan ditumpuk bersama. Pengomposan aerobik adalah bentuk
dekomposisi yang paling efisien, dan menghasilkan kompos jadi dalam waktu singkat. Jika
jumlah makanan (karbon) cukup dan sesuai , cukup berbagai jenis nutrisi, air dan udara
tersedia, organisme aerob akan mendominasi tumpukan kompos dan menguraikan bahan
organik mentah paling efisien. Panas dalam tumpukan adalah produk sampingan dari
“pembakaran” biologis — oksidasi aerobik bahan organik menjadi karbon dioksida sehingga
mikrobta dapat menghasilkan energi.

Bahan baku (feedstoocts): kualitas makanan mikroba

Kompos dapat dibuat dari sebagian besar produk sampingan/limbah bahan organik (by-
products). Bahan baku dalam bentuk limbah yang umum adalah berasal dari peternakan
unggas, babi dan kotoran ternak lainnya, limbah pengolahan makanan, lumpur limbah, daun ,
potongan semak rumput, serbuk gergaji, dan produk sampingan lainnya dari pengolahan kayu.

Idealnya, beberapa bahan baku harus dicampur bersama untuk membuat kisaran kondisi
"ideal" seperti yang tercantum dalam Tabel 2. Namun demikian terkadang syarat tersebut
tidak selalu bisa terpenuhi. Untungnya pengomposan adalah proses sebetulnya bisa fleksible
yang bisa terjadi pada rentangan berbagai kondisi. Sebagai contoh, jika Anda mencampur
berbagai bahan dengan pertimbangan hanya terhadap kadar air dan rasio karbon terhadap
nitrogen , Anda tetap akan menghasilkan kompos yang baik, tentunya harus tetap dengan
menagemen pembuatan kompos yang baik. Secara umum dapat dikatakan, kombinasi kualitas
bahan baku dan manajemen kompos akan menentukan kualitas produk jadi.

Ketersediaan karbon (C) relatif terhadap nitrogen (N) adalah penting untuk menentukan
kualitas bahan baku kompos, diistilahkan sebagai rasio C: N. Rentang ideal campuran bahan
adalah C: N 25: 1 hingga 35: 1 untuk memulai suatu proses pengomposan. Jika rasio C: N
adalah lebih besar dari 20: 1, mikroba akan menggunakan semua N untuk kebutuhan
metabolisme sendiri. Jika rasio C: N lebih rendah dari 20: 1, campuran bahan untuk
pengomposan memiliki surplus N dan dapat hilang ke atmosfer sebagai gas amonia dan
menyebabkan masalah bau.

Kompleksitas senyawa karbon juga mempengaruhi tingkat di mana sampah organik dipecah.
Kemudahan senyawa sumber C terdegradasi urutannya: karbohidrat > hemiselulosa > selulosa
= chitin > lignin. Limbah buah dan sayuran mudah terdegradasi karena mengandung sebagian

59
besar sederhana karbohidrat (gula dan pati). Sebaliknya, daun, batang, kulit kacang, kulit kayu
dan pohon terurai lebih perlahan karena mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin.

Persyaratan Air

Kandungan kelembaban/kadar air ideal tumpukan kompos (campuran bahan kompos) adalah
antara 45-60% berat. Campuran bahan kompos ini seharusnya terasa lembab saat dipegang
dalam genggaman yang sedikit dikencangkan, dan menyatu/menggumpal, tetapi air tidak
mengucur/menetes.

Kadar air yang rendah akan memperlambat proses pengomposan. Kelembaban juga
menentukan suhu. Pengering tumpukan cenderung meningkatkan suuhu, tetapi mendingin
lebih cepat daripada tumpukan basah. Kelembaban lebih dari 60% berarti ruang pori dalam
tumpukan kompos akan diisi dengan air lebih banyak daripada udara, sehingga lebih
mengarah ke kondisi anaerob.

Catatan penting: Bahan baku dengan kadar air yang berbeda bisa dicampur untuk mencapai
kadar air yang ideal.

Bahan berkarbon seperti kertas koran, dan produk sampingan kayu seperti serbuk gergaji
dapat digunakan sebagai agen bulking (pengeringan). Serutan dan serpihan kayu, dan kulit
kayu bisa ditambahkan ke campuran bahan kompos berpartikel halus untuk membuat pori
besar. Jika Anda tidak dapat mencapai kadar air yang ideal dengan mencampur bahan-bahan
kompos, Anda dapat menambahkan air ke dalam campuran tersebut.

pH and temperature

Tingkat keasaman atau basa bahan organik yang diukur dengan nilai pH, mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme. Pengurai bakteri lebih menyukai pH kisaran 6.0-7.5,
sementara pengurai jamur lebih suka pH kisaran 5.5-8.0. Jika pH kompos melebihi 7,5,
amonia terbentuk dan hilang/menguap dalam bentuk gas. Tertentu bahan-bahan seperti
kotoran sapi perah,limbah pemrosesan kertas, semen dapat meningkatkan pH, sementara
limbah seperti limbah pengolahan makanan dapat menurunkan pH. Coba ukur pH di awal dan
akhir pengomposan.

Suhu udara sekitar mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas mikroba di tumpukan kompos,
dan karenanya pada laju penguraian bahan . Di daerah yang mempunyai empat musim,
pengomposan tercepat terjadi di musim semi, musim panas dan musim gugur dan
kemungkinan akan tetap berlangsung sampai di bulan-bulan musim dingin. Namun, jika

60
ukuran tumpukan ditingkatkan di musim dingin setinggi 8-12 kaki dan lebar 10-12 kaki,
tumpukan bisa menahan/tetap panas dan proses pengomposan tetap aktif.

Pedoman Umum Managemen Pengomposan


Mengelola tumpukan kompos untuk aerasi yang baik

Tumpukan kompos yang mempunyai aerasi yang baik setidaknya sudah mendapatkan 5%
kandungan oksigen selama fase aktif pengomposan (idealnya mendekati 10%). Kompos harus
mendapatkan aerasi yang baik secara pasif atau aktif karena aerasi adalah kunci keberhasilan
pengomposan. Dengan meningkatnya aktivitas mikroba di tumpukan kompos, akan lebih
banyak oksigen dikonsumsi. Jika suplai oksigen tidak diisi ulang, pengomposan dapat
bergeser ke dekomposisi anaerob, perlambatan proses pengomposan dan bau busuk.

Temperatur, bau dan kelembaban sesuai indikasi yang baik dari dekomposisi aktif dan aerasi
yang memadai. Monitor suhu setidaknya setiap minggu, menggunakan termometer . Periksa
kadar air dan bau. Tumpukan kompos tidak bebas bau, tetapi bau busuk yang berbeda berarti
kondisi anaerob telah berkembang. Bau amonia juga bisa berarti banyak nitrogen hadir, yang
dapat diperbaiki dengan pencampuran bahan kaya karbon. Bau busuk bisa berarti terlalu
banyak air, dapat diatasi dengan mencampur bahan bulking (berbagai macam jerami,
rumput/daun kering, serbuk gergaji, sekam dan sebagainya).

