Wanita Dalam Pendekatan Feminisisme: Wirasandi
Wanita Dalam Pendekatan Feminisisme: Wirasandi
WIRASANDI
sandiwira05@gmail.com
ABSTRAK
Hukum feminis yang dilandasi sosiologi feminis, filsafat feminis dan sejarah feminis merupakan
perluasan perhatian wanita di kemudian hari. Di akhir abad 20, gerakan feminis banyak
dipandang sebagai sempalan gerakan Critical Legal Studies, yang pada intinya banyak
memberikan kritik terhadap logika hukum yang selama ini digunakan, sifat manipulatif dan
ketergantungan hukum terhadap politik, ekonomi, peranan hukum dalam membentuk pola
hubungan sosial, dan pembentukan hierarki oleh ketentuan hukum secara tidak mendasar.
Teori-teori feminis kerap mengabaikan posisi komtenporer wanita, dengan memusatkan pada
masa-masa lalu yang bersifat historis atau masa-masa depan yang utopis. Fokus pada praxis
seringkali mengenai penciptaan revolusi, reformasi egalitarian, atau utopia-utopia kultural.
Sebagaian besar sosiologi didasarkan pada apa yang dikenal sebagai hubungan individu
dengan dunia sebagaimana adanya dan yang dipertahankan.
ABSTRACT
Feminist Law which is based on feminist sociology, feminist philosophy and feminist history is
the expansion of female attention at a later date. In the late 20th century, the feminist movement
much viewed as a splinter movement of Critical Legal Studies, which in essence given a critique
of the logic of the law that has been used, the nature of addiction and the law against
manipulative politics, economy, the role of law in shaping patterns of social relations, and the
formation of the hierarchy by law provisions are not fundamental. Feminist theories often ignore
position komtenporer women, with a focus on the past that is historically or the utopian future.
Focusing on praxis is often about the creation of the revolution, egalitarian reform, or utopia-
utopia culturally. Most sociology based on what is known as the individual's relationship with the
world as it is and are maintained.
Wirasandi | 47
Journal Ilmiah Rinjani_Universitas Gunung Rinjani
Vol. 7 No.2 Tahun 2019
Wirasandi | 48
Journal Ilmiah Rinjani_Universitas Gunung Rinjani
Vol. 7 No.2 Tahun 2019
Wirasandi | 49
Journal Ilmiah Rinjani_Universitas Gunung Rinjani
Vol. 7 No.2 Tahun 2019
maupun gender. Setelah para utusan Tuhan Disamping itu, proses penafsiran juga
sebagai pewarta wahyu wafat maka secara melibatkan suatu persaingan untuk
berangsur-angsur penafsiran kitab suci menetapkan otoritas dan kompetensi penafsir,
kembali dikendalikan oleh nilai-nilai patriarkis. baik dari segi strata sosial, etnisitas dan juga
Konstruk budaya patriarki yang mapan jender. Kompetensi tersebut harus didukung
secara universal dan berlangsung secara oleh suatu mekanisme untuk menetapakan
berabad-abad tidak lagi dipandang sebagai kebenaran resmi yang pada gilirannya dapat
ketimpangan, bahkan diklaim sebagai fakta mengokohkan otoritas penafsir, baik secara
alamiah. Kemunculan agama pada dasarnya individual maupun kolektif. Kedua aspek inilah
merupakan jeda yang secara periodik yang berpotensi untuk mereduksi semangat
berusaha mencairkan kekentalan budaya emansipasi wahyu dengan lebih banyak
patriarki. Oleh sebab itu, kemunculan setiap melegitimasi kenyataan kultural di mana
agama selalu mendapatkan perlawanan dari penafsiran dilakukan.
mereka yang diuntungkan dari budaya Sebelumnya telah dikatakan bahwa yang
patriarki. Sikap perlawanan tersebut menjadi kata kunci dan tujuan dari feminis
mengalami pasang surut dalam sejarah muslim adalah perubahan cara pandang dan
perkembangan manusia. penafsiran teks keagamaan, di mana hal ini
Salah satu aspek fundamental suatu dipakai untuk menghadapi fenomena yang
agama adalah kemampuannya untuk telah diuraikan atas.
membebaskan manusia dari berbagai bentuk Untuk itu perlu kami ketengahkan beberapa
penindasan. Dalam Al Qur'an digambarkan pemikiran dari Dr. Faisar Ananda Arfa
bahwa kedatangan Nabi Muhammad bertujuan mengenai dasar-dasar pemikiran serta metode
untuk membebaskan umat manusia dari pemikiran yang digunakan oleh para feminis
belenggu penindasan yang menghilangkan dalam mengkaji Islam saat ini, yang kami
integritas kemanusiaan mereka. anggap dapat mewakili kata kunci perubahan
Setelah Nabi wafat, sumber kebenaran cara pandang dan penafsiran teks-teks
lebih banyak bertumpu pada kitab suci keagamaan di atas.
