Anda di halaman 1dari 9

http://jurnal.fk.unand.ac.

id 313

Laporan Kasus

Rinosinusitis Kronis dengan Komplikasi Abses Periorbita

Effy Huriyati, Bestari Jaka Budiman, Heru Kurniawan Anwar

Abstrak
Abses periorbita merupakan salah satu komplikasi dari rinosinusitis baik akut ataupun kronis. Beberapa faktor
sangat berperan pada penyebab penyebaran rinosinusitis ke orbita. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik baik THT ataupun Mata, pemeriksaan nasoendoskopi, pemeriksaan penunjang
tomografi komputer dengan gambaran perselubungan pada sinus paranasal dan orbita serta MRI. Penatalaksanaan
konservatif berupa pemberian antibiotik intravena spektrum luas dan atau kombinasi, dekongestan serta kortikosteroid.
Sedangkan pembedahan dapat melalui pendekatan eksternal atau pendekatan bedah sinus endoskopi fungsional
(BSEF). Dilaporkan satu kasus rinosinusitis kronis dengan komplikasi abses periorbita pada laki-laki umur 16 tahun
dan telah diberikan terapi konservatif selama 48 jam tetapi tidak ada perbaikan sehingga dilanjutkan dengan
pembedahan melalui pendekatan BSEF
Kata kunci: abses periorbita, rinosinusitis kronis, bedah sinus endoskopi

Abstract
Periorbital abscess is a complication of acute or chronic rhinosinusitis. There was some factors can caused
the spread of rhinosinusitis into orbital region. Diagnosis can be confirmed by anamnesis, physical examination either
ENT department or Opthalmic department, nasoendoscopic, computer tomographic that showed homogenous
appearence on the orbital and paranasal sinuses and also MRI. Conservative management with the provision of broad-
spectrum and or combination intravenous antibiotics, decongestants and corticosteroid. The surgery management can
be performed with esternal approach or functional endoscopic sinus surgery (FESS). One case of chronic
rhinosinusitis with complications periorbital abscess in boy aged 16 years old had presented and had given
conservative therapy for 48 hours, since there is no improvement, the management then continued with FESS.
Keywords: periorbital abscess, chronic rhinosinusitis, endoscopic sinus surgery

Affiliasi penulis : Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala berlangsung selama < 12 minggu dan kronik bila
Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang 1-3
berlangsung selama > 12 minggu. Pemeriksaan
Korespondensi : Heru Kurniawan Anwar. E-mail:
heru.kurniawan.a@gmail.com, Telp: 085769212047 penunjang tomografi komputer dapat memperlihatkan
perubahan pada mukosa kompleks osteomeatal

PENDAHULUAN dan/atau sinus paranasal, sedangkan kultur sekret dan


tes sensitivitas dapat digunakan untuk menentukan
Rinosinusitis bakterialis merupakan proses
kuman penyebab rinosinusitis dan untuk menentukan
peradangan pada mukosa hidung atau sinus
jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman
paranasal yang disebabkan oleh kuman tertentu,
1,2,4,5
penyebab.
ditandai dengan adanya dua atau lebih gejala dimana
Komplikasi yang disebabkan oleh
salah satunya harus berupa gejala sumbatan hidung/
rinosinusitis akut ataupun kronik dapat berupa
kongesti atau sekret yang keluar dari hidung baik dari
komplikasi lokal (mukokel, osteomielitis), komplikasi
anterior ataupun posterior (koana), dengan gejala lain
orbita dan komplikasi intrakranial. Komplikasi orbita
adalah nyeri wajah dan gangguan penghidu.
umumnya terjadi akibat perluasan infeksi rinosinusitis
Berdasarkan periodenya dibedakan menjadi akut bila

Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 314

akut pada anak sedangkan pada anak yang lebih 4. Abses orbita: terdapat pembentukan dan
besar dan orang dewasa dapat disebabkan oleh pengumpulan pus di orbita ditandai dengan
6
rinosinusitis akut ataupun kronik. optalmoplegi, proptosis dan kehilangan
Penyebaran infeksi rinosinusitis ke orbita penglihatan
dapat melalui penyebaran langsung melalui defek 5. Trombosis sinus kavernosus: sudah terjadi
kelainan bawaan, foramen atau garis sutura yang perluasan infeksi ke sinus kavernosus yang
terbuka, erosi tulang terutama pada lamina papirasea ditandai dengan proptosis, optalmoplegi,
dan tromboflebitis retrograd langsung melalui kehilangan penglihatan disertai perluasan tanda
pembuluh darah vena yang tidak berkatup yang infeksi ke mata yang sehat dan tanda-tanda
menghubungkan orbita dengan wajah, kavum nasi, meningitis.
6-8
dan sinus paranasal. Penatalaksanaan rinosinusitis kronis dengan
komplikasi orbita dapat berupa pemberian
1 2 3
medikamentosa baik antibiotik intravena dengan
spektrum luas dan atau kombinasi, dekongestan,
kortikosteroid sistemik maupun disertai dengan
6-8
tindakan operatif. Selulitis periorbita dan selulitis
orbita biasanya dapat sembuh hanya dengan terapi
medikamentosa. Pada abses periorbita, selain terapi
medikamentosa dilakukan juga drainase abses dan
eradikasi sumber infeksi pada sinus yang terlibat.

