Anda di halaman 1dari 48

KIMIA BAHAN ALAM

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah


KIMIA : Konsep dan Aplikasi

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Kasmadi Imam Supardi, M.S.


Dr. Woro Sumarni, M.Si.

Disusun oleh:

M. Babun Alfin (0402520003)

Khoirun Nashikhah (0402520006)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA KONSENTRASI IPA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr Wb

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
Kimia (Konsep dan Aplikasi) yaitu “Bahan Alam yang Dimanfaatkan”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
khususnya kepada dosen Kimia (Konsep dan Aplikasi) kami yang telah
membimbing dalam menulis makalah ini.

Wassalamualaikum Wr Wb

Semarang, 6 Desember 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i


KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan........................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3
A. Bahan Alam Yang Dimanfaatkan ............................................................. 3
1. Karet ................................................................................................... 3
2. Zeolit ................................................................................................... 7
3. Lempung ............................................................................................ 11
B. Sumber Energi dari Bahan Alam .............................................................. 14
1. Minyak bumi ....................................................................................... 14
2. Batubara .............................................................................................. 24
3. Bioethanol ........................................................................................... 28
4. Biodiesel.............................................................................................. 32
5. Biogas.................................................................................................. 35
6. Fermentasi .......................................................................................... 37
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 42
A. Kesimpulan ............................................................................................... 42
B. Saran ......................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 44

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Selama ribuan tahun sejarah peradaban manusia, pemanfaatan
komponen bahan alam menjadi salah satu hal yang tidak terpisahkan dari
kehidupan manusia. Mulai dari pohon, yang kayunya digunakan sebagai bahan
bangunan dan perapian, daunnya yang dimanfaatkan sebagai pangan dan obat-
obatan, dan akarnya yang dimanfaatkan sebagai bahan pakaian, hingga
beberapa racun yang diperoleh misalnya dari katak yang digunakan sebagai
alat bantu berburu.
Seiring dengan perkembangan zaman disertai dengan perkembangan
teknologi, kebutuhan akan komponen bahan alam yang digunakan dalam
berbagai bidang menjadi semakin meluas. Tidak saja memenuhi kebutuhan
dasar manusia untuk sandang, pangan, dan papan, tapi juga memenuhi
kebutuhan akan obat-obatan, kosmetik, pestisida ramah lingkungan, zat warna
alami, parfum, dan lain-lain.
Bahan alam sendiri merupakan bidang kajian yang sangat luas. Hingga
kini, istilah “bahan alam” dan cakupannya masih diperdebatkan oleh para ahli.
Namun, umumnya para ahli sepakat mendefinisikan bahan alam sebagai
senyawa, campuran senyawa, atau ekstrak yang diperoleh dari sumber alami,
seperti tumbuhan, hewan, bakteri, jamur, maupun organisme laut.
Bahan alam ada yang dimanfaatkan pada bidang industri dengan
pengolahannya masing-masing. Selain itu juga terdapat sumber energi yang
berasal dari alam yang tentunya dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia.
Beberapa bahan alam yang dimanfaatkan diantaranya karet, lempung, minyak
bumi, dan berbagai sumber energi terbarukan seperti bioetanol, biogas,
biodiesel bahkan fermentasi. Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas
lebih lanjut mengenai bahan alam apa saja yang dapat dimanfaatkan dan apa
saja sumber energi yang berhubungan dengan kimia yang berasal dari alam.

1
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah yaitu :
1. Apa sajakah bahan alam yang dapat dimanfaatkan?
2. Apa sajakah sumber energi kimia yang ada di alam?
C. TUJUAN
Tujuan pembahasan makalah ini yaitu :
1. Mengetahui bahan-bahan alam yang dapat dimanfaatkan
2. Mengetahui sumber energi kimia yang ada di alam

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Bahan Alam yang Dimanfaatkan
Alam ini telah menyediakan bahan-bahan yang dapat dimanfaatkan
oleh manusia. Pemanfaatan bahan baku dari alam daripada bahan baku
sintetis merupakan isu lingkungan yang sudah lama berkembang. Hal ini
berkaitan dengan beberapa kelebihan bahan baku alam seperti lebih ramah
lingkungan dan potensinya yang cukup banyak dan dapat diperbaharui.
Ukuran partikel mempunyai hubungan secara langsung dengan
permukaan per gram pengisi. Semakin kecil ukuran partikel semakin tinggi
interaksi antara pengisi dan matriks polimer (Ismail, 2000). Luas permukaan
dapat ditingkatkan dengan keberadaan permukaaan yang berpori pada
permukaan pengisi sehingga polimer mampu menembus masuk ke dalam
permukaan yang berpori saat proses pencampuran (Kohls dan Beaucage,
2002).
Beberapa bahan alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia antara
lain:
1. Karet
Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks
beberapa jenis tumbuhan. Sumber utama produksi karet dalam
perdagangan internasional adalah para atau Hevea brasiliensis (suku
Euphorbiaceae). Beberapa tumbuhan lain juga menghasilkan getah lateks
dengan sifat yang sedikit berbeda dari karet, seperti anggota suku ara-
araan (misalnya beringin), sawo-sawoan (misalnya getah perca dan sawo
manila), Euphorbiaceae lainnya, serta dandelion.
Menurut Frida (2011), karet alam merupakan senyawa hidrokarbon
yang mengandung atom karbon (C), atom hidrogen (H) dan merupakan
senyawa isoprena sebagai monomernya. Karet ini berwarna putih hingga
kekuningan, apabila karet ban berwarna hitam maka disebabkan karena
karbon yang berallotrop dengan karbon hitam ditambahkan untuk
memperkuat polimer. Menurut Triwijoso dan Siswantoro (1989), karet
3
alam merupakan polimer alami yang tersusun dari satuan unit ulang
(monomer) trans/cis 1,4- isoprena dan memiliki struktur ruang seperti pada
Gambar 2 dengan rumus umum (C5H8)n, dimana n adalah bilangan yang
menunjukkan jumlah monomer, berkisar antara 3000-15000. Semakin
besar harga n maka molekul karet semakin panjang, semakin besar bobot
molekul, dan semakin kental (viscous). Karet alam bergabung secara
ikatan kepala ke ekor (head to tail) (Triwijoso dan Siswantoro (1989).

Gambar 1. Struktur kimia monomer karet alam (Cowd, 1991)

Gambar 2. Struktur Ruang 1,4 cis poliisoprena (Honggokusumo, 1978).


Umumnya karet digunakan sebagai lateks. Sumber bahan baku
industri karet berasal dari perkebunan karet baik Perkebunan Rakyat (PR),
Perkebunan Negara maupun Perkebunan Swasta. Pada perkebunan besar
negara maupun swasta, bahan baku yang dihasilkan (lateks) biasanya
langsung diolah di pabrik sendiri atau dikirim ke pabrik yang seinduk,
sedangkan untuk prosesor yang tidak memiliki kebun harus berusaha
untuk mendapatkan bahan baku dari perkebunan karet rakyat, baik melalui
pembelian langsung ataupun melalui lelang yang diadakan pada waktu-
waktu tertentu. Prinsip pengolahan jenis karet ini adalah mengubah lateks
kebun menjadi lembaran-lembaran sit melalui proses penyaringan,
pengenceran, pembekuan, penggilingan serta pengasapan.
Bahan baku karet alam sangat diperlukan untuk proses pembuatan
produk-produk industri hilir karena tidak dapat tergantikan 100% oleh
karet sintetis yang karakteristiknya banyak kelemahannya dibandingkan
dengan karakteristik karet alam. Begitu juga dalam pembuatan ban
4
kendaraan tetap memerlukan bahan baku karet alam dengan perbandingan
bahan campuran karet alam dan karet sintetis menurut jenis ban sebagai
berikut: (1) ban motor membutuhkan 45% karet alam dan 55% karet
sintetis; (2) ban mobil penumpang membutuhkan 45% karet alam dan 55%
karet sintetis; (3) ban truk membutuhkan 50% karet alam dan 50% karet
sintetis; (4) ban mobil balap membutuhkan 35% karet alam dan 65% karet
sintetis, tetapi setelah FIA (Federation International Automobile/federasi
otomotif internasional) mewajibkan penggunaan ban dari karet alam
sebagai standar dalam balap mobil Formula 1, saat ini ban mobil balap
lebih banyak diproduksi dari 100% karet alam; (5) ban kendaraan off the
road (giant/earthmover) membutuhkan 80% karet alam dan 20% karet
sintetis; dan (6) ban pesawat terbang dibuat dari 100% karet alam (Balittri,
2013).
Produk yang biasa di hasilkan karet antara lain aneka ban
kendaraan (dari sepeda motor, mobil, traktor, hingga pesawat terbang),
sepatu karet, sabuk, penggerak mesin besar dan mesin kecil, pipa karet,
kabel, isolator dan bahan – bahan pembungkus logam. Alat–alat rumah
tangga dan kantor seperti kursi, lem, perekat barang, selang air,
kasur busa serta peralatan menulis, juga menggunakan karet sebagai
bahan pembuatnya.
a. Kandungan karet
Lateks karet alam yang berasal dari lateks Hevea Brasiliensis ini
adalah cairan seperti susu yang diperoleh dari proses penorehan batang
pohon karet. Cairan ini terdiri dari 30-40% partikel hidrokarbon yang
terkandung di dalam serum juga mengandung protein, karbohidrat dan
komposisi-komposisi organik serta bukan organik. Karet alam
mengandung beberapa bahan antara lain: karet hidrokarbon, protein,
lipid netral, lipid polar, karbohidrat, garam anorganik, dll. Protein
dalam karet alam dapat mempercepat vulkanisasi atau menarik air
dalam vulkanisat. Beberapa lipid ada yang merupakan bahan pencepat

5
atau antioksidan. Protein juga dapat meningkatkan heat build up tetapi
dapat juga meningkatkan ketahanan sobek.
Tabel 1. Komposisi Lasteks

No Nama Bahan Kadar (%)


1 Kadar Karet Kering (KKK) 25 – 45
2 Air 55 – 70
3 Protein 1,3 - 1,7
4 Lipida 1,5 - 1,8
5 Inositol 1,5 - 1,8
6 Karbohidrat 1,5 - 1,8
7 K 0,12 - 0,25
8 Mg 0,01 - 0,12
9 Cu, Fe 0,02 - 0,15
10 Na, Ca 0,02 - 0,15
11 P 0,02 – 0,28
Sumber :Vivi Handayani Dalimunthe, 2008
b. Manfaat karet alam
Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang.
Umumnya alat-alat yang dibuat dari karet alam sangat berguna bagi
kehidupan sehari-hari maupun dalam usaha industri seperti mesin-
mesin penggerak. Barang yang dapat dibuat dari karet alam antara lain
aneka ban kendaraan (dari sepeda, motor, mobil, traktor, hingga
pesawat terbang), sepatu karet, sabuk penggerak mesin besar dan
mesin kecil, pipa karet, kabel, isolator, dan bahan-bahan pembungkus
logam.
Bahan baku karet banyak digunakan untuk membuat
perlengkapan seperti sekat atau tahanan alat-alat penghubung dan
penahan getaran, misalnya shock absorbers. Karet bisa juga dipakai
untuk tahanan dudukan mesin. Pemakaian lapisan karet pada pintu,
kaca pintu, kaca mobil, dan pada alat-alat lain membuat pintu
terpasang kuat dan tahan getaran serta tidak tembus air. Dalam
pembuatan jembatan sebagai penahan getaran juga digunakan karet.