sebagai kodifikasi firman Tuhan dan Hadis D. Dasar-Dasar Pemikiran Feminis Muslim
sebagai sabda Nabi yang berfungsi sebagai Dalam komentarnya tentang perempuan,
penjelas pesan-pesan wahyu yang bersifat para feminis memiliki gagasan baru terkait
general. Dalam merespon masalah-masalah dengan status dan peran perempuan
yang berkembang, seiring dengan meluasnya berdasarkan Al Quran dan Hadis dengan
jangkauan geografis dan lintasan kultural menggunakan prinsip yang berbeda dari
umat, kedua sumber tersebut membutuhkan pendapat generasi sebelumnya. Gagasan
perantara untuk menyampaikan pesan-pesan baru ini merupakan landasan filosofis yang
moral dan kebenaran Ilahi ini dalam satu menjadi pijakan bagi para feminis sebagai
konteks yang berbeda dengan masa landasan teoritis dalam mengembangkan
pewahyuan. Proses penafsiran ini lebih lazim pemikiran yang baru mengenai perempuan
disebut penafsiran, di mana terjadi dialektis dalam Islam.
antara teks dan konteks yang dalam hal ini 1. Pintu ijtihad tetap terbuka.
diwakili oleh perspektif para penafsir. Tanpa Pada pertengahan abad keempat
menuduh para mufassir yang dengan sengaja hijrah, para ulama menyatakan bahwa pintu
merendahkan perempuan, namun perspektif ijtihad telah ditutup. Dengan terjadinya
sebagai produk dari sosialisasi kultur secara kontak antara dunia Islam dengan
kolektif, sedikit banyak akan mempengaruhi kebudayaan Eropa, timbullah kesadaran
penafsiran mereka. baru bahwa dengan ditutupnya pintu ijtihad,
Dalam wacana keagamaan, perspektif ilmu pengetahuan serta kebudayaan umat
para penafsir memiliki andil dalam Islam mengalami stagnasi. Maka sejak saat
menerjemahkan kebenaran ilahi. Tidak seperti itu lahirlah para pembaharu yang
pewahyuan yang datang begitu saja, merekomendasikan terbukanya kembali
perspektif penafsir adalah suatu kondisi pintu ijtihad.
mentalitas yang terbentuk dari proses Secara teoritis para ulama sebagian
sosialisasi kolektif dari suatu konstruk budaya besar mengakui ijtihad sebagai sumber
tertentu dan mengalami proses internalisasi hukum yang ke tiga setelah Al Qur'an dan
individual. Dengan kata lain, perspektif adalah hadis, akan tetapi pada tataran aplikatif hal
produk dari suatu kultur yang dalam kadar ini sama sekali berbeda. Dengan
tertentu berpengaruh pada sikap seseorang, persyaratan yang ditetapkan bagi seorang
bahkan pada tingkat apapun obyektifitas mujtahid, maka mustahil akan muncul
dipertahankan. seorang mujtahid mustaqil yang memenuhi
Wirasandi | 50
Journal Ilmiah Rinjani_Universitas Gunung Rinjani
Vol. 7 No.2 Tahun 2019
kriteria yang diterapkan pada kitab-kitab keluarga umat Islam, namun penerapannya
ushul klasik. berbeda-beda sesuai dengan perbedaan
Disamping itu ruang gerak dan tempat dan waktu.
jangkauan ijtihad juga dipersempit. Ijtihad Masih menurut Harun, kebudayaan
hanya boleh dilakukan pada ayat-ayat masa lampau mengenai perempuan
zanni dan tidak dapat diterapkan pada mempengaruhi ajaran agama mengenai
ayat-ayat yang bersifat qad'i. Yang menjadi cara pelaksanaan pernikahan, perceraian
persoalan adalah mengenai penetapan dan poligami. Dengan perubahan
antara ayat-ayat yang bersifat qad'i kebudayaan di masa kini menyebabkan
dan yang zanni itu sendiri. Terkait dengan perubahan dalam ketiga hal di atas. Dia
ayat-ayat jender, kaum tradisionalis menyatakan bahwa kitab-kitab fiqh yang
mengklaimnya sebagai ayat yang qad'i, kini beredar adalah produk dari ulama
sehingga tidak dapat dilakukan klasik yang berijtihad untuk zamannya.
reinterpretasi terhadapnya. Dalam hal ini Sementara zaman ketika kitab-kitab fiqh
para feminis muslim berusaha untuk tersebut ditulis dengan zaman sekarang
melakukan reinterpretasi dan reaktualisasi sudah terjadi perubahan pesat, sehingga
terhadap pemahaman ajaran Islam yang perlu diadakan reinterpretasi terhadap
dianggap tidak relevan dengan perubahan kitab-kitab tersebut.
tempat dan zaman. 4. Superioritas akal atas wahyu
2. Melepaskan diri dari keterikatan masa lalu Harun mengklaim bahwa manusia
Bagi kalangan tradisionalis maupun dengan akalnya telah dapat menjalankan
neo konservatif, ajaran Islam tentang hidupnya di dunia, sebab akal dapat
kedudukan perempuan, hak dan membedakan antara perbuatan jahat dan
kedudukan mereka telah ditata rapi dan baik. Oleh karena itu manusia dapat
lengkap oleh Al Qur'an, sunnah dan ijtihad menciptakan peraturan, hukum dan sanksi-
para ulama masa lalu sehingga sanksinya. Dengan kemampuan akal
menjadi blue print masyarakat muslim yang membedakan budi pekerti, manusia dapat
harus diterapkan sepanjang zaman. Ketika membuat norma-norma yang hars dipatuhi
ada yang mempertanyakan hal tersebut sesama manusia, sehungga mereka tidak
dan berusaha untuk melakukan modifikasi perlu menunggu wahyu untuk mengatur
maka mereka mencurigainya sebagai suatu hidup kemasyarakatannya. Wahyu turun
tindakan perusakan terhadap sendi-sendi untuk menyempurnakan peraturan yang
ajaran-ajaran Islam. dibuat oleh akal manusia.