4 5
Pada abses orbita diberikan terapi medikamentosa
dan operatif berupa drainase abses dan orbitotomi
7
untuk dekompresi saraf optik. Umumnya tindakan
operatif dilakukan bila terdapat kegagalan terapi
medikamentosa yang optimal atau sudah terdapat
komplikasi orbita yang berat dan atau komplikasi
6-8
Gambar 1. Klasifikasi sinusitis dengan komplikasi orbita : intrakranial.
1.selulitis periorbita, 2.selulitis orbita, 3.abses periorbita,
4.abses orbita, 5.trombosis sinus kavernosus6
LAPORAN KASUS
Seorang pasien laki-laki umur 16 tahun
Klasifikasi komplikasi orbita menurut
6-8
dikonsulkan ke bagian THT dari Instalasi Gawat
Chandler terdiri dari (gambar.1):
Darurat pada tanggal 23 Maret 2012 dengan keluhan
1. Selulitis periorbita: peradangan pada kelopak
utama bengkak di mata kanan sejak 5 hari sebelum
mata yang ditandai dengan edema pada kelopak
masuk rumah sakit, nyeri tidak ada dan gangguan
mata.
penglihatan tidak ada. Pasien sebelumnya sudah
2. Selulitis orbita: peradangan dan edema sudah
dirawat selama 5 hari di Rumah Sakit Daerah
meluas ke orbita, ditandai dengan adanya
Bukittinggi dengan diagnosis kerja abses retrobulber
proptosis, kemosis dan gangguan pergerakan
et causa rinosinusitis. Awalnya pasien merasakan
bola mata. Biasanya bisa meluas menjadi abses
pilek yang tidak sembuh sejak 1 tahun terakhir dan
orbita dan kebutaan.
ingus terasa semakin kental dan berwarna kuning
3. Abses periorbita (abses subperiosteal):
kehijauan sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit,
pembentukan dan pengumpulan pus antara
terus-menerus disertai dengan hidung tersumbat
periorbita dan dinding tulang orbita, yang ditandai
terutama sebelah kanan. Terdapat keluhan terasa
dengan proptosis dengan perubahan letak bola
ingus yang mengalir di tenggorok, gangguan
mata, gangguan pergerakan bola mata dan
penciuman dan nyeri di pipi kanan sejak 1 minggu
penurunan visus.
yang lalu. Keluhan hidung berbau tidak ada. Demam 1

Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 315

minggu sebelum masuk rumah sakit tapi sekarang fluktuatif, konjungtiva kemosis (+), hiperemis (+),
tidak lagi. Riwayat sakit gigi atau gigi berlobang tidak gerakan terbatas, posisi protusio. Pasien saat ini
ada, riwayat trauma pada wajah dan kepala tidak ada didiagnosis protusio bulbi OD dengan inflamasi
dan riwayat infeksi mata tidak ada. retrobulber et causa rinosinusitis kronis + abses
Pada pemeriksaan fisik THT, telinga tidak palpebral superior OD. Pasien dirawat bersama
ditemukan kelainan, hidung terlihat kavum nasi kanan dengan bagian mata di bangsal THT, diberikan terapi
sempit, konka inferior eutropi, konka media udem, seftriakson injeksi 2 x 1 gram, deksametason injeksi 3
terlihat sekret mukopurulen di meatus media, deviasi x 5 mg, metronidazol drip 3 x 500 mg, ranitidin injeksi
septum tidak ada. Sedangkan kavum nasi kiri dalam 2 x 50 mg, pseudoefedrin 120 mg + loratadin 5 mg
batas normal. Pemeriksaan rinoskopi posterior terlihat kapsul 2 x 1, ambroksol 3 x 30 mg dan direncanakan
post nasal drip mukopurulen dan tenggorok dalam untuk dilakukan tindakan dekompresi orbita dalam
batas normal. Pada mata kanan terlihat bengkak di narkose umum bila terdapat abses periorbita bersama
palpebra superior, nyeri tekan tidak ada. Pemeriksaan bagian mata.
penunjang tomografi komputer menunjukkan adanya Pada tanggal 24 Maret 2012 dilakukan
perselubungan pada sinus maksila dekstra, etmoid pemeriksaan nasoendoskopi dengan hasil, kavum nasi
anterior dekstra, frontal dekstra serta perselubungan di kanan terlihat konka inferior eutropi, konka media
daerah superolateral yang meluas ke retroorbita udem, hiperemis, meatus media terbuka, terlihat
dekstra, kesan multisinusitis dengan inflamasi orbita sekret mukopurulen di meatus media, deviasi septum
dan palpebra superior dekstra (gambar.2). tidak ada. Dilakukan pungsi irigasi sinus maksila
Pemeriksaan laboratorium darah menunjukkan adanya dekstra dalam narkose lokal untuk pemeriksaan kultur
3
leukositosis (10.400 /mm ). dan tes sensitivitas kuman serta kultur jamur. Sekret
berjumlah + 10 cc, berbau, warna putih kental. Pada
saat ini ditegakkan diagnosis rinosinusitis kronis
dengan komplikasi curiga selulitis orbita OD dengan
abses palpebra OD dan didiagnosis banding abses
periorbita OD. Terapi sebelumnya dilanjutkan dan
ditambah Kloramfenikol 1% + Polimiksin B sulfat 5000
iu/gram salf 4 x 1 OD. Anjuran tetap dipersiapkan
bedah sinus endoskopi fungsional untuk dekompresi
orbita, insisi serta evakuasi abses palpebra bersama
dengan bagian mata dan observasi ketat selama dua
hari (sampai tanggal 26 Maret 2012).
Gambar 2. Tomografi komputer potongan axial dan coronal
tanggal 21 Maret 2012