6
Bahan karet yang diperkuat dengan benang-benang sehingga
cukup kuat, elastis, dan tidak menimbulkan suara yang berisik dapat
dipakai sebagai tali kipas mesin. Sambungan pipa minyak, pipa air,
pipa udara, dan macam-macam oil seals banyak juga yang
menggunakan bahan baku karet, walaupun kini ada yang menggunakan
bahan plastik. Bangunan-bangunan besar semakin banyak
menggunakan bahan karet. Bagian-bagian ruang atau peralatan-
peralatan yang terdapat di dalamnya banyak yang dibuat dari bahan ini.
Alas lantai dari karet dapat dibentuk dengan bermacam-macam warna
dan desain yang menarik.
Tambang-tambang besar yang mengolah bijih besi dan
batubara menggunakan belt yang sangat panjang untuk
pengangkutannya. Belt ini pun terbuat dari karet. Pabrik-pabrik juga
menggunakan berbagai macam belt untuk power transmission belt,
pengangkutan hasil, dan keperluan lain. Alat-alat rumah tangga dan
kantor seperti kursi, lem perekat barang, selang air, kasur busa, serta
peralatan tulis menulis seperti karet penghapus menggunakan jasa
karet sebagai bahan pembuat. Beberapa alat olahraga seperti
bermacam-macam bola maupun peralatan permainan juga
menggunakan bahan karet. Peralatan dan kendaraan perang pun
banyak yang bagian-bagiannya di buat dari karet, misalnya pesawat
tempur, tank, panser berlapis baja, truk-truk besar, dan jeep. Sebagai
pencegah lecet atau rusaknya kulit dan kuku ternak karena lantai
semen yang keras maka alas lantai dibuat dari karet dan sekarang
banyak digunakan di peternakan besar. Alas lantai dari karet ini mudah
dibersihkan dan cukup menyehatkan ternak seperti sapi atau kerbau.
2. Zeolit
Zeolit yang berarti batu mendidih, diberikan oleh seorang ahli
mineralogi Swedia FAF Crostedt pada mineral yang ditemukannya pada
tahun 1756 yang dapat menghamburkan uap seperti air mendidih jika
dipanaskan pada suhu 100˚C sampai dengan 350˚C. Sejak saat itu telah
7
ditemukan 50 jenis zeolit alam dan 150 jenis zeolit buatan. Zeolit adalah
polimer anorganik yang tersusun dari unit berulang terkecil berupa
tetrahedra SiO4 dan AlO4. Ikatan antar tetrahedra terbentuk dengan
pemakaian bersama satu atom oksigen oleh dua tetrahedra sehingga setiap
tetrahedra akan berikatan dengan 4 tetrahedra lainnya. Polimer yang
terbentuk adalah jaringan tetrahedra tiga dimensi berupa kristal–kristal
yang didalamnya terdapat saluran–saluran pori dan rongga–rongga yang
tersusun secara beraturan. Rongga–rongga kristal berupa air bebas dan ada
yang terikat dan jika dipanaskan akan terbentuk ruang hampa. Zeolit
secara empirik dapat dinyatakan dengan rumus molekul berikut:
M2/n Al2O3 XsiO2 YH2O;
atau jika disesuaikan dengan strukturnya maka dapat dinyatakan sebagai
berikut:
Mx’/n [(AlO2)x’ (SiO2)y’]. WH2O
dengan M adalah kation penetral alkali atau alkali tanah yang bervalensi n
dan suku yang berada di dalam kurung menyatakan rumus molekul
kerangka zeolit, x adalah suatu harga dari 2-10 (Mc.Bain, 1932).

Gambar 3. Struktur Zeolit (Rachmawati, 2000)


Perbandingan antara atom Si dan Al yang bervariasi akan
menghasilkan banyak jenis atau spesies zeolit yang terdapat di alam.
Sampai saat ini telah ditemukan lebih dari 50 jenis spesies zeolit, namun
mineral pembentuk zeolit terbesar ada 9 (sembilan) yaitu analsim, habazit,
klinoptilolit, erionit, mordenit, ferrierit, heulandit, laumontit dan filipsit
(Dur, 2018).
8
Hampir seluruh endapan zeolit yang ditemukan di Indonesia
tersusun oleh mineral klinoptilolit, mordenit atau campuran keduanya,
kadang–kadang sedikit mengandung mineral heulandit. Disamping
mengandung mineral tersebut, zeolit juga mengandung mineral pengotor
seperti kwarsa, plagioklas, montmorilonit, pirit, kaolin dan lain–lain.
Warna bahan galian zeolit beraneka ragam antara lain hijau, putih
kehijauan, putih merah daging, coklat abu–abu kebiruan dan lainnya
bergantung dengan kondisi lingkungan yang mempengaruhinya.
a. Jenis zeolit
Pada umumnya, zeolit dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu
zeolit alam dan zeolit sintetik. Zeolit alam biasanya mengandung ion
K+, Na+, Ca2+ dan atau Mg2+, sedangkan zeolit sintetik hanya
mengandung ion K+ atau Na+. Zeolit alam mempunyai kelimpahan
yang cukup besar di Indonesia khususnya pada daerah yang secara
geografis terletak di jalur pegunungan vulkanik, seperti Jawa Timur,
Jawa Barat, dan Lampung. Jenis zeolit alam dibedakan menjadi 2
macam yaitu (Lestari, 2010):
1) Zeolit yang terdapat/ditemukan di antara celah batuan. Umumnya
zeolit jenis ini tidak dalam bentuk murni. Beberapa jenis mineral
bercampur dengan zeolit ini, diantaranya kalsit, kwarsa, renit,
klorit, fluorit dan mineral sulfida.
2) Zeolit yang berupa batuan; hanya sedikit jenis zeolit yang
berbentuk batuan, diantaranya adalah: klinoptilolit, analsim,
laumontit, mordenit, filipsit, erionit, kabasit dan heulandit.
Adapun jenis zeolit sintetik dikelompokkan berdasarkan
kandungan Al dan Si. Jenis zeolit sintetik dikelompokkan menjadi 3
macam (Saputra, 2006) yaitu:
1) Zeolit sintetis dengan kadar Si rendah
Zeolit sintetis jenis ini banyak mengandung Al, berpori,
mempunyai nilai ekonomi tinggi karena efektif untuk pemisahan