Harun Nasution mengisyaratkan agar Munawir Sadzali menjelaskan bahwa
umat Islam berpikir liberal yang berarti dalam rangka menentukan hukum dan
melepaskan diri dari tradisi dan penafsiran perubahan serta dasar pertimbangan kea
pada abad pertengahan. Menurutnya rah tersebut, Allah telah memberikan
pemikiran dan penafsiran tidak bersifat kewenangan untuk mempertimbangkannya
mutlak karena penafsiran terikat pada melalui akal budi manusia. dia
zamannya. Senada dengan pendapat itu, mendasarkan mendasaran pendapatnya
Munawir Sadzali mengutip kata-kata pada Muhammad Abduh yang menyatakan
Muhammad Abduh bahwa kita wajib bahwa untuk memperbaharui pemahaman
membebaskan diri dari belenggu taqlid. Dia agama yang harus dilakukan adalah
menekankan perlunya reaktualisasi ajaran- membebaskan diri dari belenggu taqlid dan
ajaran Islam yang berkaitan dengan kembali kepada metode pemahaman
kemasyarakatan, termasuk di dalamnya sebelum terjadinya ikhtilaf.
persoalan perempuan yang menurutnya Untuk menghindari bahaya anarki
tidak relevan lagi dengan perkembangan berpikir, Munawir mengusulkan hendaknya
zaman. pemanfaatan akal itu dilakukan ecara
3. Perubahan zaman dapat melahirkan kolektif, dengan melibatkan para ulama di
perubahan ajaran berbagai ilmu terkait. Dalam memahami
Menurut Harun Nasution, agama dan ajaran Islam tidak terikat dengan arti
masyarakat memiliki pengaruh timbal balik. harfiyah dari ayat dan hadis dengan tetap
Kebudayaan yang berkembang dalam mengacu pada maqasid al tasyri' yang
masyarakat mempengaruhi pemahaman bertalian dengan penegakan dan
terhadap agama. Dalam kehidupan pemerataan keadilan, kebaikan serta
keluarga misalnya, ajaran dasar Al Qur'an kemaslahatan bagi asyarakat umum.
mempengaruhi perkawinan, perceraian dan 5. Maslahat sebagai tujuan syari'at Islam
poligami. Ketiganya mempengaruhi sistem
Wirasandi | 51
Journal Ilmiah Rinjani_Universitas Gunung Rinjani
Vol. 7 No.2 Tahun 2019
Para feminis juga melandasi nampak dalam tindakan kaum muslim yang
pemikirannya denga pendapat bahwa membagi harta warisan sebelum waktunya,
kemaslahatan merupakan tujuan dari dengan kata lain memberikannya dalam
ditetapkannya syari'at Islam. dalam hal ini bentuk hibah. Bagi kaum feminis hal ini
Munawir Sadzali merujuk pendapat Al Thufi merupakan indikasi dari ketidakpuasan
yang mendahulukan maslahat masyarakat dengan hukum Islam dalam
atas nas dan ijma'. Pendapat ini berpangkal kaitannya dengan mawaris yang selama ini
pada konsep maqasidu al tasyri' yang dipahami secara tekstual. Dengan alasan
menegaskan bahwa hukum Islam ini maka kaum feminis menawarkan suatu
disyariatkan dengan tujuan untuk solusi metode kontekstualisasi dan
mewujudkan dan melindungi kemaslahatan reaktualisasi dalam pemahaman ayat al
umat manusia. Qur'an. Menurut mereka pembagian yang
Terkait dengan hal di atas, Ibrahm tersurat dalam Al Qur'an merupakan cara
Husein mendiskripsika 4 poin yang Al Qur'an untuk mewujudkan keadilan. Jika
melandasi pemikiran al Thufi keadilan dirasa tidak dapat dicapai dengan
tersebut. Pertama, akal semata tanpa ketentuan tersebut, maka manusia memiliki
harus melalui wahyu dapat mengetahui wewenang untuk menyamaratakan
kebaikan dan keburukan. Akan tetapi ia pembagian.
membatasi kemandirian akal hanya dalam E. Feminisme di Dunia Islam
hal muamalah dan adat istiadat, dan ia Istilah “feminisme” atau tepatnya gerakan
melepas ketergantungan pada nas baik yang sekarang disebut dengan feminisme di
dan buruk dalam kedua bidang dunia Islam boleh jadi sudah dikenal sejak
tersebut. Kedua, maslahat merupakan dalil awal abad ini. Misalnya lewat pemikiran-
syar'i mandiri yang kehujjahannya tidak pemikiran Aisyah Taymuriyah, penulis dan
bergantung pada konfirmasi nas, namun penyair Mesir, Zaynab Fawwaz, Esais
pada akal semata.Ketiga, maslahat hanya Libanon, Rokeya Sakhawat Hossain dan
dijadikan dalil dalam hal muamalat dan Nazar Sajjad Haydar. Termasuk R.A. Kartini,
adat istiadat saja, sedangkan dalam hal Emilie Ruete dari Zanzibar, dll. Mereka adalah
ibadah dan muqaddarat maslahat tidak perintis-perintis besar dalam menumbuhkan
dapat digunakan sebagai dalil. Keempat, kesadaran atas persoalan sensitive gender,
maslahat merupakan dalil syar'i yang termasuk dalam melawan kebudayaan dan
terkuat. Ia bukan hanya semata- ideologi masyarakat yang hendak mengurung
mata hujjah ketika tidak ada nas dan ijma', kebebasan perempuan.