Aerasi yang baik juga dapat dicapai dengan mengelola porositas tumpukan. Porositas
didefinisikan sebagai volume pori-pori dibagi dengan volume total kompos. Beberapa pori-
pori itu akan diisi dengan air dan sisanya udara. Tumpukan awal pengomposan harus
memiliki antara 45-60% porositas terisi udara dan selama fase aktif pengomposan, seharusnya
tidak turun di bawah 35%.

Mengukur kepadatan/kerapatan dan porositas kompos.

Pertama-tama tentukan kepadatan campuran bahan/kompos (berat per satuan volume


dari campuran bahan-bahan). Timbang wadah (ember 5 galon = 20 L) kosong.
Tambahkan materi/bahan kompos 1/3 volume ember, tekan isi ember lima kali yang
dietakkan pada permukaan keras yang rata, tambahkan 1/3 material/bahan lainnya,
tekan lima kali lagi, lalu isi sampai penuh rata dengan mulut ember tanpa ditekan.
Timbang ember yang terisi penuh tersebut dan catat.

Kepadatan/kerapatan yang merupakan campuran atau bahan tunggal pembuatan


kompos menunjukkan berat per satuan unit volume, dapat ditentukan sebagi berikut:

61
1. Berat ember dengan bahan (lb) = 20,5
2. Berat ember kosong (lb) = 2,0
3. Berat bahan (baris 1- baris 2) = 18,5
4. Kepadatan/kerapatan (lbs / yard kubik) = 740 (baris 3 X 40).
Ambil ember yang telah terisi penuh dengan bahan dan isi dengan air. Gunakan
perhitungan di bawah ini untuk menghitung porositas yang terisi udara (%).
5. Berat ember dengan bahan + air (lb) = 46,5
6. Berat ember dengan bahan (dari baris 1 dalam tabel kepadatan
= 20.5
7. Berat air (baris 5 - baris 6) = 26
8. % porositas terisi udara = 62% (baris 7 X 2,4)
Catatan: Faktor konversi di baris 4 (40) dan di baris 8 (2,4)hanya berlaku untuk
ember 5 galon/20 L (1 lb. = 0,45359237 kg ; 1 galon = 3,785 L; yard cubic = 0,764555
meter cubic).

Mengelola Kelembaban Tumpukan

Air akan dikeluarkan sebagai uap selama aktif fase pengomposan, ketika suhu tinggi. Jika
Anda membalik/mengaduk tumpukan, Anda dapat menambahkan air saat Anda membalikkan
tersebut. Jika Anda menggunakan aerasi statis, itu jauh lebih sulit untuk menambahkan air ke
tumpukan kompos. Yang terbaik adalah membuat campuran bahan baku awal pada bagian
sisi/luarnya lebih basah (65-70%), sehingga ketika kehilangan uap air, tumpukan masih
cukup basah untuk menjaga mikroba aktif. Beberapa komposer komersial menggunakan
sistem aerasi paksa yaitu dengan menambahkan kelembaban dengan memasukkan udara yang
dilembabkan ke dalam pipa dan meniupkan udara ke tumpukan.

Ukuran tumpukan

Tinggi dan lebar tiang yang ideal tergantung porositas dan kelembaban bahan baku, metode
pengomposan dan peralatan spesifik Anda (Tabel 4). Misalnya, tumpukan kering dan ringan
dapat ditumpuk lebih tinggi dari tumpukan basah, padat, tanpa risiko berkembangnya kondisi
anaerob di dalam tumpukan. Tumpukan kecil akan dapat mempertahankan oksigen internal
yang lebih tinggi konsentrasinya dari tumpukan besar, tetapi tumpukan besar akan
mempertahankan suhu yang lebih tinggi lebih baik daripada tumpukan kecil. Agar tumpukan
memanas dan tetap panas, ukuran minimum (tinggi + 1,0 m dan panjang/lebar + 3,0 m) harus
menjadi satu syarat.

62
Ukuran partikel bahan baku akan mempengaruhi porositas, aliran udara, dan jumlah aktivitas
mikroba. Lebih kecil partikel memiliki lebih banyak luas permukaan per satuan volume dan,
oleh karenanya, mikroba memiliki lebih banyak permukaan untuk bekerja dan berkembang.
Namun, jika partikel terlalu kecil, porositas akan berkurang dan aliran udara dalam tumpukan
kompos akan terbatas.

Mengelola Bau busuk

Aerasi yang baik mempromosikan penguraian aerobik aktif. Ketika tumpukan terlalu basah,
terlalu besar, tidak cukup berpori, menyebabkan proses aerobik berlangsung terlalu
singkat/pendek. Bakteri aerobik tidak bisa mendapatkan oksigen dan bakteri anaerob bakteri
mengambil alih. Senyawa belerang dan produk samping lainnya dari hasil respirasi anaerob
dan bau akhirnya terbentuk. Bau dapat berasal dari bahan baku yang digunakan (seperti
lumpur limbah, kotoran cair dan limbah ikan) atau akibat dari aerasi yang buruk dari
tumpukan kompos. Anda dapat meminimalkan bau dengan managemen/pengelolaan
tumpukan kompos yang tepat. Sekali kondisi aerobik terpelihara atau dapat dipertahankan atu
dapat dipulihkan kembali, bakteri akan "memakan/mengurai" bahan-bahan/senyawa penyebab
bau tersebut.

Untuk mendapatkan bakteri aerobik bernapas lagi

• Campurkan feedstock basah dengan bahan bulking/kering yang segera sebelum


pengomposan dimulai.
• Buat porositas yang memadai di tumpukan kompos dengan menambahkan bahn
seperti serpihan kayu untuk menambah/memperbesar jumlah pori-pori.
• Bangun/buat tumpukan kompos yang bisa memaksimalkan suhu yang digerakkan
aliran udara konvektif.

Amonia

Bau amonia dapat terbentuk secara independen aerasi dari bahan baku tumpukan kompos.
Bahan-bahan kompos kaya nitrogen biasanya memiliki rasio C: N yang rendah. Kelebihan
nitrogen dimetabolis dengan menghasilkan senyawa yang dilepas dalam bentuk gas N
(amonia dan dinitrogen oksida). Untuk meminimalkan ini, bahan campuran tumpukan
kompos C: N di atas 10: 1 (ideal 25-35: 1) dan coba mencampur bahan baku tersebut yang
dapat mengkondisikan pH tumpukan di bawah 7,5.

63
Beneficial and Effective Microorganisms for a Sustainable
Agriculture and Environment

Dr. Teruo Higa


Professor of Horticulture
University of the Ryukyus
Okinawa, Japan

International Nature Farming Research Center


Atami, Japan
1994

64
EFEKTIF MIKROORGANISME (EM)
Profesor Hortikultura, Prof. Teruo Higa, mengembangkan teknologi EM (Effective
Microorganisms) di Universitas Ryukyus, Okinawa, Jepang, pada awal 1980-an. EM adalah
konsentrat cairan berwarna coklat yang mengandung kumpulan mikroba menguntungkan dan
bertindak sebagai kondisioner tanah serta inokulan mikroba. Ini dihasilkan dari
pengembangan lebih dari 80 jenis mikroorganisme menguntungkan, yang dikumpulkan dari
lingkungan alami yang berbeda. Lebih dari 90 negara berhasil menggunakan teknologi ini.
Cairan EM (lihat toko online) terutama terdiri dari lactobacillus, bakteri fotosintetik, ragi dan
jamur. Mikroorganisme ini tidak diimpor atau direkayasa secara genetis. Efektif
mikroorganisme mencakup spesies mikroorganisme aerob dan anaerob yang hidup
berdampingan di lingkungan sekitar 3,5 pH. Efektif mikroorganisme digunakan di bidang
pertanian, peternakan, akuakultur, air limbah & pengelolaan limbah padat untuk
meningkatkan kuantitas dan untuk meningkatkan kualitas produk dan mengobati perubahan
polusi tertentu.