9
dengan k apasitas besar. Volume pori zeolit ini dapat mencapai 0,5
cm3 setiap 1 cm3 volume zeolit.
2) Zeolit sintetis dengan kadar Si sedang
Jenis zeolit ini Si/Al = 5 dan sangat stabil, Contoh zeolit sintetis
jenis ini adalah zeolit omega.
3) Zeolit sintetis dengan kadar Si tinggi
Zeolit jenis ini sangat higroskopis dan menyerap molekul non polar
sehingga dapat digunakan sebagai katalisator asam untuk
hidrokarbon. Zeolit jenis ini misalnya zeolit ZSM-5, ZSM-11,
ZSM-21, ZSM-24.
b. Sifat-sifat zeolit
Sifat-sifat yang dimiliki zeolits antara lain:
1) Berwarna putih dan bening
2) Bentuk kristalnya berserat, pipih, dan bersegi banyak
3) Ukurannya 2 mikron sampai 4 inch
4) Sangat berpori karena berbentuk tetrahedra SiO4 dan AlO4.
5) Pori-pori berukuran molekul karena terbentuk dari tumpukan
cincin beranggotakan 6,8,10 atau 12 tetrahedra
6) Dapat diubah menjadi padatan yang bersifat asam
7) Mudah dimodifikasi (Siagian, 2005).
c. Manfaat zeolit
1) Zeolit mampu menjerap berbagai macam logam, antara lain Ni,
Np, Pb, U, Zn, Ba, Ca, Mg, Sr, Cd, Cu dan Hg.
2) Zeolit alam merupakan mineral yang mempunyai sifat sebagai
penyerap yaitu mampu menyerap ion-ion logam penyebab
kesadahan air.
3) Zeolit alam dapat digunakan sebagai metal support catalyst yaitu
katalis pengemban logam. Pengembanan logam-logam tersebut
pada zeolit akan mendistribusikannya secara merata pada
permukaan pengemban, sehingga menambah luas permukaan
spesifik sistem katalis secara keseluruhan.
10
4) Sebagai katalis yang hanya mempengaruhi laju reaksi tanpa
mempengaruhi kesetimbangan reaksi karena mampu menaikkan
perbedaan lintasan molekular dari reaksi. Katalis berpori dengan
pori-pori sangat kecil akan memuat molekul-molekul kecil tetapi
mencegah molekul besar masuk. Selektivitas molekuler tersebut
disebut molecular sieve yang terdapat dalam substansi zeolit alam.
3. Lempung
Tanah lempung adalah tanah yang mempunyai partikel-partikel
tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastisitas pada tanah bila di campur
dengan air. Tanah lempung dengan plastisitas tinggi, kohesifitas yang
besar berakibat fluktuasi kembang susut yang relatif besar. Kondisi tanah
basah volume tanah akan mengembang sehingga kuat gesernya akan
rendah dan tanah akan lengket, sedangkan pada kondisi kering akan
mengalami retakan-retakan akibat tegangan susut dan tanah dalam kondisi
keras. Selain itu, tanah lempung mempunyai volume pori yang besar
sehingga mempunyai berat isi dan sudut gesek yang kecil, hal ini
menyebabkan penambahan suatu beban dan konstruksi bangunan pada
tanah lempung tidak akan stabil.
Tanah lempung dapat dibedakan dari jenis tanah lainnya dari
ukuran dan kandungan mineraloginya. Menurut Prihatin (2010), mineral
lempung adalah koloid dengan ukuran yang sangat kecil yaitu kurang dari
1 mikron. Kolodi itu sendiri jika diamati di bawah mikroskop terlihat
seperti lembaran-lembaran kecil yang terdiri dari kristal dengan struktur
atom yang berulang. Lembaran-lembaran tersebut meliputi: tetrahedron
atau lembaran silika dan octahedron atau lembaran alumina. Selanjutnya,
mineral lempung terbentuk di atas permukaan bumi dimana udara dan air
berineraksi dengan mineral silika dan terjadi pelapukan kimiawi batuan
yang mengandung feldspar, ortoklas, feldspar plagioklas, dan mika.
Sehingga mineral lempung dapat terjadi di hampir setiap jenis batuan yang
banyak mengandung banyak alkali dan tanah alkali supaya memungkinkan
adanya reaksi kimia dan dekomposisi.
11
a. Jenis tanah lempung
Jika diamatai dari struktur mineralnya, tanah lempung memiliki
beberapa jenis mineral lempung sebagai berikut ini:
1) Kaolinite
Jenis mineral ini merupakan anggota kelompok dari kaolinite
serpentin dengan rumus kimia Al2 Si2O5(OH)4. Mineral ini
memiliki struktur yang kokoh dan menyebabkan sifat plastisitas
dan daya kembang susutnya menjadi rendah.
2) Illite
Jenis mineral yang bermika atau mika tanah yang memiliki butiran
halus. Mineral ini memiliki rumus kimia KyAl2(Fe2Mg2Mg3)
(Si4yAly)O10(OH)2.
3) Montmorilonite
Kandungan mineral ini memiliki plastisitas dan daya kembang
susut yang tinggi dengan rumus kimianya
yaitu Al2Mg(Si4O10)(OH)2xH2O. Hal ini menyebabkan tanah
lempung bersifat plastis pada keadaan basah dan mengeras pada
saat dalam keadaan kering.
Berdasarkan jenisnya sendiri tanah lempung terdiri dari:
1) Tanah lempung primer
Jenis tanah lepung yang dihasilkan dari pelapukan batuan
feldspatik oleh tenaga endogen yang tidak berpindah dari batuan
induk yang memiliki karakteristik berwarna putih cerah hingga
kusam, cenderung memiliki butiran atau granular yang kasar, tidak
plastis, daya lebur yang tinggi, daya susutyang rendah, dan tahan
terhadap api atau pembakaran.
2) Tanah lempung sekunder
Jenis tanah lempung yang terjadi karena hasil pelapukan
batuan feldspatik yang berpindah jauh dari batuan induknya karena
tenaga eksogen. Karakteristiknya adalah tidak murni, cenderung

12
berbutir halus, plastis, berwarna abu-abu, coklat, merah, kuning,
daya susut yang tinggi, titik lebur yang rendah, tahan api.
Lebih lanjut, tanah lempung sekunder ini dibedakan
menjadi lima kelompok, yaitu tanah lempung tahan api, tanah
lempung stoneware, ballclay, tanah lempung earthware, dan tanah
lempung jenis lainnya, misalnya bentonite, common clay, kaolin.
b. Ciri tanah lempung
1) Berukuran kurang dari 0,002 mm.
2) Ukurannya ini sangat kecil sekali sehingga berbentuk butiran halus
3) Tingkat permeabilitas yang rendah.
4) Tingkat permeabilitas yang rendah ini memungkinkan jenis tanah
lempung tidak dapat menyerap air sehingga tidak cocok untuk
digunakan sebagai lahan pertanian dan perkebunan.
5) Tingkat kenaikan air kapiler yang tinggi.
6) Bersifat kohesif.
7) Pada saat jumlah air yang sangat banyak mengenangi jenis tanah
ini maka tanah ini akan sangat lengket sekali
8) Tingkat kembang dan susutnya sangat tinggi.
9) Proses konsolidasinya lambat.
10) Memiliki ion positif yang dapat dipertukarkan.
11) Memiliki luas permukaan yang sangat besar.
12) Bertekstur keras jika dibakar.
c. Manfaat lempung
1) Sebagai bahan dasar keramik
Batu lempung yang dicampur dengan air dan membentuk
tanah liat dapat digunakan untuk membuat keramik. Keramik
tersebut dapat berupa ubin lantai dan dinding, gerabah atau
porselen. Bahkan pembuatan porselen menggunakan lempung yang
mengandung kaolinit akan menghasilkan produk yang tahan panas
(produk refraktori). Selain keramik, tanah liat dari batu lempung

13
juga dimanfaatkan untuk membuat semen, batu bata dan agregat
ringan lainnya.
2) Sebagai bahan dasar kertas
Batu lempung yang memiliki kandungan mineral kaolinit
juga merupakan bahan dasar yang baik untuk pembuatan kertas
yang berkualitas tinggi.
3) Sebagai penyerap cairan
Batu lempung yang terbentuk dari abu hasil letusan gunung
berapi sering digunakan untuk menyerap cairan yang ada pada
kandang binatang ternak.
4) Membantu proses pengeboran
Batu lempung yang terbuat dari abu vulkanik juga dapat
dimanfaatkan sebagai lumpur yang membantu pengeboran. Selain
itu, dapat juga digunakan dalam industri palletizing bijih besi.
5) Meningkatkan nilai efisiensi pemanfaatan protein pakan oleh
hewan ternak, sehingga pertumbuhan dan produksi ternak
meningkat.
6) Menurunkan kandungan lemak pada proses penggemukan
kambing, sapi, dan lain-lain.
7) Mereduksi penyakit pada hewan ruminensia yang disebabkan oleh
adanya bahan-bahan beracun pada pakan ternak dan penyakit
pencernaan.
8) Mengontrol kelembaban dan kandungan amonia pada kotoran
hewan, sehingga dapat mengurangi bau serta menjaga kesehatan
lingkungan kandang.
B. Sumber Energi di Alam
1. Minyak bumi
Minyak bumi adalah suatu campuran cairan yang terdiri dari
berjuta-juta senyawa kimia, yang paling banyak adalah senyawa
hidrokarbon yang terbentuk dari dekomposisi yang dihasilkan oleh fosil
tumbuh-tumbuhan dan hewan. Tumbuhan dan hewan juga menghasilkan
14
minyak pelumas yang dibutuhkan untuk alat-alat mesin industri. Minyak
bumi merupakan senyawa kimia yang terdiri dari unsur-unsur karbon,
hidrogen, sulfur, oksigen, halogenida, dan logam. Minyak bumi
mengandung 50-98% komponen hidrokarbon dan non hidrokarbon.
Salah satu hasil distilasi minyak bumi yang penggunaannya sangat
besar adalah bensin. Pada bensin, kualitasnya ditentukan oleh bilangan
oktan, yaitu bilangan yang menyatakan perbandingan antara isooktana dan
normal heptana. Untuk menaikkan angka oktan, biasanya bensin diberi zat
aditif (zat tambahan), misalnya TEL (Tetra Etil Lead) atau Pb (C2H5)4,
1,2 – dibromoetana, dan MTEB (Metil Tersier Butil Eter).
Dalam bidang industri, bahan atau zat yang berasal dari minyak
bumi dinamakan petrokimia. Contoh hasil industri petrokimia yaitu
pengolahan residu minyak bumi. Residu minyak bumi antara lain berupa
aspal, minyak pelumas, lilin, dan parafin. Beberapa zat kimia yang sering
menjadi bahan pencemar udara adalah karbon monoksida (CO), karbon
dioksida (CO2), oksida belerang, oksida nitrogen, hidrokarbon, partikel
padat. Karbon monoksida merupakan pemcemar udara yang sangat
berbahaya karena dapat berikatan dengan hemoglobin membentuk HbCO,
yang merupakan racun dalam darah.
a. Komposisi minyak bumi
Minyak bumi mengandung 50-98% komponen hidrokarbon
dan non hidrokarbon. Kandungan bervariasi tergantung pada sumber
minyak. Minyak bumi mengandung:
1) Senyawa karbon 83,9 – 86,8%
2) Hidrogen 11,4 – 14%
3) Belerang 0,06 – 8,0%
4) Nitrogen 0,11 – 1,7%
5) Oksigen 0,5%
6) Logam (Fe, Cu, Ni) 0,03%
Sebagai bahan alami, komposisi minyak bumi bervariasi tidak
hanya dari daerah ke daerah, melainkan juga lapangan ke lapangan
15
yang lain dalam satu daerah. Minyak bumi terdiri dari ribuan senyawa
kimia termasuk gas, cairan dan zat padat mulai dari metana sampai
aspal.
1) n-parafin: merupakan fraksi utama dari minyak mentah yang
dihasilkan dari straigh-destilation, di mana senyawa yang
dihasilkan mempunyai bilangan oktan rendah.
2) Isoparafin: senyawa yang mempunyai rantai cabang sangat sedikit,
namun jumlah isoparafinnya dapat ditingkatkan melalui proses
perengkahan katalik, alkilasi, isomerasi dan polimerisasi.
3) Olefin: senyawa olefin hampir tidak terdapat dalam minya mentah
tetapi proses perengkahan katalik akan menghasilkan senyawa ini.
Senyawa olefin tidak stabil dan digunakan sebagai bahan baku
untuk zat petrokimia.
4) Aromatik: minyak bumi sangat sedikit mengandung senyawa
aromatik yang sangat dibutuhkan pada bensin sebagai bahan anti-
knocking.
5) Nafta: merupakan senyawa siklis yang jenuh dan tidak reaktig,
yang merupakan senyawa kedua terbanyak dalam minyak bumi.
Senyawa ini memiliki berat molekul yang rendah dan digunakan
sebagai bahan bakar, sedangkan senyawa nafta yang memiliki berat
molekul yang tinggi terdapat pada fraksi gas oil dan minyak
pelumas.
6) Senyawa belerang: merupakan senyawa yang berbau dan dapat
meninmbulkan korosi, namun kadang-kadang senyawa ini
terkandung dalam jumlah sedikit sehingga dapat diabaikan.
Terdapat empat seri hidrokarbon minimal yang terkandung di
dalam minyak bumi, yaitu seri n-paraffin (n-alkana) yang terdiri atas
metana (CH4), aspal yang memiliki atom karbon (C) lebih dari 25 pada
rantainya, seri iso-paraffin (isoalkana) yang terdapat hanya sedikit
dalam minyak bumi, seri neptana (sikloalkana) yang merupakan
komponen kedua terbanyak setelah n-alkana, dan seri aromatik.
16
Komposisi senyawa hidrokarbon pada minyak bumi berbeda
bergantung pada sumber penghasil minyak bumi tersebut.
Tabel 2. Komponen Utama Berbagai Produk Minyak Bumi
Jenis Produk Komponen Utama
Gas Alkana dengan rantai karbon lurus
dan bercabang C1 – C5
Bensin Hidrokarbon dengan rantai C6 –
C10, rantai lurus maupun
bercabang
Kerosin atau bahan bakar diesel Hidrokarbon dengan rantai C11 –
no. 1 dan jet fuel C 12, rantai lurus maupun
bercabang. Senyawa dominan
adalah nalkana, sikloalkana,
aromatik, dan aromatik campuran.
Umumnya mengandung benzene
dan PAHs dalam jumlah yang
sangat kecil
Bahan bakar diesel no. 2 dan hidrokarbon dengan rantai C12 –
bahan bakar gas ringan C18, n-alkana (lebih rendah dari
kerosin), sikloalkana, olefin dan
aromatik campuran olefin dan
styrene
Minyak pelumas ringan Hidrokarbon rantai C18 – C25
Minyak peluman berat Hidrokarbon rantai C26 – C38
Aspal Hidrokarbon polisiklik fraksi berat