akan tetapi ia harus didahulukan atas nas Sebenarnya feminisme Islam seperti
dan ijma' pada saat terjadi pertentangan halnya feminisme pada umumnya tidak
antara keduanya. muncul dari satu pemikiran teoritis dan
6. Keadilan sebagai dasar kemaslahatan gerakan yang tunggal yang berlaku bagi
Islam memiliki misi universal, yaitu seluruh perempuan di seluruh negeri Islam.
menegakkan keadilan demi tercapainya Secara umum feminisme Islam adalah alat
kemaslahatan umat manusia yang juga analisis maupun gerakan yang bersifat historis
merupakan tujuan dari diterapkannya dan kontekstual sesuai dengan kesadaran
syari'at Islam. Pesan universal ini baru yang berkembang dalam menjawab
tercantum secara jelas dalam Al Qur'an masalah-masalah yang aktual menyangkut
serta berlaku dalam setiap tempat dan ketidak-adilan dan ketidaksederajatan. Apa
waktu. Sementara ukuran keadilan akan yang khas dari feminism Islam ini adalah
berbeda dari masa ke masa dan antara dialog yang intensif antara prinsip-prinsip
satu tempat dengan tempat lain. Sebagai keadilan dan kesederajatan yang ada dalam
contoh, anak perempuan mendapat bagian teks-teks keagamaan misalnya al-Qur‟an,
harta waris setengah dari anak laki-laki Hadits dan tradisi keagamaan dengan realitas
pada saat Al qur'an diturunkan merupakan perlakuan terhadap perempuan yang ada atau
wujud dari suatu keadilan, mengingat hidup dalam masyarakat muslim.
sebelumnya perempuan tidak Feminisme ini sebagai alat analisis dapat
mendapatkan sedikitpun dari bagian harta menghadirkan kesadaran akan adanya
waris. penindasan dan pemerasan terhadap kaum
Dengan perubahan zaman yang perempuan di dalam masyarakat, di tempat
disertai dengan perubahan kedudukan kerja dan di dalam keluarga yang seringkali
perempuan dalam sistem masyarakat, disahkan dengan argumen-argumen yang
maka nilai dan ukuran keadilan itupun diklaim bersifat keagamaan. Dengan analisis
sudah selayaknya turut berubah. Hal ini feminisme yang disebut analisis gender
Wirasandi | 52
Journal Ilmiah Rinjani_Universitas Gunung Rinjani
Vol. 7 No.2 Tahun 2019
diharapkan bisa muncul tindakan sadar oleh Pengetahuan keagamaan ini biasanya
perempuan maupun laki-laki untuk mengubah bersifat bias patriarkhi. Mereka menyadari
kondisi tersebut, melalui empowerment atas bahwa banyak hukum agama (misalnya
diri kaum perempuan itu sendiri. Perubahan hukum personal keluarga) praktik keagamaan,
cara pandang dan penafsiran teks keagamaan praktik sosial dan politik (misalnya soal
adalah kata kunci yang paling penting dan keabsahan kepemimpinan sosial politik
merupakan tujuan feminisme Islam ini, apalagi keagamaan) disusun berdasarkan
berhadapan dengan kecenderungan asumsi patriarkhi ini.
mempertahankan status quo tafsir-tafsir Sistem yang berdasarkan patriarkhi ini
tradisional yang mensub kordinasikan pada akhirnya selalu mengasingkan
perempuan sebagai “manusia kelas dua” yang perempuan ke dalam rumah; dengan demikian
oleh kaum feminis Islam sering dianggap laki-laki bisa lebih leluasa menguasai kaum
sebagai asal-usul dari seluruh kecenderungan perempuan. Sementara itu pengasingan
misigonis yaitu “kebencian terhadap perempuan di rumah menjadikan perempuan
perempuan” yang mendasari penulisan- tidak mandiri secara ekonomis, dan
penulisan teks keagamaan yang biasa untuk selanjutnya tergantung secara psikologis.
kepentingan laki-laki, misalnya seperti terlihat Dunia publik adalah dunia laki-laki, sementara
dalam banyak buku fiqh perempuan juga dunia domestik adalah dunia perempuan.
terdapat dalam kitab Uqud al lujaini fi Bayani Selanjutnya norma-norma moral, sosial dan
Huquq al-Zaujaini Karya Imam Nawawi Al- hukum pun lebih banyak memberi hak kepada
Bantani. Terdapat beberapa hal yang kaum laki-laki dari pada perempuan, justru
menyudutkan kaum perempuan. karena alasan bahwa laki-laki lebih bernilai
Hal lain juga yang perlu penulis komentari secara publik daripada perempuan.