PERSIAPAN SEBELUM PENGGUNAAN EM


PRODUK YANG BISA DIBUAT MENGGUNAKAN TEKNOLOGI EM:

Untuk menggunakan teknologi EM secara efektif, perlu menyiapkan beberapa pra-produk


berbasis EM, seperti:

Extended/Pengembangan/pengenceran atau "EM Sekunder"


Kompos
EM "Bokashi"
EM 5
Fermentasi EM Ekstrak Tumbuhan (FPE)
EM Air Beras.

EM extended/sekunder

Campurkan rasio 16 liter air bebas klorin dengan 3 liter Molase dengan 1 liter EM dengan
benar. Tuang campuran ke dalam wadah plastik bersih atau drum dan segel wadah atau plastik
menjadi kedap udara, sehingga sedikit udara yang tersisa di wadah. Simpan wadah di tempat
teduh dan pada suhu sekitar 24 - 26 ° C selama 7-10 hari.
65
Setelah itu Anda akan menemukan lapisan putih di bagian atas larutan disertai dengan aroma
manis, sedikit asam, bau sedap . Produk siap ketika pH turun di bawah 4.0. Periksa pH dengan
kertas indikator lakmus.

Penampilan properti di atas menunjukkan bahwa EM dikembangkan dengan cara diencerkan


siap 30 hari, kecuali jika Anda mengisinya dalam wadah yang lebih kecil (diharuskan tidak
ada kontak udara dengan EM)

Perhatian: EM sekunder tidak boleh diencerkan/dikembangkan lagi sebab, keseimbangan


mikroba akan berubah dan dengan demikian EM kehilangan efisiensinya

Catatan: jaggery 6 kg, preboild, dapat digunakan sebagai pengganti molase. Wadah kaca tidak
boleh digunakan. Siapkan EM sekunder hanya setelah mencuci wadah plastik dengan benar
dan mensterilkannya di bawah sinar matahari selama satu hari. Jangan gunakan Extended EM
jika pH larutan lebih dari 4 atau baunya tidak sedap. Gunakan EM sekunder untuk membuat
kompos bokashi, FPE dan EM air beras. EM5 sebaiknya dibuat dengan larutan stok EM.

Kompos

Pertama-tama campuran EM sekunder dan air dengan perbandingan 1: 50 menurut volume


(mis. 10 ltr air dan 200 ml EM sekunder). Semprotkan larutan ini di tanah di mana kompos
dibuat pada 2 L / m2. Buat tumpukan bahan organik seperti dari limbah tanaman dan hewan
sekitar 12 inci atau 30 cm. Semprotkan larutan Extended EM yang dilarutkan pada tumpukan
untuk mendapatkan kadar air 70-80%. (Tidak ada cairan yang bocor di bagian bawah
tumpukan) Tambahkan lapisan serupa di atas yang pertama dan semprotkan dengan cairan
EM sekunder lagi. Orang dapat terus membuat lapisan hingga ketinggian maksimum sekitar
1,5 meter. Tutupi tumpukan jerami dengan jerami, karung goni atau daun pisang. Jangan
menutupinya dengan lembaran plastik. Setelah beberapa waktu, jika tingkat kelembaban turun
di tumpukan kemudian taburkan lebih banyak air di tumpukan dan tutup lagi. Kompos harus
siap digunakan dalam 30-45 hari (tentu saja ini akan tergantung rasio C / N awal Anda).

Aplikasi: Diaplikasikan 3-4 ton per acre (4.000 m2) untuk mendapatkan hasil yang baik.

Poin-poin penting untuk diingat

1. Gunakan limbah tanaman dan hewan dalam perbandingan 2: 1.

2. Gunakan daun hijau dan gulma untuk meningkatkan kandungan nitrogen dalam kompos.

66
3. Untuk dekomposisi yang lebih cepat, tambahkan jumlah molase atau sirup jaggery yang
sama dalam air dan EM sekunder

4. Untuk bahan organik padat seperti lumpur tekan atau kotoran sapi, silakan putar tumpukan
setidaknya satu kali untuk aerasi.

5. Selalu buat kompos di tanah. Jangan mencoba membuat kompos di atas beton atau
lembaran plastik apa pun di bawahnya.

6. Pastikan untuk menaungi tumpukan!

7. Catatan: Telah diamati bahwa meningkatkan dosis EM untuk membuat kompos juga
meningkatkan tingkat nutrisi.

Proses pengomposan selesai ketika:

a) Suhu di dalam tumpukan, telah meningkat menjadi sekitar 70 derajat Celcius, kemudian
dalam 2-3 hari mulai turun dan menjadi stabil pada sekitar 5 derajat Celcius lebih tinggi
dari suhu luar.

b) Warna putih (jamur Actinomycetes) akan muncul pada biomassa. Itu juga akan memiliki
aroma yang manis.

c) Biomassa akan mudah hancur.

d) Kompos tidak perlu terlihat spesifik coklat atau hitam atau seperti daun teh. Bentuk dan
warna itu dapat diperoleh saat kompos siap diayak.

EM Bokashi

Bokashi adalah kompos yang difermentasi, yang dapat dibuat secara 'aerobik' (memungkinkan
kontak udara) atau 'anaerob' (tanpa kontak udara), tergantung pada proses yang digunakan.
Bokashi juga merupakan pupuk organik yang efektif menguntungkan terhadap tanah.
Bokashi aerobik dapat dibuat dalam skala besar. Karena suhu akan naik (hingga 40 - 50 ° C)
selama proses pengomposan, maka harus dikontrol (mis. Melalui aeriasi) untuk
mempertahankan energi yang dihasilkan.

Bokashi anaerob: Prosesnya memerlukan lebih banyak nutrisi daripada Bokashi aerobik.
Penting untuk dicatat bahwa jumlah yang dibuat Bokashi ini jauh lebih kecil.

Bahan untuk membuat Bokashi

Bahan Organik: Beras, dedak jagung atau gandum, tepung jagung, jerami jagung atau gandum
, bermcam bungkil biji-bijian, sisa copper pakan ternak atau rumput,serbuk gergaji, rumput
67
laut kering, serabut dan ampas kelapa, sisa pasca panen, dll. Residu Hewan: tepung tulang
ikan, kotoran hewan, cangkang kepiting, limbah dari industri daging.

Yang terbaik adalah memiliki keseimbangan antara bahan tanaman dan hewan dalam
perbandingan 2: 1 dan memiliki campuran berbagai jenis bahan organik. Bokashi khas
mengandung yang berikut ini: Dedak Beras: tepung tulang ikan: Air: Molase: EM dalam
rasio 2,5kg: 2,5kg: 2,5kg: 150 ml: 150 ml: 150 ml: 150ml volume. Jumlah air dapat diubah
tergantung pada kadar air bahan yang digunakan. Bahannya harus lembab. Disarankan bahwa
setidaknya 10-15% dedak padi harus ada di semua resep Bokashi.