b. Proses pengilangan minyak bumi


Proses pengilangan (renifery process) merupakan pemisahan
minyak bumi menjadi fraksi-fraksinya dan perlakuan tertentu untuk
menghasilkan produk yang bisa dijual. Secara umum, minyak mentah
saat pertama kali dikilang menghasilkan tiga kelompok dasar produk
17
yaitu gas dan gasoline, nafta, dan residu seperti yang ditunjukkan pada
tabel berikut ini:
Tabel 3. Titik Didih Fraksi Minyak Bumi Mentah
Kisaran Titik Didih
Fraksi
°C °F
Light naphta -1 – 150 30 – 300
Gasoline -1 – 180 30 – 355
Heavy naphta 150 – 205 300 – 400
Kerosene 205 – 260 400 – 500
Light gas oil 260 – 315 400 – 600
Heavy gas oil 315 – 425 600 – 800
Lubricating oil > 400 > 750
Vacuum gas
425 – 600 800 – 1000
oil
Residuum > 510 > 950
Sumber: (Wiyantoko, 2016)
Produk-produk dengan titik didih rendah sperti bensin, solar,
dan bahan intermediate yang digunakan pada proses industri yang lain
mulai dihasilkan dalam skala yang besar. Proses pengilangan minyak
mentah memiliki fungsi umum yaitu:
1) Pemisahan beragam jenis hidrokarbon yang ada di minyak mentah
(crude oil) menjadi fraksi-fraksi yang sifatnya saling berkaitan.
2) Konversi secara kimia hidrokarbon yang terpisah menjadi produk-
produk reaksi yang lebih diinginkan.
3) Pemurnian produk-produk dari elemen dan senyawa-senyawa yang
tidak diinginkan.
Proses dasar dari pengilangan minyak bumi terdiri atas empat
tahapan utama yaitu:
1) Pemisahan meliputi fraksinasi dan destilasi

18
2) Treathmen meliputi desalting, dewatering, drying,
hydrodesulfurizing, sweetening, dan solvent extraction
3) Konversi meliputi dekomposisi, unifikasi (alkilasi dan
polimerisasi) dan alterasi (rearrangement)
4) Formulasi dan blending meliputi additive mixing dan finishing
Adapun proses lengkapnya yaitu:
1) Desalting dan Dewatering
Proses desalting dan dewatering berfungsi untuk
menghilangkan air dan komponen-komponen air laut yang
bercampur dengan minyak mentah selama proses recovery.

Gambar 4. Unit Desalting (Wiyantoko, 2016)


Desalting process adalah proses di tempat produksi maupun
di pengilangan sebagai proses tambahan pada minyak mentah
untuk menghilangkan mineral-mineral terlarut air. Kontaminan ini
harus dihilangkan dari minyak mentah karena dapat mengganggu
selama proses pengilangan seperti korosi pada peralatan dan
deaktivitas katalis.
2) Distilasi
Definisi dari distilasi adalah penjenuhan komponen lebih
volatil (more volatile component/mvc) dari suatu campuran. Pada
distilasi sederhana, pengkayaan mvc dapat dicapai dengan
penguapan campuran yang dilanjutkan dengan kondensasi mvc.
Penguapan campuran dapat dicapai dengan pemanasan biasa atau

19
melalui penurunan tekanan. Berdasarkan tekniknya, distilasi dibagi
menjadi dua jenis, yaitu:
a) Batch distillation
Prinsipnya adalah uap mengalamai kesetimbangan fasa
gas-cair pada saat campuran dipanaskan dan mengalami
kondensasi menghasilkan kondensat. Batch distillation
memiliki kelemahan antara lain proses lama dan sangat
terbatas volume umpan (feed) yang digunakan.
b) Continuous distillation
Prinsipnya adalah umpan dialirkan secara terus
menerus ke dalam tray/mangkok/lempengan distilasi sehingga
pada sitem ini terdapat uap cairan bawah/bottom dan terjadi
kesetimbangan antara uap, aliran dan bottom.
3) Perengkahan (Cracking)
Distilasi perengkahan adalah suatu metode untuk
memproduksi produk-produk dengan titik didih rendah (seperti
kerosin) dari bahan non valatil. Metode perengkahan dibagi
menjadi dua jenis yaitu perengkahan termal dan perengkahan
katalik.
a) Perengkahan Termal (thermal cracking)
Thermal cracking merupakan dekomposisi termal di
bawah tekanan suatu senyawa atau campuran senyawa
hidrokarbon rantai panjang menjadi molekul hidrokarbon yang
lebih kecil. digunakan secara komersial untuk produksi minyak
dari batu bara. Mekanisme yang berlangsung adalah pemutusan
ikatan C-C homolitik dan reaksi bersifat irreversible
endotermis. Perengkahan termal dari molekul parafin akan
menghasilkan rantai dengan ukuran molekul yang lebih rendah
dan umumnya masuk pada golongan paranin dan olefin.