di sini ialah keutamaan Sholat dalam rumah. Dalam perkembangannya patriarkhi ini
Bagaimana ini bisa terjadi dimana sektor sekarang telah menjadi istilah terhadap semua
ekonomi yang bernotabene berkutat di pasar sistem kekeluargaan maupun sosial, politik
adalah para perempuan kenapa sholat kok dan keagamaan yang merendahkan bahkan
malah lebih baik di rumah? Ini agaknya menindas kaum perempuan, dari lingkungan
dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya Arab rumah tangga hingga masyarakat.
yang melekat pada pemikiran beliau dimana Dalam paruh kedua abad ini ketika jumlah
bangsa Arab perempuan hanya berkutat pada perempuan-perempuan kelas menengah dan
masalah domestik. Ini sangat berbeda dengan atas yang mendapatkan kesempatan dan
kondisi sosial budaya yang berada di akses dalam kehidupan di dunia publik, baik
Indonesia dimana paradigma yang sudah ada lewat dunia pendidikan maupun pekerjaan
pada masyarakat Indonesia ialah bahwa mulai meningkat secara kuantitas para feminis
perkawinan merupakan brayan urip bukan di dunia Islam pun menulis banyak hal
berarti kontrak seperti kondisi sosial yang ada mengenai relasi-relasi gender yang timpang
pada bangsa Arab. dan hubungannya dalam keluarga dan
Sistem sosial patriakhi menempatkan masyarakat. Misalnya tentang eksploitasi
laki-laki pada posisi penting dalam seksual yang menjadikan perempuan sebagai
keluarga.Dalam system social termasuk objek dalam kehidupan masyarakat tidak
agama, patriarkhi ini memunculkan berbagai menjadikannya sebagai subjek
bentuk kepercayaan atau ideologi. Misalnya kecenderungan misogini dan patriarkhi yang
bahwa laki-laki lebih tinggi dan mulia masih menguasai penafsiran atas teks-teks
kedudukannya karena itu “lebih berharga” keagamaan, dan kombinasi penindasan
daripada perempuan. gender dan kelas dari imperialism
Disinilah banyak feminis perempuan di kontemporer, misalnya developmentalisme.
dunia Islam dewasa ini, seperti Riffat Hasan, Akibat propokasi atau tulisan-tulisan para
Fatima Mernissi, Nawal el-Saadawi, Aminah feminis muslim ini, di tengah masalah-masalah
Wadud dan sebagainya termasuk Wardah perempuan yang sangat aktual dewasa ini
Hafidz, Lies Marcoes Natsir dan Nurul berkaitan dengan kekerasan terhadap
Agustina di Indonesia, melalui tulisan-tulisan perempuan, pelecehan seksual, diskriminasi
mereka berusaha membongkar berbagai upah maupun hak-hak perempuan dalam
macam pengetahuan normatif yang bias dunia kerja, munculnya kesadaran akan hak-
tersebut, tetapi selalu dijadikan orientasi hak reproduksi yang dimiliki perempuan
kehidupan beragama, khususnya menyangkut sendiri, sampai pada ideologi “peran ganda”
relasi gender (hubungan laki-laki dan dan pandangan-pandangan Negara tentang
perempuan). perempuan yang sebenarnya tetap membuat
perempuan disubordinasi dalam dunia
Wirasandi | 53
Journal Ilmiah Rinjani_Universitas Gunung Rinjani
Vol. 7 No.2 Tahun 2019
domestik feminisme Islam jelas mempunyai dahulu kita uraikan arti feminis itu sendiri.
relevansi yang sangat penting. Feminis adalah sebuah kata yang diambil dari
Feminisme juga penting dalam melawan kalimat Perancis (féminisme) dan berasal dari
arus konservatif yang sekarang ini muncul kata Latin (femind), kemudian mengalami
dalam diskursus-diskursus keagamaan, yang sedikit perubahan. Dalam bahasa Inggris dan
berusaha keras mau mengembalikan juga Jerman, kata itu mempunyai arti yang
perempuan ke rumah, dengan legitimasi- sama.
legitimasi yang dianggap suci, karena Feminine (feminim) bermakna wanita atau
dianggap merupakan perintah agama dengan jenis perempuan. Istilah Feminisme dapat
menekankan bahwa kodrat perempuan adalah digunakan untuk dua makna. Makna pertama
di rumah, hanya mengurus keluarga dan adalah makna yang telah digunakan secara
suami, karena memang untuk itulah ia umum dan telah dikenal, yakni sebuah
diciptakan. Padahal, ini bukanlah kodrat tetapi pemikiran dan kebangkitan untuk membela
bentukan sosial, yang selanjutnya hak-hak wanita atas laki-laki dalam dimensi
dilegitimasikan dengan teks-teks keagamaan. sosial, ekonomi, dan politik. Di dalam bahasa
F. Studi Islam Dengan Pendekatan Feminisme Persia, kata feminis sepadan dengan kata zan
Perdebatan tentang gender telah menjadi sâlari , zan gerâ-i dan lain-lain. Jelasnya
industri besar bagi dunia pendidikan terutama bahwa dengan semakin laju dan majunya
dalam studi islam dan sangat menarik untuk berbagai pemikiran, muncul pula berbagai
diperbincangkan.apalagi Kata feminisme organisasi, lembaga dan yayasan yang
mengundang banyak kening mengerut. Pada bergerak dalam bidang kewanitaan dengan
banyak orang Indonesia-, baik perempuan nama dan label yang bermacam-macam,
maupun lelaki- feminisme sering diartikan seperti: organisasi wanita, lembaga wanita,
sebagai perempuan bebas kebarat-baratan emansipasi wanita, kebangkitan wanita, dan
(juga kebanyakan 'murtad', menurut lain-lain.
