Anda di halaman 1dari 6

MEMBENTUK PRIBADI ANTI KORUPSI PADA SISWA

Untuk memenuhi tugas Ulangan Tengah Semester (UTS) mata kuliah “


Pengembangan kepribadian"

Dosen Pengampu : Dina Indriana, M.Pd.

Disusun Oleh :

Kelompok 1

Bagus Muttabi Aulia Ahsan 191220006

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN


BANTEN 2021-2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam beberapa dekade bisa dikatakan upaya pemberantasan korupsi di


berbagai tempat di dunia dilakukan dengan lebih mengandalkan upaya hukum (lawyer
approach). Bahkan, sejumlah negara telah menghalalkan hukuman mati bagi pelaku
tindak pidana korupsi. Upaya hukum merupakan salah satu pendekatan yang penting,
tetapi hanya akan berhasil apabila dikombinasikan dengan berbagai pendekatan lain.

Dalam beberapa tahun terakhir mulai menguat perhatian banyak pihak


terhadap perlunya upaya preventif yang lebih menyentuh masyarakat akar rumput
sekaligus melahirkan generasi bersih korupsi, salah satunya melalui jalur pendidikan.
Dalam arti luas, pada hakikatnya akan selalu eksis sepanjang kehidupan manusia dan
secara simultan memperbaiki kualitas kemanusiaan manusia, melalui perbaikan akal
dan budi. Persoalannya adalah, tidak semua nilai-nilai dan skill dapat ditransfer
melalui pendidikan di kelas-kelas. Ketika berbicara tentang hard-skill, barangkali
kelas merupakan wahana yang tepat, tetapi ketika berbicara tentang soft-skill dan
attitude, efektivitasnya masih belum teruji.

Terkait dengan isu korupsi, apakah pendidikan antikorupsi akan sukses


mencetak individu-individu yang bersih-korupsi? Seberapa besar optimisme harus
dibangun di atas peran pendidikan dalam mencegah korupsi?

Tulisan ini akan menggunakan sejumlah perspektif untuk melihat pendidikan


antikorupsi secara eksploratif. Bagian pertama akan melihat urgensi pendidikan
antikorupsi sebagai upaya pencegahan korupsi. Bagian kedua akan memberikan
rekomendasi tentang bagaimana pendidikan antikorupsi sebagai sebuah pendidikan
moral akan mampu menumbuhkan kepribadian antikorupsi, serta bagaimana peran
keluarga dan lembaga pendidikan formal di dalamnya. Bagian ketiga akan
menegaskan adanya pertalian wilayah akademis antara pendidikan antikorupsi dengan
pendidikan hak asasi manusia dan pendidikan damai, untuk kemudian secara spesifik
membedah model-model pendidikan antikorupsi.

Untuk melihat implementasi pendidikan antikorupsi, bagian keempat akan


menyoroti pendidikan antikorupsi di Indonesia, termasuk mata kuliah wajib
Antikorupsi Universitas Paramadina. Bagian akhir akan menyajikan ilustrasi tentang
pendidikan antikorupsi di sejumlah negara.

Dalam makalah ini, penyusun akan membahas mengenai Pengembangan


Kepribadian dengan judul “Membentuk Pribadi Anti Korupsi pada Siswa” yang mana
penyusun akan membahas tentang korupsi dari sudut pandang al-Qur’an
tentangpengertiankorupsi, bagaimana pendidikan pencegahannya, dan bagaimana
pembinaan karakter anti korupsi.

Banyak sekali kekurangan dalam makalah ini, oleh karenanya penyusun


makalah sangat mengharapkan kepada seluruh pembaca dalam memberikan kritikan
dan saran yang membangun guna menyempurnakan makalah ini

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu korupsi?