Bagaimana cara menghasilkan Anaerobik Bokashi

Campur dedak, tepung ikan /tepung tulang ikan sampai merata. Larutkan molase dalam air
(1: 100) dan tambahkan EM ke dalam larutan. Tuang campuran ini pada bahan kering dan
aduk rata. Pastikan tidak ada gumpalan yang tersisa setelah pencampuran. Tempatkan
campuran ini dalam kantong plastik atau wadah kedap udara. Lepaskan semua udara dari
kantung, tempatkan kantung yang sudah dikemas ke dalam kantung plastik lain dan sekali lagi
buat menjadi kedap udara. Simpan di tempat gelap. Bokashi siap dalam 4 - 5 hari di musim
panas dan 7 - 8 hari di musim dingin dalam kondisi tropis (disimpan pada 24 - 26 ° C). Ini
akan berbau manis dan etelah selesai difermentasi. Bau busuk menunjukkan bahwa proses
fermentasi terganggu dan Bokashi tidak bagus untuk digunakan. Namun itu dapat dibuat
sebagai kompos normal. Lihat paragraf “kompos”. Bokashi anaerobik harus digunakan segera
setelah selesai. Untuk penyimpanan, sebarkan di tanah dan keringkan di tempat teduh. Saat
kering, dapat disimpan dalam kantong plastik. Jaga Bokashi dari ganguan tikus dan hama
lainnya.

Cara memproduksi Bokashi sebagai pakan ternak:

Untuk pakan ternak gunakan hanya dedak padi: air: molase: EM dengan perbandingan 10kg:
1 kg: 100 ml: 100ml dan lanjutkan membuat Bokashi seperti di atas. Gunakan hingga 5%
dari total pakan dengan cara dicampur dalam pakan untuk diberikan kepada hewan.

Cara memproduksi Aerobik Bokashi

Bahan dan metode pencampurannya mirip dengan Bokashi anaerob. Sebarkan campuran di
tanah dan tutupi dengan karung goni, jerami, atau yang serupa agar tidak terkena hujan. Suhu
naik dengan cepat tetapi dikontrol pada 25° -35° C dengan membalikkan campuran. Ini
mungkin harus dilakukan 3 atau 4 kali. Bokashi siap dalam 4 - 5 hari. Simpan seperti Bokashi
anaerob.
68
Aplikasi segala jenis Bokashi: Tebarkan Bokashi di atas tanah sebanyak 600 kg per hektar
atau 250 gram / m2. Pada saat pembajakan tanah, Bokashi tertutup dengan tanah 5-8 cm.
Gunakan mulsa untuk menutupi tanah sesudahnya. Perhatian: Tidak ada benih atau bibit
pohon muda yang ditaburkan atau ditanam selama 5-10 hari setelah aplikasi Bokashi
(Semakin banyak Anda menggunakan - semakin lama Anda menunggu).

EM 5

EM 5 adalah penolak serangga bebas bahan kimia dan tidak beracun yang digunakan untuk
mengusir hama dan penyakit pada tanaman.

Air Campuran: Molase: Cuka Alami: Etil alkohol : EM dalam perbandingan 6: 1: 1: 1: 1: 1.


Tutup wadahnya. Lepaskan gas secara berkala dan tutup kembali sampai pembentukan gas
berhenti. Simpan di tempat yang sejuk dan gelap.

EM FPE (Ekstrak Tanaman Fermentasi)

FPE juga merupakan bio pestisida organik. Campurkan gulma atau daun yang baru dicincang:
air: tetes tebu: EM dalam perbandingan 1L: 1L: 50ml: 50ml dalam wadah. Tempatkan
pemberat pada bahan tanaman sehingga tetap tercakup dalam larutan. Hindari terbentuknya
ruang antara cairan dan penutup. Simpan wadah di tempat gelap dan hangat selama 5-10 hari.

FPE siap ketika pH turun di bawah 3,5. Saring daun dan simpan cairan dalam botol. Daun
dengan rasa yang kuat seperti neem, mint, mugwort, jelatang dan rumput yang memiliki nilai
obat ternyata lebih efektif. Anda juga bisa menggunakan bawang putih, jahe, paprika hijau dll
untuk membuat FPE berkualitas baik. EM-FPE memiliki umur simpan 90 hari.

EM AIR BERAS (Air pencucian beras)

Di daerah-daerah terpencil, di mana molase atau gula tidak tersedia secara bebas, air yang
digunakan untuk mencuci beras dapat digunakan untuk membuat EM sekunder. Dalam
metode persiapan EM sekunder ini, kumpulkan air hasil mencuci beras.

Campurkan 10% EM dengan air cucian beras dalam suhu 24-26 ° C dan tuangkan larutan
tersebut ke dalam wadah plastik dan tutup rapat. Setelah 10-12 hari fermentasi, bau fermentasi
yang manis berkembang menunjukkan bahwa larutan yang difermentasi dapat digunakan
sebagai EM sekunder.

69
Cairan/larutan ini dapat digunakan untuk membuat Bokashi dengan pengenceran pada rasio 1:
1000 L, atau dengan menambahkan air minum untuk ternak pada pengenceran 1: 1000 L.
Proses fermentasi dapat dipercepat dengan menambahkan 100 g gula, diencerkan dalam air
yang digunakan.

MANUAL APLIKASI:
Temukan lebih banyak ilustrasi dalam info mendalam di: http:
//www.apnan.org/APNAN%20Manual.pdf

GLOSARIUM:
http://www.emtechnologynetwork.org/~en/_web/glossary/

PERTANYAAN YANG SERING DITANYAKAN DAN JAWABANNYA

1. Pada suhu berapa mikroba EM bekerja paling baik?


Mikroba dalam EM bekerja paling baik selama suhu mesofilik yaitu 25 hingga 450C.

2. Apa efek EM terhadap pH ladang pertanian ?


Selama periode waktu itu hanya mengontrol pH tanah sampai batas tertentu saja.

3. Apakah kita perlu membuat beberapa retakan di tanah untuk membuat EM merembes ke
dalam tanah?
Anda tidak perlu ‘retakan’ di dalam tanah untuk aplikasi EM. EM dapat dengan mudah
aplikasikan melalui sistem irigasi normal yang Anda mungkin gunakan seperti banjir atau
irigasi tetes atau sprinkler.

4. Apa saja indikator EM sekunder siap digunakan? Apakah produksi gas menunjukkan
kematangannya?
Produksi gas menunjukkan bahwa prosesnya belum selesai. Dua indikator lain dari EM
sekunder yang siap adalah rasa (seperti cuka), bau dan pH sedap hasil fermentasi yang baik
yang seharusnya di bawah 4, idealnya 3,5.

5. Berapa jumlah pupuk kimia yang dapat dikurangi secara bertahap karena EM digunakan
secara teratur dalam berbagai bentuk?
Anda harus melihat EM hanya sebagai alat dan bukan yang lain. Jumlah perpindahan bahan
kimia dengan penggunaan EM tergantung pada jumlah kompos dan Bokashi yang digunakan
dalam tanah. Kami merekomendasikan minimum 4 ton/acre atau 600 Kg/Ha secara umum.