20
b) Perengkahan Katalik (catalytic cracting)
Perekahan termal memerlukan energy yang sangat besar
dan selektifitasnya masih rendah sehingga diperlukan
keberadaan katalis dalam proses perengkahan. Katalis yang
digunakan dalam proses perengkahan umumnya adalah katalis
heterogen atau padatan yang memiliki luas permukaan besar
dan tingkat keasaman yang tinggi serta stabilitas termal yang
baik. Material padatan yang digunakan sebagai katalis antara
lain zeolit, clay, silika alumina, aluminium oksida dan γ-
alumina.
4) Visbreaking (Viscocity Breaking)
Metode ini digunakan untuk mengurangi viskositas residu
supaya produknya memenuhi spesifikai bahan bakar minyak (fuel
oil). Alternatifnya residu dicampurkan dengan produk minyak BM
lebih rendah untuk menghasilkan BBM dengan viskositas yang
sesuai. Proses konversi bukan tujuan utama. Residu minyak bumi
dipanaskan dalam furnace pada T = 470 - 495°C (880 – 920°F)
dengan tekanan luar 50 – 200 psi. Menghasilkan gasolin kualitas
rendah dan tar.
5) Hydroprocessing
Prinsip metode ini adalah keberadaan H2 selama reaksi
termal bahan baku minyak bumi akan menghilangkan banyak
reaksi pembentukan coke dan memperbesar hasil komponen bobot
molekul rendah sperti gasolin, kerosin, dan bahan bakar jet. Proses
hidrogenasi untuk konversi fraksi minyak bumi dan produk minyak
bumi dapat diklasifikasikan metode destruktif dan non destruktif.
6) Reforming
Latar belakang dari metode ini adalah kebutuhan akan
metode dan alat untuk meningkatkan angka oktan fraksi minyak
bumi pada jangkauan titik didih gasolin. Thermal reforming adalah
konversi (membentuk kembali) gasoline menjadi gasoline dengan
21
angka oktan lebih tinggi dengan peralatan yang sama dengan
thermal cracking tapi temperaturnya lebih tinggi. Produk thermal
reforming berupa gas, gasolin, minyak residu (residual oil). Produk
gasolin hasil thermal reforming disebut sebagai reformat. Jumlah
dan kualitas reformat dipengaruhi oleh temperatur operasi yang
digunakan pada proses thermal reforming. Temperatur reforming
yang tinggi akan menghasilkan produk gasoline dengan angka
oktan yang tinggi namun jumlah reformat yang dihasilkan
menurun.
7) Isomerisasi
Pada proses ini diperlukan kehadiran katalis seperti AlCl3
diaktivasi HCl dan katalis padat mengandung platina. Proses ini
sangat penting untuk menghambat reaksi samping seperti
perengkahan (cracking) dan pembentukan olefin. Prinsip dasar
proses isomerisasi adalah kontak hidrokarbon dengan katalis di
bawah tekanan sehingga menghasilkan reaksi yang berada pada
kesetimbangan.
8) Alkilasi
Proses ini mengkombinasikan olefin dan parafin untuk
menghasilkan iso parafin dengan bobot molekul besar. Pada proses
komersial menggunakan katalis AlCl3, asam sulfat, atau HF karena
menggunakan temperatur rendah dan meminimalkan reaksi
samping seperti polimerisasi olefin.
9) Alkilasi dengan Katalis H2SO4
Umpan (feed) bisa berupa propilena, butilena, amilena dan
isobutana dikontakkan dengan H2SO4 jenuh dengan konsentrasi 85
– 95%. Efluen (keluaran) dari reaktor dibagi menjadi dua fase yaitu
fase pengendap hidrokarbon dan fase asam. Hidrokarbon dicuci
menggunakan kaustik untuk menghilangkan asam. Selanjutnya
isobutana dan propana dihilangkan melalui unti disobutanizer dan
depropanizer.
22
10) Polimerisasi
Proses ini pada industri petroleum bertujuan untuk
mengkonversi gas olefin (etilena, propilena, dan butilena) menjadi
senyawa hidrokarbon dengan bobot molekul dan angka oktan
tinggi. Umpan yang digunakan biasanya terdiri dari propilena dan
butilena dari proses perengkahan atau olefin untuk produksi dimer,
trimer atau tetramer.
11) Hidrofining
Hidrofining adalah proses stabilisasi komponen minyak
dengan reaksi hidrogenasi katalitik ringan. Penghilangan
kandungan oksigen pada senyawa dalam minyak bumi melalui
pembentukan air. Proses ini dapat menghilangkan sulfur hingga
50%, hampir semua oksigen dalam produk minyak bumi, namun
efisiensinya sedikit untuk mengurangi nitrogen. Reaksi dilakukan
pada temperatur 200 – 425°C dengan kecepatan alir yang tinggi
menggunakan katalis logam golongan VIII dan VIB yang
diembankan pada alumina.
12) Proses Finishing
Proses finising bertujuan untuk menghilangkan senyawa
atau material yang tidak diinginkan dalam produk minyak bumi.
Jenis proses finishing antara lain, penghilangan gas, penghilangan
bau, peningkatan stabilitas penyimpanan, peningkatan performa,
penghilangan air dan material partikulat.
Tabel 4. Sumber Senyawa Kontaminan Produk Minyak Bumi
No. Material/Senyawa Sumber
1. H2S dan R-SH Beberapa berasal dari minyak
mentah asam
Kebanyakan berasal dari
dekomposisi termal dan
dekomposisi katalitik senyawa
sulfur selama proses distilasi
2. Sulfur elementer Proses perengkahan dan
reforming
3. Karbonil sufida Proses perengkahan dan
23
No. Material/Senyawa Sumber
reforming
4. Air Minyak mentah serta proses
perengkahan dan reforming
5. Basa nitrogen Proses dekomposisi termal dan
katalitik senyawa nitrogen dalam
minyak mentah
6. Senyawa yang Adanya sulfur, basa nitrogen,
menyebabkan warna senyawa fenolik yang terbentuk
selama prosesing
7. Konstituen damar Senyawa siklis dan diolefin
(gum) dan pembentuk terkonjugasi selama perengkahan
damar termal
8. Peroksida organik Dibentuk dari oksidasi
hidrokarbon terutama olefin dan
dioefin
Memiliki sifat memacu
pembentukan damar dan memacu
pengenceran minyak
Menurunkan angka oktan
9. Asam fenolat dan Beberapa berasal dari minyak
naftenat mentah
Sebagian berasal dari
dekomposisi senyawa yang
mengandung oksigen
10. Asam lemak Dipacu adanya perengkahan
termal seperti pembentukan asam
format dan asam asetat
11. Karbondioksida Perengkahan termal
12. Ammonia dan asam Perengkahan katalik
hidrosianida
13. Aspalten dan resin Residu proses perengkahan
14. Malam Residu proses perengkahan atau
juga dari minyak mentah
Sumber : (Wiyantoko, 2016)

2. Batubara
Secara umum batubara didefinisikan sebagai batuan organik
berwarna gelap yang terbentuk dari jasad tumbuh-tumbuhan. Kandungan
utama batubara adalah atom karbon, hidrogen, dan oksigen. Struktur kimia
batubara diperkirakan berbentuk polimer padat yang tidak larut dalam
pelarut organik. Batubara tersusun dari group aromatik dan group
24
polisiklik yang masing-masingnya dihubungkan oleh struktur alifatik dan
gugus fungsional oksigen.
Struktur kimiawi batubara diberikan pada gambar berikut:

Gambar 5. Struktur Kimiawi Batubara (Pasymi, 2008)


a. Proses pembentukan
Proses pembuatan induk batubara (peat) dari fosil tumbuh-
tumbuhan dinamakan proses koalifikasi. Proses ini memerlukan
kondisi-kondisi tertentu, karena itu proses koalifikasi hanya terjadi
pada tempat-tempat dan era-era tertentu saja sepanjang sejarah
geologi.
Ada tiga teori tentang proses pembentukan induk batubara
yang dikemukakan oleh para ahli yakni:
1) Teori Taylor
Menurut Taylor pembentukan induk batubara diawali
dengan perubahan tingkat kebasaan lapisan tanah yang disebabkan
oleh perubahan senyawa komplek kalsium alumino menjadi
senyawa komplek natrium alumino. Senyawa ini selanjutnya
dihidrolisa oleh air membentuk larutan alkali yang menyebabkan
lapisan tanah menjadi impermeable terhadap gas dan air. Setelah
lapisan impermeable ini terbentuk maka bakteri anaerob akan
melakaukan aksi dekomposisi membentuk humid acid. Humid acid
yang terbentuk akan dinetralkan oleh larutan alkali yang terdapat
pada lapisan tanah tersebut. Proses ini terus berlanjut sampai
25
terbentuk induk batubara (peat). Jadi proses pembentukan induk
batubara semata mata hanya akibat aksi bakteri anaerob (bio
processing), tidak dipengaruhi oleh aksi panas dan tekanan.
2) Teori Bergious
Menurut Bergious pembentukan batubara dalam lapisan
tanah diawali dengan tumbang/robohnya tumbuh-tumbuhan,
kemudian jasad tumbuhan tersebut tertimbun oleh lapisan tanah
disekitarnya. Dengan berjalannya waktu maka jasad tumbuhan
tersebut akan semakin jauh tertimbun dari permukaan bumi, di
mana temperatur dan tekanan juga semakin tinggi, sehingga jasad
tumbuhan akan terdekomposisi membentuk batubara. Kualitas
batubara akan ditentukan oleh temperatur dan tekanan dekomposisi
yang dialami oleh jasad tumbuhan serta biasanya berbanding lurus
dengan perjanan waktu.
3) Teori Kombinasi
Menurut Teori Kombinasi pembentukan batubara diawali
dari proses biokimia yakni proses pembusukan kayu oleh bakteri.
Proses ini dipengaruhi oleh peredaran air, temperatur, keasaman,
dan toksisitas dari lingkungan tempat terjadinya pembusukan.
Proses pembusukan ini dikenal juga dengan proses penggambutan
(peatification) yang akan menghasilkan induk batubara. Tahap
penggambutan adalah tahap di mana sisa-sisa tumbuhan yang
terakumulasi tersimpan dalam kondisi reduksi di daerah rawa
dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air
pada kedalaman 0,5-10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini
melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan
NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan
fungi diubah menjadi gambut (Susilawati dalam (Pasymi, 2020)).
Setelah peat terbentuk dalam tahap biokimia, selanjutnya
proses pembentukan batubara diikuti oleh tahap dinamokimia
yakni proses penimbunan peat oleh lapisan tanah disekitarnya
26
sehingga peat akan mendapatkan tekanan dari lapisan tanah di
atasnya (overburden) dan dari samping sebagai akibat dari
pergeseran kulit bumi. Pada tahap ini terjadi proses dekomposisi
terhadap peat sehingga prosentase karbonnya akan meningkat,
sedangkan prosentase hidrogen dan oksigennya akan berkurang
(Susilawati dalam (Pasymi, 2020)). Proses ini akan menghasilkan
batubara dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya
mulai dari lignit (brown coal), sub bituminus, bituminus, semi
antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.
Perubahan komposisi batubara selama proses koalifikasi
diberikan oleh tabel berikut ini:
Tabel 5. Perubahan Komposisi Kayu ke Batubara
V.M
Jenis Moisture Karbon Hidrogen Oksigen
(900°C)
Wood 20 50 6 42,5 75
Peat 90 60 5,5 32,3 65
Brown Coal 40 – 60 60 – 70 +5 > 25 > 50
Lignit 20 – 40 65 – 75 +5 16 – 25 40 – 50
Subbituminus 10 – 20 75 – 85 4,5 – 5,5 12 – 21 + 45
Bituminus 10 75 – 90 4,5 – 5,5 5 – 20 18 – 40
Semi Antrasit >5 90 – 92 4,0 – 4,5 4–5 5 – 20
Antrasit <5 92 – 94 3,0 – 4,0 3–4 15
Sumber: (Pasymi, 2008)
b. Ada empat faktor utama yang mempengaruhi proses pembentukan
batubara, antara lain:
1) Type lingkungan pengendapan
2) Temperatur
3) Tekanan
4) Skala waktu geologi (Pasymi, 2008).