sebagian ustad).ironis sekali, bahwa Pendekatan feminis dalam studi agama
feminisme yang lahir untuk menghilangkan tak lain merupakan suatu transformsi kritis dari
stereoritip tentang perempuan sekarang tinjauan teoritis yang ada dengan meggunakan
mengundang stereoritip baru . memang gender sebagai kategori analisis utamanya,
banyak definisi tentang feminisme dalam tujuan utama dari tugas feminis adalah
literature ilmiah. Lebih banyak lagi dikalangan mengidentifikasi sejauh mana terdapat
orang awam. persesuain antara pandangan feminis dan
Apabila kita tela‟ah lagi kata feminis pandangan keagamaan terhadap kedirian, dan
sangat erat kaitannya dengan perempuan, bagai mana menjalin interaksi yang paling
karena memang pelaku feminis ini dominan menguntungkan antara yang satu dengan
kepada perempuan. pada zaman yang lain
jahiliyah dahulu perempuan selalu menjadi Feminisme-feminisme religius seperti
objek yang tertindas dari kalangan laki-laki, diteliti anne carr, disatukan oleh satu
bahkan sebelum datangnya rasulullah SAW keyakinan bahwa feminisme dan agama
sebagai pembawai risalah kebenaran. namun keduanya sangat signifikan bagi kehidupan
sangat disayangkan walaupun akhirnya perempuan, dan kehidupan kontemporer pada
dengan datangnya islam harkat derajat wanita umumnya.
telah diangkat tapi tetap saja ajarannya yang Ada beberapa macam madzhab
mungkin disalah artikan dijadikan dalil oleh feminisme, yang pertama feminisme liberal.
sebagian laki-laki untuk tetap dapat Mazhab ini menekankan pada persamaan laki-
mengontrol, menguasai kaum perempuan laki dan perempuan. Mereka berpijak pada
dengan membatasi kehidupan kaum liberalisme politik.Menurut mereka, perempuan
perempuan dari urusan-urusan public yang berhak atas kedudukan yang sama secara
mana ornament-ornament yang berlaku bagi hukum dan sosial dengan lelaki. Mereka
kaum perempuan hanya terkait dengan urusan menginginkan perubahan dalam hukum,
dapur, sumur dan kasur serta ketaatan pada kebiasaan, dan nilai-nilai untuk mencapai
suami dan juga larangan wilayah public. persamaan. Dalam bidang ilmiah, kaum
Dikarenakan oleh hal ini maka muncullah feminis liberal mendorong penelitian tentang
istilah feminisme yang pada isunya sosialisasi gender atau diskriminasi
kemunculan paham ini adalah dalam bentuk perempuan di
memperjuangakan hak-hak gender yang masyarakat. Tesis mereka dapat disimpulkan
setara dan menuntut akses perempuan dalam dalam kalimat berikut : Perempuan
kehidupan publik. Sebelum membahas akan berperilaku sama sekiranya diberi
tentang pendekatan feminis, maka terlebih peluang yang sama seperti lelaki.
Wirasandi | 54
Journal Ilmiah Rinjani_Universitas Gunung Rinjani
Vol. 7 No.2 Tahun 2019
Wirasandi | 55
Journal Ilmiah Rinjani_Universitas Gunung Rinjani
Vol. 7 No.2 Tahun 2019
Ada satu contoh berbeda yakni penelitian atau bias gender. Kenyataan ini nampaknya
feminis yang dilakukan oleh Dale Spender cukup rasional karena guru dan supervisor
(1986) di bidang sastra. Spender melakukan mereka adalah para peneliti/pakar laki-
penelitian tentang asal mula tradisi penulisan laki.Kedua, mereka belum mampu secara
novel Inggris. Ia, seperti halnya kritikus sastra konsisten menggunakan perspektip
lainnya, berasumsi bahwa perintis novel perempuan dalam penelitiannya. Ketiga, dan
Inggris adalah para pengarang laki-laki. Pada yang paling penting, adalah bahwa mereka
awal risetnya, Dale Spender dipengaruhi oleh belum menyadari tentang perlunya seorang
anggapan bahwa sebelum Jane Austen tidak peneliti untuk mengambil “standpoint”, yang
pernah ana novelis perempuan. Perlu oleh Dorothy Smith disebut “the standpoint of
diketahui bahwa sejarah tentang penulis novel women” (standpoin perempuan). (Smith 1987:
Inggris banyak dipengaruhi oleh tulisan Ian 78-88).
Watt (1957), The Rise of the Novel. Watt Pendapat Dorothy Smith tentang
hanya memfokuskan pengamatannya pada standpoint perempuan ini didukung oleh
para penulis pria saja sehingga tradisi banyak kalangan feminis. Mereka
penulisan novel seolah-olah hanya dirintis oleh menganggap bahwa feminisme tidak hanya
para penulis pria. Tidak mengherankan bahwa sekedar sebuah perspektip (cara memandang
Dale Spenderpun juga memfokuskan sesuatu), atau bahkan bukan sekedar sebuah
penelitiannya kepada novel-novel yang ditulis epistemologi (cara mengetahui sesuatu),
perempuan sejak tahun 1800an, yakni ketika melainkan juga merupakan sebuah ontologi,
novel Sense and Sensibility (1811) ditulis. yakni keberadaan seseorang di dunia ini.