70
Anda dapat mengurangi 20-25% bahan kimia pada setiap siklus tanam bersama dengan dosis
kompos dan Bokashi yang direkomendasikan.

6. Gas yang keluar saat mempersiapkan EM berkepanjangan. Apakah ini berbahaya?


Gas yang keluar umumnya adalah CO2.

7. Dapatkah tutup atau tutup drum tetap longgar atau terbuka mempengaruhi dalam pembuat
EM sekunder?
Pastikan tutup atau tutupnya harus tertutup rapat setelah melepaskan gas setiap kali.

8. Apakah ada cara dan cara untuk mengurangi jumlah gas yang keluar?
Anda dapat mengurangi jumlah molase menjadi 0,6 atau 0,7 L bukannya 1 L. Ini akan
mengurangi jumlah gas yang keluar tetapi umur simpan EM sekunder akan berkurang. Tetapi
saya merasa bahwa melepaskan gas setiap hari akan menjadi solusi terbaik untuk masalah ini.

9. Apakah arna keputihan (pecipitation) yang kita lihat di bagian dasar kaleng yang diisi EM
sekunder? Apakah ini menunjukkan sesuatu yang terkait dengan kualitasnya?
Tidak apa-apa untuk memiliki residu putih ini. Ini menunjukkan pembentukan mikroba
lactobacillus. Ini benar-benar tidak berbahaya dan baik untuk tanaman.

10. Haruskah kita berhenti menyemprotkan EM5 atau FPE selama berbunga untuk
meningkatkan penyerbukan silang sesaat sebelum masa berbuah?
EM5 dan FPE yang menjadi semprotan proaktif harus mengontrol kejadian hama. Laporan
menunjukkan bahwa selama periode berbunga mereka tidak merusak bunga. Tetapi kami
merekomendasikan bahwa saat mulai berbunga kita harus berhenti menyemprotkan EM5 atau
FPE karena mereka mungkin mengusir serangga menguntungkan yang diperlukan untuk
penyerbukan.

11. Apakah kita dapat menghilangkan rongga udara dalam botol yang digunakan untuk
membuat produk EM?
Sebagai aturan, orang tidak boleh membiarkan banyak udara di atas EM atau turunannya.

12. Dapatkah saya menggunakan wadah kaca untuk membuat produk EM?
Karena persiapan EM mengarah pada pembentukan gas, gelas adalah yang paling
direkomendasikan karena bahan plastik dapat mengembang. Ada tehnik untuk mengatasi
problem ini.

71
Experiment pada Kompos

Porositas / porosity Kompos

Kapasitas penampung air / water holding capacity Kompos

Kandungan bahan organik / organic matter Kompos

Kapasitas penyangga/ buffer capacity Kompos

By:

72
Daftar Isi
Apa efek kompos terhadap sifat-sifat tanah?
Eksperimen 1: Penentuan porositas kompos
Bahan apa yang dibutuhkan
Persiapan sampel
Eksperimen per sampel, langkah demi langkah
Tabel 1: Pengukuran porositas
Analisis hasil
Tabel 2: Hasil Porositas
Eksperimen 2: Penentuan 'kapasitas penampung air'
Bahan apa yang dibutuhkan?
Percobaan, langkah demi langkah
Tabel mengukur hasil
Analisis hasil
Tabel hasil perhitungan 'Kapasitas penahanan air'
Eksperimen 3: Penentuan 'kandungan bahan organik'
Bahan apa yang dibutuhkan?
Percobaan, langkah demi langkah: Prosedur dengan oven
Percobaan, langkah demi langkah: Prosedur dengan pembakar Bunsen atau hot plat Tabel
mengukur hasil
Analisis hasil
Tabel menghitung hasil 'Konten bahan organik'
Eksperimen 4: Penentuan 'kapasitas buffering'
Bahan apa yang dibutuhkan?
Percobaan, langkah demi langkah
Tabel kapasitas hasil buffer
Analisis hasil
Sumber

73
Apa efek kompos terhadap sifat-sifat tanah?
Pengantar

Kompos dikenal sebagai suplemen tanah atau sebagai bahan organik yang ditambahkan ke
tanah meningkatkan karakteristik fisik atau kimianya. Salah satu karakteristik kompos adalah
meningkatkan drainase tanah. Di sisi lain itu juga memiliki efek positif pada kemampuan
tanah untuk menahan air sehingga tersedia untuk mikroorganisme dan akar tanaman.

Tetapi apakah ini benar?

Apakah kompos membuat tanah liat kurang padat dan lebih kering?

Apakah suplemen kompos membuat tanah berpasir lebih mampu menampung air?

Untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini, empat percobaan dijelaskan di


halaman berikutnya. Salah satu percobaan adalah menguji kompos dan tanah untuk porositas
dan kapasitas penampung air. Eksperimen lain akan memandu Anda untuk mengukur
kandungan bahan organik kompos dan tanah. Ini akan menghasilkan pemahaman yang lebih
baik tentang membandingkan berbagai jenis kompos dan tanah, atau kompos di berbagai
keadaan dekomposisi. Dalam kebanyakan kasus, tanah mengandung kurang dari 20% bahan
organik. Dalam kompos ini persentase bahan organik jauh lebih tinggi. Halaman 4/19
Eksperimen pada Kompos Eksperimen terakhir, yang disebut 'kapasitas buffering',
memberikan tes sederhana untuk diukur apa yang akan terjadi pada kimia tanah jika sejumlah
kompos ditambahkan ke tanah. Dan juga apa yang akan berpengaruh pada kimiawi air asam
yang meresap melalui

Gambar: Tekstur kompos

74
Eksperimen 1: Penentuan porositas kompos
Pengantar

Dengan melakukan percobaan ini, Anda akan mengukur volume ruang pori dalam kompos
atau sampel tanah. Porositas mengukur proporsi volume tanah tertentu yang ditempati oleh
pori-pori yang mengandung udara dan air. Ini memberikan indikasi apakah tanah longgar atau
padat, yang mempengaruhi keduanya drainase dan aerasi. Tanah berpasir memiliki partikel
besar dan ruang pori besar sedangkan tanah liat atau berlumpur ruang pori yang lebih kecil.

Namun, yang mungkin mengejutkan adalah banyaknya pori-pori kecil di tanah liat atau tanah
berlumpur tambahkan volume pori total yang lebih besar daripada di tanah berpasir. Secara
umum, penambahan bahan organik seperti kompos meningkatkan porositas tanah. Halaman
6/19 Eksperimen pada Kompos 70 80

Bahan apa yang dibutuhkan?

Piring, mangkuk atau wadah kecil


Sendok meja
100 mL gelas ukur
Batang pengaduk sedikit lebih panjang dari silinder ukur
Kompos
Pasir (mis. Pasir sungai)
Opsional: sampel tanah lainnya

Tabel: Karakteristik berbagai jenis tanah

75
Gambar: Gelas ukur 100 mL

Persiapan sampel: Tes standar dilakukan dengan kompos, pasir dan campurannya (1/1
volume). Tentu saja lainnya tanah dan campuran dapat ditambahkan.