27
3. Bioetanol
Bioetanol adalah etanol yang berasal dari sumber daya gula
sederhana, pati dan selulosa setelah melalui proses fermentasi dihasilkan
etanol. Etanol adalah senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen,
dan oksigen, sehingga dapat dilihat sebagai turunan senyawa hidrokarbon
yang mempunyai gugus hidroksil dengan nama C2H2O6. Etanol merupakan
zat cair, tidak berwarna, berbau spesifik, mudah terbakar dan menguap,
dapat bercampur dalam air dengan segala perbandingan. Etanol juga untuk
campuran minuman dan dapat digunakan sebagai bahan bakar (gasohol).
Pada tekanan > 0,1 bar (11,5 kPa) etanol dan air dapat membentuk larutan
azeotrop (larutan yang mendidih seperti campuran murni, komposisi dan
cairan sama).
Reaksinya adalah C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2. Karena proses
pembuatan bioetanol meliputi fermentasi dan berbahan dasar biomassa,
maka bioetanol juga dapat diartikan sebagai cairan biokimia dari proses
fermentasi gula (sumber karbohidrat) dengan menggunakan bantuan
miroorganisme.
Pengganti bahan bakar fosil adalah dengan bioenergi seperti
bioetanol. Bioetanol adalah bahan bakar nabati yang tak pernah habis
selama mentari masih memancarkan senarnya, air tersedia, oksigen
berlimpah, dan kita mau melakukan budidaya pertanian (Yakinudin dalam
(Priatna et al, 2017)). Bioetanol dapat dikonversi dari sumber daya alam
terbarukan yang mengandung bahan lignoselulosa. Tumbuhan yang
potensial untuk menghasilkan bioetanol antara lain tanaman yang memiliki
kadar karbohidrat tinggi (gula, pati, selulosa, dan hemiselulosa), seperti
tebu, nira, aren, sorgum, ubi kayu, jambu mete (limbah jambu mete), garut,
batang pisang, ubi jalar, jagung, bonggol jagung. Jerami. Dan bagas
(ampas tebu) (Batma dalam (Priatna et al, 2017)).

28
Tabel 5. Sifat Fisika dan Kimia Bioetanol
Parameter Nilai
Rumus Kimia C2H5OH
Berat Molekul 46
Densitas (gr/ml) 0,7851
Titik Didih (°C) 78,4
Titik Nyala (°C) 13
Titik Beku (°C) -112,4
Indeks Bias 1,3633
Panas Evaporasi (cal/gr) 204
Viskositas pada 20° (Poise) 0,0122
Sumber: Badan Standarisasi Nasional dalam (Priatna et al, 2017)
a. Proses pembuatan bioetanol
Secara umum, proses pengolahan bahan berpati seperti ubi
kayu, jagung, dan sagu untuk menghasilkan bioetanol dilakukan
dengan proses sebagai berikut:
1) Pre-treatment
Proses pembuatan bioetanol dimulai dengan pencucian air
panas, dan penggilingan, penggilingan disini berfungsi untuk
menghaluskan ubu kayu supaya menjadi granul-granul yang lebih
kecil. Untuk pembentukan bubur yang disebut larutan pati, ubi
kayu yang telah halus dicampurkan dengan air dalam mixer.
Granular pati dibuat membengkak akibat peningkatan volume oleh
air dan tidak dapat kembali lagi ke kondisi semula. Perubahan
inilah yang disebut gelatinisasi. Suhu pada saat granular pecah
disebut suhu gelatinisasi yang dapat dilakukan dengan adanya
panas. Gelatinisasi, yaitu memecah pati yang berbentuk granular
menjadi suspensi yang viscous. Viskositas larutan pati akan
meningkat drastis bila mengalami pemanasan disertai pengadukan
hingga mencapai suhu sekitar 80°C. Suhu di mana larutan pati
mulai mengental disebut suhu gelatinisasi.
29
2) Proses Hidrolisis
Salah satu cara pembuatan glukosa adalah dengan proses
hidrolisis pati. Pati adalah karbohidrat yang berbentuk polisakarida
berupa polimer anhidro monosakarida dengan rumus umum
(C6H12O5)n. Komponen utama penyusun pati adalah amilosa dan
amilopektin. Prinsip dari hidrolisis pati pada dasarnya adalah
pemutusan rantai polimer pati menjadi unit-unit dekstrosa
(C6H12O6) (Musanif dalam (Priatna et al, 2017)).
3) Proses Fermentasi
Untuk mengkonversi glukosa (gula) menjadi etanol dan
CO2. Fermentasi etanol adalah perubahan 1 mol gula menjadi 2
mol etanol dan 2 mol CO2. Pada proses fermentasi etanol, yang
sering digunakan dalam fermentasi alkohol adalah Saccharomyces
cerevisiae, karena jenis ini dapat berproduksi tinggi, toleran
terhadap alkohol yang cukup tinggi (12 – 18% v/v), tahan terhadap
kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan fermentasi pada
suhu 4 – 32°C (Musanif dalam(Priatna et al, 2017)).
Pada tahap fermentasi ini terjadi reaksi hidrolisis, di mana
sukrosa diubah menjadi glukosa. Sebelum reaksi hidrolisis
berlangsung, ditambahkan enzim selulase dari biakkan Aspergillus
niger yang telah di inkubasi selama 96 jam. Persamaan reaksi
hidrolisa yaitu:
C6H10O5 + H2O → 2C6H12O6
Sedangkan reaksi utama adalah reaksi fermentasi, di mana
glukosa diubah menjadi etanol dan air. Persamaan reaksinya
adalah:
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP
Pada main fermenter selain terbentuk etanol, juga akan terbentuk
produk samping. Hasil samping dalam persen berat (% gula) adalah
sebagai berikut:
Asam Asetat = 0,65 %
30
Fusel Oil = 0,85%
Asetaldehid = 0,05%
Reaksi samping yang terjadi pada main fermenter yaitu:
C6H12O6 → C3H8O3 + CH3CHO + 2CO2
C6H12O6 + H2O → 2C3H8O3 + CH3COOH + C2H5OH + 2CO2
4) Pemurnian
Untuk memurnikan etanol hasil fermentasi dengan kadar
8,5% - 99,5%, yang sesuai dengan FGE (fuel grade ethanol).
Setelah proses fermentasi selesai, dilakukan destilasi untuk
memisahkan etanol. Distilasi merupakan pemisahan komponen
berdasarkan titik didihnya. Titik didih etanol murni adalah 78°C
sedangkan air adalah 100°C (kondisi standar). Dengan
memanaskan larutan pada suhu rentang 78–100°C akan
mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit
kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95%
volume.
b. Manfaat bioetanol
Menurut Ashriyani dalam (Priatna et al, 2017), spesifikasi
alkohol didasarkan pada kadar alkohol, dapat dibagi menjadi tiga
tingkatan, yaitu:
1) Kadar 90 – 96,5% adalah bioetanol yang digunakan pada industri
2) Kadar 90 – 96,5% adalah bioetanol yang digunakan sebagai
campuran miras dan bahan dasar industri farmasi
3) Kadar 99,5 – 100% yaitu alkohol yang digunakan bahan bakar
kendaraan, oleh sebab itu harus benar-benar kering dan anhydrous
supaya mesin tidak korosif.
Bioetanol memiliki banyak kegunaan, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1) Sebagai bahan bakar
2) Sebagai bahan dasar minimum berakohol
3) Sebagai bahan kimia dasar senyawa organik
31
4) Sebagai antiseptik
5) Sebagai antidote beberapa racun
6) Sebagai pelarut untuk parfum, cat, dan larutan obat
7) Digunakan untuk pembuatan beberapa deodoran
8) Digunakan untuk pengobatan untuk mengobati depresi dan sebagai
obat bius (Priatna et al, 2017).
4. Biodiesel
Biodiesel adalah sebuah bahan bakar cair yang berasal dari minyak
nabati dan lemak yang memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan
bahan bakar minyak diesel biasa (dari minyak bumi). Biodiesel dapat
diproduksi langsung dari minyak nabati, minyak atau lemak hewan dan
minyak jelantah. Biodiesel bersifat biodegradable, tidak beracun, dan
memiliki emisi yang lebih sedikit daripada dari minyak diesel yang
berbasis minyak bumi ketika dibakar.
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang mirip dengan
minyak diesel (fosiel) konvensional. Proses yang digunakan untuk
mengkonversi bahan baku minyak menjadi biodiesel disebut
transesterifikasi. Sumber terbesar dari minyak yang cocok berasal dari
tanaman minyak seperti kedelai, rapeseed, jagung, sawit, dan bunga
matahari.
Saat ini, minyak dari industri pertanian merupakan potensi sumber
terbesar, tetapi tidak digunakan untuk produksi komersial biodiesel hanya
karena minyak mentah terlalu mahal. Tingginya biaya produksi biodiesel
telah menyebabkan harganya masih terlalu tinggi untuk bersaing dengan
minyak solar. Limbah minyak nabati (minyak goreng bekas) dapat juga
sebagai sumber bahan baku yang murah. Salah satu kelemahan dari
menggunakan limbah minyak itu harus diperlakukan untuk menghilangkan
kotoran seperti asam lemak bebas (FFA) sebelum konversi ke biodiesel.
Dengan demikian, biodiesel yang dihasilkan dari limbah minyak goreng
sebenarnya dapat bersaing dengan harga minyak solar tanpa subsidi
nasional.
32
a. Proses pembuatan biodiesel
Transesterifikasi gliserida alami sebagai bahan baku utama
dengan metanol menjadi metil ester merupakan reaksi penting yang
telah digunakan secara luas dalam pembuatan sabun dan detergen
serta industri manufaktur di seluruh dunia selama bertahun-tahun.
Hampir semua biodiesel diproduksi dalam proses kimia menggunakan
proses transesterifikasi dengan katalis basa sebagai proses yang paling
ekonomis dan hanya membutuhkan suhu dan tekanan rendah untuk
menghasilkan konversi atau yield 98%.
Proses transesterifikasi adalah reaksi dari trigliserida (lemak
atau minyak) dengan alkohol untuk membentuk ester dan gliserol.
Sebuah trigliserida memiliki molekul gliserin yang terdiri dari tiga
asam lemak rantai panjang yang menempel. Karakteristik lemak
ditentukan oleh sifat asam lemak yang melekat pada gliserin itu yang
pada akhirnya akan mempengaruhi karakteristik biodiesel tersebut.
Selama proses esterifikasi, trigliserida direaksikan dengan
alkohol dengan adanya katalis, biasanya alkali kuat seperti natrium
hidroksida. Alkohol bereaksi dengan asam lemak membentuk ester
mono-alkil, atau biodiesel, dan gliserol mentah. Dalam kebanyakan
produksi, digunakan metanol atau etanol dengan menggunakan katalis
baik kalium atau natrium hidroksida. Kalium hidroksida telah
ditemukan lebih cocok untuk produksi biodiesel etil ester, meskipun
dapat juga digunakan untuk produksi metil ester.
Gambar di bawah menunjukkan proses kimia untuk metil ester
biodiesel. Reaksi antara lemak atau minyak dan alkohol merupakan
reaksi bolak balik, sehingga alkohol dibuat berlebih untuk mendorong
reaksi ke arah kanan dan memastikan konversi yang terjadi sempurna.
Produk akhir dari reaksi adalah biodiesel dan gliserol.