Gambar 4. Nasoendoskopi kavum nasi dextra pada saat


pungsi irigasi sinus
Gambar 3. Foto pasien saat masuk IGD

Pada tanggal 26 Maret 2012, pasien


Pasien dikonsulkan ke bagian mata dan mengeluhkan penurunan penglihatan pada mata
diperoleh hasil pemeriksaan fisik mata kanan, visus kanan, mata kanan terasa nyeri, bengkak di mata
5/5, palpebra udem (+), benjolan kenyal, difus, kanan bertambah, keluar ingus dari hidung dan ingus

Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 316

terasa tertelan masih ada, demam tidak ada. ostium terlihat terbuka. Perdarahan diatasi, dipasang
Pemeriksaan fisik THT, pada hidung kavum nasi tampon handscoen 1-0 longgar yang telah diolesi
kanan sempit, konka inferior dan konka media udem, betadin dan salf kloramfenikol. Oral pack dikeluarkan,
terlihat sekret mukopurulen di meatus media, deviasi operasi selesai.
septum tidak ada. Pemeriksaan fisik bagian mata Diagnosis pasca operasi pasca bedah sinus
diperoleh hasil visus mata kanan 5/7, palpebra udem endoskopi fungsional atas indikasi rinosinusitis kronis
(+), benjolan kenyal, difus, fluktuatif, konjungtiva dengan komplikasi abses periorbita OD + post insisi
kemosis (+), hiperemis (+), gerakan terbatas, posisi dan eksplorasi abses palpebra superior OD. Terapi
protusio. setelah operasi sama seperti sebelumnya ditambah
Diagnosis saat ini rinosinusitis kronis dengan tramadol drip.
komplikasi curiga abses periorbita OD dengan abses Tanggal 28 Maret 2012 keluar hasil kultur
palpebra superior OD dan didiagnosis banding curiga sekret hidung saat pungsi irigasi dengan hasil tidak
selulitis orbita OD. Terapi sebelumnya dilanjutkan dan ditemukannya pertumbuhan jamur dan ditemukan
direncanakan untuk dilakukan tindakan operasi kuman Staphyloccocus epidermidis yang sensitif
bersama antara bagian THT dengan bagian mata terhadap ampisilin-sulbaktam, sefoperazon,
berupa dekompresi orbita dengan pendekatan bedah sefotaksim, seftazidin, seftriakson, kloramfenikol,
sinus endoskopi + insisi dan evakuasi abses palpebra meropenem dan netilmisin.
OD. Tanggal 29 Maret 2012 tampon hidung
Pada tanggal 27 Maret 2012 dilakukan dibuka, terlihat konka inferior edema, konka media
operasi dekompresi orbita dengan pendekatan bedah edema, darah mengalir tidak ada, terlihat sekret
sinus endoskopi dan insisi evakuasi abses palpebra mukoid putih kekuningan. Sedangkan kavum nasi
superior OD. Operasi dimulai oleh bagian mata. sinistra dalam batas normal. Pasien kemudian
Pasien berbaring telentang di meja operasi dalam dibolehkan pulang dan diberi terapi roksitromisin tablet
narkose umum. Dipasang oral pack, dilakukan 2 x 150 mg, metronidazol tablet 3 x 500 mg,
tindakan aseptik dan antiseptik pada lapangan operasi metilprednisolon tablet 3 x 4 mg, pseudoefedrin 120
dan ditutup kain steril. Dilakukan aspirasi pada mg + loratadin 5 mg kapsul 3 x 1, ambroksol 3 x 30
palpebra superior OD, terdapat pus 1 cc. Dilakukan mg. Sedangkan dari bagian mata diberi tambahan
pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas pada pus terapi kloramfenikol salf mata.
abses palpebra. Dilakukan insisi pada palpebra, keluar Kontrol pertama tanggal 31 Maret 2012, tidak
pus 5 cc. Dilakukan kuret dan pencucian daerah insisi, ditemukan ingus yang keluar dari hidung atau tertelan
dipasang drain, kemudian ditutup dengan perban. di tenggorok, hidung masih tersumbat, nyeri hidung
Operasi Dilanjutkan bagian THT. Dilakukan tidak ada, demam tidak ada. Pemeriksaan kavum nasi
pemasangan tampon hidung epinefrin: lidokain (1 : 4) kanan terlihat konka inferior udem, konka media
pada KND dan ditunggu selama 15 menit. Evaluasi eutropi, meatus media terbuka, terdapat sekret mukoid
KND dengan scope 0º, terlihat sekret putih kental di putih kekuningan dan krusta. Kavum nasi dibersihkan
meatus media, konka inferior eutropi dan konka media dan terapi sebelumnya dilanjutkan, ditambahkan cuci
edem. Sekret dihisap, terlihat prosesus unsinatus dan hidung dengan NaCl 0,9%. Hasil kultur pus dari abses
ostium sinus maksila menyempit. Dilakukan palpebra superior OD, tidak ditemukan pertumbuhan
unsinektomi dan pelebaran ostium sinus maksila kuman aerob dan pertumbuhan jamur. Pemeriksaan
dekstra. Dilakukan pengangkatan bulla etmoid, terlihat bagian mata diperoleh hasil pada mata kanan visus
sekret putih kental keluar dari dinding medial orbita 5/5, edem palpebra berkurang, tidak ada lagi pus dari
dekstra (lamina papirasea) dan ostium sinus frontalis. tempat insisi, konjungtiva tidak hiperemis, kornea
Bersamaan dengan penekanan pada mata kanan, bening, COA cukup dalam, iris coklat, rugae (+), pupil
sekret yang keluar dari lamina papirasea dihisap bulat reflek +/+ 3 mm, lensa bening, gerakan bebas,
sedangkan sekret dari sinus frontal dihisap dan tidak posisi ortho. Terapi berupa kloramfenikol salf mata 2 x
dilakukan pelebaran ostium sinus frontalis karena OD.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 317