Eksperimen per sampel, langkah demi langkah:

Langkah 1: Isi silinder ukur sekitar setengah penuh dengan sampel

Langkah 2: Tekan isi gelas ukur dengan kuat dengan jari Anda beberapa kali untuk
memadatkan sampel

Langkah 3: Catat ‘Volume sampel yang ditekan’. Gunakan tabel di halaman berikutnya untuk
tuliskan hasil Anda.

Langkah 4: Tuang sampel yang telah dipadatkan pada tempat lain untuk digunakan pada
langkah 6.

Langkah 5: Isi gelas ukur ke level 70-mL dengan air.

Gambar: Cara melihat miniscus


76
Gambar: Ringkasan langkah-langkah penetapan porositas kompos

Langkah 6: Perlahan tambahkan sampel dari langkah 4.

Langkah 7: Aduk dengan batang agar berjampur, lalu diamkan selama 5 menit untuk
memungkinkan gelembung untuk keluar/hilang.

Langkah 8: Catat final ‘Volume campuran (sampel + air)’. Gunakan tabel di bawah untuk
menuliskan hasil Anda.

Tabel: Data pengukuran porositas


Nama Volume (mL) Porositas
No.
sampel Sampel Sampel + air Padatan Ruang pori (%)

Analisis hasil:

Volume padatan dalam sampel yang diuji:

Volume padatan (mL) = Volume campuran (sampel + air) mL - 70 mL

Hitung volume ruang pori total:

Volume ruang pori (mL) = Volume sampel (mL) - Volume padatan (mL)

Tentukan porositas:
𝑽𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆 ruang pori (𝒎𝑳)
𝑷𝒐𝒓𝒐𝒔𝒊𝒕𝒚 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒍𝒆 = X 𝟏𝟎𝟎%
𝑽𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒍𝒆 (𝒎𝑳)
Bandingkan porositas semua sampel yang digunakan dalam percoban atau penelitian.
77
Eksperimen 2: Penentuan 'daya ikat air (water holding capacity)'.

Kapasitas daya ikat air suatu tanah menentukan kemampuannya untuk menopang kehidupan
tanaman selama musim kering titik.

Air ditahan di pori-pori antara partikel-partikel tanah dan lapisan tipis di sekitar partikel
tanah.

Berbagai jenis tanah mempertahankan jumlah air yang berbeda, tergantung pada ukuran
partikel dan jumlah bahan organik.

Bahan organik menambah kapasitas penampung air tanah karena partikel humus menyerap
air.

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan daya ikay air tanah tanah atau kompos
untuk mempertahankan kelembaban terhadap drainase karena gaya gravitasi.

Bahan apa yang dibutuhkan:

Corong gelas
Selang karet untuk disambungkan ke bagian bawah corong
Penjepit untuk selang karet
Ring stand dengan attachmentnya untuk memegang corong
Kertas saring melingkar atau filter kopi untuk melapisi corong
Sampel kompos kering atau yang lainnya 100 mL.
Timbangan dengan ketelitian gram (g)
Beker gelas kapasitas 250 mL, 2 buah
Gelas ukur kapasitas 100 mL
Batang gelas pengaduk yang sedikit lebih panjang dari gelas ukur

Gambar: Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran daya ikat air suatu sampel.

78
Langkah-langkah (steps) dalam experimen:

Langkah 1: Tebarkan dalam suatu tempat dan keringkan sampel (kompos, campuran kompos
tanah, atau tanah) microwave atau oven 70 ˚C.

Langkah 2: Pasang selang karet ke bagian bawah corong dan tutup rapat dengan penjepit.
Pasang corong ke dudukan cincin pada stand.

Langkah 3: Lapisi corong dengan kertas saring atau saringan kopi.

Langkah 4: Masukkan 100 mL sampel (kompos kering-udara atau kompos campuran tanah)
ke dalam corong.

Langkah 5: Menggunakan gelas ukur 100 mL. Tuang secara bertahap/perlahan air ke corong
sampai menutupi/memenuhi sampel kompos. Catat jumlah air yang
ditambahkan.

Langkah 6: Aduk perlahan, lalu diamkan sampai sampel jenuh.

Langkah 7: Setelah kompos jenuh, lepaskan klem untuk memungkinkan kelebihan air
mengalir ke gelas ukur.

Langkah 8: Setelah tetesan berhenti, catat jumlah air yang ada di gelas ukur.

Analisis hasil:
Volume air yang tertahan dalam 100 mL sampel = Volume air ditambahkan dalam corong
berisi sampel, mL – Volume air menetes ke dalam gelas ukur, mL

Daya ikat air dinyatakan sebagai jumlah air yang ditahan per liter sampel, jadi langkah
selanjutnya adalah mengkonversikan dalam liter.

Untuk mengkonversi dari sampel 100-ml menjadi satu liter, dikalikan dengan 10, sehingga
: Daya ikat air = 10 x (air ditahan dalam 100 mL sampel), mL/L

Bandingkan daya ikat air dari berbagai jenis sampel.

Tabel: Data pengukuran daya ikat air sampel


Volume, Ml
Daya ikat air
Air ditambahkan Air menetes Air tertinggal/tertahan
No Sampel (C x 10),
dalam corong (A) dalam gelas dalam sampel di corong
mL/L
ukur (B) (C = A – B)

79
Eksperimen 3: Penentuan 'kandungan bahan organik'.
Ketika sampel tanah kering atau kompos dipanaskan hingga 500 ° C, bahan organik mudah
menguap. Ini "padatan volatil" membentuk fraksi organik tanah, termasuk biomassa hidup,
sisa tanaman dan hewan yang membusuk, dan humus, produk akhir yang relatif stabil
dekomposisi organik. Residu yang tersisa setelah pembakaran adalah abu, terdiri dari mineral
semacam itu seperti kalsium, magnesium, fosfor, dan kalium. Secara umum, 50–80% dari
berat kering kompos mewakili bahan organik yang hilang selama pembakaran.

Bahan organik membentuk persentase yang jauh lebih rendah dari berat kering tanah.
Sebagian besar kurang dari 6% bahan organik, dengan persentase lebih tinggi terjadi di tanah
rawa. Tanah permukaan miliki kandungan bahan organik lebih tinggi daripada lapisan tanah
karena humus terbentuk melalui dekomposisi akumulasi residu tanaman atau vegetasi alami.
Tanah yang paling produktif kaya akan bahan organik, yang meningkatkan kemampuan
mereka untuk bertahan air dan nutrisi di zona akar tempat mereka tersedia untuk tanaman.

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan fraksi organik dan mineral dari kompos
atau sampel tanah.

Eksperimen pada Kompos

Bahan dan alat:


10 g Sampel kompos atau tanah
Crucible porselen wadah
Penjepit
Desikator (opsional)
Oven laboratorium, pembakar Bunsen, atau hot plate

Gambar. Oven laboratorium (kiri) dan pembakar Bunsen (kanan)

80
Cara kerja: Prosedur dengan oven

Langkah 1: Timbang wadah porselen, lalu tambahkan sekitar 10 g kompos atau sample
lainnya. Tuliskan dalam Tabel data.

Langkah 2: Keringkan sampel selama 24 jam dalam oven 105 ° C.

Langkah 3: Dinginkan dalam desikator (lokasi yang tidak lembab), dan ulangi. Tuliskan bobot
di Tabel data.