2. Bagaiamana membentuk pribadi anti korupsi?


3. Apa peran moral dalam pendidikan anti korupsi

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang korupsi

2. Untuk Mengetahui cara membentuk pribadi anti korupsi

3. Untuk Mengetahui peran moral dalam pendidikan anti korupsi


BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Korupsi
Definisi korupsi yang paling banyak diacu, termasuk oleh World Bank dan
UNDP, adalah "the abuse of public office for private gain". Dalam arti yang lebih
luas, definisi korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk kepentingan
pribadi atau privat yang merugikan publik dengan cara-cara ber- tentangan dengan
ketentuan hukum yang berlaku.' Definisi ini merupakan konsensus yang banyak diacu
para pakar di bidang antikorupsi. Walau demikian, definisi ini belum sempurna meski
cukup membantu dalam membatasi pembicaraan tentang korupsi. Beberapa
kelemahan definisi tersebut di antaranya bias yang cenderung memojokkan sektor
publik, serta definisi yang tidak mencakup tindakan korupsi oleh privat walaupun
sama-sama merugikan publik. Korupsi terjadi jika tiga hal terpenuhi, yaitu (1)
Seseorang memiliki kekuasaan termasuk untuk menentukan kebijakan publik dan
melakukan administrasi kebijakan tersebut, (2) Adanya economic rents, yaitu manfaat
ekonomi yang ada sebagai akibat kebijakan publiktersebut, dan(3) Sistemyang ada
membuka peluang terjadinya pelanggaran oleh pejabat publik yang bersangkutan.

B. Membentuk Pribadi Anti Korupsi

Membangun manusia tidak seperti menanam jagung, yang dalam beberapa


bulan dapat dipanen hasilnya. Dalam konteks membangun manusia, sangat mungkin
kita tidak berkesempatan melihat hasil dari apa yang kita usahakan. Demikian halnya
dengan membangun pribadi antikorupsi: harus dilakukan secara terus- menerus. Di
sinilah sebuah visi jangka panjang bangsa berperan penting. Kita tidak lagi berpikir
tentang satu atau dua, tetapi ratusan tahun yang akan datang. Kita sadar bahwa masa
depan bukan milik generasi hari ini, tapi milik keturunan kita dan generasi yang akan
datang. Kita hanyalah bagian dari proses sejarah yang harus memainkan peran.

Peran tersebut dapat dimulai dengan memberikan pendidikan yang terbaik


bagi anak. Pendidikan yang diterima oleh anak di lingkungan keluarga memberikan
bekal dan fondasi bagi anak untuk mengarungi dunia yang penuh dengan dinamika.
Begitu pentingnya fondasi tersebut sehingga orangtua rela melakukan apa pun,
membayar semahal yang ia sanggup untuk mendapatkan fondasi terkokoh bagi
anaknya.

Durkheim (dalam Kohlberg, 1995) menyatakan bahwa pen- didikan dalam


lingkungan keluarga merupakan batu pijakan pertama yang menentukan
perkembangan moral anak, namun, kegunaannya cukup terbatas terutama dalam hal
semangat disiplin. Hal yang esensial bagi semangat disiplin yaitu rasa hormat
terhadap peraturan, hampir tidak dapat berkembang dalam lingkungan keluarga.

Keluarga merupakan ormas terkecil. Hubungan di antara anggota keluarga


tidak dikendalikan oleh aturan umum yang bersifat impersonal dan tidak dapat
diubah, tetapi selalu dan biasanya ada dalam suasana kebebasan. Tetapi anak harus
belajar menghormati peraturan dan bertanggung jawab atas kewajibannya.

C. Moral dalam Pendidikan Anti Korupsi

Nilai-nilai moral sebagai salah satu unsur pembentuk nilai-nilai luhur


kehidupan selayaknya menjadi inti dari pembentukan karakter bangsa yang secara
psikologis merupakan bagian dari kompetensi yang berada pada domain afektif,
kognitif, hingga psikomotorik. Dari karakter tersebut akan membentuk suatu pribadi
yang memiliki kepribadian antikorupsi.

Selayaknya pendidikan moral yang berisi nilai-nilai moral merupakan salah


satu unsur dalam kurikulum pendidikan anti- korupsi. Lebih jauh, Budiningsih (2004)
menyatakan bahwa internalisasi nilai-nilai antikorupsi dalam sistem pembelajaran
harus memperhatikan empat hal:

1) pengertian atau pemahaman terhadap karakter antikorupsi,

2) perasaan antikorupsi,

3) tindakan antikorupsi,

4) internalisasi nilai-nilai (nilai keimanan, nilai etika, dan nilai moral).