Namun ketika ia tengah menjalani proses (Stanley 1990: 14; Weedon 1987).
penelitian, Spender berubah pikiran karena ia “The standpoint of women” diharapkan
telah menemukan 100 novelis perempuan bisa sangat bermanfaat bagi para peneliti ilmu
yang menulis karya jauh sebelum tahun 1800, sosial agar mereka tidak terjebak pada
tepatnya tahun 1600an. Karya-karya mereka kesimpulan-kesimpulan yang cenderung
tersisih tak dikenal. memarginalkan perempuan. Standpoint
Penemuannya ini memberikan petunjuk perempuan tidak sekedar berkaitan dengan
bahwa kesuksesan Jane Austen tidak bisa jenis kelamin peneliti (perempuan) tetapi lebih
dilepaskan dari sebuah tradisi penulisan novel pada kemampuan peneliti untuk menyadari,
yang telah dirintis oleh para penulis memahami dan merasakan posisi perempuan
perempuan jauh sebelum Jane Austen sendiri di dalam wacana kehidupan sehari-hari.
menulis karyanya. Untuk menjelaskan tentang “the
Anehnya, keseratus penulis perempuan standpoint of women”, Smith mengambil
tersebut tidak dikanonisasi. Para penulis analogi dari konsep Hegel di dalam The
sejarah sastra ternyata telah menyingkirkan Phenomenology of Mind, tentang hubungan
karya-karya para pelopor novel perempuan antara kesadaran majikan dan tenaga kerja
dalam buku sejarah sastra mereka. Tidak buruhnya. Seperti dijelaskan oleh Smith
diketahui secara pasti alasan mereka (1987:79), Hegel menganalisa bahwa di dalam
mengapa jumlah novel yang sebegitu banyak hubungan antara majikan dan buruh, seorang
disingkirkan. Padahal, berdasarkan majikan yang menginginkan/membutuhkan
penelusuran sejarah yang dilakukan Spender sesuatu tidak perlu membuat barang itu
(1986) banyak dari karya-karya tersebut yang sendiri. Obyek yang dikehendaki telah
mendapatkan respon positip baik dari para disediakan oleh pembantu atau buruh yang
pembacanya maupun dari kalangan digajinya. Dengan menyediakan apa yang
intelektual. dibutuhkan oleh majikannya, buruh selalu
Penelitian seperti yang dilakukan oleh berusaha menyesuaikan diri dengan
Spender ini bagaikan membuka tabir dari kebutuhan majikannya. Jadi di dalam
sebuah realita, atau membongkar harta karun hubungan antara buruh dan majikan, buruh
milik perempuan yang terkubut. Penelitian tersebut bukan merupakan subyek yang
seperti ini sungguh sangat penting untuk memiliki otonomi. Di dalam kesadarannya,
melengkapi gap yang telah diciptakan oleh buruh hanya mengetahui keberadaan majikan,
para peneliti terdahulu yang sangat pelayanan yang ia berika, serta kaitan antara
dipengaruhi oleh persepsi yang bias gender. majikan dan obyek yang dikehendaki
Ada beberapa sebab mengapa peneliti majikannya. Sebaliknya, di dalam kesadaran
perempuan gagal menemukan sesuatu yang majikan terdapat kesadaran tentang dirinya
bermanfaat bagi perempuan. Pertama, karena sebagai subyek, kemudian obyek yang
mereka masih memakai ukuran dan norma diinginkannya, dan buruh yang berfungsi
penelitian tradisional yang cenderung “sexis”
Wirasandi | 56
Journal Ilmiah Rinjani_Universitas Gunung Rinjani
Vol. 7 No.2 Tahun 2019
sebagai sarana untuk memenuhi obyek yang ini dijelaskan secara lebih sederhana oleh
dibutuhkannya tersebut. Stanley (1990: 34) sebagai berikut:
Bilamana konsep Hegel tentang buruh Peneliti feminis harus selalu melihat
dan majikandipakai untuk menginterpretasi perempuan sebagai pihak yang secara aktip
pandangan Marx tentang perbedaan antara ikut membentuk sekaligus menginterpretasi
basis ideologi kelas penguasa (the ruling proses dan hubungan sosial yang ada di
class) dan bisis kesadaran politis kelas buruh, dalam realitas keseharian mereka.
makan akan diketemukan kemiripan antara Dengan kata lain, untuk memiliki
kesadaran politis buruh dengan “standpoint of standpoint yang sama dengan obyek yang
women”. Lebih jelasnya, Smith (1987: 79) diteliti, seorang peneliti feminis harus berada
menguraikan sebagai berikut: pada posisi yang sama kritisnya dengan
Bentuk-bentuk kesadaran sosial kita telah mereka yang kehidupan sehari-harinya
diciptakan oleh laki-laki yang menduduki posisi sedang diamat.