33
Gambar 6. Reaksi pembentukan senyawa alkil ester (biodiesel)
(Mahfud, 2018)
Keberhasilan reaksi transesterifikasi ditandai dengan
pemisahan metik ester (biodiesel) dan lapisan gliserol setelah waktu
reaksi selesai. Produk samping gliserol lebih berat, mengendap dan
dapat dijual atau dimurnikan untuk digunakan dalam industri lain,
misalnya farmasi, kosmetik, dan deterjen. Setelah reaksi
transesterifikasi dan dilakukan pemisahan fase berat gliserin, maka
produk yang tersisa adalah fase ringan biodiesel. Biodiesel yang
dihasilkan ini memerlukan beberapa pemurnian sebelum digunakan.
Biodiesel memiliki viskositas yang sama dengan minyak diesel
dan dapat digunakan sebagai bahan aditif dalam formulasi diesel
untuk meningkatkan daya pelumasan. Biodiesel dapat digunakan
dalam bentuk murni (B100) atau dapat dicampur dengan minyak solar
pada setiap konsentrasi di sebagian besar mesin diesel modern.
Biodisel diketahui dapat merusak gasket dan selang yang terbuat dari
karet alam di kendaraan (sebagian besar ditemukan di kendaraan yang
diproduksi sebelum 1922). Untuk mengatasinya dalam mesin bisa
diganti dengan selang jenis segel Viton dan selang yang tidak reakstif
terhadap biodiesel. Indeks pelumasan yang lebih tinggi biodiesel jika
dibandingkan dengan minyak diesel menjadi keuntungan dan dapat
berkontribusi terhadap sistem injeksi bahan bakar.
Biodiesel merupakan pelarut yang lebih baik dari minyak solar
dan telah dikenal dapat memecah endapan residu di saluran bahan
bakar kendaraan yang sebelumnya telah berjalan dengan minyak
diesel. Filter bahan bakar dapat tersumbat oleh partikulat jika proses
transisi cepat jika digunakan biodiesel murni. Oleh karenanya,
34
dianjurkan untuk mengubah filter bahan bakar dalam 600-800 mil
pertama saat beralih ke campuran biodiesel.
Kualitas bahan bakar komersial biodiesel diukur dengan
standar ASTM pada D 6751. Standar tersebut memastikan biodiesel
yang murni dan faktor-faktor penting berikut dalam proses produksi
bahan bakar memenuhi:
1) Reaksi sempurna
2) Penghilangan gliserin
3) Penghilanagan katalis
4) Penghilangan alkohol
5) Adanya asam lemak bebas
6) Kandungan sulfur rendah
Pada saat ini biodiesel merupakan pasar alternatif yang paling
manarik di antara aplikasi non-makanan dari minyak nabati untuk
bahan bakar transportasi. Tahapan yang berbeda dalam produksi
tanaman/biji selama pembuatan metil ester akan menghasilkan produk
samping yang memerlukan pengolahan lebih lanjut. produk lanjut
berupa cake, minyak, fraksi kaya protein diperoleh setelah minyak
telah diekstrak dari biji, digunakan untuk pakan ternak. Sedangkan
gliserok, produk samping lain yang penting, memiliki berbagai
aplikasi dalam minyak dan industri kimia seperti industri kosmetik,
farmasi, makanan, dan lukisan (Mahfud, 2018).
5. Biogas
Biogas merupakan salah satu jenis gas yang dapat terbakar dan
juga dapat digunakan sebagai sumber energi pengganti bahan bakar fosil
seperti minyak tanah, LPG, batu bara, dan sebagainya. Gas tersebut
dihasilkan dari proses fermentasi anaerobik bahan organik seperti kotoran
manusia atau kotoran hewan, tumbuhan, limbah domestik atau limbah
organik lainnya yang dapat diuraikan (biodegradable) dalam kondisi
anaerobik. Adapun komposisi dari biogas ini dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut:
35
Tabel 6. Komposisi Biogas
Methane (CH4) 55 – 65%
Carbon dioxide (CO2) 35 – 45%
Nitrogen (N2) 0.3%
Hydrogen (H2) 0–1%
Hydrogen sulphide (H2S) 0 – 1%

a. Pembentukan Biogas
Pada prinsipnya dalam pembuatan biogas ini yaitu
menghasilkan proses fermentasi bahan organik dalam ruang
tertutup/kedap udara yang disebut dengan digester. Dalam digester
tersebut terjadi proses/interaksi yang kompleks dari sejumlah bakteri
yang berbeda-beda. Bakteri tersebut merupakan bakteri metanogen dan
terdapat empat jenis bakteri anaerob yang berperan dalam
memproduksi gas metana antara lain yaitu, Mathanobacterium,
Methanobacillus, dan Methanosarcina. Gas yang membuat biogas ini
dapat terbakar adalah gas metana (CH4) sehingga jumlah energi yang
terkandungdalam biogas ini bergantung pada konsentrasi gas metana
tersebut. Semakin tinggi kandungan gas metana dalam digester maka
semakin besar kandungan energi (nilai kalor) pada biogas.
Secara umum, di dalam proses pembentukan biogas terdapat
tiga tahapan, antara lain:
1) Hidrolisis, Banyak limbah organik terdiri dari polimer organik
kompleks seperti protein, lemak, karbohidrat, selulosa, lignin, dll,
beberapa di antaranya dalam bentuk padatan yang tidak larut. Pada
tahap ini, polimer organik ini dipecah oleh enzim ekstraseluler
yang diproduksi oleh bakteri hidrolitik dan dilarutkan dalam air.
Komponen organik (atau monomer) yang mudah larut yang
dibentuk dengan mudah tersedia untuk bakteri penghasil asam.
Reaksi hidrolisis yang terjadi pada tahap ini akan
mengubah protein menjadi asam amino, karbohidrat menjadi gula
36
sederhana dan lemak menjadi asam lemak rantai panjang. Namun,
pencairan selulosa dan senyawa kompleks leinnya ke monomer
sederhana dapat menjadi langkah pembatas dalam laju pencernaan
anaerobik, karena aksi bakteri ini jauh lebih lambat di tahap 1 dari
pada di tahap kedua atau ketiga. Laju hidrolisis tergantung pada
konsentrasi sunstrat dan bakteri serta tergantung pada faktor
lingkungan seperti pH dan suhu.
2) Pembentukan Asam, komponen monomer yang dilepaskan oleh
pemecahan hidrolitik yang terjadi selama tindakan bakteri tahap 1
selanjutnya diubah menjadi asam asetat (asetat) dan H2/CO2 oleh
bakteri acetogenik pada tahap ini. Asam lemak volatil diproduksi
sebagai produk akhir metabolisme bakteri protein, lemak dan
karbohidrat; di mana asam asetat, propionat, dan laktat adalah
produk utama. Karbon dioksida dan gas hidrogen juga dibebaskan
selama katabolisme karbohidrat. Metanol dan alkohol sederhana
lainnya adalah produk sampingan lain dari pemecahan karbohidrat.
Proporsi substrat yang berbeda ini diproduksi tergantung pada flora
yang ada serta pada kondisi lingkungan.
3) Pembentukan Metana, Produk dari tahap kedua akhirnya diubah
menjadi CH4 dan produk akhir lainnya oleh sekelompok banteri
yang disebut metanogen. Banteri metanogenik adalah anaerob
obligat yang tingkat pertumbuhannya umumnya lebih lambat dari
pada bakteri pada tahap 1 dan 2.
6. Fermentasi
Fermentasi berasal dari bahasa latin ferfere yang artinya
mendidihkan. Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam
keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah
satu bentuk respirasi anaerobik. Fermentasi aerobik adalah fermentasi
yang memerlukan oksigen, sedangkan fermentasi anaerobik tidak
memerlukan oksigen. Fermentasi merupakan pengolahan subtrat
menggunakan peranan mikroba (jasad renik) sehingga dihasilkan produk
37
yang dikehendaki. Produk fermentasi berupa biomassa sel, enzim,
metabolit primer maupun sekunder atau produk transformasi
(biokonversi).
Penerapan metode fermentasi yang banyak digunakan diantaranya
adalah fermentasi alkohol dan fermentasi asam laktat. Fermentasi alkohol
dan fermentasi asam laktat memiliki perbedaan dalam produk akhir yang
dihasilkan. Produk akhir fermentasi alkohol berupa etanol dan CO2,
sedangkan produk akhir fermentasi asam laktat berupa asam laktat.
Fermentasi pada dasarnya merupakan suatu proses enzimatik di
mana enzim yang bekerja mungkin sudah dalam keadaan terisolasi yaitu
dipisahkan dari selnya atau masih dalam keadaan terikat di dalam sel. Pada
beberapa proses fermentasi yang menggunakan sel mikroba, reaksi enzim
mungkin terjadi sepenuhnya di dalam sel mikroba karena enzim yang
bekerja bersifat intraselular. Pada proses lainnya reaksi enzim terjadi di
luar sel karena enzim yang bekerja bersifat ekstraseluler.
a. Faktor yang mempengaruhi fermentasi
Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan fermentasi,
antara lain:
1) Keasaman
Makanan yang mengandung asam biasanya tahan lama,
tetapi jika oksigen cukup jumlahnya dan kapang dapat tumbuh serta
fermentasi berlangsung terus, maka daya tahan awet dari asam
tersebut akan hilang. Tingkat keasaman sangat berpengaruh dalam
perkembangan bakteri. Kondisi keasaman yang baik untuk
pertumbuhan bakteri adalah 3,5 – 5,5.
2) Mikroba
Fermentasi biasanya dilakukan dengan kultur murni yang
dihasilkan di laboratorium. Pembuatan makanan dengan cara
fermentasi di Indonesia pada umumnya tidak menggunakan kultur
murni sebagai contoh misalnya ragi pasar mengandung beberapa
ragi diantaranya Saccharomyces cereviseae yang dicampur dengan
38
tepung beras dan dikeringkan. Kultur murni biasa dugunakan dalam
fermentasi misalnya untuk pembuatan anggur, bur, keju, sosis, dan
lain-lain-lainnya.
3) Suhu
Suhu fermentasi sangat menentukan macam mikroba yang
dominan selama fermentasi. Setiap mikroorganisme memiliki suhu
maksimal, suhu minimal dan suhu optima pertumbuhan. Suhu
pertumbuhan optimal adalah suhu yang memberikan pertumbuhan
terbaik dan perbanyakan diri tercepat. Suhu fermentasi yang
optimum untuk pertumbuhan Saccharomyces adalah 30°C.
4) Alkohol
Mikroorganisme yang terkandung dalam ragi tidak tahan
terhadap alkohol dalam kepekatan (kadar) tertentu, kebanyakan
mikroba tidak tahan pada konsentrasi alkohol 12 – 15%.
5) Oksigen
Oksigen selama proses fermentasi harus diatur sebaik
mungkin untuk memperbanyak atau menghambat pertumbuhan
mikroba tertentu, ragi yang menghasilkan alkohol dari gula lebih
baik dalam kondisi anaerobik. Misalnya Saccharomycess sp yang
melakukan fermentasi terhadap gula jauh lebih cepat pada keadaan
anaerobik, akan tetapi mengalami pertumbuhan lebih baik pada
keadaan aerobik sehingga jumlahnya bertambah banyak.
6) Substrat dan Nutrien
Mikroorganisme memerlukan substrat dan nutrien yang
berfungsi untuk menyediakan:
a) Energi, biasanya diperoleh dari sunstansi yang mengandung
karbon, yang salah satu sumbernya adalah gula.
b) Nitrogen, sebagian besar mikroba yang digunakan dalam
fermentasi berupa senyawa organik maupun anoragnik sebagai
sumber nitrogen. Salah satu contoh sumber nitrogen yang dapat
digunakan adalah urea.
39
c) Mineral, yang diperlukan mikroorganisme salah satunya adalah
phospat yang dapat diambil dari pupuk TSP.
d) Vitamin, sebagian besar sumber karbon dan nitrogen alami
mengandung semua atau beberapa vitamin yang dibutuhkan.
b. Mekanisme Fermentasi
Salah satu substrat utama yang dipecah dalam proses fermentasi
adalah korbohidrat, karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati
berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, pati, pektin, selulosa dan
lignin. Pada umumnya karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi
monosakarida, oligosakarida dan polisakarida. Monosakarida
merupakan suatu molekut yang dapat terdiri dari lima atau enam atom
karbon (C), oligosakarida merupakan polimer dari 2–10 monosakarida,
dan polisakarida merupakan polimer yang terdiri lebih dari 10 monomer
monosakarida. Salah satu jenis polisakarida adalah pati yang banyak
terdapat dalam serealia dan umbi-umbian. Selama proses pematangan,
kandungan pati berubah menjadi gula-gula pereduksi yang akan
menimbulkan rasa manis.
Di dalam proses fermentasi, kapasitas mikroba untuk
mengoksidasi tergantung dari jumlah aseptor elektron terakhir yang
dapat dipakai. Sel-sel melakukan fermentasi menggunakan enzim-
enzim yang akan mengubah hasil dari reaksi oksidasi, dalam hal ini
yaitu asam menjadi senyawa yang memiliki muatan lebih positif,
sehingga dapat menangkap elektron terakhir dan menghasilkan energi.
Khamir lebih cenderung memfermentasi substrat karbohidrat untuk
menghasilkan etanol bersama sedikit produk akhir lainnya jika tumbuh
dalam keadaan anaerobik.
Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis
gula yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat,
glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana, melalui
fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi
ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan.
40
Persamaan reaksi kimia
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2 CO2 + 2 ATP
(Energi yang dilepaskan: 118 kJ per mol).