Kontrol tanggal 2 April 2012, tidak ditemukan gerakan bebas, posisi ortho. Bagian mata
ingus yang keluar dari hidung atau tertelan di memberikan pengobatan yang sama dengan bagian
tenggorok, hidung tidak tersumbat, hidung dan wajah THT ditambah tinoridin HCl 50 mg tablet 3 x 1 dan
tidak nyeri, demam tidak ada. Pemeriksaan kavum metilprednisolon tablet 1 x 16 mg.
nasi kanan terlihat konka inferior dan konka media
eutropi, terdapat sekret mukoid dan krusta. Kavum DISKUSI
nasi dibersihkan dan terapi sebelumnya dilanjutkan. Dilaporkan satu kasus rinosinusitis kronis
Kontrol tanggal 7 April 2012, tidak ditemukan dengan komplikasi abses periorbita OD pada pasien
ingus yang keluar dari hidung atau tertelan di umur 16 tahun yang ditegakkan berdasarkan
tenggorok, hidung tidak tersumbat, hidung dan wajah anamnesis, pemeriksaan fisik THT dan mata, serta
tidak nyeri, demam tidak ada. Kavum nasi kanan pemeriksaan penunjang tomografi komputer sinus
lapang, terlihat konka inferior dan konka media paranasal.
eutropi, terdapat sekret serous. Kavum nasi Komplikasi abses periorbita OD ditegakkan
dibersihkan, terapi dilanjutkan kecuali metronidazol 3 x berdasarkan keluhan bengkak di mata kanan sejak 5
500 mg dan metilprednisolon 3 x 4 mg dihentikan. hari, visus mata kanan yang awalnya baik kemudian
Kontrol tanggal 14 April 2012, keluhan pada mengalami penurunan pada hari ketiga, udem yang
hidung tidak ada. Pemeriksaan nasoendoskopi terlihat fluktuatif pada palpebra superior mata kanan,
kavum nasi kanan lapang, konka inferior eutropi, konjungtiva hiperemis dan kemosis, gerakan bola
mukosa merah muda, konka media eutropi, mukosa mata yang terganggu serta bola mata kanan yang
merah muda, meatus media terbuka, sekret tidak ada, mengalami protusio. Beberapa literatur menyebutkan
deviasi septum tidak ada (gambar 5). Terapi bahwa selain penyebaran infeksi sinus paranasal,
sebelumnya dilanjutkan hingga 1 minggu dan pasien selulitis orbita atau abses periorbita (subperiosteal)
dianjurkan untuk kontrol kembali. bisa disebabkan karena trauma pada orbita, infeksi
sistem lakrimal, infeksi pada kulit di daerah mata atau
9-11
operasi daerah orbita. Penyebab tersebut dapat
disingkirkan pada kasus ini dengan anamnesis yang
terarah.
Pada kasus ini saat masuk ditegakkan
diagnosis selulitis orbita tapi setelah dua hari dirawat
ternyata tidak terdapat perbaikan dan sudah ada
penurunan visus sehingga pasien didiagnosis abses
Gambar 5. Nasoendoskopi kavum nasi dextra pada saat periorbita. Keluhan penurunan penglihatan dan hasil
kontrol 14 April 2012
tomografi komputer biasanya sudah dapat
membedakan antara keduanya. Pada kasus ini
penurunan visus baru terlihat setelah 3 hari perawatan
dan pada saat operasi terlihat pus yang mengalir di
dinding medial orbita sehingga diagnosis abses
periorbita baru dapat dipastikan. Adanya proses
inflamasi yang berlanjut karena tidak adekuatnya
pemberian antibiotik, virulensi kuman yang tinggi atau
terdapatnya infeksi campuran lebih dari satu kuman
Gambar 6. Foto pasien saat kontrol hari ke-18 post operasi
yang umumnya terjadi pada anak yang lebih tua dan
dewasa sehingga antibiotik yang diberikan tidak dapat
Pasien dikonsulkan kembali ke bagian mata
mengeradikasi semua kuman juga dapat
dengan hasil pemeriksaan bagian mata diperoleh hasil
menyebabkan proses selulitis obita berlanjut menjadi
pada mata kanan visus 5/5, palpebra udem minimal, 6,8
abses periorbita.
lunak, nyeri tekan (-), konjungtiva tidak hiperemis,

Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 318

1,2,22,23
Pemeriksaan nasoendoskopi, tomografi kebersihan, musim, ataupun alergen. Menurut
17 24
komputer dan MRI dapat digunakan untuk Eviatar dan Nageswaran, keterlibatan sinus
menegakkan diagnosis awal dan tomografi komputer paranasal yang menimbulkan komplikasi orbita pada
serta MRI dapat membantu mengidentifikasi stadium anak-anak terutama disebabkan oleh infeksi pada
komplikasi orbita sehingga pilihan terapi yang efektif sinus etmoid. Hal yang berbeda dinyatakan oleh
12,13
bisa ditentukan. Pada kasus ini hasil tomografi Nwaorgu yang menyatakan bahwa sinus maksila lebih
komputer memperlihatkan adanya multisinusitis berperan pada proses rinosinusitis yang menyebabkan
19
dengan inflamasi orbita dan abses palpebra superior komplikasi orbita baik anak ataupun dewasa.
dekstra. Gambaran ini sesuai dengan literatur yang Pada kasus ini, hasil kultur yang diambil dari
menunjukkan adanya tanda-tanda peradangan sinus sekret pada sinus maksila saat pungsi dan irigasi
paranasal disertai dengan proses inflamasi yang sinus ditemukan kuman Staphylococcus epidermidis
4
mengarah ke selulitis di daerah orbita. Clary yang sensitif terhadap ampisilin-sulbaktam,
menjelaskan bahwa kadang-kadang tidak ditemukan sefoperazon, sefotaksim, seftazidin, seftriakson,
korelasi antara temuan operasi dengan pemeriksaan kloramfenikol, eritromisin, meropenem dan netilmisin.
tomografi komputer. Salah satunya pada kasus antara Hal ini sesuai dengan beberapa literatur yang
selulitis orbita dengan abses subperiosteal (periorbita), menyatakan bahwa golongan Staphylococcus,
dimana pada tomografi komputer terlihat edema otot Streptococcus, Haemophilus paling sering
mata ekstrinsik dan perselubungan homogen antara menyebabkan rinosinusitis sedangkan kuman anaerob
dinding orbita dan periorbita disertai pergeseran bola seperti Bacteroides, Fusobacterium merupakan kuman
mata dengan kesan selulitis orbita tapi setelah patogen yang kadang-kadang menyebabkan
1,2,5 6,9-11,22,24
dilakukan operasi ternyata sudah terlihat adanya rinosinusitis. Hal serupa dilaporkan oleh
14 16 19
abses. Ali serta Nwaorgu, dari pasien sinusitis yang
Insiden komplikasi orbita yang disebabkan diperiksa sekret sinus menunjukkan mayoritas kuman
oleh rinosinusitis ini semakin berkurang setelah golongan Staphylococcus terutama Staphylococcus
ditemukannya antibiotik, terutama kehilangan aureus. Sedangkan menurut Jackson pada
penglihatan hingga kematian karena penyebaran ke rinosinusitis bakterialis akut lebih sering ditemukan
15-17
intrakranial. Penelitian Neto menyebutkan bahwa Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza dan
dari 25 pasien sinusitis dengan komplikasi orbita pada Moraxella catarrhalis, dan pada rinosinusitis bakterialis
tahun 1985-2004, 24 pasien mengalami selulitis kronis yang lebih dominan menyebabkan infeksi
periorbita dan sisanya abses subperiosteal (abses adalah golongan Staphylococcus terutama S.
23
periorbita). Disebutkan juga bahwa kejadian paling aureus.
sering pada laki-laki dengan rasio 2 : 1 dan paling Pada kasus ini diberikan terapi antibiotik
18
sering terkena anak umur < 5 tahun. Hampir sama intravena seftriakson kombinasi dengan metronidazol,
dengan Nwaogru dari 90 pasien, laki-laki lebih sering kortikosteroid (deksametason) intravena, dekongestan
terkena (2 : 1), umur antara 3,5 – 66 tahun, ditemukan dan mukolitik (ambroksol). Sedangkan saat pasien
47 pasien (52%) didiagnosis sinusitis dengan pulang diberikan antibiotik oral berupa roksitromisin.
komplikasi selulitis orbita, 9 orang (19,2%) didiagnosis Pemberian kombinasi antibiotik diharapkan dapat
19
thrombosis sinus kavernosus. membunuh kuman sebelum keluarnya hasil kultur dan
Komplikasi orbita ini umumnya terjadi pada tes sensitivitas. Eviatar merekomendasikan seftriakson
20,21
anak-anak dengan rinosinusitis akut. Sedangkan 100 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2 dosis atau ampisilin
pada orang dewasa komplikasi ini terjadi baik pada - sulbaktam 200 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis
16,22
rinosinusitis akut ataupun rinosinusitis kronis. Hal sebagai terapi antibiotik intravena secara empiris.
ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti Kadang-kadang diperlukan kombinasi dengan
anatomi antara sinus paranasal dan orbita, kekebalan vankomisin 60 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis
tubuh yang menurun terutama pasien dengan atau metronidazol bila hasil kultur kuman belum ada
17
imunodefisiensi, serta faktor lingkungan seperti dan diduga terdapat keterlibatan kuman anaerob.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 319