Langkah 4: Nyalakan sampel dengan menempatkannya dalam oven 500 ° C semalam.


Menggunakan penjepit, lepaskan wadah dari oven, dan sekali lagi letakkan di
desikator pendinginan. Timbang abu.

Tempat pembuatan tembikar dapat digunakan jika di laboratorium oven tidak


tersedia. Tuliskan bobot ini di Tabel data.

Cara kerja: Prosedur dengan pembakar Bunsen atau cawan panas

Langkah 1: Untuk menghindari menghirup asap, pasang kipas angin atau jenis ventilasi
lainnya.

Langkah 2: Memakai kacamata, panaskan sampel dengan hati-hati selama beberapa menit,
lalu secara bertahap menambah panas sampai wadah menjadi merah.

Langkah 3: Aduk kompos sesekali, dan lanjutkan pembakaran hingga sampel menjadi
berwarna terang dan Anda tidak bisa lagi melihat uap naik.

Tabel. Data pengabuan


Berat (g)
No Nama sampel
Crusible porselin Crucible + sample Crusible + Abu Abu

Analisis hasil:

Hitungan persentase bahan organik menggunakan persamaan berikut:

Wd - Wa
Persentase bahan organik = x 100
Wd

81
di mana:
Wd = berat kering kompos
Wa = berat abu setelah pembakaran

Apakah kandungan bahan organik berkurang selama proses pengomposan, atau itu hanya
berubah ke bentuk senyawa kimia yang lain?

Jika Anda membagi persentase bahan organik dengan 1,8 (angka index yang berdasarkan
hasil penelitian). Untuk sebagian besar bahan biologis, kandungan karbonnya antara 45
hingga 60 persen dari fraksi padatan yang mudah menguap. Dengan asumsi 55 persen (Adams
et al., 1951), sehingga angka index tersebut adalah 100% / 55% = 1,80.

Selanjutnya, Anda bisa mendapatkan estimasi persentase karbon dalam sampel Anda:

Kandungan karbon (%) = Bahan organik (%) / 1,80

Dari rumus ini bisa dikembangkan, jika Anda ingin mengetahui persentase kandungan N,
dengan catatan Anda telah mengetahui rasio C: N.

Kandungan Nitrogen (%) = Bahan organik (%) / (C:N)

Eksperimen 4: Penentuan capacity kapasitas buffering '


Kompos jadi biasanya memiliki pH sekitar netral, dalam kisaran 6-8. Itu juga cenderung
memiliki kapasitas buffering tinggi, artinya tahan terhadap perubahan pH. Tanah dengan
buffering tinggi kapasitas tidak mengalami fluktuasi pH drastis yang dapat merusak
kehidupan mikroba dan pertumbuhan tanaman.

Kapasitas penyangga perlu diperhitungkan saat menentukan jumlah kapur, belerang, atau
bahan kimia lain yang diterapkan pada tanah untuk mengubah pH-nya. Kapasitas penyangga
tanah dapat disediakan oleh komponen mineral atau organik.

Pasir kuarsa hampir tidak memiliki kapasitas penyangga, sehingga penambahan kecil asam
akan menjatuhkan pH pasir dan air drainase. Sebaliknya, pasir yang terbuat dari batu kapur
hancur sangat buffered karena mengandung kalsium dan magnesium karbonat.

82
Penambahan bahan organik seperti kompos cenderung meningkatkan kapasitas penyangga
tanah. Prosedur ini menyediakan cara untuk menunjukkan konsep buffer. Sebagai siswa,
Anda mungkin terkejut mengetahui bahwa kompos dengan pH mendekati 7 dapat dinetralkan
larutan asam. Anda mungkin berpikir bahwa kompos perlu menjadi dasar untuk
menetralkannya keasaman larutan, atau Anda mungkin mengharapkan pH kompos turun
sesuai untuk peningkatan pH larutan.

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan apakah menambahkan kompos ke dalam
tanah meningkatkan kapasitas tanah untuk menahan perubahan pH.

Bahan dan alat

Bahan apa yang dibutuhkan:

Corong gelas
Ring stand dengan attachmentnya untuk memegang corong
Kertas saring melingkar atau filter kopi untuk melapisi corong
25 mL sampel kompos, pasir dan 1/1 campuran (sampel lain yang ingin Anda periksa)
Timbangan dengan ketelitian gram (g)
Gelas ukur kapasitas 100 mL
cuka
kertas pH

Prosedur kerja:
Langkah 1: Pasang corong ke dudukan cincin

Langkah 2: Lapisi corong dengan kertas saring

Langkah 3: Tempatkan gelas ukur di bawah corong

Langkah 4: Ukur dan catat pH cuka

Langkah 5: Ukur dan catat pH kompos, pasir, dan 1/1 sampel campuran (dan sampel lain yang
ingin Anda periksa): lembabkan sedikit sampel, tempel selembar kertas pH di
dalamnya dan baca warnanya setelah beberapa menit

Langkah 6: Tuang 25 mL sampel ke dalam saringan

Langkah 7: Tuangkan cuka ke dalam sampel sampai penuh (waspadai cuka tidak mengalir di
luar filter)

83
Langkah 8: Ukur pH larutan drainase di saluran corong, setiap 5 mL larutan drainase yang
terkumpul di dalam gelas ukur (biarkan sampel di dalam corong dibanjiri cuka).
Terus ukur pH sampai paling tidak nilai 7 tercapai atau sampai sampel berhenti
mengalir/menetes

Langkah 9: Plot pengukuran dalam grafik seperti di bawah ini

Langkah 10: Untuk setiap sampel, hitung mL cuka yang dibutuhkan untuk mencapai pH = 7
dan catat hasilnya dalam tabel di bawah ini

Tabel. Data kapasitas buffer


No Nama sample pH sample Jumlah cuka untuk mencapai pH 7

Analisis hasil:

Apa yang terjadi pada pH asam saat disaring melalui sampel?


Sampel mana yang paling mampu menahan efek hujan asam?
Sampel mana yang paling tidak tahan terhadap efek hujan asam?
Apa yang dapat Anda simpulkan tentang kapasitas buffer sampel?

Referensi:
84
Nancy M. Trautmann and Marianne E. Krasny, Composting in the classroom, Cornell
University, 1997, p. 54, 83- 90
http://compost.css.cornell.edu/CIC.html
http://ak.picdn.net/shutterstock/videos/1259008/preview/stock-footage-liberally-pouring-
fresh-tomato-seedlings-notably-quickly-the-soil-absorbs-water.jpg
http://www.biocycle.net/wp-content/uploads/2012/05/35_f2.jpg
http://www.rainbird.com/homeowner/images/soil-characteristics-table.jpg
http://nobel.scas.bcit.ca/chem0010/unit1/instrumentLimits/images/volume_gradCylinder.gif
http://img.docstoccdn.com/thumb/orig/108598376.png

85
LAMPIRAN

Nitrogen Basics – The Nitrogen Cycle


Nitrogen (N) sangat penting untuk pengembangan tanaman. Ketika kekurangan N, sistem
perakaran dan pertumbuhan tanaman terhambat, daun yang lebih tua menguning dan tanaman
ini protein kasar rendah. Sebaliknya, terlalu banyak N dapat menunda kematangan dan
menyebabkan pertumbuhan tunas yang berlebihan dengan mengorbankan hasil. Nitrogen
pupuk mahal dan kerugian lingkungan bisa terjadi. Penggunaan N yang efisien dapat
mencukupi kebutuhan tnaman dan dapat menghindari aplikasi berlebihan N adalah tujuan
penting. Sajian ini menjelaskan uraian singkat tentang komponen penting dari siklus N untuk
membantu memahami tujuan tersebut.