Pengertian atau pemahaman terhadap karakter antikorupsi dapat distimulasi


dan ditingkatkan melalui materi-materi antikorupsi yang didukung oleh metode
yang tepat karena ini merupakan domain kognitif. Perasaan antikorupsi
merupakan domain afektif yang dapat distimulasi melalui proses pembelajaran
yang disertai pemahaman secara mendalam.

Tindakan antikorupsi merupakan domain psikomotor yang merupakan


gabungan antara materi dan metode yang tepat disertai pemahaman yang mendalam,
yang kemudian akan menghasilkan aksi berupa tindakan antikorupsi. Yang terakhir
yaitu interna- lisasi nilai-nilai sebagai "ruh" yang mengendalikan ketiga domain
sebelumnya agar tetap berada pada jalur yang sebenarnya. Faktor yang keempat, yaitu
internalisasi nilai-nilai, merupakan salah satu sarana pembelajaran nilai-nilai moral
yang pada akhirnya menghasilkan output yang disebut prinsip, yang merupakan pe-
ngendali internal individu yang akan menjaga pikiran, perasaan, dan perilaku untuk
tetap pada jalur seharusnya.

Satu pertanyaan yang muncul adalah bagaimana agar pendidikan nilai-nilai


moral dapat efektif diajarkan kepada peserta didik? Suparno (dalam Budiningsih,
2004) menyatakan bahwa pendidikan nilai-nilai moral akan menjadi efektif jika
memperhatikan tiga unsur: pengertian atau pemahaman moral, perasaan moral, dan
tindakan moral yang mengikat ketiga unsur tersebut menjadi satu. Jika dilihat ketiga
unsur tersebut, domain yang terlibat hampir sama, yaitu domain kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Artinya adalah, penanaman nilai-nilai moral tidak cukup hanya
diajarkan di kelas dan melibatkan faktor emosi semata, tetapi juga melibatkan faktor
psikomotor dalam bentuk "melakukan" (learning by doing).

Mengajarkan nilai-nilai moral antikorupsi hampir sama dengan mengajarkan


bagaimana cara mengendarai sepeda. Tidak cukup dengan materi di dalam kelas,
tidak cukup dengan metode dan pengajar yang profesional, tetapi harus diikuti dengan
praktik langsung. Ketika kita belajar mengendarai sepeda, dalam prosesnya sebagian
besar dari kita pasti pernah terjatuh, terluka, bahkan mengalami trauma yang
kemudian kita bangkit kembali untuk tetap belajar dan akhirnya kita mampu
mengendalikan sepeda dengan baik. Barangkali seperti itulah mengajarkan nilai- nilai
moral antikorupsi kepada peserta didik. Perlu ada proses yang panjang berliku dan
berkesinambungan dalam rangka memben- tuk suatu prinsip antikorupsi. Dalam
mendidik nilai-nilai moral antikorupsi yang menjurus kepada pembentukan prinsip-
prinsip moralitas sangat membutuhkan proses dan waktu yang panjang. Hasilnya pun
boleh jadi belum tentu dapat kita rasakan sekarang, tetapi pada waktu yang akan
datang.

BAB III
PENUTUP
Semangat menjadikan pendidikan sebagai alat ampuh untuk mengasah
kepekaan masyarakat terhadap korupsi dan me- nimbulkan keberanian untuk
menuntut transparansi dan integritas penyelenggaraan negara, tampak seperti virus
yang menyebar dengan cepat ke seluruh penjuru dunia. Dalam berbagai model,
pendidikan antikorupsi merentang sejak moral individu tumbuh dalam asuhan
keluarga hingga menjadi anggota masyarakat dewasa yang mandiri. Maka dari itu,
optimisme akan peran kunci pendidikan dalam menumbuhkan dan memelihara moral
antikorupsi pada diri individu-individu patut terus dibangun. Dukungan penuh
semestinya diberikan kepada pihak mana pun yang terus berupaya mengembangkan
model dan program-program pendidikan antikorupsi di berbagai negara.

Bagi mereka yang bermoral, pengawasan dan hukum yang ada dalam dirinya,
jauh lebih keras dan tegas daripada hukum yang ditetapkan oleh negara. Mereka yang
bermoral memberikan dirinya untuk negara, sementara mereka yang tidak bermoral,
menyembunyikan negara dalam perutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Korupsi Mengorupsi Indonesia. N.p., Gramedia Pustaka Utama, 2013.

Anda mungkin juga menyukai