41
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan diskusi mengenai kimia bahan alam dapat disimpulkan bahwa:
1. Bahan-bahan kimia ternyata banyak ditemukan di alam sehingga disebut
sebagai kimia bahan alam. Bahan-bahan tersebut memiliki struktur kimia
dan fungsinya masing-masing.
2. Sumber energi yang berasal dari alam adalah sumber energi yang sifatnya
renewable atau dapat diperbaharui.
3. Beberapa bahan alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia antara lain:
karet, zeolit, dan lempung.
4. Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks beberapa
jenis tumbuhan.
5. Zeolit yang berarti batu mendidih, diberikan oleh seorang ahli mineralogi
Swedia FAF Crostedt pada mineral yang ditemukannya pada tahun 1756
yang dapat menghamburkan uap seperti air mendidih jika dipanaskan pada
suhu 100˚C sampai dengan 350˚C.
6. Tanah lempung adalah tanah yang mempunyai partikel-partikel tertentu
yang menghasilkan sifat-sifat plastisitas pada tanah bila di campur dengan
air.
7. Beberapa sumber energi yang berasal dari alam antara lain: minyak bumi,
batubara, bioetanol, biodiesel, biogas, dan fermentasi.
8. Minyak bumi adalah suatu campuran cairan yang terdiri dari berjuta-juta
senyawa kimia, yang paling banyak adalah senyawa hidrokarbon yang
terbentuk dari dekomposisi yang dihasilkan oleh fosil tumbuh-tumbuhan
dan hewan.
9. Batubara didefinisikan sebagai batuan organik berwarna gelap yang
terbentuk dari jasad tumbuh-tumbuhan.
10. Bioetanol adalah etanol yang berasal dari sumber daya gula sederhana,
pati dan selulosa setelah melalui proses fermentasi dihasilkan etanol.

42
11. Biodiesel adalah sebuah bahan bakar cair yang berasal dari minyak
nabati dan lemak yang memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan
bahan bakar minyak diesel biasa (dari minyak bumi).
12. Biogas merupakan salah satu jenis gas yang dapat terbakar dan juga
dapat digunakan sebagai sumber energi pengganti bahan bakar fosil
seperti minyak tanah, LPG, batu bara, dan sebagainya.
13. Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan
anaerobik (tanpa oksigen).

B. SARAN
Demikian makalah yang dapat kami buat, apabila dalam penyusunan
makalah ini terdapat kekurangan maka kritik dan saran yang membangun
dapat memberikan perbaikan dan pengembangan makalah kami yang
selanjutnya. Apabila ada kesalahan dan kekurangan kami mohon maaf.
Semoga makalah ini membawa manfaat bagi penulis dan pembaca serta
memberi wawasan dan pengetahuan kita semua.

43
DAFTAR PUSTAKA
Dalimunthe, Vivi Handayani. 2008. Penentuan Kandungan Padatan Total
(%TSC) Lateks Pekat Dan Pengaruhnya Terhadap Kekuatan Tarik Benang
Karet di PT IKN Medan. Karya Ilmiah. Universitas Sumatera Utara.
Dur, Sajaratud. 2018. Utilization of Zeolits for Water Filling. Zero – Jurnal
Matematika dan Terapan. Vol. 4 (2).
Frida, E. 2011. Penggunaan Anhidrida Maleat-Grafted-Polopropilena (AM-g-PP)
Dan Anhidrida Maleat-Grafted-Karet Alam (AM-g-KA) Pada Termoplastik
Elastomer (TPE) Berbasis Polipropilena, Kompon Karet Alam SIR-20 dan
Serbuk Ban Bekas. Skripsi S-III. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.
Ismail, H, and Suryadiansyah, R. 2004. “Effects of Filler Loading on Properties of
Polypropylene–Natural Rubber–Recycle Rubber Powder (PP–NR–RRP)
Composites. Journal Of Reinforced Plastics And Composites. Vol. 23 (6):
639.
Kohls, J. J., and Beaucage, (2002), “Rational Desing of Reinforced Rubber”, Cur
OP. Solid St Mat Sci., 6:183-194.
Lestari, Dewi Yuanita. 2010. Kajian Modifikasi dan Karakterisasi zeolit alam dari
berbagai Negara. Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia
FMIPA UNY.
Mahfud. (2018). Biodiesel Perkembangan Bahan Baku & Teknologi. Surabaya:
CV. Putra Media Nusantara (PMN).
Pasymi. (2008). Batubara Jilid 1. Padang: Bung Hatta University Press.
Pollung H. Siagian. 2005. Penggunaan Zeolit dalam Bidang Peternakan. Jurnal
Zeolit Indonesia.Vol. 4 (2): 70 -77.
Priatna et al. (2017). Pembuatan Bioetanol dari Campuran Kulit Pisang dan
singkong Racun menggunakan Metode Hidrolisis Enzimatis dan
Fermentasi. Program Studi DIII Teknik Kimia Departemen Teknik Kimia
Industri Fakultas Vokasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Saputra, Rodhie. 2006. Pemanfaatan Zeolit Sintetis Sebagai Alternatif Pengolahan
Limbah Industri.
44
Sri Rachmawati. 2000. Upaya Pengelolaan Lingkungan Usaha Peternakan Ayam.
Wartazoa. Vol. 9 (2): 73-80
Wiyantoko, Bayu. (2016). Modul Kuliah Kimia Petroleum. Program DIII Analisis
Kimia FMIPA Universitas Islam Indonesia.

45

Anda mungkin juga menyukai