Pemberian antibiotik intravena umumnya diberikan Dilakukan identifikasi lamina papirasea dan atap
selama 7 hari atau selama perawatan dan dilanjutkan etmoidalis. Jika terdapat lamina papirasea yang
dengan pemberian antibiotik oral seperti amoksisilin + terbuka, pus/sekret dapat dibersihkan dan dihisap
6
asam klavulanat selama 2-3 minggu. Pemberian langsung melalui celah tersebut. Jika lamina papirasea
kortikosteroid dianjurkan bila terdapat udem yang luas masih intak, dilakukan insisi horizontal pada bagian
pada orbita ataupun intrakranial, sehingga diharapkan inferior lamina papirasea dengan elevator freer. Insisi
28-30
dengan pemberian kortikosteroid, udem tersebut dapat dapat diperluas ke arah vertikal dan anterior.
25
berkurang. Yen menyebutkan bahwa pemberian Pada kasus ini dilakukan pembedahan
kortikosteroid sistemik sebagai terapi tambahan pada dengan pendekatan endoskopi transnasal, dan saat
rinosinusitis akut dan kronis bersamaan antibiotik, evaluasi terlihat sekret yang mengalir dari lamina
dekongestan dan irigasi hidung dapat menurunkan papirasea sehingga sekret hanya dihisap melalui celah
jumlah mediator inflamasi seperti sitokin yang yang sudah ada bersamaan dengan penekanan pada
ditemukan pada mukosa sinonasal pasien sinusitis bola mata. Angka keberhasilan operasi melalui
dalam jumlah banyak. Lama pemberian dan dosis pendekatan endoskopi transnasal pada pasien dengan
28
steroid sistemik tidak ditetapkan secara pasti, komplikasi abses periorbita menurut Younis dan
29
umumnya diberikan deksametason intravena 0,3-1 Froehlich, semuanya mengalami perbaikan total
26
mg/KgBB/hari dalam 2-3 dosis selama 7 hari. tanpa adanya komplikasi dan rekurensi. Bhargava
Pada kasus ini indikasi dilakukan tindakan juga menyebutkan bahwa dari 3 pasien sinusitis
operatif dekompresi orbita dengan bedah sinus dengan komplikasi abses periorbita yang dilakukan
endoskopi fungsional karena tidak ada perbaikan bedah sinus endoskopi, semuanya sembuh tanpa
setelah 48 jam pemberian antibiotik intravena dan komplikasi dan merekomendasikan bedah sinus
sudah terdapat penurunan visus. Hal ini sesuai endoskopi fungsional sebagai teknik yang minimal
dengan literatur yang menyebutkan bahwa terapi invasif dan lebih aman dibandingkan pendekatan
30
pembedahan pada rinosinusitis dengan komplikasi eksterna untuk drainase abses periorbita.
6,17,22
orbita diindikasikan bila: Keberhasilan dengan pendekatan endoskopi
1. Terlihat gambaran abses yang dibuktikan dengan transnasal tergantung pada keahlian dokter THT,
tomografi computer. jumlah perdarahan lokal dan sinus paranasal yang
27,30
2. Tidak terdapat perbaikan setelah 48 jam terlibat.
pemberian antbiotik yang adekuat. Prognosis pasien rinosinusitis dengan
3. Komplikasi orbita yang berat seperti kebutaan komplikasi orbita umumnya baik setelah ditemukannya
atau reflek pupil yang meningkat. antibiotik, pemeriksaan penunjang tomografi komputer
4. Penurunan fungsi penglihatan. hingga MRI, dan teknik pembedahan endoskopi yang
22
5. Peningkatan tanda-tanda proptosis dan minimal invasif. Komplikasi yang mungkin terjadi
oftalmoplegi. dapat berupa kehilangan penglihatan, gejala sisa
6,22 17 18
Teknik pembedahan pada kasus abses neurologis hingga kematian. Eviatar serta Neto,
subperiosteal (periorbita) meliputi pendekatan menyebutkan dalam laporannya bahwa dari semua
eksterna dengan insisi Lynch (frontoetmoidal pasien sinusitis dengan komplikasi orbita yang diobati
orbitotomy), transkarunkuler orbitotomi dan baik konservatif saja ataupun kombinasi dengan
6,15,27
pendekatan interna berupa endoskopi transnasal. pembedahan, semuanya sembuh tanpa ada gejala
Bedah sinus endoskopi yang dilakukan pada pasien sisa.
rinosinusitis dengan komplikasi abses periorbita Pasien tetap dianjurkan kontrol secara
meliputi tindakan unsinektomi - maksila antrostomi, berkala untuk menilai keberhasilan operasi dan ada
etmoidektomi dan bila perlu dilakukan tindakan tidaknya gejala sisa ataupun kekambuhan. Pemberian
pembukaan dan pembersihan resesus frontalis. obat antibiotik oral dan dekongestan tetap diberikan

Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 320

hingga infeksi sinus paranasal diyakini tidak ada lagi. 12. Cruz. AAV et al. Orbital Complications of Acute
Rhinosinusitis : A New Classification. Rev Bras
DAFTAR PUSTAKA Otorhinolaryngol. 2007; 73: 684-8.
1. Lane. A.P, Kennedy. D.W. Sinusitis and 13. Oxford LE, McClay. J. Complications of acute
Polyposis. In Otorhinolaryngology Head and Neck Sinusitis in Children. Otolaryngol Head and Neck
th Surg. 2005; 133: 32-7.
Surgery. 16 edition. B.C Decker 2003: p. 760-87.
2. Busquets. J.M, Hwang. P.M. Nonpolypoid 14. Clary RA, Cuningham. MJ, Eavery. RD. Orbital
Rhinosinusitis: Classification, Diagnosis and Complications of Acute Sinusitis: Comparison of
Treatment. In Head and Neck Surgery – Computed Tomography Scan and Surgical
th Finding, Am Otorhinolaryngol. 1992; 101: 598-
Otorhinolaryngology. 4 edition. Lippincott
Williams and Wilkins. Philadelphia 2006: p. 405- 600.
16. 15. Oxford LE, McClay. J. Medical and Surgical
3. Fokkens. W, Lund. V, Mullol. J. European Position Management of Subperiosteal Orbital Abscess
Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps. EPOS Secondary to Acute Sinusitis in Children. Int J of
2007. Ped Otorhinolaryngol. 2006; 70: 1853-61.
4. Eustis. H.S, Mafee. M.F, Walton. C, Mondonca. J. 16. Ali. A, Kurien. M, Mathews. S, Mathew. J.
MR Imaging and CT of Orbital Infections and Complication of Acute Infective Rhinosinusitis:
Complications in Acute Rhinosinusitis. Radiologic Experience from Developing Country. Singapore
Cli. N. Am.J. November 1998; 36: 1165-83. Med. J. 2005; 46(10): 540-4.
5. Clement. P.A.R. Classification of Rhinosinusitis. In 17. Eviatar. E et al. Conservative Treatment in
Sinusitis – From Microbiology to Management. Rhinosinusitis Orbital Complications in Children
Taylor & Francis, New York 2006: p. 15-38. Aged 2 Years and Younger. Rhinol. J. March
6. Schwartz. G and White. S. Complications of Acute 2008; 46: 334-7.
and Chronic Sinusitis and Their Management. In 18. Neto. L.M, Pignatari. S, Mitsud. S, Fava. A.S,
Sinusitis – From Microbiology to Management. Stamm.A. Acute Sinusitis in Children – A
Taylor & Francis, New York 2006: p. 269-90. Retrospective Study of Orbital Complications.
7. Choi. S.S, Grundfast. K.M. Complications in Sinus Braz. J. of Otorhinol. February 2007; 73: 75-9.
Disease. In Disease of The Sinuses, Diagnosis 19. Nwaorgu. O.G.B, Awoben. F.J, Onakoy. P.A,
and Management. B.C.Decker Inc. 2001: p. 169- Awoben. A.A. Orbital Cellulitis Complicating