di dalam organisasi extralocal kekuasaan. Namun, standpoint perempuan ini jangan
Diskursus, pola pikir, teori, dan sosiologi telah disalahpahami sebagai perspektip atau
menganggap bahwa kondisi menguasai itu pandangan hidup. Ia juga tidak dimaksudkan
tidak ada. Jadi praktek riil yang membuat untuk menggeneralisir suatu pengalaman
terjadinya tindakan menguasai itu tidak tertentu. Standpoint perempuan adalah suatu
nampak. Perempuan berada di luar hubungan metode yang ketika dipakai untuk mencari
extralocal kekuasaan itu. Mereka, pada tahu tentang sesuatu hal akan memberikan
umumnya, berada dan berfungsi di dalam ruang kepada subyek, yang selama ini
proses kerja yang menopang kekuasaan dan ditiadakan, beserta pengalaman-pengalaman
memiliki peran penting bagi kelangsungan riilnya yang dianggap tidak pernah ada.
kekuasaan itu. Dengan metode ini subyek dan pengalaman-
Dari sudut pandang yang berkuasa (sudut pengalaman itu diungkapkan dengan
pandang patriarki), kegiatan riil sehari-hari, menghadirkan pelaku perempuan yang
dan organisasi kerja keseharian yang berbicara sendiri tentang pengalaman riil
menopang keberadaan kelas penguasa keseharian mereka.
(patriarki) dan kekuasaannya tidak terlihat. Konsep Dorothy Smith tentang standpoint
Jadi dari sudut pandang patriarki, aktivitas perempuan ini, walaupun cukup kompleks,
sehari-hari perempuan yang menopang mengawali diskusi yang hangat dan menarik
keberadaan seluruh sistem patriarki dianggap untuk memulai pengembangan suatu
tidak perlu, tidak ada artinya, bahkan tidak epistemologi feminis yang unik (distinctive). Ini
ada. Padahal, posisi yang menyangkut hal-hal merupakan langkah maju untuk
rutin seperti pekerjaan rumah tangga, menindaklanjuti teori feminis yang semula
melahirkan dan mengasuh anak merupakan hanya sekedar kritik terhadap ilmu sosial
posisi yang diduduki perempuan. Posisi ini menjadi sebuah pemikiran tentang
menopang dan memungkinkan laki-laki epistemologi feminis, yaitu sebuah teori
menguasai dunia konseptual yang abstrak. tentang pengetahuan yang berbicara
Oleh karena itu, berdasarkan logika patriarki mengenai “siapa yang bisa menjadi peneliti”,
atau ilmu sosial tradisional, perempuan yang “apa yang bisa diteliti”, “apa saja yang bisa
memasuki dunia konseptual seperti misalnya membentuk pengetahuan”, dan “bagaimana
menjadi peneliti atau intelektual ilmu sosial seharusnya hubungan antara knowing (cara
harus melepaskan diri dari konteks yang mengetahui) dan keberadaaan seseorang
berkaitan dengan semua hal yang (Stanley 1990:26).
dilakukannya sehari-hari.
Yang diusulkan oleh Smith (1987:84) PENUTUP
adalah agar peneliti perempuan memiliki A. KESIMPULAN
standpoint yang spesifik perempuan. Artinya, Feminisme adalah sebuah paham
ia tidak boleh melepaskan diri daro locus atau gerakan perempuan yang menuntut
kehidupannya sehari-hari. Sebagai peneliti emansipasi atau kesamaan dan
feminis, ia harus menjadi subyek yang keadilan hak dengan pria. Feminisme berasal
memiliki kesadaran ganda (bercabang). Di dari bahasa Latin, femina atau perempuan.
satu sisi ia memiliki kesadaran tentang dunia Istilah ini mulai digunakan pada tahun 1890-
yang dialaminya (di dalam tubuhnya), dan di an, mengacu pada teori kesetaraan laki-laki
sisi lain ia juga memiliki kesadaran tentang dan perempuan serta pergerakan untuk
dnia abstraksi yang berada di luar eksistensi memperoleh hak-hak perempuan. Sekarang
dirinya. Konsep Dorothy Smith tentang ini kepustakaan internasional
standpoint perempuan yang cukup kompleks mendefinisikannya sebagai pembedaan
Wirasandi | 57
Journal Ilmiah Rinjani_Universitas Gunung Rinjani
Vol. 7 No.2 Tahun 2019
B. SARAN
Dari deskripsi pemaparan yang telah
penulis uraikan di atas, maka kita sebagai
manusia disini hendaknya memperhatikan
kondisi dan keberadaan kehidupan kaum
perempuan atau wanita.
DAFTAR PUSTAKA
Suhendi, Wahyu. 2001. Pengantar studi sosiologi
keluarga. CV Pustaka Setia. Bandung
Goode, William J. 1995. Sosiologi Keluarga. Bumi
Aksara. Jakarta.
Ollenburger, Jane C dan A. Moore, Helen. 1996.
Sosiologi Wanita. Rineka Cipta. Jakarta.
Peter Connly, 2002. Aneka pendekatan Studi
Agama. Yogyakarta: LkiS.
Jane C. Ollenburger dan Helen A. Moore, 1996.
Sosiologi Wanita. Jakarta:Rineka Cipta.
Ivan A. Hadar, 1989. Permasalahan Gender
dalam Pengembangan Masyarakat,
no;2. Vol.iv; Jakarta
Budhy Munawar Rahman, 1998. Kesetaraan
Gender dalam Islam, Persoalan
Ketegangan Hermeneutik, Yogyakarta.
Majalah Pengetahuan Agama (MPA). Emansipasi
Wanita, Edisi 115/April 1996.
Sachiko Murata, 1990. The Tao of
Islam, Bandung:
Wirasandi | 58