Siklus Nitrogen

Siklus N menggambarkan bagaimana N dari pupuk kandang, pupuk dan tanaman bergerak
melalui tanah tanaman, air dan udara. Memahami siklus N akan membantu Anda
memanfaatkan kotoran dan pupuk untuk memenuhi kebutuhan tanaman sambil

Gambar. Siklus N

86
menjaga lingkungan. Secara umum, siklus N meliputi proses fiksasi, mineralisasi dan
nitrifikasi untuk menfasilitasi tanaman tersedia N. Denitrifikasi, volatilisasi, imobilisasi, dan
pencucian menghasilkan kerugian sementara atau bahkan bisa menjadi permanen kehilangan
N zona akar.

Fiksasi adalah perubahan bentuk N bebas di udara ke bentuk N yang siap digunakan oleh
tanaman. Ini terjadi baik melalui sebuah proses industri, seperti dalam produksi pupuk
komersial, atau proses biologis, seperti halnya kacang-kacangan dan legum
N2 NH3 R-NH2 (N-organik) .

Mineralisasi adalah proses di mana mikroba mengurai N organik dari kotoran hewan, bahan
organik dan sisa tanaman menjadi amonium. Karena itu a proses biologis, tingkat mineralisasi
bervariasi dengan suhu tanah, kelembaban dan jumlah oksigen di dalam tanah (aerasi).
+
R-NH2 NH3 NH4

Nitrifikasi adalah proses yang dengannya mikroorganisme mengubah amonium menjadi


nitrat untuk mendapatkan energi. Nitrat adalah bentuk N yg paling banyak tersedia untuk
tanaman, tetapi juga sangat rentan terhadap pencucian.
+ - -
NH NO2 NO
4 3

Denitrifikasi terjadi ketika N hilang melalui perubahan nitrat dalam bentuk gas N, seperti
nitrit oksida, nitrat oksid dan gas dinitrogen. Ini terjadi ketika tanah jenuh dan bakteri
menggunakan nitrat sebagai sumber N.
- -
NO3 NO2 NO N2O N2

Volatilisasi adalah hilangnya N dalam bentuk amonium ke gas amonia, yang dilepaskan ke
atmosfer. Volatilisasi meningkat pada pH tanah yang lebih tinggi dan kondisi panas dan
berangin.
+
H2N-C-NH2 NH4 NH3

O
Kehilangan N lebih tinggi untuk pupuk kandang dan pupuk urea yang digunakan di
permukaan dan tidak dimasukkan ke dalam tanah atau langsung terkena hujan.
• Kotoran/limbah /feses mengandung N dalam dua bentuk utama: amonium dan organik N.
Dalam umur satu hari, 65% dari amonium N masih bisa dipertahankan tetapi setelah umur
5 hari, N dalam bentuk amonium akan hilang melalui penguapan.
87
• N organik dalam kotoran, limbah dan feses atau pupuk kandang pada umumnya tidak
hilang melalui penguapan, tetapi butuh waktu untuk terjadinya mineralisasi dan menjadi
tersedia untuk tanaman.

Imobilisasi adalah kebalikan dari mineralisasi. Semua makhluk hidup membutuhkan N; oleh
karena itu mikroorganisme di tanah bersaing dengan tanaman untuk mendapatkan N.
Imobilisasi mengacu pada proses di mana nitrat dan amonium diambil oleh organisme tanah
sehingga menjadi tidak tersedia untuk tanaman.

NH4+ dan/atau NO3- R-NH2 (N-organik)

Pencucian (leaching) adalah jalur kehilangan N terkait dengan kualitas air. Partikel tanah
tidak bisa mempertahankan nitrat dengan baik karena keduanya bermuatan negatif. Sebagai
hasilnya, nitrat mudah bergerak dengan air di tanah. Tingkat pencucian tergantung pada
drainase tanah, curah hujan, jumlah nitrat yang ada di tanah, dan serapan tanaman terhadap
nitrat.

􀂃 EPA telah menetapkan level kontaminan maksimum untuk air minum pada 10 ppm N
sebagai nitrat.

􀂃 Tanah berdrainase baik, hasil panen rendah yang tak terduga, input N tinggi (terutama di
luar musim tanam) dan curah hujan yang tinggi adalah kondisi itu meningkatnya potensi
pencucian nitrat.

Penyerapan tanaman adalah tujuan utama manajemen N di pertanian. Efisiensi terbesar


terjadi ketika kecukupan N diterapkan pada saat tanaman sedang aktif
membutuhkan/mengambilnya. Penggunaan N yang efisien juga tergantung pada sejumlah
faktor lain, termasuk suhu, kelembaban tanah, serangan hama, dan pemadatan tanah.

􀂃 Di kondisi yang lembab, sisa nitrat di tanah setelah musim tanam akan hilang melalui
pencucian atau mengalami denitrifikasi antara waktu panen dan musim tanam berikutnya.

􀂃 Penggunaan N yang efisien selama musim tanam dan penggunaan tanaman penutup dapat
meminimalkan kerugian tersebut.

Ringkasan: Tujuan akhir manajemen N adalah untuk memaksimalkan efisiensi N dengan


meningkatkan serapan tanaman dan meminimalkan kerugian/kerusakan lingkungan akibat
penggunaan N yang tidak efisien. Kebutuhan N dapat dipenuhi melalui sumber N yang ada
(mis. dari bahan organik tanah, tanah yang sebelumnya menggunakan pupuk kandang) dan
aplikasi tambahan N melalui penggunaan pupuk kandang.

88
Untuk memaksimalkan sumber N yang ada, pertimbangkan fakta siklus N, di bawah ini: 􀂃 N
yang dilepaskan dari bangkai binatang yang terbunuh, melalui mineralisasi dan nitrifikasi,
dapat memasok sebagian besar kebutuhan N untuk sebagian besar, jika tidak semua, dari
kebutuhan N untuk musim tanam jagung berikutnya.

􀂃Waktu dan metode pemupukan dengan pupuk kandang dan jenis pupuk lainnya menentukan
ketersediaan nitrogen untuk tanaman. Saat musim tanam mulai, aplikasi pemupukan akan
menghemat amonium dari kerugian akibat volatilisasi.

􀂃 Tanaman penutup dapat bertindak sebagai “penghemat nutrisi " karena dengan mengambil
sisa N dari aplikasi pupuk kandang pada saat musim tanam, dengan demikian, mengurangi
kerugian akibat pencucian. Nutrisi dari tanaman penutup menjadi tersedia untuk musim tanam
selanjutnya (dengan cara mineralisasi), setelah sumber N tanah (seperti bangkai) dibersihkan.

Nutrient Management Spear Program


http://nmsp.css.cornell.edu
Authors
Courtney Johnson, Greg Albrecht, Quirine Ketterings,
Jen Beckman, and Kristen Stockin
2005

89

Anda mungkin juga menyukai