77. inusitis: A 15-years Review. Nigerian J Surg Res.
8. Giannoni. C.M, Weinberger. D.G. Complications 2004; 6: 14-6.
of Rhinosinusitis. In Head and Neck Surgery – 20. Reid. J.R. Complications of Pediatric Paranasal
th Sinusitis. Pediatric Radiol. J. 2004; 34: 933-42
Otorhinolaryngology. 4 edition. Lippincott
Williams and Wilkins. Philadelphia 2006: p. 493- 21. Herrmann. B.W, Forsen. J.W. Simultaneous
504. Intracranial and Orbital Complications of Acute
9. Houser. A, Fogarasi. S. Periorbital and Orbital Rhinosinusitis in Children. Int. J. of Ped. Otorhinol.
Cellulitis. Ped in Review J. June 2012; 31: 242-9 2004; 68: 619-25.
10. Carlisle. R.T, Fredrick. G.T. Preseptal and Orbital 22. Hoxworth. J.M, Glastonbury. C.M. Orbital and
Cellulitis. Hospital Physician.J. October 2006: 15- Intracranial Complications of Acute Sinusitis.
9. Neuroimag Clin N Am. 2010; 20: 511-26.
11. Brook. I. Microbiology and Antimicrobial 23. Jackson. L.L, Kountakis. S.E. Classification and
Treatment of Orbital and Intracranial Management of Rhinosinusitis and Its
Complications of Sinusitis in Children and Their Complications. Otolaryngol. Clin. N. Am. J. 2005;
Management. 2009; 73: 1183-6. 38: 1143-53.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 321

24. Nageswaran. S, Woods. C.R, Benjamin. D.K, Abscess. Arch Otolaryngol Head and Neck Surg.
Givner. L.B, Shetty. A.K. Orbital Cellulitis in July 2008; 134: 764-7.
Children. The Pediatric Inf Dis J. August 2006; 25: 28. Younis RT, Lazar. RH. Endoscopic Drainage of
695-9. Subperiosteal Abscess in Children: A Pilot Study.
25. Kastner. J, Taudy. M, Lisy. J, Grabec. P, Betka. J. Am J of Rhinol. January-February 1996; 10: 11-5.
Orbital and Intracranial Complications After Acute 29. Froehlich. P, Pransky. SM, Fontaine. P, Stearns.
Rhinosinusitis. Rhinology 2010; 48: 457-61. G, Morgon. A. Minimal Endoscopic Approach to
26. Yen. MT, Yen. KG. Effect of Corticosteroids in Subperiosteal Orbital Abscess. Arch Otolaryngol
The Acute Management of Pediatric Orbital Head Neck Surg. March 1997; 123: 280-2.
Cellulitis with Subperiosteal Abscess. Ophtalmic, 30. Bhargava. D, Sankhla. D, Ganesan. A, Chand. P.
Plastic and Reconstructive Surgery. April 2005; Endoscopic Sinus Surgery for Orbital
21: 363-7. Subperiosteal Abscess Secondary to Sinusitis.
27. Tanna. N, Preciado. DA, Clary. MS, Choi. SS. Rhinology. April 2001; 39: 151-5.
Surgical Treatment of Subperiosteal Orbital

Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)

Anda mungkin juga menyukai